ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh: Endah Sulastri NIM: 1110048000016 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING
DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Endah Sulastri
NIM: 1110048000016
KONSENTRASI HUKUM BISNIS
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
i
ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM
INVESTASI ASING DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Endah Sulastri
NIM: 1110048000016
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Alfitra, S.H.,M.Hum. H. M.Yasir, S.H.,M.H.
NIP: 197202032007011034 NIP: 194407091966041003
KONSENTRASI HUKUM BISNIS
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2014M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “ANALISIS YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI
DALAM INVESTASI ASING DI INDONESIA” telah diajukan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Bisnis Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Mei 2014 Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata
Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, 7 Mei 2014
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr. H. JM Muslimin, M.A.
NIP. 196808121999031014
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H. M.A. (...................................)
NIP. 195510151979031002
2. Sekretaris : Drs. Abu Thamrin, S.H. M.Hum. (...................................)
NIP. 196509081995031001
3. Pembimbing I : Dr. Alfitra, S.H. M.Hum. (...................................)
NIP. 197202032007011034
4. Pembimbing II : H.M. Yasir, S.H. M.H. (...................................)
NIP. 194407091966041003
5. Penguji I : Prof. Dr Abdullah Sulaiman, S.H, M.H. (...................................)
NIP. 195912311986091003
6. Penguji II : Feni Arifiani, S.Ag, M.H. (...................................)
NIP. 197608072002121009
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 April 2014
Endah Sulastri
iv
ABSTRAK
Endah Sulastri, NIM 1110048000016, “ANALISIS YURIDIS
KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING DI
INDONESIA”, Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
1435 H/2014 M. ix + 74 halaman+halaman lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk
mengetahui pengaturan kewajiban alih teknologi dalam proses investasi asing di
Indonesia. Latar belakang penelitian ini adalah fungsi teknologi dalam upaya
kemandirian ekonomi nasional. Hukum investasi atau penanaman modal di Indonesia
sebagai legalitas alih teknologi melalui investasi asing tidak memberikan sebuah
kerangka kepastian sekaligus kemanfaatan bagi perkembangan teknologi nasional.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai
dokumen yang terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah
metode penulisan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang
(statute approach) dan pendekatan historis (historical approach). Selanjutnya ada
tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
regulasi terkait dengan alih teknologi dalam investasi asing di Indonesia belum
memiliki kerangka hukum yang jelas. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya
peraturan teknis dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal mengenai alih teknologi. Selain itu sifat dari alih teknologi sebagai sarana
mewujudkan kedaulatan teknologi nasional hanya bersifat opsional bukan sebuah
kewajiban yang mengikat bagi investor asing.
Kata Kunci : Alih Teknologi, Investasi Asing, Undang-Undang.
Pembimbing : Dr. Alfitra, S.H. M.Hum.
H.M. Yasir, S.H. M.H.
Daftar Pustaka : Tahun1989 s.d. Tahun 2013
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat,nikmat
serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS
YURIDIS KEWAJIBAN ALIH TEKNOLOGI DALAM INVESTASI ASING DI
INDONESIA”. Sholawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan alam
semesta Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman
kegelapan ke zaman yang terang benderang ini. Untuk dapat terselesainya penulisan
skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai
pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Dr. H. JM Muslimin, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., selaku ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, SH., M.Hum., selaku sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Alfitra, S. H., M. Hum. dan H. M. Yasir, SH., MH., selaku Dosen
Pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penulisan
skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian dan ketelitian memberikan
masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada
penulis hingga skripsi ini selesai.
vi
4. Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan staff Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah memberikan
fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan
dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis dan semoga Allah
SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan
ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.
6. Kedua orang tua tercinta yaitu ayahanda Tarwo Puspoatmojo dan Ibunda
Warti, terima kasih atas nyala semangat yang tidak pernah padam serta do’a,
motivasi, kasih sayang, perhatian, dan bantuan (moril, materiil, dan spiritual)
yang telah diberikan dengan tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri. Begitu juga untuk kakak-
kakak tercinta, Bibit Lestari dan Yuni Ati, terima kasih atas support dan
semua proses pendewasaan yang kalian ajarkan.
