ANALISIS KOMODITAS KOPI DAN KARET INDONESIA: EVALUASI KINERJA PRODUKSI, EKSPOR DAN MANFAAT KEIKUTSERTAAN DALAM ASOSIASI KOMODITAS INTERNASIONAL PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014
45
Embed
ANALISIS KOMODITAS KOPI DAN KARET INDONESIA: … Komoditas Kopi dan... · pemerintah untuk kopi, menjadi wadah bersama bagi exportir dan importir kopi untuk menghadapi tantangan sektor
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KOMODITAS KOPI DAN KARET INDONESIA: EVALUASI KINERJA PRODUKSI, EKSPOR DAN MANFAAT KEIKUTSERTAAN DALAM
ASOSIASI KOMODITAS INTERNASIONAL
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga laporan Analisis Komoditas Kopi dan Karet Indonesia : Evaluasi
Kinerja Produksi, Ekspor dan Mafaat Keikutsertaan dalam Asosiasi Komoditas Internasional
dapat selesai tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan semua pihak yang turut serta dalam
penyelesaian penyusunan laporan analisis ini.
Semoga analisis yang kami susun ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Jakarta, September, 2014
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
i
ABSTRAK
ANALISIS KOMODITAS KOPI DAN KARET INDONESIA : EVALUASI KINERJA PRODUKSI, EKSPOR DAN MAFAAT KEIKUTSERTAAN DALAM ASOSIASI
KOMODITAS INTERNASIONAL
Keterlibatan Indonesia dalam organisasi internasional Kopi dan Karet perlu
dievaluasi peluang dan manfaatnya. Sehingga dapat memberikan keuntungan bagi
kepentingan Indonesia.
Indonesia memproduksi dua macam jenis kopi, yaitu kopi arabika dan kopi robusta.
Kopi arabika termasuk jenis yang dapat tumbuh optimal 1000 meter dpl, sedangkan lahan
seperti itu umumnya merupakan lahan hutan di Indonesia. Berbeda dengan kopi jenis
robusta yang dapat tumbuh optimal di dataran yang lebih rendah, hal inilah yang
menyebabkan proporsi produksi kopi Indonesia rata-rata lebih dari 80% adalah jenis kopi
robusta.
International Coffee Organization atau ICO adalah organisasi utama antar
pemerintah untuk kopi, menjadi wadah bersama bagi exportir dan importir kopi untuk
menghadapi tantangan sektor kopi global. Organisasi ini diinisiasi untuk kolaborasi dengan
PBB dalam meningkatkan kerjasama antara negara konsumen kopi, distributor dan
produsen. Anggota Pemerintahan yang masuk ke dalam ICO mewakili 94% produksi kopi
dunia dan lebih dari 75% konsumsi kopi dunia.
Karet merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Produksi karet
Indonesia pada tahun 2013 mencapai 3,18 juta ton, sekitar 16% dari produksi tersebut
digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik (Ditjenbun, Kementan).
ii
Besarnya hasil karet Indonesia harus mampu dimanfaatkan untuk mengembangkan
hilirisasi produk karet Indonesia. Saat ini baru 16% produksi karet Indonesia digunakan
untuk industri domestik. Perlu keseriusan pemerintah dalam membuat peta jalan hilirisasi
karet. Selain itu, berbagai insentif fiskal dalam indutri ini perlu di evaluasi dalam mendorong
perkembangan industri karet dalam negeri. Sehingga rantai industri dapat berjalan dari hulu
sampai hilir dengan baik.
Struktur pasar kopi yang terfragmentasi dengan tiap negara/daerah, memiliki rasa
yang berbeda, peran pembeli yang kuat, potensi premium yang lebih kecil.
