ANALISIS PENGARUH PDRB, AGRISHARE, RATA-RATA LAMA SEKOLAH, DAN ANGKA MELEK HURUF TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA Widiatma Nugroho Evi Yulia Purwanti, SE., MSi, ABSTRACT Poverty is a problem faced by all countries in the world, especially the developing countries like Indonesia. Poverty is welfare measures of a country, because it measured by one’s powerlessness to meet minimum needs. In Indonesia poverty is an unresolved problem for the reason that almost all Indonesia province had more than 10 percent poverty rate. Based on this problem, this research aims to analyze the influence of gross regional domestic product (PDRB), agrishare (AG), mean years school (RLS), literacy rates (AMH) to the number of poor people in Indonesia. This research uses panel linier regression analysis with Fixed Effect Model (FEM), in 2006-2009. The results shows that the variables of gross regional domestic product (PDRB), agrishare (AG), mean years school (RLS) influence significantly the number of poor people, even literacy rates (AMH) variable are not significant to the number of poor people. Keyword: the number of poor people, Fixed Effect Model (FEM), gross regional domestic product, agrishare, mean years school, literacy rates
25
Embed
ANALISIS PENGARUH PDRB, AGRISHARE , RATA-RATA …eprints.undip.ac.id/33045/1/JURNAL.pdf · penduduk miskin yang ada di Indonesia karena langsung mengarah pada sektor sentral yang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS PENGARUH PDRB, AGRISHARE, RATA-RATA LAMA SEKOLAH,
DAN ANGKA MELEK HURUF TERHADAP JUMLAH
PENDUDUK MISKIN DI INDONESIA
Widiatma Nugroho
Evi Yulia Purwanti, SE., MSi,
ABSTRACT
Poverty is a problem faced by all countries in the world, especially the developing countries like Indonesia. Poverty is welfare measures of a country, because it measured by one’s powerlessness to meet minimum needs. In Indonesia poverty is an unresolved problem for the reason that almost all Indonesia province had more than 10 percent poverty rate.
Based on this problem, this research aims to analyze the influence of gross regional domestic product (PDRB), agrishare (AG), mean years school (RLS), literacy rates (AMH) to the number of poor people in Indonesia. This research uses panel linier regression analysis with Fixed Effect Model (FEM), in 2006-2009.
The results shows that the variables of gross regional domestic product (PDRB), agrishare (AG), mean years school (RLS) influence significantly the number of poor people, even literacy rates (AMH) variable are not significant to the number of poor people.
Keyword: the number of poor people, Fixed Effect Model (FEM), gross regional domestic product, agrishare, mean years school, literacy rates
PENDAHULUAN
Pembangunan pada prinsipnya merupakan usaha pertumbuhan dan perubahan yang
berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah untuk menuju
modernisasi dalam rangka mensejahterakan rakyat baik secara lahir maupun batin. Dalam
pembangunan terjadi suatu proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan
berkelanjutan. Disinilah peran pemerintah harus lebih jeli menggerakkan masyarakat agar
berpartisipasi dalam pembangunan serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki negara
itu, untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa, karena pada dasarnya pembangunan
diselenggarakan oleh rakyat bersama pemerintah. Suatu pembangunan dapat diukur dari laju
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di tingkat nasional atau Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) di tingkat daerah.
Menurut Badan Pusat Statistik (2010), penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Penetapan perhitungan
garis kemiskinan dalam masyarakat adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057
per orang per hari. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari
perhitungan garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk
kebutuhan minimum makanan disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari. Garis
kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan (luas lantai bangunan,
penggunaan air bersih, dan fasilitas tempat pembuangan air besar); pendidikan (angka melek
huruf, wajib belajar 9 tahun, dan angka putus sekolah); dan kesehatan (rendahnya konsumsi
makanan bergizi, kurangnya sarana kesehatan serta keadaan sanitasi dan lingkungan yang tidak
memadai).
