Top Banner
Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal Melalui Bank Perantara (Bridge Bank) Anastasia Jessica Maureen, Yunus Husein, Aad Rusyad Nurdin Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jl. Prof. Mr. Djokosoetono, Pd. Cina, Beji, Kota Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Bank Perantara adalah salah satu mekanisme penanganan Bank yang mengalami kesulitan permodalan. Seperti di Amerika Serikat, Bank Perantara berfungsi untuk menjembatani tenggang waktu antara kegagalan suatu Bank dengan ketika otoritas resolusi berhasil melaksanakan pengambil-alihan Bank Gagal tersebut kepada pihak ketiga. Pada masa ini, Bank Perantara melanjutkan kegiatan usaha Bank Gagal guna menjaga rasa kepercayaan masyarakat. Bank Perantara bersifat sementara dan harus segera dibeli atau diambil-alih oleh pihak ketiga. Di Indonesia, mekanisme ini merupakan kewenangan baru Lembaga Penjamin Simpanan yang baru diatur pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Untuk itu, skripsi ini membahas mengenai perbedaan pengaturan Bank Perantara di Indonesia dengan Undang-undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Perbankan, serta perbandingan pengaturannya dengan Amerika Serikat. Bentuk penelitian skrispi ini bersifat yuridis normatif yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini menemukan beberapa perbedaan pengaturan Bank Perantara dengan ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Perbankan dalam hal jumlah pemilik dan/atau pemegang saham, ketentuan modal awal yang mengesampingkan ketentuan modal Bank Umum, materi rencana bisnis Bank Perantara yang lebih spesifik, prosedur Uji Kemampuan dan Kepatutan Pihak Utama yang dipersingkat, dan ketentuan pengakhiran Bank Perantara yang lebih jelas. Pengaturan Bank Perantara di Amerika Serikat jauh lebih jelas dan tegas disertai dengan beragam kasus praktik, sedangkan di Indonesia masih sangat minim dan belum memiliki peraturan teknis dan peraturan pelaksana. Oleh karena itu, terdapat urgensi untuk melakukan penyesuaian pengaturan Bank Perantara dengan iklim hukum dan perekonomian di Indonesia. Kata Kunci: Mekanisme Penanganan Bank Gagal; Bank Perantara; Bank Sistemik dan krisis sistemik; bail-in; Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) Analysis on Regulation of Failed Banks Resolution Mechanism through Bridge Bank Abstract Bridge Bank is one of mechamisms to resolve Banks’ insolvency problem. Similar to that of the United States, Bridge bank is established to bridge the gap between the failure of a bank and the time when the resolution authority can implement a satisfactory acquisition by a third party. During this time, bridge bank maintains the continuation of failed bank’s services to maintain public and customer’s trust. It has limited time and must be purchased or assumed by the third party as soon as possible. In Indonesia, this mechanism is newly introduced by Law Number 9 Year 2016 on Prevention and Resolution of Financial Crisis System, whch expands Indoneisa Deposit Insurance Corporation authority to also become resolution authority. Therefore, this thesis analyzes the differences of regulation of Bridge Bank in Indonesia with Company Law and Banking Regulations and compares it with Bridge Bank Regulations in the United States. The research uses the normative juridical approach with a descriptive typology. This research discovers that Bridge Bank regulation in Indonesia has some different provisions with Company’s Law and Banking Regulations in term of paid-up capital that waives Commercial Banks provision, its owners/shareholders, more specific Bridge Bank’s business plan substance, simple and quick fit and proper test procedure, and clear conditions of Bridge Bank’s termination. Brige Bank regulation in the United States is far clearer and assertive with many cases, while Indonesia has not had technical Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017
23

Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal Melalui Bank Perantara (Bridge Bank)

Anastasia Jessica Maureen, Yunus Husein, Aad Rusyad Nurdin

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jl. Prof. Mr. Djokosoetono, Pd. Cina, Beji, Kota Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Bank Perantara adalah salah satu mekanisme penanganan Bank yang mengalami kesulitan permodalan. Seperti di Amerika Serikat, Bank Perantara berfungsi untuk menjembatani tenggang waktu antara kegagalan suatu Bank dengan ketika otoritas resolusi berhasil melaksanakan pengambil-alihan Bank Gagal tersebut kepada pihak ketiga. Pada masa ini, Bank Perantara melanjutkan kegiatan usaha Bank Gagal guna menjaga rasa kepercayaan masyarakat. Bank Perantara bersifat sementara dan harus segera dibeli atau diambil-alih oleh pihak ketiga. Di Indonesia, mekanisme ini merupakan kewenangan baru Lembaga Penjamin Simpanan yang baru diatur pada Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Untuk itu, skripsi ini membahas mengenai perbedaan pengaturan Bank Perantara di Indonesia dengan Undang-undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Perbankan, serta perbandingan pengaturannya dengan Amerika Serikat. Bentuk penelitian skrispi ini bersifat yuridis normatif yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini menemukan beberapa perbedaan pengaturan Bank Perantara dengan ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Perbankan dalam hal jumlah pemilik dan/atau pemegang saham, ketentuan modal awal yang mengesampingkan ketentuan modal Bank Umum, materi rencana bisnis Bank Perantara yang lebih spesifik, prosedur Uji Kemampuan dan Kepatutan Pihak Utama yang dipersingkat, dan ketentuan pengakhiran Bank Perantara yang lebih jelas. Pengaturan Bank Perantara di Amerika Serikat jauh lebih jelas dan tegas disertai dengan beragam kasus praktik, sedangkan di Indonesia masih sangat minim dan belum memiliki peraturan teknis dan peraturan pelaksana. Oleh karena itu, terdapat urgensi untuk melakukan penyesuaian pengaturan Bank Perantara dengan iklim hukum dan perekonomian di Indonesia.

Kata Kunci: Mekanisme Penanganan Bank Gagal; Bank Perantara; Bank Sistemik dan krisis sistemik; bail-in; Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC)

Analysis on Regulation of Failed Banks Resolution Mechanism through Bridge Bank

Abstract

Bridge Bank is one of mechamisms to resolve Banks’ insolvency problem. Similar to that of the United States, Bridge bank is established to bridge the gap between the failure of a bank and the time when the resolution authority can implement a satisfactory acquisition by a third party. During this time, bridge bank maintains the continuation of failed bank’s services to maintain public and customer’s trust. It has limited time and must be purchased or assumed by the third party as soon as possible. In Indonesia, this mechanism is newly introduced by Law Number 9 Year 2016 on Prevention and Resolution of Financial Crisis System, whch expands Indoneisa Deposit Insurance Corporation authority to also become resolution authority. Therefore, this thesis analyzes the differences of regulation of Bridge Bank in Indonesia with Company Law and Banking Regulations and compares it with Bridge Bank Regulations in the United States. The research uses the normative juridical approach with a descriptive typology. This research discovers that Bridge Bank regulation in Indonesia has some different provisions with Company’s Law and Banking Regulations in term of paid-up capital that waives Commercial Banks provision, its owners/shareholders, more specific Bridge Bank’s business plan substance, simple and quick fit and proper test procedure, and clear conditions of Bridge Bank’s termination. Brige Bank regulation in the United States is far clearer and assertive with many cases, while Indonesia has not had technical

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 2: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

and implementative policies. In conclusion, there is an urgency to adjust Bridge Bank’s regulation with Indonesian legal and economic condition.