Karet adalah komoditas yang mendekati sifat homogen dan Indonesia diproyeksikan
akan mendapatkan manfaat lebih besar (US$ 78,21 – 312,84 juta dolar) bila para produsen
dapat mengkoordinasikan kebijakannya. Hasil karet Indonesia juga dapat digunakan untuk
mendorong industri dalam negeri yang selama ini belum dapat menyerap produksi. Apalagi
International Rubber Study Group (IRSG) mempunyai peran yang cukup besar serta
datanya menjadi referensi, sehinggi studi ini merekomendasikan keanggotaan pada IRSG.
Kata kunci: Kopi, International Coffee Organization, Karet, International Rubber Study Group
iii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Penelitian Terdahulu 3
BAB III METODOLOGI 4 BAB IV ANALISIS KOMODITAS KOPI DAN KARET INDONESIA : EVALUASI KINERJA PRODUKSI, EKSPOR DAN MANFAAT KEIKUTSERTAAN DALAM ASOSIASI KOMODITAS INTERNASIONAL 5 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 33
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Lima Negara Utama Penghasil Karet (Akhir 2012) 20
Tabel 4.2 : Skenario Premium Komoditas 32
v
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Produksi, Ekspor, Impor dan Persediaan Kopi Dunia (dalam Ton) 6 Gambar 4.2: Harga Kopi Dunia Periode 1998-2014 ($/kg, nominal$) 7
Gambar 4.3: Negara Penghasil Kopi Dunia (juta ton) 9 Gambar 4.5: Negara Importir Kopi Utama Dunia 10 Gambar 4.6: Produksi, Ekspor, Impor dan Konsumsi (dalam Ton) 12 Gambar 4.7: Produksi Kopi Arabika dan Robusta Indonesia 13 Gambar 4.8: Produksi Karet Dunia 18 Gambar 4.9: Harga Karet Dunia Periode 1998-2014
(Pasar Singapore, $/kg, nominal$) 19 Gambar 4.10: Persentase Eksportir Utama Karet Dunia 2012 20 Gambar 4.11: Negara Penghasil Utama Karet Dunia 2012 21 Gambar 4.12: Konsumsi Karet Dunia 22 Gambar 4.13: Persentase Konsumsi Karet Alam Dunia 2012 23 Gambar 4.14: Produksi dan Ekspor Karet Alam Indonesia 24 Gambar 4.15: Tujuan Ekspor Karet Alam Indonesia 25
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Hasil Regresi 1 Lampiran 1.2 Tabel Premium Kartel Internasional 2 Lampiran 1.3 Kuesioner 5
vii
COMMODITY ANALYSIS OF COFFEE AND RUBBER INDONESIA: PERFORMANCE EVALUATION OF PRODUCTION, EXPORTS AND mafaat PARTICIPATION IN ASSOCIATION INTERNATIONAL COMMODITIES
Indonesia's involvement in international organizations Coffee and Rubber opportunities and benefits need to be evaluated. So it can provide benefits for the benefit of Indonesia.
Indonesia produces two types of coffee, the coffee arabica and robusta coffee. Arabica coffee including types that can grow optimally 1000 feet above sea level, while the land as it is generally a forest in Indonesia. Unlike the robusta that can grow optimally at lower ground, this is what causes the proportion of Indonesian coffee production averaged more than 80% is kind of robusta coffee.
International Coffee Organization, is the main intergovernmental organization for coffee, into a container exporters and importers together for coffee to face the challenges of the global coffee sector. The organization initiated a collaboration with the United Nations to promote cooperation among countries in coffee consumers, distributors and manufacturers. Government members who enter into the International Coffee Organization represents 94% of world coffee production and more than 75% of world coffee consumption.
Rubber is one of the leading commodity in Indonesia. Indonesian rubber production in 2013 reached 3.18 million tons, about 16% of the production is used to meet domestic needs (Ministry of Agriculture).
The magnitude of the result of the Indonesian rubber should be able to be utilized to develop the Indonesian downstream rubber products. Currently only 16% of Indonesia's rubber production is used for domestic industry. It should be the government's seriousness in making a road map downstream rubber. Moreover, various fiscal incentives in these industries need to be evaluated in encouraging the development of the rubber industry in the country. So the industry chain can be run from upstream to downstream well.
