ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2014-2016 (Skripsi) Oleh MUTIARA SAKTI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018
ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN
BUMN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2014-2016
(Skripsi)
Oleh
MUTIARA SAKTI
FAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAPFINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR
DI BEI TAHUN 2014-2016
Oleh
Mutiara Sakti
Penelitian ini menjelaskan permasalahan dalam suatu perusahaan yang saat inisering terjadi di dunia bisnis, hal ini menuntut pengelola perusahaan danpemegang saham untuk saling bekerjasama agar perusahaan meningkatkan mutudan kinerja perusahaan agar terhindar dari kesulitan keuangan dengan menerapkanmekanisme good corporate governance.
Penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan BUMN yang terdaftar di BursaEfek Indonesia di tahun 2014-2016. Sampel yang digunakan sebanyak 17perusahaan setelah dilakukan purposive sampling yaitu perusahaan BUMN yangterdaftar di BEI selama 3 tahun. Dan didapat total sampel sebanyak 51.
Hasil penelitian ini financial distrees dihitung dengan menggunakan analisiszscore dan hasil yang didapat yaitu rata-rata perusahaan mengalami potensikebangkrutan dan berada di grey area walaupun masih ada perusahaan yangdiprediksi sehat, dari sini kita dapat melihat bahwa prediksi z-score dalamfinancial distress dapat dijadikan sebagai bahan acuan perusahaan agar dapatmemperbaiki sistem kinerja perusahaan agar ditahun mendatang pendapatanperusahaan dapat meningkat dan terhidar dari financial distress. Dari hasilpengujian parsial (uji t) menunjukan bahwa mekanisme corporate governanceyang berpengaruh terhadap financial distress adalah kepemilikan manajerialdengan tingkat signifikan 0,029 lebih kecil dari tingkat signifikan 0,005 dan biayaagensi dengan tingkat signifikan 0,023 lebih kecil dari 0,05. Kepemilikanmanajerial dan biaya agensi manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadapfinancial distress, jadi semakin besar kepemilikan manajerial dan biaya agensimanajerial maka semakin kecil terjadinya financial ditress.
Kata Kunci : Good Corporate Governance, Financial Distress
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF GOOD CORPORATE GOVERNANCETOWARD FINANCIAL DISTRESS ON STATE-OWNED ENTERPRISES THAT
LISTED IN INDONESIA STOCK EXCHANGEWITHIN 2014-2016
By
Mutiara Sakti
This research explains the issues in a company that currently often occur in thebusiness world, this issues requires company managers and shareholders to worktogether so that the company can improves the quality and performance of thecompany to avoid financial difficulties by implementing good corporategovernance mechanisms.
This research took samples from state-owned enterprises that listed on IndonesiaStock Exchange within 2014-2016. The sample used was 17 companies afterpurposive sampling which is state-owned enterprises that listed on IndonesiaStock Exchange for 3 years. And obtained a total sample of 51.
The results of this research were calculated by using zscore analysis and theresults that obtained were the average of company ran into the potential forbankruptcy and was in a gray area even though there were still companies thatpredicted to be survive, so from this issues we can see that the prediction of z-score in financial distress can be made as a reference for the company in order toimprove the company's performance system in the coming years so that thecompany's revenue can increase and avoid financial distress. From theresults ofpartial test (t test) shows that the corporate governance mechanism which affectstoward financial distress is managerial ownership with a significant level of 0.029smaller than the significant level of 0.005 and agency costs with a significant levelof 0.023 smaller than 0.05. Managerial ownership and managerial agency costshave a significant negative effect on financial distress, so the greater managerialownership and managerial agency costs, the smaller the occurrence of financialdistress.
Keyword : Good Corporate Governance, Financial Distress
ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN
BUMN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2014-2016
Oleh
Mutiara Sakti
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Mutiara Sakti lahir di Gedong Tataan, 10 Mei 1995
merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara yang merupakan buah hati dari Bapak
Rumiyono dan Ibu Suripah. Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-
kanak di TK Pertiwi Gedong Tataan dan lulus pada tahun 2001. Dilanjutkan
Pendidikan Dasar di SDN 1 Sukaraja, Gedong Tataan dan lulus pada tahun 2007.
Selanjutnya penulis menyelesaikan Pendidikan Menengah Pertama di SMPN 1
Gading Rejo dan lulus pada tahun 2010, kemudian penulis melanjutkan
Pendidikan Tingkat Menengah Atas di SMAN 14 Bandar Lampung hingga lulus
pada tahun 2013.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung pada tahun 2013 melalui jalur PARALEL. Pada tahun 2016,
Penulis mengikuti program pengabdian kepada masyarakat yaitu Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Desa Sriwaylangsep, Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung
Tengah selama 40 hari.
MOTTO
Jangan takut untuk menghadapi masa depan, karena sampai kapanpun kita
tidak bisa untuk menghindarinya.
Jika orang lain bisa, maka kitapun harus bisa.
Keberanian adalah kunci saat semua masalah tidak bisa dihentikan.
Tugas kita bukanlah untuk berhasil, tugas kita adalah untuk mencoba,
karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan membangun
kesempatan untuk berhasil.
(Mario Teguh)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari
sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya
kepada Tuhanmulah engkau berharap.
(QS Al-Insyirah : 6-8)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur kepada Allah SWT. Karena atas izin-
Nya terselesaikan karya tulis ilmiah ini.
Karya ini kupersembahkan kepada :
Orang tuaku tercinta :
Bapak Rumiyono dan Ibu Suripah yang selalu mendo’akanku. Terima kasih atas
kasih sayang dan do’a yang telah diberikan untuk menantikan kelulusanku...
Terimakasih untuk semangat dan do’anya...
Kakak dan adikku, sahabat dan orang-orang yang menyayangiku...
Atas dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini...
Serta Terimakasih untuk Almamater tercinta, Universitas Lampung.
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“ANALISIS PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP FINANCIAL DITRESS PADA PERUSAHAAN BUMN
YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2014-2016” Skripsi ini dibuat
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di
Universitas Lampung.
Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat
didalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung dan moril maupun
materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkam terimakasih kepada :
1. Allah SWT atas segala yang Engkau berikan kepadaku, baik rezeki,
kesehatan, kekuatan, kesabaran dan semangat dalam menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Satria Bangsawan, Prof. Dr. SE, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Ibu Farichah, SE, M.Si., Akt. dan Yuztitya Asmaranti, SE,M.Si. Akt.
selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi.
4. Bapak Dr. Einde Evana, S.E,M.Si., CA., C.P.A., Akt. selaku Dosen
Pembimbing 1 yang telah memberikan ilmu dan arahan yang baik
dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih ya pak, sudah
membimbing selama ini. Semoga bapak sehat selalu dan sukses
selalu.
5. Ibu Yunia Amelia, S.E., M.Sc., Ak., C.A. selaku Dosen Pembimbing
2 yang juga telah membimbing dan memberikan ilmu yang baik
dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih bu, sudah sabar
membimbing selama ini. Semoga ibu sehat selalu dan sukses selalu.
6. Ibu Dr. Rindu Rika Gamayuni, S.E., M.Si. selaku Dosen Pembahas
yang telah mengoreksi kesalahan dan memberikan saran untuk
kemajuan skripsi ini. Semoga ibu sehat selalu dan sukses selalu.
7. Ibu Prof. Dr. Lindrianasari, S.E., M.Si., Akt. selaku Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan dan
semangat selama menjadi mahasiswa akuntansi. Semoga ibu sehat
selalu dan sukses selalu.
8. Dosen-dosen Akuntansi yang telah memberikan banyak ilmu selama
ini. Semoga bapak dan ibu senantiasa diberikan kesehatan dan
kesuksesan.
9. Kedua Orang Tua, Bapak Rumiyono dan Ibu Suripah serta kakak
dan adikku Nurul Dewi Anggraini, A.Md., Keb. , Ayu Dwi Andan
Sari A.Md., Kep. dan Citra Devita Terimakasih untuk dukungan dan
doa yang kalian berikan. Semoga kalian senantiasa sehat, diberikan
umur panjang, dan kebahagiaan.
10. Rafdi Ahmad Faisal yang sudah memberikan semangat, perhatian,
memotivasi, menghibur dan sabar menghadapi keluh dan kesah.
Terimakasih sudah menjadi penyemangat skripsi.
11. Sahabat Kecilku, Sela Rizky Yuliyani dan Diah Ayu Putri .
Terimakasih atas dukungan dan kebersamaan kita empatbelas tahun
lebih ini, semoga kita kedepannya sukses semua ya.
12. Sahabat SMA Mithari Ayu, Rafa Amalia, Lidya Pawarni, Dea Ayu
Pangesti, Nur Intan. Terimakasih atas dukungan dan kebersamaan
kita selama enam tahun lebih ini, semoga kita kedepannya sukses
semua.
13. Sahabatku Kinanti Nurul F, Jania Dwi H, M. Nur Syuhada, Diska
Amalia, Ratu Derry, Vectry Tiffany, Lathifa Meisya. Terimakasih
atas dukungan dan kebersamaan kita selama tiga tahun lebih ini,
semoga kita kedepannya sukses semua ya. Semoga persahabatan ini
tetap terjaga sampai kapanpun.
14. Sahabatku Hurin Ainin, Linda Aina, Meryza Purnama, Arif
Kurniadi. Terimakasih atas bantuan dan atas dukungan selama ini,
semoga kita kedepannya sukses semua ya.
15. Sahabatku Galuh, Ayudia, Novi, Diena, Meli, Dewi, Laviona.
Terimakasih atas dukungan dan kebersamaan kita selama tiga tahun
lebih ini, semoga kita kedepannya sukses semua ya.
16. Teman-teman KKN Waylangsep, Khomsatun Khasanah, Dian
Kartika, Febri Arianto. Terima kasih atas dukungannya. Semoga kita
sukses ya kawan.
17. Teman-teman seperjuangan skripsi Siti Maklufah, Iqbal Susendi,
Abdul Rahmad dan Akuntansi Paralel 2013. Terimakasih atas
dukungan kalian. Semoga kita semua sukses.
18. Seluruh Karyawan Jurusan Akuntansi, Mba Tina, Mba Diana Mas
Fery, Mas Rully, Mas Yana, Mas Yogi, Mas Nanang. Terimakasih
atas bantuannya selama ini.