Keywords: Failed Banks’ Resolution Mechanisms; Bridge Bank; bail-in; systemic bank; Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC)

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Lembaga keuangan perbankan merupakan inti dari sistem keuangan setiap negara.1

Hal ini disebabkan karena kegiatan utama dari bank adalah menghimpun dan menyalurkan

dana dari dan ke masyarakat di samping penyediaan jasa keuangan lainnya.2 Untuk

mewujudkan fungsi utama bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat

sebagaimana diungkapkan dalam pasal 3 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (”UU

Perbankan”), bank sebagai institusi memiliki beragam kegiatan usaha sebagaimana diatur

dalam pasal 6 dan 7 UU Perbankan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut, bank

tentu memiliki resiko.3 Risiko yang mana dapat menimbulkan kerugian bagi bank dan

mempengaruhi kesehatan perekonomian apabila tidak segera terdeteksi dan dilakukan

penanggulangan. Untuk itu, bank harus mengerti dan mengenal resiko-resiko yang mungkin

timbul dalam melaksanakan kegiatan usahanya.4

Tidak adanya penanggulangan yang cepat dan tepat terhadap resiko-resiko ini dapat

mengakibatkan suatu bank mengalami permasalahan likuiditas dan/atau solvabilitas. Suatu

Bank Bermasalah yang tidak dapat mengatasi kesulitan yang dialaminya sehingga tidak dapat

meningkatkan tingkat kesehatan bank disebut sebagai Bank Gagal. Yunus Husein

menegaskan bahwa dengan terjadinya krisis perbankan, dapat membuka kemungkinan besar

terjadinya krisis multidimensi, di mana perekonomian Indonesia akan mengalami krisis juga.

Krisis perbankan sendiri terjadi apabila tidak adanya mekanisme resolusi bank bermasalah

                                                                                                                         1  Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, ed. 2, ct. 8, (Jakarta: Prendamedia Group, 2014),

hlm. 7. 2 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, ed.1, cet.2, (Jakarta: Prenadamedia Group,

2010), hlm. 72. 3 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, hlm. 9. 4 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II

Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2008), hlm. 21.  

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 3: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

yang cepat dan tepat, maka biaya recovery perekonomian akan menjadi lebih besar, bahkan

lebih besar daripada biaya untuk menyelamatkan bank gagal tersebut.5

Oleh karena itu pada tanggal 15 April 2016, diundangkan Undang-undang Nomor 9

Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (“UU PPKSK”)

yang merupakan undang-undang pertama didunia yang mengatur mengenai mekanisme

penanganan krisis sistemik dan bank gagal dalam 1 (satu) dokumen terpadu.6 Undang-undang

ini memperkenalkan mekanisme Bank Perantara sebagai salah satu mekanisme penanganan

Bank Gagal baik Bank Sistemik dan Bank Lain yang Tidak Sistemik.7 Sedangkan di Amerika

Serikat, pendirian Bank Perantara atau Bridge Bank sebagai salah satu mekanisme resolusi

bank gagal telah diatur sejak tahun 1987 melalui Competitive Equality Banking Act of 1987

(“CEBA”) dan telah dibentuk sebanyak 32 kali oleh Federal Deposit Insurance Corporation

(“FDIC”).8 Berdasarkan laporan berkala dari FDIC, pendirian bridge bank merupakan

mekanisme penanganan krisis dengan biaya yang paling efektif.9

B. Rumusan Masalah

Ada beberapa pokok permasalahan yang menjadi fokus penelitian dalam skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimanakah perbedaan akan ketentuan mengenai Bank Perantara di Indonesia

dalam Undang-undang No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanggulangan

Krisis Sistem Keuangan dibandingkan dengan ketentuan dalam Undang-undang

Perseroan Terbatas dan Peraturan Perbankan?

2. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan pengaturan Bank Perantara di Indonesia

dibandingkan dengan pengaturan di Amerika Serikat?

C. Tujuan Penelitian

1.Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara komprehensif mengenai

perbandingan pengaturan terkait mekanisme resolusi Bank Perantara di Indonesia

dengan Amerika Serikat.

2.Tujuan Khsusus

                                                                                                                         5  Hukumonline, “Perlunya Aturan Baku Soal Dampak Sistemik”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt524c095376018/perlunya-aturan-baku-soal-dampak-sistemik, diunduh pada 4 Agustus 2016.

6Berdasarkan wawancara penulis dengan Mr. Harry Alexander, Direktur Hukum 1 Divisi Regulasi LPS pada 1 November 2016.

7Indonesia, Undang-undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, UU No. 9 Tahun 2016. LN No. 70 Tahun 2016. TLN No. 5872, Psl.  22  ayat  (1).    

8 Federal Deposit Insurance Corporation/ FDIC, FDIC Resolutions Handbook, diunduh dari https://www.fdic.gov/bank/historical/managing/history1-06.pdf. Hlm. 171. 9Ibid, hlm 177-178.

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 4: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Penelitian ini bertujuan untuk:

a.Menjelaskan mengenai perbedaan ketentuan terkait pendiran Bank Perantara di

Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan

Penanggulangan Krisis Sistem Keuangan dibandingkan dengan ketentuan dalam

Undang-undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Perbankan

b.Menjelaskan mengenai perbandingan mekanisme Bank Perantara di Indonesia

dengan pengaturan di Amerika Serikat

Tinjauan Teoritis

Bank memiliki fungsi utama sebagai pengimpun dan penyalur dana masyarakat

sebagaimana diatur secara tegas pada pasal 3 Undang-undang Perbankan dan pada dasarnya

memiliki 3 peran penting yaitu sebagai financial intermediary, sebagai payment system dan

sebagai monetary policy10. Pentingnya kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan,

dalam penciptaan sistem keuangan yang sehat mempunyai beberapa alasan antara lain11:

1. Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang

menarik dana secara besar-besaran (bank runs) sehingga berpotensi merugikan

deposan dan kreditur bank;

2. Penyebaran kerugian diantara bank-bank sangat cepat melalui contagion effect

sehingga berpotensi menimbulkan masalah

3. Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang

tidak sedikit.

4. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi

akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan (financial distress)

5. Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makroekonomi,

khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter

Berdasarkan peran, fungsi, dan kegiatan usaha bank yang mendukung kegiatan

perdagangan dan perekonomian mengakibatkan industry perbankan rentan terhadap resiko-

                                                                                                                         10 Rivai, Veithzal, dan Idroes, Bank and Financial Institution Management: Conventional And Sharia

System, hlm. 109. 11 Anwar Nasution, ”Masalah-masalah Sistem keuangan dan Perbankan Indonesia”, Disampaikan dalam

Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional - Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Rl. tanggal 14-18 Juli 2003 di Denpasar, hlm. 4-5.

 

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 5: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

resiko ekonomi khususnya risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional,

risiko reputasi, risiko hukum, risko stratejik, dan risiko kepatuhan.12

Risiko-risiko ini harus segera diidentifikasi, diukur, dipantau, ditanggulangi, dan

dikendalikan agar tidak menyebabkan kesulitan Bank yang dapat berujung kepada kegagalan

Bank. Apabila tidak segera ditangani, maka status bank tersebut akan menjadi Bank

Bermasalah, yaitu Bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam bentuk kesulitan

likuiditas dan/atau kesulitan solvabilitas yang membahayakan kelangsungan usahanya.13

Kesulitan likuiditas adalah kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami Bank yang

disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana

keluar (mismatch) yang diperkirakan dapat mengakibatkan terjadinya saldo giro negative.14

Permasalahan Solvabilitas adalah kesulitan permodalan yang dialami Bank sehingga tidak

memenuhi Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang ditetapkan oleh OJK.15

Apabila Bank Bermasalah ini tidak segera diberikan perhatian khusus dan dilakukan

penyehatan, maka akan berujung menjadi Bank Gagal. Bank Gagal adalah Bank yang

mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan

tidak dapat lagi disehatkan oleh Bank Indonesia.16 Sebuah bank akan dikatakan menjadi Bank

Gagal apabila telah melampaui Point of Non-Viability (PoNV) dan akan menjadi kewenangan

LPS dalam kedudukan sebagai otoritas resolusi.