The structure of the coffee market is fragmented with each country/region, has a different taste, a strong buyer role, the potential for a smaller premium. Rubber is the homogeneous nature of the commodity approach and Indonesia is projected to gain greater benefit (USD 78.21 to 312.84 million dollars) when the manufacturer can coordinate policies. Results of Indonesian rubber can also be used to encourage the domestic industry has not been able to absorb the production. Moreover, the International Rubber Study Group has a considerable role as well as the data to a reference, this study recommends IRSG membership. Keywords: Coffee, International Coffee Organization, Rubber, International Rubber Study
Group
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia menempati peringkat ke-3 dunia setelah Brazil dan Vietnam dalam
produksi kopi di tahun 2013. Adapun untuk produksi karet alam di dunia, Indonesia
menempati peringkat kedua setelah Thailand. Besarnya produksi kopi dan karet
Indonesia masih belum mampu diserap industri domestik. Sebagian besar dari produksi
kopi dan karet Indonesia di ekspor, hanya sebagian kecil yang dikonsumsi dalam
negeri. Hal ini disebabkan belum kuatnya industri hilir karet, serta kurangnya budaya
minum kopi masyarakat Indonesia.
Besarnya proporsi komoditas kopi dan karet Indonesia meningkatkan salah satu
pendorong devisa. Hal tersebut membantu meningkatkan nilai ekspor non-migas
Indonesia. Terlebih kopi adalah komoditas setelah minyak dan gas yang paling diminati.
Perlunya peningkatan nilai tambah dua komoditas tersebut sebelum diekspor tentu akan
memberikan keuntungan lebih bagi Indonesia, pemerintah perlu serius memperhatikan
tumbuh-kembangnya hilirisasi industri dua komoditas tersebut.
Keterlibatan Indonesia dalam organisasi internasional Kopi dan Karet perlu
dievaluasi peluang dan manfaatnya. Sehingga dapat memberikan keuntungan bagi
kepentingan Indonesia. Oleh karena itu, perlu disusun langkah-langkah dalam
memaksimalkan peran Indonesia untuk menjaga harga dua komoditas tersebut tetap
stabil pada tingkat yang menguntungkan.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi produksi, ekspor, impor, konsumsi kopi dan karet dunia?
2. Bagaimana kondisi produksi, ekspor, impor, konsumsi kopi dan karet Indonesia?
3. Bagaimana gambaran negara produsen dan eksportir kopi dan karet dunia?
4. Peran Indonesia dalam produksi dan ekspor kopi dan karet serta asosiasinya?
5. Kesimpulan dan rekomendasi terkait keikutsertaan saat ini dalam Asosiasi Produsen
Komoditi Internasional?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk menentukan sikap akan keikutsertaan Indoneisa
dalam asosiasi kopi atau karet internasional dilihat dari potensi manfaat yang didapat.
1.4 Manfaat Penelitian
Kebijakan untuk mengevaluasi keanggotaan Indonesia dalam asosiasi komoditi
internasional kopi dan karet untuk melihat manfaat yang diberikan bagi Indonesia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Pertanian merupakan tulang punggung perekonomian dan merupakan sumber
lapangan kerja yang terbesar bagi kebanyakan negara berkembang. Pembangunan
pertanian antara lain ditujukan untuk mencapai pertumbuhan,
sustainability, stabilitas, pemerataan dan efisiensi (Warren C. Baum, 1988, dikutip dari
Persveranda, 2005).
Di Indonesia komoditas kopi merupakan salah satu sub sektor pertanian yang
mempunyai andil cukup penting penghasil devisa ketiga terbesar setelah kayu dan
karet. Kopi sebagai tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang
menarik bagi banyak negara terutama negara berkembang, karena perkebunan kopi
memberi kesempatan kerja yang cukup tinggi dan dapat menghasilkan devisa yang
sangat diperlukan bagi pembangunan nasional (Spillane, 1990).
