ANALISIS KESUBURAN PERAIRAN PULAU PASARAN BERDASARKAN KONSENTRASI KLOROFIL-a, NITRAT DAN ORTOFOSFAT (Skripsi) Oleh M. RIFKI NUR HUDA PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2018
ANALISIS KESUBURAN PERAIRAN PULAU PASARAN
BERDASARKAN KONSENTRASI KLOROFIL-a, NITRAT DAN
ORTOFOSFAT
(Skripsi)
Oleh
M. RIFKI NUR HUDA
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
ABSTRACT
ANALYSIS OF THE TROPIC STATE IN WATER OF PASARAN ISLAND
BASED ON THE CONCENTRATION OF CHLOROPHYLL-a, NITRATE
AND ORTHOPHOSPHATE
By
M. Rifki Nur Huda
Pasaran Island is the closest island which is ± 5 km from Bandar Lampung.
The high activity i n that island can be a source of nutrients in the water such
as nitrate and phosphate. The concentration of nitrate and phosphate will affect
the concentration of chlorophyll-a and the tropic state in waters. When the tropic
state in waters belongs to the eutrophic category, it can be potentially occurrence
of blooming algae that can be harmful f o r marine life and also for human. The
main objective of this research was to determine the tropic state of Pasaran Island
water by chlorophyll-a, nitrate, and orthophosphate. The research was conducted
from May to July 2017. Sampling was done by using purposive sampling method
and do once in a month. The water samples were analyzed at the Center
Development of Marine Aquaculture (BBPBL) Lampung. Data analyze were
using Principal Component Analysis (PCA) by software Past13 and Surfer14.
These results indicate that waters around the Pasaran Island are classified as
eutrophic category. In this study, the amount of nitrates and phosphates into the
water was positively correlated with the concentration of chlorophyll-a and
tropic state in waters of Pasaran Island.
Keywords: The tropic state in waters, chlorophyll-a, PCA, eutrophic, blooming
algae
ABSTRAK
ANALISIS KESUBURAN PERAIRAN PULAU PASARAN
BERDASARKAN KONSENTRASI KLOROFIL-a, NITRAT DAN
ORTOFOSFAT
Oleh
M. Rifki Nur Huda
Pulau Pasaran merupakan pulau terdekat yang berjarak ± 5 km dari pusat kota
Bandar Lampung. Tingginya aktivitas masyarakat di Pulau Pasaran dapat menjadi
sumber nutrien ke perairan antara lain nitrat dan fosfat. Konsentrasi nitrat dan fosfat
akan berpengaruh terhadap konsentrasi klorofil-a dan tingkat kesuburan perairan.
Ketika tingkat kesuburan perairan termasuk kategori eutrofik maka dapat
berpotensi terjainya ledakan populasi alga (blooming alga) yang dapat berbahaya
bagi biota laut bahkan manusia. Penelitian analisis kesuburan perairan Pulau
Pasaran bertujuan untuk mengkaji kesuburan perairan Pulau Pasaran berdasarkan
klorofil-a, nitrat dan ortofosfat. Penelitian ini dilakukan di Pulau Pasaran pada bulan
Mei-Juli 2017. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sampling dan dilakukan pada setiap bulan. Sampel air dianalisis di Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA) dan
distribusi sebaran horizontal klorofil-a, nitrat, ortofosfat. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perairan di sekitar Pulau Pasaran tergolong dalam kategori
eutrofik. Dalam hal ini, besarnya nitrat dan fosfat yang masuk ke perairan
berkorelasi positif dengan konsentrasi klorofil-a dan kesuburan perairan Pulau
Pasaran.
Kata kunci: Kesuburan perairan, klorofil-a, metode PCA, eutrofik, blooming alga
ANALISIS KESUBURAN PERAIRAN PULAU PASARAN
BERDASARKAN KONSENTRASI KLOROFIL-a, NITRAT DAN
ORTOFOSFAT
Oleh
M. RIFKI NUR HUDA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERIKANAN
Pada
Program Studi Budidaya Perairan
Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Muhammad Rifki Nur Huda. Lahir di
Padang Cermin, 25 Agustus 1994 sebagai anak ketiga
dari pasangan Bapak Gunawan Rendra dan Ibu
Haryani. Penulis mengawali pendidikan di Sekolah
Dasar Negeri 1 Sumber Jaya pada tahun 2001-2007.
Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Padang Cermin,
setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMA
Negeri 1 Padang Cermin pada tahun 2010-2013. Tahun
2013 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Perikanan dan Kelautan,
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung
melalui jalur PMPAP.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa
Budidaya Perairan Unila (HIDRILA) sebagai Anggota Bidang Kerohanian
periode 2014-2015, dan pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Kerohanian
Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila (HIDRILA) periode 2015-2016.
Penulis melaksanakan Praktik Umum pada tahun 2016 di Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah dengan judul “Deteksi
Parasit Pada Udang Vanamei di BBPBAP Jepara”. Penulis juga telah
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2017 di Desa Margo
Lestari, Kecamatan Jati Agung Lampung Selatan.
Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
“Mikrobiologi Akuatik”, “Penyakit dan Parasit Organisme Akuatik” dan
“Pengenalan Masyarakat Perikanan”. Penulis melakukan penelitian pada bulan
Mei-Juli 2017 dengan judul penelitian “Analisis kesuburan perairan Pulau Pasaran
berdasarkan konsentrasi klorofil-a, nitrat, dan ortofosfat”.
Aku persembahkan karya ini sebagai tanda baktiku kepada kedua orang
tuaku
“Bapak dan Ibu yang tanpa lelah berusaha dan mendo’akan agar anak-
anaknya menjadi orang baik dan bermanfaat untuk orang lain”
Semoga karya ini dapat menjadi salah satu kebanggaan bagi kalian.
---------000--------
SANWACANA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kesuburan
Perairan Pulau Pasaran Berdasarkan Konsentrasi Nitrat dan Ortofosfat” yang
merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas
Lampung. Penulis menyadari bahwa kelancaran dari skripsi ini tidak lepas dari
dukungan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dalam waktu yang telah ditentukan.
Dengan segenap rasa syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang dilandasi
dengan kerendahan hati, ungkapan terima kasih yang tulus dan ikhlas penulis
sampaikan kepada:
1. Kedua Orang tuaku Pak Gunawan Rendra dan Ibu Haryani yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan materi, serta do’a yang diberikan tanpa
henti demi kelancaran, keselamatan dan kesuksesan penulis.
2. Prof. Dr. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
3. Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
4. Ibu Berta Putri, S.Si., M.Si. selaku pembimbing I atas kesediaan meluangkan
waktu dan kesabarannya memberikan bimbingan, dukungan, masukan dan
saran.
5. Bapak Dr. Indra Gumay Yudha, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing II atas
kesediaan meluangkan waktu dan kesabarannya memberikan bimbingan,
dukungan, masukan dan saran.