Bank-bank yang sudah membayakan sistem perbankan, maka harus keluar dari sistem

perbankan (exit policy17). Otoritas Jasa Keuangan, secara atributif, diberikan kewenangan oleh

Undang-undang,18 untuk mencabut izin usaha bank tersebut. Berdasarkan amanat pasal 37B

Undang-undang Perbankan yang diwujudkan dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan, dalam hal langkah-langkah penyelamatan sebagaimana

diatur dalam pasal 37 ayat (1) UU Perbankan tidak berhasil menyelamatkan Bank Sistemik

tersebut, maka LPS dapat melakukan tindakan penyelamatan dengan mekanisme Penyertaan

Modal Sementara dengan atau tanpa bantuan pemegang saham. Kemudian terdapat tambahan

                                                                                                                         12 Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko

Bagi Bank Umum, POJK Nomor 18 /POJK.03/2016, LN No. 53 Tahun 2016, TLN No. 5861, psl 4 ayat (1). 13Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat Bagi Bank Umum, PBI

No. 10/31/PBI/2008, LN No. 178 Tahun 2008, TLN NO. 4926, psl 1 angka (2) 14Ibid., Psl 1 angka (5). 15Ibid.,psl 1 angka (6). 16Ibid.,psl 1 angka (3) 17 Adrian Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan pencucian Uang, Merger. Likuidasi, dan Kepailitan,

Editor: Ade Hairul Rachman, Ed. 1, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 137. 18 Berdasarkan pasal 9 huruf h dan pasal 69 huruf b Undang-undnag No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

jasa Keuangan.

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 6: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

berdasarkan pasal 22 UU PPKSK yaitu melalui mekanisme Bank Perantara, atau purchase

and assumption.

Dalam mekanisme Bank Perantara dan P&A (yang berlaku baik terhadap Bank

Sistemik maupun Bank Tidak Sistemik), terhadap Bank Gagal tersebut akan dicabut izin

usahanya. Sebagai konsekuensi dicabutnya izin usaha suatu bank, maka tamatlah riwayat

bank tersebut, dan secara yuridis bank tersebut tidak dapat hidup kembali.19

UU PPKSK juga mengutamakan prinsip bail-in dalam menyelamatkan bank

bermasalah dan bank gagal serta memerintahkan kepada OJK bersama BI untuk menetapkan

terlebih dahulu bank-bank mana saja yang merupakan Bank Sistemik dan yang tidak agar

tidak akan ada lagi keragu-raguan. Pasal 1 angka (5) Undang-undang ini mendefinisikan Bank

Sistemik sebagai Bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban; luas jaringan atau

kompleksitas transaksi atas jasa perbankan; serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain

dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan Bank lain atau sektor jasa

keuangan, baik secara operasional maupun finansial, jika Bank tersebut mengalami gangguan

atau gagal.

Bank-bank yang telah ditetapkan sebagai Bank Sistemik wajib memenuhi ketentuan

mengenai kewjiban pemenuhan modal minimum termasuk CCB dan Capital Surcharge dan

rasio kecukupan likuiditas20 serta menyusun rencana aksi (recovery plan) yang disetujui oleh

OJK.21 Rencana aksi ini harus segera dilaksanakan dalam hal Bank Sistemik tersebut

mengalami kesulitan.22 Rencana aksi tersebut paling sedikit harus memuat kewajiban

pemegang saham pengendali dan/atau pihak lain untuk menambah modal Bank dan mengubah

jenis utang tertentu menjadi modal Bank23 atau disebut juga sebagai kewajiban bail-in.

Sehingga jelas Undang-undang PPKSK sangat mengutamakan ketentuan bail-in dibandingkan

bail-out dalam mengatasi bank bermasalah.

Berdasarkan pasal 21 ayat (2) Undang-undang PPKSK,24 ketika bank ditetapkan OJK

sebagai Bank Dalam Penanganan Intensif, OJK akan memberitahukan LPS untuk segera

mempersiapkan penaganan permasalahan solvabilitas bank sistemik termasuk memastikan

                                                                                                                         19 Sutedi, Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan pencucian Uang, Merger. Likuidasi, dan Kepailitann, hlm.

138. 20 Rasio kecukupan likuiditas ditentukan dalam Pojk Nomor 42 /Pojk.03/2015 Tentang Kewajiban

Pemenuhan Rasio Kecukupan Likuiditas (Liquidity Coverage Ratio) Bagi Bank Umum, di mana LCR yaitu perbandingan antara High Quality Asset dengan Cash Flow Keluar harus senantiasa 100%.

21UU No. 9 Tahun 2016, pasal 18 ayat (1). 22Ibid., pasal 19 ayat (1). 23 Ibid., pasal 18 ayat (2). 24Pasal ini berbunyi: “Otoritas Jasa Keuangan memberitahukan kepada Lembaga Penjamin Simpanan

untuk melakukan persiapan penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik “

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 7: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

pelaksanaan recovery plan yang dilaksanakan oleh bank tersebut. Pasal ini menjadikan dasar

bagi LPS untuk melakukan early intervention terhadap Bank Dalam Pengawasan Intensif.25

Di sini, LPS melakukan persiapan awal untuk melakukan mekanisme resolusi purchase and

assumption (P&A), atau Bank Perantara, atau OBA dengan melakukan due diligence aset dan

kewajiban bank tersebut mana yang tergolong baik (disebut juga sebagai good bank) yang

nantinya akan dialihkan kepada bank perantara atau institusi pembeli (dalam mekanisme

P&A).26

Dalam hal kondisi Bank memburuk, pasal 21 ayat (3) undang-undang PPKSK,27

memberikan kewenangan kepada LPS untuk meningkatkan intensitas early intervention

terhadap bank bermasalah yang telah ditetapkan OJK sebagai Bank Dalam Pengawasan

Khusus berupa peningkatan intensitas persiapan resolusi bank sistemik bermasalah tersebut.

Pada tahap ini, bentuk intervensi LPS berupa penjajakan atau pendekatan kepada calon-calon

pembeli bank tersebut (dalam mekanisme P&A) atau menyusun short list bidder bagi calon

pembeli bank perantara.28

Penetapan langkah penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik yang mengalami

masalah solvabilitas tak teratasi29 yang dimaksud adalah penanganan oleh LPS30 dengan

cara:31

a. mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik

kepada Bank penerima/ purchase and assumption;

b. mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik

kepada Bank Perantara; atau

c. melakukan penanganan Bank sesuai dengan Undang-Undang mengenai

Lembaga Penjamin Simpanan, yaitu Penanaman Modal Sementara (PMS).

                                                                                                                         25Berdasarkan wawancara penulis dengan Pak Harry Alexander Kepala Divisi Regulasi I Lembaga

Penjamin Simpanan pada 1 November 2016. 26Ibid. Dalam international best practice, jangka waktu Due diligence ini minimal 90 hari. 27Pasal ini berunyi: “Dalam hal Bank Sistemik kondisinya memburuk dan ditetapkan sebagai Bank

dalam pengawasan khusus, Otoritas Jasa Keuangan meminta Lembaga Penjamin Simpanan meningkatkan intensitas persiapan penanganan Bank Sistemik “

28 Berdasarkan wawancara penulis dengan Pak Harry Alexander Kepala Divisi Regulasi I Lembaga Penjamin Simpanan pada 1 November 2016.

29 Berdasarkan penjelasan pasal 21 ayat (5) UU PPKSK, permasalahan solvabilitas tidak dapat diatasi apabila kondisi Bank semakin memburuk atau batas waktu Bank dalam pengawasan khusus telah berakhir. Jangka waktu Bank Dalam Pengawasan Khusus adalah 3 bulan berdasarkan pasal 15 PBI No. 15/2/PBI/2013 dan telah menempuh upaya penanganan sebagaimana diatur pada pasal 21 UU PPKSK.

30Hal ini sejalan dengan fungsi LPS sebagai badan hukum yang independen, akutabel, dan transparan yang memiliki fungsi untuk melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik. Berdasarkan pasal 5 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tntang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana terakhir kali diubah dengan UU No. 7 Tahun 2009.

31 Indonesia, Undang-undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, UU No. 9 Tahun 2016, LN No 70 Tahun 2016 TLN No 5872, pasal 22 ayat (1).    

