Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016 261 Analisis Pengaruh Stres Kerja, Konfik, Dukungan Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan ( Studi Kasus Divisi HPC Liquid, PT. Unilever Indonesia,Tbk ) Djoko Sudarmono 1 , Purwanto 1,2 1 Fakultas Bisnis, Universitas Presiden, Bekasi, Indonesia 2 Faculty of Economic and Business, Padjajaran University, Bandung, Indonesia Abstrak Maraknya produk – produk consumer goods di Indonesia menuntut secara tidak langsung PT. Unilever Indonesia, tbk untuk mampu menghasilkan produk yang berkualitas bagus tetapi dengan harga yang terjangkau dan kompetitif. Menyiasati hal tersebut PT. Unilever Indonesia, tbk mencoba untuk melakukan perbaikan baik dari segi biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Salah satu langkah yang diambil oleh managemen Home and Personal Care Liquid (HPC Liquid) PT. Unilever Indonesia,tbk adalah mengontrol Labor cost dengan cara mengoptimalkan kinerja karyawan, dimana secara tidak langsung mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yang diolah menggunakan SPSS versi 17. Variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja yang digunakan untuk mengetahui variabel mana yang dominan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan maka secara simultan variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja signifikan mempengaruhi kepuasan kepuasan kerja karyawan. Secara parsial variabel stres kerja, konflik dan dukungan organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Variabel motivasi kerja merupakan variabel yang paling dominan dibandingkan ketiga variabel lainya. Variabel independen (stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja) dapat menjelaskan variabel dependen (kepuasan kerja karyawan) sebesar 47,0%, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Kata Kunci : stres kerja, konflik, dukungan organisasi, motivasi kerja dan kepuasan kerja. Abstract The rise of products - consumer goods in Indonesia demanded indirectly PT. Unilever Indonesia, Tbk to be able to produce good quality products but at affordable and competitive prices. Around this PT. Unilever Indonesia, Tbk tries to make improvements in terms of both fixed costs and variable costs. One of the steps taken by the management of the Home and Personal Care Liquid (HPC Liquid) PT . Unilever Indonesia, Tbk is the Labor cost control by optimizing the performance of employees, which indirectly affects job satisfaction. This study uses quantitative analysis where datas are processed used by SPSS version 17. Variables work stress, conflict, organizational support and motivation that are used to determine the dominant variable affecting job satisfaction of employees. Based on the results of the analysis conducted, simultaneously variables job stress, conflict, organizational support and motivation significantly affect the satisfaction of employee job satisfaction. In partial work stress, conflict and organizational support does not significantly affect the employee job satisfaction. Variable work motivation is the most dominant variable than the other three variables. Independent variables (job stress , conflict , organizational support
18
Embed
Analisis Pengaruh Stres Kerja, Konfik, Dukungan Organisasi ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
261
Analisis Pengaruh Stres Kerja, Konfik, Dukungan Organisasi dan Motivasi Kerja
Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
( Studi Kasus Divisi HPC Liquid, PT. Unilever Indonesia,Tbk )
Djoko Sudarmono1, Purwanto
1,2
1Fakultas Bisnis, Universitas Presiden, Bekasi, Indonesia
2Faculty of Economic and Business, Padjajaran University, Bandung, Indonesia
Abstrak
Maraknya produk – produk consumer goods di Indonesia menuntut secara tidak
langsung PT. Unilever Indonesia, tbk untuk mampu menghasilkan produk yang berkualitas
bagus tetapi dengan harga yang terjangkau dan kompetitif. Menyiasati hal tersebut PT.
Unilever Indonesia, tbk mencoba untuk melakukan perbaikan baik dari segi biaya tetap
maupun biaya tidak tetap. Salah satu langkah yang diambil oleh managemen Home and
Personal Care Liquid (HPC Liquid) PT. Unilever Indonesia,tbk adalah mengontrol Labor
cost dengan cara mengoptimalkan kinerja karyawan, dimana secara tidak langsung
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif
yang diolah menggunakan SPSS versi 17. Variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi
dan motivasi kerja yang digunakan untuk mengetahui variabel mana yang dominan
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
maka secara simultan variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja
signifikan mempengaruhi kepuasan kepuasan kerja karyawan. Secara parsial variabel stres
kerja, konflik dan dukungan organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kepuasan kerja karyawan. Variabel motivasi kerja merupakan variabel yang paling dominan
dibandingkan ketiga variabel lainya. Variabel independen (stres kerja, konflik, dukungan
organisasi dan motivasi kerja) dapat menjelaskan variabel dependen (kepuasan kerja
karyawan) sebesar 47,0%, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Kata Kunci : stres kerja, konflik, dukungan organisasi, motivasi kerja dan kepuasan kerja.
Abstract
The rise of products - consumer goods in Indonesia demanded indirectly PT. Unilever
Indonesia, Tbk to be able to produce good quality products but at affordable and competitive
prices. Around this PT. Unilever Indonesia, Tbk tries to make improvements in terms of both
fixed costs and variable costs. One of the steps taken by the management of the Home and
Personal Care Liquid (HPC Liquid) PT . Unilever Indonesia, Tbk is the Labor cost control
by optimizing the performance of employees, which indirectly affects job satisfaction. This
study uses quantitative analysis where datas are processed used by SPSS version 17.
Variables work stress, conflict, organizational support and motivation that are used to
determine the dominant variable affecting job satisfaction of employees. Based on the results
of the analysis conducted, simultaneously variables job stress, conflict, organizational
support and motivation significantly affect the satisfaction of employee job satisfaction. In
partial work stress, conflict and organizational support does not significantly affect the
employee job satisfaction. Variable work motivation is the most dominant variable than the
other three variables. Independent variables (job stress , conflict , organizational support
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
262
and motivation) can explain the dependent variable ( job satisfaction ) of 47.0 % , while the
rest is explained by other factors not examined .