BAB III METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif seperti
dilakukan dengan regresi multivariabel. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara
mendalam (in-depth interview) narasumber terkait di Jakarta, Medan, Palembang dan
Lampung.
Uji empirik yang dilakukan dalam studi ini ditujukan untuk melihat pengaruh dari
konsentrasi pasar terhadap overcharge atas harga komoditas tersebut karena adanya
asosiasi internasional yang berperan dalam penentuan harga. Hal tersebut sejalan dengan
tujuan utama studi ini, yaitu untuk mengevaluasi keikutsertaan Indonesia dalam asosiasi
komoditas di tingkat internasional.
BAB IV ANALISIS KOMODITAS KOPI DAN KARET INDONESIA : EVALUASI KINERJA PRODUKSI, EKSPOR DAN MANFAAT KEIKUTSERTAAN DALAM ASOSIASI
KOMODITAS INTERNASIONAL
4.1 Kopi
4.1.1 Produksi dan Harga Kopi Dunia
Produksi kopi dunia mulai 2009/2010 sampai 2012/2013 terus mengalami
peningkatan dengan rata-rata pertumbuhannya mencapai 6,1% selama tiga
musim terakhir. Peningkatan produksi tertinggi antara musim 2009/2010 sampai
2010/2011 sebesar 9,3% menjadi 8,3 juta ton kopi. Pertumbuhan ini sebagian
besar di topang peningkatan produksi kopi jenis Arabika yang tumbuh 13,8%
menjadi 5,2 juta ton, dan pertumbuhan produksi kopi Robusta 2,5% menjadi 3,2
juta ton. Pada musim 2012/2013 produksi kopi dunia mencapai 9,19 juta ton,
rekor produksi terbesar. Musim 2013/2014 diprediksi terjadi penurunan produksi
sebesar minus 1,8% dari periode sebelumnya menjadi 9 juta ton kopi1.
1, 2United States Department of Agriculture, Foreign Agriculture Service, Circular Series Desember 2013
Grafik 4. 1: Produksi, Ekspor, Impor dan Persediaan Kopi Dunia (dalam Ton)
Sumber: United States Department of Agriculture, Foreign Agriculture Service, diolah
Ekspor kopi dunia selama lima tahun terakhir terus meningkat, rata-rata
pertumbuhan tiap tahunnya sekitar 4,2%. Pertumbuhan ekspor terbesar terjadi di
musim 2009/2010 sampai 2010/2011 sebesar 10,3% menjadi 6,8 juta ton. Pada
musim 2012/2013 merupakan rekor ekspor terbesar sebesar 6,9 juta ton. Proyeksi
untuk musim 2013/2014 tumbuh 0,6% dibandingkan tahun sebelumnya
menembus 7 juta ton. Rata-rata impor kopi selama lima musim terakhir tumbuh
sebesar 4% tiap tahunnya, proyeksi pertumbuhan impor untuk musim 2013/2014
turun sedikit sekitar 0,001% dari musim sebelumnya menjadi 6,7 juta ton.
Rata-rata konsumsi kopi global dari musim 2009/2010 sampai 2013/2014
tumbuh 1,3% tiap musimnya (termasuk proyeksi musim 2013/2014). Penurunan
terbesar konsumsi terjadi di musim 2010/2011, turun 2,5% menjadi 8 juta ton
dibanding musim sebelumnya. Untuk persediaan kopi global rata-rata tumbuh
6,9% tiap tahunnya. Penurunan pertumbuhan terbesar terjadi di musim 2011/2012
sebesar minus 11,6% menjadi 1,5 juta ton. Di musim selanjutnya 2012/2013
terjadi kenaikan persediaan tertinggi sebesar 33% menjadi 2,02 juta ton.