19. Almamaterku Tercinta, Universitas Lampung.
Penulis berdoa semoga Allah SWT dapat membalas kebaikan, bantuan dan
doa yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kesempurnaan dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 1 Agustus 2018
Penulis,
Mutiara Sakti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iDAFTAR TABEL ................................................................................................. vDAFTAR GAMBAR............................................................................................ viDAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ..................................................................................... 6
2.1.1 Teori Keagenan............................................................................ 6
2.1.2 Struktur Good Corporate Governance..........................................7
2.1.2.1 Kepemilikan Institusional................................................10
2.1.2.2 Kepemilikan Manajerial...................................................11
2.1.2.3 Dewan Komisaris.............................................................12
2.1.2.4 Dewan Direksi..................................................................13
2.1.2.5 Proporsi Dewan Komisaris Independen...........................14
2.1.2.6 Komite Audit..................................... ..............................16
2.1.2.7 Biaya Agensi Manajerial..................................................18
2.1.3 Financial Distress........................................................................20
2.1.3.1 Pengertian Financial Distress..........................................20
2.1.3.2 Cara Menganalisis Financial Distress.............................22
2.1.3.3 Dampak Financial Distress..............................................25
2.1.3.4 Faktor Penyebab Financial Distress................................26
2.2 Penelitian Terdahulu..............................................................................28
2.3 Kerangka Pemikiran..............................................................................31
2.4 Hipotesis................................................................................................31
2.4.1 Pengaruh Dewan Direksi Terhadap Financial Distress...............31
2.4.2 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Financial
Distress.........................................................................................32
2.4.3 Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap
Financial Distress..............................................................................33
2.4.4 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Financial
Distress..............................................................................................34
2.4.5 Pengaruh Kepemilikan Instusional Terhadap Financial
Distress............................................................................................. 35
2.4.6 Pengaruh Komite Audit Terhadap Financial Distress................. 36
2.4.7 Biaya Agensi Manajerial Terhadap Financial Distress................37
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian................................................................................39
3.1.1 Variabel Independen....................................................................39
3.1.1.1 Ukuran Dewan Direksi......................................................39
3.1.1.2 Ukuran Dewan Komisaris.................................................39
3.1.1.3 Proporsi Dewan Komisaris Independen ..........................40
3.1.1.4 Kepemilikan Manajerial....................................................40
3.1.1.5 Kepemilikan Institusional..................................................41
3.1.1.6 Komite Audit.....................................................................41
3.1.1.7 Biaya Agensi Manajerial...................................................41
3.1.2 Variabel Dependen.......................................................................42
3.2 Jenis Data.................................. ........................................................... 46
3.3 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel...........................................46
3.4 Metode Pengumpulan Data...................................................................46
3.5 Teknik Analisis Data.............................................................................47
3.5.1 Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Regression
Analysis)............................................................................................ 47
3.5.2 Uji (Parsial) t................................................................................48
3.5.3 Koefisien Determinasi Berganda................................................. 49
3.6 Uji Asumsi Klasik.................................................................................50
3.6.1 Uji Normalitas .............................................................................50
3.6.2 Uji Multikolinearitas................................................................... 50
3.6.3 Uji Heteroskedastisitis.................................................................51
3.6.4 Uji Autokorelasi.......................................................................... 51
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskpripsi Objek Penelitian.................................................................53
4.2 Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Financial
Distress.................................................................................................54
4.2.1 Hasil Analisis Model Altman Z-Score........................................54
4.2.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif...............................................57
4.3 Uji Asumsi Klasik................................................................................59
4.3.1 Uji Normalitas.............................................................................59
4.3.2 Uji Multikorelasi.........................................................................60
4.3.3 Uji Heteroskedastistitas...............................................................62
4.3.4 Uji Autokorelasi..........................................................................63
4.4 Hasil Pengujian Regresi.......................................................................64
4.5 Pengujian Hipotesis..............................................................................66
4.5.1 Pengujian Parsial (Uji-T).............................................................66
4.6 Uji Koefisien Determinasi Berganda (R2)......................................... ..70
4.7 Pembahasan....................................................................................... ..70
4.7.1 Pengaruh Dewan Direksi Terhadap Financial Distress..............70
4.7.2 Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Financial
Distress........................................................................................71
4.7.3 Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap
Financial Distress...................................................................... 72
4.7.4 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Financial
Distress...................................................................................... 73
4.7.5 Pengaruh Kepemilikan Institusioan Terhadap Financial
Distress....................................................................................... 74
4.7.6 Pengaruh Komite Audit Terhadap Financial Distress............... 75
4.7.7 Biaya Agensi Manajerial Terhadap Financial Distres................76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 78
5.2 Keterbatasan Penelitian........................................................................80
5.3 Saran ....................................................................................................80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu..............................................................................28
Tabel 3.1 Keputusan Durbin Watson ....................................................................52
Tabel 4.1 Proses Purposive Sampling Penelitian...................................................53
Tabel 4.2 Klasifikasi Kriteria Perusahaan dalam Z-score.....................................54
Tabel 4.3 Hasil Analisis Z Score dengan Prediksi Tingkat Kesehatan
Kinerja...................................................................................................55
Tabel 4.4 Hasil Uji Statistik Deskriptif.................................................................58
Tabel 4.5 Uji Normalitas.......... ............................................................................60
Tabel 4.6 Uji Multikolonieritas.............................................................................61
Tabel 4.7 Uji Autokorelasi........................... ........................................................63
Tabel 4.8 Analisis Regresi Linear Berganda........................................................64
Tabel 4.9 Uji Koefisiensi Determinasi Berganda.................................................70
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran ..........................................................................31
Gambar 4.1 Uji Heteroskedastisitas.......................................................................62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Daftar Perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI
Lampiran II Hasil Perhitungan Z-Score Model X1
Lampiran III Hasil Perhitungan Z-Score Model X2
Lampiran IV Hasil Perhitungan Z-Score Model X3
Lampiran V Hasil Perhitungan Z-Score Model X4
Lampiran VI Hasil Perhitungan Z-Score Model X5
Lampiran VII Hasil Perhitungan Z-Score Perusahaan Manufaktur BUMN
Lampiran VIII Hasil Perhitungan Z-Score Perusahaan Non Manufaktur BUMN
Lampiran IX Statistik Deskriptif
Lampiran X Hasil Uji Normalitas
Lampiran XII Hasil Uji Multikolonieritas
Lampiran XIII Hasil Uji Heteroskedastisitas dan Uji Autokorelasi
Lampiran XIV Hasil Regresi Linier Berganda dan Uji (R2)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Suatu perusahaan dapat mengalami masalah dalam keuangan apabila
perusahaan mengalami rugi yang terus-menerus dikarenakan penjualan yang
tidak laku dan sistem tata kelola perusahaan yang kurang baik. Kondisi financial
distress adalah suatu permasalahan penurunan laporan keuangan yang dialami
oleh suatu perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan. Apabila
kondisi financial distress ini sudah mulai diketahui, sebaiknya dilakukan tindakan
untuk memperbaiki kinerja perusahaan tersebut sehingga perusahaan tidak
semakin memburuk dan tidak akan masuk pada tahap kebangkrutan. Menurut
Platt dan platt (2002) financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan
yang ditandai dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang
menurun, kesulitan arus kas dan penundaan pembayaran tagihan dari bank.
Fenomena lain dari financial distress adalah banyaknya perusahaan yang
cenderung mengalami kesulitan likuiditas, dimana ditunjukkan dengan semakin
turunnya kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada kreditur
(Hanifah, 2013). Di era ekonomi saat ini perusahaan BUMN diharapkan sebagai
penggerak keuangan yang sangat berpengaruh dalam pembangunan di negara ini
yang paling dominan. Di Indonesia perusahaan BUMN maupun perusahaan
2
swasta belum belum sepenuhnya menganut prinsip good corporate governance,
maka masih banyak perusahaan yang mengalami financial ditress. Untuk bertahan
di dunia usaha, perusahaan harus memiliki konsep penerapan good corporate
governance untuk perusahaannya.
Fenomena yang terbaru saat ini adalah kinerja PT PLN (Persero) yang
keuangan nya sedang melemah dan berpotensi mengalami risiko keuangan negara
bagian ketenagalistrikan. Almant Z-Score dipergunakan sebagai alat kontrol
terukur terhadap status keuangan keuangan suatu perusahaan yang sedang
mengalami kesulitan kuangan. Hasil analisis Bareksa menggunakan metode
Altman Z-Score, didapatkan jika score yang didapat PLN berkisar 1,4 mengacu
pada laporan keuangan perseroan dikuartal II 2017. Angka itu dikategorikan ke
dalam perusahaan yang mengalami financial distress dengan menggunakan
metode Altman Z-Score, dengan standar untuk suatu perusahaan tidak termasuk
dalam perusahaan yang mempunyai potensi kebangkrutan mempunyai score batas
bawah 1,8 (Bareksa, 2017).
Menurut Nur DP (2007) berhasil membuktikan adanya keterkaitan antara
kepemilikan manajerial terhadap financial distress yang berbanding terbalik.
Kepemilikan manajerial membuat kinerja perusahaan dan semakin meningkat
karena manajer disini selain berfungsi sebagai pengelola perusahaan, ia juga
berstatus sebagai pemilik perusahaan tersebut. Selain kinerja operasional, tingkat
kesalahan dan kewajaran laporan keuangan secara otomatis akan meningkat
karena pemilik perusahan sendiri yang mengelola perusahaan tersebut. Sementara
kepemilikan institusional adalah kepemilikan perusahaan oleh sebuah
institusi/perusahaan lain yang berada di dalam maupun di luar negeri.
3
Hanafi dan Brealiastiti (2016) menyatakan bahwa mekanisme good corporate
governance dapat menentukan sukses tidaknya pengelolaan suatu perusahaan.
Tata kelola perusahaan menjadi salah satu syarat utama dari manajemen yang
sehat di antara perushaan-perusahaan diseluruh dunia. Corporate governance
merupakan suatu sistem yang mengatur hubungan antara dewan komisaris, direksi
dan manajemen agar terciptanya keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan.
Masalah keuangan yang dibiarkan berlarut-larut lambat laun akan
mengakibatkan terjadinya kebangkrutan. Ada banyak pihak yang akan terkena
dampak dari permasalahan keuangan ini tidak hanya dari pihak perusahaan, tetapi
juga dari pihak stakeholders dan shareholders perusahaan. Hal tersebut yang
menjadi latar belakang dari beberapa pengembangan penelitian tentang model
kesulitan keuangan untuk dapat memprediksi kesulitan keuangan perusahaan lebih
awal, yang selanjutnya dapat dilakukan tindakan antisipasi kondisi yang mengarah
pada kebangkrutan (Platt dan Platt dalam penelitian Mayangsari, 2015).
Banyaknya permasalahan yang terjadi di perusahaan dalam sistem keuangan
menjadi masalah bagi seluruh perusahaan mendorong pengurus dalam perusahaan
harus bekerja keras untuk dapat menghindari masalah-masalah yang dapat terjadi.
Rumitnya permasalahan keuangan pada perusahaan menjadi bahan yang menarik
untuk diteliti karena banyak perusahaan berusaha untuk menghindari
permasalahan ini dan terhindar dari risiko kebangkrutan.
Penelitian ini menggunakan perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa efek
Indonesia tahun 2014-2016. Berdasarkan uraian diatas dan dari hasil penelitian
sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti kembali topik tersebut dengan
4
judul “Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Financial
Distress Pada Perusahaan BUMN Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2014 -2016”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian yang telah dibahas sebelumnya, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap financial distress?
2. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap financial distress?
3. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap financial
distrees?
4. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kemungkinan financial
distress?
5. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap financial distress?
6. Apakah komite audit berpengaruh terhadap financial distress?
7. Apakah biaya agensi manajerial berpengaruh terhadap financial distress?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah yang sudah dibahas didapat tujuan sebagai
berikut:
1. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh dari dewan direksi terhadap fiancial
distress perusahaan BUMN.
2. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh dari dewan komisaris terhadap
financial distress perusahaan BUMN.
5
3. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh dari proporsi komisaris independen
terhadap financial distress perusahaan BUMN.
4. Menganalisis dan menjelaskan penagaruh dari kepemilikan manajerial terhadap
financial distress perusahaan BUMN.
5. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh dari kepemilikan institusional
terhadap financial distress perusahaan BUMN.
6. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh dari komite audit terhadap kesulitan
financial distress BUMN.
7. Menganalisis dan menjelaskan pengaruh biaya agensi manajerial berpengaruh
terhadap financial distress perusahaan BUMN.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan literatur untuk sumber
referensi pada penelitian selanjutnya, sehingga dapat menambah pengetahuan
pembaca mengenai financial distress pada perusahaan dan apa saja yang
dapat mempengaruhi terjadinya financial distress dalam perusahan.
2. Manfaat Praktis
Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi manajemen
perusahaaan mengenai financial distress sehingga manajemen dapat
mengetahui faktor yang dapat menyebabkan terjadinya financial distress dan
dapat menghindarkan perusahaan dari financial distress.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Keagenan
Teori agensi merupakan hubungan kontrak antara principal dan agent,
dimana principal adalah pihak yang memperkerjakan agent agar melakukan
tugas untuk kepentingan principal, sedangkan agent adalah pihak yang
menjalankan kepentingan principal (Scott, 2012) . Principal dan agent bekerja
sama dalam pengelolaan perusahaan. Principal atau pemegang saham perusahaan
memberikan instruksi kepada agent untuk mengelola perusahaan sesuai dengan
yang diinginkan untuk keberhasilan perusahaan. Sedangkan manajemen sebagai
agent kadang melakukan tindakan sesuai keinginannya sendiri tidak sesuai dengan
yang diperintahkan oleh principal, yang lebih dipentingkan agent adalah untuk
pencapaian hasil yang lebih baik dari pada mentaati perintah yang diberikan
principal.