Keywords: job stress, conflict , organizational support , work motivation and job satisfaction
1. Latar Belakang
PT. Unilever Indonesia, tbk adalah perusahaan milik asing yang menghasilkan produk
consumer goods, sebagai perusahaan yang produknya memiliki banyak pesaing baik secara
variasi produk maupun pesaing dari segi harga produk maka perusahaan dituntut untuk lebih
kreatif, jeli dan kompetitif dari segi production cost. Production cost sangat dipengaruhi oleh
2 komponen utama yaitu biaya tetap (Fixed Cost) seperti gaji staff, tunjangan dan bonus,
sedangkan biaya tidak tetap yang dapat berubah (Variable Cost), contoh biaya yang tidak
tetap dan cenderung naik adalah Upah Minimun Kabupaten (UMK), harga dasar listrik dan
harga air yang merupakan komponen utama dari produk. Adapun detail production cost HPC
Liquid sebagai berikut :
Gambar 1. HPC Cost Evolution – HPC Liquid
Sumber : Factory Performance Review, 2015
Berdasarkan grafik diatas, bisa dilihat bahwa labor cost adalah faktor yang sangat dominan
mempengaruhi production cost. Selain Production Cost, faktor lain yang harus diperhatikan
adalah semakin kritisnya masyarakat terhadap pemilihan produk yang akan digunakan
dirumah. Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan adalah angka
komplain yang disampaikan melalui suara konsumen dimana seharusnya adalah nol atau
tidak ada, untuk mewujudkan zero defect maka sebelum konsumen menerima barang yang
cacat atau tidak sesuai harapan dan komplain maka karyawan harus memastikan kualitas
produknya dengan melakukan pengecekkan secara berkala. Dua hal diatas adalah fokus
utama di tahun ini selain faktor safety. Untuk menyiasati hal tersebut maka perusahaan harus
melakukan inovasi dan perbaikan untuk dapat menekan biaya dan mempertahankan kualitas,
salah satunya adalah dengan merubah desain tampilan produk.
Cost effectiveness dan innovation dilakukan dengan tujuan untuk membuat
perusahaan menjadi lebih lean dari segi biaya maupun struktur organisasi. Salah satu langkah
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
263
yang bisa diambil oleh perusahaan adalah memperbaiki biaya produksi di sisi biaya tidak
tetap, yaitu dengan otomasi mesin produksi dan mengoptimalkan kinerja karyawan yang ada.
Setiap langkah yang diambil dalam rangka meminimalisasi biaya produksi harus mendapat
perhatian dan monitoring yang ketat agar tidak menggangu kinerja dan psikologi karyawan
yang ada. Jangan sampai karyawan tidak puas dengan perubahan ini, sebab hal ini secara
tidak langsung mempengaruhi kinerja karyawan dan akan menjadi penghambat perusahaan
untuk mencapai target yang telah dicanangkan. Seiring dengan makin maraknya bisnis
consumer goods, maka PT. Unilever Indonesia, tbk harus mampu bersaing di pasaran, tidak
hanya mampu bersaing dari segi harga maupun variasi produk tetapi dalam hal menjaga
kualitas produk yang dihasilkan agar sesuai dengan harapan konsumen dan ini juga menjadi
satu titik utama yang harus diperhatikan.
Dalam menghasilkan produk yang kompetitif maka harus disiapkan mesin – mesin
yang handal sehingga mampu menghasilkan produk dengan high quality. Mesin yang handal
tidak ada artinya jika tidak diikuti dengan sumber daya manusia yang handal juga. Untuk
menciptakan sumber daya manusia yang handal maka diperlukan pelatihan dan pendidikan
sehingga mampu mengasah keahlian karyawan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa
masalah dan mampu untuk memperbaikinya tetapi merawat manusia tidak semudah merawat
mesin, tinggal diberikan oli pelumas dan dipastikan semua baut mengikat kuat maka kita bisa
pastikan semua akan berjalan sesuai target output mesin tersebut, tetapi berbeda jika kita
ingin memperlakukan karyawan sebagai aset utama bagi perkembangan bisnis di perusahaan.
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh stres kerja secara parsial terhadap kepuasan kerja karyawan
b. Untuk mengetahui pengaruh konflik secara parsial terhadap kepuasan kerja karyawan
c. Untuk mengetahui pengaruh dukungan organisasi secara parsial terhadap kepuasan kerja
d. Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja secara parsial terhadap kepuasan kerja
e. Untuk mengetahui pengaruh stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja
secara simultan terhadap kepuasan kerja karyawan
2. Landasan Teori
2.1 Pengertian Stres Kerja
Menurut Handoko (2000 :200), stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Menurut Gibson (1996 :339),
stres adalah suatu tanggapan penyelesaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu
dan atau proses-proses psikologi akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa
yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Kedua
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stres adalah kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang yang mana hal tersebut
dipengaruhi oleh faktor pekerjaan dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Orang-orang yang
mengalami stres cenderung menjadi gelisah dan merasakan kekhawatiran kronis. Orang
tersebut menjadi mudah marah – marah, agresif dan tidak dapat rileks.
Hampir setiap kondisi pekerjaan dapat menyebabkan stres, tergantung reaksi karyawan,
bagaimana menghadapinya. Bagi seorang karyawan akan dengan mudah menerima dan
mempelajari prosedur kerja baru, sedangkan seorang karyawan lain tidak atau bahkan
menolaknya, hal ini dapat menyebabkan stres bagi karyawan. Seperti kita ketahui bahwa
stimulus stres dapat dipengaruhi oleh lingkungan eksternal, dan individu.