Sebelum masa krisis pada tahun 1997, Indonesia menjadi salah satu model pembangunan
yang diakui karena berhasil menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Berdasarkan data
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dari BPS, dalam kurun waktu 1976-1996 jumlah
penduduk miskin di Indonesia menurun dari 54,2 juta jiwa atau sekitar 40% dari total penduduk
menjadi 34,01 juta jiwa atau sekitar 17%. Dengan terjadinya krisis moneter pada tahun 1997
telah mengakibatkan jumlah penduduk miskin kembali naik dan kondisi tersebut diikuti pula
dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 1998 jumlah penduduk miskin tercatat
menjadi 49,5 juta jiwa atau sebsesar 24,23% dari jumlah penduduk dan sedikit menurun pada
tahun 1999 menjadi 47,9 juta jiwa atau mencapai 23,4 % dari total jumlah penduduk.
Setelah puncak krisis dilalui dan ekonomi mulai pulih, angka kemiskinan dan jumlah
penduduk miskin kembali turun. Di awal milenium tingkat kemiskinan masih sebesar 19 persen
atau 38, 70 juta jiwa. Dalam sepuluh tahun, terjadi penurunan penduduk miskin sebanyak 7 juta
jiwa, dan angka kemiskinan berhasil diturunkan menjadi 13% di tahun 2010. Ada satu
pengecualian, di tahun 2006 angka kemiskinan naik dari 16% menjadi 17,8%. Kenaikan tingkat
kemiskinan saat itu sangat dipengaruhi oleh tingginya inflasi yang disebabkan kombinasi
kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan gejolak harga pangan, terutama beras (TNP2K, 2010).
Tabel 1 Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin
Tanda parameter variabel PDRB adalah negatif yaitu -1,453586 yang menunjukan
apabila PDRB naik 1 persen maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin (KM) sebesar
1,453 persen. Apabila PDRB turun sebesar 1 triliun akan menaikkan jumlah penduduk miskin
(KM) sebesar 1,453 persen. Hasil penelitian empiris yang pernah dilakukan sebelumnya pun
memperkuat hasil penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto Siregar dan Dwi
Wahyuniarti (2007) menunjukkan bahwa kenaikan dari PDRB berpengaruh negatif terhadap
jumlah penduduk miskin. Selanjutnya diungkapkan bahwa pentingnya mempercepat
pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan jumlah penduduk miskin. Karena dengan
pertumbuhan ekonomi yang cepat maka kemiskinan di daerah dapat ditekan jumlahya. Hasil
penelitian mereka menyebutkan bahwa Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wongdesmiwati
(2009) yang meneliti kemiskinan di Indonesia, PDB berpengaruh negatif terhadap jumlah
penduduk miskin.
Agrishare terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Hasil estimasi yang diperlihatkan persamaan 4.1 diperoleh variabel Agrishare (AG)
berepengaruh negatif terhadap variabel jumlah penduduk miskin (KM). Tanda parameter
Agrishare (AG) adalah negatif yaitu 1,037743 yang menunjukkan apabila Agrishare (AG) naik
sebesar 1% maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin (KM) sebesar 1.037 jiwa. Apabila
Agrishare (AG) turun sebesar 1% maka akan menaikkan jumlah penduduk miskin (KM) sebesar
1.037 jiwa.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhartini (2011) yang
melakukan penelitian tentang produktivitas sektor pertanian tingkat provinsi di Indonesia.
Menurut Suhartini peningkatan produktivitas sektor pertanian setidaknya berpengaruh terhadap
peningkatan pendapatan rumah tangga miskin yang memiliki sumber penghasilan utama sektor
ini. Demikian juga dengan hasil penelitian dari Hermanto S. dan Dwi W. (2007) bahwa program-
program pengentasan kemiskinan sebaiknya difokuskan di sektor pertanian di perdesaan.