7. Sahabat-sahabatku tercinta di kampus especially Cantika Nurdiani dan
Kendri Wahyuningsih, terima kasih untuk kebersamaannya dalam suka dan
duka, terima kasih setiap perjuangan, kesabaran, dan pengorbanan yang kita
lewati bersama, kalian sahabat hebatku.
vii
8. Senior-senior hebat yang telah banyak memberi nasihat, motivasi, dan
semangat di saat-saat sulit thank’s a lot for Kak Riri, Kak Arief, Kak hilda,
dan Kak Fuji.
9. Nodera dan Zara, adik-adik hebat yang mengajarkan saya tentang arti
kebersamaan, kekeluargaan, dan semangat juang. Terima kasih atas kado
manis di masa-masa akhir di kampus.
10. Teman-teman ilmu hukum angkatan 2010 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
baik kelas hukum bisnis maupun kelas hukum kelembagaan negara.
11. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata Merdika 2013.
12. Keluarga besarku Mootcourt Community Fakultas Syariah dan Hukum
periode 2013-2014 terima kasih atas kekompakan, konsistensi dan
kebersamaannya untuk saling berbagi. Jaga keluarga besar ini tetap kokoh ya.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca. Sekian terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 22 April 2014
Endah Sulastri
viii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. .................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................... v
DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................... 6
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ................................................................... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................................................. 8
F. Metode Penelitian .............................................................................................. 9
G. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 12
BAB II : INVESTASI ASING DI INDONESIA
A. Latar Belakang Adanya Investasi Asing di Indonesia ....................................... 15
B. Pengertian dan Asas-Asas dalam Investasi ........................................................ 20
C. Tujuan dan Fungsi Investasi .............................................................................. 25
D. Kebijakan-Kebijakan dalam Investasi Asing di Indonesia ................................ 26
BAB III: KONSEP ALIH TEKNOLOGI
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Alih Teknologi ................................................ 31
B. Mekanisme Alih Teknologi ............................................................................... 38
C. Pengaturan Terkait Alih Teknologi.................................................................... 43
ix
BAB IV: INVESTASI ASING SEBAGAI SARANA MEWUJUDKAN
KEMANDIRIAN TEKNOLOGI NASIONAL
A. Pengaturan Alih Teknologi dalam Hukum Investasi di Indonesia .................... 49
B. Analisis Alih Teknologi dalam Kerangka Hukum Nasional dan Hukum
Internasional ....................................................................................................... 57
C. Peluang dan Hambatan Pelaksanaan Alih Teknologi dalam Investasi Asing di
Indonesia ............................................................................................................ 65
D. Hukum sebagai Pendorong Alih Teknologi ....................................................... 68
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 72
B. Saran .................................................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Lampiran Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal
2. Lampiran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia saat ini tengah berada pada era global, yang menyebabkan
semua kawasan di seluruh dunia saling terkait dan terintegrasi. Globalisasi
tersebut terjadi di berbagai aspek salah satunya pada aspek ekonomi. Proses
globalisasi ekonomi adalah perubahan perekonomian dunia yang bersifat
mendasar, dan proses ini akan berlangsung terus dengan laju yang semakin
cepat mengikuti perubahan teknologi yang juga semakin cepat.1
Sebagai negara dengan prinsip ekonomi terbuka, Indonesia tidak dapat
menghindar dari era perdagangan bebas2 yang merupakan bagian dari
penerapan globalisasi. Pada era global ini hampir tidak dapat dilihat adanya
batas-batas negara dan besarnya bumi. Hal ini disebabkan lalu lintas modal,
perdagangan, dan informasi teknologi berjalan dengan sangat cepat. Era
globalisasi ini sangat erat kaitannya dengan era liberalisasi perdagangan.
Pada dasarnya negara maju adalah pihak yang paling diuntungkan
dalam era liberalisasi perdagangan seperti saat ini, sebab negara maju
memiliki keunggulan dalam berbagai hal yang tidak dimiliki oleh negara
1 Tulus TH. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, (Bogor; Ghalia
Indonesia 2004), h. 1. 2 “Dalam era perdagangan bebas, hakikat persaingan menjadi lebih luas sehingga meliputi
persaingan di antara negara-negara industri maju, persaingan antara negara-negara industri maju
dengan negara-negara berkembang dan persaingan di antara negara-negara berkembang” dikutip dari
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas,
(Jakarta; Grasindo, 2004), h. 2.