Teori keagenan, hubungan agent muncul ketika satu orang atau lebih
memperkerjakan orang lain untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Baik
principal maupun agent merupakan pemaksimuman kesejahteraan diri sendiri,
sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan
7
terbaik principal (Jensen and Meckling dalam Widyasaputri, 2012). Inti dari
hubungan keagenan adalah terdapat pemisahan antara kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan. Pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan
untuk memperkecil asimetris informasi dan untuk memastikan bahwa pengelolaan
dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang
berlaku. Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency cost yaitu biaya
yang mencakup pengeluaran untuk pengawasaan oleh pemegang saham dan biaya
yang dikeluarkan oleh manajemen untuk menghasilkan laporan yang transparan
(Kusanti, 2015).
Dapat disimpulkan bahwa teori keagenan muncul karena adanya konflik
kepentingan didalam perusahaan antara principal dan agent untuk
menguntungkan diri sendiri, konflik dapat terjadi karna asimetri informasi yaitu
hanya satu pihak saja yang lebih banyak mengetahui tentang informasi yang ada
dalam perusahaan. Untuk mengurangi terjadinya masalah keagenan dapat diatasi
dengan menerapkan good corporate governance sehingga tidak terjadi masalah
yang berkelanjutan.
2.1.2. Struktur Good Corporate Governance
Good corporate governance adalah tata kelola dalam perusahan yang
dijalankan oleh seluruh anggota perusahaan agar perusahan dapat berjalan dengan
baik untuk mencegah masalah yang bisa menyebabkan terjadinya kesulitan
keuangan karna tata kelola perusahaan yang buruk, maka dibutuhkan mekanisme
corporate governance untuk mengatur perusahaan. Good corporate governance
diharapakan dapat meminimalkan masalah antara principal dan agent agar
8
pemegang saham yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi
mereka.
Menurut FCGI (dalam Darwis, 2009) Penerapan corporate governance
memberikan empat manfaat yaitu : (1) meningkatkan kinerja perusahaan melalui
terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi
perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders, (2)
mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada
akhirnya akan meningkatkan corporate value, (3) mengembalikan kepercayaan
investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dan (4) pemegang saham akan
merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan
shareholders values dan dividen. Menurut (Komite Nasional Kebijakan
Governance, 2006), prinsip-prinsip umum GCG yang meliputi transparan,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan keadilan sangatlah penting untuk
mencapai keberlanjutan perusahaan yang disertai ketertarikan pada stakeholder.
Princip-princip tersebut adalah :
1) Transparency (keterbukaan informasi), yaitu perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang
disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting
untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
2) Accountability (akuntabilitas), yaitu Perusahaan harus dapat mempertanggung
jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus
9
dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan
dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain.
3) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu perusahaan harus mematuhi
peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha
dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate
citizen.
4) Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara professional secara independen tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan
dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
5) Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu Dalam melaksanakan
kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kewajaran dan kesetaraan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan elemen-elemen dari good
corporate governance. Elemen-elemen yang digunakan dalam pengukuran
struktur corporate governance dalam penelitian ini adalah:
1.Kepemilikan institusional
2. Kepemilikan manajerial
3. Jumlah dewan komisaris
4. Jumlah dewan direksi dalam perusahaan
10
5. Proporsi dewan komisaris independen
6. Komite audit dalam perusahaan
7. Biaya agensi manajerial
2.1.2.1. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham yang dimiliki oleh
pemerintah, perusahaan asuransi, investor luar negeri atau bank kecuali kepemilikan
individual investor (Dewi dan Jati, 2014). Kepemilikan institusional merupakan
jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau organisasi.
Kepemilikan institusional termasuk faktor yang mempengaruhi kinerja sebuah
perusahaan karna berfungsi dalam monitoring, fungsi monitoring yang dilakukan
institusional membuat perusahaan lebih efisien dalam melakukan pengawasan oleh
pemilik perusahaan dilakukan dari luar perusahaan sehingga dapat menghindarkan
perusahaan dari kesalahaan pemilihan strategi yang dapat menyebabkan kerugian
perusahaan.
Meningkatnya aktivitas institusional ownership dalam melakukan
monitoring disebabkan oleh kenyataan bahwa adanya kepemilikan saham yang
signifikan oleh institusional ownership telah meningkatkan kemampuan mereka
untuk bertindak secara kolektif. Dalam waktu yang sama, biaya untuk keluar dari
investasi yang mereka lakukan menjadi semakin mahal karena adanya resiko
saham akan terjual pada harga diskon. Kondisi ini akan memotivasi institusional
ownership lebih serius dalam mengawasi maupun mengoreksi semua perilaku
manajer dan memperpanjang jangka waktu investasi (Deviacita, 2012). Jika
kepemilikan institusional dalam perusahaan itu besar, maka keadaan tersebut akan
11
mendorong pengawasan yang lebih efektif dan akan semakin besar kepemilikan
oleh institusi untuk mengawasi manajemen sehingga kinerja perusahaan semakin
baik dan meningkat.
2.1.2.2. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh
manajemen yang mengelola perusahaan. Kepemilikan saham yang dimiliki manajer
dalam perusahaan membuat manajer menjalankan perusahaan sebagai pemilik
perusahaan dan merangkap sebagai pengelola perusahaan. Sehingga perusahaan
yang biasanya hanya diawasi oleh pemilik perusahaan ikut turun dalam
mengelola perusahaan hingga membuat laporan keuangan sendiri. Menurut
Sujoko dan Soebiantoro (2007) Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan
saham oleh manajemen perusahaan diukur dengan persentase jumlah saham
yang dimiliki oleh manajemen.
Para pemegang saham yang mempunyai kedudukan didalam
manajemen perusahaan baik sebagai kreditor maupun sebagai dewan komisaris
disebut sebagai kepemilikan manajerial. Adanya kepemilikan saham oleh
manajemen akan menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakan-
kebijakan yang diambil oleh manjaemen perusahaan. Kepemilikan manajerial
juga diartikan sebagai presentase saham yang dimiliki oleh manajer dan
direktur perusahaan pada akhir tahun untuk masing-masing periode
pengamatan (Deviacita, 2012). Pemilik sebagai pengelola menjalankan
perusahaan tersebut dengan sebaik mungkin agar dapat meningkatkan keefektifan
12
perusahaan sekaligus mengurangi kecurangan kerja dari manajemen perusahaan
yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
2.1.2.3. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah dewan yang bertugas mengawasi kinerja
perusahaan dan memberikan nasihat atau pendapat terhadap direktur. Dewan
Komisaris dapat diamanatkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu direktur,
apabila direktur berhalangan hadir. Menurut KNKG (2006) mendefinisikan dewan
komisaris sebagai mekanisme pengendalian internal tertinggi yang bertanggung
jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberi masukan kepada
direksi serta memasktikan bahwa perusahaan melakukan good corporate
governance.
Sesuai dengan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia,
pelaksanaan tugas dewan komisaris perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut :
1) Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak
independen.
2) Anggota dewan komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan
memiliki kemampuan sehingga dapat menjalankan fungsinya dengan
baik termasuk memastikan bahwa direksi telah memperhatikan
kepentingan semua pemangku kepentingan.
3) Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat dewan komisaris mencakup
tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian
sementara.
13
Peran komisaris diharapkan mampu meminimalisir permasalahan agency yang
timbul antara dewan direksi dan pemegang saham. Oleh karena itu dewan
komisaris seharusnya dapat mengawasi kinerja direksi sehingga kinerja yang
dihasilkan sesuai degan kepentinga pemegang saham.
2.1.2.4. Dewan Direksi
Dewan direksi adalah orang yang bertanggungjawab memimpin kegiatan
dalam suatu perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan
tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan
wewenangnya. Menurut Effendi (2016) dalam penelitian Syafitri, Nuzula dan
Nurlaily (2018) Dewan direksi dalam suatu perusahaan berperan sebagai agent
atau pengelola perusahaan yang kedudukannya bertanggung jawab secara penuh
atas kegiatan operasional perusahaan. Dewan direksi merupakan sekelompok
direktur-direktur yang diketahui oleh presiden direktur. Dewan direksi juga harus
memberikan informasi kepada dewan komisaris dan menjawab hal-hal yang
diajukna oleh dewan komisaris.
Agar pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, perlu
dipenuhi prinsip- prinsip berikut sesuai dengan Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indoneisa :
1) Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat
bertindak independen.
2) Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta
kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
14
3) Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar
dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan
kesinambungan usaha perusahaan.
4) Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusannya dalam RUPS
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Fama dan Jensen (1983) direktur memiliki dua fungsi utama, yaitu (1)
berfungsi sebagai pembuat keputusan manajemen (strategi perusahaan dalam
jangka pendek, kebijakan investasi dan keuangan), (2) berfungsi dalam
mengendalikan keputusan (kompensasi manajerial, pengawasan alokasi modal).
2.1.2.5. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Dewan komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang
memiliki tanggung jawab untuk mendorong diterapkannnya prinsip tata kelola
perusahaan yang baik didalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris
agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi
secara efektif. Menurut Ernawati dan Puspitasari (2010) Komisaris independen
adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan,
kepengurusan, kepemilikan saham dan hubungan keluarga dengan anggota dewan
komisaris lainnya, direksi atau pemegang saham pengendali atau hubungan lain
yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia memberikan
aturan bahwa jumlah komisaris independen harus dapat menjamin agar
mekanisme pengawasan berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan
perundangundangan dan salah satu dari komisaris independen harus mempunyai
15
latar belakang akuntansi atau keuangan. Keberadaan komisaris independen
diperlukan dalam perusahaan untuk menengahi atau mengurangi dampak yang
ditimbulkan akibat benturan berbagai kepentingan yang mengabaikan kepentingan
pemegang saham publik (pemegang saham minoritas) serta stakeholder lainnya,
terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat di
dalam pembiayaan usahanya (KNKG, 2006).
Sesuai dengan ketentuan di Pasar Modal dalam Surat Direksi PT. Bursa
Efek Jakarta Nomor : KEP-399/BEJ/07-2010 tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa poin C yang mengatur hal-hal mengenai
komisaris independen, komite audit, dan sekretaris perusahaan, menjelaskan
bahwa dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perisahaan yang baik (good
corporate governance), perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen
yang jumlahnya secara proposional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki
oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris
independen sekurang-kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.
Kriteria komisaris independen yang telah diatur dalam peraturan BEJ, Kep
316/BEJ/062000 tanggal 30 Juni 2000 adalah :
1. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang
saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling
shareholders) perusahaan tercatat yang bersangkutan.
2. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau
komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan.
3. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
16
4. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
5. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham
minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan
controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2.1.2.6. Komite Audit
Komite audit merupakan salah satu bagian dari mekenisme tata kelola
perusahaan dalam melakukan pengendalian internal dan merupakan salah satu
elemen kunci dalam struktur corporate governance yang membantu
mengendalikan dan mengawasi manajemen (Kristanti dan Syafruddin, 2012).
Pada umumnya dewan komisaris membentuk komite-komite dibawahnya sesuai
dengan kebutuhan perusahaan dan peraturan perundangan yang berlaku untuk
membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tanggungjawab dan
wewenangnya secara efektif. Komite yang dibentuk oleh dewan komisaris
tersebut adalah komite audit, komite kebijakan risiko, komite remunerasi dan
nominasi, komite kebijakan corporate governance (Komite Nasional Kebijakan
Governance, 2006). Namun, menurut peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam
No:KEP-339/BEJ/2001, yang sifatnya wajib dimiliki oleh perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek hanya komite audit.
Tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk mengawasi
kinerja perusahaan dengan penelaahan risiko yang dihadapi perusahaan.
Keberadaan komite audit menjadi sangat penting sebagai salah satu perangkat
utama dalam penerapan good corporate governance.
17
1. Struktur Komite Audit
Struktur komite audit di Indonesia diatur dalam Keputusan KetuaBapepam No.
Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003 tentang Peraturan Nomor IX.1.5 :
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit adalah sebagai
berikut:
1. Anggota komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris
dan dilaporkan kepada rapat umum pemegang saham (RUPS).
2. Anggota komite audit yang merupakan komisaris independen bertindak
sebagai ketua komite audit. Dalam hal ini komisaris independen yang menjadi
anggota komite audit lebih dari satu orang maka salah satunya bertindak
sebagai ketua komite audit.
Dalam rekomendasi yang dibentuk oleh Forum for Corporate Governance in
Indonesia (FCGI, 2002) adalah penting bahwa perusahaan harus memperhatikan
karakteristik yang dimiliki oleh setiap anggota komite auditnya. Hal ini
disebabkan karakteristik komite audit akan berpengaruh pada peran komite audit
dalam pemberian bantuan kepada dewan komisaris dalam melaksanakan tugasnya
tentang pengendalian internal dan pelaporan keuangan dan manajemen.
2. Independensi Komite Audit
Anggota komite audit dipersyaratkan berasal dari pihak ekstern perusahaan yang
independen, harus terdiri dari individu-indidvidu yang independen dan tidak
terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan,
serta memiliki pengalaman untuk melasanakan fungsi pengawasan secara efektif.
Salah satu dari alasan utama independensi ini adalah untuk memelihara integritas
serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang
18
diajukan oleh komite audit, karena individu yang independen cenderung lebih adil
dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan (FCGI,
2002).
3. Pertemuan Komite Audit
Pertemuan komite audit berfungsi sebagai media komunikasi formal anggota
komite audit dalam mengawasi proses corporate governance, memastikan bahwa
manajemen senior membudayakan corporate governance, memonitor bahwa
perusahaan patuh pada code of conduct, mengerti semua pokok persoalan yang
mungkin dapat mempengaruhi kinerja keuangan atau nonkeuangan perusahaan,
memonitor bahwa perusahaan patuh pada tiap undang-undang dan peraturan yang
berlaku, dan mengharuskan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil
pemeriksaan corporate governance dan temuan lainnya.
2.1.2.7. Biaya Agensi Manajerial
Biaya agensi manajerial adalah biaya yang dikeluarkan oleh pemilik
untuk mengatur dan mengawasi kinerja para manajer sehingga mereka bekeraja
untuk kepentingan perusahaan (Fadhilah dan Syarifuddin, 2013). Manajer yang
merupakan pengelola perusahaan cenderung menggunakan sumber daya
perusahaan secara berlebihan untuk memenuhi tujuan mereka dan memungkinkan
terjadinya financial distress, sehingga pemegang saham membutuhkan
mekanisme pengawasan yang efektif untu mengawasi kinerja pengelola saham
maka diperlukan biaya agensi manajerial untuk menghindari konflik keagenan
tersebut . Menurut Williandri (2011) biaya agensi (agency cost) adalah biaya yang
berkaitan dengan pemantauan tindakan manajemen guna menjamin agar tindakan
19
tersebut konsisten dengan kesepakatan kontrak diantara manajer, pemegang
saham, dan kreditor.
Biaya agensi (agency cost) akan muncul ketika terjadinya masalah
keagenan. Masalah keagenan terjadi karena adanya pemisahan fungsi kepemilikan
dan fungsi pengelolaan perusahaan yang menyebabkan konflik (Jensen dan
Meckling, 1976). Konflik keangenan ini disebabkan pengelola perusahaan yang
kadang ingin memperoleh dana yang lebih besar tanpa memperdulikan perintah
pemilik perusahaan. Karena adanya masalah keagenan tersebut pemegang saham
harus mengeluarkan biaya agensi untuk mengurangi masalah keagenan dan
menyakinkan manajer untuk bekerja dengan baik untuk kepentingan pemegang
saham.
Dengan adanya masalah agensi yang disebabkan karena masalah
kepentingan dan adanya asimetri informasi hal ini menimbulkan biaya agensi
(agency cost), yang menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari:
a. The monitoring expenditure by the principle. Biaya monitoring dikeluarkan
oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, termasuk juga usaha untuk
mengendalikan (control) perilaku agen melalui budget restriction dan
compensation policies.
b. The bonding expenditure by the agent. The bonding cost dikeluarkan oleh agen
untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu yang
akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin bahwa prinsipal akan diberi
kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.
20
c. The residual loss yang merupakan penurunan tingkat kesejahteraan prinsipal
maupun agen setelah adanya agency relationship.
2.1.3. Financial Distress
2.1.3.1 Pengertian Financial distresses
Financial distress merupakan tahap paling awal saat perusahaan dalam
masa kesulitan keuangan sebelum terjadinya kebangkrutan. Menurut Yati dan
Patunrui (2017) Financial distress didefinisikan suatu kondisi keuangan
perusahaan yang mengalami kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga
perusahaan tidak mampu menjalankan operasi dengan baik. Salah satu penyebab
kesulitan keuangan menurut Brigham dan Daves (2004) adanya serangkaian
kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan
yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak
langsung kepada manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi
kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan. Hal
ini memberikan kesimpulan bahwa tidak menjamin perusahaan besar dapat
menghindari masalah ini, sebab financial distress berkaitan dengan keuangan
perusahaan dimana setiap perusahaan pasti akan beurusan dengan keuangan untuk
menjaga kelangsungan operasinya.
Financial distress adalah suatu situasi dimana arus kas operasi perusahaan
tidak memadai untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar (seperti hutang
dagang atau beban bunga) dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan
(Hapsari, 2012). Kebangkrutan adalah situasi dimana perusahaan mengalami
kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan
21
usahanya, akibat yang lebih serius dari kebangkrutan adalah berupa penutupan
usaha atau likuidasi. Menurut Platt dan Platt (dalam Almilia, 2004) menyatakan
kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah:
1. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum
terjadinya kebangkrutan pada masa yang akan datang
2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau take over perusahaan
yang lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan
baik
3. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan
Penyebab kesulitan keuangan biasa dibagi menjadi dua yaitu faktor
internal perusahaan maupun eksternal baik yang bersifat khusus yang berkaitan
langsung dengan perusahaan maupun yang bersifat umum. Faktor internal yang
bisa menyebabkan financial distress perusahaan meliputi: manajemen yang tidak
efisien akan mengakibatkan kerugian terus menerus yang pada akhirnya
menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya, pemborosan
dalam alokasi biaya kurangnya keterampilan dan keahlian manajemen, modal
yang dimiliki dengan jumlah utang piutang yang dimiliki, utang yang terlalu
besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba
bahkan bisa mengakibatkan kerugian, piutang yang terlalu besar juga akan
merugikan karena aset yang mengganggur terlalu banyak sehingga tidak
menghasilkan pendapatan pemegang saham atau investor (Munawir, 2012 dalam
Febriani, 2013). Jadi financial disstres adalah kondisi yang menggambarkan
keadaaan sebuah perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan,
artinya perusahaan berada dalam posisi yang tidak aman dari ancaman
22
kebangkrutan atau kegagalan pada usaha perusahaaan tersebut. Dalam penelitian
ini menghitung financial distress dengan menggunakan metode Altman Z-Score.
2.1.3.2 Cara Menganalisis Financial Distress
Banyak cara untuk mengitung financial distress dalam perusahaan, namun
didalam penelitian ini menggunakan model Almant Z-score untuk memprediksi
apakah perusahaan itu sehat, berpotensi bangkrut atau berada di grey area. Model
analisis Almant Z-score berfungsi untuk mengukur kesehatan keuangan
perusahaan dan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada
sebuah perusahaan.
Analisis kebangkrutan Z-score ditemukan oleh Edward I. Almant yang
bertujuan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan
sejumlah rasio keuangan dalam suatu metodologi statistik multideskriminan.
Analisis kebangkrutan Zscore digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan
suatu perusahan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio lalu kemudian
dimasukkan dalam suatu persamaan diskriminan (Gamayuni, 2011). Model
almant Z-score merupakan indikator untuk mengukur potensi kebangkrutn suatu
perusahaan. Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunanaan
analisis rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan atau kebangkrutan suatu
perusahaan. Dasar pemikiran Almant menggunakan analisis diskriminan bermula
dari keterbatasan analisa rasio yaitu metedologinya pada dasarnya bersifat suatu
penyimpangan yang artinya setiap rasio diuji (Yati dan Patunrui, 2017). Seiring
dengan berjalannya waktu Almant membuat modifikasi terhadap perusahaan
manufaktur dan nonmanufaktur dibedakan dari rasio yang digunakan, di
23
perushaan manufaktur menggunakan 5 rasio tetapi untuk manufaktur Almant
mengeliminasi rasio X5 karena rasio sangat bervariasi dengan ukuran aset yang
berbeda-beda. Berikut adalah persamaan Z-score untuk masing-masing
perusahaan.
Untuk perusahaan manufaktur, menggunakan formula yang terdiri dari 5
koefisien, yakni: :
Z-score = 1,2 (X1) + 1,4 (X2) +3,3 (X3) + 0,6 (X4) + 1 (X5)
1. Z-Score > 3,00 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat
2. Z-Score < 1,80 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut
3. Z-Score = 1,81 - 3,00 perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey
area (Altman, 2000).
Untuk perusahaan non-manufaktur, menggunakan formula yang terdiri dari 4
koefisien , yakni:
Z-score = = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) +6,72 (X3) + 1,05 (X4)
1. Z-Score > 2,60 diklasifikasikan sebagai perusahaan sehat
2. Z-Score < 1,10 diklasifikasikan sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut
3. Z-Score = 1,10 - 2,60 perusahaan diklasifikasikan sebagai perusahaan pada
grey area (Altman, 2000).
Rasio-rasio yang digunakan adalah sebagai berikut :
Rasio X1 = Modal kerja x 100%
Total aset
24
Rasio X2 = Laba ditahan x 100%
Total aset
Rasio X3 = Laba sebelum pajak x 100%
Total aset
Rasio X4 = Nilai pasar saham modal x 100%
Nilai buku hutang
Rasio X5 = Penjualan x 100%
Total aset
Menurut Gamayuni (2011) Model Z-score sangat efektif untuk memprediksi
kebangkrutan 2 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan yang sebenarnya dan
untuk bebrerapa kasus model ini dapat memprediksi kebangkrutan 4 atau 5 tahun
sebelumnya. Selain dapat memprediksi kebangkrutan perusahaan manufaktur
secara tepat 2 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan yang sebenarnya, Z-score
juga dapat digunakan untuk :
1. Memeriksa kembali calon perusahaan yang akan diakuisisi oleh pemasok dan
perusahaan lain untuk mendeteksi masalah keuangan yang timbul dari
perusahaan-perusahaan tersebut yang kemungkinan akan mempengaruhi bisnis
perusahaan.
2. Mengukur tingkat kesehatan keuangan sutu perusahaan melalui informasi yang
diperoleh dari laporan keuangan.
Jadi hasil perhitungan dari Z-score dapat dijadikan literatur untuk perusahaan agar
dapat memperbaiki kinerja perusahaan jika dalam keadaan kesulitan keuangan.
25
2.1.3.3 Dampak Financial distress
Salah satu dampak financial distress adalah dapat membawa perusahaan
mengalami kesulitan dalam membayarkan kewajiban yang ditanggung. Menurut
Gitman (2009), ada tiga hal yang paling terlihat ketika perusahaan mengalami
financial distress, yaitu :
1) Business Failure (kegagalan bisnis), dapat diartikan sebagai :
a) Keadaan dimana realized rate of retrun dari modal yang diinvestasikan
secara signifikan terus menerus lebih kecil dari rate of retrun pada
investasi sejenis.
b) Suatu keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi
biaya perusahaan.
c) Perusahaan diklasifikasikan kepada failure, perusahaan mengalami
kerugian operasional selama beberapa tahun atau memiliki retrun
yang lebih kecil dari pada biaya modal .
