Page 1
1
ANALISIS PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN
USAHATANI BELIMBING (Averrhoa carambola L)
DI KECAMATAN KENCONG KABUPATEN JEMBER
ANALYSIS OF PRODUCTION AND PROFIT
OF STARFRUIT FARMING (averrhoa carambola L)
IN KENCONG DISTRICT JEMBER REGENCY
Dhany Adi Prabowo1, Henik Prayuginingsih 2 & Syamsul Hadi2
1Alumni Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember 2 Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember
Email: [email protected]
ABSTRAK
Belimbing adalah produk hortikultura yang memiliki prospek ekonomi yang baik. Penelitian ini
bertujuan untuk 1) mengidentifikasi apakah usahatani di Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
menguntungkan, 2) mengidentifikasi apakah penggunaan biaya usahatani belimbing di Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember efisien, dan 3) mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi produksi produksi belimbing
di Kecamatan Kencong Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan analitik dengan
pemilihan daerah dilakukan dengan sengaja (purposiv method), terpilih Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling data diperoleh dari wawancara petan
dan instansi terkait. Metode analisis data menggunakan analisis keuntungan, analisis RC-rasio, dan analisis
regresi berganda model Cobb-Douglas. Hasil penelitian: a) usahatani belimbing di Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember menguntungkan. Keuntungan sebesar Rp 23.457.092,89 /ha /panen (4 bulan), b)
penggunaan biaya pada usahatani belimbing di Kecamatan Kencong Kabupaten Jember sudah efisien dengan
nilai R/C 2,848, c) faktor-faktor yang menunjukkan pengaruh signifikan pada produksi belimbing di
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember terdiri atas jumlah tanaman, luas lahan, jumlah pupuk, dan umur
tanaman. Sementara faktor pestisida dan tenaga kerja tidak berpengaruh yang signifikan terhadap produksi
belimbing di Kecamatan Kencong Kabupaten Jember.
Kata Kunci: belimbing, efisiensi, keuntungan, regresi berganda.
ABSTRACT
Starfruit is a horticultural product that has good economic prospects. This study aimed (1) to identify
whether farming in Kencong Subdistrict, Jember Regency is profitable, (2) to identify whether the use of
starfruit farming costs in Kencong Subdistrict, Jember Regency is efficient, and (3) to know the factors that
affected star fruit production in Kencong Subdistrict, Jember Regency. This research used descriptive and
survey methods with a deliberate selection of regions, the Kencong Subdistrict selected in Jember Regency.
Sampling has done by total sampling method data obtained from farmer and related institution. Data analysis
and use profit, RC-ratio, and multiple regression analysis Cobb-Douglas method. This research concluded
that: a) starfruit farming in Kencong Subdistrict, Jember Regency profitable. The profit Rp 23,457,092.89 /ha
/harvest (4 months), b) Starfruit farming in Kencong District, Jember Regency was efficient with R / C value
has 2,848, c) factors of production that showed a significant influence on starfruit farming in Kencong
Subdistrict, Jember Regency consisting of the number of plants, land area, amount of fertilizer, and age of the
plant, while pesticide and labor factors did not have a significant effect on starfruit farming in Kencong
District, Jember Regency.
Keywords: efficiency, multiple regression.profit, star fruit.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara agraris,
karena sebagian besar masyarakat Indonesia
bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar
43,029 persen pada pertengahan tahun 2009.
Keadaan ini menggambarkan bahwa lahan dan
iklim di Indonesia sangat cocok untuk ditanami
oleh berbagai macam tumbuhan sehingga
agribisnis sangat berpotensi untuk dikembangkan
di Indonesia. Sektor agribisnis mencakup tiga
bidang, yaitu bidang prtanian, bidang pertenakan,
dan bidang perikanan (Daryanto, 2009).
Page 2
2
Salah satu hasil pertanian di Indonesia
adalah buah-buahan, komoditi buah-buahan
mempunyai keragaman dalam jenisnya serta
memiliki ekonomi yang tinggi dibandingkan
dengan tanaman pangan. Selain itu, buah-buahan
juga bersifat spesifik lokasi, responsif terhadap
teknologi maju, produk yang bernilai tambah
besar, dan pasar yang terus berkembang. Oleh
karena itu, tanaman buah-buahan tepat
dikembangkan sebagai usaha agribisnis.
Permintaan buah-buahan akan semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya pendapatan
masyarakat, pengetahuan gizi, dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi buah-
buahan untuk kesehatan (Rahardi, 2007).
