BEBERAPA CARA PERBAIKAN TANAM PADA TANAMAN TEBU RATOON Oleh : Memet Hakim¹ ) & Mahfud Arifin 2) 1) Mahasiswa Program Doktor (By Research ), Fakultas Pertanian, Unpad NPM : 1501 3008 0026 2). Direktur Program Pasca Sarjana, Unpad, Guru Besar Fakultas Pertanian Unpad, Ketua Tim Promotor I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kini masih menjadi negara pengimpor gula, keinginan agar Indonesia tidak melaksanakan impor gula mulai tahun 2010, sebenarnya dapat dicapai, dengan syarat seluruh stakeholder mempunyai komitmen bersama untuk mengutamakan kepentingan nasional. Bahkan pemerintah (IKAGI,2008), pada kesempatan kongres Ikatan Ahli Gula Indonesia menyatakan swasembada gula merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia. Di 1
57
Embed
REVIEW Beberapa Cara Perbaikan Tanam Pada Tanaman Tebu Ratoon
BEBERAPA CARA PERBAIKAN TANAM PADA TANAMAN TEBU RATOON
Oleh : Memet Hakim¹) & Mahfud Arifin2)
1) Mahasiswa Program Doktor (By Research ), Fakultas Pertanian, Unpad NPM : 1501 3008 0026 2).Direktur Program Pasca Sarjana, Unpad, Guru Besar Fakultas Pertanian Unpad, Ketua Tim Promotor
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BEBERAPA CARA PERBAIKAN TANAM PADA TANAMAN TEBU RATOON
Oleh :
Memet Hakim¹) & Mahfud Arifin2)
1) Mahasiswa Program Doktor (By Research ), Fakultas Pertanian, Unpad NPM : 1501 3008 0026
2).Direktur Program Pasca Sarjana, Unpad, Guru Besar Fakultas Pertanian Unpad, Ketua Tim Promotor
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia kini masih menjadi negara pengimpor gula, keinginan agar
Indonesia tidak melaksanakan impor gula mulai tahun 2010, sebenarnya dapat
dicapai, dengan syarat seluruh stakeholder mempunyai komitmen bersama untuk
mengutamakan kepentingan nasional. Bahkan pemerintah (IKAGI,2008), pada
kesempatan kongres Ikatan Ahli Gula Indonesia menyatakan swasembada gula
merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia. Di lain pihak Tim Percepatan
Peningkatan Produktivitas Gula, Direktorat Jendral Perkebunan, Departemen
Pertanian, menunjukkan bahwa kenaikan produksi gula saat ini masih ditunjang
oleh adanya pertambahan areal tanam atau ekstensifikasi (Media Perkebunan,
2008)
Nahdodin (1999), menjelaskan bahwa pada lahan sawah usaha tani tebu
mengalami penurunan produktivitas yaitu sekitar 16 sampai 17 ton hablur pada
1
tahun 1930an menjadi 5 sampai 7 ton hablur pada tahu 1990an. Pada lahan tegalan
produktivitas usaha tani tebu di pulau Jawa sangat rendah dibandingkan dengan
PG swasta di luar Jawa yang sekitar 6 sampai 7.5 ton hablur/ha. Di Thailand
produktivitasnya mencapai 4 sampai 6 ton hablur/ha dan di Australia antara 9
sampai 14 ton hablur/ha. Rachmat M, 1996 (vide Nahdodin, 2000)
mengemukakan bahwa terjadi penggunaan pupuk dan tenaga kerja di bawah
optimal.
Penurunan produktivitas gula ini tidak lepas dari perubahan sistem yakni
dari sistim sewa tanah masyarakat menjadi sistim kerjasama antara pabrik gula
dan petani tebu yang memperoleh kredit dari pemerintah berbunga murah. Pad
sistem ini petani mendapat bimbingan teknologi dari pihak pabrik gula. Sistem ini
dikenal dengan nama Tebu Rakyat Intensifikasi atau TRI. Dalam perkembangan
perubahan sistem di atas, telah terjadi berbagai masalah sosial ekonomi, baik bagi
petani, pabrik gula maupun lembaga terkait lainnya (Agus Pakpahan, 1999)
Dampak lainnya adalah terhadap masalah teknis seperti pada banyak kasus
agronomi antara lain masalah pemupukan (dosis, jenis, cara, frekuensi) dan mutu
keprasan yang kurang baik dan yang paling terlihat adalah turunnya produktivitas
hablur secara tajam.