2) Insolvency (tidak solvable), dapat diartikan sebagai:
a) Technical insolvency timbul apabila perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajiban pembayaran hutangnya pada saat jatuh tempo.
b) Accounting insolvency, perusahaan memiliki negative networth, secara
akuntansi memiliki kinerja buruk (insolvent), hal ini terjadi apabila nilai
buku dari kewajiban perusahaan melebihi nilai buku dari total harta
perusahaan tersebut.
3) Bankruptcy, yaitu kesulitan keuangan yang mengakibatkan perusahaan
memiliki negative stockholders equity atau nilai pasiva perusahaan lebih besar
dari nilai wajar harta perusahaan.
26
Berdasarkan tiga macam kategori financial distress di atas, penelitian ini
menggunakan poin pertama untuk mengkategorikan perusahaan yang dianggap
mengalami financial distress, yaitu ketika perusahaan mengalami kegagalan
bisnis yang terlihat dari pendapatan perusahaan yang tidak dapat menutupi biaya
perusahaan yang timbul. Berarti jika terjadi hal demikian, perusahaan
sedang mengalami kerugian, yang berimbas pada kewajiban perusahaan untuk
menutupi kekurangan biaya yang terjadi dengan sumber pendanaan yang lain.
2.1.3.4 Faktor Penyebab Financial distress
Menurut Hanafi (2013) dalam Thohari, Sujana dan Zahroh (2015)
kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat diprediksi dengan melihat beberapa
indikator yang ada yaitu:
1. Dilihat dari aliran kas sekarang/untuk saat ini atau dimasa yang akan datang
2. Strategi perusahaan yaitu dilihat dari analisis yang dilakukan oleh perusahaan
dalam fokus menghadapi persaingan.
3. Kualitas dari manajemen perusahaan dalam operasional.
4. Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya.
Financial distress dapat timbul karena adanya pengaruh dari dalam
perusahaan sendiri (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal).
Damodaran (2001) menyatakan, faktor penyebab financial distress dari dalam
perusahan lebih bersifat mikro, faktor-faktor dari dalam perusahaan tersebut
adalah :
1) Kesulitan arus kas
Terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi
27
perusahaan tidak cukup untuk menutupi bebab-beban usaha yang timbul atas
aktivitas operasi perusahaan. Kesulitan arus kas juga disebabkan adanya
kesalahan manajemen ketika mengelola aliran kas perusahan untuk
pembayaran aktivitas perusahaan yang memperburuk kondisi keuangan
perusahaan
2) Besarnya jumlah hutang
Kebijakan pengambilan hutang perusahaan untuk menutupi biaya yang timbul
akibat operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan
untuk mengembalikan hutang di masa depan. Ketika tagihan jatuh tempo
dan perusahaan tidak mempunyai cukup dana untuk membayar
tagihan-tagihan yang terjadi maka kemungkinan yang dilakukan
kreditur adalah mengadakan penyitaan harta perusahaan untuk menutupi
kekurangan pembayaran tagihan tersebut.
3) Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun
Kerugian operasional perusahaan menimbulkan arus kas negatif dalam
perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari
pendapatan yang diterima perusahaan. Jika perusahaan mampu menutupi atau
menanggulangi, belum tentu perusahaan tersebut dapat terhindar dari
financial distress.
28
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu menggunakan variabel yang berbeda-beda
dalam menganalisis pengaruh terhadap kesulitan keuangan. Berikut ini adalah
hasil penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai rujukkan dalam penelitian ini
ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
(Tahun)
Variabel Penelitian Metode
Analisis Hasil Penelitian
1 Wardhani
(2006)
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel
Independen:
ukuran dewan direksi
& dewan komisaris,
independensi dewan
komisaris, turn over
direksi, dan struktur
kepemilikan.
Regresi
Logistik
Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa
ukuran dewan
direktur, turnover
direksi mempunyai
pengaruh signifikan
terhadap financial
distress, sedangkan
keberadaan
komisaris
independen dan
struktur kepemilikan
tidak berpengaruh
signifikan terhadap
financial distress.
2 Nur DP
(2007)
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel
Independen:
Kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional, ukuran
dewan direksi,
komisaris independen
Regresi
Logistik
Hasilnya adalah
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
ukuran dewan
direksi, komisaris
independen
signifikan
mempengaruhi
kondisi financial
distress, hanya
jumlah komite
audit yang
29
terbukti tidak
mempengaruhi
terjadinya
financial distress.
3 Kurniasari
(2009) Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel
Independen:
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
komisaris
independen,
managerial agency
cost, dan opini audit
going concern.
variabel kontrol yaitu
financial leverage,
likuiditas, dan profit
margin
Regresi
Logistik
Hasil dari
penelitian tersebut
tidak berhasil
membuktikan
satupun hubungan
antara variabel
independen dan
dependennya.
4 Bodroastuti
(2009)
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel
Independen:
-Jumlah Dewan
Direksi
-Jumlah Dewan
Komisaris
-Kepemilikan Publik
-Jumlah Direksi
Keluar
-Kepemilikan
Institusional
-Kepemilikan Direksi
dan Komisaris
Regresi
Logistik
Jumlah dewan direksi
dan jumlah dewan
komisaris memiliki
pengaruh positif yang
signifikan terhadap
financial distress
sementara
kepemilikan publik,
jumlah direksi keluar,
kepemilikan
institusional, serta
kepemilikan direksi
dan komisaris tidak
memiliki pengaruh
yang signifikan
terhadap financial
distress.
30
5 Fadhilah dan
Syarifuddin
(2013)
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel
Independen
Konsentrasi
kepemilikan,
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
pemerintahan,
proporsi komisaris
independen, biaya
agensi manajerial dan
opini audit
Regresi
logistik
Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa
konsentrasi
kepemilikan,
kepemilikan
manajerial, proporsi
komisaris independen,
biaya agensi
manajerial dan opini
audit berpengaruh
terhadap financial
distress, sedangkan
kepemilikan
pemerintahan tidak
berpengaruh terhadap
financial distress.
6 Triwahyuni
ningtias
(2012)
Variabel Dependen:
Financial Distress
Variabel
Independen
Kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional, dewan
direksi, dewan
komisaris, komisaris
independen,
likuiditas, dan
leverage
Regresi
logistik
Hasil
penelitiannya
menunjukkan
bahwa
kepemilikan
manajerial,
kepemilikan
institusional,
ukuran dewan
dreksi, likuiditas
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap financial
distress.
Sedangkan
leverage
berpengaruh
positif signifikan
terhadap financial
distress.
Sumber : Berbagai jurnal
31
2.3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian ini, maka kerangka penelitian dapat digambarkan sebagai
berikut:
2.4. Hipotesis
2.4.1. Pengaruh Dewan Direksi Terhadap Financial Distress
Dewan direksi merupakan salah satu mekanisme corporate governance
yang diperlukan untuk mengurangi agency problem antara pemilik dan manajer
sehingga timbul keselarasan kepentingan antar pemilik dan manajer (Mayangsari,
2015). Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang
akan diambil atau strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun
Proporsi Dewan Komisaris
Independen
(X3)
Dewan Direksi
(X1)
Dewan Komisaris
(X2)
Financial Distress
(Y)
Kepemilikan Manajerial
(X4)
Kepemilikan Institusional
(X5)
Komite Audit
(X6)
Biaya Agensi Manajerial
(X7)
32
jangka panjang. Dewan direksi ini merupakan salah satu mekanisme yang sangat
penting dalam corporate governance, dimana keberadaannya menentukan kinerja
perusahaan (Triwahyuningtias, 2012). Hasil penelitian Nur DP (2007)
menjelaskan bahwa ukuran dewan direksi berhubungan negatif dengan
kemungkinan suatu perusahan akan mengalami tekanan keuangan. Hal ini berarti
bahwa semakin besar jumlah dewan direksi maka kemungkinan perusahaan akan
mengalami tekanan keuangan akan semakin kecil. Maka dapat disimpulkan
hipotesis sebagai berikut.
H1 : Jumlah dewan direksi berpengaruh negatif terhadap financial distress.
2.4.2. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Financial Distress
Dewan direksi merupakan mekanisme corporate governance yang
diperlukan untuk mengurangi masalah yang terjadi didalam perusahaan. Dewan
komisaris berperan untuk memonitoring dari implementasi kebijakan direksi.
Dewan komisaris bertanggung jawab mengawasi tindakan direksi dan
memberikan nasehat kepada direksi jika dipandang perlu (Triwahyuningtias,
2012). Dewan komisaris adalah pengawas perusahaan yang bertugas
mengawasi manajemen dalam pelaksanaan strategi perusahaan dewan
komisaris bertugas dan bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan
memberikan nasehat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan good corporate governance.
Penelitian ini didukung dengan penelitian Wardhani (2006) menyatakan
bahwa jumlah dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap kesulitan
keuangan perushaan, dimana pengaruh tersebut bertanda negatif, artinya bahwa
33
dengan bertambah banyak dewan komisaris maka akan menurunkan
kemungkinan perusahaan mengalami tekanan keuangan. Menurut Deviacita
(2012) menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi dewan komisaris maka akan
semakin meningkatkan monitoring atau pengawasan kinerja perusahaan yang
dampaknya rendahnya kemunginan financial distress. Maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut.
H2 : Jumlah dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress.
2.4.3. Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Financial
Distress
Komisaris independen merupakan mekanisme corporate governance
yang dapat mengurangi masalah dalam teori agensi. Selain adanya pengawasan
pengambilan keputusan manajemen oleh dewan komisaris, pengawasan juga
dilakukan oleh pihak eksternal yang independen agar keputusan yang diambil
tepat dan menjauhkan perusahaan dari kemungkinan mengalami kesulitan
keuangan (Triwahyuningtias, 2012). Berdasarkan teori keagenan menilai
bahwa komisaris independen dibutuhkan para dewan komisaris untuk
mengawasi dan mengontrol tindakan-tindakan direksi sehubungan dengan
perilaku oportunistik mereka (Jensen dan Meckling, 1976). Teori keagenan
menilai bahwa semakin besar proporsi komisaris independen pada dewan
komisaris maka semakin baik mereka bisa memenuhi peran mereka dalam
mengawasi dan mengontrol perusahaan. Elloumi dan Gueyie (2001)
menyatakan bahwa persentase anggota dari luar dewan dewan komisaris pada
perusahaan yang mengalami financial distress secara signifikan lebih rendah
34
dibandingkan pada perusahaan sehat yang berarti besarnya proporsi komisaris
independen pada jajaran dewan dapat menaikan tingkat kesehatan perusahaan.
Penelitian Wardani (2006) membuktikan bahwa komisaris independen ternyata
tidak signifikan mempengaruhi financial distress. Hal ini menunjukan bahwa
berapapun proporsi dewan omisaris independen tidak berpengaruh terhadap
financial distress pada perusahaan.
Dalam perspektif keagenan, kemampuan dewan komisaris dalam
mekanisme pengawasan yang efektif tergantung pada indepedensinya terhadap
manajemen menurut Beasley (1996) dalam Fadhilah (2013). Karena dengan
adanya komisaris independen dalam perusahaan ini, dapat menghindari
Assymetric Information antara kedua belah pihak yang dapat menimbulkan
kemungkinan kondisi kesulitan keuangan.
H3 : Proporsi dewan direksi independen berpengaruh negatif terhadap financial
distress.
2.4.4. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Financial Distress
Kepemilikan manajerial mampu mengurangi masalah keagenan yang
timbul pada suatu perusahaan yang apabila terjadi masalah keuangan terus
menerus dapat menimbulkan financial distress pada perusahaan. Menurut
penelitian Nur DP (2007), dengan terjadinya peningkatan pada kepemilikan
manajerial maka akan mampu mendorong turunnya potensi kesulitan keuangan.