Grafik 4.2: Harga Kopi Dunia Periode 1998-2014 ($/kg, nominal$) Sumber: International Coffee Organization; Thomson Reuters Datastream; World Bank, diolah
Gambar 4.2 menyajikan data bulanan harga kopi dimana sejak tahun 1998
harga cenderung menurun sampai 2002 lalu menanjak dengan puncaknya pada
US$ 6,6 pada April 2011. Pola pergerakan kopi arabika dan robusta cenderung
mirip sampai 2009 dimana arabika naik drastis untuk lalu mencapai titik terendah
pada US 2,84 di Oktober 2013. Harga kopi Robusta sejak pertengahan 2008
relatif stabil pada US$ 2 per kg.
4.1.2 Negara Penghasil dan Eksportir Kopi Dunia
Brazil adalah raksasa di sektor kopi dengan produksi dua kali lipat dari
pesaing terdekatnya (Vietnam) dan enam kali lipat Indonesia yang berada di
urutan ketiga. Produksi kopi Brazil diperkirakan turun 5,3% pada musim
2013/2014 menjadi 3,18 juta ton dari musim sebelumnya, ini disebabkan pohon
kopi arabika memasuki penurunan siklus produksi setiap dua tahunan. Setelah
tiga tahun melakukan ekspansinya, panen kopi robusta diperkirakan akan
menyumbang dalam penurunan total produksi Brazil. Penurunan ini karena curah
hujan yang tidak teratur dan suhu rata-rata diatas batas wajar. Nilai ekspor kopi
Brazil diproyeksikan tumbuh 1,3% pada musim 2013/2014 menjadi 1,65 juta ton,
lebih dari satu perempatnya diekspor ke Uni Eropa.
seharusnya harga minyak berada, sehingga dapat mengoptimumkan keuntungan
anggota.
Selain menentukan jumlah pasokan atau memberlakukan kuota dalam
mengatur harga sesuai tingkat yang diinginkan, organisasi atau perjanjian kartel
juga melakukan perjanjian kontrak multilateral jangka panjang dan melakukan
penjualan dan pembelian dari buffer stock untuk menentukan harga. International
Coffee Aggrements menggunakan kuota pasokan dalam menentukan harga.
Jenis produk dan pasar juga mempengaruhi keberhasilan pengendalian
harga oleh kartel seperti OPEC, elastisitas produk yang lebih inelastis akan lebih
efektif dalam menentukan harga. Selain itu, jumlah konsumen yang banyak juga
semakin membuat kartel lebih efektif. Menurut survey yang dilakukan Connor J.
M. (2005) kartel internasional jauh lebih efektif dalam menentukan harga daripada
kartel domestik, lebih efektif 75% dalam menaikan harga daripada kartel
domestik.
4.1.6 International Coffee Agreement dan International Coffee Organization
International Coffee Agreement memiliki tujuan untuk menguatkan sektor
kopi global dan mempromosikan ekspansi berkelanjutan dalam lingkungan
berbasis pasar untuk kemajuan semua anggota disektor ini. Pihak yang terlibat
dalam perjajian mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi
kewajiban mereka berdasarkan perjanjian dan sepenuhnya saling bekerja sama.
Hal ini untuk mencapai tujuan bersama dari perjanjian. Setiap pihak yang
termasuk dalam perjanjian merupakan anggota tunggal. Anggota dapat
mengubah kategori keanggotaannya pada kondisi yang disetujui oleh dewan.
International Coffee Organization didirikan berdasarkan International Coffee
Agreement tahun 1962 dan akan terus berlanjut untuk mengelola ketentuan dan
mengawasi pelaksanaan dari perjanjian ini. otoritas tertinggi dari organisasi
tersebut adalah International Coffee Council. Dewan akan dibantu sesuai dengan
Finance and Administration Committee, Promosi dan Promotion and Market
Development Committee dan Projects Committee. Dewan juga disarankan oleh
Private Sector Consultative Board, The World Coffee Conference dan
Consultative Forum on Coffee Sector Finance.
International Coffee Organization atau ICO adalah organisasi utama antar
pemerintah untuk kopi, menjadi wadah bersama bagi exportir dan importir kopi
untuk menghadapi tantangan sektor kopi global. Organisasi ini diinisiasi untuk
kolaborasi dengan PBB dalam meningkatkan kerjasama antara negara konsumen
kopi, distributor dan produsen. Anggota Pemerintahan yang masuk ke dalam ICO
mewakili 94% produksi kopi dunia dan lebih dari 75% konsumsi kopi dunia.
International Coffee Organization atau ICO didirikan di London tahun 1963
yang merupakan hasil International Coffee Agreement (ICA). International Coffee
Agreement (ICA) mulai diberlakukan pada tahun 1962 untuk jangka waktu lima
tahun, dan terus beroperasi dibawah perjanjian yang dinegosiasikan tersebut.
Termasuk ICA 1968 (dan dua perpanjangannya), ICA 1978 (dengan satu
perpanjangan), 1983 (dan empat perpanjangan), Perjanjian 1994 (dengan satu
perpanjangan) dan Perjanjian 2001 (dengan tiga perpanjangan). Kesepakatan
terbaru diadopsi oleh dewan International Coffee Organization September 2007
dan mulai berlaku secara definitif pada tanggal 2 Februari 2011.
International Coffee Organization (ICO) bernaung dibawah Perserikatan
Bangsa Bangsa karena pentingnya kopi yang menjadi salah satu komoditas yang
diperdagangkan secara luas setelah minyak dan gas. ICO memiliki dua jenis
anggota, anggota negara pengekspor kopi yang terdiri dari 39 (tiga puluh
sembilan) negara dan negara-negara yang masuk kedalam kategori negara
importir yang terdiri dari 6 (enam) anggota yaitu Uni Eropa, Norwegia, Swiss,
Tunisia, dan Amerika Serikat. Badan tertinggi ICO adalah International Coffee
Council yang mana mengadakan pertemuan dua kali tiap tahunnya. Badan
konsultasi sektor swasta ICO terdiri dari 16 (enam belas) perwakilan dari Industri
konsumsi dan produksi kopi yang juga mengadakan pertemuan dua kali tiap
tahunnya.
4.2. KARET ALAM 4.2.1 Sejarah Singkat Karet Alam
Karet pertama kali dikenal oleh orang asli Amerika jauh sebelum
kedatangan dari penjelajah Eropa. Seorang pendeta bernana d’Anghieria
melaporkan bahwa dia melihat suku asli Meksiko bermain dengan bola elastis.
Penelitian ilmiah pertama karet dilakukan oleh Charles de la Condamine, ketika
melakukan penelitian di Peru tahun 1735. Seorang insinyur Perancis yang ditemui
Condamine di Guinea, Fresnau mempelajari karet di tanah asalnya, dia
menyimpulkan bahwa ini tidak lebih dari “jenis minyak resin kental”.
Penggunaan karet pertama kali sebagai penghapus dilakukan oleh
Magellan, keturunan dari navigator Portugis yang terkenal. Sedangkan di Inggris,
Priestley mempopulerkan penggunaannya yang saat itu dikenal sebagai “karet
India”, saat itu karet digunakan untuk membuat botol menggantikan kulit
borrachas yang biasa digunakan untuk mengapalkan wine.
Pada tahun 1820 seorang industrialis Inggris, Nadier menghasilkan benang
karet dan berusaha menggunakannya untuk aksesori pakaian. Saat itu adalah
ketika Amerika dihinggapi demam karet, dan alas kaki tahan air yang digunakan
oleh masyarakat adat. Pada tahun 1840 secara tidak sengaja Goddyear
menemukan teknik vulkanisasi dan pada 1842 Hancock menemukan rahasia
vulkanisasi, 1845 R. W. Thomson menemukan ban pneumatic yaitu ban dalam
pada tahun 1850 berbagai mainan yang terbuat dari karet. Di tahun 1869 Michaux
menemukan Velocipede yang menyebabkan penemuan karet padat, dan
Bouchardt menemukan cara polimerasi isoprena antara tahun 1879 dan 1882.