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
264
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor. Karyawan
biasanya mengalami stres karena kombinasi stresor, meskipun stres dapat diakibatkan oleh
satu stressor. Menurut Handoko (2001: 201), ada dua kategori penyebab stres, yaitu:
a. Stress on the job
Adalah suatu kondisi dimana karyawan mengalami suatu tekanan dalam
melaksanakan pekerjaannya. Berikut beberapa hal yang menyebabkan stress on
the job, adalah:
1) Beban kerja yang berlebihan
2) Tekanan atau desakan waktu
3) Kualitas supervisi yang jelek
4) Wewenang yang tidak mencukup untuk melaksanakan tanggung jawab
5) Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
b. Stress of the job
Adalah suatu kondisi dimana karyawan mengalami suatu tekanan dari luar
pekerjaannya. Penyebabnya adalah:
1) Kekhawatiran finansial
2) Masalah-masalah fisik
3) Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian)
4) Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal
5) Masalah-masalah pribadi lainnya misalnya, kematian sanak saudara.
2.2 Pengertian Konflik Pekerjaan
Konflik diartikan sebagai persaingan yang terjadi didalam organisasi dengan meneliti
dan mengamati kelompok lain yang dapat menghalangi pencapaian tujuan kelompoknya. Ini
berarti bahwa kelompok yang berselisih secara langsung berbeda paham. Konflik juga bisa
dianggap persaingan namum lebih keras tingkatannya. Persaingan yang dimaksud adalah
antar kelompok saling beradu dalam penentuan harga-harga, sedangkan konflik lebih
mengacu pada gangguan terhadap pencapaian tujuan tersebut (Wisnu dan Nurhasanah, 2005).
Konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau
kelompok (dalam suatu organisasi/ perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang
terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai
perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik kerja juga dapat diartikan sebagai
perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain.
Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan, pertentangan dan perselisihan (Rivai, 2008).
Apabila bentuk konflik yang terjadi di dalam sebuah organisasi, secara pasti berakibat pada
pelaksanaan pekerjaan yang tidak efektif dan tidak efisien. Kondisi itu jika dibiarkan
berlarut-larut akan berakibat pada kepemimpinan yang sulit untuk mengefektifkan organisasi.
Untuk itulah setiap pemimpin harus mampu menyelesaikan atau sekurang-kurangnya
membantu penyelesaian konflik yang terjadi dalam organisasinya, agar tidak terjadi
penghambat dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Untuk memperjelas mengenai masalah konflik, secara teoritis telah dibedakan konflik
sebagai berikut :
1. Konflik dalam organisasi
a. Konflik tradisional
Konflik ini terjadi karena perbedaan ketertarikan kepentingan masing-masing antara dua
pihak yana terikat hubungan kerja. Kedua pihak tersebut biasanya adalah antara
pemimpin (manajer) dengan karyawan atau anggota organisasi, meskipun dapat terjadi
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
265
juga antar karyawan dan atau antara kelompok karyawan. Konflik ini terjadi karena
pertentangan kepentingan yang memicu setiap pihak berusaha untuk mengalahkan,
mempermalukan dan bahkan menghancurkan pihak lawan.
b. Konflik perilaku
Konflik ini terjadi karena pertentangan perilaku berdasarkan perbedaan latar belakang
antar para karyawan atau anggota organisasi. Perbedaan tersebut antara lain berupa
ketidaksamaan latar belakang budaya, pendidikan, suku, agama, ras, warna kulit (khusus
antara kulit hitam dan kulit putih di belahan bumi barat).
Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah-masalah
komunikasi, hubungan pribadi atau struktur organisasi. Secara ringkas penyebab munculnya
konflik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Komunikasi:
Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti
atau informasi yang mendua dan tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang
tidak konsisten.
2. Struktur :
Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-kepentingan,
persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas atau saling
ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai
tujuan mereka.
3. Pribadi :
Ketidaksesuaian tujuan, tidak tahu nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan
perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai-nilai atau
persepsi (Supardi, 2003).
Konflik muncul karena adanya kenyataan bahwa, para anggota bersaing untuk
mendapatkan sumber daya organisasi yang terbatas, bertambahnya beban kerja, aliran tugas
yang kurang dimengerti bawahan, kesalahan komunikasi, dan adanya perbedaan status,
tujuan atau persepsi (Handoko, 2003).
2.3 Pengertian Dukungan Organisasi
Menurut Hutchinson (1997), dukungan organisasi bisa juga dipandang sebagai
komitmen organisasi pada individu, dalam interaksi individu-organisasi, dikenal istilah
komitmen organisasi dari individu pada organisasinya; maka dukungan organisasi berarti
sebaliknya, yaitu komitmen organisasi pada individu (karyawan) dalam organisasi tersebut.
Komitmen organisasi pada karyawan bisa diberikan dalam berbagai bentuk, di antaranya
berupa rewards, kompensasi yang setara, dan iklim organisasi yang adil. Bentuk-bentuk
dukungan ini pun berkembang dari mulai yang bersifat ekstrinsik (material) seperti gaji,
tunjangan, bonus, dan sebagainya; hingga yang bersifat intrinsik (non material), seperti
perhatian, pujian, penerimaan, keakraban, informasi, pengembangan diri, dan sebagainya.
Randall et all. (1999), menyatakan bahwa organisasi yang mendukung adalah
organisasi yang merasa bangga terhadap pekerja mereka, memberi kompensasi dengan adil,
dan mengikuti kebutuhan pekerjanya. Dukungan organisasional merupakan dasar hubungan
pertukaran yang dijelaskan dalam prinsip sosial atau ekonomi (Blau, 1964). Dua cara utama
pertukaran sosial, yaitu:
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
266
(1) pertukaran menyeluruh (global) antara karyawan dan organisasi,
(2) hubungan antara atasan dan bawahan.