Tebu memerlukan curah hujan yang merata sepanjang masa
pertumbuhannya, idealnya antara 1.500 – 2.000 mm per tahun dengan hari hujan
antara 150- 200 hari per tahun dengan musim kemarau pada saat tebang, namun
bukan berarti tebu tidak dapat tumbuh di daerah yang kering atau basah. Tebu
yang tumbuh di daerah kering memerlukan irigasi, sedang yang tumbuh di daerah
2
basah tinggal mengatur pengairannya. Untuk mengetahui pengaruh iklim, maka
perlu pencatatan data iklim untuk kemudian dihitung berapa banyak defisit air
bulanan dan tahunan. ”Water deficit” sampai di atas 500 mm per tahun dapat
menurunkan produktivitas sampai 70 %, kecuali jika diberi pengairan secukupnya
maka produktivitas tebu dan rendemennya bahkan akan meningkat.
Curah hujan yang cukup (di atas 5 mm) per hari hujan yang merata sepanjang
masa pertumbuhan dan kering 2-3 bulan pada saat menjelang masa tebang,
merupakan iklim yang paling cocok untuk tebu. Pengairan pada tebu diperlukan
terutama pada wilayah yang musim keringnya relatif panjang. Selain itu banyaknya
embung atau kolam air atau danau-danau kecil sangat membantu upaya pengairan
dan membentuk mikro klimat yang relatif lebih lembab.
Yahya et al (2000), mengemukakan bahwa penggunaan pupuk anorganik
secara berlebih dan terus menerus dalam pertanian intensif sangatlah merugikan.
Hal ini terutama dapat menurunkan tingkat kesuburan lahan karena perubahan
sifat kimia dan fisika tanah serta menurunnya kehidupan biologis dalam tanah.
Kesuburan tanah dapat ditingkatkan dengan memberikan zat organik dan mikroba
tanah yang bermanfaat bagi tanaman. Hal ini dapat meningkatkan kadar humus
tanah, kegemburan tanah dan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk organik.
Bahan organik sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui mekanisme
ketersediaan hara, sifat fisik tanah, pengendalian erosi tanah, sumber energi jazad
renik, kapasitas pertukaran kation , adsorpsi pestisida dan hubungannya dengan
patogen tanah. Diluar itu bahan organik dapat menyimpan air seberat bahan
organik itu sendiri.
3
Potensi limbah padat organik dari pabrik gula antara lain ampas tebu
sebesar 32-34 %, blotong 3 %, abu ketel 0.3 % (Paturau 1989 vide Yahya et al
2000), namun jumlahnya tentu saja tidak akan cukup untuk digunakan pada
seluruh lahan di areal diwilayah pabrik gula. Selain itu sampah kota dan kotoran
hewan merupakan sumber bahan organik yang besar. Bahan tersebut dapat diolah
jadi kompos dan diperkaya dengan bahan lainnya seperti mikroba pelarut fosfat,
abu sebagai sumber kalium dan mikroba yang mampu memfiksasi nitrogen. Bahan
bahan inilah yang perlu diteliti dampaknya pada pertumbuhan tanaman tebu.
Disbun Jatim (2009), menyatakan turunnya produktivitas tidak lepas dari
turunnya populasi tanaman tebu pada tanaman ratoon, penggunaan bibit,
pengairan, perawatan akar yang tidak optimal dan pola pemupukan yang tidak
mendukung produktivitas tanaman. Pada akhir abad ke 20, tercatat bahwa proporsi
luas areal tebu keprasan terhadap luas areal tebu pertama (plant cane) sangat
fantastis, yaitu dengan perbandingan 9 : 1. Kenyataan ini menjadi sangat tidak
menguntungan, karena komposisi kategori tanaman jauh di bawah ideal yaitu
maksimal adalah 4 : 1. Kondisi komposisi kategori tanaman yang tidak ideal
tersebut diduga sebagai penyebab rendahnya perolehan produktivitas tebu.