Hal ini terjadi karena apabila manajer memiliki proporsi kepemilikan saham
perusahaan yang semakin besar, maka hal tersebut akan mendorong
manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karena mereka juga
35
memiliki perusahaan. Ketika seorang manajer merasa bahwa dirinya juga
memiliki perusahaan maka akan menyatukan kepentingan antara pemegang
saham dan manajer sehingga mampu menurunkan kemungkinan terjadinya
kondisi financial distress pada perusahaan.
Struktur kepemilikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kondisi perusahaan dimasa yang akan datang. Kemungkinan suatu
perusahaan berada pada posisi tekanan keuangan juga banyak dipengaruhi oleh
struktur kepemilikan perusahaan tersebut. Struktur kepemilikan menjelaskan
komitmen dari pemiliknya untuk untuk menyelamatkan perusahaan (Wardhani,
2006). Menurut Mayangsari (2015) Kepemilikan saham manajerial oleh manajer
dalam perusahaan membuat manajer mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai
pemilik perusahaan sekaligus pengelola perusahaan tersebut. Sehingga manajer
pemilik saham tersebut akan mempunyai hak untuk memberikan tekanan atau
saran bagi perusahaan untuk berjalan kearah yang dikehendaki. Berdasarkan
penelitian terdahulu maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H4 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kemungkinan
terjadinya kondisi financial distress.
2.4.5. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Financial Distress
Kepemilikan institusional merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan, karena dengan adanya kepemilikan oleh
investor institusional dapat mendorong peningkatan pengawasan yang lebih
optimal terhadap kinerja manajemen. Semakin besar kepemilikan oleh institusi
36
keuangan maka akan semakin besar kekuatan suara dan dorongan institusi
kuangan untuk mengawasi manajemen sehingga kemungkinan perusahaan
menghadapi kondisi kesulitan keuangan dapat diminimalkan (Mayangsari, 2015).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bodroastuti (2009), membuktikan bahwa
kepemilikan institusional tidak signifikan terhadap kemungkinan terjadinya
kesulitan keuangan. Kepemilikan institusional diharapkan akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen,
sehingga biaya agensi dapat diminimalkan. Nur DP (2007) menyatakan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kesulitan keuangan perusahaan.
Hal ini berarti bahwa peningkatan kepemilikan institusional dalam perusahaan
akan mendorong semakin kecilnya potensi kesulitan keuangan. Keadaan tersebut
disebabkan semakin besar kepemilikan institusional akan semakin besar monitor
yang dilakukan terhadap perusahaan yang pada akhirya akan mampu mendorong
semakin kecilnhya potensi kesulitan keuangan. Maka dihasilkan hipotesis sebagai
berikut.
H5 : Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap financial distress.
2.4.6. Pengaruh Komite Audit Terhadap Financial Distress
Jumlah komite audit merupakan mekanisme good corporate governance
yang dapat menghindari terjadinya permasalahan keuanagan karena keberadaan
komite audit yang efektif dapat mengubah kebijakan yang berbeda dalam
pencapaian laba akuntansi beberapa tahun kedepan. Efektivitas komite audit dapat
akan meningkat jika ukuran komite meningkat, karena komite memiliki sumber
37
daya lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi perusahaan (Fuad,
2013). Untuk membuat komite audit yang efektif dalam mengelola perusahaan,
komite harus memiliki anggota yang cukup dan berkompeten untuk melaksanakan
tanggung jawab perusahaan. Menurut Hanifah (2013) komite audit merupakan
mekanisme corporate governance yang diasumsikan mampu mengurangi masalah
keagenan yang timbul pada suatu perusahaan apabila terjadi terus menerus dapat
menimbulkan financial distress pada perusahaan. Berdasarkan argumen diatas,
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H6 : Komite audit berpengaruh negatif terhadap financial distress.
2.4.7. Biaya Agensi Manajerial Terhadap Financial Distress
Biaya agensi (agency cost) adalah biaya yang berkaitan dengan
pemantauan tindakan manajemen guna menjamin agar tindakan tersebut konsisten
dengan kesepakatan kontrak diantara manajer, pemegang saham, dan kreditor
(Williandri, 2011). Biaya agensi manajerial muncul akibat adanya pemisahan
pengendalian dan kepemilikan. Pelaksanaan corporate governance yang buruk
dapat meningkatkan biaya agensi manajerial dan menyebabkan infisiensi ekonomi
pada perusahaan. Manajer yang merupakan agen pemegang saham cendrung
menggunakan sumber daya secara eksploitatif untuk memenuhi tujuan mereka.
Penggunaan sumber daya secara besar-besaran oleh manajer tidak menjamin
tercapainya tecapainya kinerja yang baik dan memungkinkan terjadinya moral
hazard, selain itu apabila penggunaan sumber daya berlebihan tidak seimbang
dengan peningkatan kinerja perusahaan dapat menyebabkan stabilitas perusahaan
terganggu (Fadhilah, 2013). Menurut Fadhilah dan Syarifuddin (2013) Biaya
38
agensi manajerial mecakup biaya untuk pengawasan oleh pemegang saham, biaya
yang dikeluarkan oleh manjemen untuk menghasilkan laporan yang transparan,
termasuk biaya audit independen dan pengendalian internal serta biaya yang
disebabkan karena menurunnya nilai kepemilkikan pemegang saham.
Biaya agensi manajerial yang berlanjut dapat membebani keuangan perusahaan
dan mengakibatkan terjadinya financial distress. Maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut.
H7 : Biaya agensi manajerial berpengaruh positif terhadap kemungkinan
terjadinya kondisi financial distress.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian
3.1.1. Variabel independen
3.1.1.1. Ukuran Dewan Direksi
Dewan direksi sangat penting di dalam corporate governance yang
bertugas dan bertanggungjawab secara penuh dalam mengelola perusahaan.
Masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil
keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya (Wardhani, 2006).
Ukuran dewan direksi dilihat dari laporan tahunan perusahaan masing-masing.
Dewan direksi dalam penelitian ini diukur dengan menghitung jumlah anggota
dewan direksi yang ada dalam perusahaan.
3.1.1.2. Ukuran Dewan Komisaris
Menurut Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia,
jumlah anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan
keputusan. Dalam penelitian ini, ukuran dewan komisaris diukur dengan
menghitung jumlah dewan komisaris yang ada dalam perusahaan pada perode t
40
(Wardhani, 2006). Mengukur dewan komisaris dilihat dari laporan tahunan
perusahaan yang mencatat berapa jumlah dewan komisaris pada perusahaan.
3.1.1.3. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Komisaris independen diperlukan untuk mengawasi jalannya perusahaan
dan untuk memastikan bahwa perusahaan telah melaksanakan corporate
governance. Komisaris independen merupakan anggota komisaris perusahaan
yang bukan pemegang saham mayoritas, tetapi dapat sebagai penengah dalam
masalah keagenan. Variabel ini diukur berdasarkan persentase komisaris
independen dalam struktur dewan komisaris perusahaan.
Komisaris independen : Jumlah komisaris independen x 100%
Total anggota dewan komisaris
3.1.1.4. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai kepemilikan saham yang
dimiliki oleh manajer, direktur, dan komisaris yang diukur dari jumlah saham
manajemen. Variabel ini diukur dengan menggunakan rasio antar jumlah saham
yang dimiliki manajer ataudireksi dan dewan komisaris terhadap total saham yang
beredar (Rustendi dan Jimmi, 2008). Menurut Wardhani (2006) kepemilikan
manajerial diukur dari persentase tingkat kepemilikan dewan direksi dan dewan
komisaris.
Kepemilikan manajerial : Jumlah saham pihak manajerial x 100%
Total saham beredar
41
3.1.1.5. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh
institusi atau pendiri perusahaan, bukan institusi pemegang saham publik.
Kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan rasio antara jumlah
lembar saham yang dimiliki oleh institusi terhadap jumlah lembar saham
perusahaan yang beredar secara keseluruhan (Ujiyantho dan Pramuka,2007).
Kepemilikan institusional = Jumlah saham yang dimiliki x 100%
Total saham beredar
3.1.1.6. Komite Audit
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris yang
bertugas untuk membantu dewan komisaris untuk menjalankan tugas dalam
penelitian laporan keuangan dan tanggung jawab pengawasan dalam perusahaan.
Didalam komite audit harus ada salah satu anggota yang mempunyai kemampuan
akuntansi dan keuangan. Penelitian ini mengukur komite audit dengan
membandingkan banyaknya komite audit independen dengan seluruh komite
audit.
Komite Audit = jumlah anggota komite audit independen x 100%
jumlah seluruh anggota komite audit
3.1.1.7. Biaya Agensi Manajerial
Biaya agensi manajerial muncul akibat adanya pemisahan pengendalian
dan kepemilikan. Pelaksanaan corporate governance yang buruk dapat
meningkatkan biaya agensi manajerial dan menyebabkan inefisiensi ekonomi
42
pada perusahaan (Fadhilah,2013). Dalam penelitian ini pengukuran biaya agensi
manajerial berdasarkan rasio beban administrasi dan umum terhadap total
penjualan. Biaya yang dikeluaran pemegang saham untuk menghindari konflik
keagenan semuanya masuk kedalam biaya administrasi. Maka diukur dengan
menggunakan biaya administrasi dengan pendapatan/ penjualan.
Biaya Agensi Manajerial = biaya administrasi x 100%
penjualan atau pendapatan
3.1.2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial distress atau
kesulitan keuangan. Model Altman Z-score dipergunakan untuk membantu
memprediksi bagaimana perusahaan yang diteliti ditahun yang akan akan. Artinya
Altman Z-score berguna untuk memprediksi kebangkrutan disuatu perusahaan.
Model Z-score dikembangkan oleh Edward I. Almant pada tahun 1986, sehingga
disebut dengan sebutan Almant Z-score. Model ini merupakan model multivariate
dan dikenal dengan sebutan Multivariate Discriminant Analysis. Model ini
digunakan untuk mengetahui apakah suatu perusahaan berpotensi mengalami
kebangkrutan atau tidak. Model ini mengalami pembaharuan pada tahun 1984
yaitu menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dibeberapa negara (Supardi dan
Mastuti, 2003).
Perhitungan menggunakan persamaan ini dapat dilakukan untuk
menganalisis perusahaan BUMN yang terdaftar di bursa efek Indonesia apakah
perusahaan mempunyai kemungkinan untuk mengalami financial distess atau
aman dari resiko kebangkrutan. Menurut Gamayuni (2011) model Z-score
43
terbukti akurat untuk memprediksi kebangkrutan pada 2, 3 dan 4 tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan. Menurut Mastuti, Saifi dan Azizah (2012) Pada metode
analisis kebangkrutan almant z-score, hasil skor z dipengaruhi oleh lima rasio
X1,X2,X3,X4,X5. Semua koefisien bernilai positif sehingga semakin kecil rasio-
rasio dalam formula tersebut, maka akan memperbesar kemungkinan perusahaan
mengalami kesulitan keuangan yang mengarah pada anacaman kebangrutan.
Dimana score z dapat diketahui berdasarkan titik cut-off yang sudah ditentukan
yaitu sedang dalam kondisi sehat (Z>2,99), rawan kebangkrutan (1,80 sampai
dengan 2,99), dan berpotensi bangkrut (Z<1,80).
Model yang dikembangkan selama ini adalah model yang digunakan untuk
menganalisis prediksi kebangkrutan pada perusahaan industri manufaktur. Model
ini juga dapat diterapkan pada perusahaan industri nonmanufaktur dengan jalan
memodifikasi formula. Untuk mengerjakannya komponen pertama sampai
keempat (X1 sampai dengan X4) dalam formula digunakan dan komponen kelima
(X5) diabaikan (Auchterlonie, 1997 dalam Sudiyatno dan Puspitasari, 2010).