6. Bapak Herman Yulianto, S.Pi., M.Si selaku pembahas yang telah
memberikan saran dalam proses penulisan skripsi ini.
7. Bapak Qadar Hasani, S.Pi., M.Si dan Eko Efendi, S.T., M.Si selaku
Pembimbing Akademik atas bimbingan dan arahan selama ini.
8. Mas Hai’, Mas Idil, Tia yang telah memberikan bantuan moril, semangat dan
do’a selama proses kuliah.
9. Dosen Perikanan dan Kelautan Universtas Lampung, atas pelajaran yang
telah di berikan.
10. Tim “Skripsi Do or Die” Kurno dan Wede, semoga kita bisa menjadi tim lagi
di lain waktu.
11. Tim Keramba: Rio, Riki, Wahyu, Anripal, Aji S, Enggi, Pak Warli, Ika, Ema,
Ida, Nia, Rufaida, Mita, Diah, Binti, Dewi, Yunop, Juli, Yeni.
12. Keluarga BDPI 2013 dan Keluarga Besar Perikanan dan Kelautan Unila.
13. Presidium dan Pengurus Hidrila periode 2015-2016.
14. Pengurus HIMAPIK Unila.
15. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dan dukungan sampai saat ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca dan dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
Bandar Lampung, Januari 2018
Penyusun,
dto
M. Rifki Nur Huda
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.3 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
1.4 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1 Kesuburan perairan ............................................................................. 5
2.2 Unsur Hara ......................................................................................... 6
2.3 Nitrogen (N) ....................................................................................... 6
2.4 Fosfor (P) ........................................................................................... 8
2.5 Klorofil-a ........................................................................................... 9
2.6 Parameter fisika kimia perairan ......................................................... 11
2.6.1 Suhu ............................................................................................ 11
2.6.2 Salinitas ...................................................................................... 12
2.6.3 pH ............................................................................................... 13
2.6.4 Oksigen terlarut .......................................................................... 14
2.6.5 Kecepatan arus ............................................................................ 15
III. METODE PENELITIAN ......................................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 16
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 17
3.3 Prosedur Penelitian............................................................................. 17
3.3.1 Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel .................................. 17
3.3.2 Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan .......................... 19
3.3.3 Pengukuran Klorofil-a, Nitrat, dan Fosfat................................. 19
iii
3.4 Analisis Data ...................................................................................... 21
3.4.1 Kontur Permukaan Klorofil-a ........................................................ 21
3.4.2 Analisis Komponen Utama ............................................................ 21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 22
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 22
4.2 Distribusi Klorofil-a, Nitrat, dan Fosfat ............................................. 24
4.3 Analisis Komponen Utama ................................................................ 37
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 40
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 40
5.2 Saran ................................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 41
LAMPIRAN ................................................................................................... 44
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1 Tingkat kesuburan perairan ............................................................... 9
2 Letak stasiun pengambilan sampel .................................................... 17
3 Parameter, alat, dan metode yang digunakan dalam pengambilan sampel
fisika kimia ......................................................................................... 19
4 Tingkat kesuburan perairan ................................................................ 35
5 Keragaman data analisis komponen utama ........................................ 37
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1 Struktur kerangka pikir penelitian ................................................... 4
2 Siklus materi di ekosistem perairan ..................................................... 10
3 Peta lokasi penelitian dan letak stasiun pengamatan ....................... 16
4 Konsentrasi klorofil-a, nitrat dan ortofosfat pada bulan Mei .......... 22
5 Konsentrasi klorofil-a, nitrat dan ortofosfat pada bulan Juni .......... 23
6 Konsentrasi klorofil-a, nitrat dan ortofosfat pada bulan Juli ........... 23
7 Distribusi klorofil-a (mg/l) di perairan Pulau Pasaran
bulan Mei 2017 ................................................................................ 25
8 Distribusi klorofil-a (mg/l) di perairan Pulau Pasaran
bulan Juni 2017 ................................................................................ 26
9 Distribusi klorofil-a (mg/l) di perairan Pulau Pasaran
bulan Juli 2017 ................................................................................. 27
10 Distribusi nitrat (mg/l) di perairan Pulau Pasaran
bulan Mei 2017 ................................................................................ 28
11 Distribusi nitrat (mg/l) di perairan Pulau Pasaran
bulan Juni 2017 ................................................................................ 29
12 Distribusi nitrat (mg/l) di perairan Pulau Pasaran
bulan Juli 2017 ................................................................................. 30
13 Distribusi ortofosfat (mg/l) di perairan Pulau Pasaran
bulan Mei 2017 ................................................................................ 32
14 Distribusi ortofosfat (mg/l) di perairan Pulau Pasaran
bulan Juni 2017 ................................................................................ 33
15 Distribusi ortofosfat (mg/l) di perairan Pulau Pasaran
bulan Juli 2017 ................................................................................. 34
16 Kurva biplot antara parameter sumbu 1 dan parameter sumbu 2 .... 38
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
1 Deskripsi stasiun pengamatan ......................................................... 45
2 Kondisi stasiun penelitian ................................................................ 46
3 Konsentrasi klorofil-a, nitrat dan ortofosfat (mg/l) ......................... 47
4 Kualitas air pada tiap stasiun pengamatan ....................................... 47
5 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ........................... 48
6 Hasil Analisis Komponen Utama .................................................... 51
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesuburan perairan pada umumnya dihubungkan dengan konsentrasi nutrien dalam
badan perairan. Tinggi rendahnya kandungan klorofil-a sangat erat hubungannya
dengan pasokan nutrien yang berasal dari darat melalui aliran sungai yang masuk
ke badan perairan. Nutrien tersebut diantaranya nitrat dan ortofosfat. Nitrat dan
ortofosfat merupakan nutrien yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton,
dimana konsentrasi fitoplankton erat kaitannya dengan kesuburan perairan.
Tingkat kesuburan suatu perairan dapat diindikasikan dari tingginya konsentrasi
klorofil-a di perairan tersebut. Klorofil-a adalah suatu pigmen aktif dalam sel
fitoplankton yang mempunyai peranan penting dalam proses fotosintesis di
perairan. Klorofil-a dapat digunakan sebagai indikator pengukur kesuburan suatu
perairan karena klorofil-a identik dengan adanya fitoplankton yang merupakan
sumber makanan utama bagi organisme laut. Selain itu, kesuburan perairan juga
sering dijadikan bahan kajian untuk eutrofikasi, karena apabila zat hara yang
dimanfaatkan oleh klorofil-a berlebihan, maka akan terjadi eutrofikasi di perairan
tersebut.
Fosfat dan nitrat sangat penting keberadaannya dilautan. Kedua zat tersebut
dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai nutrien untuk tumbuh dan berkembang.