Keadaan tersebut diperburuk lagi oleh situasi komposisi tanaman keprasan yang
ada dengan dominasi tanaman ratoon yang dikepras secara berulang-ulang lebih
dari 3 kali dan bahkan di beberapa tempat dijumpai pengeprasan tanaman tebu
lebih dari 10 kali.
Fakta menunjukkan bahwa budidaya tebu keprasan sampai pada kondisi
ratoon tertentu sangat menguntungkan. Dibanding dengan budidaya tanaman
4
baru, budidaya keprasan membutuhkan biaya relatif lebih kecil. Ini karena
terdapat penghematan dengan tidak diperlukannya biaya pembelian bibit dan
pengolahan tanah. Namun demikian, budidaya keprasan juga tidak selamanya
menguntungkan karena pada tingkat keprasan perolehan produksi yang rendah
tidak sebanding dengan pembiayaan. Pada kondisi tebu keprasan yang sudah
tidak menguntungkan seharusnya tanaman tersebut dibongkar dan diganti dengan
tanaman tebu baru). Pada umumnya sampai kepada ratoon ketiga budidaya
keprasan masih menguntungkan dan hal demikian yang diharapkan oleh petani
tebu sehingga budidaya keprasan sangat menjanjikan.
Tindakan pengeprasan diperlukan apabila sisa tebangan masih tinggi di
atas permukaan tanah. Hal ini dilakukan untuk memacu keluarnya tunas keprasan
dari dongkelan bagian bawah. Tindakan penyulaman diperlukan karena banyak
tanaman yang mati karena kekeringan, tergenang air, terlindas kendaraan,
terserang penyakit dan lain lain penyebab. Penyulaman dilakukan pada gaps atau
bagian barisan tebu keprasan yang kosong karena rumpun-rumpun tebunya mati.
Pemupukan memberikan pengaruh penting pada pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Pada tanaman ratoon kondisi tanah telah mulai mengeras,
sehingga “daya cengkam air” dan daya tembus oksigen dalam tanah berkurang.
Itulah sebabnya pemberian pupuk organik diperlukan selain pupuk kimia. Pupuk
organik dapat membantu perbaikan sifat fisik tanah yakni memelihara
kegemburan tanah dan sifat biologi untuk memelihara perkembangan mikroba
dalam tanah. Sifat tanah yang indikasinya terlihat pada kadar C organik,
merupakan indikator kesuburan tanah. Apabila kandungan hara dalam pupuk
5
organik tergolong rendah, maka perlu dibantu dengan pupuk buatan. Keunggulan
pupuk organik lainnya adalah kandungan mikroba, baik yang alami maupun yang
dibudidayakan, karena beberapa jenis mikroba dapat melarutkan hara dalam tanah
yang tadinya tidak tersedia menjadi tersedia untuk tanaman.
1.2. Permasalahan
Penyebab rendahnya produktivitas pada tanaman tebu memang cukup
banyak, salah satu yang cukup dominan adalah masalah pemupukan. Pemupukan
dengan pupuk buatan yang terus menerus ternyata membuat tanah menjadi keras
sehingga produktivitasnya cenderung semakin rendah. Penggunaan pupuk organik
demikian juga. Namun penggunaan keduanya akan menghasilkan sinergi positip
yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Permasalahan timbul seberapa
banyak dosis pupuk organik dan pupuk kimia yang diperlukan tanaman tebu untuk
mendapatkan pertumbuhan tanaman, kandungan hara dalam daun dan
produktivitas optimum ? Masalah inilah yang akan dibahas lebih lanjut.
Masalah lain adalah seberapa jauh analisa daun hasilnya dapat diterapkan
pada pembuatan rekomendasi pemupukan atau yang dikenal dengan ”diagnosis
and recommendation integrated system (DRIS), menggantikan cara lama yakni
dengan analisa tanah saja.