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 8: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Gambar 1: Mekanisme CoCos dan Bail-in32

Untuk melakukan perbandingan mengenai Bank Perantara di Indonesia dengan Bridge

Bank di Amerika Serikat, dipergunakan teori Lawrence M. Friedmann yang menyebutkan

bahwa setiap sistem hukum mengandung tiga faktor yaitu structure, substance, dan legal

culture.33 Penulisan skripsi ini juga mencangkup perbandingan hukum atau comparative law,

tepatnya micro-comparison yaitu mendeskripsikan permasalahan hukum yang spesifik dan

bagaimana isu hukum itu diatasi dalam satu atau lebih sistem hukum.34

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membandingkan permasalahan hukum atau

aspek hukum yang spesifik antara sistem hukum di Indonesia dengan Amerika Serikat, yaitu

pengaturan (substance) terkait pendirian bank perantara sebagai bagian dari penanganan krisis

sistem keuangan. Oleh karena itu, metode micro-comparison yang akan digunakan. Di mana

penulis akan membandingkan persamaan dan perbedaan ketentuan Bank Perantara di antara

kedua sistem hukum tersebut.

Metode Penelitian

Bentuk Peneitian penelitian skripsi ini adalah yuridis nomatif dengan tipologi

penelitian deskriptif yang menggunakan jenis data sekunder baik yang bersifat public maupun

tidak serta didukung dengan wawancara kepada ahli.

Bahan hukum penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum

primer, hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer yang digunakan

adalah Undang-Undang Negara Repubik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

                                                                                                                         32 Hari Presetya, Mengupas Peran Penting LPS dalam Sistem Perbankan, Ed.1, Cet. 1, (Depok: Indie

Publishing, 2016), hlm. 180. 33 Lawrence M. Friedmann, “A History of American Law”, Simon and Schuster, ( New York, 1973),

hlm. 384-404. Dan New York: W.W Norton and Company, 1984 hlm. 5. 34Ibid.

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 9: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (”UU Perbankan”,

Undang-undang Negara Repubik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan

Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Undang- undang Negara Repubik Indonesia Nomor 24

Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah untuk terakhir

kalinya dengan Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang, Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Ototritas Jasa Keuangan, Undang-undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseeroan Terbatas, Peraturan-Peraturan Bank Indonesia, Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan (PLPS). Bahan

hukum sekunder yang digunakan adalah buku, artikel, media massa, makalah, serta jurnal

hukum yang membahas tentang Bank Perantara, sedangkan bahan hukum tersier yang

digunakan adalah Black’s Law Dictionary dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Alat pengumpul data yang digunakan adalah studi dokumen/ kepustakaan yaitu buku-

buku, peraturan-peraturan yang terkait dengan pokok bahasan yang dapat peneliti peroleh

dengan mencarinya di Perpustakaan Universitas Indonesia, Pusat Dokumentasi Hukum, Bank

Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan, literatur-literatur

mengenai hukum perbankan, literatur mengenai Stabilitas Sistem Keuangan, dan jurnal-jurnal

online yang tersedia di internet, yang diperkuat dengan wawancara kepada ahli yaitu pihak

OJK dan LPS.

Metode analisis data yang diterapkan adalah kualitatif dengan bentuk akhir dari

penelitian skrips ini adalah deskriptif analitis karena Penulis akan memaparkan informasi dan

analisis yang diperoleh kemudian memberikan saran mengenai pengaturan Bank Perantara/

Bridge Bank.

Hasil Penelitian

Berdasarkan pasal 1 angka 7 UU PPKSK, bank perantara adalah bank umum yang

didirikan oleh Lembaga Penjamin Simpanan untuk digunakan sebagai sarana resolusi

dengan menerima pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban Bank yang

ditangani Lembaga Penjamin Simpanan, selanjutnya menjalankan kegiatan usaha

perbankan, dan akan dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain. Federal Depository

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 10: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Insurance Corporation (FDIC)35 mendefinisikan bridge bank sebagai institusi yang didirikan

dalam rangka menjalankan operasional suatu bank gagal sampai ditemukannya pembeli yang

dapat melanjutkan operasional bank tersebut.36

Pengaturan Pendirian Bank Perantara di Indonesia tegasnya dapat ditemukan pada

Undang-undang No. 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penaganan Krisis Sistem

Keuangan (“ UU PPKSK”) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur tentang

Bank Umum selama belum dinyatakan secara tegas tidak berlaku bagi Bank Perantara. Di

Indonesia, mekanisme Bank Perantara diterapkan untuk menagani Bank-bank yang

mengalami kesulitan solvabilitas dan bahkan telah dinyatakan sebagai Bank Yang Tidak

Dapat Disehatkan/ Bank Gagal baik yang telah ditetapkan sebagai Bank Sistemik maupun

yang tidak pada kondisi keuangan normal maupun krisis. Ketentuan mekanisme resolusi Bank

Perantara bagi Bank Sistemik pada keadaan keuangan normal dalam UU PPKSK terbagi

menjadi:

a. Pasal 23 mengatur mengenai kewenangan LPS dalam pengalihan aset dan kewajiban

Bank Gagal kepada Bank Perantara

b. Pasal 24 mengatur mengenai operasional Bank Perantara

c. Pasal 25 mengatur mengenai pendirian dan perizinan Bank Perantara

d. Pasal 26 mengatur mengenai pengakhiran Bank Perantara

e. Pasal 27 dan 28 mengatur mengenai sumber pembiayaan pelaksanaan mekanisme

Bank Perantara

Sedangkan pasal 31 undang-undang PPKSK mengatur mengenai mekanisme Bank

Perantara pada Bank selain Bank Berdampak Sistemik pada kondisi keuangan normal yang

persis sama dengan ketentuan Bank Perantara untuk Bank Gagal yang merupakan bank

Sistemik. Penulis merasa ketentuan ini kurang tepat dikarenakan pada dasarnya bank-bank

selain Bank Sistemik tidak memiliki franchise value, aset, dan kompleksitas yang besar yang

merupakan salah satu faktor yang mendorong dipilihnya mekanisme resolusi Bank Perantara.

Di samping itu, terhadap Bank selain Bank Sistemik sudah terdapat mekanisme resolusi lain

yaitu penyertaan modal sementara/ PMS LPS/open bank assistance berdasarkan ketentuan

                                                                                                                         35FDIC adalah perusahaan/ agen independen pemerintah Amerika Serikat yang dibentuk berdasarkan

Glass-Steagall Act 1933/ Banking Act 1933 yang menjamin deposito simpanan nasabah di institusi perbankan dan simpanan konsumen pada lembaga keuangan bukan bank sebesar minimum $250,000,  memonitori risiko-risiko simpanan nasabah, mambatasi pengaruh bank gagal terhadap sistem keuangan, menangani bank-bank gagal, dan melakukan perlindungan konsumen. (FDIC, The FDIC and the Banking Industry: Prespective and Outlook, https://www.fdic.gov/about/strategic/strategic/bankingindustry.html, diunduh pada 9 Agustus 2016.)

36 Indonesia, Undang-undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, UU No. 9 Tahun 2016, LN No 70 Tahun 2016 TLN No 5872, pasal 1 angka (7).

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 11: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 jo. 7/2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dan

Peraturan LPS terkait yang lebih lazim digunakan37.

Hal ini berbeda dengan ketentuan mengenai Bridge Bank di Amerika Serikat yang

secara eksplisit menyebutkan bahwa mekanisme bridge bank hanya digunakan terhadap

systemically important banks38 dan juga praktik-praktik di negara lain seperti Australia,

Brasil, Kanada, Jerman, Jepang, Meksiko, Swiss, Inggris yang menggunakan mekanisme

bridge bank apabila struktur Bank yang mengalami permasalahan solvabilitas terlalu

kompleks dan/atau terdapat beberapa Bank Sistemik yang mengalami permasalahan

solvabilitas pada waktu bersamaan sehingga implementasi transaksi P&A akan membutuhkan

waktu yang lebih lama39. Pasal 37 mengatur mengenai mekanisme Bank Perantara pada

kondisi keuangan krisis.

Bagan 1 : Pengaturan Pendirian Bank Perantara

Di Amerika Serikat, mekanisme Bank Perantara/ Bridge Bank yang merupakan milik

dan kewenangaan dari Federal Deposit Insurance Corporation (“FDIC”) telah dikenal sejak

                                                                                                                         37Diatur dalam PLPS No 4/PLPS/2006 tentang Penyelesaian Bank Gagal yang Tidak Berdampak

Sistemik sebagaimana terakhir kali diubah dengan PLPS No. 3/PLPS/2011. 38Claire L. McGuire, Simple Tools to Assist in The Resolution of Troubled Banks, (United Stares: World

Bank), Hlm. 9. 39Kemenkeu, “Naskah Akademis Undang-undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan”, hlm. 58.