Menurut Saragih (2001), kegiatan ekonomi
yang berbasis terhadap tanaman pangan dan
hortikultura merupakan kegiatan yang sangat
pentting (strategis) di Indonesia. Disamping
melibatkan tenaga kerja terbesar dalam kegiatan
produksi, produkya juga merupakan bahan pokok
dalam konsumsi pangan di Indonesia. Dilihat dari
sisi bisnis, kegiatan ekonomi yang berbasis
tanaman pangan dan hortikultura merupakan
kegiatan bisnis terbesar dan tersebar di Indonesia.
Perannya sebagai penghasil bahan pangan dan
pokok, menyebabkan setiap orang dari 200 juta
penduduk Indonesia terlibat setiap hari dalam
kegiatan ekonomi tanaman pangan dan
hortikultura.
Pekembangan komoditas hortikultura,
khususnya buah-buahan dapat dirancang sebagai
salah satu sumber pertumbuhan baru dalam
perekonomian nasional. Perkembangan agribisnis
buah-buahan akan memberi nilai tabah bagi
produsen (petani) dan industri penggunaan serta
dapat memperbaiki keseimbangan gizi bagi
konsumen. Potensi pekembangan tanaman buah-
buahan di Indonesia di dukung oleh banyak faktor
(Rukmana, 2003).
Dari berbagai jenis buahan yang ada di
Indonesia, dapat dikelompokkan menjadi tiga
jenis. Jenis pertama, buah unggul nasional yaitu
buah mangga, manggis, nanas, papaya, pisang, dan
salak. Jenis kedua, buah konsumsi masyarakat
seperti buah avokad, anggur, apel, belimbing,
duku, durian, jambu, jeruk, kelengkeng, markisa,
melon, rambutan, sawo dan semangka. Jenis
ketiga, buah langka seperti buah bisbol, buni,
delima, cempedak, cereme, kawista, kesemek, dan
srikaya. Buah belimbing merupakan salah satu dari
jenis buah konsumsi, arti dari buah konsumsi
adalah buah yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat. Buah kelompok ini mudah dijumpai di
pasaran, terutama ketika musim panen buah
tersebut datang. (Murdijati dkk, 2015).
Dari beberapa hal tersebut, yang menjadi
pertanyaan adalah seberapa besar keuntungan
usahatani belimbing? Apakah petani sudah sudah
efisien dalam penggunaan biaya produksi pada
kegiatan usahatani belimbing yang diusahakan?
dan faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap
produksi usahatani kacang panjang? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut perlu dilakukan
suatu penelitian yang mempelajari tentang
usahatani belimbing yang dilakukan oleh petani
selama ini
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif dan analitik. Penelitian deskriptif
bertujuan membuat pencanderaan/
lukisan/deskripsi mengenai fakta-fakta dan sifat-
sifat suatu populasi atau daerah tertentu secara
sistematis, faktual, dan teliti. Variabel-variabel
yang diteliti terbatas atau tertentu saja, tetapi
dilakukan secara meluas pada suatu populasi atau
daerah itu. Biasanya penelitian semacam ini
disebut survai (jadi berbeda dengan studi kasus,
dimana fakta-fakta dan sifat-sifatnya dipelajari
selengkapnya secara mendalam tetapi hanya pada
satu unit tertentu saja) (Soetriono dan Rita, 2007).
Penentuan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan
Kecong Kabutaten Jember. Penentuan daerah
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive
method). Didasarkan atas pertimbangan bahwa
Kecamatan Kencong memliki jumlah tanaman
belimbing ke empat terbesar di Kabupaten Jember
dan produksinya terbesar di Kabupaten Jember.
Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini
dilakukan pada petani yang berusahatani
belimbing di Kecamatan Kencong dengan metode
total sampling. Pengambilan sampel yang
dibutuhkan sebagai responden adalah 37 petani.
Metode pengambilan sampel petani yang
digunakan adalah metode total sampling. Menurut
Sugiyono (2017), total sampling adalah teknik
pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama
dengan populasi. Alasan mengambil total sampling
karena jumlah populasi yang kurang dari 100
seluruh populasi dijadikan sampel penelitian
semuanya. Sampel yang diambil dari penelitian ini
37 orang.
Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan secara
langsung dari petani yang melakukan usahatani
belimbing dengan metode wawancara
menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
dinas atau instansi yang berhubungan dengan
Page 3
3
penelitian ini. Data-data tersebut dikumpulkan
dengan cara mendatangi dinas atau instansi yang
terkait dan meminta data yang berhubungan
dengan penelitian.