2
berkembang seperti kestabilan perekonomian, teknologi tinggi, industri yang
produktif, dan lain sebagainya. Sangat jelas, bahwa negara berkembang
adalah pihak yang lemah dalam liberalisasi perdagangan ini. Negara maju
umumnya memiliki kepiawaian dalam menerapkan cara-cara sehingga negara
berkembang terikat dengan sistem perdagangan bebas. Cara yang sering
digunakan adalah permintaan banyak insentif antara lain seperti permintaan
pengurangan tarif impor bea masuk atas produk dan jasa dari negara maju di
negara berkembang.3
Investasi di era globalisasi ini semakin giat dilakukan oleh negara-
negara maju. Beberapa pertimbangan adalah berkaitan dengan ketersediaan
bahan baku, tenaga kerja yang murah serta dalam rangka ekspansi pasar.
Keberadaan investasi asing bagi negara berkembang terbagi atas 2 teori yang
memandangnya, yakni dari sudut pandang teori klasik (classic theory)4,
keberadaan investasi ini memberikan manfaat bagi negara-negara berkembang
karena melalui investasi ini negara-negara tersebut dapat melakukan
pembangunan infrastruktur, mengurangi angka pengangguran dengan
menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dan yang paling pokok di sini
ialah adanya alih atau transfer teknologi dari tenaga expert yang bekerja di
Indonesia kepada tenaga kerja nasional.
3 http://www.bphn.go.id/data/documents/pkj_2012_-_8.pdf, diakses pada tanggal 17 Oktober
2013. 4 Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing, (Jakarta; Kuwais, 2012), h. 65.
Pelaksanaan pembangunan seperti diketahui membutuhkan modal
dalam jumlah yang besar dan harus tersedia pada waktu yang tepat. Modal ini
dapat disediakan oleh pemerintah, masyarakat, atau pihak swasta nasional.
Dalam keadaan yang ideal modal tersebut dapat dipenuhi dengan kemampuan
modal dalam negeri sendiri. Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian,
sebab pada umumnya negara-negara berkembang mengalami hambatan
dalam hal ketersediaan modal dalam negeri.2
1 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Cet-III, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007), h. 1. 2 Ibid, h. 2.
16
Demikian pula yang terjadi di Indonesia setelah mengalami masa-
masa kolonialisasi yang cukup panjang, pada awal kemerdekaan negeri ini
mencoba untuk memulai melaksanakan pembangunan di semua sektor.
Namun kenyataan lain menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan modal dalam
negeri sangat tidak mencukupi untuk dapat melaksanakan pembangunan
nasional.
Pasca proklamasi, kebijakan penanaman modal asing (PMA) di
Indonesia mengalami pasang surut mengikuti perkembangan politik dan
ekonomi. PMA pertama kali diatur dengan Undang-Undang Nomor 78 Tahun
1958 tentang Penanaman Modal yang kemudian diubah dengan UU Nomor 15
Prp. Tahun 1960 dan kemudian dicabut dengan UU Nomor 16 Tahun 1965.3
Pasang-surut iklim PMA di Indonesias tak lepas dari pengaruh
perekonomian pada masa Orde Lama yang memburuk karena keadaan politik
dalam negeri yang mengalami kekacauan, puncaknya dengan adanya Gerakan
30 S/PKI pada tahun 1965, yang menjadi momentum beralihnya pemerintahan
rezim Orde Lama ke rezim Orde Baru.4 Berkat kemampuan rezim Orde Baru
dalam meyakinkan negara-negara donor, Indonesia memperoleh pinjaman
luar negeri serta berimbas pada meningkatnya kepercayaan negara-negara
3 Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing. Cet-I, (Jakarta: Kuwais, 2012), h. 52.
4Pada tahun 1965 berlaku Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1965 tentang Pencabutan
Undang-Undang No. 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Sebagaimana Telah Diubah Dan
Ditambah Dengan Undang-Undang No. 15 Prp. Tahun 1960. Alasan pencabutan Undang-Undang ini
adalah untuk melaksanakan prinsip berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi dan prinsip Dekon
(Deklarasi Ekonomi). Ibid. h. 56.
17
maju yang tergabung baik dalam Intergovernmental Group on Indonesia
(IGGI) maupun World Bank.
Persoalan baru mulai timbul manakala perekonomian dunia
mengalami resesi5. Dalam proses tersebut kebanyakan negara-negara maju
menjadi lebih tertutup, sehingga menimbulkan kesulitan bagi negara-negara
berkembang yang mendapat bantuan aliran dana dari luar negeri. Keadaan
tersebut memaksa negara-negara berkembang tak terkecuali Indonesia untuk
mencari alternatif lain selain dalam bentuk pinjaman luar negeri yakni dengan
menggalakkan penanaman modal khususnya penanaman modal asing (foreign
direct investment).
Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain khususnya negara-
negara maju dapat dikatakan memiliki sejarah investasi yang belum berapa
lama. Sedangkan dalam kerangka universal munculnya penanaman modal
asing pertama kali diawali dengan meletusnya revolusi industri di Eropa
pada tahun 1760 khususnya di Inggris, dan kemudian menjalar ke Amerika
pada tahun 1860.6
Di Indonesia sendiri sejarah investasi asing tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh kolonialisme Belanda atas tanah Nusantara, yang kemudian disebut
5Seperti krisis yang bersumber pada pasar surat utang subprime mortgage di AS pada 2007-
2008 yang menghantui terjadinya resesi ekonomi global. Begitu pula yang terjadi di negara-negara
Asia, termasuk Indonesia, yang memiliki relevansi dalam konteks krisis tahun 1997-1998 lalu. Krisis
finansial yang terjadi bahkan merembet menjadi krisis ekonomi, krisis politik, bahkan krisis sosial
budaya. Lihat Prasetyantoko, Bencana Finansial, (Jakarta:Kompas, 2008), h. 21. 6 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Cet-III, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007), h. 4.
18
sebagai Hindia Belanda. Pada awalnya Belanda hanyalah salah satu dari
pedagang-pedagang yang berniaga di nusantara, termasuk Cina, Gujarat,
Portugis, Arab, dan lain-lain. Tindak lanjut monopoli perdagangan Bangsa
Belanda dilakukan dengan mendirikan perusahaan dagang Hindia Timur
(Verenigde Oost Indie Compagnie) yang tujuannya memperluas
kekuasaannya di atas para penguasa lokal melalui penaklukan secara militer,
persekutuan politik, dan pengaturan keuangan, pemaksaan terhadap para
penguasa lokal untuk menyerahkan hasil produksi, monopoli perdagangan
dalam negeri dan hak atas tanah, tenaga kerja, serta hasil produksi.7
Investasi asing berdasarkan sumber lain memiliki tahapan periodesasi
dalam perkembangannya. Periodesasi perkembangan investasi ini terbagi atas
3 gelombang, yaitu periode kolonialisme kuno, periode imperialisme baru,
dan periode yahin 1960-an.8 Ketiga periode tersebut diuraikan sebagai
berikut:
1. Periode Kolonialisme Kuno
Periode ini dimulai pada abad ke-17 dan abad ke-18. Periode ini
ditandai dengan pendirian perusahaan-perusahaan oleh Spanyol, Belanda,
dan Inggris yang mendirikan tambang-tambang dan perkebunan di
beberapa negara jajahan di Asia dengan cara merampas dan
7 Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing. Cet-I, (Jakarta: Kuwais, 2012), h. 50.
8Erman Rajagukguk dkk, Hukum Investasi (Bahan Kuliah), (Jakarta: UI Press, 1995), h. 1.
19
mengeksploitasi baik Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya
Manusianya.9
2. Periode Imperialisme Baru
Periode imperialisme baru dimulai pada abad ke-19. Negara-
negara di Afrika, Asia Tenggara, dan beberapa negara lainnya berada di
bawah bayang-bayang penjajah. Investasi negara-negara penjajah di
beberapa fasilitas perkebunan, jalan-jalan, dan pusat-pusat kota pada
waktu itu telah menciptkan suatu infrastruktur yang penting bagi negara-
negara jajahan tersebut.
3. Periode Investasi Tahun 1960-an
Periode investasi tahun 1960-an dimulai ketika negara-negara
sedang berkembang memperkenalkan strategi substitusi impor sebagai
cara yang dianggap sebagai cara tercepat untuk menuju industrialisasi.
Melalui penerapan hambatan perdagangan (trade barrier), memaksa
negara-negara maju seperti Amerika serikat dan negara-negara maju lain
untuk membentuk cabang perusahaan manufaktur di negara-negara
berkembang tersebut. Selain cabang perusahaan, negara-negara maju itu
juga melakukan pembentukan industri baru yang memproduksi
komponen-komponen dalam rangka pemenuhan ekspor ke negara-negara
maju.
9Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h.
33.