Ada empat masalah pokok yang mengakibatkan rendahnya produktivitas
tebu ini yakni (1) Sampai seberapa jauh pengurangan populasi tanaman pada
tanaman ratoon dapat ditolerir. (2) Seberapa akuratnya pembuatan rekomendasi
6
pemupukan. (3) Bagaimana pembibitan, yang sampai saat ini masih
menggunakan pola empat tahap yakni dimulai dengan Kebun Bibit Pokok, Nenek,
Induk, dan Datar dimana lokasinya terus berpindah-pindah sehingga sulit dapat
dipertahankan mutunya. Pembibitan seperti ini rawan terhadap penyimpangan
mutu (4) Seberapa jauh perawatan akar dilaksanakan ( tebu berakar serabut), yang
jika seluruh potensi tumbuhnya akar diperhatikan dengan benar tentu penyerapan
haranya akan bertambah optimal. Contoh yang sering dilupakan adalah
pembumbunan, pemutusan akar samping, dan keprasan pendek yang semuanya
akan menghasilkan tunas jadi per rumpun yang lebih banyak.
7
II . KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Kajian Pustaka
Tebu merupakan tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang
tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam 1 ton hasil panen tebu
terdapat 1,95 kg N; 0,30 - 0,82 kg P2O5 dan 1,17 - 6,0 kg K2O yang berasal dari
dalam tanah (Hunsigi, 1993; Halliday dan Trenkel, 1992). Ini berarti pada setiap
panen tebu akan terjadi pengurasan hara N, P, dan K yang sangat besar dari dalam
tanah. Oleh karena itu pada sistem budidaya tebu diperlukan pemupukan N, P dan
K yang cukup tinggi agar hasil panen tebu tetap tinggi dan daya dukung tanah
dapat dipertahankan. (Ismail, 2007)
Untuk melakukan pendekatan perhitungan kebutuhan pupuk untuk tebu,
kita perlu mengetahui berapa zat hara yang diperlukan setiap ton tebu yang
diambil ke pabrik. Kemudian perlu diketahui hasil analisa tanahnya serta
kandungan unsur hara dalam daun, sehingga “prediksi” dosis pupuk pada tanaman
tebu akan lebih akurat. Jika produktivitas yang direncanakan sudah diketahui,
maka perkiraan kebutuhan hara dapat diketahui, namun tentu saja tidak cukup
8
dengan cara tersebut, masih ada pertimbangan lainnya antara lain adanya
gangguan organisme pengganggu tanaman, gejala defisiensi, jenis tanah.
Penurunan produktivitas lahan saat ini disebabkan oleh penggunaan pupuk
an-organik yang terus menerus dalam dosis makin tinggi sehingga kandungan
bahan organik tanah semakin menurun. Tisdale et al. (1975) dan Bastari (1996)
menambahkan bahwa pemberian pupuk yang melebihi kebutuhan tanaman yang
dilakukan untuk meningkatkan produksi apabila dilakukan secara terus-menerus
dan tanpa upaya pengembalian unsur-unsur yang diserap tanaman tentunya akan
berakibat merugikan kesuburan tanah dan merusak sifat fisik dan kimia tanah.
Tabel 1 : Perbandingan unsur hara makro yang diambil tebu dari dalam tanah
URAIAN UNSUR HARA YANG DIAMBIL TEBU1 ton tebu 70 ton tebu 100 ton tebu 150 ton tebu
N (Nitrogen)
ZA
Urea
1.0
4.76
2.10
70
333
146
100
476
210
150
714
315
P2O5 (Phosphat)
RP
SP 36
0.6
2.31
1.68
42
161
117
60
231
168
90
346
252
K2O (Kalium)
KCl(MoP)
2.25
3.82
157
262
225
382
337
573
Sumber : diolah dari Sundaran B, 1998
Pemupukan yang tidak berimbang akan mempercepat terkurasnya hara
dalam tanah. Menurut Taslim et al. (1989), penggunaan pupuk an-organik secara
terus menerus akan menyebabkan penurunan kandungan C-organik, P-tersedia dan
KTK tanah. Bahkan sebagian besar tanah sawah di Jawa menurut Karama (2000),
9
mempunyai kandungan C-organik di bawah 1%, sehingga menyebabkan