Rata-Rata Lama Sekolah dan Jumlah Penduduk Miskin
Berdasarkan hasil studi empiris, diperoleh variabel Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)
berpengaruh negatif terhadap Jumlah Penduduk Miskin (KM) di Indonesia. Tanda parameter
Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) adalah negatif 0,652644 yang menunjukkan apabila Rata-Rata
Lama Sekolah (RLS) naik 1 % maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin (KM) sebesar
0,652644 %. Apabila Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) turun sebesar 1 % maka akan menaikkan
jumlah penduduk miskin (KM) sebesar 0,652644 %. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Atik Mar’atis Suhartini (2011).
Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori
dalam penelitian ini. Menurut Simmons (dalam Todaro, 2000), pendidikan di banyak negara
merupakan cara untuk menyelamatkan diri dan kemiskinan. Dimana digambarkan dengan
seorang miskin yang diharapkan pekerjaan baik serta penghasilan yang tinggi maka harus
mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi. Tetapi pendidikan tinggi hanya mampu dicapai oleh
orang kaya. Sedangkan orang miskin tidak mempunyai cukup uang untuk membiayai pendidikan
hingga ke tingkat yang lebih tinggi seperti sekolah lanjutan dan universitas. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Atik Mar’atis Suhartini (2011).
Interpretasi Variabel Dummy pada Model FEM
Provinsi Jawa Timur dipilih menjadi benchmark karena Provinsi Jawa Timur merupakan
Provinsi di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak. Terdapat 30 variabel
dummy signifikan dan 2 variabel dummy tidak signifikan. Variabel dummy yang tidak signifikan
adalah Provinsi Riau dan Provinsi Bengkulu. Signifikan dan tidak signifikan variabel dummy
menandakan perbandingan kondisi yang dimiliki variabel dummy dengan benchmark. Apabila
variabel dummy tersebut signifikan, artinya kondisi kemiskinan di dalam provinsi dummy tidak
sama dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur sebagai benchmark. Sedangkan apabila
memiliki tidak signifikan, artinya kondisi kemiskinan di dalam provinsi-provinsi yang menjadi
dummy sama dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur yang dijadikan benchmark.
Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan karakteristik variabel dummy ada. Hal ini
dilihat berdasarkan tanda di dalam koefisien yang terdapat pada variabel dummy. Apabila
koefisiennya memiliki tanda positif hal ini menandakan variabel dummy tersebut memiliki
tingkat karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan karakteristik dari benchmark. Ada
lima variabel dummy yang bertanda positif yaitu Prov. Sumatera Utara, Prov. Jawa Barat, Prov.
Jawa Tengah, Prov D.I. Yogyakarta, dan Provinsi Banten. Hal ini menandakan kelima provinsi
ini memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan Provinsi Jawa Timur sebagai
benchmark. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki nilai koefisien tertinggi
dibandingkan empat variabel dummy yang lain, nilai 3,503996 pada koefisien dummy Provinsi
Jawa Barat menunjukkan apabila ada perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Agrishare (AG), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Melek Huruf (AMH) baik antar
daerah maupun antar waktu untuk Provinsi Jawa Barat akan memiliki rata-rata jumlah penduduk
miskin yang lebih baik 3,503996 dibanding Provinsi Jawa Timur.
Di dalam variabel dummy yang di teliti terdapata 27 variabel yang memiliki tanda
negatif. Koefisien yang memiliki tanda negatif menandakan variabel dummy tersebut memiliki
tingkat karakteristik yang lebih rendah dibandingkan dengan karakteristik dari benchmark
Provinsi-provinsi yang bertanda negatif ada 27 provinsi, hal ini menandakan provinsi-provinsi
ini memiliki karakteristik yang lebih rendah dibandingkan dengan benchmark. Provinsi yang
memiliki koefisien terendah adalah Provinsi Maluku Utara dengan nilai koefisien -6,133682. Hal
ini menunjukkan apabila ada perubahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Agrishare
(AG), Rata-Rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Melek Huruf (AMH) baik antar daerah
maupun antar waktu untuk Provinsi Maluku Utara akan memiliki rata-rata jumlah penduduk
miskin yang lebih rendah 6,133682 dibanding Provinsi Jawa Timur.