20
Arus investasi asing di negara-negara berkembang sekarang kian
meningkat. Peningkatan arus investasi asing ini juga dipengaruhi dengan
adanya kesepakatan Agreement on Trade Investment Measures (TRIMS)
dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) putaran Uruguay
(1994). Faktor utama derasnya arus investasi paska kesepakatan ini ialah
adanya perlakuan yang sama bagi modal dalam negeri maupun modal
asing, sehingga seakan tidak ada hambatan lagi bagi PMA untuk ikut
dalam direct investment di negara negara berkembang. Meskipun
sebenarnya tetap saja ada pembatasan bagi sektor-sektor yang tertutup
bagi PMA.10
B. Pengertian dan Asas-Asas dalam Investasi
1. Pengertian Investasi
Keberadaan investasi di negara-negara berkembang tumbuh pesat,
salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena adanya
ekspansi pasar yang dilakukan oleh negara-negara maju. Konsep investasi
sendiri memiliki pengertian yang luas. Kata investasi di Indonesia lebih
dikenal dengan istilah penanaman modal. Hal ini lebih mempermudah
pemahaman karena dalam konteks investasi kita mengenal istilah direct
10
Dalam Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanam Modal, telah ditentukan 4
klasifikasi bidang usaha, meliputi: (1) daftar bidang usaha yang tertutup mutlak untuk penanaman
modal; (2) daftar bidang usaha yang tertututp untuk penanaman yang dalam modal perusahaan ada
pemilikan warga negara asing dan atau badan hukum asing; (3) daftar bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan patungan antara modal asing dan modal dalam negeri; (4) daftar bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan tertentu.
21
investment yakni penanaman modal itu sendiri dan indirect investment
yakni investasi dalam bentuk surat-surat berharga (negotiable
instrument)11
yang diperjualbelikan di pasar modal. Dalam konteks karya
tulis ini, investasi yang dimaksud adalah direct investment atau
penanaman modal.
Pengertian investasi yang diberikan oleh Organization for
Economic Co-operation and Development (OECD) yaitu : ”direct
investment, is mean acquisition of sufficient interest in an undertaking to
insure its controle by the investor”.12
Dalam kerangka hukum nasional,
pengertian investasi atau penanaman modal dalam pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah
“Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik
oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia”.
Pengertian investasi yang diberikan di atas merupakan bentuk
pengertian investasi secara umum baik investasi dalam negeri maupun
investasi asing. Pengertian investasi asing secara khusus dapat dilihat
11
Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagaipelaksanaan
pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Lihat Abdulkadir Muhammad,
Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), h. 5.
12
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia. Cet-III, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007), h. 44.
22
dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa:13
“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam
negeri”.
Pengertian lain dapat dilihat dalam pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing:
“Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-Undang ini
hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang
dilakukan menurut atas berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang
ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia,
dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari
penanaman modal tersebut”14
.
Di samping istilah penanaman modal asing, kita juga
menggunakan istilah modal asing dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1967 dan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 25 tahun
2007. Ketika kita menganalisis perbedaan definisi modal asing dari kedua
Undang-Undang tersebut maka perbedaan antara keduanya adalah:15
a. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
Definisi dari pasal ini sangat luas karena modal asing tidak hanya
dalam bentuk uang, tetap juga dalam bentuk alat-alat perusahaan
13
Pasal 1 ayat 3 dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 14
Dikutip dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. 15
Salim, H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo
Perrsada, 2008), h. 152.
23
dan penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang
dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama tidak
dibiayai dengan kekayaan devisa Indonesia.
b. Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Definisi modal dalam Undang-Undang ini adalah aset dalam
bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki
penanaman modal yang mempunyai nilai ekonomis.16
Konstruksi
modal asing dalam ketentuan ini difokuskan kepada kepemilikan
modal. Kepemilikan modal asing ini dikategorikan menjadi lima
macam, yaitu:
1) Negara asing;
2) Perseorangan warga negara asing;
3) Badan usaha asing;
4) Badan hukum asing, dan/atau;
5) Badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya
dimiliki oleh pihak asing.