Penemuan ban sepeda pertama kali tahun 1830 dan untuk pertama kali Michelin
mengadaptasi ban karet untuk mobil pada 1895.
Karet merupakan bahan baku penting yang memainkan peran utama dalam
peradaban modern, pada abad 19 para ilmuwan menemukan karet yang
merupakan polimer isoperna. Rusia dan Jerman membuat terobosan baru dengan
berusaha mensistesis karet. Namun produk yang dihasilkan tidak dapat bersaing
dengan karet alam. Awal mula dari usaha untuk mensistesiskan karet inilah yang
menjadi cikal bakal industri produk sintesis di seluruh dunia.
4.2.2 Produksi Dan Harga Karet Dunia
Rata-rata produksi karet dunia tumbuh 3,92% dari tahun 2008 sampai 2013.
Pertumbuhan sempat negatif di tahun 2009 yaitu turun 3,15% secara total,
penurunan tersebut imbas dari lesunya industri otomotif dan mempengaruhi
permintaan ban. Total produksi karet tertinggi terjadi pada tahun 2013 yang
mencapai lebih dari 12 juta ton, naik 3,73% dari tahun sebelumnya. Naiknya
produksi karet ini didorong oleh naiknya konsumsi karet (terutama untuk bahan
baku pembuatan ban) dunia seiring tumbuhnya industri otomotif.
Grafik 4.8: Produksi Karet Dunia Sumber: International Rubber Study Group (IRSG), diolah
Pergerakan bulanan harga karet alami (natural rubber) dunia disajikan pada
grafik 4.8 Terlihat bahwa sejak 1998 harga perlahan meningkat sampai US$ 3,05
di bulan Mei 2008 untuk lalu jatuh sampai US$1,2 di Desember 2008 dan terus
meningkat sampai US$ 6,3 di Februari 2011. Setelah itu harga cenderung
menurun dan sekarang pada kisaran US$ 2 per kg.
Grafik 4.9: Harga Karet Dunia Periode 1998-2014 (Pasar Singapore, $/kg, nominal$) Sumber: Singapore Commodity Exchange Ltd (SICOM); Bloomberg; Rubber Association of Singapore Commodity Exchange (RASCE); International Rubber Study Group; Asian Wall Street Journal; World Bank, diolah
4.2.3 Negara Penghasil Dan Eksportir Karet Dunia
Pada tahun 2012, Thailand masih menjadi produsen karet alam terbesar di
dunia dengan produksi 3,5 juta ton, disusul Indonesia 3,04 juta ton, Malaysia 950
ribu ton, India 904 ribu ton dan Vietnam 863,6 ribu ton.Pasokan karet alam dunia
sebagian besar di pasok dari Asia Tenggara, yaitu dari Thailand (34,4%),
Indonesia (24,8%), Malaysia (17,1%) dan Vietnam (10,3%).
0
1
2
3
4
5
6
7
1998
M01
19
98M
07
1999
M01
19
99M
07
2000
M01
20
00M
07
2001
M01
20
01M
07
2002
M01
20
02M
07
2003
M01
20
03M
07
2004
M01
20
04M
07
2005
M01
20
05M
07
2006
M01
20
06M
07
2007
M01
20
07M
07
2008
M01
20
08M
07
2009
M01
20
09M
07
2010
M01
20
10M
07
2011
M01
20
11M
07
2012
M01
20
12M
07
2013
M01
20
13M
07
2014
M01
Rubber, Singapore, $/kg, nominal$
Grafik 4.10: Persentase Eksportir Utama Karet Dunia 2012
Sumber: Agroinfo, FPTS, diolah
Tabel 4.1: Lima Negara Utama Penghasil Karet (Akhir 2012)
Indikator Thailand Indonesia Malaysia India Vietnam Total Area (Hektar) 2756000 3456000 1048000 737000 910500
Produksi (Ton) 3500000 3040000 950000 904000 863600 Rata-rata Produksi