Metode Analisis data
Dalam penelitian ini, metode analisis data
yang akan digunakan untuk menguji hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahuhi tujuan yang pertama
tentang keuntungan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan teori keuntungan
dengan formulasi sebagai berikut:
π = TR – TC
= (P.Q) – (TFC + TVC)
Keterangan :
𝜋 = keuntungan (Rp)
𝑇𝑅 = total penerimaaan (Rp)
𝑇𝐶 = total biaya (Rp)
P = harga produksi per kg (Rp)
𝑄 = produksi (kg)
TFC = total biaya tetap (Rp)
TVC = total biaya variabel (Rp)
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan kriteria pengambilan keputusan
sebagai berikut:
a. TR ≤ TC menunjukkan bahwa usahatani
belimbing tidak menguntungkan
b. TR > TC menunjukkan bahwa usahatani
belimbing menguntungkan
2. Untuk mengetahui tujuan kedua tentang
efisiensi biaya produksi digunakan analisis RC-
ratio dengan formulasi sebagai berikut:
𝑅/𝐶 − 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 =𝑇𝑅
𝑇𝐶
Dimana:
TR = total
penerimaan
TC = total biaya
Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan kriteria pengambilan keputusan
sebagai berikut:
a. R/C > 1, maka biaya produksi yang
digunakan efisien
b. R/C ≤ 1, maka biaya produksi yang
digunakan tidak efisien
3. Untuk mengetahui tujuan yang ketiga, yaitu
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap produksi usahatani belimbing
digunakan pendekatan analisis regresi
berganda, dengan asumsi bahwa bentuk
hubungan antara variabel (X) dengan variabel
(Y) merupakan fungsi produksi Cobb-Douglas.
Hubungan antara variabel X dan Y tersebut,
secara matematik dirumuskan sebagai berikut
(Sutiarso, 2010):
𝑌𝑖 = 𝛽0𝑋1𝑖
𝛽1𝑋2𝑖
𝛽2 … 𝑋𝑘𝛽𝑘𝑒𝜇𝑖
Diduga faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap produksi adalah jumlah tanaman, luas
lahan, pupuk , pestisida, jumlah tenaga kerja
dan umur tanaman. Secara matematis,
persamaan taksiran fungsi produksi dengan
model regresi adalah:
�̂� = 𝛽0𝑋1𝛽1𝑋2
𝛽2𝑋3𝛽3𝑋4
𝛽4𝑋5𝛽5𝑋6
𝛽6
di mana:
�̂� = estimator dari Y = produksi usahatani
belimbing (kg)
X1 = jumlah tanaman (pohon)
X2 = luas lahan (ha)
X3 = jumlah pupuk (kg)
X4 = jumlah pestisida (kg)
X5 = jumlah tenaga kerja (HOK)
X6 = umur tanaman (th)
β0 = konstanta
β1-6 = koefisien regresi variabel bebas
Untuk memudahkan pendugaan maka persamaan
di atas diubah menjadi bentuk linear berganda
dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut,
sehingga persamaannya menjadi:
𝐿𝑛 𝑌 = 𝑙𝑛𝑎 + 𝛽1 𝑙𝑛 𝑋1 + 𝛽2 𝑙𝑛 𝑋2 + 𝛽3 𝑙𝑛 𝑋3
+ 𝛽4 𝑙𝑛 𝑋4 + 𝛽5 𝑙𝑛 𝑋5
+ 𝛽6 𝑙𝑛 𝑋6
keterangan:
Y = produksi usahatani belimbing (kg)
α = konstanta
β1-6 = koefisien regresi
X1 = jumlah tanaman (pohon)
X2 = luas lahan (ha)
X3 = jumlah pupuk (kg)
X4 = jumlah pestisida (kg)
X5 = jumlah tenaga kerja (HOK)
X6 = umur tanaman (th)
Setelah koefisien regresi diperoleh, maka untuk
mengetahui keberartian koefisien secara bersama-
sama:
H0 : Semua koefisien regresi dari variabel x
tidak berpengaruh terhadap
produksi (tidak berbeda dengan nol)
atau β1 = β2 = β3 = ... = βk = 0
Ha : Paling tidak salah satu koefisien regresi
dari variabel X berpengaru terhadap
produksi berbeda nyata dengan nol, atau
β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ ... ≠ βk ≠ 0 atau minimal ada
salah satu 𝛽𝑖 ≠ 0
Analisa yang telah dihitung kemudian dilanjutkan
dengan uji F yang merupakan uji kebenaran
terhadap model persamaan diatas, kemudian
menghitung R2 yang formulasinya sebagai berikut:
Page 4
4
𝐹 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =𝐾𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝑅𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖
𝐾𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ 𝑆𝑖𝑠𝑖𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅2
=𝐽𝐾𝑅
𝐽𝐾𝑇
Kriteria pengambilan keputusan:
a. Fhitung ≤ (0,05 ; n-k-1), maka H0 diterima
b. Fhitung > (0,05 ; n-k-1), maka H0 ditolak
Dilanjutkan dengan uji-t untuk
mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen dengan
rumus sebagai berikut:
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =𝑏𝑖