Sedangkan pengertian penanaman modal asing menurut pakar
diberikan oleh Prof. M. Sornarajah yang memberikan definisi penanaman
modal asing sebagai berikut: “transfer of tangible or intangible assets
from one country to another for the purpose of use in the country to
16
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
24
generate wealth under the total or partial control of the owner of the
assets”.17
2. Asas-Asas Investasi
Dalam investasi asing di Indonesia terdapat asas asas yang menjadi
dasar penyelenggaraannya. Asas-asas ini menjadi hal yang penting karena
asas merupakan dasar dari sebuah hukum. Dalam bahasa Belanda asas
dikenal dengan istilah Rechtbeginselen, yang berarti asas umum hukum
yang diakui oleh bangsa beradab dan dilakukan oleh pengadilan
internasional sebagai kaidah hukum.18
Asas-asas hukum investasi ini yang menjadi acuan dalam
melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijakan
investasi di Indonesia. Asas dalam hukum investasi meliputi; kepastian,
keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan yang sama dan tidak membedakan
asal negara, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.19
17
Salim, H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: Rajagrafindo
Perrsada, 2008), h. 149. 18
Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2006), h. 43.
19Asas dan tujuan investasi di Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 3 Undang-Undang No.25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
25
C. Tujuan dan Fungsi Investasi
Keberadaan investasi khususnya investasi asing seperti yang
disebutkan di awal adalah menutupi modal pembangunan yang tidak dapat
disediakan oleh modal dalam negeri baik oleh pemerintah, masyarakat
maupun swasta nasional. Jika dilihat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal maka uraian tujuan adanya investasi sendiri
adalah:
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
2. Menciptakan lapangan kerja;
3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil
dengan menggunakan dana yang berasal, dari dalam negeri
maupun luar negeri; dan
8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing keberadaan modal asing ini ditujukan untuk mengubah potensi
ekonomi, yakni sumber daya alam dan sumber daya manusia, menjadi
kekuatan ekonomi riil. Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Tujuan investasi asing ini tidak
tercantum dalam pasal melainkan dalam konsideran.20
Selama ini dalam banyak kasus, kita belum melihat kegigihan
pemerintah memperjuangkan kepentingan domestik. Negara cenderung
20
Lihat konsideran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
26
menyerahkan semua pada pasar dan membuka pasar tanpa melihat kesiapan di
dalam negeri. Akibatnya kita hanya menjadi pasar. Bahkan investasi asing
yang masuk lebih banyak terkonsentrasi pada kegiatan produksi untuk
memenuhi kebutuhan pasar domestik yang sangat besar atau eksploitasi
sumber daya alam, bukan pada produksi barang manufaktur untuk ekspor.21
Keberadaan investasi asing ini bisa menjadi sebuah momentum yang
berfungsi sebagai sarana peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia
Nasional untuk kemudian dapat diterapkan pada pada sektor riil yang untuk
mengolah semua potensi dan Sumber Daya Alam yang di miliki oleh
Indonesia.
D. Kebijakan-Kebijakan dalam Investasi Asing di Indonesia
Permasalahan-permasalahan nasional pada suatu negara pada era
global ini tidak hanya berdampak pada kehidupan negara tersebut tetapi juga
pada negara-negara yang memiliki hubungan perbatasan maupun kepentingan
bilateral bahkan secara global.22
Hal ini senada dengan pernyataan Erman
Rajagukguk yang menyebutkan bahwa terdapat 3 syarat masuknya modal
asing ke suatu negara yakni economic opportunity, political stability, dan
legal certainty.23
Sehingga bisa dikatakan bahwa ketiga faktor ini pula yang
21
Sri Hartati Samhadi, “Indonesia dan Tantangan Global”, dalam Rindu Pancasila, (Jakarta:
Kompas, 2010), h. 170. 22
Jamin Ginting. “Ketentuan Hukum Global yang Berdampak Nasional: Bagaimana
Menghadapinya?” Law Review. Vol. XII. No. 2. (November 2012): h. 271-290. 23
Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing. Cet-I, (Jakarta: Kuwais, 2012), h. 78.
27
kemudian menentukan kepercayaan asing dalam menanamkan modalnya di
Indonesia.
Hal-hal yang terjadi dalam suatu negara saat ini memiliki efek domino
bagi negara lain. Istilah-Istilah yang dilontarkan oleh para futurist seperti
Josua Meirowithz, Keinichi Ohmahe, John Naisbitt, dan bahkan Alfin Toffler
tidak cukup membuat orang tersadar bahwa dunia telah mengglobal (the
world was to be global). Keinichi Ohmahe menyebutkan bahwa dunia
menjadi the global village, sedangkan John Naisbitt menyebutnya the real
economy of an interlinked world yang menjadi single economy dalam global
economy one market place24
telah menjadi kenyataan pada saat ini.