Variabel dummy yang memiliki karakteristik lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi
Jawa Timur sebaiknya perlu meningkatkan kembali PDRB yang ada. Ada 27 Provinsi yang
memiliki karakteristik yang lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur. Di dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa PDRB memiliki signifikansi yang sempurna dengan demikian
PDRB memiliki pengaruh yang sangat kuat dibandingkan dengan variabel yang lain. Jadi, untuk
mempercepat penurunan jumlah penduduk miskin perlu ditingkatkan kembali PDRB di dalam 27
provinsi tersebut.
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi kemiskinan dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 99,78 persen. Secara parsial seluruh variabel independen yakni
PDRB, Agrishare, Rata-Rata Lama Sekolah, dan Angka Melek Huruf berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. Sedangkan 0,22 persen sisanya dijelaskan oleh
faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model ini
2. Variabel PDRB mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi kemiskinan,
artinya peningkatan PDRB akan mengurangi kemiskinan di di Indonesia.
3. Variabel Agrishare mempunyai pengaruh negatif dan signifikan mempengaruhi
kemiskinan, artinya peningkatan Agrishare akan mengurangi kemiskinan di Indonesia.
4. Variabel Rata-Rata Lama Sekolah mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
mempengaruhi kemiskinan, artinya peningkatan Rata-Rata lama Sekolah akan
mengurangi kemiskinan di Indonesia.
5. Variabel Angka Melek Huruf mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan
mempengaruhi kemiskinan. Hal ini dikarenakan nilai Angka Melek Huruf tidak terlalu
bervariasi dan kecenderungan nilai Angka Melek Huruf sudah mendekati angka 100
persen. Hal ini dapat dilihat dari data Angka Melek Huruf di Provinsi-Provinsi di
Indonesia tahun 2006-2009.
Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang memerlukan perbaikan dan pengembangan
dalam penelitian berikutnya. Keterbatasan-keterbatasan penelitian ini adalah:
1. Jumlah variabel yang diteliti di dalam penelitian ini hanya berjumlah empat variabel
yaitu Produk Domestik regional Bruto (PDRB), Agrishare (AG), Rata-Rata Lama
Sekolah (RLS), dan Angka Melek Huruf (AMH). Padahal masih terdapat faktor yang
berhubungan dengan kemiskinan, seperti: Indeks Gini, Jumlah Penduduk,
Industrishare, Krisis Ekonomi, dan lain-lain.
2. Rentang waktu yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu selama empat tahun, masih
terlalu singkat. Hal ini dikarenakan sumber data yang terbatas.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang disampaikan
untuk menurunkan kemiskinan di Indonesia, yaitu:
1. PDRB akan selalu menjadi landasan untuk pengentasan kemiskinan, oleh karena itu perlu
terus diupayakan kenaikan PDRB. Untuk dapat mengurangi jumlah penduduk miskin
yang ada di Indonesia sebaiknya pemerintah lebih memacu kembali PDRB yang ada
karena berdasarkan hasil penelitian pengaruh PDRB terhadap jumlah penduduk miskin
signifikan sempurna.
2. Agrishare memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, sehingga
diharapkan pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan revitalisasi pertanian. Program
pemerintah dalam rangka peningkatan Agrishare perlu diintensifkan lagi, seperti berbagai
riset dan pengembangan di bidang pertanian melalui revitalisasi pertanian.