𝑆𝑏𝑖
𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑆𝑏𝑖
= √𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑢𝑎𝑑𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑖𝑠𝑎
𝑋𝑖2
Keterangan:
bi = Koefisien regresi
Sbi = Standar deviasi bi
Untuk mengetahui keberartian koefisien regresi
parsial secara individu yaitu:
H0 : Koefisien regresi parsial dari faktor-faktor
tertentu tidak berpengaruh terhadap produksi,
atau 𝛽𝑖 = 0
Ha : Minimal atau paling sedikit koefisien regresi
parsial dari fator-faktor tertentu berpengaruh
terhadap produksi, atau 𝛽𝑖 ≠ 0
Kriteria pengambilan keputusan:
a. thitung ≤ (0,05 ; n-k-1), maka H0 diterima
b. thitung > (0,05 ; n-k-1), maka Ha ditolak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Keuntungan Usahatani Belimbing di
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
Biaya Usahatani Belimbing Biaya produksi merupakan pengeluaran
yang dilakukan selama proses produksi, meliputi
seluruh pengeluaran untuk pembelian input-input
yang dipakai dalam satu produksi. Jenis biaya
produksi yang dikeluarkan dalam usahatani dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu biaya variabel
dan biaya tetap. Biaya tetap adalah biaya yang
besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh besar
kecilnya produksi, misalnya sewa lahan, mesi popa
air dan bahan bakar mesin. Sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi, seperti
biaya bibit, pupuk, pestisida, plastik, dan tenaga
kerja. Secara terperinci rata-rata biaya usahatani
belimbing disajikan pada Tabel 1 Berdasarkan
pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan
total biaya rata-rata usahatani belimbing per hektar
sebesar Rp 12.695.720 selama satu kali proses
produksi, biaya tetap mencapai 44% atau sebesar
Rp 5.592.740/ha dan biaya variable 56% atau
sebesar Rp 7.102.981/ha, berdasarkan perhitungan
dari biaya tetap terdapat empat variabel yaitu sewa
lahan, penyusutan alat, bibit, dan biaya tenaga
kerja penanaman. Dari ketiga biaya tersebut biaya
sewa lahan memiliki nilai biaya yang paling besar
yaitu Rp 3.890.208/ha atau 30% dari total biaya
keseluruhan, selanjutnya yang termasuk biaya
variable diantaranya plastik, pupuk, pestisida,
tenaga kerja perawatan,dan bahan bakar pompa air,
dengan total sebesar Rp 7.102.981/ha atau 56%
dari total biaya keseluruhan.
Jika dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Su’udi (2015) bahwa total biaya
dalam usahatani belimbing masis Desa Glagahsari
Tuban Rp 23.689.300 selama satu kali proses
produksi, lebih besar dibandingkan dengan total
biaya produksi belimbing yang dilakukan petani di
lokasi penelitian ini yaitu hanya sebesar Rp
12.695.720. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan harga saprodi di daerah penelitian.
Misalnya biaya tenaga kerja dalam usahatani
belimbing Desa Glagahsari Tuban Rp 14.032.000
lebih besar dibandingkan dengan total biaya tenaga
kerja di Lokasi penelitian ini yaitu hanya sebesar
Rp 3.542.763.
Keuntungan Usahatani Belimbing
Tujuan akhir yang diharapkan dari suatu
kegiatan usahatani adalah diperolehnya
keuntungan yang maksimum. Produktivitas yang
tinggi tidak menjamin bahwa petani akan
mendapatkan keuntungan yang maksimum dari
usahataninya. Besarnya keuntungan yang akan
diterima petani tidak hanya ditentukan oleh
tingginya produksi, akan tetapi juga ditentukan
oleh harga dan besarnya biaya yang dikeluarkan.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
produksi berpengaruh terhadap tingkat keuntungan
yang diterima petani dari usahatani belimbing.
Semakin tinggi tingkat penerimaan yang diperoleh
petani, dalam artian semakin tinggi produksi dan
atau harga output yang diterima petani, maka
tingkat keuntungan yang diperoleh semakin tinggi.
Dengan asumsi, biaya produksi yang dikeluarkan
dipertahankan tetap. Keuntungan yang tinggi juga
dapat diperoleh apabila petani dapat menghemat
biaya yang dikeluarkan, dengan asumsi tingkat
penerimaan dipertahankan tetap.