Pendirian  Bank  Perantara  

Susunan  Organ  dan  

Kepengurusan  

Permodalan  Kelayakkan  Rencana  Kerja  

Keahlian  di  Bidang  

Perbankan  

Kepemilikkan  

PBI  11/1/2009  jo.  13/27/2011  tentang  Bank  

Umum  

POJK  No.  5/POJK.03/  2016  tentang  Rencana  Bisnis  Bank  dan  UU  

9/2016  

PBI  ttg  GCG  Bank  Umum,  PBI  ttg  FPT  Bank  Umum,  SEOJK  

No.  39/SEOJK.03/2016  

Pasal  25  ayat  (2)  UU  9/2016  

UU  9/2016  UU  40/2007  POJK  11/POJK.03/2016  ttg  KPMM  

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 12: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

tahun 1987 dalam Competitive Equality Banking Act (“CEBA”) dan telah diaplikasikan

sebanyak 10 kali40. Terdapat persamaan dan perbedaan mengenai ketentuan penggunaan

mekanisme ini dengan ketentuan yang dapat ditemukan di Indonesia.

Tabel 2: Matriks Perbandingan Ketentuan Pendirian Bank Perantara di Indonesia

dengan Bridge Bank di Amerika Serikat

Aspek Pembanding Indonesia Amerika Serikat

Pemilik Lembaga Penjamin Simpanan/ Indonesian Deposit Insurance Corporation

Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC)

Regulator Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan, Bank Indonesia

Office of the Comptroller of Currency dan FDIC

Dasar Hukum Undang-undang No. 9 Tahun 2016, UU Perseroan Terbatas, PBI Bank Umum, POJK Kewajiban Pemenuham Modal Minimum Bank Umum, Undang- undang Perbankan, POJK tentang good corporate governance Bank Umum, PBI tentang Fit and Proper Test Bank Umum, POJK tentang Fit and Proper Test Pihak Utama Lembaga Keuangan, POJK tentang Rencana Bisnis Bank

Competitive Equality Banking Act, Financial Institutions Reform, Recovery, and Enforcement Act 1989 (FIRREA, Federal Deposit Insurance Corporation Improvement Act, Dodd-Frank Wall Street Reform and Consumer Protection Act 2010

Digunakan untuk Seluruh Bank yang mengalami permasalahan solvabilitas (SIB Bank maupun Bank Tidak Berdampak Sistemik) baik dalam keadaan normal maupun krisis

Secara tegas diperuntukkan untuk Systemically Important Bank meskipun dalam praktik pernah juga diaplikasikan untuk menyelamatkan bank tidak berdampak sistemik tetapi memiliki maslah kompleks karena terbentur larangan interstate acquisition

Jangka waktu Tidak secara tegas diatur, namun optimis secepatnya

Secara tegas diatur yaitu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun sebanyak maksimal 3 kali

Susunan Organisasi dan Kepengurusan

Direksi yang tidak boleh merangkap jabatan dan telah dipilih oleh LPS dan telah lulus tes Uji Kemampuan dan Kepatutan yang diselenggarakan OJK, Dewan Komisaris non-Independen (dapat dirangkap oleh anggota Dewan Komisioner LPS)

Board of Directors (min. 5 orang maks. 10 orang) ditunjuk oleh FDIC. Anggota Board of Directors dapat berasalah dari sektir swasta dan/atau staff senior FDIC. Salah satu dari Board of Directors akan ditunjuk menjadi CEO dan Presiden yang

                                                                                                                         40   Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), Resolution Handbook Chapter 6: Bridge Bank,

Desember 2014, hlm. 171.

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 13: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

dan Independen (telah memenuhi persyaratan), Rapat Umum Pemegang Saham yang seluruhnya terdiri dari LPS.

Karyawan dapat diisi oleh karyawan dari Bank Gagal.

merupakan ketua pelaksana day-to-day operation dari Bridge Bank.

SDM dapat diisi berdasarkan management agreement dengan Bank Calon Pembeli atau FDIC akan menunjuk karyawannya atau pihak perbankan lainnya.

Permodalan Untuk dapat memperoleh izin prinsip, Bank Perantara wajib menyetor setidaknya 30% dari modal disetor yang paling tidak sebesar Rp 12.500.000,-

Untuk mendapat izin usaha, Bank Perantara harus memenuhi KPMM yaitu paling tidak memiliki CAR 8% dari ATMR (dapat lebih tinggi tergantung dengan KPMM dari Bank Gagal yang ditanganinya) dan menyetorkan penuh modal disetor (minimal Rp 12.500.000,-)

Bridge Bank dapat didirikan tanpa modal sekalipun dan segala pembatasan yang berhubungan dengan permodalan dikecualikan. FDIC wajib menyediakan biaya operasional dan likuiditas Bridge Bank

Keahlian Pengurus Anggota Dewan Komisaris dan Direksi wajib lulus uji Kemampuan dan Kepatutan yang dilakukan oleh OJK dengan ruang lingkup: integritas, kompetensi, dan reputasi kuangan

Board of Directors dan Officer/ Managers (terdiri dari executive directors dan non-executive directors) wajib dinyatakanlulus fit and proper test dengan ruang lingkup: integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan

Kelayakan Rencana Kerja

Memiliki rencana bisnis yang disampaikan kepada OJK, memiliki rencana tindak yang sekurang-kurangnya meliputi cara dan jadwal pengalihan, pemenuhan dan pengelolaan sumber daya manusia, serta migrasi infrastruktur Bank Perantara.

Memiliki action plan yang disampaikan dan disetujui oleh OCC.

Pengalihan Aset dan Kewajiban

Terjadi setelah Bank Perantara disahkan menjadi badan hukum oleh Menteri Hukum dan HAM, namun masih belum memperoleh izin usaha dari OJK

Terjadi setelah Bridge Bank telah berdiri lengkap dengan izin usaha/charter dari OCC

Kegiatan Usaha Melanjutkan kegiatan usaha Bank Gagal yang ditanganinya dengan mengikuti ketentuan OJK dan BI

Melanjutkan kegiatan usaha Bank Gagal berdasarkan diskresi dari OCC

Pengakhiran Bank Perantara akan berkahir apabila terjadi salah satu dari:

a. Terdapat pihak lain yang membeli keseluruhan badan hukum Bank Perantara

b. Terdapat Assuming Bank

Bridge Bank akan berakhir apabila terjadi salah satu dari:

i. Peleburan, pengkonsolidasian, atau terjadinya akuisisi yang dilakukan oleh Bank

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 14: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

yang mengambil-alih asset dan kewajiban Bank Perantara, sehingga LPS akan membubarkan badan hukum Bank Perantara

lain (yang bukan bridge bank) terhadap bridge bank yang bersangkutan

ii. Seluruh atau sebagian besar saham bridge bank telah dibeli oleh entitas lain selain otoritas penjamin simpanan dan bridge bank lainnya

iii. Sebuah perusahaan holding atau bank lain yang tidak berstatus sebagai bridge bank telah mengambil alih seluruh atau sebagian besar deposit dan kewajiban dari bridge bank tersebut

iv. Penjualan saham bridge bank sebesar 80% atau lebih kepada institusi lain selain otoitas penjamin simpanan atau bridge bank

Pembahasan

Bank Perantara merupakan sebuah skema baru yang diamantkan kepada LPS dalam

Undang-undang PPKSK. Berdasarkan pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-undang PPKSK,

dalam rangka mempertahankan kesinambungan fungsi dan layanan Bank Sistemik terutama

yang berpotensi menimbulkan dampak sistemik; aset dan kewajiban beserta kegiatan

operasional Bank Sistemik yang mengalami kesulitan solvabilitas berkelanjutan dapat

dialihkan oleh LPS kepada suatu bank umum baru yang sengaja didirikan dan dimiliki sendiri

oleh LPS untuk mengambil alih asset, kewajiban, dan operasional bank tersebut yang dikenal

juga sebagai Bank Perantara/ Bridge Bank.  Bridge bank adalah bentuk kepemilikan sementara