Menurut Kraimer (2001), ada 2 bentuk dukungan organisasi yaitu:
1. Dukungan intrinsik, yaitu:
a. Gaji
b. Tunjangan
c. Bonus
2. Dukungan ekstrinsik, yaitu:
a. Perhatian
b. Pujian
c. Penerimaan
d. Keakraban
e. Informasi
f. Pengembangan diri
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan organisasi adalah
bagaimana perusahaan ataupun organisasi menghargai kontribusi karyawan terhadap
kemajuan perusahaan yang diwujudkan dalam tindakan nyata baik secara materiil maupun
non materiil sehingga mampu menciptakan rasa trust dari karyawan terhadap perusahaan dan
hal ini mampu menjadi energi positif perusahaan dalam mencapai target yang telah
ditetapkan.
2.4 Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsang
untuk melakukan tindakan (Winardi, 2000: 312). Motivasi adalah dorongan yang ada dalam
diri manusia yang menyebabkan sesorang melakukan sesuatu (Wursanto, 1987: 132)
Menurut pendapat lain, motivasi secara sederhana dapat diartikan “Motivating” yang secara implisit berarti bahwa pimpinan suatu organisasi berada di tengah-tengah bawahannya,
dengan demikian dapat memberikan bimbingan, instruksi, nasehat dan koreksi jika
diperlukan (Siagian, 1985: 129).
Menurut Moch As’ad (1999: 46) bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas
yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan.
Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja, adalah adanya kebutuhan
yang harus dipenuhi. Aktifitas dalam kerja mengandung unsur suatu kegiatan sosial,
menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun
demikian dibalik dari tujuan yang tidak langsung tersebut orang bekerja juga untuk
mendapatkan imbalan, upah atau gaji dari hasil kerjanya.
Dari beberapa pendapat diatas mengenai definisi motivasi dan definisi kerja diatas
dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang,
baik yang berasal dari dalam maupun luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan
semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil kerja sehingga mencapai kepuasan sesuai dengan
keinginannya. Untuk dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas dan berkuantitas sesuai
yang diharapkan perusahaan maka seorang karyawan membutuhkan motivasi kerja dalam
dirinya yang akan berpengaruh terhadap semangat kerjanya sehingga meningkatkan
kinerjanya.
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
267
2.4.1 Teori motivasi kerja
a. Teori motivasi menurut Abraham Maslow
Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan
extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu.
Dengan kenyataan ini, kemudian A. Maslow (Siagian, 1996: 149) membuat needs
hierarchy theory untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut.
Kebutuhan manusia diklasifikasi menjadi lima hierarki kebutuhan yaitu :
1) Kebutuhan fisiologis ( Physiological needs )
Perwujudan dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia yaitu
sandang, pangan, papan, dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang
sebagai kebutuhan yang paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan
tersebut, seseorang tidak dapat dikatakan hidup normal. Meningkatnya kemampuan
seseorang cenderung mereka berusaha meningkatkan pemuas kebutuhan dengan
pergeseran dari kuntitatif ke kualitatif. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang
amat primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan.
Misalnya dalam hal sandang. Apabila tingkat kemampuan seseorang masih rendah,
kebutuhan akan sandang akan dipuaskan sekedarnya saja, jumlahnya terbatas dan
mutunya pun belum mendapat perhatian utama karena kemampuan untuk itu
memang masih terbatas. Jika kemampuan seseorang meningkat, pemuas akan
kebutuhan sandang pun akan ditingkatkan, baik sisi jumlah maupun mutunya.
Demikian pula dengan pangan, seseorang dalam hal ini karyawan yang
ekonominya masih rendah, kebutuhan pangan biasanya masih sangat sederhana.
Akan tetapi jika kemampuan ekonominya meningkat, maka pemuas kebutuhan
akan pangan pun akan meningkat. Hal serupa dengan kebutuhan akan papan atau
perumahan. Kemampuan ekonomi seseorang akan mendorongnya untuk
memikirkan pemuas kebutuhan perumahan dengan pendekatan kuantitiatif dan
kualitatif sekaligus.
2) Kebutuhan rasa aman ( Safety needs )
Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam arti
keamanan fisik semata, tetapi juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil
dalam pekerjaan, keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan seseorang
didaerah tempat tinggal, dalam perjalanan menuju ke tempat bekerja dan keamanan
di tempat kerja.
3) Kebutuhan sosial ( Social needs )
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, tidak dapat memenuhi kebutuhan
sendiri dan pasti memerlukan bantuan orang lain, sehingga mereka harus
berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan sosial tercermin
dalam empat bentuk perasaan, yaitu:
a) Kebutuhan akan perasaaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan
berinteraksi dalam organisasi dan demikian ia memiliki sense of belonging
yang tinggi.
b) Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri
yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati
dirinya itu, setiap manusia merasa dirinya penting, artinya ia memiliki
sense of importance.
c) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut sense of
accomplishment. Tidak ada orang yang merasa senang apabila menemui
kegagalan, sebaliknya senang apabila menemui keberhasilan.
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
268
d) Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan (sense of participation).
Kebutuhan ini sangat terasa dalam hal pengambilan keputusan yang
menyangkut diri dan tugas sendiri. Sudah barang tentu bentuk dari
partisipasi itu dapat beraneka ragam seperti dikonsultasikan, diminta
memberikan informasi, didorong memberikan saran.
4) Kebutuhan akan harga diri ( Esteem needs ).
Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang
lain. Situasi yang ideal adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan
prestasi seseorang. Akan tetapi tidak selalu demikian, karena dalam hal ini
semakin tinggi kedudukan seseorang, maka akan semakin banyak hal yang
digunakan sebagai symbol statusnya itu. Dalam kehidupan organisasi banyak
fasilitas yang diperoleh seseorang dari organisasi untuk menunjukkan
kedudukan statusnya dalam organisasi. Pengalaman menunjukkan bahwa baik
dimasyarakat yang masih tradisional maupun di lingkungan masyarakat yang
sudah maju, simbol – simbol status tersebut tetap mempunyai makna penting
dalam kehidupan berorganisasi.