Namun jika konsentrasi terlalu tinggi maka dapat menyebabkan blooming yang
berdampak negatif bagi biota air lainnya. Menurut Ardiwijaya (2002), konsentrasi
klorofil-a dan unsur hara akan semakin meningkat jika mendekati daerah pantai dan
akan menurun jika mendekati laut lepas. Hal ini disebabkan sumber masukan unsur
hara semakin banyak di daerah sekitar pantai dan semakin sedikit saat mendekati
laut lepas, disebabkan semakin jauh dengan aktivitas di daratan.
Pulau Pasaran merupakan pulau terdekat yang berjarak ± 5 km dari pusat kota
Bandar Lampung. Selain itu, di Pulau Pasaran juga terdapat muara dari aliran sungai
2
Way Belau. Berbagai aktivitas masyarakat terdapat di Pulau Pasaran, antara lain
kegiatan budidaya ikan di KJA, penangkapan ikan di laut, industri rumah tangga,
lalu lintas kapal, pasar tradisional, dan kegiatan lainnya. Aktivitas masyarakat
tersebut dapat menjadi sumber masukan nitrat dan ortofosfat di perairan. Apabila
konsentrasi nitrat dan ortofosfat tinggi maka dapat berpotensi blooming alga.
Blooming alga dapat menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat Pulau Pasaran,
khususnya di sektor perikanan. Kerugian di bidang perikanan budidaya diantaranya
kematian massal pada ikan yang dibudidayakan karena rendahnya DO di perairan.
Penelitian mengenai analisis kesuburan perairan Pulau Pasaran menjadi penting
untuk dikaji disebabkan karena Pulau Pasaran menerima beban nutrien secara masif
yang berasal dari kegiatan pertanian, pasar tradisional, dan pembuangan limbah
ikan, limbah domestik maupun limbah industri. Masukan nutrien dari daratan
tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki korelasi yang sangat
kuat terhadap kehidupan biota perairan terutama klorofil-a fitoplankton sebagai
indikator tingkat kesuburan perairan. Akan tetapi peningkatan nutrien yang terus
menerus dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan eutrofikasi dan
memperburuk kualitas perairan teluk, ditambah lagi belum adanya penelitian
mengenai status tingkat kesuburan di perairan Pulau Pasaran akan dapat
mempersulit penanganan penanggulangan pencemaran nutrien penyebab
eutrofikasi dan pengelolaan perairan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis distribusi horizontal klorofil-a fitoplankton
sebagai indikator tingkat kesuburan perairan, serta menganalisis hubungan klorofil-
a dengan ketersediaan unsur hara N dan P di perairan. Oleh karena itu berdasarkan
uraian tersebut, maka penting untuk dilakukan kajian kesuburan perairan di sekitar
Pulau Pasaran.
3
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kesuburan perairan Pulau Pasaran
berdasarkan konsentrasi klorofil-a, nitrat dan ortofosfat.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi kepada
masyarakat mengenai tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan klorofil-
a, nitrat dan ortofosfat di perairan Pulau Pasaran.
1.4 Kerangka Pemikiran
Sumber nitrat dan ortofosfat di perairan berasal dari alam dan kegiatan
antropogenik. Sumber nitrat dan ortofosfat tersebut akan terbawa oleh aliran air
sungai lalu masuk ke perairan muara dan laut. Keberadaan nitrat dan ortofosfat di
perairan berpengaruh terhadap konsentrasi klorofil-a. Selanjutnya konsentrasi
klorofil-a dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan perairan. Apabila kesuburan
perairan tersebut berlebih (eutrofik) maka dapat berpotensi terjadinya blooming
alga. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kesuburan
perairan Pulau Pasaran. Struktur kerangka pemikiran disajikan pada (Gambar 1).
4
Sumber nitrat dan fosfat di perairan
Alami Antropogenik
Keberadaan nitrat dan fosfat di perairan
Konsentrasi nitrat Konsentrasi ortofosfat
Konsentrasi klorofil-a
Gambar 1. Struktur kerangka pikir penelitian
Indikator kesuburan perairan
Analisis kesuburan perairan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesuburan Perairan
Kesuburan perairan adalah kapasitas atau kemampuan perairan untuk menyediakan
unsur hara yang sesuai bagi kehidupan fitoplankton sehingga dapat menghasilkan
produksi yang optimum. Perairan yang subur mengandung banyak unsur hara yang
dapat mendukung kehidupan organisme di perairan, terutama fitoplankton dan alga
dalam mempercepat pertumbuhan dan kelimpahannya (Purwohadiyanto dkk,
2006).
Tingkat kesuburan suatu perairan sangat menentukan jumlah biomassa sumber daya
perikanan yang tumbuh di dalamnya. Kesuburan perairan biasanya dihubungkan
dengan konsentrasi nutrien dalam badan perairan. Tinggi rendahnya kandungan
klorofil-a sangat erat hubungannya dengan pasokan nutrien yang berasal dari darat
melalui aliran sungai yang masuk ke badan perairan. Saat konsentrasi nutrien terlalu
tinggi, maka akan terjadi peristiwa eutrofikasi (Linus, 2016). Menurut Effendi
(2003) eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan air oleh unsur hara berupa
bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan produktivitas primer perairan. Pada umumnya zat hara tersebut berupa
nitrat dan fosfat. Beberapa elemen seperti silikon, manga dan vitamin merupakan
faktor pembatas bagi pertumbuhan alga, akan tetapi elemn-elemen ini tidak dapat
menjadikan perairan mengalami eutrofikasi meskipun memasuki badan air dalam
jumlah yang cukup banyak.
Kesuburan perairan dapat terbagi menjadi tiga kategori yaitu oligotrofik,
mesotrofik dan eutrofik. Perairan oligotrofik merupakan perairan dengan unsur
hara dan produktivitas yang rendah, perairan mesotrofik merupakan peralihan
antara oligotrofik dan eutrofik sedangkan eutrofik yaitu perairan dengan kadar
unsur hara tinggi serta memiliki tingkat kecerahan dan kadar oksigan terlarut yang
rendah (Effendi, 2003).
6
Menurut United States Environment Protection Agency (USEPA) in Henderson-
Seller dan Markland (1987), ada enam indikatorutama yang dipakai untuk
mendeteksi terjadinya eutrofikasi, yaitu 1) Konsentrasi oksigen terlarut di lapisan
hipolimnion menurun, 2) konsentrasi unsur hara meningkat, 3) padatan tersuspensi
meningkat, 4) dominasi diaotom akan digantikan oleh populasi ganggang biru atau
ganggang hijau, 5) penetrasi cahaya menurun, 6) konsentrasi fosfat meningkat.
2.2 Unsur Hara
Unsur hara merupakan salah satu faktor terpenting dalam menunjang pertumbuhan
fitoplankton. Dalam pertumbuhannya, fitoplankton membutuhkan unsur hara
makro (C, H, O, N, S, P, Mg, Ca, Na, dan Cl) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Cu,
Zn, Si, Mo, dan Co) (Reynolds, 1984). Di antara unsur hara ini, N dan P seringkali
menjadi faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton di perairan (Henderson-Seller
dan Markland, 1987). Faktor pembatas adalah sesuatu yang dapat menurunkan
tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem.