Ekonomi global ini yang pada akhirnya memaksa negara-negara untuk
membuat kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan pasar global. Pembuatan
kebijakan yang sesuai dengan pasar ini juga bertujuan untuk menarik investor
asing datang dan mau menanamkan modalnya.
Pelaksanaan kebijakan dan pelayanan investasi baik asing maupun
dalam negeri di Indonesia dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM), yang dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden. Dalam penyelenggaraan koordinasi pelaksanaan
kebijakan dan pelayanan penanaman modal pemerintah melakukan koordinasi
antar instansi pemerintah, antar instansi pemerintah dengan Bank Indonesia
24
Artikel Utama, “Dampak Globalisasi Terhadap Hukum, Bisnis, dan Sosial Budaya.” Jurnal
Keadilan. Vol. 1. No. 4 (2001): h. 1.
28
antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar
pemerintah daerah.
Kebijakan-kebijakan dalam investasi di Indonesia diantaranya
berkaitan dengan pemberian insentif atau fasilitas bagi investasi yang
melakukan penanaman modal baru atau melakukan perluasan usaha.
Penanaman modal yang mendapatkan insentif ini sekurang-kurangnya
memenuhi salah satu kriteria berikut ini:25
1. Menyerap banyak tenaga kerja;
2. Termasuk skala prioritas tinggi;
3. Termasuk pembangunan infrastruktur;
4. Melakukan alih teknologi;
5. Melakukan industri pionir;
6. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah pebatasan,
atau daerah lain yang dianggap perlu;
7. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
8. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
9. Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau
10. Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau
peralatan yang diproduksi di dalam negeri.
Kebijakan dasar dalam penanaman modal ini termaktub dalam Pasal 4
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 ada 3 hal yang dilakukan oleh
Pemerintah meliputi:
1. Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan
penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;
2. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha
bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan
berakhirnya kegiatan penanam modal sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan; dan
3. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan
perlindungann kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
Segala kebijakan yang dikeluarkan oleh BKPM ini tidak semata-mata
hanya menarik penanam modal asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia, jauh dari hal ini terdapat tujuan lain yang ingin dicapai yakni
tentang bagaimana melindungi kepentingan nasional demi terwujudnya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberadaan kebijakan-
kebijakan ini membatasi tindakan-tindakan investor untuk tidak hanya
berorientasi pada profit semata, hal ini senada dengan dengan larangan dalam
firman Alla dalam Q. S (26) Asy Syu’araa’ ayat 183 berikut:
Artinya:
“dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah
kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” (QS. Asy
Syu’araa’: 183).
30
BAB III
KONSEP ALIH TEKNOLOGI
Indonesia adalah negara ironi, kalimat tersebut memulai sebuah essai yang
ditulis oleh Doty Damayanti dalam essainya yang berjudul “Negara Bersumber Daya
yang Tidak Berdaya”. Hal ini senada dengan pernyataan Jonathan Pincus, peneliti
dari Harvard Kennedy School, menyebut Indonesia gagal memanfaatkan peluang
yang terbuka dari era globalisasi. Hal ini ditandai dengan ekspor Indonesia yang
masih didominasi sumber daya alam dalam bentuk mentah1, Indonesia tidak masuk
dalam produksi global, dan investasi asing hanya berkonsentrasi pada sektor
eksploitasi sumber daya alam.2
Di satu sisi Indonesia merupakan negara yang beruntung dengan Sumber
Daya Alam (SDA) yang lengkap, mulai dari minyak bumi, batu bara, gas, hingga
mineral lainnya. Seluruh potensi energi itu tidak hanya bisa mengumpulkan devisa,
melainkan juga menghasilkan efek bergulir yang menggerakkan ekonomi nasional.
Poin permasalahan di sini adalah semua SDA tersebut merupakan SDA yang
tidak terbarukan, eksploitasi secara terus-menerus maka akan mengurangi
ketersediaanya di alam bahkan menghabiskannya. Bertolak dari SDA yang tidak
terbarukan tersebut seharusnya Indonesia tidak hanya mempertahankan orientasi
pada sektor primer saja melainkan harus mulai merubah paradigma untuk juga
1Mengenai ekspor larangan barang mentah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah
No. 1 Tahun 2014 Perubahan kedua atas PP No. 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara atau biasa yang dikenal dengan Larangan Ekspor Mineral Mentah. 2Doty Damayanti, Negara Bersumber Daya yang Tidak Berdaya. Dalam Mulyawan Karim,
ed. Rindu Pancasila, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), h. 189.