Bank Sistemik yang mengalami permasalahan solvabilitas oleh LPS untuk dilakukan

restrukturisasi dan selanjutnya dijual kepada Bank atau pihak lain yang sehat.41

Fungsi dari Bank Perantara adalah untuk menerima pengalihan sebagian atau seluruh

aset dan/atau kewajiban Bank Sistemik dan menjalankan aktivitas usaha Bank. Hal ini

bertujuan agar Bank Gagal tersebut tetap dapat memberikan pelayanan kepada seluruh

Nasabah Penyimpan dan masyarakat guna menghindari terjadinya Bank Run dan/atau Bank

Panic di mana seluruh Nasabah Penyimpan dalam waktu yang bersamaan menarik

                                                                                                                         41 Glenn Hoggarth, Jack Reidhill, and Peter J. N Sinclair, “On the Resolution of Banking Crises: Theory

and Evidence” dalam Bank of England Working Paper No. 229, Bank of England, 2004

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 15: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

simpanannya di Bank tersebut yang jelas akan semakin memperburuk keadaan. Bank Perntara

hanyalah sebuah mekanisme untuk menyelesaikan Bank Gagal sehingga bukanlah suatu

emtitas bisnis yang berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya. Bank Perantara juga

hanyalah memiliki waktu operasi yang sementara karena harus segera mungkin dialihkan

kepemilikkannyaa kepada pihak lain untuk mencegah distorsi pasar. Selain itu, mekanisme ini

juga memberikan waktu yang cukup bagi LPS dan calon investor untuk melakukan due

diligence akan Bank tersebut sebelum pemasarannya dan/atau perjanjian jual beli

difinalisasikan.

Pasal 25 Undang-undang PPKSK mengatur bahwa LPS sebagai pendiri dan pemegang

satu-satunya mendirikan Bank Perantara untuk menerima pengalihan sebagian atau seluruh

aset dan/atau kewajiban suatu Bank Sistemik dan menjalankan aktivitas usaha Bank tersebut.

Dalam kondisi tertentu, satu Bank Perantara dapat digunakan Lembaga Penjamin Simpanan

untuk menerima pengalihan aset dan kewajiban lebih dari satu Bank Sistemik42 atau LPS juga

dapat mendirikan satu Bank Perantara hanya untuk menangani satu Bank Gagal saja. Pasal ini

secara tegas mengecualikan pasal 7 ayat (1) UUPT yang mewajibkan PT didirikan oleh

minimal 2 subjek hukum. Pasal ini juga mengecualikan pasal 26 UU Perbankan mengenai

kemampuan Bank Umum untuk menjadi perusahaan publik dengan melakukan penawaran

perdana di bursa efek dan PBI NO. No.14/24/PBI/2012 tentang Single Presence Policy dalam

hal LPS mendirikan beberapa Bank Perantara dalam waktu yang bersamaan.

LPS terlebih dahulu harus sudah mempunyai sebuah entitas perbankan, lengkap

dengan perizinan dan pendukung operasional sebuah bank, namun belum beroperasi dan tidak

menangani debitur dan kreditur.43 Bank Perantara agar dapat beroperasi harus memiliki izin

prinsip dan izin usaha dari OJK44. Namun untuk dapat memperoleh izin prinsip, Bank

Perantara harus telah memenuhi ketentuan modal disetor sebagaimana diatur dalam undang-

undang mengenai perseroan terbatas45 yaitu paling tidak Rp 12.500.000,-46. Jumlah ini jauh

lebih kecil daripada modal disetor minimum yng harus dipenuhi oleh Bank Umum biasa yaitu

sebesar 3 Triliun rupiah.47

                                                                                                                         42 Indonesia, Undang-undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, UU No. 9

Tahun 2016, LN No 70 Tahun 2016 TLN No 5872, penjelasan pasal 25 ayat (1). 43 Fauzi, “Tiga Jurus Hadapi Krisis Sistem Keuangan”, dalam Akuntan Indonesia. 44 Indonesia, Undang-undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, UU No. 9

Tahun 2016, pasal 25 ayat (3). 45 Ibid, psl 25 ayat (4) huruf b. 46Indonesia, Undang-undang Perseroan Terbatas, UU 40/2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN 4756,

psl 32 ayat (1) dan 33 ayat (1).    47   Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Umum, PBI NO. No.11/1/PBI/2009

sebagaimana telah diubah dengan PBI No.13/27/PBI/2011, LN No. 147 Tahun 2011, TLN No. 5267,  psl 2.  

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 16: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Selanjutnya Bank Perantara juga harus telah memiliki proyeksi neraca laba tugi, arus

kas bulanan dan struktur organisasi dan sumber daya manusia48 dan agar dapat memperoleh

izin usaha juga harus telah memenuhi ketentuan capital adequacy ratio bagi bank umum.49

Namun untuk dapat memenuhi persyaratan ini, tentunya Bank Perantara harus telah memiliki

asset dan kewajiban terlebuh dahulu. Aset dan kewajiban yang mana diperoleh dari perbuatan

hukum pengambil-alihan antara Bank Perantara dengan Bank Gagal yang ditanganinya

setelah perjanjian Pengambil-alihan ditandatangani50 dengan cara penyerahan tunduk terhadap

pasal 613 KUHPerdata berdasarkan jenis asset atau kewajibannya. Mengingat, hanyalah

subjek hukum yang dapat menjadi pihak dalam transaksi hukum pengalihan aset dan

kewajiban tersebut, maka Bank Perantara harus telah berbentuk badan hukum terlebih dahulu

meskipun belum memiliki izin prinsip dan izin usaha, yang ditandai dengan dikeluarkannya

Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait pengesahan badan hukum Bank Perantara

dan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara.51 Mengingat mendesaknya Bank Perantara

harus segera beroperasi maka sudah seharusnya diberikan kelonggaran-kelonggaran yang

disesuaikan dengan tujuan dan kegiatan Bank Perantara serta menjamin kemudahan

pelaksanaan tugas Bank Perantara sebgi mekanisme resolusi bank gagal.

Dalam hal terdapat Bank Sistemik bermasalah, LPS akan melakukan pemantauan

dengan mencari calon investor yang tertarik sambil mempersiapkan operasionalisasi Bridge

Bank yang ada dalam kendalinya. Pada saatnya, bank sistemik itu diambil alih dimana seluruh

operasionalnya berpindah ke Bridge Bank.52

Dari sisi neraca, kemudian akan dipisahkan sound asset dan unsound asset, serta

kewajiban yang dapat dialihkan dan yang tidak dapat dialihkan. Sound aset dan kewajiban

yang dapat dialihkan setelah divaluasi dengan metode fair value akan berpindah ke

neraca Bridge Bank dan Bridge Bank sendiri akan mendapat setoran modal dari LPS untuk

membiayai operasionalisasinya.53 Bank Perantara akan beroperasional secara konservatif. Di

mana tetap dapat menerima deposito dari nasabah, memberikan pinjaman dengan risiko

rendah kepada nasabah terpercaya dengan prinsip kehati-hatian yang lebih tinggi daripada

pada Bank Umum biasa, mengindahkan komitmen dari Bank Gagal terhadap perjanjian yang

                                                                                                                         48  Indonesia,, UU No. 9 Tahun 2016, pasal 25 ayat (4) huruf c.  49Ibid, paasal 25 ayat (5) huruf a.    50Ibid, psl 24 ayat (1) dan (2).    51  Meskipun masih belum dikatakan sebagai Bank Umum, melainkan sebagai shell company, yaitu

badan hukum perseroan terbatas yang masih belum menjalankan kegiatan usaha dan hanya memiliki asset yang kecil.  