3. Rata-Rata Lama Sekolah berdasarkan penelitian memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap kemiskinan. Penelitian ini menemukan semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin tinggi kemungkinan seseorang tersebut untuk terhindar
dari kemiskinan. Hal ini seharusnya perlu dibantu oleh kebijakan pemerintah agar orang-
orang miskin mampu terlepas dari kemiskinan. Sehingga program wajib belajar yang
telah dicanangkan hingga 9 tahun perlu ditingkatkan kembali hingga 12 tahun.
4. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena hanya melihat
pengaruh variabel PDRB, Agrishare, Rata-Rata Lama Sekolah, dan Angka Melek Huruf
terhadap Kemiskinan di Indonesia. Oleh karenanya diperlukan studi lanjutan yang lebih
mendalam dengan data dan metode yang lebih lengkap sehingga dapat melengkapi hasil
penelitian yang telah ada dan hasilnya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
berbagai pihak yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dalam hal penekanan
kemiskinan.
REFERENSI
Atik Mar’atis. 2011. Pro Poor Growth Tingkat Provinsi di Indonesia. Tesis. S2 IE-IPB. Bogor.
Badan Pusat Statistika, berbagai tahun. Data dan Informasi Kemiskinan. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial Ekonomi Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia menurut Lapangan Usaha. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Statistika Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Statistika Kesejahteraan Rakyat. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
__________________, berbagai tahun. Statistik Pendidikan. Jakarta : Badan Pusat Statisitik.
Baltagi, Badi H. 2005. Econometric Analysis of Panel; Data 3rd Edition. John Wiley & Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19 8SQ, England.
BKKBN, 2009. Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2009, BKKBN, Jakarta : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Departemen Pertanian, 2006. Rencana Pembangunan Pertanian 2005-2009. Jakarta : Departemen Pertanian.
Firmansyah, 2009, Modul Praktek regresi Data Panel dengan Eviews 6. Semarang : Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi Undip.
Gidion Mbilijora, 2007, Upaya Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dalam Menjawab MDGs. Lokakarya Nasional seri ke II di Wonosobo-Jateng: Sumba Timur.
Hermanto S., Dwi W., 2007, Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Penduduk Miskin di Indonesia : Proses Pemerataan dan Pemiskinan, Direktur Kajian Ekonomi, Institusi Pertanian Bogor.
Jhingan, ML. 1992. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : CV. Rajawali.
Lincolin Arsyad, 1997, Ekonomi Pembangunan, Edisi Ketiga, Penerbit BP STIE YKPN, Yogyakarta.
Mankiew, Gregory, 2000, Teori Makro Ekonomi, Erlangga , Jakarta.
Mudrajad Kuncoro, 2001, Metode Kuantitatif, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Rasiden Karo, K., S., dkk., 2009, Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan di Indonesia, Fakultas Ekonomi : Institut Pertanian Bogor.
Sadono Sukirno, 2000, Makro Ekonomi Modern, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suparno, 2010, Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan: Studi Pro Poor Growth Policy di Indonesia. Tesis. S2 IE-IPB. Bogor.
TNP2K, 2010, Penanggulangan Kemiskinan: Situasi Terkini, Target Pemerintah, dan Program Percepatan, Edisi Kedua. Jakarta: TNP2K, available: http://www.tnp2k.wapresri.go.id.
Todaro, Michael P, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kedua, Terjemahan Haris Munandar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Tulus H. Tambunan, 2001, Perekonomian Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.
Usman, dkk., 2009, Analisis Determinan Kemiskinan Sebelum dan Sesudah Desentralisasi Fiskal, Fakultas Ekonomi : Institut Pertanian Bogor.
Wing Wahyu.W, 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews : Edisi Kedua. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Wongdesmiwati, 2009, Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, available: http://www.wordpress,com.
Yani Mulyaningsih. 2008. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di sektor Publik Terhadap Peningkatan Pembangunan Manusia dan Pengurangan Kemiskinan. Tesis. S2 Program Pasca Studi Kajian Timur Tengah dan Islam. Univesitas Indonesia. Jakarta.