Pertumbuhan organisme yang baik dapat tercapai jika faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan berimbang dan menguntungkan. Selanjutnya menurut
Effendi (2003) apabila di suatu perairan mendapat sedikit unsur hara maka perairan
tersebut akan mengalami produktivitas primer dan biomassa yang rendah. Namun
apabila konsentrasi unsure hara di suatu perairan terlalu tinggi maka perairan
tersebut akan berpotensi mengalami eutrofikasi.
2.3 Nitrogen (N)
Nitrogen berada di lautan dalam bentuk ikatan-ikatan organik, nitrat, nitrit, amonia,
nitrogen oksida, dan nitrogen dalam bentuk molekular bebas (gas). Selain itu,
nitrogen juga terdapat dalam bentuk molekul-molekul protein pada organisme yang
telah mati kemudian diuraikan menjadi bentuk anorganik oleh serangkaian
organisme pengurai, terutama bakteri pembentuk nitrat. Bagi fitoplankton, nitrat
diperlukan dalam proses pembentukan protoplasma dan sintesis bahan organik
dalam proses fotosintesis (Kabul, 2000).
7
Keberadaan nitrat, nitrit, dan amonia di perairan merupakan rangkaian nutrien yang
tak dapat dipisahkan. Dari ketiga bentuk tersebut, nitrit berada dalam keadaan labil,
artinya nitrit merupakan bentuk sementara dalam proses oksidasi antara amonia dan
nitrat (APHA, 1992). Jumlah nitrit di perairan pada umumnya hanya sedikit karena
di perairan yang kaya oksigen biasanya nitrit langsung dioksidasi menjadi nitrat
(Goldman dan Horme, 1983). Menurut Sumarlinah (2000), jika terdapat banyak
nitrit di suatu perairan menunjukkan proses perombakan bahan organik dengan
kadar oksigen terlarut sangat rendah. Selain itu, menurut Effendi (2003), kadar nitrit
di perairan tidak boleh melebihi 0,05 mg/l karena dapat bersifat racun bagi
organisme perairan.
Amonia merupakan hasil dekomposisi utama dari protein tumbuhan maupun
hewan yang telah mati. Pada suhu dan tekanan normal, amonia di perairan berada
dalam bentuk gas. Kadar amonia berbanding lurus dengan pH dan suhu perairan.
Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut (Effendi, 2003)
Dalam keadaan aerob, unsur amonia diubah menjadi nitrit oleh bakteri
nitrosomonas, kemudian diubah menjadi nitrat oleh bakteri nitrobakter (Ruttner,
1965). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut
Menurut Raymont (1980) dalam Ishak (2010), nitrogen dalam bentuk anorganik
yang berguna bagi tumbuh-tumbuhan adalah nitrat, nitrit, dan amonia. Proses
terjadinya perombakan material-material yang mengandung nitrogen dalam batuan
dilakukan oleh mikroorganisme. Nitrogen diubah dari amino-nitrogen (R-NH2)
8
berturut-turut menjadi ammonium (NH4+), kemudian menjadi nitrit (NO2) dan
kemudian menjadi nitrat (NO3).
Pada kondisi perairan alami, kadar nitrat hampir tidak pernah melebihi 0,1 mg/liter.
Jika kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menunjukkan adanya pencemaran
antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan feses hewan. Selain itu,
konsentrasi nitrat dapat digunakan untuk pengelompokan tingkat kesuburan
perairan. Konsentrasi nitrat antara 0-1 mg/liter termasuk kategori perairan
oligotrofik, konsentrasi 1-5 mg/liter tergolong ke dalam perairan mesotrofik, dan 5-
50 mg/liter tergolong ke dalam perairan eutrofik (Wetzel, 1975).
2.4 Fosfor (P)
Fosfor adalah salah satu unsur esensial bagi metabolisme sel organisme dan
produktivitas perairan (Ruttner, 1965). Unsur fosfor di dalam perairan terdapat
dalam bentuk senyawa anorganik, yaitu ortofosfat (PO43-), metaortofosfat (P3O9
3-),
dan poliortofosfat (P3O105-) serta dalam bentuk organik di dalam tubuh organisme.
Menurut Effendi (2003) sumber fosfor di perairan dapat berasal dari pelapukan
batuan mineral dan kegiatan antropogenik seperti limbah industri dan domestik.
Meskipun dibutuhkan dalam jumlah sedikit, fosfat juga menjadi unsur pembatas
pertumbuhan pada fitoplankton. Kandungan fosfat di perairan pada umumnya tidak
lebih dari 0,1 mg/l. Apabila terdapat kandungan fosfor yang cukup tinggi atau
melebihi kebutuhan normal maka akan terjadi eutrofikasi. Proporsi perbandingan
N:P yang mendekati kebutuhan fitoplankton dalam air laut adalah 15:1 (Goldman
dan Horne, 1983).
Keberadaan fosfat di perairan alami relatif kecil dan kadarnya lebih sedikit dari
nitrogen. Sumber alami fosfat di perairan adalah pelapukan batuan mineral dan
dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik fosfor adalah limbah industri
dan limbah domestik. Ketika berada di perairan, ortofosfat merupakan bentuk
9
fosfor yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tumbuhan akuatik (Effendi, 2003).
(Effendi, 2003).
Ortofosfat merupakan bentuk fosfor yang dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai
produsen di perairan. Oleh karena itu ortofosfat dapat mempengaruhi kesuburan
suatu perairan. Menurut Wetzel (1975), berdasarkan kadar ortofosfat, perairan
diklasifikasikan menjadi tiga (Tabel 3).
Tabel 1. Tingkat kesuburan perairan
Ortofosfat (mg/l) Tingkat kesuburan
0,003 – 0,01 oligotrofik
0,011 – 0,03 mesotrofik
0,031 – 0,1 eutrofik
Sumber: (Wetzel, 1975)
Keberadaan fosfor yang berlebihan dan ditambah dengan keberadaan nitrogen
dapat menyebabkan ledakan pertumbuhan alga di perairan (blooming alga), dimana
alga yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan air, dan akan
menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari sehingga dapat berdampak
merugikan bagi ekosistem perairan tersebut ( Effendi, 2003)
2.5 Klorofil-a
Klorofil-a merupakan pigmen utama yang terkandung di dalam tumbuhan yang
melakukan fotosintesis (Dring, 1990). Hal ini disebabkan klorofil-a adalah bagian
terpenting dalam proses fotosintesis. Klorofil-a terdapat pada sebagian besar
fitoplankton yang hidup di perairan laut (Nontji, 1977).