52 Fauzi, “Tiga Jurus Hadapi Krisis Sistem Keuangan”, dalam Akuntan Indonesia. 53Ibid.

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 17: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

sudah dibuat sebelumnya, dan tetap memberikan pembiayaan terhadap proyek-proyek yang

belum selesai yang telah diambil-alih. Terhadap pemberian kredit, Bank Perantara tetap

tunduk terhadap ketentuan Batas Minimum Pemberian Kredit Bank Umum yang sudah ada

dan bahkan lebih ketat lagi.54

Setelah Bank Perantara sehat, maka akan dijual kepada pihak ketiga dengan recovery

rate optimal. Kemudian badan hukum Bank Perantara setelah seluruh asset dan kewajibannya

terjual akan dibubarkan oleh LPS.55 Berdasarkan pasal 26 UU PPKSK, pegakhiran Bank

Perantara hanya dapat melalui du acara yaitu terdapat pihak lain/ assuming institution yang

membeli keseluruhan badan hukum Bank Perantara sehingga status sebagai Bank Perantara

berakhir dan menjadi Bank Umum biasa; atau terdapat bank lain/assuming bank yang

mengambil-alih seluruh asset dan kewajiban Bank Perantara sehingga kemudian LPS akan

membubarkan badan hukum Bank Perantara.

Sementara unsound asset dan kewajiban yang tidak dapat dialihkan akan ditinggalkan

pada Bank Gagal yang selanjutnya dilikuidasi oleh tim likuidasi LPS berdasarkan UU LPS

dan Peraturan LPS terkait Likuidasi, yaitu dilelang dimana hasilnya untuk menutupi biaya

yang dikeluarkan LPS dan biaya-biaya kreditur yang tidak dapat dialihkan. Di mana

berdasarkan pasal 54 ayat (5) UU LPS, dalam hal seluruh asset bank telah habis dalam proses

likuidasi namun masih terdapat kewajiban bank, maka akan menjadi beban dari pemegang

saham yang terbukti menyebabkan bank tersebut mengalami kegagalan. Oleh karena itu,

berbeda dengan mekanisme open bank assistance, mekanisme Bank Perantara tidak akan

menimbulkan moral hazard karena pemegang saham Bank adalah pihak yang pertama kali

menanggung kerugian apabila hasil likuidasi Bank Gagal tidak cukup untuk membayar

kewajiban Bank Gagal tersebut.

Di Amerika Serikat Bridge Bank merupakan salah satu mekanisme penanganan bank

gagal di Amerika Serikat yang dilaksanakan oleh FDIC. , Bridge Bank didesain untuk

membantu penyelesaian bank-bank bermasalah yang besar dan kompleks/ yang termasuk ke

dalam kategori systemically important bank56 Kewenangan FDIC untuk mendirikan Bridge

Bank diberikan berdasarkan section 503 Competitive Equality Banking Act (“CEBA”) of

1987.57 Bridge Bank adalah:

                                                                                                                         54Berdasarkan wawancara penulis dengan Pak Sudarmaji, Direktur Hukum 1 OJK. 55 Indonesia, Undang-undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, UU No. 9

Tahun 2016, LN No 70 Tahun 2016 TLN No 5872, penjelasan pasal 26. 56  Federal Deposit Insurance Corporation/ FDIC, FDIC Resolutions Handbook, diunduh dari

https://www.fdic.gov/bank/historical/managing/history1-06.pdf, pada 18 September 2016, Hlm. 172.  57Ibid, Hlm. 171.

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 18: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

A temporary national bank chartered by the Office of the Comptroller of the Currency (OCC) and organized by the FDIC to take over and maintain banking services for the customers of a failed bank58.

Berdasarkan CEBA, Bridge Bank adalah bank nasional yang bersifat independen atau

bukanlah merupakan institusi/ lembaga pemerintahan (baik pemerintahan federal mapun

pemerintahan negara bagian).59 Status kepegawaian dari Direktur, Officer, karyawan, maupun

agen dari Bridge Bank bukanlah merupakan pegawai negeri sipil/ pegawai pemerintahan

sehingga tidak tunduk pada ketentuan mengenai pegawai pemerintahan (Title 5 United States

Code). Untuk dapat beroperasi, bridge bank akan memperoleh izin/charter dari Office of the

Comptroller of Currency (OCC) yang lengkap merupakan pengesahan sebagai subjek hukum,

preliminary conditional approval (izin prinsip), dan final approval (izin usaha).60

Article 4 huruf C CEBA dengan tegas menentukan jumlah Board of Directors dari

Bridge Bank yaitu paling sedikit 5 (lima) orang yang telah ditunjuk oleh Board of Directors

FDIC dan maksimal 10 (sepuluh) orang.61 BOD bertanggung jawab kepada pemegang saham,

otoritas pengawas dan pengatur, serta pemangku kepentingan lainnya untuk membuat

rencana bisnis, organisasi, kepemimpinan, dan terwujudnya nilai-nilai prisnipal bank serta

terwujudnya tata kelola yang baik dan memimalisir risiko.62 Berbeda dengan di Indonesia,

dalam struktur organisasi perbankan Amerika Serikat, BOD hanyalah berkewajiban untuk

menentukan arah jalanya perusahaan secara keseluruhan, tidak melakukan manajemen/

pengelolaan bank sehari-hari.63 Pengelolaan kegiatan operasi bank sehari-hari/ day-to-day

operation dilakukan oleh Management Officers perbankan yang diberikan kuasa oleh BOD.64

Namun ini tidak berarti BOD tidak bertanggung jawab akan pengelolaan perbankan karena

BOD lah yang memberikan instruksi kepengurusan kepada susunan Managemen. Strategi

yang dilaksanakan harus berdasarkan prinsip kehati-hatian/ safe and sound manner dan

mematuhi ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BOD sendiri

dipimpin oleh seorang kepala yang independen.65

                                                                                                                         58Ibid.      59Federal Deposit Insurance Act (64 Stat. 873; 12 U.S.C. 1811 et seq.), Section 11 (12) art 7, No

Federal Status. 60OCC, Charters: Comptroller’s Licensing Manual, (Washngton DC, Februari 2009), hlm. 5.    61Federal Deposit Insurance Act (64 Stat. 873; 12 U.S.C. 1811 et seq.), Section 11 (19) (n) (2D)

Management. 62Office of the Comptroller of the Currency, The Director’s Book: Role of Directors of National Banks

and Federal Saving Associations, (Washington DC, Juli 2016), hlm. 11 63Ibid. 64Ibid. 65Ibid., hlm. 14

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 19: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Section 503. 6 CEBA menyatakan bahwa dalam pendirian Bridge Bank tidak ada

persyaratan kapital, bahwa Bridge Bank dapat berdiri dan beroperasi tanpa adanya modal

sekalipun. Segala pembatasan yang berhubungan dengan kapital seperti kegiatan usaha apa

saja yang dapat dijalankan oleh Bridge Bank yang pada bank umum lainnya dibatasi oleh

jumlah modal bank dikesampingkan. FDIC sebagai satu-satunya pemilik dan pemegang

saham dari bridge bank wajib menyediakan dana operasional apabila diperlukan. Berdasarkan

masukkan dari Board of Directors, FDIC dapat menerbitkan saham dari Bridge Bank dan

kemudian dipasarkan dengan jumlah, syarat, dan ketentuan yang ditentukan oleh FDIC.

Kesimpulan

Pengaturan Bank Perantara dapat ditemukan pada UU PPKSK. Untuk saat ini,

mengenai hal-hal yang tidak diatur dalam Undang-undang No. 9 Tahun 2016, pengaturan

pendirian Bank Perantara yang merupakan Bank Umum tunduk kepada Undang-undang No. 7

Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia

No.11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum sebagaimana terakhir kali diubah dengan PBI

No.13/27/PBI/2011, dan peraturan teknis lainnya yang berkaitan bagi bank umum. Beberapa

perbedaan pengaturan Bank Perantara dengan ketentuan UUPT dan peraturan perbankan:

i. Pasal 23 ayat (2) UU PPKSK: Satu-satunya pemilik dan pemegang saham Bank Perantara

adalah LPS agar memudahkan pengendalian, berbeda dengan PT pada umumnya yang

paling tidak dimiliki oleh 2 subjek hukum

ii. Modal disetor minimum Bank Perantara paling tidak sebesar Rp 12.500.000,-

iii. Rencana bisnis Bank Perantara secara khusus diatur pada pasal 25 ayat (5) huruf c UU

PPKSK harus meliputi cara dan jadwal pengalihan, pemenuhan dan pengelolaan sumber

daya manusia, serta migrasi infrastruktur Bank Perantara. Namun setelah Bank Perantara

berdiri dan beroperasi maka harus mengikuti ketentuan yang diatur pada POJK No.

5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank.

iv. Uji Kemampuan dan Kepatutan (FPT) Pihak Utama Bank Perantara diatur secara

khusus pada SEOJK No. 39/SEOJK.03/2016 di mana tidak dilakukan FPT bagi pemegang

saham pengendali Bank Perantara yang adalah LPS sendiri. Prosedur FPT Direksi dan

Dewan Komisaris Bank Perantara dipersingkat menjadi tidak perlu dilakukan tahapan

wawancara, cukup dilakukan penelitian administrative

v.Ketentuan pengakhiran Bank Perantara diatur pada pasal 26 UU PPKSK yang hanya

melalui dua opsi saja.

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 20: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Perbedaan pengaturan Bank Perantara di Indonesia dan Amerika Serikat adalah pada

ketentuan permodalan, saat terjadinya pengalihan asset dan kewajiban dari Bank Gagal, dan

pengakhiran. Persamaan antara keduaanya dapat dittemukan pada prinsip, tujuan, otoritas

resolusi sebagai satu-satunya pemilik, dan kegiatan usaha Bank Perantara yang konservatif di

antara kedua negara tersebut yaitu sebagai mekanisme penanganan Bank Gagal yang didirikan tidak

untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Saran

1. Kepada LPS sebaiknya mekanisme Bank Perantara hanya dipraktikkan dalam

mengatasi Bank Gagal yang memiliki franchise value yang besar dan/atau merupakan

Bank Sistemik.

2. Kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan perlu

berkoordinasi untuk mengeluarkan peraturan pelaksanaan terkait mekanisme Bank

Perantara yang harmonis dan dapat diimplementasikan secara jelas dan tegas, terutama

mengenai jangka waktu maksimal beroperasinya Bank Perantara dan kelonggaran-

kelonggaran persyaratan pendirian dan operasional Bank Perantara sehingga dapat

menjadi insentif digunakannya mekanisme ini. Misalnya, ketentuan tingkat bunga

terkait simpanan yang dialihkan kepada Bank Perantara, Batas Maksimum Pemberian

Kredit, ketentuan mengenai Produk dan Jasa yang dapat diberikan oleh Bank

Perantara, kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan ketentuan

kehati-hatian lainnya.

3. Kepada peneliti selanjutnya, dapat dilakukan kajian lebih lanjut mengenai apakah

mekanisme Bank Perantara dapat juga digunakan untuk menyelamatkan Bank Gagal

yang berupa Bank Pengkreditan Rakyat serta bagaimana mekanisme penggunaannya.

Daftar Pustaka

I. Buku

Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC). Resolution Handbook, Desember 2014.

Friedmann, Lawrence M. “A History of American Law”, Simon and Schuster, New York, 1973. Dan New York: W.W Norton and Company, 1984.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Cet. 8. Jakarta: Kencana Prenada, 2014.

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 21: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Idroes, Ferry N. Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar

Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.

McGuire, Claire L. Simple Tools to Assist in The Resolution of Troubled Banks. United Stares: World Bank.

Office of the Comptroller of the Currency. The Director’s Book: Role of Directors of National Banks and Federal Saving Associations. Washington DC, Juli 2016.

________________________________________. Charters: Comptroller’s Licensing Manual. Washngton DC, Februari 2009.

Peter de Cruz. Comparative Law In A Changing World (2nd Ed., 1999). hlm 7 dan 227, diunduh dari https://comparelex.org/2014/03/31/the-scope-of-comparative-law/ pada 31 Agustus 2016.

Presetya, Hari. Mengupas Peran Penting LPS dalam Sistem Perbankan, Ed.1, Cet. 1. Depok: Indie Publishing, 2016.

Rivai, Veithzal. Andria Permata Veithzal, dan Ferry N. Idroes. Bank and Financial Institution Management: Conventional And Sharia System. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.

Sutedi, Adrian. Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger. Likuidasi, dan

Kepailitan. Editor: Ade Hairul Rachman, Ed. 1, Cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Soemitra, Andi. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Ed. 1. Cet. 2. Jakarta: Kencana

Prenadamedea Group, 2010.

II. Artikel/Jurnal/Thesis

Departemen Kementrian Keuangan. “RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Disetujui untuk Disahkan Menjadi Undang-undang” http://www.kemenkeu.go.id/SP/ruu-pencegahan-dan-penanganan-krisis-sistem-keuangan-disetujui-untuk-disahkan-menjadi-undang, diunduh pada 23 September 2016

Fauzi, Reza. “Tiga Jurus Hadapi Krisis Keuangan” dalam Akuntan Indonesia. (April-Juni 2016).

Federal Deposit Insurance Corporation. FDIC Resolutions Handbook, diunduh dari https://www.fdic.gov/bank/historical/managing/history1-06.pdf, pada 18 September 2016

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 22: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Hoggarth, Glenn. Jack Reidhill, and Peter J. N Sinclair. “On the Resolution of Banking Crises: Theory and Evidence”. Bank of England Working Paper No. 229, Bank of England, 2004.

J Bolzico, Y Mascaro and P Granata. “Practical Guidelines for Effective Bank Resolution”. World Bank Policy Research Working Paper no. 4389, World Bank, 2007.

Nasution, Anwar. ”Masalah-masalah Sistem keuangan dan Perbankan Indonesia”. Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional - Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Rl. tanggal 14-18 Juli 2003 di Denpasar.

Nier dan Baumann dalam Bambang pramono, Januar Hafidz, Justina Adamanti, dkk.. “Dampak Kebijakan Countercylical Capital Buffer Terhadap Pertumbuhan Kredit di Indonesia”. Working Paper Bank Indonesia, WP/4/2015.

Reidhill , Jack. Lee Davidson, dan Elizabeth Williams. “The History of Bridge Banks in the United States” www.norges-bank.no, diunduh pada 4 September 2016.

III. Peraturan Perundang-undangan

Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Bank Umum, PBI NO. No.11/1/PBI/2009 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.13/27/PBI/2011, LN No. 147 Tahun 2011, TLN No. 5267.

_______________, Peraturan Bank Indonesia tentang Fasilitas Pembiayaan Darurat, PBI

Nomor 8/1/PBI/2006, LN No. 1 Tahun 2006, TLN No 4595.

______________, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/31/PBI/2008 tentang Fasilitas

Pembiayaan Darurat Bagi Bank Umum, LN No. 178 Tahun 2008, TLN No 4926.

Indonesia. Undang-undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. UU No. 9 Tahun 2016. LN No 70 Tahun 2016 TLN No 5872.

_________. Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. UU No. 10 Tahun 1998. LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790.

________. Undang-undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007. LN No. 106 Tahun 2007. TLN 4756.

Kongres Amerika Serikat. Public Law 100-86-August, 10 1987 Section 503 article 2, Competitive Equality Banking Act, Statute 101

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017

Page 23: Analisis Pengaturan Mekanisme Penyelesaian Bank Gagal ...

Otoritas Jasa Keuangan. Surat Edaran OJK No. 39/SEOJK.03/2016 tentang Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Bagi Calon Pemegang Saham Pengendali, Calon Anggota Direksi, Dan Calon Anggota Dewan Komisaris Bank

_______________________.Peraturan OJK tentang Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan, POJK NO. 27 /POJK.03/2016, LN No. 147 Tahun 2016, TLN 5098.

_______________________. POJK tentang Rencana Bisnis Bank. POJK NOMOR 5 /POJK.03/2016, LN No. 17 Tahun 2016, TLN 5841.

________________________. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. POJK Nomor 18/POJK.03/2016, LN No. 53

Tahun 2016. TLN No. 5861.

IV. Internet

Hukumonline. “Perlunya Aturan Baku Soal Dampak Sistemik”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt524c095376018/perlunya-aturan-baku-

soal-dampak-sistemik, diunduh pada 4 Agustus 2016.

Analisis Pengaturan ..., Anastasia Jessica Maureen, FH UI, 2017