5) Aktualisasi diri (Self actualization )
Hal ini dapat diartikan bahwa dalam diri seseorang terdapat kemampuan yang
perlu dikembangkan, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang besar
terhadap kepentingan organisasi. Melalui kemampuan kerja yang semakin
meningkat akan semakin mampumemuaskan berbagai kebutuhannya dan pada
tingkatan ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri serta berbuat
yang lebih baik.
b. Teori dua faktor Herzberg
Menurut Herzberg (Hasibuan, 1996: 108), ada dua jenis faktor yang mendorong
seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua
faktor itu disebutnya factor hygiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik).
Faktor hygiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya
adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor
ekstrinsik), sedangkan factor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai
kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat
kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
Pada dasarnya kedua teori diatas sama-sama bertujuan untuk mendapatkan langkah
dan cara yang terbaik dalam memotivasi semangat kerja karyawan agar mereka mau bekerja
giat untuk mencapai prestasi kerja yang optimal.
Perbedaan antara teori Hierarki Maslow dengan teori Dua Faktor Motivasi Herzberg,
yaitu :
1) Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu terdiri dari lima
tingkat (kebutuhan fisiologis, rasa aman atau kenyamanan, kebutuhan sosial,
kebutuhan akan penghargaan, dan aktualisasi diri), sedang Herzberg mengelompokkan
atas dua kelompok (satisfiers dan dissatisfiers).
2) Menurut Maslow semua tingkat kebutuhan itu merupakan alat motivator, sedang
Herzberg ( gaji, upah, dsb) bukan alat motivasi, hanya merupakan alat pemeliharaan
(Dissatisfiers) saja, yang menjadi motivator (Satisfiers) ialah yang berkaitan langsung
dengan pekerjaan itu sendiri.
3) Teori Maslow dikembangkan hanya atas pengamatan saja dan belum pernah diuji coba
kebenarannya, sedang teori Herzberg di dasarkan atas hasil penelitiannya sebagai
pengembangan teori Maslow.
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
269
2.4.2 Metode – metode motivasi
Terdapat dua metode dalam motivasi, metode tersebut adalah metode langsung dan
metode tidak langsung, menurut Hasibuan (1996:100). Kedua metode motivasi tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Metode langsung (Direct Motivation), merupakan motivasi materiil atau
non materiil yang diberikan secara langsung kepada seseorang untuk pemenuhan
kebutuhan dan kepuasannya. Motivasi ini dapat diwujudkan misalnya dengan
memberikan pujian, penghargaan, bonus dan piagam.
b. Metode tidak langsung (Indirect Motivation),merupakan motivasi yang
berupa fasilitas dengan maksud untuk mendukung serta menunjang gairah kerja dan
kelancaran tugas. Contohnya adalah dengan pemberian ruangan kerja yang nyaman,
penciptaan suasana dan kondisi kerja yang baik.
2.5 Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Kreitner dan Kinicki (2001) kepuasan kerja adalah “suatu efektifitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan”. Davis dan Newstrom (1985) mendeskripsikan “kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka”. Menurut Robbins (2003;78) kepuasan kerja adalah “sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara
jumlah penghargaan yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka
terima”. Dalam kutipan Moh. As'ad yang terdapat pada buku “Psikologi Industri"(2000),
Joseph Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan,
situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan. Pendapat M.L Blum yang
dikutip oleh Moh. As'ad dalam buku "Psikologi lndustri"(2000) mendefinisikan kepuasan
kerja adalah suatu sikap yang umum sebagai hasil dari berbagai sifat khusus individu
terhadap faktor kerja, karakteristik individu dan hubungan sosial individu di luar pekerjaan
itu sendiri.
Kepuasan kerja (Handoko, 2001) adalah sikap emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Sikap ini
dicerminkan oleh perasaan seseorang terhadap pekerjaan, segala sesuatu yang dihadapi di
lingkungannya dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan,
dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan kerja
merupakan respon emosional terhadap berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga
kepuasan kerja bukan merupakan konsep tunggal dimana seseorang dapat relatif puas dengan
salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya dan seorang
individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang
bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau
pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya).
Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) karyawan terhadap pekerjaannya, yang timbul
berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap
salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah
satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi
kerjanya daripada tidak menyukainya.
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
270
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut Kreitner dan
Kinicki (2001; 225) yaitu sebagai berikut :
1) Pemenuhan kebutuhan (need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan
pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2) Perbedaan (discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan
mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh
individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih besar dari apa yang diterima, orang
akan tidak puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima manfaat diatas
harapan.
3) Pencapaian nilai (value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai
kerja individual yang penting.
4) Keadilan (equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.
5) Komponen genetik (genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini
menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting untuk menjelaskan
kepuasan kerja disamping karakteristik lingkungan pekerjaan.
Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau
negatif tergantung dari seberapa besar variabel lain berkontribus dan seberapa besar
karyawan merasa senang dan menikmati pekerjaan itu sendiri.
b. Pengaruh kepuasan kerja
1) Terhadap produktivitas
Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan
kepuasan kerja. Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat dari produktivitas atau
sebaliknya. Produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja
hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa apa yang telah dicapai perusahaan
sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji atau upah) yaitu adil dan wajar serta
diasosiasikan dengan performa kerja yang unggul. Dengan kata lain bahwa
performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena
perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang
diharapkan.