Dring (1990) menyatakan bahwa klorofil-a merupakan satu-satunya pigmen yang
dapat mendistribusikan energi cahaya yang diserap untuk proses fotosintesis,
adapun pigmen lainnya hanya mentransfer energi cahaya yang diserapnya ke
klorofil-a. Oleh karena itu, secara umum dapat didefinisikan bahwa klorofil-a
10
merupakan pigmen yang terlibat langsung dalam proses transformasi energi cahaya
menjadi energi kimia. Secara kimiawi, proses fotosintesis dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton merupakan salah satu sumber
oksigen di perairan. Fitoplankton sebagai penghasil oksigen serta bahan organik
mempunyai peranan penting dalam rantai makanan di ekosistem perairan, sehingga
seluruh kehidupan di laut secara langsung atau tidak langsung bergantung pada
hasil fotosintesis fitoplankton (Gambar 2).
Gambar 2. Siklus materi di ekosistem perairan (Wati, 2002)
Menurut Reynolds (1990), komposisi dan kelimpahan fitoplankton terus
mengalami perubahan pada berbagai skala atau tingkatan sebagai respon terhadap
perubahan kondisi lingkungan baik secara fisik, biologi, maupun kimia.
Menurut Hakanson dan Bryann (2008) dalam Marlian (2015), tingkatan status
trofik atau kesuburan perairan dikategorikan menjadi empat. Kategori tersebut
11
didasarkan pada konsentrasi klorofil-a di suatu perairan. Apabila konsentrasi
klorofil-a <2 µg/l maka dikategorikan ke dalam perairan oligotrofik, perairan
dengan konsentrasi klorofil-a 2-6 µg/l dikategorikan ke dalam mesotrofik, perairan
dengan konsentrasi klorofil-a >6 µg/l dikategorikan ke dalam eutrofik.
2.6 Parameter fisika kimia perairan
2.6.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu variabel lingkungan yang mempengaruhi laju
fotosintesis dan pertumbuhan fitoplankton di perairan. Tingkat percepatan proses-
proses dalam sel akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu hingga
mencapai batas tertentu (berkisar antara 25 - 40°C) (Reynolds, 1990). Secara tak
langsung, suhu menentukan struktur kerapatan air (water density). Semakin dalam
perairan, suhu akan semakin rendah dan kerapatan air meningkat sehingga
menyebabkan berkurangnya laju penenggelaman plankton (Raymont, 1981).
Suhu air dipengaruhi oleh: radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi.
Radiasi matahari merupakan faktor utama yang mempengaruhi naik turunnya suhu
air. Sinar matahari menyebabkan panas air di permukaan lebih cepat disbanding
badan air yang lebih dalam. Densitas air turun dengan adanya kenaikan suhu
sehingga permukaan air dan air yang lebih dalam tidak dapat tercampur dengan
sempurna. Hal ini akan menyebabkan terjadinya stratifikasi suhudalam badan air,
dimana akan terbentuk tiga lapisan air yaitu: epilimnion, hypolimnion dan
thermocline. Epilimnion adalah lapisan atas yang suhunya tinggi. Hypolimnion
ialah lapisan bawah yang suhunya rendah. Sedangkan termoklin adalah lapisan
yang berada di antara epilimnion dan hypolimnion yang suhunya turun secara
drastis (Boyd, 1990).
Air mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga suhunya
relatif konstan dibandingkan dengan suhu udara. Perbedaan suhu air antara pagi dan
siang hari hanya sekitar 2°C, misalnya suhu pagi 28°C suhu siang 30°C. Energi
cahaya matahari sebagian besar diabsorpsi di lapisan permukaan air, semakin ke
12
dalam energinya semakin berkurang. Konsentrasi bahan-bahan terlarut di dalam air
akan menaikkan penyerapan panas. Terjadinya transfer panas dari lapisan atas ke
lapisan bawah tergantung dari kekuatan pengadukan air (angin, kincir, dan
sebagainya) (Boyd, 1990).
Suhu berpengaruh terhadap keberadaan suatu spesies maupun komunitas tertentu
yang cenderung bervariasi dengan berubahnya suhu. Hal ini disebabkan, suhu dapat
menjadi suatu faktor pembatas bagi beberapa fungsi biologis hewan air seperti
migrasi, pemijahan, efisiensi makanan, kecepatan renang, perkembangan embrio,
dan kecepatan metabolisme. Pengaruh suhu terhadap proses respirasi dan
metabolisme berlanjut terhadap pertumbuhan dan proses fisiologis serta siklus
reproduksinya (Hutabarat dan Evan, 1986). Setiap jenis biota akuatik mempunyai
kemampuan beradaptasi terhadap suatu rentang suhu tertentu. Keberadaan suhu di
perairan estuaria selain dipengaruhi oleh sinar matahari juga dipengaruhi oleh
resultan dari percampuran antara air tawar dengan air laut yang berbeda suhunya
(Nybakken, 1988).
2.6.2 Salinitas
Salinitas adalah jumlah gram garam yang terlarut dalam 1 kilogram air. Salinitas
dinyatakan dalam satuan per mil. Air laut adalah air murni yang di dalamnya terlarut
berbagai zat dan gas. Satu contoh air laut dengan berat 1.000 gram akan berisi
kurang lebih 35 gram senyawa-senyawa terlarut yang secara kolektif disebut garam.
Pada umumnya 96,5% air laut berupa air murni dan 3,5% zat terlarut (Nybakken,
1988).
Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air.
Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (°/∞) atau ppt (part
perthousand) atau gram/liter (Supono, 2014). Tujuh ion utama yaitu: sodium,
potassium, kalium, magnesium, klorida, sulfat, dan bikarbonat mempunyai
kontribusi besar terhadap besarnya salinitas, sedangkan yang lain dianggap kecil
(Boyd, 1990). Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi
13
salinitas, semakin tinggi tekanan osmotik air. Ikan sangat sensitif terhadap
perubahan salinitas yang mendadak. Pada salinitas > 45 ppt ikan sangat sulit untuk
beradaptasi (Widiadmoko, 2013).
2.6.3 pH
pH merupakan gambaran jumlah aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara
umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan
suatu perairan. Perairan dengan nilai pH=7 adalah netral, pH< 7 dikatakan kondisi
perairan bersifat basa. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH
dan nilai pH yang sesuai pada umumnya berkisar 7-8,5. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan
berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).
Nilai pH didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion Hidrogen [H+]
yang mempunyai skala antara 0-14. pH mengindikasikan apakah air tersebut netral,
basa atau asam. Air dengan pH di bawah 7 termasuk asam dan diatas 7 termasuk
basa. pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi sepanjang
hari. Pada perairan umum yang tidak dipengaruhi aktivitas biologis yang tinggi,
nilai pH jarang mencapai diatas 8,5 (Boyd, 2002).