.Pengukuran financial distress menggunakan model Almant Z-score yaitu model
prediksi kebangkrutan yang mempunyai 3 kategori yaitu perusahaan sehat,
berpotensi bangkrut atau perusahaan pada grey area. Dalam penelitian Christyan
(2017) Model Z-Score menggunakan metode Multiple Discriminant Analysis
dengan lima jenis rasio keuangan yaitu:
1. Working Capital to Total Assets Ratio (X1) adalah proporsi modal kerja bersih
(selisih aktiva lancar dengan hutang lancar) terhadap total aktiva, dan diukur
dalam satuan persen. Rumus (Gamayuni, 2011) :
44
Working Capital to Assets Ratio = (Current Assets – Current Liabilities) x 100%
Total Assets
2. Retained Earning to Total Assets Ratio (X2) adalah proporsi laba ditahan
terhadap total aktiva, dan diukur dalam satuan persen.Rumus (Altman, 2000) :
Retained Earning to Assets Ratio = Retained Earning x 100%
Total Assets
3. Earning Before Interest and Taxes to Total Assets Ratio (X3) adalah proporsi
laba sebelum bunga dan pajak terhadap total aktiva, dan diukur dalam satuan
persen. Rumus (Altman, 2000) :
Earning Before Interest anf Tax to Total Assets Ratio= EBIT x 100%
Total Assets
4. Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (X4) adalah proporsi
nilai pasar sekuritas tehadap nilai pasar utang, dan diukur dalam satuan persen.
Rumus (Altman, 2000) :
Market Value of Equity to Book Value of Liabilities = Market Value of Equity x 100%
Book Value of Total Liabilities
5. Sales to Total Assets (X5) adalah proporsi penjualan terhadap total aktiva dan
diukur dalam satuan persen. Rumus (Almant, 2000) :
Sales to Total Assets = Sales x 100%
Total Asset
Untuk perusahaan manufaktur, menggunakan formula yang terdiri dari 5
koefisien, yakni: :
Z-score = 1,2 (X1) + 1,4 (X2) +3,3 (X3) + 0,6 (X4) + 1 (X5)
Untuk memprediksi tingkat kesehatan kinerja keuangan perusahaan sektor
manufaktur dalam model Z-Score ini adalah Z-Score > 3,00 diklasifikasikan
45
sebagai perusahaan sehat, Z-Score < 1,80 diklasifikasikan sebagai perusahaan
yang berpotensi bangkrut dan Z-Score = 1,81 - 3,00 perusahaan diklasifikasikan
sebagai perusahaan pada grey area (Altman, 2000).
Untuk perusahaan non-manufaktur, menggunakan formula yang terdiri dari 4
koefisien , yakni:
Z-score = = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) +6,72 (X3) + 1,05 (X4)
Rumus X5 pada perusahaan non manufaktur dihilangkan karena perputaran aset
pada perusahaan non manufaktur tidak memiliki pengaruh yang berati
dibandingkan perusahaan manufaktur.
Untuk memprediksi tingkat kesehatan kinerja keuangan perusahaan sektor
manufaktur dalam model Z-Score ini adalah Z-Score > 2,60 diklasifikasikan
sebagai perusahaan sehat, Z-Score < 1,10 diklasifikasikan sebagai perusahaan
yang berpotensi bangkrut serta Z-Score =1,10- 2,60 perusahaan diklasifikasikan
sebagai perusahaan pada grey area (Altman, 2000). Terlihat bahwa X5 tidak
digunakan pada perusahaan nonmanufaktur, umumnya menawarkan service dan
bukan menjual barang. Nilai X5 menggambarkan assets turnover yang filosofinya
adalah memahani seberapa efisien aset yang dimiliki dapat memberikan
pendapatan. Pada perusahaan service, fixed asset biasanya tidak berhubungan
langsng dengan pendapatan. Oleh karena itu pada perusahaan nonmanufaktur,
nilai aseets turnover seringkali tidak memberikan informasi yang cukup berarti
(Sagho dan Merkusiwati, 2015).
46
3.2 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder ,dimana data
berupa laporan keuangan tahunan perusahaan BUMN yang terdaftar di BEI pada
periode 2014-2016. Data tersebut dapat diperoleh dengan mengkases situs web
www.idx.co.id dan situs perusahaan yang bersangkutan.
3.3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi penelitian ini adalah perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2014-2016. Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada
metode purposive sampling, yaitu dengan menggunakan beberapa kriteria tertentu
yang harus dipenuhi perusahan agar dapat digunakan sebagai sampel. Kriteria
penarikan sampel yang diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan BUMN yang terdapat di BEI pada Tahun 2014 - 2016.
2. Perusahaan yang memiliki data laporan keuangan yang telah diaudit periode
yang berakhir 31 Desember 2014-2016.
3. Menggunakan mata uang rupiah sebagai mata uang dalam pelaporannya.
Terdapat 20 perusahaan BUMN yang akan diteliti sebagai sampel.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data berasal dari laporan keuangan tahunan
perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) setiap akhir
tahun selama masa penelitian yaitu dari tahun 2014 sampai 2016. Data dalam
penelitian ini dikumpulkan dengan mengumpulkan data empiris dan studi pustaka.
Pengumpulan data empiris dilakukan dengan mengumpulkan sumber data yang
47
dibuat oleh perusahaan seperti laporan tahunan perusahaan. Studi pustaka
menggunakan beberapa literatur seperti jurnal, artikel, dan literatur lain yang
berhuibungan dengan pembahasan dalam penelitian ini.
3.5. Teknik Analisis Data
Analisis statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu
data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), deviasi standar, maksimum, dan
minimum. Pada penelitian ini analisis statistik dilakukan pada variabel dependen
yaitu kesulitan keuangan dan variabel independen yaitu dewan direksi, dewan
komisaris, proporsi dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, komite audit dan biaya agensi manajerial yang
merupakan mekanisme corporate governance.
3.5.1 Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Regression Analysis)
Dalam upaya menjawab permasalahan dalam penelitian ini maka
digunakan analisis regresi linear berganda (Multiple Regression). Analisis regresi
pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat)
dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan
tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai-
nilai variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui
(Ghozali, 2005).
Untuk regresi yang variabel independennya terdiri atas dua atau lebih,
regresinya disebut juga regresi berganda. Oleh karena variabel independen diatas
mempunyai variabel yang lebih dari dua, maka regresi dalam penelitian ini
48
disebut regresi berganda. Persamaan Regresi dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen atau bebas.
Persamaan uji regresi linier berganda :
Y = α + b1X1+ b2X2+ b3X3+ b4X4+b5X5+ b6X6+b7X7+e
Keterangan:
Y = Financial Distress
X1 = Dewan Direksi
X2 = Dewan Komisaris
X3 = Proporsi Dewan Komisaris Independen
X4 = Kepemilikan Manajerial
X5 = Kepemilikan Institusional
X6 = Komite Audit
X7 = Biaya Agensi Manajerial
α = Konstanta
b1, b2,b3,b4.. = Koefisien regresi
e = Standar eror
3.5.2 Uji (Parsial) t
Uji t yaitu suatu uji untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas
secara parsial atau individual terhadap variabel terikat. Kriteria yang digunakan
adalah :
a) H0: suatu variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen.
49
b) H1 : suatu variabel independen berpengaruh positif terhadap variabel
dependen.
Sedangkan kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut :
a) Taraf signifikan (a = 0,05).
b) Distribusi t dengan derajat kebebasan (n – k).
c) Apabila thitung> ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
d) Apabila thitung< ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
3.5.3 Koefisien Determinasi Berganda
Uji koefisien determinasi berganda digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan
pengolahan data melalui SPSS, koefisien determinasi ganda (R²) adalah angka
yang menunjukkan berapa % variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel-
variabel independen, atau dari 100% variabel l- variabel yang berpengaruh
terhadap variabel dependen, sekian % dipengaruhi oleh variabel dependen,
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diketahui karena
tidak dimasukan kedalam data. Semakin besar nilai koefisien determinasi ganda
(R²), maka sangat kuat dan sempurna model tersebut. Sebaliknya jika semakin
kecil (0) nilai koefisien determinasi ganda (R²), maka semakin buruk model
tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa besarnya koefisien determinasi
ganda (R²) berada 0 sampai 1 atau 0 < R² < 1.
50
3.6. Uji Asumsi Klasik
3.6.1. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel dependen maupun independen mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal atau mendekati
norma. Dalam penelitian ini digunakan cara analisis plot grafik histogram dan uji
kolmogorov-smirnov (uji K-S).Analisis normalitas data dengan menggunakan
grafik histogram dilakukan dengan cara melihat apakah posisi histogram berada di
tengah-tengah atau tidak. Apabila posisi histogram sedikit menceng ke kiri
ataupun ke kanan, maka data tidak berdistribusikan secara normal. Sedangkan
analisis normalitas dengan menggunakan uji K-S dilakukan dengan melihat nilai
probabilitas signifikansi atau asymp. Sig (2-talied). Sebelumnya perlu ditentukan
terlebih dahulu hipotesis pengujian, yaitu:
Hipotesis Nol (H0) : data terdistribusi secara normal.
Hipotesis Alternatif (HA) : data tidak terdistribusi secara normal.
Apabila nilai probabilitas signifikansi kurang dari nilai ∝= 0,05, maka data
tidak terdistribusi secara normal. Apabila nilai probabilitas signifikansi lebih dari
∝= 0,05, maka data terdistribusi secara normal.
3.6.2 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana di antara dua variabel
independen atau lebih pada model regresi terjadi hubungan linear yang sempurna
atau mendekati sempurna. Tujuan dari uji multikolinieritas adalah untuk menguji
51
adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen
saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal
adalah variabel independen sama dengan nol.Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinieritas di dalam model regresi adalah dengan cara melihat nilai variance
inflation factor (VIF). Jika nilai VIF lebih besar dari 10, maka terjadi
multikolinieritas.
3.6.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas.
Model inilah yang diharapkan terjadi. Jika variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lainnya berbeda, maka terjadi heteroskedastisitas.
3.6.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah suatu model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2011). Autokorelasi muncul
karena karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain
(Ghozali, 2011). Jika nilai Durbin Watson (DW hitung) lebih besar dari nilai du
dan lebih kecil dari 4 – du sesuai tabel Durbin Watson (untuk jumlah sampel dan
tingkat signifikansi yang telah ditentukan) maka tidak terjadi autokorelasi
52
(Ghozali, 2011). Pengambilan keputusan dengan Durbin Watson dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 3.1
Tabel Keputusan Durbin Watson
DW Kesimpulan
du< dw < 4 – du
0 < dw <dL
4 – dL ≤ dw ≤ 4
dL ≤ dw ≤ dL
(4 – du) ≤ dw ≤ (4 – dL)
Tidak ada autokorelasi
Ada autokorelasi positif
Ada autokorelasi negatif
Tidak bisa disimpulkan
Tidak bisa disimpulkan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis data yang telah dilakukan dari bab sebelumnya mengenai
pengaruh mengenai pengaruh dewan direksi, dewan komisaris, proporsi komite
independen, kepemilikian manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, dan
biaya agensi manajerial terhadap Financial Distress pada perusahaan BUMN
yang terdaftar di BEI tahun 2014-2016 , maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Variabel dewan direksi mempunyai pengaruh negatif tetapi tidak
signifikan, karena tingkat signifikan nya sebesar 0,065>0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa dewan direksi tidak berpengaruh terhadap financial
distress. Oleh karena itu, hipotesis pertama yang menyatakan “dewan
direksi berpengaruh negatif terhadap financial distress”, ditolak.
2. Variabel dewan komisaris mempunyai pengaruh positif tetapi tidak
signifikan karena tingkat signifikan nya sebesar 0,084>0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap financial
distress. Oleh karena itu, hipotesis pertama yang menyatakan “dewan
komisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress”, ditolak.