2) Ketidakhadiran (absenteisme)
Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang
mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara kepuasan kerja
dengan ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku hadir yaitu motivasi
untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Sementara itu menurut Wibowo (2007:312)
“antara kepuasan dan ketidakhadiran / kemangkiran menunjukkan korelasi negatif”. Sebagai contoh perusahaan memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa
sanksi atau denda termasuk kepada pekerja yang sangat puas.
3) Keluarnya Pekerja (turnover)
Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang
besar, maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Menurut Robbins (1998), ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam
berbagai cara misalnya selain dengan meninggalkan pekerjaan, mengeluh,
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
271
membangkang, mencuri barang milik perusahaan/organisasi, menghindari sebagian
tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya.
3. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka didapatkan empat variabel
yang akan diuji diantaranya Stres Kerja, Konflik, Dukungan organisasi dan Motivasi kerja.
Keempat variabel tersebut akan menjadi acuan dalam kerangka pemikiran teoritis penelitian
ini dan digambarkan seperti gambar berikut ini:
Gambar 2. Dimensi Kepuasan Kerja
Berdasar uraian di atas hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada pengaruh secara parsial stres kerja pada kepuasan kerja Karyawan HPC Liquid
PT. Unilever Indonesia, tbk.
2. Ada pengaruh secara parsial konflik pada kepuasan kerja Karyawan HPC Liquid PT.
Unilever Indonesia,tbk.
3. Ada pengaruh secara parsial dukungan organisasi pada kepuasan kerja Karyawan
HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk.
4. Ada pengaruh secara parsial motivasi kerja pada kepuasan kerja Karyawan HPC
Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk.
5. Ada pengaruh secara simultan antara stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan
motivasi kerja pada kepuasan kerja Karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia,
tbk.
4. Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini akan digunakan tipe penelitian deskriftif-kausal
dimana penelitian deskriftif dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan (melukiskan)
Stres Kerja (X1)
Kepuasan kerja
(Y)
Konflik (X2)
Dukungan organisasi
(X3)
Motivasi kerja (X4)
Petunjuk :
Parsial
Simultan
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
272
sesuatu fakta lapangan secara sistematis. Sedangkan kausalitas sebagai suatu langkah untuk
mengevaluasi hubungan antara variabel yang diteliti dalam bentuk penguji hipotesis.
Untuk menentukan jumlah sampel yang diperlukan, maka dapat digunakan rumus
Slovin (dikutip oleh Umar, 2003) yaitu:
Keterangan :
n = ukuran sempel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampai yang
masih dapat ditoleransi yaitu 0,1 atau 10%.
n =
= 80
5. Analisa Data dan Dikusi
1. Uji validitas
Uji validitas kuesioner dilakukan melalui penyebaran kuesioner terhadap 30
responden sebagai survey pendahuluan. Setelah kuesioner disebar selanjutnya dilakukan
skoring dengan menggunakan skala likert terhadap jawaban-jawaban responden untuk
ditabulasi. Langkah berikutnya adalah melakukan analisis korelasi dengan menggunakan
bantuan software SPSS 17.0 for windows. Output yang dihasilkan selanjutnya dibandingkan
dengan nilai r tabel, jika nilai r hitung dari masing-masing item pertanyaan lebih besar dari
nilai r tabel, maka dinyatakan bahwa kuesioner yang diuji terbukti valid. Nilai tabel r dapat
dilihat pada α = 0,05 dan derajat keabsahan (dk = n – 2) ( Muhidin, 2007 ). Untuk penelitian
ini, nilai df dapat dihitung sebagai berikut df = n – k atau 30 – 2 = 28, dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,05 maka didapat r tabel sebesar 0,3610 (two tail). Hasil pengujian
validitas dapat dilihat dalam tabel-tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Uji Validitas Kuesioner Variabel Stres Kerja (X1)
Item r hitung r table 0,05 Keterangan
1 0,542 0,361 Valid
2 0,646 0,361 Valid
3 0,490 0,361 Valid
4 0,688 0,361 Valid
5 0,837 0,361 Valid
Sumber : data primer yang diolah, 2014
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment
semua item pertanyaan dari variabel stres kerja (X1) lebih besar dari nilai kritis (r tabel)
sebesar 0,3610 (two tail) pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh
item pertanyaan untuk variabel stres kerja (X1) dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai
alat pengumpulan data.
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
273
Tabel 2. Uji Validitas Kuesioner Variabel Konflik (X2)
Item r hitung r table 0,05 Keterangan
1 0,410 0,361 Valid
2 0,869 0,361 Valid
3 0,737 0,361 Valid
4 0,900 0,361 Valid
5 0,798 0,361 Valid
Sumber : data primer yang diolah, 2014
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment
semua item pertanyaan dari variabel konflik (X2) lebih besar dari nilai kritis (r tabel) sebesar
0,3610 pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh item pertanyaan
untuk variabel konflik (X2) dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai alat pengumpulan
data.
Tabel 3. Uji Validitas Kuesioner Variabel Dukungan Organisasi (X3)
Item r hitung r table 0,05 Keterangan
1 0,626 0,361 Valid
2 0,796 0,361 Valid
3 0,899 0,361 Valid
4 0,426 0,361 Valid
5 0,724 0,361 Valid
Sumber : data primer yang diolah, 2014
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment
semua item pertanyaan dari variabel dukungan organisasi (X3) lebih besar dari nilai kritis (r
tabel) sebesar 0,3610 pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh item
pertanyaan untuk variabel dukungan organisasi (X3) dinyatakan valid dan dapat digunakan
sebagai alat pengumpulan data.