Perubahan pH ini merupakan efek langsung dari fotosintesis yang menggunakan
CO2 selama proses tersebut. Ketika fotosintesis terjadi pada siang hari, CO2 banyak
terpakai dalam proses tersebut. Turunnya konsentrasi CO2 akan menurunkan
konsentrasi H+ sehingga menaikkan pH air. Sebaliknya pada malam hari semua
organisme melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 sehingga pH menjadi
turun. Fluktuasi pH yang tinggi dapat terjadi jika densitas plankton tinggi (Boyd,
2002).
Perubahan derajat keasaman di perairan dapat mengganggu proses metabolism
organisme perairan. Derajat keasaman yang kurang dari 6 dapat menyebabkan
proses metabolisme organisme tidak lancar. Jika pH mencapai 4 dapat mematikan
14
organisme perairan, sedangkan jika pH lebih dari 9 juga dapat berdampak buruk
bagi organisme perairan (Hynes, 1978). Kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan
kerang hijau yaitu 6-9 (Kusumawati et al. 2015).
Menurut Barus (2001), organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang
mempunyai nilai pH netral dengan toleransi antara asam lemah dengan basa lemah.
pH yang ideal umumnya berkisar 7-8,5, kondisi perairan yang bersifat sangat asam
maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme.
2.6.4 Oksigen terlarut
Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) merupakan variabel kualitas air yang
sangat penting dalam kegiatan budidaya. Semua organisme akuatik membutuhkan
oksigen terlarut untuk metabolisme. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada
suhu dan salinitas. Kelarutan oksigen akan turun jika suhu dan temperatur naik.
Oksigen masuk dalam air melalui beberapa proses. Oksigen dapat terdifusi secara
langsung dari atmosfer setelah terjadi kontak antara permukaan air dengan
udarayang mengandung oksigen 21% (Boyd, 1990).
Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) di perairan berasal dari difusi udara
maupun hasil fotosintesis seperti tumbuhan air dan fitoplankton (Goldman dan
Horne, 1983). Selain itu, Heddy dan Kurniati (1994) menyatakan bahwa oksigen
terlarut di perairan berasal dari difusi udara serta fotosintesis yang dipengaruhi
densitas tanaman, cahaya, dan lama penyinaran. Adapun reduksi oksigen terlarut
dipengaruhi oleh respirasi organisme, dan penguraian zat organik oleh
mikroorganisme. Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh beberapa parameter
diantaranya adalah oksigen terlarut. Pada kadar oksigen terlarut < 2 mg/l maka
reaksi dan proses nitrifikasi akan berjalan lambat (Novotny dan Olem 1994).
Pada saat cuaca mendung atau hujan dapat menghambat pertumbuhan fitoplankton,
karena kekurangan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Kondisi ini akan
menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut karena oksigen tidak dapat
15
diproduksi, sementara organisme akuatik tetap mengkonsumsi oksigen.
Keterbatasan sinar matahari menembus badan air dapat juga disebabkan oleh
tingginya partikel yang ada dalam kolom air, baik karena bahan organik maupun
densitas plankton yang terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya
fotosintesis mikroalga yang ada di perairan (Hargreaves, 1999).
2.6.5 Kecepatan arus
Arus adalah pergerakan massa air secara vertikal maupun horizontal sehingga
menuju keseimbangan, atau dapat dikatakan gerakan air yang sangat luas yang
terjadi di seluruh perairan di dunia. Arus juga merupakan gerakan mengalir suatu
massa air yang disebabkan oleh angin atau perbedaan densitas atau pergerakan
gelombang panjang (Andarini, 2014). Adapun menurut Effendi (2003), arus
merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari masa air menuju kestabilan yang
terjadi secara terus menerus. Gerakan yang terjadi merupakan hasil dari resultan
dari berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom dan dasar perairan.
Hasil dari gerakan masa air adalah vektor yang mempunyai besaran kecepatan dan
arah. Ada dua jenis gaya yang bekerja yaitu eksternal dan internal. Gaya internal
seperti densitas air, tekanan mendatar dan gesekan lapisan air (Effendi, 2003).
16
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Pasaran, Kecamatan Teluk Betung Barat, Kota
Bandar Lampung, pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2017. Kegiatan
penelitian meliputi survei lokasi, penentuan stasiun penelitian, pengambilan
sampel, dan analisis sampel di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung. Pengambilan sampel dilakukan setiap bulan selama 3 bulan berturut-
turut di 5 stasiun pengamatan di sekitar perairan Pulau Pasaran. Peta lokasi
penelitian dan koordinat stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 1.
Gambar 3. Peta lokasi penelitian dan letak stasiun pengamatan
17
Tabel 2. Letak stasiun pengambilan sampel
Stasiun Lokasi Titik Koordinat
A Muara Sungai Way Belau 5°27’35.234” LS dan
105°15’56.294” BT
B Perairan mangrove 5°27’33.832” LS dan
105°15’49.050” BT
C Perairan Dermaga Cungkeng 5°27’35.639” LS dan
105°15’44.070” BT
D Perairan sekitar KJA 5°28’05.600” LS dan
105°15’36.700” BT
E Perairan sebelah tenggara Pulau Pasaran 5°28’00.000” LS dan
105°16’03.729” BT
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah botol sampel 300 ml,
refraktometer, termometer, pH meter, tabung reaksi, spektrofotometer,
turbidimeter, alat titrasi, botol sampel, coolbox, kantung plastik, kertas label, alat
tulis, kamera, dan, peralatan analisis kimia di laboratorium. Adapun bahan yang
digunakan meliputi air sampel, kertas saring, akuades, dan bahan analisis kimia di
laboratorium.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel
Penentuan stasiun pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling, yaitu sampel diambil dari beberapa stasiun tertentu untuk mewakili
keadaan keseluruhan perairan (Ayuningsih, 2014). Menurut Notoatmodjo (2010),
metode purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang berdasarkan
atas suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun kriteria
tertentu. Secara sederhana, purposive sampling dapat dikatakan sebagai
pengambilan sampel tertentu secara sengaja sesuai persyaratan (sifat-sifat,
karakteristik, ciri-ciri, kriteria) sampel. Oleh sebab itu dengan menggunakan
18
metode purposive samplin, diharapkan hasil pengukuran sampel pada masing-
masing stasiun pengamatan dapat menggambarkan kondisi perairan Pulau Pasaran.
Stasiun A terletak di muara Sungai Way Belau. Muara sungai ini juga digunakan
sebagai dermaga baru bagi kapal nelayan di Pulau Pasaran. Kondisi air di stasiun A
berwarna coklat keruh dan seringkali terlihat sampah yang mengotori perairan.
Bagian tenggara muara terdapat rawa yang ditumbuhi semak-semak. Kuat arus di
stasiun A berkisar 3-8 cm/dt. Stasiun A diharapkan dapat mewakili kondisi perairan
Pulau Pasaran karena menjadi salah satu jalur masuk bagi sumber nitrat dan
ortofosfat yang berasal dari aliran Sungai Way Belau menuju ke perairan laut.