31
berorintasi pada sektor sekunder dan tersier.3 Perubahan paradigma ini tentunya juga
harus dibarengi dengan peningkatan standar mutu Sumber Daya Manusia (SDM)
sendiri berkaitan dengan penguasaan teknologi yang berguna dalam mendukung
pengolahan potensi dalam negeri. Dalam hal ini beberapa negara berkembang lainnya
telah telah melakukan dalam tataran praktis apa yang dikenal dengan alih teknologi.
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Teknologi
Pengertian alih teknologi ini ditemukan dalam dokumen-dokumen yang
terdapat dari berbagai lembaga. Berikut ini merupakan beberapa pengertian
mengenai alih teknologi:
1. Menurut United Nations Centre on Transnational Corporations (UNCTC)
Dalam referensi mengenai alih teknologi, para peneliti biasanya selalu
mengacu pada definisi alih teknologi yang terdapat dalam dokumen
Transnatioal Coorporations and Technology Transfer: Effects and Policy
Issues. Dalam dokumen tersebut definisi alih teknologi secara lengkap
disebutkan sebagai berikut:
“the word “technology” itself used in at least two senses. In the first,
it means technical knowledge related or know-how-that is, knowledge, the
methods and techniques of production of goods and services. In the sense it
may include the human skills required for the apllication of techniques, since
3Sektor industri terbagi atas 3 kategori, yakni industri primer (pertanian, pertambangan, dan
ekstraksi minyak bumi), industri sekunder (manufaktur serta jenis-jenis produksi lain), dan industri
tertier (jasa dan real estate). Lihat Rustanto, Hukum Nasionalisasi Modal Asing. Cet-I, (Jakarta:
Kuwais, 2012), h. 62.
32
it is difficult to separate such application from a knowledge of the techniques
themselves. In the second, broader sense, “technology” also encompasses
capital themselves the embodiment of technical knowledge. In some instance,
the term “embodied technology” is used to distinguish capital goods from
technical knowledge proper”4 (kata teknologi sendiri setidaknya digunakan
dalam 2 sudut pandang, pertama, ini berarti berhubungan pengetahuan teknis
atau tentang bagaimana, pengetahuan, metode dan teknik produksi barang-
barang dan jasa. Pengertian lain juga termasuk persyaratan kemampuan
manusia untuk menerapkan teknik, karena sulit dipisahkan penerapan
pengetahuan dari teknik itu sendiri. Kedua, pemikiran secara luas teknologi
juga meliputi modal sendiri perwujudan dari teknik pengetahuan. Dalam
beberapa contoh, istilah perwujudan teknologi, digunakan membedakan
modal berupa barang dengan teknologi tepat guna)
2. Menurut United Nations Conference on Trade and Development
Dalam International Code on the Transfer of Technology yang disusun
oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD, alih
teknologi didefinisikan sebagai “the process by which commercial
technology is disseminated”.5
Selain itu rumusan yang diperoleh dari hasil pertemuan UNCTAD
menyebutkan tentang alih teknologi itu: “Meliputi setiap cara pengalihan hak-
4UNCTC, Transnational Corporations and Technology Transfer: Effects and Policy Issues,
United Nation, 1987, h. 1. 5Ibid.
33
hak teknologi baik yang berbentuk hak milik maupun tidak, tidak
mempersoalkan bentuk hukum cara pengalihannya termasuk transaksi
teknologi yang dilakukan oleh subsidiary afilisiasi yang sebagian atau
seluruhnya dimiliki perusahaan transnasional dan perusahaan asing lainnya
serta perusahaan patungan (joint venture) yang bagian saham-sahamnya
dimiliki oleh orang asing.”6
3. Menurut OECD Global Forum on International Investment
Dalam forum OECD Global Forum on International Investment yang
diselenggarakan di Mexico City memang tidak terdapat definisi yang secara
eksplisit mengenai alih teknologi. Namun demikian, disebutkan bahwa alih
teknologi merupakan ikutan yang terdapat dalam penanaman modal asing
langsung (foreign direct investment), sebagai salah satu cara perusahaan