Tabel 4. Uji Validitas Kuesioner Variabel Motivasi Kerja (X4)
Item r hitung r table 0,05 Keterangan
1 0,905 0,361 Valid
2 0,793 0,361 Valid
3 0,785 0,361 Valid
4 0,875 0,361 Valid
5 0,835 0,361 Valid
Sumber : data primer yang diolah, 2014
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment
semua item pertanyaan dari variabel motivasi kerja(X4) lebih besar dari nilai kritis (r tabel)
sebesar 0,3610 pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh item
pertanyaan untuk variabel motivasi kerja (X4) dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai
alat pengumpulan data.
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
274
Tabel 5. Uji Validitas Kuesioner Variabel Kepuasan Kerja (Y)
Item r hitung r table 0,05 Keterangan
1 0,927 0,361 Valid
2 0,798 0,361 Valid
3 0,898 0,361 Valid
4 0,476 0,361 Valid
5 0,440 0,361 Valid
Sumber : data primer yang diolah, 2014
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa nilai r hitung korelasi product moment
semua item pertanyaan dari variabel kepuasan kerja (Y) lebih besar dari nilai kritis (r tabel)
sebesar 0,3610 pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, maka seluruh item
pertanyaan untuk variabel kepuasan kerja (Y) dinyatakan valid dan dapat digunakan sebagai
alat pengumpulan data.
2. Uji reliabilitas
Hasil pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 6. Hasil Pengukuran Reliabilitas
Variabel Nilai Cronbach’s Alpha Keterangan
Based on Standardized
Stres kerja 0,658 Reliabel
Konflik 0,603 Reliabel
Dukungan organisasi 0,744 Reliabel
Motivasi kerja 0,891 Reliabel
Kepuasan 0,783 Reliabel
Sumber : data primer yang diolah, 2014
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa semua pernyataan pada kuesioner dinilai
reliabel karena nilai Nilai Cronbach’s Alpha Based on Standardized Item pada setiap variabel
> 0,6.
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
275
3. Deskriptif statistik
Tabel 7.Hasil Analisa Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
X1 80 7.00 22.00 16.3375 2.75563
X2 80 8.00 21.00 13.6500 2.96861
X3 80 9.00 25.00 18.9750 3.35637
X4 80 9.00 25.00 18.8375 3.28188
Y 80 12.00 25.00 19.1125 2.63854
Sumber : hasil penelitian tahun 2014 (data diolah)
Berdasarkan tabel 7 diatas terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan pada nilai
maksimum dan minimum dari variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi
kerja
4. Analisis Analisis Regresi Linier Berganda
Berdasarkan hasil regresi yang di hitung dengan menggunakan program SPSS, maka
didapatkan koefisien regresi yang dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini:
Tabel 8. Analisis Regresi Linier Berganda
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constan
t) 7.880 2.640 2.985 .004
X1 .003 .086 .003 .033 .974
X2 .015 .088 .017 .172 .864
X3 .044 .102 .056 .433 .666
X4 .538 .094 .670 5.719 .000
Sumber : Hasil penelitian tahun 2014 (data diolah)
Berdasarkan pada tabel 8 maka didapatkan persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut:
Y = 0,003 X1 + 0,017 X2 + 0,056 X3 + 0,670 X4
Nilai yang dipakai dalam penelitian ini adalah nilai Adjusted R2 karena nilai ini dapat
naik atau turun apabila satu variabel bebas ditambahkan ke dalam model yang diuji. Nilai
Adjusted R2 dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut ini:
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
276
Tabel 9. Hasil Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
1 .705a .497 .470 1.92118
Sumber : Hasil penelitian tahun 2014 (data diolah)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (R2) adalah
sebesar 0,470. Hal ini dapat diartikan bahwa variabel independen ( stres kerja, konflik,
dukungan organisasi dan motivasi kerja ) dapat menjelaskan variabel dependen kepuasan
kerja sebesar 47,0 %, sedangkan sisanya ditentukan oleh faktor lain yang tidak diteliti.
5. Interpretasi Hasil Penelitian
a. Stres kerja terhadap kepuasan kerja
Setelah diuji melalui uji t ternyata tingkat signifikan dari variabel stres kerja
terhadap kepuasan kerja adalah 0,974 atau lebih besar dari p value pada t tabel ( 0,05
). Menurut Handoko (2000 :200), stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang, ada dua kategori
penyebab stres, yaitu stress on the job dan stress off the job. Penulis meneliti faktor
stres kerja dengan mengidentifikasi seberapa berat beban kerja yang dikerjakan,
seberapa tekanan atau desakan waktu memepengaruhi, seberapa baik kualitas
pengawasan dan seberapa besar wewenang untuk melaksanakan tanggung jawab
sehingga mampu menpengaruhi tingkat stres karyawan. Hasil nilai signifikan p value
di t tabel membuktikan bahwa variable stres kerja secara parsial tidak berpengaruh
terhadap kepuasan kerja.
b. Konflik terhadap kepuasan kerja
Setelah diuji melalui uji t ternyata tingkat signifikan dari variabel konflik
terhadap kepuasan kerja adalah 0,864 atau lebih besar dari p value pada t tabel ( 0,05
). Konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau
kelompok (dalam suatu organisasi/ perusahaan) yang harus membagi sumber daya
yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka
mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik kerja juga dapat
diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi
terhadap anggota yang lain. Selain itu konflik diartikan sebagai perbedaan,
pertentangan dan perselisihan (Rivai, 2008), maka penulis menguji ketidaksesuaian
dalan hubungan kerja antara dua atau lebih anggota-anggota, perbedaan tujuan dengan
organisasi, perbedaan persepsi karyawan terkait aturan organisasi, sumber daya yang
terbatas dan perbedaan persepsi karyawan terkait instruksi dari atasan. Hasil p value
dari t tabel membuktikan bahwa variable konflik secara parsial tidak berpengaruh
terhadap kepuasan kerja.
c. Dukungan sosial terhadap kepuasan kerja
Setelah diuji melalui uji t ternyata tingkat signifikan dari variabel konflik
terhadap kepuasan kerja adalah 0,666 atau lebih besar dari p value pada t tabel ( 0,05
). Menurut Kraimer (2001), ada 2 bentuk dukungan organisasi yaitu dukungan
Intrinsik (Gaji, tunjangan & bonus) dan dukungan Ekstrinsik (perhatian, pujian,
penerimaan, keakraban, informasi dan pengembangan diri). Penulis mencoba
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel ini terhadap kepuasan karyawan dengan
meneliti seberapa besar pengaruh komitmen organisasi, apakah karyawan mendapat
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
277
kompensasi yang setara, dukungan ektkstrinsik (gaji dan bonus), dukungan intrinsik (
perhatian dan pujian ) dan dukungan intrinsik ( pengembangan diri ) terhadap
kepuasan kerja. Hasil p value pada t tabel membuktikan bahwa variable dukungan
organisasi secara parsial tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
d. Motivasi kerja terhadap kepuasan kerja
Setelah diuji melalui uji t ternyata tingkat signifikan dari variabel konflik
terhadap kepuasan kerja adalah 0,000 atau lebih kecil dari p value pada t tabel ( 0,05
). Dalam kutipan Moh. As'ad yang terdapat pada buku “Psikologi Industri (2000:104),
Joseph Tiffin mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap
pekerjaan, situasi kerja, kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan, hasil
penelitian penulis dan dibuktikan oleh hasil uji t ternyata variabel ini berpengaruh
terhadap kepusan kerja karyawan dimana hal itu ditunjukkan melalui sikap dan rasa
senang dalam bekerja, sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama
diantara sesama karyawan serta kerjasama diantara pimpinan dan sesama karyawan.
Semakin besar motivasi ini maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan.
Motivasi dapat ditingkatkan dan dijadikan sebagai tenaga yang mampu mendorong
karyawan untuk meningkatkan perfomanya.
e. Variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja terhadap
kepuasan kerja
Setelah diuji melalui uji F ternyata tingkat signifikan dari variabel independent
(stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja) terhadap kepuasan kerja
adalah 0,000 atau lebih kecil dari p value pada t tabel ( 0,05 ). Menurut Handoko
(2001) kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Sikap ini
dicerminkan oleh perasaan seseorang terhadap pekerjaan, segala sesuatu yang
dihadapi di lingkungannya dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam
pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Hasil penelitian
penulis dan dibuktikan oleh hasil uji F ternyata variabel independent (stres kerja,
konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja) ini secara simultan berpengaruh
terhadap kepusan kerja karyawan.
6. Kesimpulan
1. Variabel stres kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk dengan nilai 0,974 > 0,05. Stres kerja karyawan
yang diatur dan diolah dapat merubah stres kerja menjadi semangat kerja yang pantang
menyerah ( Can Do ) sehingga mampu menjadikan stres kerja menjadi motor penggerak
untuk mencapai target dan tujuan organisasi / perusahaan.
2. Variabel Konflik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan
HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk dengan nilai 0,864 > 0,05. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa karyawan masih mampu bekerja secara profesional dengan tidak
mendahulukan konflik sebagai penghambat untuk mencapai target perusahaan. Karyawan
mampu mengolah dan mengatur konflik bahkan dapat menjadikannya sebagai energi
semangat perubahan.
3. Variabel dukungan sosial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja
karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk dengan nilai 0,666 > 0,05 dan hal ini
dapat diartikan positif atau negatif, secara positif maka organisasi dianggap sudah cukup
peduli terhadap karyawan, tetapi secara negatif bisa diartikan bahwa karyawan sudah anti
pati terhadap perusahaan atau organisasi.
Djoko Sudarmono Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Purwanto Vol. 3, Nomor 2, Feb 2016
278
4. Variabel motivasi kerja secara signifikan sangat berpengaruh positif terhadap kepuasan
kerja karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk dengan nilai 0,000 < 0,05, berarti
hal ini menunjukkan bahwa motivasi baik dari dalam diri ataupun terbentuk karena
lingkungan sangat berpengaruh secara signifikan dan juga karyawan sudah merasakan
situasi kerja yang nyaman, rekan dan atasan yang saling mendukung dan juga tempat kerja
yang menyenagkan. Organisasi atau perusahaan perlu untuk meningkatkan motivasi
karyawan sehingga kepuasan kerja karyawan akan meningkat sehingga semua target yang
diberikan perusahaan dapat dicapai dengan optimal.
5. Variabel stres kerja, konflik, dukungan organisasi dan motivasi kerja terhadap kepuasan
kerja karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk sesuai hasil pengujian yang
menunjukan secara simultan variabel stress kerja, konflik, dukungan organisasi dan
motivasi kerja memiliki pengaruh sebesar 47,0% sementara selebihnya yang sebesar
53,0% kepuasan kerja karyawan HPC Liquid PT. Unilever Indonesia, tbk disebabkan oleh
pengaruh variabel lain yang tidak masuk dalam model penelitian ini.
Daftar Pustaka
Aziz Yasin ( 2000 ). Pengaruh Timbal Balik Antara Kepuasan Pekerjaan dan Kepuasan
Keluarga : Analisis Model Struktural. Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro.
As’ad, Moh (2003). Psikologi Industri. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit UNDIP.
Handoko, T. Hani (2001). Managemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE –
Yogyakarta: Yogyakarta.
Hasibuan, Melayu (2006). Managemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : H. Mas Agung.
Nazir, Moh. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nur Indriantoro, Supomo, B. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akutansi dan
Managemen. BPFE – Yogyakarta: Yogyakarta.
Sugiyono. (2004). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan pertama. Bandung: Alpha Beta.
Teguh ( 2003 ). Analisis Pengaruh Stres Kerja, Konflik dan Dukungan Sosial Terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Fakultas