Adapun stasiun B terletak di perairan area mangrove. Perairan ini berada di sebelah
utara Pulau Pasaran. Kondisi air di stasiun B berwarna keruh kecoklatan dan tidak
terlihat sampah yang mengotori perairan. Kuat arus berkisar 5-7 cm/dt.
Stasiun C terletak di perairan Dermaga Cungkeng yang masih sering digunakan
oleh masyarakat setempat. Hampir setiap hari perairan dermaga ini menjadi tempat
lalu lintas kapal nelayan. Kondisi air keruh dan berwarna kecoklatan. Kuat arus
berkisar antara 4-5 cm/dt. Selain itu terlihat banyak sampah yang mengotori
perairan. Sampah ini berasal dari limbah rumah tangga yang berada di sekitar
dermaga serta kapal nelayan yang melintas di perairan tersebut.
Stasiun D terletak di perairan sekitar keramba jaring apung (KJA) di sebelah barat
Pulau Pasaran. Kondisi perairan di stasiun D bersih tidak tercemar oleh sampah.
Air di stasiun D terlihat jernih kehijauan dan kuat arus berkisar 4-7 cm/dt. Letaknya
yang dekat dengan KJA mewakili masukan nitrat dan ortofosfat di perairan Pulau
Pasaran. Adapun stasiun E terletak di sebelah tenggara Pulau Pasaran. Stasiun ini
berhadapan dengan daerah Panjang. Kondisi airnya jernih dan tidak tercemar oleh
sampah dengan kuat arus 10-13 cm/dt. Stasiun E diharapkan dapat mewakili
kondisi perairan Pulau Pasaran yang sedikit terpengaruh oleh daratan sehingga
dapat menjadi pembanding dengan stasiun lainnya.
19
3.3.2 Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika meliputi suhu, salinitas, dan arus. Adapun parameter
kimia yang diukur meliputi pH, DO, amoniak, nitrat dan ortofosfat. Metode
pengukuran parameter fisika kimia tertera pada Tabel 2.
Tabel 3. Parameter, alat, dan metode yang digunakan dalam pengambilan sampel
fisika kimia
No Parameter Satuan Alat Keterangan
1 Suhu °C Thermometer In situ
2 Salinitas °/°° Refraktometer, In situ
3 Arus m/detik Tali, bola, stopwatch In Situ
4 pH - pH-meter In situ
5 DO mg/l DO meter In situ
6 Nitrat mg/l Botol sampel Laboratorium
7 Amoniak mg/l Botol sampel Laboratorium
8 Ortofosfat mg/l Botol sampel Laboratorium
9 Klorofil-a mg/l Spektrofotometer Laboratorium
3.3.3 Pengukuran Klorofil-a, Nitrat, dan Ortofosfat
Pengukuran klorofil-a, nitrat, dan ortofosfat dilakukan dengan tahapan
pengambilan sampel air dan analisis di laboratorium. Pengambilan air laut sebagai
sampel dilakukan dengan menggunakan botol air mineral yang diberi tali dan
pemberat. Air sampel kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel 300 ml. Botol
sampel lalu ditempatkan di dalam styrofoam untuk selanjutnya dianalisis di Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung.
Metode pengukuran nitrat BBPBL Lampung dilakukan dengan cara menyaring 5
ml air sampel menggunakan whatman paper no.42. Setelah itu air yang sudah
disaring dimasukkan ke dalam breaker glass 50 ml. Kemudian ditambahkan 1 tetes
sodium arsenit, 0,25 ml brucine, 5 ml asam sulfat, lalu diaduk dan didiamkan
20
selama 10 menit. Setelah itu diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang λ 410 nm, lalu catat hasil pengukurannya.
Pada penelitian ini, fosfat yang diukur adalah ortofosfat. Prosedur pengukuran
ortofosfat di BBPBL Lampung dilakukan dengan menyaring sampel air laut
sebanyak 50 ml menggunakan whatman paper berdiameter 0,45 µm. Setelah itu air
yang telah disaring dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml, dan ditambahkan 1
tetes indikator pp (jika terbentuk warna merah muda, tambahkan H2SO4 setetes
demi setetes hingga warna hilang). Sebanyak 8 ml larutan campuran tersebut
ditambahkan ke dalam masing-masing larutan standar, lalu diaduk hingga
homogen, kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang λ
880 nm. Nilai absorbansi dan transmisi masing-masing larutan standar dibuat grafik
X-Y sehingga membentuk grafik linier. Kemudian dicatat konsentrasi hasil
pengukurannya.
Adapun prosedur pengukuran konsentrasi klorofil-a di BBPBL Lampung dilakukan
dengan menyaring 200 ml air sampel menggunakan kertas saring GF/F
menggunakan vacuum pump. Setelah itu ekstrak klorofil yang ada di kertas saring
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah diisi 10 ml aseton. Tabung reaksi
tersebut lalu dibungkus dengan alumunium foil dan simpan dalam suhu dingin
selama 1 hari. Kemudian disiapkan cuvet dan dibilas dengan aseton, lalu dibilas
lagi dengan ekstraksi sampel yang ada di dalam aseton. Cuvet kemudian diisi
dengan larutan ekstraksi sampel dan diukur degan spektrofotometer pada panjang
gelombang (λ) 665 nm dan 750 nm. Setelah itu ditambahkan 2 tetes HCl 10% ke
dalam cuvet tersebut dan didiamkan selama 1 menit. Kemudian diukur kembali
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sama (λ 665 nm
dan 750 nm). Selanjutnya data tersebut dianalisis menggunakan persamaan Parsons
Timothy R., et.al. (1989).
21
3.4 Analisis Data
3.4.1 Kontur Permukaan Klorofil-a
Setelah nilai klorofil-a, nitrat dan ortofosfat pada masing-masing stasiun diketahui.
Data kemudian didistribusikan dengan menggunakan Surfer14, yaitu dengan
menggunakan interpolasi terhadap nilai parameter yang terdapat pada masing-
masing stasiun. Hasil interpolasi kemudian disajikan dalam bentuk kontur secara
horizontal, yang kemudian ditumpuk ke dalam peta perairan Pulau Pasaran. Jumlah
kontur yang dibuat sebanyak 5 buah, sesuai dengan jumlah pengambilan sampel.
3.4.2 Analisis Komponen Utama
Analisis komponen utama (Principal Component Analysis – PCA) digunakan
untuk mengetahui hubungan antara parameter pengelompokan stasiun berdasarkan
variabel fisika-kimia perairan. Analisis komponen utama merupakan suatu
pendekatan analisis statistik multivariabel yang dapat digunakan untuk
menginterpretasi hasil pengukuran parameter-parameter terkait. Untuk
memudahkan analisis tersebutr digunakan perangkat lunak Past13.