Untuk mengetahui rata-rata keuntungan
yang diperoleh usahatani belimbing di Kecamatan
Kencong Kabupaten Jember dapat dilihat pada
Tabel 2
Page 5
5
Tabel 1 Hasil Analisis Rata-rata Usahatani Belimbing per Hektar di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember
No Komponen Biaya Jumlah Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) %
1 Tetap
Sewa Lahan 1 3.890.208 3.890.208 30,64
Bibit (pohon) 402,4 265 106.717 0,84
Tenaga kerja Penanaman(HOK) 13,6 56.794 770.403 6,07
Penyusutan Alat 825.412 6,50
Sub Total 5.592.740 44,05
2 Variabel
Plastik (box) 97,7 20.000 1.953.671 15,39
KCL (kg) 62 4.000 247.597 1,95
Za (Kg) 44 1.500 65.878 0,52
NPK (Kg) 36 10.000 357.413 2,82
Revithrin (botol) 1 350.828 265.492 2,09
Detacron (botol) 5 48.570 244.281 1,92
Tenaga kerja Perawatan(HOK) 73 48.266 3.542.763 27,91
Bahan Bakar Pompa Air 53 8.000 425.887 3,35
Sub Total 7.102.981 55,95
Total Biaya 12.695.720
Sumber: Analisis Data Primer (2019).
Tabel 2 Hasil Analisis Rata-rata Keuntungan Usahatani Belimbing Perhektar di Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember
Uraian Satuan Rata-rata
Produksi kg 9.956,15
Harga Rp/kg 3.608,11
Penerimaan Rp 36.152.813,28
Biaya Rp 12.695.720,40
Keuntungan Rp 23.457.092,89
Sumber: Analisis Data Primer (2019).
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
usahatani Belimbing di Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember menguntungkan karena
penerimaan lebih besar dibanding biaya. Rata-rata
produksi per hektar 9.956,15 kg dan rata-rata harga
belimbing sebesar Rp 3.608,11 di tingkat petani
sehingga rata-rata penerimaan yang diterima oleh
petani belimbing sebesar Rp 36.152.813,28
sedangkan biaya yang dikeluarkan selama satu kali
proses produksi senilai Rp 12.695.720,40 sehingga
keuntungan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp
23.457.092,89.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Diyah (2011), menyatakan bahwa pendapatan
rata-rata yang diterima petani belimbing di Desa
Namoriam Kecamatan Pacur Batu Kabupaten Deli
Serdang adalah Rp 42.560.000 per hektar per
musim dengan keuntungan sebesar Rp 33.455.574
per hektar per musim . Dengan demikian usahatani
ini sudah dapat dikatakan berhasil atau layak untuk
dijalankan, karena pendapatan dan keuntungan
yang diperoleh petani dapat membayar biaya-biaya
yang dikeluarkan usahatani tersebut.
Analisis Efisiensi Usahatani Belimbing di
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
Prinsip dari suatu usahatani termasuk
usahatani Belimbing adalah menghasilkan
produksi yang maksimal dengan menekan
penggunaan biaya yang seminimal mungkin atau
dengan melakukan efisiensi dalam penggunaan
biaya produksi. Tujuan dari kegiatan usahatani
adalah untuk memperoleh keuntungan yang
setinggi mungkin dengan biaya yang serendah-
rendahnya dan usahatani yang efisien adalah
usahatani yang secara ekonomis menguntungkan,
demikian juga dengan usahatani belimbing.
Analisis R/C merupakan salah satu cara untuk
mengetahu tingkat efisiensi biaya dari suatu
usahatani.
Efisiensi adalah tingkat perbandingan
antara penerimaan dengan total biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi usahatani
belimbing. Usahatani dikatakan efisien apabila
nilai perbandingan yang diperoleh antara
penerimaan dengan biaya lebih dari 1 (R/C > 1),
dikatakan tidak efisien apabila kurang dari 1 (R/C
< 1) dan jika nilai (R/C = 1) maka penggunaan
biaya produksi berada pada titik impas (Break
Even Point). Efisiensi biaya produksi usahatani
belimbing di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember dapat diketahui dengan analisa R/C yaitu
dengan menggunakan perbandingan total
Page 6
6
penerimaan dengan total biaya produksi. Nilai
efisiensi biaya produksi usahatani belimbing di
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai R/C yang
dihasilkan sebesar 2,848 artinya setiap
pengeluaran biaya sebesar Rp 1 akan
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,848 atau
pengeluaran biaya sebesar Rp 1.000 akan
menghasilakan penerimaan sebesar Rp 2,848.
Besarnya nilai R/C yang diperoleh petani lebih dari satu (R/C > 1), maka dapat dikatakan bahwa
usahatani belimbing di Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember sudah efisien.
Penelitian ini sejalan dengan yang
dilakukan oleh Diyah (2011) bahwa kegiatan
usahatani belimbing yang dilakukan petani di Desa
Namoriam Kecamatan Pacur Batu Kabupaten Deli
Serdang efisien dan menguntungkan untuk
diusahakan, dikarenakan nilai R/C rasio atas biaya
total sebesar 4,675 yang berarti penerimaan yang
diperoleh petani Belimbing Rp 42.560.000 lebih
besar dibandingi biaya usahatani yang dikeluarkan
Rp 9.104.426.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi
Belimbing di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember
Hasil akhir dari suatu proses produksi
adalah output atau produksi. Jumlah produksi akan
dipengaruhi oleh besar atau kecilnya input dan
teknologi yang digunakan. Hubungan antara
jumlah penggunaan input dan produksi yang
dihasilkan, pada tingkat teknologi tertentu disebut
fungsi produksi, input sering pula disebut dengan
korbanan atau faktor produksi, karena faktor
produksi tersebut di korbankan untuk
menghasilkan produksi. Untuk menghasilkan
suatu produk, maka diperlukan pengetahuan
tentang hubungan antara faktor produksi dan
produksi. Dalam usahatani belimbing faktor-faktor
produksi diduga berupa jumlah bibit, luas lahan,
pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan umur tanaman.
Berdasarkan hasil analisis regresi fungsi
produksi maka, persamaan fungsi produksi linier
usahatani Belimbing dapat dirumuskan:
Persamaan linier tersebut dimasukkan
sehingga fungsi produksi cobb-douglas usahatani
belimbing sebagai berikut:
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh
terhadap produksi belimbing disajikan pada Tabel
4. Dari tabel tersebut menggambarkan bahwa
produksi dalam usahatani belimbing diasumsikan
dipengaruhi oleh faktor: (1) luas lahan, (2) jumlah
tanaman, (3) jumlah pupuk, (4) jumlah pestisida,
(5) jumlah tenaga kerja, (6) umur tanaman.
Tabel 3 Hasil Analisis Rata-rata Efisiensi Biaya Usahatani Belimbing di Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember
Uraian Satuan Analisis Efisiensi
Penerimaan Rp 36.152.813,28
Biaya Rp 12.695.720,40
R/C 2,848
Sumber: Analisis Data Primer (2019).
Tabel 4 Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Belimbing di
Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
Variabel Parameter Koefisien
Regresi
Std.
Error t Signifikansi
Konstanta β0 5,537 0,780 7,103 *** 0,000
Jumlah Tanaman (X1) β1 0,631 0,089 7,103 *** 0,000
Luas Lahan (X2) β2 0,135 0,062 2,177 ** 0,037
Jumlah Pupuk (X3) β3 0,128 0,055 2,339 ** 0,026
Jumlah Pestisida (X4) β4 -0,089 0,092 -0,960 NS 0,345
Tenaga Kerja (X5) β5 -0,053 0,108 -0,492 NS 0,626
Umur tanaman (X6) β6 -0,192 0,091 -2,110 ** 0,043
Multiple R Se 0,972
R Square R2 0,946
Adjusted R Square 0,935
Standard Error 0,098
F-ratio 87,083
n 37
Keterangan: (***) = signifikan pada α 99%, (**) = signifikan α 95%, ns = non signifikan
Sumber: Analisis Data Primer (2019).
Page 7
7
Hasil Uji F menunjukan bahwa variabel
bebas secara keseluruhan mempengaruhi secara
signifikan terhadap variabel terikat (produksi) Hal
ini dapat dilihat dari nilai F-hitung 87,083 yang
signifikan pada taraf uji 1%,
Dilihat dari nilai koefisien determinasi
(adjusted R square) yang sebesar 0,935
menunjukkan bahwa variabel bebas yang
dimasukkan ke dalam model dapat dapat
mengidentifikasikan variasi variabel dependen
(produksi) secara baik sekitar 93,5%. Hanya 6,5%
yang dijelaskan oleh faktor lain yang tidak masuk
ke dalam model.
Apabila dilihat dari nilai koefisien regresi
parsial yang menggunakan full-model, maka faktor
produksi jumlah tanaman, luas lahan, jumlah
pupuk, dan umur tanaman berpengaruh secara
signifikan terhadap produksi usahatani belimbing.
Sementara pengaruh dari variabel tenaga kerja, dan
pestisida berpengaruh tidak signifikan.
a. Jumlah tanaman (X1)
Berdasarkan Gambar 1 hasil koefisien
faktor jumlah tanaman pada penelitian ini sebesar
0,631 yang berarti berada pada tahap kedua pada
fungsi produksi sehingga secara teknis sudah
efisien, petani masih dapat meningkatkan
produksi dengan menambah jumlah tanaman.
Berbeda dengan hasil penelitian Diyah
(2011) yang menunjukkan bahwa.hasil koefisien
faktor jumlah tanaman di Desa Namoriam
Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang sebesar 2,675. Nilai ini menunjukkan bahwa
hubungan antara faktor jumlah tanaman dengan
produksi berada pada tahap pertama yang berarti
secara teknis belum efisien, sehingga jumlah
tanaman belimbing di daerah penelitian Diyah
(2011). perlu ditambah dalam jumlah bayak agara
hasil produksi meningkat dan efisien.
Faktor jumlah tanaman berpengaruh positif
dan sangat nyata secara statistik pada taraf
kepercayaan 99%, dengan koefisien regresi
sebesar 0,631%. Secara ekonomik dapat diartikan
bahwa setiap penambahan jumlah tanaman sebesar
1%, maka akan diperoleh tambahan produksi
sebesar 0,631%. Secara grafis hal ini dapat dilahat
pada Gambar 1.
b. Luas Lahan (X2 Faktor luas lahan berpengaruh positif dan
nyata secara statistik pada taraf kepercayaan 95%.
Artinya, semakin luas lahan yang diusahakan,
semakin tinggi produksi belimbing yang
dihasilkan. Secara ekonomik dapat diartikan
bahwa setiap penambahan luas lahan sebesar 1%,
maka akan diperoleh tambahan produksi sebesar
0,135%. Secara grafis hal ini dapat dilihat pada
Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2 hasil hubungan
antara faktor luas lahan dengan produksi berada
pada tahap efisien atau tahap rasional dengan
koefisien sebesar 0,135. Tahap ini masih dapat
meningkatkan produksi. Sama halnya dengan
penelitian Diyah (2011) koefisien faktor luas lahan
pada penelitian ini berada pada tahap efisien atau
tahap rasional sebesar 0,905, hal ini dapat
menamabah luas lahan agara hasil produksi
meningkat.
Ep= 0,631
Ep=1 Ep=0 Jumlah Tanaman
TP
Y I II III
Gambar 1. Hubungan Atara Faktor Jumlah Tanaman Dengan Produksi Sumber: Analisis Data Primer (2019).
Page 8
8
c. Pupuk (X3)
Berdasarkan Gambar 3 hasil dimana
hubungan antara faktor jumlah pupuk dengan
produksi berada pada tahap efisien atau tahap
rasional dengan koefisien sebesar 0,128. Pada
tahap ini petani masih dapat menambah jumlah
pupuk agar hasil produksi meningkat.
Pengaruh penggunaan jumlah pupuk juga
berpengaruh positif dan nyata secara statistik pada
taraf kepercayaan 95%. Artinya, produksi
belimbing yang dihasilkan semakin tinggi jika
penggunaan jumlah pupuk ditambah. Secara
ekonomik dapat dinyatakan bahwa setiap
penambahan jumlah pupuk sebanyak 1%, maka
akan diperoleh tambahan produksi sebesar
0,128%. Secara grafis hal ini dapat dilihat pada
Gambar 3.
d. Pestisida (X4)
Faktor penggunaan pestisida berpengaruh
negatif dan tidak signifikan pada taraf uji 10%.
semakin banyak petisida yang digunakan terhadap
usahatani belimbing, semakin sedikit produksi
yang diperole. Secara ekonomik menunjukkan
bahwa suatu peningkatan pestisida sebesar 1%
akan mengakibatkan tingkat produksi petani
belimbing menurun sebesar 0,089%. Secara grafis
hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan Gambar 4 hasil dimana
hubungan antara faktor jumlah pestisida dengan
produksi berada pada tahap ketiga atau tahap tidak
efisien dengan koefisien sebesar -0,089. Pada
tahap ini apabila penambahan faktor produksi
diteruskan, maka produksi akan berkurang.
EP= 0,135
Ep=1 Ep=0 Luas lahan
TP
Y I II III
Gambar 2. Hubungan Atara Faktor Luas Lahan Dengan Produksi
Sumber: Analisis Data Primer (2019).
EP= 0,128
Ep=1 Ep=0 Jumlah pupuk
TP
Y I II III
Gambar 3. Hubungan Atara Faktor Jumlah Pupuk Dengan Produksi
Sumber: Analisis Data Primer (2019).
Page 9
9
e. Tenaga Kerja (X5)
Pengaruh faktor pengunaan tenaga kerja
berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada taraf
uji 10%. semakin banyak tenaga kerja yang
digunakan terhadap usahatani belimbing, semakin
sedikit produksi yang diperoleh. Secara ekonomik
menunjukkan bahwa suatu peningkatan tenaga
kerja sebesar 1% akan mengakibatkan tingkat
produksi petani belimbing menurun sebesar
0,053%. Secara Grafis hal ini dapat dilihat pada
Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 5 hasil dimana
hubungan antara faktor. Tenaga kerja dengan
produksi berada pada tahap ketiga atau tahap tidak
efisien dengan koefisien sebesar -0,053. Dengan
demikian, jika faktor jumlah tenaga kerja
berjamabh justru akan menurunkan hasil produksi.
f. Umur Tanaman (X6)
Sementara faktor umur tanaman
berpengaruh negatif dan nyata secara statistik pada
taraf kepercayaan 95%. Artinya, jika umur
tanaman bertambah maka produksi belimbing
yang dihasilkan cenderung menurun. Secara
ekonomik dapat dinyatakan bahwa setiap umur
tanaman bertambah 1%, maka produksi belimbing
cenderung menurun sebesar 0,192%. Secara grafis
hal ini dapat dapat dilihat pada Gambar 6.
Berdasarkan Gambar 6 hasil dimana
hubungan antara faktor umur tanaman dengan
produksi berada pada tahap ketiga atau tahap tidak
efisien dengan koefisien sebesar -0,192. Pada
tahap ini apabila faktor umur tanaman terus
bertambah justru akan menurunkan hasil produksi.
EP= -0,089
Ep=1 Ep=0 Jumlah Pestisida
TP
Y I II III
Gambar 4. Hubungan Atara Faktor Jumlah Pestisida Dengan Produksi
Sumber: Analisis Data Primer (2019).
EP= -0,053
Ep=1 Ep=0 Tenaga Kerja
TP
Y I II III
Gambar 5. Hubungan Atara Faktor Tenaga Kerja Dengan Produksi Sumber: Analisis Data Primer (2019).
Page 10
10
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan
pembahasan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Usahatani belimbing di Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember menguntungkan, sebesar
Rp. 23.457.092,89 /ha /panen (4 bulan).
2. Penggunaan biaya pada usahatani belimbing
di Kecamatan Kencong Kabupaten Jember
sudah efisien dengan nilai R/C 2,848.
3. Faktor-faktor produksi yang menunjukkan
pengaruh signifikan pada usahatani
belimbing di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember terdiri atas jumlah tanaman, luas
lahan, jumlah pupuk, dan umur tanaman.
Sementara faktor pestisida dan tenaga kerja
tidak berpengaruh yang signifikan terhadap
usahatani belimbing di Kecamatan Kencong
Kabupaten Jember.
2. Saran
Berdasarkan permasalahan, pembahasan,
dan kesimpulan yang ada maka dapat
dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Bagi petani belimbing, untuk meningkatkan
jumlah produksi faktor-faktor yang harus di
tambah yaitu luas lahan, jumlah tanaman, dan
jumlah pupuk, namun kondisi saat ini masih
berlangsung secara efisien.
2. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian
pada komoditas yang sama diharapkan untuk
mengkaji aspek pemasaran, karena belum
dilakukan pada penelitian ini.
3. Petani belimbing membutuhkan dukungan
pemerintah dalam hal penyuluh pertanian,
penyediaan bibit unggul, serta pengadaan
modal dalam bentuk kredit dengan bunga
yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, A. 2009 Posisi Daya Saing Prtanian
Indonesia Dan Upaya Peningkatannya.
Psat Analisis Kebijakan Pertanian. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian.
Murdijati.Et al. 2015. Penanganan Segar
Hortikultura untuk Penyimpanan dan
Pemasaran. Prenada Media Group. Jakarta.
Nursaimatussaddiyah. 2011. Analisis Usahatani
Belimbing (Averhoa Carambola) (Studi
Kasus : Desa Namoriam Kecamatan
Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang).
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Al
Washliyah Medan. Medan.
Rahardi, 2007. Agribisnis Tanaman Buah.
Swadaya. Jakarta.
Rukmana , R. 2003. Manajemen Pemasaran
(Suatu Pendekatan Analisis). BPEE.
Yogyakarta.
Saragih, B. 2001. Agribisnis (Paradikma Baru
Pembangunan Ekonomi Berbasis
Pertanian). Yayasan Mulia Persada
Indonesia. Bogor.
Sutiarso, E. 2010. Analisis Regresi Sederhana.
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Universitas Muhammadiyah
Jember. Jember.
EP= -0,192
Ep=
1
Ep=
0
Umur Tanaman
TP
Y I II III
Gambar 6. Hubungan Atara Faktor Umur Tanaman Dengan Produksi Sumber: Analisis Data Primer (2019).