79
3. Variabel proporsi dewan komisaris independen mempunyai hubungan
positif tetapi tidak signifikan karena tingkat signifikan nya sebesar
0,060>0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris independen
tidak berpengaruh terhadap financial distress. Oleh karena itu, hipotesis
pertama yang menyatakan “dewan komisaris independen berpengaruh
negatif terhadap financial distress”, ditolak.
4. Variabel Kepemilikian manajerial mempunyai pengaruh negatif dan
signifikan dengan tingkat signifikan 0,029<0,05. Maka dapat disimpulkan
bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap financial distress.
Oleh karena itu, hipotesis pertama yang menyatakan “kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress”, diterima.
5. Variabel Kepemilikian institusional mempunyai pengaruh positif tetapi
tidak signifikan dengan tingkat sigifikan 0,575>0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap
financial distress. Oleh karena itu, hipotesis pertama yang menyatakan
“kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap financial
distress”, ditolak.
6. Variabel komite audit mempunyai pengaruh negatif tetapi tidak signifikan
dengan tingkat signifikan sebesar 0,424>0,05. Maka dapat disimpulkan
bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap financial distress. Oleh
karena itu, hipotesis pertama yang menyatakan “komite audit berpengaruh
negatif terhadap financial distress”, ditolak.
80
7. Variabel Biaya agensi manajerial mempunyai pengaruh negatif dan
signifikan dengan tingkat signifikan sebesar 0,023<0,05. Hal ini
menunjukan bahwa biaya agensi manajerial berpengaruh terhadap
financial distress. Oleh karena itu, hipotesis pertamma yang menyatakan
“biaya agensi manajerial berpengaruh positif terhadap financial distress”,
ditolak.
5.2 Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti hanya menggunakan 1 model prediksi kebangkrutan saja yaitu
model almant z-score, belum mencoba degan model yang lain.
2. Peneliti hanya menggunakan sampel perusahaan BUMN yang terdaftar di
BEI , sehingga penelitian belum dapat digeneralisasikan ke sektor yag lain.
3. Jumlah sampel dan periode terbatas hanya menggunakan periode tahun
2014-2016 sehingga hanya didapatkan sebanyak 51 sampel.
5.3 Saran
1. Diharapkan pada penelitian yang akan datang untuk menambah objek
penelitian lainnya, tidak terbatas pada perusahaan BUMN tetapi juga
perusahaan atau sektor lain sehingga meningkatkan distribusi data yang
lebih baik.
2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel lainnya
sebagai variabel independen karena sangat dimungkinkan variabel lain
yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini dapat berpengaruh kuat
terhadap Financial Distress dan menambah periode waktu.
81
3. Penambahan periode waktu dapat dipertimbangkan bagi penelitian
selanjutnya agar jumlah sampel bertambah sehingga dapat memberikan
hasil yang lebih bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Altman, Edward I.2000. Predicting Financial Distress of Companies.Revisting the and Z-score ZETA models.
Almillia LS, 2004. Analisis Faktor-faktor Yang mempengaruhi KondisiFinancial Distress Suatu Perusahaan Yang Terdaftar Di BEJ. JurnalRiset Akuntansi Indonesia. Vol.7, No.1.
Bodroastuti, Tri. 2009. Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadapFinancial Distress. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, Ekonomi.Vol.1, No.1, Hal.87-105.
Brigham, Eugene F., dan Daves, Philip R., 2004, Intermediate FinancialManagement, Eight Editio. Thomson, South-Western, Mason, Ohio,USA
Christyan, Kevin. 2017. Analisis Penggunaan Model Z-Score pada PerusahaanYang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Fakultas Ekonomi danBisnis UNILA : Lampung.
Damodaran, Aswath. 2001. Corporate Finance : Theory and Practice. 2nd ed.USA: John Wiley & Sons, Inc.
Darwis, Hermawan. 2009. Corporate Governance Terhadap KinerjaPerusahaan. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Vol. 13, No. 3September 2009, Hal 418-430.
Deviacita, A. W. 2012. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate GovernanceTerhadap Financial Distress. Diponegoro Journal of Accounting. Vol.1, No.1 , Hal 1-15.
Dewi, Ni Nyoman Kristiana dan Jadti, I Ketut. 2014. Pengaruh KarakteristikEkdekutif, Karakteristik Perusahaan dan Dimensi Tata Kelolaperusahaan yang Baik Pada Tax Avoidance di Bursa Efek Indonesia.ISSN: 2302-8556. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol.6,No.2 ,Hal 249-260.
Elloumi dan Gueyie. 2001. Financial Distress and Corporate Governance : AnEmpirical Analysis, MCB Universitas Press.
Ernawati, Endang & Puspitasari, Filia. 2010. Pengaruh Mekanisme CorporateGovernance Terhadap Kinerja Keuangan Badan Usaha. JurnalManajemen Teori dan Terapan. Vol. 3, No.2, pp. 189-215.
Fadhilah, Fauziah Nurul dan Syarifuddin, Muchamad (2013). Analisispengaruh Karakteristik Corporate Governance Terhadap KemungkinanFinancial Distress. Journal of Accounting. Vol.2, No.2, Hal 1.
Fama, E. F. Dan M.C Jensen, 1983. Separation of Ownership and Control,Journal of Law and Economics. Vol.26 , pp 301-325.
Febriani, Maria Ulfah. 2013. Analisis Z-score Untuk Memprediksi FinancialDistress Pada Perusahaan Pulp And Paper. Jurnal Ilmu dan RisetAkuntansi.Vol. 2, No. 2.
Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2002. Peranan DewanKomisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance(Tata Kelola Perusahaan).
Fuad, D. S., 2013, Pengaruh Corporate Governance dan Firm Size terhadapPerusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan (Financial Distress).Diponegoro Journal of Accounting 2. Vol. 3, pp:2337-3806.
Gamayuni, Rindu Rika. 2011. Analisis Ketepatan Model Almant sebagai Alatuntuk Memprediksi Kebangkrutan (Studi Empiris pada PerusahaanManufaktur di BEI). Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 16 No.2.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Semarang:Badan Penerbit UNDIP.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gitman, Lawrence. 2009. Principles of Manajerial Finance. United States :Pearson Addisom Wesley.
Hanafi, Jeffry dan Brealiastiti, Ririn. Peran Mekanisme Good CorporateGovernance dalam Mencegah Perusahaan Mengalami FinancialDistress. Jurnal . Vol.1, No.1, pp.195-220.
Hanifah, O.E. dan Purwanto, A. 2013. Pengaruh Struktur CorporateGovernance Dan Financial Indicators Terhadap Kondisi FinancialDistress. Dipenogoro Journal of Accounting. Vol. 2, No.2, Hal 1-15.
Hapsari, Evanny Indri. 2012. Kekuatan Rasio Keuangan Dalam MemprediksiKondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di BEI. JurnalDinamika Manajemen. Vol.3, No.2, 2012, pp 101-109.
Jensen, M.C. dan William Meckling. 1976. Theory of the firm: Managerialbehavior, agency costs, and capital structure. Journal of FinancialEconomics.
KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance). (2006). Pedoman UmumGood Corporate Governance Indonesia. Jakarta.
Kusanti, Okta. 2015. Pengaruh Good Corporate Governance dan RasioKeuangan terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmu dan Riset akuntansiVol. 4 No. 10. STIESA : Surabaya.
Kristanti, Martina Eny dan Muchamad Syafruddin. 2012. PengaruhKarakteristik Komite Audit Pada Kondisi Financial DistressPerusahaan, Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar DiBursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010. Diponegoro Journal ofAccounting. Vol. 1. No. 2. Tahun 2012. Hal 1-14.
Mastuti, F., Saifi, M., & Azizah, D. 2012. Almant Z-score Sebagai Salah SatuMetode Dalam Menganalisis Estimasi Kebangkrutan Perusahaan (StudiPada Perusahaan Plastik dan Kemasan yang Terdaftar (Listing) di BursaEfek Indonesia periode tahun 2010 sampai 2012. Jurnal IlmuAdministrasi Universitas Brawijaya. Hal 1-10.
Mayangsari, Lillananda Putri. 2015. Pengaruh Good Corporate Governancedan Kinerja Keuangan Terhadap Financial Distress. Jurnal IlmuManajemen dan Akuntansi Vol.4 No.4 .STIESIA : Surabaya.
Nur DP, Emrinal. 2007 Analisis Pengaruh Praktek Tata Kelola Perusahaanterhadap Kesulitan Keuangan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 9 No.1,pp. 88-102.
Patunrui, Katarina Intan & Yati, Sri. 2017. Analisis Penilaian FinancialDistress Mengguanakan Model Almant Z-score Pada PerusahaanFarmasi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2015.Jurnal Akuntansi. Vol. 5, No. 1, hal 55-71.
Rustendi, T dan Farid J. 2008. Pengaruh Hutang dam Kepemilikan ManajerialTerhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur (Survey PadaPerusahaan Manufaktur yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta). JurnalAkuntansi FE Universitas Siliwang, Vol. 3, No.1.
Sagho, Maria F dan Merkusiwati, Ni Ketut. 2015. Penggunaan Metode AlmantZ-score Modifikasi Untuk Memprediksi Kebangkrutan Bank YangTerdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Bali : Jurnal Akuntansi UniversitasUdayana. Vol.11, No. 3, Hal 730-742.
Scott, W. R. 2012. Financial Accounting Theory 6th edition. Toronto: PearsonEducation Canada.
Sudiyanto, Bambang & Puspitasari, Eka. 2010. Tobin’s Q dan Almant Z-scoreSebagai Indikator Pengukuran Kinerja Perusahaan. Kajian Akuntansi.Vol.2, No. 1, Hal 9-21.
Sujoko & Soebiantoro, Ugi. 2007. Pegaruh Struktur Kepemilikan Saham,Leverage, Faktor Intern, dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 9, No. 1, h.41-48.
Supardi dan Mastuti, Sri. 2003. Validitas Penggunaan Z-score Almant UntukMenilai Kebangkrutan Perusahaan Perbankan Go Public di Bursa EfekJakarta, Kompak, Januari-April.
Syafitri, Tria., Nuzula, Nila F & Nurlaily, Ferina. 2018. Pengaruh GoodCorporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan (Studi padaPerusahaan Industri Sub Sektor Logam dan Sejenisnya yang Terdaftardi BEI periode 2012-2016). Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 56, No.1.
Syilviana & Rachmawati. 2016. Analisis kebangkrutan Dengan MenggunakanModel Altman Z Score pada Perusahaan Asuransi yang Go Public diBursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol.1, No.1.
Thohari, Sudjana dan Zahroh. 2015. Prediksi Kebangkrutan MenggunakanAnalisis Model Z-score (Studi Pada Subsektor Textile Mill ProductsYang terdaftar di BEI Periode 2009-2013). Jurnal Administrasi Bisnis(JAB) Vol.28 , No.1.
Triwahyuningtyas, Meilinda, 2012. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan,Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas dan LeverageTerhadapTerjadinya Financial Distress (Studi pada PerusahaanManufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010).Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Vol.1, No.1, Hal1-14.
Ujiyantho, Arief, M, dan Pramuka, B. A. 2007. Mekanisme CorporateGovernance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuanagan, SimposiumNasional Akuntansi X, AKPM-01: 1-26. Universitas Diponegoro.Semarang.
Wardhani, Ratna. 2007. Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaanyang Mengalami Permasalahan Keuangan. Jurnal Akuntansi danKeuangan Indonesia. Vol.4, No. 1, Hal 95-114.
Wiiliandri, Rully, 2011. Pengaruh Blockholder Ownership dan Firm SizeTerhadap Kebijakan Hutang Perusahaan. Jurnal Ekonomi Bisnis, No. 2,Hal. 95-112.
www.bareksa.com/id/text/2017/09/29/menilik-strategi-efisiensi-pln-hingga-2026-di-tengah-pertumbuhan-pelanggan/16807/news
www.idx.co.id
www.itokindo.org