22
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
konsentrasi klorofil-a, nitrat dan ortofosfat, perairan Pulau Pasaran termasuk
kategori perairan eutrofik dan berpotensi menimbulkan terjadinya blooming alga.
5.2 Saran
Perairan Pulau Pasaran termasuk perairan yang tidak sesuai untuk budidaya ikan
namun masih memungkinkan untuk budidaya kerang atau rumput laut dengan
terlebih dulu memperhatikan parameter pendukung lain.
41
DAFTAR PUSTAKA
Andarini, 2014. Studi parameter kimia fisika perairan pantai muara sungai untuk
kesesuaian lahan budidaya tambak udang di Kecamatan Sinjai Timur
Kabupaten Sinjai. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar. 53 hal.
Anderson, D.M. 2009. Approaches to monitoring, control and management of
harmful algae blooms (HABs). Ocean coastal management. 52 (7), 342-
347.
APHA (American Public Health Association). 1992. Standard methods for the
examination of water and wastewater. 18th ed. Washington D.C. 93 hal.
Ardiwijaya, Ricke R., 2002. Distribusi klorofil-a dan hubungannya dengan
kandungan unsur hara serta kelimpahan fitoplankton di Teluk Semangka,
Lampung. Skripsi. FPIK-IPB. Bogor. 64 hal.
Ayuningsih, M.S. 2014. Distribusi kelimpahan fitoplankton dan klorofil-a di
Teluk Sekumbu Kabupaten Jepara: hubungannya dengan kandungan
nitrat dan fosfat di perairan. Diponegoro journal of maquares 3, 138-147
hal.
Barus, 2001. Pengantar limnologi, studi tentang ekosistem sungai dan danau.
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA USU, Medan. 67 hal.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Departement of
Fisheries and Allied Aquacultures. Auburn University, Albama, USA.
Boyd, C.E. 2002. Understanding Pond pH. Global Aquaculture Advocate. June.
Dring, M.J. 1989. Light harvesting and pigment composition in narine
phytoplankton and macroalgae. In: Herring, P.J., Campbell, A.K.,
Whitfield, M. and Maddock, L., Eds., Light and Life in the Sea,
Cambridge University Press, Cambridge, 89-103 hal.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hal.
Goldman, C.R. Dan A.J. Horne. 1983. Limnology. Mc.GrawHill International
Book Company. Tokyo. 447-448 hal.
Heddy, S. dan M. Kurniati. 1994. Prinsip-prinsip dasar ekologi, suatu bahasan
tentang kaidah ekologi dan penerapannya. PT. Grafindo Persada.
Jakarta. 271 hal.
42
Henderson-Seller, B dan H.R. Markland. 1987. Decaying lake : the origin and
control of eutrophication. John Wiley dan Sons. Chicester. 264 hal.
Hoagland, P., dkk. 2014. The human health effects of Florida Red Tide (FRT)
blooms: an expanded analysis. Environmental international, 68, 144-153.
Hutabarat, S. dan S. M. Evan. 1986. Pengantar Oceanografi. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Irawan, Ade. 2014. Fenomena Harmful Algal Blooms (HABs) di Pantai Ringgung
Teluk Lampung, pengaruhnya dengan tingkat kematian ikan yang
dibudidayakan pada karamba jaring apung. Jurnal Penelitian Pertanian
Terapan. Vol. 15 (1): 48-53 hal.
Ishak. 2010. Distribusi fosfat, nitrat, derajat keasaman, dan oksigen terlarut di
perairan Belitung. LIPI Press. Jakarta. 236-247 hal.
Kabul, R.S.E. 2000. Kandungan zat hara di perairan Teluk Lampung pada bulan
Agustus dan September 1999. Skripsi. FPIK-IPB. Bogor. 92 hal.
KMNLH. 2004. Surat Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan
hidup No. 51/MENKLH/2004 tanggal 6 April 2004: 5 hal.
Liaw,W.K. 1969. Chemical and biological studies of fish pond and reservoir in
Taiwan, Chinese America Joint Commision on Rural. Recontruction
Fish.
Linus Y. 2016. Status kesuburan perairan berdasarkan kandungan klorofil-a di
Perairan Bungkutoko Kota Kendari. Jurnal Manajemen Sumber Daya
Perairan, 2(1): 101-111 hal.
Marlian, Neneng. 2015. Distribusi horizontal fitoplankton sebagai indikator
tingkat kesuburan perairan di Teluk Meulaboh Aceh Barat. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia (JIPI). Vol.20 (3): 272-279 hal.
McNaughton, S.J., dan L. L. Wolf. 1990. Ekologi umum. Diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia oleh S.P. Seputro, Srigondo B., dan Soedarsono. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Nontji, A. 1977. Distribution of chlorophyll-a in Banda Sea by the end of
upwelling season. Jurnal Penelitian Laut Indonesia. Vol. 14.
Notoatmodjo, 2010. https://www.statistikian.com/2017/06/penjelasan-teknik-
purposive-sampling.html.
43
Novotny, V. dan Olem, H. 1994Water quality, prevention, identification, and
management of diffuse pollution. Van Nostrans Reinhold, New York. 330
hal.
Nybakken,J.W. 1988. Biologi laut : suatu pendekatan ekologi. Diterjemahkan
oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo.
PT. Gramedia. Jakarta. 459 hal.
Purwohadiyanto, Prapti S., Sri A. 2006. Pemupukan dan kesuburan perairan
budidaya. Universitas Brawijaya Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya.
Malang
Raymont, J.E.G 1981. Plankton dan produktivitas bahari. Diterjemahkan oleh
Koesoebiono. FPIK-IPB. Bogor. 824 hal.
Reynolds, C.S. 1984. The ecology of freshwater phytoplankton. Cambridge
University Press. Cambridge. 384 hal.
Ruttner, F. 1965. Fundamentals of limnology. University of Toronto Press.
Canada. 287 hal.
Soeseno, S. 1974. Limnologi. Departemen Pertanian. Direktorat Jendral
Perikanan. Jakarta. 111 h.
Sumarlinah. 2000. Hubungan komunitas fitoplankton dan unsur hara N dan P di
Danau Sunter Selatan, Jakarta Selatan. Skripsi. FPIK-IPB. Bogor. 50
hal.
Supono. 2014. Manajemen Kualitas Air untuk Budidaya Perairan (Buku Ajar).
Bandar lampung. Universitas Lampung
Wati, Surika. 2002. Sebaran horizontal klorofil-a dan parameter oseanografi
serta hubungan antara keduanya di Laut China Selatan. Skripsi. FPIK-
IPB. Bogor
Wetzel, R.G. 1975. Limnology. W.B. Saunders Co. Philadelphia, Pennsylvania.
930-931 hal.
Widiadmoko, W. (2013). Pemantauan Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia di
Perairan Teluk Hurun Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung. Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung.