Top Banner
ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL INDONESIA, MALAYSIA, DAN FILIPINA DI LAUT SULU-SULAWESI PERIODE 2016-2017 Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Solsial Oleh: Zhafirah Yanda Masya 1113113000026 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018
117

ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

Nov 21, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL INDONESIA,

MALAYSIA, DAN FILIPINA DI LAUT SULU-SULAWESI

PERIODE 2016-2017

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Solsial

Oleh:

Zhafirah Yanda Masya

1113113000026

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

Page 2: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL INDONESIA,

MALAYSIA, DAN FILIPINA DI LAUT SULU-SULAWESI

PERIODE 2016 - 2017

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 4 September 2018

Zhafirah Yanda Masya

Page 3: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Zhafirah Yanda Masya

NIM : 1113113000026

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan skripsi dengan judul:

ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL INDONESIA,

MALAYSIA, DAN FILIPINA DI LAUT SULU-SULAWESI

PERIODE 2016 - 2017

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 4 September 2018

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

Ahmad Alfajri, MA. Robi Sugara, M.Sc

NIP. NIP.

Page 4: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

iv

Page 5: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

v

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis Kerja Sama Keamanan Trilateral antara Indonesia,

Malaysia, dan Filipina periode 2016-2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui kerja sama yang akan dilakukan Indonesia, Malaysia, dan Filipina

dalam menghadapi ancaman keamanan di Laut Sulu-Sulawesi. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan data dan refrensi melalui

studi pustaka. Kasus perompakan dan penculikan awak kapal oleh Kelompok Abu

Sayyaf menjadi perhatian negara tri border area. Tingginya kasus penculikan dan

perompakan di Laut Sulu-Sulawesi ini berdampak tidak hanya bagi negara-negara

litoral, namun juga bagi negara-negara user yang menggunakan jalur ini sebagai

lintas kapal kargonya. Indonesia, Malaysia, dan Filipina merespon ancaman

keamanan tersebut dengan mengadakan kerja sama keamanan dalam bentuk

Coordinated Patrol. Tentu saja, implementasi kerja sama ini tidak lepas dari

hambatan dan tantangan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana kerja sama

keamanan Indonesia, Malaysia, dan Filipina meredam ancaman keamanan di Laut

Sulu-Sulawesi.

Kerangka konsep yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep

Keamanan dan Collective Security. Konsep ini menganalisis model kerja sama

Indonesia, Malaysia, dan Filipina yaitu Coordinated Patrol sebagai kerja sama

yang cocok diimplementasikan dalam situasi keamanan di Laut Sulu-Sulawesi.

Collective Security mampu menjelaskan keberhasilan patroli trilateral di Laut

Sulu-Sulawesi, kendatipun banyak hambatan yang harus dihadapi oleh ketiga

negara litoral.

Kata kunci: Laut Sulu-Sulawesi, Kerja Sama Keamanan Trilateral, Coordinated

Patrol

Page 6: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat meyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Kerja Sama Keamanan Trilateral Indonesia, Malaysia,

dan Fiilipina di Laut Sulu-Sulawesi 2016-2017.” Adapun penulisan skripsi ini

dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana

Program Strata Satu (S1) Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan

kontribusi dalam proses penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Keluarga tercinta: Orang tua, Handaru Tampiko, Endang Dharmayanti, dan

Dika Rinakuki selaku orang tua; abang-abang saya, M. Fakhriyan Harish

dan ; adik saya, Syifa Nur Yanda; dan Eyang saya, Nurlela Malik yang

senantiasa memberikan dukungan dan doa dalam proses penyusunan skripsi

ini.

2. Bapak Robi Sugara selaku dosen pembimbing yang bersedia untuk

meluangkan waktu untuk menuntun dan membimbing penulis dengan

ketulusan dan kesabaran untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ahmad Alfajri selaku pembimbing akademik sekaligus Ketua

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, dosen jurusan Hubungan

Internasional UIN Jakarta yaitu Bapak Nazarudin Nasution, Bapak Adian

Firnas, Bapak Teguh Santosa dan segenap dosen, staf pengajar serta TU

FISIP UIN Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu, wawasan dan

pengalaman selama perkuliahan.

4. Terkasih, Yusuf Hidayatullah, S.Kom yang senantiasa memberikan

dukungan, motivasi dan bimbingan dengan ketulusan dan kasih sayang.

Page 7: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

vii

5. Indaha Sakinah dan Alfira Maya Jelita, S.sos, duo sahabat saya yang super

yang senantiasa menemani dan mendampingi saya dalam kehidupan

mahasiswa. Kalian yang terbaik.

6. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

7. Keluarga besar PT. Multi Area Desentralisasi Pembangunan (MADEP),

khususnya Pak Teguh Handoko dan Mba Hafizah Muharrani, yang telah

membimbing dan memberikan pengetahuan kepada penulis selama masa

pemagangan.

8. Bimo Mahesa Irfianto, terima kasih telah menyematkan nama penulis dalam karyamu.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan membalas kebaikan mereka

yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini

jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik

dari pembaca untuk dijadikan koreksi di masa yang akan datang. Semoga skripsi

ini bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca.

Jakarta, 4 September 2018

Zhafirah Yanda Masya

Page 8: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah .......................................................................... 1

B. Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 8

C. Tujuan ............................................................................................... 8

D. Manfaat ............................................................................................. 8

1. Manfaat Akademis ..................................................................... 8

2. Manfaat Praktis .......................................................................... 8

E. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 9

F. Kerangka Teori dan Konsep ........................................................... 12

1. Teori Liberalisme ..................................................................... 12

2. Konsep Keamanan ................................................................... 13

3. Keamanan Kolektif (Collective Security). ............................... 16

G. Metode Penelitian ........................................................................... 19

H. Sistematika Penelitian .................................................................... 21

BAB II ANCAMAN KEAMANAN DI LAUT SULU-SULAWESI A. Sejarah Kejahatan di Laut Sulu-Sulawesi ....................................... 23

B. Kejahatan Transnasional.................................................................. 24

1. Peredaran Narkotika Ilegal ......................................................... 27

2. Penyelundupan Senjata ............................................................... 28

3. Perompakan (Piracy) .................................................................. 30

C. Penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf .......................................... 42

BAB III DAMPAK ANCAMAN KEAMANAN DI LAUT SULU-

SULAWESI

A. Dampak Terhadap Indonesia ........................................................... 50

B. Dampak Terhadap Malaysia ............................................................ 55

C. Dampak Terhadap Filipina .............................................................. 58

BAB IV ALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL

INDONESIA, MALAYSIA, DAN FILIPINA DI LAUT SULU-

SULAWESI

A. Model Coordinated Patrol .............................................................. 61

B. Tantangan Kerja Sama Keamanan Indonesia, Malaysia, dan

Filipina di Laut Sulu-Sulawesi ........................................................ 66

1. Kapabilitas Militer Indonesia, Malaysia, dan Filipina ................ 67

a. Indonesia .................................................................................... 67

b. Malaysia ..................................................................................... 69

c. Filipina ....................................................................................... 72

2. Sentimen Wilayah Kedaulatan Laut Antara Indonesia, Malaysia,

dan Filipina ...................................................................................... 74

Page 9: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

ix

C. Keberhasilan Kerja Sama Keamanan di Laut Sulu-Sulawesi .......... 74

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 83

A. Kesimpulan ...................................................................................... 83

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... xiii

LAMPIRAN ....................................................................................................... xxii

Page 10: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar I. A. Peta Jalur Perdagangan Laut di Asia Tenggara 2

Gambar II. A. Rute Penyelundupan Senjata Laut Sulu 25

Gambar II. C.1. Bagan Struktur Organisasi Abu Sayyaf 51

Gambar II. C.2. Grafik Insiden Penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf di

Laut Sulu[-Sulawesi Tahun 2011-2016 54

Gambar II. C.3. Peta Lokasi Serangan Kelompok Abu Sayyaf di Laut Sulu-

Sulawesi 55

Gambar VI. I. Grafik Pengadaan Alutsista Militer Indionesia 1950-2015

Gambar IV. C. 1. Grafik Jumlah Perompakan di Laut Sulu-Sulawesi 2016-

2018

75

Gambar IV. C. 1. Grafik Jumlah Perompakan di Laut Sulu-Sulawesi 2016-

2018 85

Page 11: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xi

DAFTAR SINGKATAN

ASEAN Association of Southeast Asian Nations

ASG Abu Sayyaf Group

BAKAMLA Badan Keamanan Laut

MMEA Malaysia Maritime Enforcement Agency

MSAC Maritime Situation Awareness Centre

MSP Malacca Strait Patrol

RMN Royal Malaysian Navy

TAP Trilateral Air Patrol

TNI AL Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut

TNI AD Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat

TNI AU Tentara Nasional Indonesia Angkatan UDARA

UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea

ZEE Zona Ekonomi Eksklusif

Page 12: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran - I Joint Declaration On Immediate Measures to Address Security Issues in the

Maritime Areas of Common Concern among Indonesia, Malaysia and the

Philippines, Yogyakarta 5 May 2016

Lampiran – II Trilateral Meeting Among the Defence Ministers of the Philippines, Malaysia,

and Indonesia, Manila 20 June 2016

Lampiran - III 17ths Asia Security Summit The IISS Shangri-La Dialogue Third Plenary

Session Shaping Asia’s Evolving Security Order: Ryamizard Ryacudu, Minister

of Defense, Indonesia

Page 13: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini menjelaskan model kerjasama keamanan antara Indonesia,

Malaysia, dan Filipina di Laut Sulu-Sulawesi. Kawasan Asia Tenggara memiliki

wilayah laut seluas 5.060.100 km2. Wilayah laut yang luas ini menyebabkan

negara di kawasan Asia Tenggara merupakan negara maritim. Negara maritim

adalah negara yang memiliki ciri kehidupan masyarakatnya yang memanfaatkan

laut. Selain itu, secara geografis kawasan ini terletak pada posisi silang yaitu

diantara Benua Asia dan Benua Australia, serta diantara Samudera Hindia dan

Samudera Pasifik. Tidak dapat dipungkiri bahwa letak geografis yang strategis ini

membuat perairan Asia Tenggara merupakan jalur lalu lintas laut terpadat.1

1

1Pujayanti, Andini, ―Budaya Maritim, Geo-Politik dan tantangan Keamanan Indonesia‖

[Artikel Online] diakses pada 25 April 2017; tersedia di

http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/buku_lintas_tim/buku-lintas-tim-3.pdf

Page 14: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

2

Sumber: Strafor World View2

Asia Tenggara memiliki beberapa jalur laut yang dianggap penting sebagai

lalu lintas pelayaran kapal-kapal dari seluruh dunia. Kapal-kapal dagang dan

pengangkut komoditas dari dunia melewati laut Asia Tenggara.3 Selat Malaka

yang merupakan jalur perdagangan paling vital di kawasan ini. Jalur ini

menghubungkan kapal-kapal dari samudera Hindia ke Pasifik, sekitar 65.000

kapal melewati jalur ini setiap tahun.4 Tetapi, Selat Malaka bukan satu-satunya

jalur yang dilewati kapal-kapal yang menuju Samudera Pasifik.

Bagi kapal-kapal yang berukuran lebih besar, jalur Selat Malaka sulit dilalui

karena peraiannya yang terlalu dangkal. Maka, Laut Sulu-Sulawesi merupakan

2 Policing Southeast Asia’s Tri Border Area [Online] diakses di:

https://www.stratfor.com/article/policing-southeast-asias-tri-border-area 15 Mei 2017 pukul 13.18

WIB 3 Pujayanti, Budaya Maritim

4 Ibrahim, H.M., dan Nezery Khalid, ―Growing Shipping Traffic in the Strait of Malacca:

Some Reflections on the Environtmental Impact‖(Kuala Lumpur: Maritimr Institute of Malaysia,

2007), 15

Gambar I.A. Peta Jalur Perdagangan Laut di Asia Tenggara

Page 15: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

3

alternatif jalur pelayaran kapal, terutama bagi kapal besar yang menuju Timur

Tengah dari Asia Timur.5 Laut Sulu-Sulawesi memiliki luas sebesar 210.000 km

2

yang dikelilingi oleh Kepulauan Sulu, Palawan, Sabah, Mindanao, Kalimantan

Timur, dan Sulawesi.6 Setidaknya setengah dari aktivitas pelayaran komersil

melewati jalur ini, jumlah nilai perdagangan yang melewati jalur ini setiap

tahunnya mencapai US$ 800.000.000.7

Tingginya aktivitas pelayaran di Laut Sulu-Sulawesi, selain

menguntungkan, di satu sisi memiliki resiko tingginya ancaman keamanan. Jalur

perdagangan ini rawan dengan aksi kejahatan transnasional seperti kejahatan

terorganisir, perompakan, peredaran narkotika, penyelundupan dan perdagangan

manusia, keamanan lingkungan, dan terorisme. Kejahatan maritim ini menjadi

ancaman keamanan kawasan regional dan global serta dapat menimbulkan

dampak terhadap perdangangan internasional.8

Dari beberapa contoh ancaman keamanan tersebut, perompakan bersenjata

lebih banyak menarik perhatian dunia internasional. Berdasarkan laporan

International Maritime Bureu, sejak tahun 1999 jumlah kasus perompakan kapal

di Asia Tenggara mengalami peningkatan cukup drastis, yaitu sekitar 285 kasus.9

Hingga 2009 insiden percobaan dan penyerangan perompak yang terjadi di Asia

5Ho, Joshua, ―The Security of Sea Lanes in Southeast Asia‖, Asian Survey, Vol. 4 Issue 46.

(2006): 560. 6 Ian Storey, ―Securing Southeast Asia;s Sea Lanes: A Work in Progress‖, Asia Policy No.6

Juli 2008, 104

7 Reginald Ramos, ―Philippines: Shifting Tide in the Sulu-Celebes Sea‖, Perth USAsia

Centre, Vol. 4 (April 2017), 2 8 Storey, Ian ―Securing Southeast Aisa‘s Sea Lanes: A Work in Progress‖, Asia Policy, No.

6 (July 2008) 9 Perwita, Anak Agung Banyu dan Bantarto Bandoro (ed), ―Pengantar Kajian Strategis‖,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 81

Page 16: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

4

Tenggara berjumlah sebanyak 45 kasus.10

Angka ini, termasuk di dalamnya

jumlah kasus kekerasan terhadap kru kapal oleh perompak dengan data: ditawan

sejumlah 54 kasus, diancam 3 kasus, dilukai 2 kasus, dan diculik sebanyak 2

kasus.11

Tentu hal ini merupakan salah satu permasalahan yang mengancam

keamanan regional, tidak hanya dari segi keamanan tradisional, tetapi juga dari

segi keamanan non tradisional.

Data tersebut menunjukkan tingginnya angka perompakan kapal di Asia

Tenggara. Laut Sulu-Sulawesi tidak lepas dari ancaman perompakan tersebut,

sebagaimana Menteri Koorinator Bidang Kemaritiman, Luhut Panjaitan menyebut

wilayah Laut Sulu-Sulawesi ini sebagai ―Somalia Kedua‖.12

Terlebih, banyak

kasus perompakan tidak hanya bermotif ekonomi, tetapi juga politik. Saat ini,

perompakan kapal tidak hanya sebatas pencurian atau ancaman senjata, tetapi juga

penculikan dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris.13

Perompakan kelompok Abu Sayyaf di Laut Sulu-Sulawesi merupakan contoh

nyata dari permasalahan ini.

Abu Sayyaf merupakan kelompok separatis yang berbasis di wilayah

selatan Filipina. Anggota kelompok Abu Sayyaf kebanyakan adalah penduduk

dengan tradisi maritim. Pengetahuan tentang keadaaan laut sekitar mempermudah

10

ICC-IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Report –Annual Report 2009, 7 11

ICC-IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Report –Annual Report 2009, 12 12

Ging Ginanjar, ―Akankah perairan Indonesia menjadi Somalia Kedua?‖, [Berita Online]

diakses di:

https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/04/160427_indonesia_somalia_baru pada 3

Oktober 2018 pukul 12:06 WIB 13

Carolin Liss, ―Assessing Contemporary Maritime Piracy in Southeast Asia: Trends,

Hotspots, and Responses‖, PRIF Report No. 125 (2014): 3

Page 17: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

5

pergerakan aksi mereka di laut.14

Selain itu, kelompok ini juga membekali diri

dengan berbagai senjata dan peralatan seperti kamera thermal, teropong, radio,

satelit, jaringan telepon, dan speed boats.15

Kelompok ini beroperasi di selatan

Filipina, yaitu di Laut Sulu, Sulawesi, Tawi-Tawi, hingga Sabah.16

Pada 26 Maret 2016, Abu Sayyaf menculik 10 awak kapal

berkewarganegaraan Indonesia diserang dan diculik di dekat Pulau Tambulian,

Filipina oleh Abu Sayyaf.17

Dua minggu kemudian, tepatnya pada 19 November

2016 insiden pembajakan dan penculikan oleh Abu Sayyaf terjadi lagi di perairan

Sabah, Malaysia.18

Peristiwa pembajakan dan penculikan ini bukan yang pertama

kali terjadi. Sebagai contoh, pada 21 September 2015, Abu Sayyaf menculik dua

wisatawan Kanada yaitu John Ridsel dan Robert Hall di Filipina. Abu Sayyaf

meminta sejumlah uang tebusan untuk pembebasan sandranya. Aksi ini, selain

untuk mendapatkan uang, juga dimaksudkan untuk menarik perhatian pemerintah

setempat dan mendapatkan pengakuan kekuasaan.19

14

Rommel C. Banlaoi, ―Maritime Terrorism in Southeast Asia: The Abu Sayyaf Threat‖,

Naval War College Review, Vol. 58, No. 4 (Autumn 2005): 68 15

Rommel C. Banlaoi, ―The Abu Sayyaf Group: From Mere Banditry to Genuine

Terrorism‖, Southeat Asian Affair, (2006): 252 16

Catherine Zara Raymond, ―Piracy in Southeast Asia New Trends, Issues and Responses‖,

RSIS Working Paper No. 089 (Oktober 2005):2 17

Denny Armandhanu, ―Kronologi Penculikan 10 ABK Indonesia oleh Abu Sayyaf‖,

[Berita Online] diakses di: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160329133044-106-

120240/kronologi-penculikan-10-abk-indonesia-oleh-abu-sayyaf pada 3 Oktober 2018 pukul 13:47

WIB 18

BBC Indonesia, ―Lagi, dua ABK Indonesia diculik di Perairan Malaysia‖, [Berita Online]

diakses di: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38042466 pada 3 Oktober 2018 pukul 13:48 19

Banlaoi, Maritime Terrorism in Southeast Asia,. 70

Page 18: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

6

Maraknya peristiwa pembajakan serta penculikan ini mendemonstrasikan

kemampuan yang dimiliki Kelompok Abu Sayyaf.20

Teror maritim yang

dilakukan Kelompok ini dilaporkan semakin membahayakan. Kelompok Abu

Sayyaf diketahui telah sukses menaiki kapal, menculik awak kapal dan menuntuk

uang tebusan. Perkembangannya, taktik ini juga banyak dilakukan oleh kelompok

pembajak lain.21

Jika perusahaan atau negara memenuhi tuntutan pembayaran

tebusan dikhawatirkan akan memicu peningkatan penyerangan dengan modus

serupa.

Ancaman keamanan di Laut Sulu-Sulawesi ini berdampak pada ketiga

negara litoral tidak hanya dari segi keamanan, tetapi juga dari sisi ekonomi dan

politik. Situasi ini mengharuskan adanya peningkatan kerja sama, penting untuk

mengacu pada rancangan kesepakatan dan alasan untuk mengikat ketiga negara

kepada institusi yang ada. Indonesia, Malaysia, dan Filipina tentu mengupayakan

peningkatan keamanan maritim di wilayah lautnya. Tetapi, penanggulangan

ancaman keamanan maritim ini akan sulit bila dilakukan secara mandiri oleh

setiap negara di kawasan. Isu perompakan kapal di Laut Sulu-Sulawesi

mendorong Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk memperkuat kerja sama untuk

mengatasi ancaman ini. Hal ini ditandai dengan kesepakatan antara tiga negara

untuk melaksanakan patroli militer bersama.22

20

John Bradford, ―Southeast Asian Maritime Security in Age f Terror: Threats,

Opportunity, and Charting the Course Forward‖, (Singapore: Institute of Defence and Strategic

Studies, 2005) 21

Raymond, Piracy in Southeast Asia, 1 22

Fabian Januarius Kuwando. Indonesia, Filipina, dan Malaysia Sepakati 6 Hal Terkait

Pengamanan Laut Sulu. [Online] diakses di:

http://nasional.kompas.com/read/2016/08/03/12561611/indonesia.filipina.dan.malaysia.sepakati.6.

hal.terkait.pengamanan.laut.sulu pada 09 Mei 2017 pukul 19.25 WIB

Page 19: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

7

Kerja sama ini ditandai dengan pertemuan tiga menteri luar negeri dari

Indonesia, Malaysia, dan Filipina pada 5 Mei 2016 untuk mengadakan deklarasi

bersama atau Joint Declaration On Immediate Measures to Address Security

Issues in the Maritime Areas of Common Concern among Indonesia, Malaysia

and the Philippines. Indonesia, Malaysia, dan Filipina juga sepakat untuk segera

menyusun Standart Operating Procedure (SOP) kerja sama tersebut.23

Selain itu,

kerja sama ini juga dalam pertemuan tiga menteri pertahanan Indonesia, Malaysia,

dan Filipina pada 26 Juni 2016. Pertemuan ini menghasilkan Joint Statement

sebagai landasan kerja sama keamanan. Adapun bentuk kerja sama keamanan

sebagaimana yang disepakati adalah patroli terkoordinasi, joint military command

post, Trilateral Maritime Patrol Working Group (TMPWG), koridor transit di

wilayah laut, serta pertukaran informasi intelejen mengenai area maritim.24

Ancaman keamanan di laut Sulu-Sulawesi tidak hanya menyangkut

kepentingan tiga negara saja, tetapi juga kepentingan lalu lintas laut internasional.

Tingginya ancaman dari kelompok-kelompok kriminal dan teroris, menjadikan

wilayah laut Sulu-Sulawesi ini sebagai jalur laut yang paling berbahaya di Asia

Tenggara.25

Indonesia, Malaysia, dan Filipina sudah sepantasnya memainkan

peran penting dalam menjaga wilayah laut perbatasan tiga negara. Kerja sama

23

Munarsih Sahana, ―Pertemuan Trilateral Indonesia, Filipina dan Malaysia Hasilkan 4

Kesepakatan‖ [Berita Online] diakses di: https://www.voaindonesia.com/a/pertemuantrilateral-

indonesia-filipina-malaysia-hasilkan-4-kesepakatan/3316945.html 24

Joint Statement Trilateral Meeting Among The Defence Ministers of The Philippines,

Malaysia, and Indonesia [Online] diakses di: http://dnd.gov.ph/PDF%202016/Press%20-

%20Trilateral%20Meeting%20among%20the%20Defence%20Ministers%20of%20the%20Philipp

ines,%20Malaysia%20and%20Indonesia.pdf Pada 28 Mei 2017 pukul 21.18 25

Ian Storey, ―Tri Border Sea is SE Asian Danger Zone‖, Asia Times, 18 Oktober 2017

Page 20: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

8

keamanan tiga negara ini diharapkan dapat menekan ancaman dan mengamankan

wilayah laut Sulu-Sulawesi.

B. Pertanyaan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pokok permasalahan terkait dengan

judul penelitian adalah: Bagaimana kerja sama keamanan trilateral Indonesia,

Malaysia, dan Filipina meredam ancaman keamanan di Laut Sulu-Sulawesi?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan penelitian ini secara umum adalah menjawab model

kerja sama yang akan dilakukan Indonesia, Malaysia, dan Filipina dalam

menghadapi ancaman keamanan di laut Sulu-Sulawesi.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam bidang akademis,

khususnya pada program studi hubungan internasional mengenai kerja sama

regional dan kemaritiman. Serta dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian-

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan pemahaman mengenai model kerja sama

Indonesia, Malaysia, dan Filipina di Laut Sulu-Sulawesi. Sehingga hasil penelitian

ini dapat digunakan untuk pemerintah, militer, dan swasta dalam mengambil

kebijakan.

Page 21: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

9

E. Tinjauan Pustaka

Upaya untuk mempertahankan keamanan maritim sudah sering menjadi

topik pembahasan dalam literatur-literatur akademik yang ditulis oleh kalangan

peneliti, pemerintah, lembaga non-pemerintah, pengamat maritim, dan pengamat

militer. Tentu setiap penelitian atau kajian literatur memiliki prespektif tersendiri

berdasarkan kerangka pemikiran yang digunakan. Berikut penelitian-penelitian

sebelumnya yang menjadi acuan dalam penulisan penelitian ini:

Pertama, Maritime Terrorism in South East Asia oleh Rommel C. Banlaoi.

Pembahasan dalam tulisan ini berfokus kepada kelompok Abu Sayyaf serta

bagaimana strategi teror maritim yang dilakukan oleh kelompok separatis di

Filipina ini. Banlaoi mengungkapkan struktur, keanggotaan, dan strategi

kelompok Abu Sayyaf serta bagaimana dampaknya terhadap keamanan maritim di

laut Asia Tenggara. Banlaoi menuturkan akar sejarah terbentuknya Abu Sayyaf,

serta mengkaitkannya dengan gerakan-gerakan Islam fundamentalis lainnya

seperti al-Qaeda dan Jamaah Islamiyah di Asia Tenggara. Selanjutnya,

pembahasan juga berfokus pada strategi-strategi pergerakan kelompok Abu

Sayyaf serta bagaimana gerakan tersebut mengancam keamanan maritim.

Persamaan tulisan Banloi dengan penelitian ini adalah pengkajian mengenai

bentuk ancaman maritim oleh Kelompok Abu Sayyaf, tetapi Banlaoi tidak

membahas kejahatan transnasional lain yang menjadi ancaman. Selain itu, Banlaoi

hanya memuat respon pemerintah Filipina dalam menghadapi ancaman ini tanpa

mengikutsertakan pembahasan respon Indonesia dan Malaysia.

Page 22: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

10

Kedua, Carolin Liss, Assessing Contemporary Maritime Piracy in Southeast

Asia: Trends, Hotspots and Responses dalam PRIF (Peace Reasearch Institute

Frankfurt) Report No. 125 tahun 2014. Laporan ini secara garis besar

menggambarkan kasus perompakan di laut Asia Tenggara serta upaya-upaya

penanganan selama periode tertentu. Fokus tulisan Liss adalah mengenai upaya-

upaya penanggulangan perompak melauli forum internasional dan kerja sama

antar negara. Langkah selanjutnya adalah membentuk suatu peraturan mengikat

serta penegakan hukum yang berlaku. Liss mengkorelasikan masalah kejahatan

perompak transnasional dengan keadaan domestik suatu negara. Selain itu, lebih

lanjut Liss juga menekankan upaya-upaya preventif yang dapat dilakukan untuk

menghindari perompakan. Persamaan dengan skripsi ini, tulisan Liss membahas

mengenai perompakan di Asia Tenggara, termasuk di Laut Sulu-Sulawesi.

Perbedaannya, Liss tidak secara terperinci membahas mengenai upaya yang

dilakukan untuk menanggulangi ancaman perompakan. Cakupan pembahasan

tulisan Liss mengenai laut Asia Tenggara, tidak secara rinci membahas Laut Sulu-

Sulawesi.

Ketiga, Achmad Insan Maulidy, Program Studi Hubungan Internasional,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2011, Kerja sama Keamanan Indonesia, Malaysia,

Singapura dalam Mengatasi Masalah Pembajakan di Selat Malaka 2004-2009.

Skripsi ini membahas kerja sama antara tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan

Singapura dalam bidang keamanan di Selat Malaka. Skripsi ini menggunakan

Grey-area phenomena (GAP), konsep keamanan, dan collective security untuk

Page 23: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

11

mengkaji fenomena bajak laut di Selat Malaka. Perompak di Selat Malaka muncul

sebagai isu keamanan non-tradisional yang bersmber dari aktornon negara. Hal ini

dikarenakan permasalahan perompak tidak menjadi ancaman satu negara saja,

tetapi juga negara lain. Begitu pula kaitannya dengan kepentingan politik dan

ekonomi dalam suatu kawasan. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif yang

menggunakan sumber-sumber primer dan sekunder. Selain itu skripsi ini

membahas secara terperinci perampokan yang terjadi di Selat Malaka serta upaya

apa saja yang dilakukan ketiga negara tersebut untuk mengatasinya. Persamaan

dengan skripsi ini adalah penggunaan konsep keamanan dan keamanan kolektif

dalam mengkaji kasus. Perbedaannya adalah skripsi Achmad Insan membahas

perompakan di Selat Malaka, sementara skripsi ini membahas keamanan di Laut

Sulu-Sulawesi.

Keempat, tesis oleh Andres H. Caceres-Solari, berjudul “Indonesia,

Malaysia, and the Philippines Security Cooperation in the Celebes Sea”

Department of National Security Affairs, Naval Postgraduate School, Monterey,

California tahun 2008. Secara garis besar, tesis ini membahas mengenai prospek

kerja sama bidang keamanan Indonesia, Malaysia, dan Filipina di laut Sulu dan

Celebes (Sulawesi). Permasalahan yang ditekankan pada tesis ini adalah ancaman

kelompok-kelompok teroris dari ketiga negara termasuk diantaranya adalah Abu

Sayyaf Group, Jemaah Islamiyah, dan Kumpulan Mujahidin Malaysia. Selain itu,

Caceres-Solari juga menekankan ancaman lain seperti perompakan dan konflik

etnik dan agama di ketiga negara. Pada tesis ini, Caceres-Solari menyertakan

masalah-masalah internal Indonesia, Malaysia, dan Filipina yang berimplikasi

Page 24: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

12

terhadap pengelolaan keamanan laut Sulu dan Sulawesi. Tesis ini menggunakan

konsep konstruktivisme dan realisme untuk menganalisis sebab-sebab munculnya

ketertarikan ketiga negara untuk melakukan kerja sama keamanan. Konsep

konstruktivis dan realisme juga digunakan untuk menjelaskan hambatan-

hambatan kerja sama ini, terutama faktor sejarah (kasus-kasus sengketa wilayah

antarnegara) dan hubungan bilateral ketiga negara. Persamaan tesis Caceres-Solari

dengan skripsi ini adalah mengkaji kerja sama keamanan antara Indonesia,

Malaysia, dan Filipina di Laut Sulu-Sulawesi. Perbedaannya terletak pada

penggunaan kerangka konsep serta rentang waktu yang digunakan dalam skripsi

ini hingga tahun 2016, dengan melanjutkan penelitian yang sudah ada.

F. Kerangka Teori dan Konsep

1. Teori Liberalisme

Teori liberalisme memiliki asumsi dasar bahwa manusia, pada dasarnya

bersifat baik. Asumsi ini kemudian mendorong manusia untuk berbagi dan

bekerjasama. Keinginan manusia untuk menciptakan kesejahteraan membuat

kemajuan itu dimungkinkan. Perilaku buruk manusia muncul bukan karena sifat

dasarnya, melainkan dampak dari buruknya institusi sehingga mendorong

manusia untuk mementingkan dirinya sendiri dan cenderung melakukan

kekerasan. Hal ini yang kemudian memunculkan perang. Konflik dan peperangan

dalam perspektif liberalisme tidak bisa dihindari, namun dapat dikurangi dengan

mengadakan lembaga yang dapat meminimalisir perang. Konflik dan perang dapat

dicegah dengan mengadakan suatu upaya kolektif.26

26

Dugis, Visensio, ―Teori Hubungan Internasional Perspektif-Perspektif Klasik‖, (Surabaya:

Cakra Studi Global Strategis (CSGS)), 62

Page 25: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

13

Liberalisme percaya bahwa dengan meningkatkan peran institusi

internasional dapat mendorong penyesuaian dan kerja sama antar negara. Institusi

ini dapat berupa organisasi internasional (PBB, Uni Eropa, dan ASEAN) atau

aturan-aturan, kesepakatan-kesepakatan, dan konvensi yang memfasilitasi antar

negara. Keberadaan institusi internasional ini diyakini dapat mempromosikan

kerja sama antar negara, hal ini juga dapat meningkatkan kepercayaan antar

negara. Kerja sama ini juga dapat memfasilitasi negara dalam memonitor negara

lain. Hal ini akan menciptakan rasa saling pengertian satu sama lain sehingga

proses negosiasi dan berkompromi dapat berjalan dengan lebih baik.27

Teori liberalisme dapat digunakan dalam mengkaji kerja sama keamanan

Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Keberlangsungan kerja sama keamanan

trilateral ini tidak akan berjalan apabila tidak adanya rasa saling percaya antar

negara tri border area.

2. Konsep Keamanan

Barry Buzan mendefinisikan keamanan sebagai kemerdekaan dari suatu

ancaman tertentu, sehingga negara dan masyarakat memiliki kemampuan

untuk mempertahankan identitas kemerdekaan dan intergritas fungsional

mereka dari kekuatan luar yang dianggap sebagai musuh.28

Definisi ancaman,

menurut Ullman adalah suatu keadaaan yangsecara drastis dapat menurunkan

tingkat kualitas hidup penduduk di suatu negara.29

Keamanan dan ancaman

27

Visensio, Teori, 75 28

Barry Buzan, ―People, State, and Fear: The National Security Problem in International

Relations,‖ (Sussex: Wheatsheaf Book, 1993), 93 29

Richard H. Ullman, ―Redefining Security‖, International Security vol. 8, No.1 (Summer

1983), 133 [Jurnal online] diakses di:

Page 26: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

14

yang didefinisikan oleh Buzan dan Ullman bila dikaitkan skripsi ini adalah

ancaman di Laut Sulu-Sulawesi yaitu perompakan oleh Abu Sayyaf. Aksi

perompakan dan penculikan Abu Sayyaf di Laut Sulu-Sulawesi menimbulkan

kekhawatiran bagi kapal-kapal yang melewati wilayah tersebut.

Buzan juga mengungkapkan bahwa keamanan tidak sebatas kekuasaan

semata, tetapi juga menjalin suatu pola hubungan kerja sama yang

bermanfaat.30

Bila dikatkan dengan tema skripsi ini, bentuk kerja sama

tersebut adalah kerja sama keamanan Indoneisa, Malaysia, dan Filipina.

Secara tradisional, keamanan didefinisikan dalam istilah militer, dengan

fokus utama pada perlindungan negara dari ancaman terhadap kepentingan

nasional. Bila mengaitkan dengan keamanan maritim secara tradisional, hal ini

menyangkut keamanan navigasi kapal-kapal dari berbagai negara yang

melewati suatu wilayah laut negara tertentu.31

Berakhirnya perang dingin telah membuka era baru dalam pemahaman

tentang keamanan. Pasca perang dingin keamanan tidak lagi di artikan secara

sempit sebagai hubungan konflik atau kerja sama antar, tetapi juga berpusat

pada keamanan masyarakat.32

Selain itu, kejahatan transnasional seperti

terorisme, penyelundupan manusia, senjata, kejahatan lingkungan, kejahatan

hak asasi manusia, dan sebagainya menunjukan peningkatan cukup tajam dan

https://www.jstor.org/stable/2538489?seq=1#page_scan_tab_contents pada 6 Oktober 2018 pukul

11.51 WIB 30

Buzan, People, State, 189 31

Poltak Parogi Nainggolan, ed, ―Keamanan Maritim di Kawasan‖, (Jakarta: Azza Grafika,

2014), 10 32

Simon Dalby, ―Security, modernity, ecology: the dilemmas of post cold war security

discourse‖, Alternatives: Global, Local, Political, vol 17. No.1 (Winter 1992), 95-134

Page 27: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

15

berkembang menjadi isu keamanan internasional. Silang hubungan yang

berlangsung dalam proses perubahan global, regional, dan domestik lebih

membentuk spektrum ancaman dan gangguan keamanan nasional suatu negara

yang bersifat kompleks, karena itu isu keamanan regional dan global

memerlukan keterlibatan aktif semua negara untuk mewujudkan pedoman dan

ketertiban dunia.

Saat ini, dengan memperhatikan perkembangan yang ada, konsep

keamanan berkembang dengan dinamis dan bermakna lebih luas. Keamanan

bukan hanya meliputi aspek militer saja namun juga meliputi aspek non

militer. Dalam buku Rethinking Security After the Cold War, Barry Buzan

mengatakan bahwa militer bukan hanya satu-satunya aspek penting dalam

keamanan, namun terdapat empat aspek non militer, yakni politik, lingkungan,

ekonomi, dan sosial.33

Adanya perluasan makna dari perspektif tradisional menuju non-

tradisional juga melibatkan aktor yang non-state, yang terlihat dari dinamika

interaksi antara sektor dan aktor keamanan dalam perkembangan berikutnya,

Buzan dan Ole Weaver mengkoseptualisasikan keamanan sebagai sesuatu

yang harus dipentaskan sebagai ancaman eksistensial terhadap objek referensi

oleh aktor sekuritisasi yang ada dengan menghasilkan dukungan tindakan

darurat di luar aturan yang jika tidak akan mengikat.34

33

Barry Buzan, ―People, States and Fear: The National Security Problems in International

Relations‖ (Brighton: Wheatsheaf, 1991) 34

Barry Buzan dan Ole Waever, ―Regions and Powers, The Structure of International

Security‖, (Cambridge: Cambridge University Press 2004), 45

Page 28: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

16

Konsep keamanan dapat dibedakan dengan konsep pertahanan.

Pertahanan (defence) didefinisikan dalam kamus oxford sebagai sebuah

tindakan untuk mempertahankan diri dari serangan (The action of defending

from resisting attack). Definisi ini dapat kita artikan memiliki tujuan yang

sama yaitu memperoleh kemerdekaan dari ancaman yang dapat mengganggu

keamanan nasional, akan tetapi keamanan lebih bersifat preventif dan

antisipatif dalam merespon ancaman. Tetapi, Buzan menyatakan bahwa

keamanan selaly memperhitungkan aspek ancaman dan kerentanan. Kedua

aspek tersebut sangat ditentukan oleh kapabilitas yang dimiliki oleh suatu

negara. Hal ini berhubungan dengan kekuatan yang dimiliki oleh suatu negara.

Oleh karena itu, fungsi angkatan bersenjata (dalam hal ini militer) dijustifikasi

oleh keperluannya akan keamanan nasional dan secara politis diasumsikan

kekuatan militer berkorelasi positif dengan keamanan nasional.35

Keamanan akan sulit diperoleh hanya dengan kekuatan negara sendiri.

Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama secara lokal, regional, maupun global

dan dalam berbagai sektor seperti ekonomi, pertahanan, dan lingkungan. Kerja

sama keamanan Indonesia, Malaysia, dan Filipina dapat dianalisis

menggunakan konsep keamanan. Perompakan oleh Abu Sayyaf merupakan

ancaman bersama bagi Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

3. Keamanan Kolektif (Collective Security)

Keamanan Kolektif menjelaskan bagaimana perilaku negara-negara

dalam suatu kawasan ketika menghadapi ancaman eksternal. Negara-negara

35

Buzan, People, State, 271-291

Page 29: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

17

dalam kawasan membentuk suatu aliansi untuk melindungi diri terhadap

ancaman keamanan dari luar.36

Aliansi ini muncul ketika ancaman tersebut

tidak mampu dihadapi oleh satu negara sendiri. Aliansi ini dibentuk karena

dianggap mampu untuk mempertahankan distribusi kekuatan bagi anggota

aliansi.37

Negara tidak mampu mengatasi masalah secara individual, terlebih bila

menyangkut masalah yang lintas batas. Sehingga keamanan yang bersifat

kolektif dibutuhkan. Keamanan kolektif dipengaruhi oleh faktor ekonomi,

sosial, dan lingkungan.38

Untuk itu kerja sama dalam bidang keamanan

diperlukan, bentuk kerja sama antar negara dapat berupa bilateral, trilateral,

dan regional.

Hal yang ditekankan pada konsep ini adalah persamaan persepsi

mengenai sebuah ancaman dan resiko yang mengharuskan keamanan tersebut

dilaksanakan secara kolektif. Contohnya, sebagaimana yang terjadi pada masa

Perang Dingin dimana ancaman dari Blok Timur mengharuskan negara-negara

Blok Barat membentuk suatu pengaturan keamanan bersama.39

Hal ini juga

bisa kita lihat dalam kasus keamanan Laut Sulu-Sulawesi dimana ketiga

negara merasakan ancaman bersama dari Abu Sayyaf.

Jika sistem keamanan kolektif mencangkup lingkungan internasional,

sehingga bisa merespon ancaman dapat muncul dari berbagai belahan dunia.

36

Lawrence Mwagwabi. ―The Theory of Collective Security and Its Limitations in

Explaining International Organization: A Critical Analysis‖, (2010) 37

Mwagwabi, The Theory, 38

Buzan dan Ole Waever, Regions and Powers, 45 39

Cordner, Lee, ―Indian Ocean Maritime Security: Risk-based Internationel Policy

Development‖,

Page 30: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

18

Negara atau wilayah atau sistem internasional mana saja yang melakukan

agresi, membahayakan perdamaian, atau keluar dari batas-batas perilaku yang

melanggar norma dan sistem keamanan kolektif diberlakukan. Setiap negara

wajib menjaga perdamaian dan keamanan terlepas dari mana dan dimana

ancaman itu berasal.40

Nicholas Tsagourias menyebutkan bahwa tujuan dari keamanan kolektif

adalah mencapai kepentingan publik berupa perdamaian dan keamanan

internasional. Keamanan kolektif menjadi pilihan karena karena negara

memiliki kemampuan dan sumber daya yang terbatas untuk menjamin

perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu otoritas publik

diperlukan, dalam hal ini adalah lembaga keamanan kolektif yang bertindak

atas nama negara-negara yang tergabung di dalamnya dengan menghimpun

sumber daya yang dimiliki masing-masing untuk menciptakan keamanan.41

Keamanan kolektif menyediakan landasan normatif dan sarana

pengaturan perilaku negara-negara berdaulat dan konflik di antara mereka.

Selain itu keamanan koorperatif menyediakan pula prosedur kelembagaan

yakni legalisasi respon dalam mengatasi ancaman tradisional berorientasi

militer untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Namun,

tantangan terhadap kedaulatan keamanan telah muncul, terutama setelah

berakhirnya Perang Dingin. Hal ini dikarenakan ancaman keamanan yang

40

Stefan Aleksovsi, Oliver Bakreski, dan Biljana Avramovska. ―Collective Security – The

Role of International Organizations – Implications in International Security Order‖ Mediterranean

Journal of Social Sciences Vol 5 No 27. (Rome: MCSER Publishing, 2014) 41

Tsagourias, Nicholas dan Nigel D. White, ―Collective Security: Theories, Law and

Practice‖ (Cambridge: Cambridge University Press, 2013), hal 20.

Page 31: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

19

dirasakan makin beragam, seperti munculnya masalah keamanan

transnasional, semakin besar peran yang dimainkan oleh aktor non-negara.42

Salah satu contohnya adalah ancaman Kelompok Abu Sayyaf, Moro National

Liberation Front (MNLF) atau Moro Islamic Liberation Front (MILF), dan

pelaku kejahatan transnasional di laut Sulu-Sulawesi.

G. Metode Penelitian

Secara garis besar, terdapat dua jenis penelitian yaitu penelitian

kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian dengan metode kuantitatif

merupakan penelitian ilmiah dengan mengumpulkan data-data secara

numerik. Data-data tersebut kemudian diakumulasi dan diolah untuk

mendapatkan kesimpulan atau ide umum dari proses penelitian. Sementara,

penelitian kualitatif menurut Lexy J. Moleong, merupakan penelitian yang

berdasarkan pada fondasi penelitian, paradigma penelitian, perumusan

masalah, tahap-tahap penelitian, teknik penelitian, kriteria dan teknik

pemeriksaan data dan analisis dan penafsiran data.43

Sementara menurut Kirk

dan Miller mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam

ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan pada manusia dan fenomena sosial.44

Metode kualitatif

42

Richard Cohen dan Michael Mihalka, ―Cooperative Security: New Horizons for

International Order‖, The Marshall Center Papers No.3 (April 2001), 6 43

Lexy J. Moleong., ―Metode Penelitian Kualitatif‖ (Bandung: Remaja Rosdakarya., 2000) 44

Sudarto, ―Metodologi Penelitian Filsafat‖, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995)

Page 32: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

20

digunakan untuk meneliti suatu hal yang mendalam dan membutuhkan

penjelasan yang mendalam dan deskriptif.45

Penulis memilih menggunakan metode kualitatif dalam menjelaskan

model kerja sama keamanan trilateral Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Metode penelitian kualitatif dipilih karena metode ini dapat menggambarkan

kondisi objek atau fenomena yang diteliti sesuai fakta yang ditemukan.

Metode kualitatif mampu menggambarkan secara spesifik mengenai fenomena

yang terjadi serta latar belakang aktor-aktor yaitu Indonesia, Malaysia dan

Filipina dalam melakukan kerja sama trilateral. Selain itu, fenomena hubungan

internasional merupakan fenomena yang kompleks dan dipengaruhi berbagai

variabel. Sifatnya dinamis dan berubah sesuai dengan situasi pada saat itu.

Oleh karena itu, apabila menggunakan penelitian kuantitatif, penelitian ini

akan terlalu disederhanakan.46

Metode penelitian kualitatif ini memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan dari metode penelitian kualitatif sebagaimana dijelaskan oleh

Wahyu Pramono adalah deskripsi sewajarnya terhadap subjek penelitian

meminimalkan manipulasi data dan kemampuan memecahkan persoalan yang

informasinya terbatas. 47

Selain itu, penelitian kualitatif tidak memerlukan

alat-alat seperti angket atau survei. Hal ini dapat menghemat waktu penelitian

dan pengumpulan data. Satu sisi, kekurangannya adalah reliabilitas data,

45

Uwe Flick, ―Qualitative and Quantitative Reasearch dalam An Introduction to Qualitative

Research", (London: SAGE Publication, 2006), 32-43 46

Harvey, Frank P. Dan Michael Breavher (ed), ―Evaluating Methodologies in

International Studies:, (Ann Arbor: The University of Michigan Press), 120 47

Wahyu Pramono, ―Kekuatan dan Kelemahan Penelitian Kualitatif‖, Jurnal Antropologi

vol 1 (1998): 15

Page 33: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

21

resiko pengumpulan data yang tidak berkaitan, generalisasi, dan kurangnya

objektivitas.

Metodologi penelitian kualitatif dalam penelitian ini didukung oleh studi

pustaka berupa buku, penelitian, laporan, dan jurnal yang berkaitan dengan

―Analisa Model Kerja Sama Keamanan Trilateral Indonesia, Malaysia, dan

Filipina di Laut Sulu-Sulawesi Periode 2016-2017‖.

H. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah tentang kondisi laut diantara

Indonesia, Malaysia, dan Filipina, tujuan penulisan, kerangka konsep, dan

metode penelitian yang digunakan.

BAB II: Ancaman Keamanan di Laut Sulu-Sulawesi

Bab ini menjelaskan sejarah, bentuk-bentuk ancamanan keamanan di Laut

Sulu-Sulawesi, serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya.

BAB III: Dampak Ancaman Keamanan di Laut Sulu-Sulawesi

Bab ini membahas mengenai dampak ancaman di Laut Sulu-Sulawesi

terhadap Indonesia, Malaysia, dan Filipina dari segi Ekonomi, Keamanan,

serta Politik.

BAB IV: Analisis Model Kerja Sama Keamanan Trilateral Indonesia,

Malaysia, dan Filipina di Laut Sulu-Sulawesi

Page 34: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

22

Bab ini akan menganalisis model kerja sama keamanan trilateral Indonesia,

Malaysia, dan Filipina di Laut Sulu-Sulawesi, mulai dari proses penetapan

kerja sama keamanan, hambatan, serta keberhasilan kerja sama tersebut.

BAB V: Penutup

Bab ini merupakan penutup dan kesimpulan dari bab sebelumnya.

Page 35: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

23

BAB II

ANCAMAN KEAMANAN DI LAUT SULU-SULAWESI

Bab ini membahas ancaman potensial yang terjadi di Laut Sulu-Sulawesi.

Adapun ancaman tradisional merupakan ancaman terhadap suatu kedaulatan

negara oleh negara lain. Sementara ancaman non-tradisional meliputi

perompakan, illegal fishing, penyeludupan narkotika, terorisme, perdagangan

gelap, dan sengketa perbatasan.48

Seiring berjalannya waktu, ancaman non-

tradisional mulai mendominasi isu maritim di kawasan. Ancaman terbesar di

perairan Sulu-Sulawesi merupakan kejahatan transnasional dan teror maritim oleh

kelompok Abu Sayyaf. Ancaman ini menjadi perhatian ketiga negara karena

sifatnya yang lintas batas.

Laut Sulu-Sulawesi merupakan jalur yang dilalui kapal-kapal besar seperti

tank untuk menuju Samudera Pasifik.49

Wilayah perairan ini dikelilingi oleh

daratan Indonesia (Sulawesi), Malaysia (Sabah), dan Filipina (Kepulauan Sulu),

maka ketiga negara ini berkewajiban untuk menjaga keamanan perairan tersebut

dari ancaman-ancaman maritim. Ancaman maritim dapat diartikan secara

tradisional mau pun non-tradisional.

48

I Gusti Bagus Dharma Agastia dan Anak Agung Banyu Perwita, Maritime Security in the

Indo-Pacific (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2016), 2 49

Joshua H. Ho, ―The Security of Sea Lanes in Southeast Asia‖, Asian Survey, Vol. XLVI,

NO. 4 (Juli/Agustus 2006): 560

Page 36: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

24

A. Sejarah Kejahatan di Laut Sulu-Sulawesi

Laut Sulu berada di sebelah selatan Filipina dan memiliki luas sebesar

100.000 m2.50

Laut ini diapit oleh Kepulauan Sulu, Palawan, dan Sabah.

Sementara Laut Sulawesi memiliki luas sebesar 110.000 m2 yang dibatasi oleh

Kepulauan Sulu bagian selatan, Mindanao, Kalimantan Timur, dan Sulawesi.

Catatan sejarah mengenai keberadaan ancaman di Laut Sulu-Sulawesi dapat

ditelusuri sejak Dinasti Han. Pada masa itu, Laut Sulu-Sulawesi memiliki peran

yang cukup besar dalam perdagangan rempah yang dibawa dari Maluku.51

Laut Sulu-Sulawesi dikuasai oleh grup etnis dan suku yang memiliki

pengetahuan maju dalam bidang kemaritiman, hal ini pula yang menjadi faktor

penting dalam lalu lintas kapal dagang pada masa tersebut. Grup etnis tersebut

adalah Sulu, Maguindanao, Sangir, dan Talaud. Grup etnis ini mendiami Filipina

bagian selatan, Sulawesi bagian utara, dan Maluku bagian utara. Kendatipun grup

etnis ini memiliki pengetahuan maritim yang cukup laju, tidak ada satupun yang

menjadi sea power di kawasan tersebut. Hal ini karena masing-masing etnis tidak

tergabung dalam satu kesatuan pemerintahan.52

Ancaman keamanan di Laut Sulu-Sulawesi pada masa itu adalah perompak,

atau yang dikenal dengan nama Lanun. Lanun pada mulanya hidup di pedalaman

hutan, seiring berjalannya waktu akibat dari bencana alam dan desakan untuk

memenuhi kebutuhan hidup, mereka menyebar hingga ke pesisir pantai. Sejarah

50

Ian Storey, ―Securing Southeast Asia;s Sea Lanes: A Work in Progress‖, Asia Policy

No.6 Juli 2008, 104 51

Adrian B. Lapian, ―Laut Sulawesi: The Celebes Sea, from center to Peripheries‖,

Moussons Vol. 7 (2003): 5 52

Lapian, Laut Sulawesi, 6

Page 37: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

25

menuliskan bahwa Lanun merupakan perompak yang cukup kuat dan sulit untuk

dihadapi. Hal ini dikarenakan Lanun memiliki hubungan yang cukup baik dengan

Kesultanan Sulu. Lanun sering disewa untuk menjadi kekuatan tambahan dalam

armada angkatan lautnya. Selain karena pengetahuan maritim yang maju, Lanun

juga memiliki persenjataan yang cukup lengkap.53

Perompakan di laut Sulu semakin marak pada masa kolonialisme Spanyol.

Meskipun pemerintah kolonial Spanyol bersama dengan Belanda, dan Inggris

berusaha untuk menekan angka lanun, mereka tidak sepenuhnya mampu

mengeliminasi keberadaannya. Hal ini dikarenakan secara administratif,

kekuasaan ketiga negara kolonial tersebut cenderung lemah di wilayah laut Sulu-

Sulawesi.54

Keadaan membaik ketika Spanyol mengalihkan Filipina kepada Amerika

Serikat tahun 1898. Amerika Serikat secara rutin mengadakan patroli di laut Sulu-

Sulawesi. Kapal dan peralatan yang digunakan untuk berpatroli ini juga lebih

maju dan modern. Amerika Serikat juga berhasil membawa Selatan Filipina ke

dalam administrasi pemerintahan pusatnya. Namun, ketika Filipina memperoleh

kemerdekaannya tahun 1946, pengalihan pemerintahan membuat kontrol di

Selatan Filipina melemah dan perompak kembali muncul di laut Sulu-Sulawesi.55

Budaya maritim di Laut Sulu-Sulawesi diturunkan dari generasi ke generasi.

Seiring berkembangnya zaman, keberadaan di Laut Sulu-Sulawesi ini juga

53

Lapian, Laut Sulawesi, 7 54

Eklof Amirell, Stefan ―The Return of Piracy: Decolonization and International Relations

in a Maritime Border Region (the Sulu Sea) 1959-63‖, Working papers in Contemporary Asian

Studies No. 15 (2005), 3 55

Eklof, The Return, 5

Page 38: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

26

berkembang. Selain itu, kurangnya kontrol dari pemerintah, kesejahteraan yang

tidak merata, serta politik pusat juga menyuburkan praktek perompakan ini.

Wilayah Mindanao mengalami isu separatis selama beberapa tahun. Akibatnya

Laut Sulu-Sulawesi menjadi wilayah rawan dengan aksi kejahatan transnasional

di laut. Satu sisi, faktor geografis dan perkembangan teknologi juga memperbesar

peluang perompak untuk menjalankan aksinya.56

Selain perompakan, Laut Sulu-Sulawesi juga merupakan wilayah yang

rentan terhadap penyelundupan barang-barang ilegal. Transaksi perdagangan

ilegal ini biasanya berupa kelapa atau copra yang dibawa ke Kalimantan Utara

dari Tawau. Copra ini biasanya diekspor ke Indonesia untuk ditukarkan dengan

barang lain seperti pakaian, tembakau, kain, dan lain-lain.

Perdagangan ini dinilai ilegal oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah

Indonesia telah berupaya untuk menghentikan praktek perdagangan ilegal ini

dengan mencegat kapal dagang dan menyita kargo. Namun, karena regulasi pada

masa itu masih terbatas, penangannya belum maksimal. Perdagangan ilegal ini

mulai menjadi perhatian bagi pemerintah Filipina pada tahun 1956. Hal ini

dikarenakan banyak barang-barang impor yang tidak berlisensi beredar di

Filipina. Pemerintah Filipina kemudian mengambil tindakan tegas dengan

melarang peredaran barang-barang impor tersebut menjelang akhir tahun 1950-

an.57

56

Storey, Securing, 105 57

Eklof, The Return, 7

Page 39: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

27

B. Kejahatan Transnasional

Seiring berkembangnya arus globalisasi menyebabkan meningkatnya kasus

kejahatan. Tindak kejahatan ini tidak terbatas dalam suatu negara, namun

berkembang menjadi kejahatan yang bersifat lintas batas. Kawasan Asia Tenggara

merupakan salah satu kawasan yang rawan dijadikan kawasan sindikat kejahatan

internasional. Kejahatan Transnasional ini meliputi peredaran narkotika,

penyeludupan senjata, imigrasi ilegal, penyeludupan satwa dan hewan yang

dlindungi, perompakan, dan terorisme. Banyak kelompok-kelompok kriminal

yang memanfaatkan kelemahan birokrasi suatu negara agar lolos dari jeratan

hukum dan mengembangkan operasi mereka ke ranah internasional.58

PBB mendefinisikan kelompok kejahatan sebagai ―...grup terstruktur yang

terdiri dari tiga orang atau lebih, yang berdiri selama periode waktu tertentu dan

bertindak dengan tujuan melakukan satu atau lebih tindak kejahatan berat atau

pelanggaran yang di tetapkan dalam Konvensi ini, untuk memperoleh, secara

langsung atau tidak langsung, keuntungan finansial atau materi lainnya‖.59

Kejahatan Transnasional melibatkan perlintasan batas negara dan hukum di suatu

58

Ralf Emmers, ―The Threat of Transnational Crime in Southeast Asia: Drug Trafficking,

Human Smuggling and Traffiking, and Sea Piracy‖, [Online] UNISCI Discission Papers, 2003

diakses di chttps://revistas.ucm.es/index.php/UNIS/article/download/UNIS0303230005A/28316

pada 10 Mei 2017 pukul 10:35 WIB 59

United Nations Convention Againts Transnational Organized Crime and The Protocols

Theeto, Pasal 1 poin (a), (Terjemahan Penulis)

Page 40: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

28

tempat. Oleh karena itu, isu ini menjadi ancaman serius bagi stabilitas keamanan

negara dan internasional.60

Perairan Sulu-Sulawesi merupakan kawasan penting, tidak hanya bagi

negara di sekitarnya tetapi juga bagi negara lain di luar kawasan. Perairan Sulu-

Sulawesi merupakan jalur laut yang dilalui oleh banyak kapal yang melintas antar

perbatasan. Perairan ini tentu saja tak terlepas dari berbagai tantangan bagi

pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Ancaman stabilias di Laut Sulu-

Sulawesi berasal dari berbagai sumber, baik dalam maupun luar negeri. Adapun

Kejahatan Transnasional yang mengancam wilayah perairan ini antara lain:

1. Peredaran Narkotika Ilegal

WHO mendefinisikan narkotika sebagai ―zat (selain makanan, air, atau

oksigen) yang apabila dikonsumsi akan memengaruhi fungsi fisik dan/atau

psikologi penggunanya.61

Sejalan dengan definisi tersebut, Andi Hamzah62

mendefinisikan narkotika sebagai suatu zat alami atau buatan yang dapat

menimbulkan efek menurunnya tingkat kesadaran dan rasa nyeri pada

penggunanya dan bila dikonsumsi secara terus menerus zat ini dapat

menyebabkan ketergantungan pada penggunanya. Permasalahan peredaran

narkotika ilegal ini berkembang menjadi semakin rumit. Kemajuan di bidang

teknolgi dan transportasi menjadi salah satu faktor meluasnya perdagangan

60

John McFarlane dan Karen McLellan, ―Transnational Crime: The New Security

Paradigm‖, Working Paper No. 294, (Canberra: Strategic and Defence Studies Centre Australian

National Univeristy, 1996), 2 61

Anonim, Lexicon of alcohol and drug terms published by the World Health Organization,

[Online] diakses di http://www.who.int/substance_abuse/terminology/who_lexicon/en/ pada 11

Mei 2017 pukul 14.02 WIB 62

Andi Hamzah, ―Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana‖, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1986), 224

Page 41: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

29

narkotika ilegal. UNDOC (United Nation Office on Drugs and Crime)

menyebutkan bahwa arus peredaran narkotika di Asia Tenggara mencapai US

$ 31.3 Triliun, angka ini lebih dari sepertiga total angka perdagangan ilegal

lainnya.63

Produksi dan distribusi narkotika ilegal telah lama menjadi salah satu

aktivitas kejahatan di Asia Tenggara. Produksi narkotika terbesar di Asia

Tenggara masih di pegang oleh negara-negara Golden Triangle (Thailand, Laos,

Myanmar). Lokasi ketiga negara tersebut menjadi jalur utama distribusi narkotika

menuju Tiongkok dan Vietnam.64

Meskipun demikian, sumber peredaran

narkotika ini juga berasal dari negara lain di Asia Tenggara. Salah satunya adalah

Filipina yang merupakan penghasil narkotika jenis sabu yang beredar di Indonesia

hingga Kanada dan Amerika Serikat. Peredaran narkotika dari Filipina ini diduga

melibatkan campur tangan kelompok separatis seperti Moro Islamic Liberation

Front dan Abu Sayyaf.65

Distribusi narkotika ilegal ini menggunakan rute darat, udara, dan laut.

Secara global, peredaran narkotika ilegal menggunakan jalur laut lebih sedikit

dibanding jalur darat, tetapi karena muatan yang dapat diangkut menggunakan

63

Drug Trafficking Trends & Border Management in Southeast Asia: ―Responding to an

evolving context of regional integration‖ [Online] diakses dari

https://www.unodc.org/documents/ungass2016/CND_Preparations/Brown_bag_lunch/Asia/2014.1

1.19_CND_preparation_for_UNGASS_2016_final.pdf pada 13 Mei 2017 pukul 19.43 WIB 64

Weatherbee, Donald E, ―International Relation in Southeast Asia The Struggle for

Autonomy Second Edition‖, (Maryland: Rowman & Littledield Publisher, Inc., 2009), 187 65

Weatherbee, International, 187

Page 42: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

30

kapal lebih besar, maka peredaran melalui laut dapat menimbulkan efek yang

cukup besar.66

Selain itu, dari kondisi geografis Asia Tenggara, penyeludupan narkotika

lebih mudah dilakukan melalui jalur laut menuju Timur Tengah, Jepang, dan

Australia. Laut Sulu-Sulawesi juga menjadi salah satu jalur peredaran narkotika

ilegal, khususnya narkotika jenis sabu, marijuana, dan heroin.67

Peredaran

narkotika ilegal di Laut Sulu-Sulawesi juga tidak lepas dari peran kelompok Abu

Sayyaf, terutama keterkaitan antara kelompok ini dengan jaringan pengedar

Hongkong untuk mengedarkan shabu ke Filipina dan negara Asia Tenggara

lainnya melalui jalur laut.68

2. Penyelundupan Senjata

Tingkat konflik sosial yang tinggi di Asia Tenggara memicu peningkatan

penyelundupan senjata ilegal. Situasi dan kondisi negara yang tidak stabil

berdampak pada semakin maraknya aktivitas kejahatan transnasional.69

Penyeludupan senjata ini tentu saja merupakan ancaman serius bagi negara

maupun kawasan. Jenis senjata yang sering diselundupkan adalah senjata jenis

Small Arms and Ligjt Weapon (SALW). Small Arms merupakan senjata kecil yang

didesain untuk individu70

, senjata ini biasanya memiliki kaliber kecil (4,6—40

66

UNDOC World Drug Report 2015, [Online] diakses dari

https://www.unodc.org/documents/wdr2015/World_Drug_Report_2015.pdf pada 18 Mei 2017

pukul 21.00 WIB 67

LaVerle Berry, et al, ―A Global Overview of Narcotics-Funded Terrorist and Other

Extrimist Group‖, The Library of Congress May 2002, 105 68

Berry, A Overview, 105 69

Anggi Setio Rachmanto, ―Pola Penyeludupan dan Peredaran Senjata Api Illegal di

Indonesia‖, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. V no.II (Agustus 2009), 32 70

United Nations Office of Disarmament Affairs, Small Arms and Light Weapons,

(UNODA, 2008)

Page 43: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

31

atau 60 mm), beberapa contoh diantaranya adalah handgun, revolver, dan pistol

otomatis.71

Sementara Light Weapon merupakan senjata portable yang didesain

untuk digunakan oleh beberapa orang dalam satu kru infatri. Beberapa contoh

diantaranya adalah man-portable firearms, light altillery guns, meriam kecil, serta

anti-tank atau anti-aircraft.72

Zarina Othman mengungkapkan ada beberapa faktor yang mendukung

penyelundupan senjata73

; pertama, penyelundupan senjata dilakukan oleh aktor

non-negara. Hal ini menyebabkan pemerintah setempat sulit mengendalikan

peredaran senjata ilegal, karena antar kelompok yang berkonflik memiliki akses

langsung dengan para ‗pendukung‘ atau simpatisan dari luar negeri; kedua, faktor

suplai dan komunikasi. Othman mengungkap bahwa penyelundupan senjata

terjadi di pasar gelap dan 'grey area‘; dan ketiga, kondisi geografis. Othman

menyebutkan bahwa faktor ini berkaitan erat dengan lemahnya pengamanan batas

wilayah antar negara serta minimnya koordinasi antar aktor negara maupun non-

negara. Selain ketiga faktor tersebut, maraknya peredaran senjata ilegal juga

diakibatkan oleh produksi ilegal senjata api dan suplai dari militer negara

setempat.74

Penyelundupan senjata ilegal ini berasal dari wilayah konflik seperti di

Mindanao, Filipina Selatan dan Pattani Thailand, senjata-senjata ini banyak

yang berupa hasil curian dari gudang senjata tentara Thailand. Selain Thailand,

71

Anonim, ―Small Arms and Light Weapons: A training manual”, (Saferworlds, 2012), 3 72

Anonim, Small Arms, 4 73

Othman, Zarina, ed., ―Non-Traditional Security Issues and the Stabilitu of Southeast

Asia‖, Jurnal Kajian Wilayah vol. 4 No. 2 (2013), 160 74

Katherine Kramer, ―Legal to Illegal: Southeast Asia‘s Illegal Arms Trade‖, Kasarinlan

Philippine Journal of Third World Studies Vol 16 No, 2 (2001), 45

Page 44: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

32

Kamboja dan Vietnam juga merupakan negara yang mensuplai kelompok-

kelompok separatis seperti GAM di Aceh.75

Sementara itu, menurut Kramer,

Kelompok Abu Sayyaf dan MILF di Filipina mendapatkan senjata yang

distribusikan dari Sabah.

Beberapa aktor lain juga terlibat dalam praktek penyelundupan senjata di

Sulu, sebagaimana ditulis oleh Lino Miani, kelompok-kelompok separatis

memperoleh senjanta dari Afghanistan, Kolombia, Tiongkok, Pakistan, Palestina,

Libanon, Sudan, Libya, Korea Utara, Arab Saudi, dan Malaysia; dengan transit

points di Singapura, Indonesia, Taiwan, Hong Kong, Vietnam, dan Myanmar.

Selain itu, senjata rakitan yang di buat di Filipina terkenal di kalangan kelompok

kriminal Jepang, Tiongkok, dan Taiwan. Senjata rakitan ini kemudian di

distribusikan hingga ke Maluku, Irian Jaya, dan Papua Nugini.76

Penyelundupan melalui jalur laut hampir sulit terdeteksi. Hal ini

dikarenakan rute penyelundupan antar pelabuhan sangat teroganisir dan fleksibel.

Rute yang dilalui oleh penyelundup memiliki banyak blind spot yang luput dari

pantauan otoritas setempat. Adapun jalur penyelundupan yang melewati Laut

Sulu-Sulawesi terbagi menjadi tiga jalur yaitu: Jalur Maluku, Jalur Palawan, dan

Jalur sulu.

75

Kramer, Legal to Illegal, 43 76

Lino Miani, ―The Sulu Arms Market: Globalized Gunrunning Since 1521‖, The Affiliate

Network 27 Juli 2015 [Online] diakses di: http://affiliatenetwork.navisioglobal.com/2015/07/sulu-

arms-market/ pada 30 Mei 2017 pukul 21.53 WIB

Page 45: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

33

Gambar II. A. Rute Penyelundupan Senjata Laut Sulu

Sumber: Lino Miani, The Sulu Arms Market: National Responses to a Regional

Problem77

a. Jalur Maluku

Jalur Maluku merupakan jalur yang paling langsung dari Mindanao.

Jalur ini dimulai dari Davao, Digos, Santos City, Mindanao, melewati

laut Sulawesi dengan pemberhentian di Sangihe atau pulau Talaud

sebelum ke Menado, Ambon, dan Sulawesi.

b. Jalur Palawan

Jalur Palawan sering digunakan untuk menghubungkan bagian Sabah

bagian utara ke Manila. Senjata diselundupkan melalui Laut Sulu

diantara pantai timur Palawan dan Mindanao, jalur ini dimulai dari

Labuan atau Kinabalu, Malaysia. Senjata kemudian dikirim kepada kurir

77

Miani, Lino, ―The Sulu Arms Market: National Responses to a Regional Problem”,

(Singapura: Institute of Asian Studies, 2011)

Page 46: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

34

di Kudat di Timur Laut Borneo. Senjata ini diselundupkan dengan kapal

feri dan kapal nelayan ke Pulau Mangsee Utara, Pulau Mangsee Selatan,

Sibugo atau Balabac kemudian dikirim ke Rio Tuba.

c. Jalur Sulu

Jalur Sulu merupakan penghubung alami antara Sabah dan Mindanao.

Hal ini dikarenakan secara geografis, kepulauan Sulu memungkinkan

penyelundupan melalui perjalanan pendek. Jalur ini memiliku banyak

pasar di hampir setiap pemberhentiang. Hal ini mempermudah

penyelundupan dilakukan oleh kurir. Lokasi Kepulauan Sulu merupakan

titik awal yang penting penyelundupan senjata. Jalur ini bertujuan ke

Sandakan, hal ini dikarenakan Sadakan merupakan pusat Kesultanan

Sulu di Sabah.

Permasalahan ini memiliki potensi cukup besar untuk merusak kestabilan

keamanan nasional atau kawasan bahkan internasional. Bila penyelundupan

senjata ilegal ini terjadi secara mengglobal, ancaman yang ditimbulkan setara

dengan senjata pemusnah massal yang memiliki daya hancur yang besar.78

3. Perompakan (Piracy)

Perompakan bukanlah ancaman baru yang dihadapi oleh negara di Asia

Tenggara. Sejak tahun 1700—1800an juga terkenal dengan aktivitas bajak laut

dan perompakan yang tinggi. Hal ini tertulis dalam catatan pedagang Tiongkok,

Faxian, bahwa peraraian Asia Tenggara dipenuhi bajak laut. Tidak hanya di Selat

Malaka, perompak atau bajak laut juga terdapat di peraian sekitar Sulawesi Utara

78

Rachmanto, Pola Penyelundupan, 33

Page 47: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

35

dan Filipina. Wilayah perairan ini, sejak tahun 1700-1800an juga terkenal dengan

aktivitas perompakan yang tinggi.79

Hingga zaman modern, perompakan masih

menjadi ancaman keamanan di kawasan Asia Tenggara.

Keberadaan perompak di perairan Asia Tenggara tidak lepas dari sejarah

kolonial. Persaingan dagang antara Inggris, Belanda, Perancis, dan Portugis

menuntut pengamananan untuk kapal-kapal mereka. Sehingga, pemerintah

kesultanan sering menyewa perompak untuk menjaga wilayah perairan mereka.

Praktek ini banyak dilakukan di Aceh untuk menahan kapal-kapal asing yang

hendak melewati wilayah lautnya tanpa membayar. Pemerintah kolonial Belanda

menganggap keberadaan perompak ini bertindak diluar pemerintahan kolonialnya.

Namun karena wilayah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda terbatas di

pelabuhan sekitar Batavia, pemerintah kolonial sulit untuk mengontrol keberadaan

perompak ini. Sehingga sering terjadi praktek perdagangan ilegal dilakukan oleh

Aceh, Mataram, dan Ternate dengan Siam dan Filipina. Singkatnya, pelaku

praktek perdagangan ilegal ini yang kemudian didefinisikan sebagai ‗perompak‘

oleh pemerintah kolonial Belanda.80

Perompak, didefinisiskan dalam United Nations Convention on the Law of

the Sea atau UNCLOS pasal 101 adalah: 81

79

Lapian, Adrian B, ―Orang Laut-Bajak Laut-Raja Laut Sejarah Kawasan Laut Sulawesi

Abad XIX‖, (Depok: Komunitas Bambu, 2009) 80

Jason Abbot dan Neil Renwick, ―Pirates? Maritime Piracy and Societal Security in

Southeast Asia‖, Pacifica Review, Vol. 11 No. 1 (Februari 1999): 9-11 [Online] diakses di

https://www.researchgate.net/profile/Jason_Abbott2/publication/247497099_Pirates_Maritime_Pir

acy_and_Societal_Security_in_Southeast_Asia/links/5522bc620cf29dcabb0eda3f/Pirates-

Maritime-Piracy-and-Societal-Security-in-Southeast-Asia.pdf pada 25 April 2017 pukul 13.51

WIB 81

Pasal 101, United Nations Convention on the Law of the Sea, dapat dilihat di

http://www.un.org/Depts/los/convention_agreements/convention_overview_convention.htm

Page 48: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

36

a) Segala perbuatan dengan kekerasan seacara tidak sah atau penahanan

atau setiap perbuatan yang merusak yang dilakukan oleh kru atau

penumpang dari suatu kapal dan dilakukan:

i) Di laut bebas terhadap kapal atau pesawat, atau terhadap orang

atau properti yang ada di atas kapal atau pesawat;

ii) Terhadap suatu kapal, pesawat, orang atau properti di luar

yuridiksi dari suaru negara;

b) Segala perbuatan turut serta yang dilakukan secara sukarela dalam suatu

operasi dari kapal yang diketahui perilaku sebagai kapal perompak;

c) Segala perbuatan yang mendorong atau memfasilitasi suatu perbuatan

yang disebutkan dalam poin (a) atau (b).

Definisi ini lantas mencirikan karakter perompak, menurut International Maritime

Organization (IMO), sebagai berikut:82

1) Perompakan menggunakan cara-cara kriminal seperti kekerasan,

perampokan, dan penyanderaan;

2) Perompakan terjadi di laut lepas, di luar wilayah hukum suatu negara.

Aksi kriminal yang terjadi di dalam wilayah hukum suatu negara tidak

dikategorikan sebagai perompakan. Hal ini untuk membedakan perlakuan

hukum yang berlakukan kepada pelaku;

82

Guidelines for Owners, Operators and Masters for Protection against Piracy in the Gulf

of Guinea Region [Online] diakses di:

http://www.imo.org/en/OurWork/Security/WestAfrica/Documents/Guidelines_for_protection_agai

nst_Piracy_in_the_Gulf_of_Guinea_Region.pdf pada 27 April 2017 pukul 17.53 WIB

Page 49: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

37

3) Perompakan harus melibatkan setidaknya dua kapal. Lantas aksi yang

dilakukan oleh penumpang atau kru kapal tersebut dan aksi yang

dilakukan terhadap kapal yang berlabuh tidak masuk dalam kategori ini;

4) Perompakan memiliki motif pribadi;

5) Perompakan dilakukan oleh awak kapal sipil, bukan personil angkatan

laut.

Akan tetapi, menurut Catherine Z. Raymond83

definisi menurut UNCLOS

ini tidak dapat mencakup insiden yang terjadi di batas dua belas mil perairan

teritorial yang cenderung lebih banyak terjadi dibanding insiden di laut lepas.

Sejalan dengan pendapat Raymond, Carolin Liss84

juga menyatakan bahwa

definisi perompak menjadi kabur bila dikaitkan dengan insiden yang terjadi di

Laut Sulu. Data berikut menunjukkan angka insiden perompakan yang terjadi di

kawasan Asia Tenggara secara umum. Angka ini dicurigai jauh lebih kecil

dibanding insiden sesungguhnya. Hal ini dikarenakan kesadaran untuk

melaporkan perompakan ini masih kurang, terutama di wilayah perairan antara

Malaysia dan Filipina.85

83

Raymond, Catherine Zara, ―Piracy in Southeast Asia New Trends, Issues and

Responses‖, RSIS Working Paper No. 089 (Oktober 2005): 3 84

Liss, Carolin, ―Assessing Contemporary Maritime Piracy in Southeast Asia: Trends,

Hotspots, and Responses‖, PRIF Report No. 125 (2014): 3 85

Liss, Carolin, ―The Unique Challenges and Difficulties of Maritime Security Research”,

SAIS Review vol. XXXIII no. 2 (Summer–Fall 2013): 94-95

Page 50: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

38

Tabel II.A.1. Angka Serangan Perompak di Asia Tenggara tahun 2011—

2016

Lokasi 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Total

Indonesia 21 32 48 47 54 24 226

Selat Malaka 1 1 1 3 6

Malaysia 11 4 3 9 11 4 42

Myanmar 1 1

Filipina 1 3 1 2 4 3 14

Selat

Singapura 7 3 4 6 6 26

Thailand 1 1

Total 316

Sumber: ICC-IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Report – 01 January

– 30 June 2016

Gambar II. A. Angka Serangan Perompak di Laut Sulu-Sulawesi tahun 2016

Sumber: ReCAAP Annual Report 2016

Perompak ini mengincar kapal-kapal dagang kecil dengan laju lambat.

Target seperti ini lebih mudah menjadi sasaran dibanding kapal besar dengan dek

tinggi yang sulit dipanjat. Perompak menggunakan kapal cepat (speed boats) atau

Page 51: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

39

kapal nelayan untuk mendekati target.86

Modus operandi perompak ini biasanya

dilakukan pada malam hingga subuh, beranggotakan sekitar 10 orang yang

dipersenjatai dengan senjata api atau senjata tajam. Perompak mengambil alih

kapal dan merusak alat-alat komunikasi dan navigasi untuk menghindari

penangkapan. Sebagian besar inseden yang dilaporkan, perompak hanya

menyekap awak kapal dalam satu ruangan tanpa melakukan tindak kekerasan.87

Sementara, modus operandi perompak terbagi dalam beberapa klasifikasi:88

a. Serangan di pelabuhan. Modus ini adalah modus yang sering terjadi di

perairan Indonesia dengan mengincar kapal-kapal yang sedang berlabuh.

Serangan ini biasanya berlangsung tengah malam hingga menjelang pagi.

Pelaku biasanya menyusup ke dalam kapal dan mencuri kargo berharga seperti

uang atau barang-barang elektronik. Modus ini biasanya tidak melibatkan aksi

kekerasan. Namun kerugian yang diterima cukup besar yaitu US$10.000

hingga US$20.000.89

Berdasarkan data IMB, tercatat sebanyak 41 kasus

dengan modus pencurian kapal berlabuh tahun 2016 (lihat tabel II.A.2).90

b. Serangan dan perampokan di laut, tipe serangan ini merupakan tipe yang

cukup serius. Pelaku biasaya menyusun rencana dengan baik sebelum

melakukan penyerangan. Kapal sasaran biasanya dibawa ke pantai tertentu

86

Liss, Assessing, 4 87

ReCAAP Annual Report 2015 [Online] diakses di

http://www.recaap.org/DesktopModules/Bring2mind/DMX/Download.aspx?Command=Core_Do

wnload&EntryId=421&PortalId=0&TabId=78 pada 30 April 2017 88

Raymond, Piracy, 4-8 89

Adam J. Yung dan Mark J. Valencia, ―Conflation of Piracy and Terrorism in Southeast

Asia: Rectitude and Utility‖, Contemporary Southeast Asia, Vol. 25, No. 2 (Augustus 2003): 272

[e-Jurnal] diunduh dari http://www.jstor.org/stable/25798643 pada 30 April 2017 pukul 9.31 WIB 90

ICC-IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Report – 01 January – 30 June 2016,

hlm 8

Page 52: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

40

untuk memindahkan barang angkutannya. Terkadang, pelaku modus ini

mengadakan kesepakatan dengan awak kapal. Pada beberapa kasus, pelaku

juga mengambil alih kapal kemudian mengecat ulang kapal tersebut dan

menggunakannya untuk aktivitas lain, biasanya untuk aktivitas perompakan

lain atau menyeludupkan barang.

c. Penculikan dengan tebusan. Modus ini muncul tahun 2001 dan

perkembangannya semakin pesat disertai dengan isu-isu politik dan terorisme.

Pelaku bersenjaya mengambil alih kapal, kemudian menculik awak kapal

disertai dengan tuntutan tebusan pada perusahaan. Perompakan dengan modus

ini seringkali menggunakan cara kekerasan kepada awak kapal dalam

melancarkan aksinya. Menurut IMB91

, kasus seperti ini jarang dilaporkan

untuk menghindari serangan balasan dari perompak. Selain itu, insiden

perompakan ini akan berdampak pada citra perusahaan dan akan

menyebabkan kerugian. Meski seringkali dikaitkan dengan kelompok teroris,

modus ini juga sering dilakukan oleh sindikat kejahatan biasa yang

menganggap modus ini lebih mudah untuk mendapat keuntungan.

Tabel II.A.2. Data Lokasi Perompakan di Asia Tenggara Tahun 2016

Lokasi Serangan Percobaan serangan

Di Pelabuhan Di Laut Penembakan Percobaan

Indonesia 20 1 3

Malaysia 3 1

91

ICC-IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Report 2004, hlm 3

Page 53: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

41

Filipina 1 1 1

Sub Total 24 3 4

Total 31

Sumber: ICC-IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Report – 01 January

– 30 June 2016

Berdasarkan laporan tahunan The Regional Cooperation Agreement on

Combating Piracy and Armed Robbery (ReCAAP), diperkirakan lebih dari

100.000 kapal yang transit di wilayah laut Sulu-Sulawesi memuat sekitar 55 juta

ton kargo. Kargo yang diangkut melewati wilayah ini pada umumnya adalah batu

bara dengan total nilai US$ 800.000.000 dimana 70% kargo tersebut dibawa ke

Filipina.92

Kasus yang paling menonjol merupakan penculikan enam awak kapal

Vietnam pada November 2016. Selain itu, kasus penculikan dan pembunuhan dua

warga negara Jerman dari kapal yatch menjadi sorotan. Perompakan di Laut Sulu-

Sulawesi merupakan hal yang mengkhawatirkan, menurut Stephen Askins,

ancaman ini lebih besar dibanding perompakan yang terjadi di Nigeria dan

Somalia.93

Aktivitas perompakan di Laut Sulu-Sulawesi berdampak pada arus lalu

lintas perdagangan internasional, sebab sasaran utama dari perompakan ini adalah

kapal pengangkut perusahaan asing meskipun tak jarang kapal nelayan menjadi

92

ReCAAP Annual Report Piracy and Armed Robbery Against Ship in Asia 2016, 21 93

Stephen Askins, ―Piracy in the Sulu Sea – The ―new Somalia‖ or a limited threat?‖ di

Tatham Macinnes 21 Februari 2017 [online] diakses di: http://tatham-

macinnes.com/knowledge/piracy-sulu-sea-new-somalia-limited-threat/ pada 30 April 2017 pukul

11.06 WIB

Page 54: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

42

korban aktivitas perompakan ini.94

Perompak di Laut Sulu-Sulawesi dibekali

dengan peralatan dan persenjataan yang mempermudah dalam melancarkan

aksinya. Minimnya sistem keamanan yang memadai di jalur laut Sulu-Sulawesi

juga menjadi faktor tingginya insiden perompakan ini.95

C. Penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf

Abu Sayyaf merupakan kelompok separatis Filipina yang didirikan

Abdulrajak Janjalani, seorang anak tokoh ulama Basilan di Filipina.96

Janjalani

merupakan veteran perang Afganistan dan Soviet dan memiliki kedekatan dengan

Osama Bin Laeden selama menetap di Pakistan tahun 1980-an. Janjalani

merupakan seorang pelajar lulusan sebuah universitas di Arab Saudi tahun 1980,

kemudian melanjutkan pendidikan tentang hukum fiqih Islam di Mekkah. Setelah

lulus, Janjalani kembali ke Filipina untuk berdakwah, konten dakwahnya banyak

memuat tentang bagaimana umat muslim di Filipina mendapat ketidakadilan

karena pemerintahan dan konstitusi negara yang ‗bertentangan dengan ajaran

Quran‘.97

Janjalani melakukan perjalanan ke Peshawar, Pakistan dan berkenalan

dengan Osama bin Laeden.98

Kemudian, Janjalani ikut serta dalam perang

94

Indira Lakshmanan, ―Rich and Poor Fall Prey to Pirates‖ dalam Andres H. Caceres-

Solari, ―Indonesia, Malaysia, and the Philippines Security Cooperation in the Celebes Sea‖,

Department of National Security Affairs, California: Naval Postgraduate School, 2008, 21 95

―RI Agrees to Install 7 Radars from U.S. in Makassar Strait,‖ Jakarta Post, January 23,

2008 96

Adhe Nuansa Wibisono, ―Kelompok Abu Sayyaf dan Radikalisme di Filipina Selatan:

Analisis Organisasi Terorisme Asia Tenggara‖, Ilmu Ushuluddin Vol. 3 Nomor 1 (Januari 2016):

120 97

Rommel C. Banlaoi, ―Maritime Terrorism in Southeast Asia: The Abu Sayyaf Threat‖,

Naval War College Review Vol. 58 No, 4 (Autumn 2005): 66 98

Rommel C. Banlaoi, ―The Abu Sayyaf Group: From Mere Banditry to Genuine

Terrorism‖, Southeast Asian Affairs (2006), 248

Page 55: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

43

Afghanistan dengan Soviet bersama bin Laeden. Selama perang, Janjalani

bersama adiknya mendapat pelatihan di Khost, Afghanistan dibawah bimbingan

Abdul Rasul Sayyaf. Abdul Rasul Sayyaf juga merupakan tokoh yang memberi

pengaruh kepada Hambali yang menjadi pemimpin Jemaah Islamiyah (JI).99

Sebelum ASG dibentuk, Janjalani telah terlebih membentuk Mujahideen

Commando Freedom Fighters (MCFF) untuk melawan pemerintah Filiphina

dengan tujuan akhir membentuk sebuah Negara Islam merdeka.100

MCFF ini

merupakan cikal bakal Abu Sayyaf kedepannya.

Perekrutan anggota Abu Sayyaf berasal dari Basilan, Sulu, Tawi-Tawi,

Zamboanga City, dan Santos City. Anggotanya kebanyakan direkrut dari bekas

anggota Moro National Liberation Front (MNLF) atau Moro Islamic Liberation

Front (MILF).101

Pembentukan Abu Sayyaf, menurut Abuza, banyak dibantu oleh

Osama bin Laeden.102

Hal ini dilakukan karena hubungan dengan Janjalani dapat

membangun jaringan dengan kelompok Al Qaeda. Pelatihan, rekrutmen, serta

bantuan suplai senjata Abu Sayyaf juga banyak dibantu oleh jaringan Al Qaeda.103

Pada mulanya, Abu Sayyaf dikategorikan sebagai kelompok kriminal/bandit

biasa oleh pemerintah Filipina.104

Kemudian, Kepolisian Nasional Filipina

(Philippines National Police) mengkategorikan Abu Sayyaf sebagai organisasi

99

Abuza, Zachary, ―Balik Terrorism: The Return of The Abu Sayyaf‖, (Carsile: Strategic

Studies Institute, 2005), 2 100

Zack Fellman, ―Abu Sayyaf Group‖, AQA M Futures Project: Case Studies Series No. 3

(November 2011): 3 101

Banlaoi, Maritime, 68 102

Abuza, Balik, 3 103

Abuza, Balik, 4 104

Rommel C. Banlaoi, ―Al Harakatul Al Islamiyah, Essay on the Abu Sayyaf Group‖,

(Quenzon City: Philippine Institute for Political Violence and Terrorism Research (PIPVTR),

2008),

Page 56: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

44

teroris setelah peristiwa pengeboman Kapal Doulos tahun 1991. Setelah peristiwa

11 September 2001, Abu Sayyaf masuk dalam daftar kelompok teroris

internasional oleh Amerika Serikat dan merupakan kelompok teroris utama di

Asia Tenggara.

Gambar II. C.1. Bagan Struktur Organisasi Abu Sayyaf

Sumber: http://www.globalterrorwatch.ch/index.php/abou-sayyaf-jumaa/

Pada 2001, Anggota Abu Sayyaf berjumlah sekitar 450 orang yang berada

di Basilan dan 650 orang yang berada di Jolo. 105

Angka ini menurun dari

perkiraan total jumlah anggota 1.296 pada pertengahan 2000106

. Abu Sayyaf

dipimpin oleh seorang ―kalifah‖ dengan delapan orang pembantunya.107

Janjalani

merancang Abu Sayyaf dengan struktur yang terorganisir dan sistematik, terbukti

dengan dibentuknya Islamic Executive Council (IEC) yang bertugas menyusun

105

Barreveld, Dirk J. ―Terrorism in the Philippines: The Bloody Trail of Abu Sayyaf, Bin

Laden‘s East Asian Connection‖ (San Jose, CA: Writer‘s Club, 2001), 178 106

Peter Chalk, ed., ―The Evolving Terrorist Threat to Southeast Asia: A Net Assessment‖,

(Santa Monica: RAND Corporation, 2009), 54-55 107

Berry, A Global Overview, 103

Page 57: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

45

rencana dan melakukan eksekusi operasi kelompok. Pada mulanya, IEC

direncanakan memiliki dua komite khusus: (1) Jamuatul Al-Islamiya yang

memiliki fungsi pengumpul dana dan pelatihan; dan (2) Komite Al-Misuratt

Khutbah yang mengurus agenda kegiatan propaganda.108

Janjalani juga merancang sebuah pasukan yang bernama Mujahiddin Al-

Sharifullah, dengan tiga unit utama: Demolition Team yang terdiri dari personel

terlatih dan perancang alat peledak; Mobile Force Team yang mengurus

koordinasi dengan pihak luar; dan Tim Propaganda yang terdiri dari beberapa

pelajar, profesional, dan pengusaha untuk menghimpun data dan sumber daya

yang diperlukan dalam operasi.109

Akan tetapi, rancangan ini tidak terlaksana akibat kematian Janjalani tahun

1998 oleh Kepolisian Nasional Filipina dalam baku hantam di Basilan.

Sepeninggalnya, Abu Sayyaf mengalami kekacauan dalam strukturnya dan

berujung pada perpecahan kelompok menjadi dua faksi. Kedua Faksi tersebut

berbasis di Basilan (dipimpin oleh Kadaffi Janjalani) dan Sulu (dipimpin oleh

Galib Andang). Faksi Basilan pun, terpecah menjadi sepuluh kelompok yang

berdiri sendiri pada tahun 2002. Sementara Faksi Sulu terpecah menjadi 16

kelompok. Baik Kadaffi dan Galib tidak sepenuhnya memiliki kontrol terhadap

kelompok-kelompok kecil ini.110

Situasi ini lantas dimanfaatkan oleh pemerintah

Filipina untuk melakukan operasi militer.111

108

Banlaoi, The Abu Sayyaf Group, 252 109

Banlaoi, Maritime, 48 110

Banlaoi, Abu Sayyaf, 252 111

Wibisono, Kelompok Abu Sayyaf, 122

Page 58: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

46

Tujuan dan gerakan Kelompok Abu Sayyaf memang dapat dikatakan

berskala nasional. Akan tetapi, dalam menjalankan aksinya, kelompok ini

menggunakan cara-cara kekerasan seperti pemboman, penculikan, hingga

pembunuhan.112

Abu Sayyaf beroperasi di wilayah Basilan, Sulu, Tawi-Tawi

hingga ke pesisir Sabah, Malaysia.113

Anggota kelompok Abu Sayyaf kebanyakan

adalah keturunan dengan tradisi maritim yang cukup lama. Pengetahuan tentang

keadaaan laut sekitar mempermudah operasi mereka. Selain itu, kelompok ini juga

memiliki beberapa speed boats dan kapal yang digunakan untuk melancarkan

aksinya.114

Pada perkembangannya, Kelompok Abu Sayyaf lebih sering menggunakan

modus penculikan dan penuntutan uang tebusan (kidnap for ransom). Hal ini,

menurut Chalk115

merupakan dampak dari perpecahan internal Abu Sayyaf. Satu

sisi, modus ini dianggap lebih efektif karena selain mendapat keuntungan lebih

besar, Abu Sayyaf mendapat banyak perhatian dari media.

Beberapa insiden yang melibatkan kelompok ini yaitu:116

pengeboman kapal

Doulous tahun 1999; penyerangan kapal Our Lady Mediatrix tahun 2000 yang

menyebabkan 40 orang tewas; peledakkan kapal Superferry 14; penculikan tiga

112

Garret Atkinson, ―Abu Sayyaf: The Father of the Swordsman – A Review of the Rise of

Islamic Insurgency in the Southern Philippines‖, American Security Project (Maret 2012), 4

[Online] diakses di: https://www.americansecurityproject.org/wp-content/uploads/2012/03/Abu-

Sayyaf-The-Father-of-the-Swordsman.pdf pada 22 Mei 2017 pukul 9.31 113

Banlaoi, Al Harakatul, 58 114

Malia Ager, ―Gov‘t seizes 200 high-powered speedboats from Abu Sayyaf‖,

INQUIRER.Net 21 September 2016 [Online] diakses di newsinfo.inquirer.net/817571/govt-seizes-

200-high-powered-speedboats-from-abu-sayyaf pada 22 Mei 2017 pukul 10.07 115

Chalk, The Evolving, 51 116

Banlaoi, Maritime Terrorism, 72-73

Page 59: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

47

warga negara Malaysia di Resor Pasir Beach; dan penculikan warga negara

Indonesia dan Malaysia tahun 2004.

Grafik II. C. 2. Grafik Insiden Penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf di

Laut Sulu[-Sulawesi Tahun 2011-2016

Sumber: Agence France-Presse, Timeline of the Abu Sayyaf in the Philippines,

ABC-News, 2016 (diolah kembali oleh penulis)

Insiden penculikan di Laut Sulu-Sulawesi oleh Kelompok Abu Sayyaf

mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2015 ke tahun 2016,

yaitu dari 3 insiden menjadi 13 insiden. Insiden tersebut diantaranya adalah

penculikan 10 awak kapal Indonesia;117

penculikan 4 awak kapal

berkewarganegaraan Malaysia di pesisir Pulau Ligitan;118

penyerangan dan

117

Tujuh WNI diculik dan disandera kelompok Abu Sayyaf, Indonesia,

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38837392 diakses 1 April 2017 pukul 8:23 WIB 118

Joseph Masilamany, ―Four Malaysian sailors held hostages by Abu Sayyaf are freed‖,

[Berita Online] diakses di: http://www.asianews.it/news-en/Four-Malaysian-sailors-held-hostage-

by-Abu-Sayyaf-are-freed-37712.html pada 4 Oktober 2018 pukul 17:52 WIB

0

2

4

6

8

10

12

14

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah Insiden

Jumlah Insiden

Page 60: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

48

penculikan kapal Henry dan Cristi dalam perjalanan menuju Tarakan;119

penembakan dan penculikan wisatawan Jerman di perairan Tanjung Pisuk,

Sabah;120

dan penyerangan kapal MV Royale 16 berbendera Vietnam di perairan

Basilan.121

Gambar II. C.2. Peta Lokasi Serangan Kelompok Abu Sayyaf di Laut Sulu-

Sulawesi

Sumber: ReCAAP Annual Report 2016

Abu Sayyaf diketahui memiliki jaringan dengan kelompok pergerakan Islam

radikal dari Indonesia dan Malaysia. Pemerintah Filipina mengemukakan

keterlibatan dua anggota Jemaah Islamiyah dalam peristiwa pengeboman 14

119

Taufik Rachman, ―Kapten Kapal Menyerah Setealah ABK Tertembak Pembajak‖

[Berita Online] diakses di:

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/05/13/o747ns219-kapten-kapal-menyerah-

setelah-abk-tertembak-pembajak pada 4 Oktober 2018 pukul 17:56 WIB 120

―Abu Sayyaf Militants Say They‘ve Kidnapped a German Tourist and Killed Another‖

[Berita Online] diakses di: http://time.com/4560251/abu-sayaf-kidnap-kill-german-tourists/ pada 4

Oktober 2018 pukul 18:03 WIB 121

Liza Jocson, ―Hijacked Vietnamese vessel crew identified‖, [Berita Online] diakses di:

http://cnnphilippines.com/regional/2016/11/12/Hijack-Vietnamese-vessel-crew-Basilan.html pada

4 Oktober 2018 pukul 18:08 WIB

Page 61: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

49

Februari 2005 di Filipina.122

Beberapa aktivitas di kepualauan Sulu juga

merupakan gabungan aliansi diantara Misuari Breakaway Group (MBG), MILF,

dan Abu Sayyaf, yang juga melakukan aksi lintas perbatasan hingga ke pulau

Borneo.123

Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan kapabilitas Abu Sayyaf sebagai

ancaman regional bagi Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Selain itu serangan-

serangan ini menunjukkan bahwa Abu Sayyaf cenderung mengincar kapal-kapal

yang memiliki nilai keuntungan yang lebih seperti kapal feri dan kapal kargo

besar. Bateman mengungkapkan adanya kemungkinan kerja sama antar sindikat

perompak dengan Abu Sayyaf dalam melancarkan aksinya walaupun keduanya

memiliki motif yang berbeda. 124

122

Stephen Ulph, ―Evidence of Jemaah Islamiyah Expansion in the Philippines,‖ Terrorism

Focus vol. 2. No. 5 (Maret 2003), 1 123

Ulph, Evidence, 1 124

Sam Bateman, ―Confrinting Maritime Crime in Southeast Asian Waters: Reexamining

‗piracy‘ in twenty-first century‖dalam B.A. Elleman, ed., ―Piracy and Maritime Crime: Historical

and Modern Case Studies‖, (2010) tersedia secara online di: http://ro.uow.edu.au/lawpapers/417

Page 62: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

50

BAB III

DAMPAK ANCAMAN KEAMANAN DI LAUT SULU-

SULAWESI

Bab ini membahas dampak ancaman maritim di Laut Sulu-Sulawesi dari

segi ekonomi, politik, dan keamanan secara umum baik dari sisi Indonesia,

Malaysia, dan Filipina. Perompakan Kelompok Abu sayyaf telah membawa

kerugian besar bagi banyak pihak. Perusahaan pemilik kapal, harus mengeluarkan

biaya lebih untuk biaya pengamanan, premi asuransi, bahan bakar, dan pada

kasus penculikan oleh perompak, uang tebusan untuk membebaskan awak

kapalnya.125

Ancaman tersebut juga berdampak pada negara Tri Border Area dari

stabilitas keamanan nasional. Tetapi, masalah perompakan oleh kelompok

bersenjata ini juga akan mengancam stabilitas regional, sebagaimana menurut

Anak Agung Banyu Perwita126

bahwa isu perompak merupakan isu inter-state,

apabila tidak ditangani dengan serius juga akan memicu konflik inter-state.

125

Leymarie , Philippe, et al., ―UNOSAT Global Report on Maritime Piracy a geospatial

analysis 1995-2013‖, United Nations Institute for Training and Research (UNITAR), (2014):31;

tersedia di:

https://unosat.web.cern.ch/unosat/unitar/publications/UNITAR_UNOSAT_Piracy_1995-2013.pdf

diakses pada 28 Januari 2018 pukul 15:04 WIB 126

Perwita, Anak Agung Banyu, Koordinasi dan Kerangka Pengelolaan Keamanan di

Selat

Malaka secara Terpadu dalam Paliah, Steven Yohannes, Pengelolaan Isu-Isu Keamanan di

Selat Malaka Periode 2005-2006, Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Indonesia (2008): 28

Page 63: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

51

A. Dampak Terhadap Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas mencapai 1,9 juta

kilometer persegi dengan luas daratan sekitar 1,8 juta kilometer persegi dan luas

wilayah perairan 93.000 kilometer persegi.127

Sebagai negara kepulauan,

Indonesia memiliki ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang merupakan

wilayah laut Indonesia yang digunakan sebagai jalur kapal pengangkut dari dan

menuju Samudera Hindia atau Samudera Pasifik. Indonesia memiliki tiga ALKI,

yaitu ALKI I mencakup Selat Sunda, Karimata, Natuna, dan Laut China Selatan;

ALKI II mencangkup Selat Lombok, Makassar, dan Laut Sulawesi; ALKI III

mencangkup Laut Timor dan Laut Arafuru.128

Hal ini, selain menguntungkan,

juga dapat mengancam keamanan dan stabilitas negara dan kawasan.

Ancaman keamanan maritim seperti perompak merupakan hal lazim yang

dihadapi oleh negara kepulauan seperti Indonesia. Sejak abad ke-19, pemerintah

kolonial telah berhadapan dengan masalah perompakan. Aktivitas perompakan

ini, sebagaimana ditulis dalam The Economics of Piracy in Southeast Asia tidak

hanya menyangkut permasalahan ekonomi, tetapi juga merupakan suatu gaya

hidup dimana masyarakat terlibat dalam aksi perompakan pada masa itu.

Perhatian mengenai perompakan menurun pada abad ke-20 karena Perang Dunia,

barulah pada tahun 1990-an, isu mengenai perompakan kembali menjadi perhatian

127

The world factbook. https://www.cia.gov/library/publications/the-world-

factbook/geos/id.html 128

Pujayanti, Adrini. 2015. Budaya Maritim, Geo-Politik, dan Tantangan Keamanan

Indonesia. diakses di: http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/buku_lintas_tim/buku-lintas-tim-

3.pdf

Page 64: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

52

dunia, terutama sejak krisis tahun 1997 dan peristiwa perompakan kapal Petro-

Ranger.129

Indonesia, berdasarkan laporan ICC/IMB, merupakan salah satu negara

dengan tingkat kasus perompakan yang cukup tinggi di dunia. Pada 2015,

dilaporkan jumlah kasus perompakan di Indonesia sejumlah 108 kasus, angka ini

jauh lebih besar dibanding dengan Malaysia dengan angka 13 kasus dan Filipina

dengan angka 11 kasus.130

Tingginya angka perompakan ini tentu menjadi sebuah

perhatian besar bagi dunia, sebab, terjadi peningkatan jumlah kasus perompakan

sebesar 22 persen dibanding tahun sebelumnya.131

Sementara berdasarkan laporan tahunan ReCAAP (Regional Cooperation

Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia) tahun

2016 terdapat 26 insiden perompakan kapal belayar. Dari 26 insiden yang terjadi,

12 dilaporkan terjadi di perairan Filipina (di perairan Doc Bisa, Languyan, Pata,

Sibago, Sibutu, Sitangkai dan Tawi-Tawi) yang melibatkan penculikan kru dari

kapal (enam insiden) dan upaya penculikan awak (enam insiden). Sementara 14

insiden terjadi di empat di perairan Sabah, Malaysia Timur (di pesisir Sempora

129

Anonim, “The Economics of Piracy in Southeast Asia‖, The Global Initiative Against

Transnational Organized Crime, (Mei 2016): 5; tersedia di: http://globalinitiative.net/wp-

content/uploads/2016/05/Global-Initiative-Economics-of-SE-Asia-Piracy-May-2016.pdf diakses

pada 27 Januari 2018 pukul 16:55 130

ICC/IMB Annual Report 2015, 131

Graman, Luke, ―Piracy increases by 22% in Southeast Asia‖, diakses di:

https://www.cnbc.com/2015/07/09/piracy-increases-by-22-in-southeast-asia.html pada 27 Januari

2018 pukul 18:23 WIB

Page 65: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

53

dan Lahad Datu) yang melibatkan penculikan kru dari kapal.132

Lokasi-lokasi

tersebut merupakan wilayah beroperasinya Kelompok Abu Sayyaf.

Kapal-kapal Indonesia sering kali menjadi sasaran empuk operasi

Kelompok Abu Sayyaf . Hal ini dinyatakan berdasarkan hasil laporan ReCAAP

bahwa terdapat sebanyak 3 kapal berbendera Indonesia dan 24 orang kru

berkebangsaan Indonesia yang menjadi korban penyerangan dan penculikan di

wilayah laut Sulawesi-Sulu.133

Setelah insiden penculikan 12 awak kapal

Indonesia oleh Abu Sayyaf pada tahun 2016 lalu, masih banyak kasus

penyandraan awak kapal Indonesia oleh Abu Sayyaf yang terjadi dalam kurun

waktu Desember 2016 sampai Januari 2017.134

Pernyataan ini membuktikan

bahwa aksi teror Abu Sayyaf tidak hanya berimbas pada Filipina dan Malaysia,

tetapi juga Indonesia.

Kasus penculikan awak kapal WNI ini membuat Indonesia mengeluarkan

ancaman moratorium pengiriman batubara kepada Filipina.135

Keputusan ini

dibuat sebagai penekan kepada Filipina untuk menyelesaikan kasus penculikan

tersebut. Jangka waktu moratorium ini diperpanjang sampai wilayah laut di

sekitar Sulawesi, Zamboangana, dan Sulu dipastikan aman. Tetapi, hal ini menjadi

132

Annual Report Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia 2016.

http://www.recaap.org/DesktopModules/Bring2mind/DMX/Download.aspx?Command=Core_Do

wnload&EntryId=473&PortalId=0&TabId=78 diunduh pada 30 Maret 2017 pukul 22:42 WIB 133

ReCAAP, ―Special Report on Abducting of Crew from Ships in Waters off Eastern

Sabah and Southern Philippines (Part II)‖; tersedia di:

http://www.recaap.org/DesktopModules/Bring2mind/DMX/Download.aspx?Command=Core_Do

wnload&EntryId=455&PortalId=0&TabId=78 diakses pada 25 Januari 2018 pukul 18:40 WIB 134

Tujuh WNI diculik dan disandera kelompok Abu Sayyaf, Indonesia,

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38837392 diakses 1 April 2017 pukul 8:23 WIB 135

Gumilang, Prima, ―MenhanTegaskan Moratorium Batu Bara ke Filipina Dilanjutkan‖,

CNN Indonesia, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160701170123-20-142480/menhan-

tegaskan-moratorium-batu-bara-ke-filipina-dilanjutkan diakses pada 25 Januari 2018 pukul 06:45

WIB

Page 66: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

54

bumerang bagi Indonesia, sebagaimana yang dinyatakan oleh Carmelita Hartoto,

ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) atau Asosiasi

Perusahaan Pelayaran Nasional dalam sindonews.com136

, moratorium ini

membuat industri pelayaran di Indonesia lesu karena banyaknya kapal yang tidak

berlayar.

Kendatipun secara ekonomi, Indonesia tidak mengalami kerugian sebesar

Filipina dan Malaysia akibat perompakan bersenjata Abu Sayyaf, Indonesia masih

akan merasakan dampaknya secara politik. Bila Indonesia tidak menaruh

perhatian khusus terhadap masalah-masalah maritim, reputasi Indonesia di mata

internasional akan tercoreng. Tingkat kepercayaan investor asing terhadap

Indonesia akan menurun dan membahayakan hubungan dengan negara

tetangganya.137

Indonesia ikut berpartisipasi dengan berbagai kerja sama dalam

bidang keamanan maritim. Selain itu, Indonesia mengincar peranan utama dalam

berbagai kerjasma maritim.138

Meskipun Laut Sulu-Sulawesi bukan jalur perdagangan utama bagi

Indonesia, Indonesia masih berkewajiban untuk menjaga stabilitas keamanan

wilayah laut perbatasan tiga negara di Laut Sulu-Sulawesi.

136

Febrianto, Heru, ―Moratorium Batu Bara ke Filipina Buat Industri Pelayaran RI Lesu‖,

sindonews.com, [artikel Online] diakses di:

https://ekbis.sindonews.com/read/1127233/34/moratorium-batu-bara-ke-filipina-buat-industri-

pelayaran-ri-lesu-1469779754 137

Major Frederick Chew, Piracy, maritime terrorism and regional interests. [artikel

Online] (2005, diunduh pada 1 April 2017 pukul 8:49 WIB) tersedia di

http://www.defence.gov.au/ADC/Publications/Geddes/2005/PublcnsGeddes2005_310310_Piracy

Maritime.pdf 138

Michael Richardson, ―The Threats of Piracy and Maritime Terrorism in Southeast Asia‖,

Maritime Studies issue 139. (2004): 21.

Page 67: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

55

B. Dampak Terhadap Malaysia

Negara-negara yang berbatasan dengan Filipina juga terkena dampak secara

langsung maupun tidak langsung dari aksi terorisme maritim oleh kelompok Abu

Sayyaf. Contohnya adalah Malaysia dan Indonesia. Kelompok Abu Sayyaf

beroperasi di Laut Sulu sampai ke dekat pantai Sabah, Malaysia. Beberapa tahun

belakangan, kelompok ini sering mengincar kapal-kapal, merampok hingga

menculik awak kapal.139

Pada tahun 2000-2001 kelompok ini bertanggung jawab

atas penculikan wisatawan asing di Sipadan, Malaysia dan Palawan, Filipina.

Kasus penculikan awak kapal Indonesia pada tahun 2016 lalu juga menjadi

sorotan publik.140

Maraknya peristiwa pembajakan serta penculikan ini

mendemonstrasikan kemampuan yang dimiliki Kelompok Abu Sayyaf.141

Rangkaian serangan terorisme maritim ini akan membawa dampak besar

pada bidang ekonomi. Banyak kapal perdagangan internasional enggan melewati

atau berhenti di pelabuhan-pelabuhan tertentu untuk menghindari serangan

pembajakan. Hal ini akan membawa dampak yang sangat besar bagi negara

dengan pelabuhan kapal dagang seperti Malaysia. Selain itu, serangan terorisme

maritim ini akan memengaruhi harga barang-barang yang disebabkan karena

kerugian akibat serangan pembajakan. Perusahaan akan menanggung biaya

kehilangan kargo atau terbusan untuk awak kapal yang diculik. Kendala-kendala

ini juga akan menimbulkan kerugian akibat distribusi barang-barang yang

139

C. Z. Raymond, ―Piracy in Southeast Asia New Trends, Issues and Responses‖, RSIS

Working Paper, No. 089 (October 2005): 1 140

Antrini Pujayanti, ―Upaya Pembebasan WNI Sandera Kelompok Abu Sayyaf‖, Majalah

Info Singkat Hubungan Internasional Vol. VIII, No. 07/I/P3DI/April/2016 141

Bradford, John. 2005. Southeast Asian Maritime Security in Age f Terror: Threats,

Opportunity, and Charting the Course Forward. Singapore: Institute of Defence and Strategic

Studies

Page 68: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

56

tertunda selama penyerangan dan investigasi sesudahnya. Kerugian ini akan

dibebankan pada harga barang yang menyebabkan kenaikan harga komoditas.142

Serangan teror dan penculikan ini juga mengancam kehidupan dan

kesejahteraan masyarakat di pesisir pantai dari segi ekonomi. Pada 2003,

Malaysia menderita kerugian dari aksi teror berupa penipuan, pencurian kargo,

penundaan perjalanan, dan peningkatan uang presmi asuransi diperkirakan

mencapai 30-50 miliar dolar.143

Rangkaian serangan teror maritim telah membawa

dampak ekonomi dan politik. Sektor yang paling terkena dampak dari ancaman ini

adalah sektor pariwisata maritim lokal yang merupakan sumber pendapatan di

Malaysia bagian pesisir. Peristiwa penculikan dua wisatawan dari Taiwan di

Lahad Datu pada tahun 2013, misalnya, membawa dampak penurunan jumlah

wisatwan lokal dan asing di Malaysia sebanyak 3%.144

Tabel III.1. Jumlah Wisatawan Malaysia 2010-2013

Tahun Jumlah (Juta) Pendapatan (Miliyar RM)

2013 25.03 60.60

2012 25.72 65.44

2011 24.71 58.3

2010 24.58 56.5

Sumber: Issues of Safety and Security: New Challenging to Malaysia

Tourism Industry145

142

Nurulizwan A. Zubir dan Wan Siti Adibah Wan Dahalan, ―Maritime Violence:

Implication to Malaysia‖, Arena Hukum Vol. 6 No. 1. (April 2012): 49 143

Zubir dan Dahalan, Maritime Violence, 50. 144

Reena Raj, ―Dip in Sabah tourist arrivals since Lahad Datu intrusion‖, Malaymail

Online, (Berita Online) http://www.themalaymailonline.com/malaysia/article/dip-in-sabah-tourist-

arrivals-since-lahad-datu-intrusion diakses pada 30 Maret 2017 pukul 17:34 WIB 145

Ayob, Norizawati Mohd dan Tarmiji Masron, ―Issues of Safety and Security: New

Challenging to Malaysia Tourism Industry‖, SHS Web of Conferences 12 – EDP Sciences, (2014),

Page 69: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

57

Peristiwa penculikan wisatawan di Sabah oleh kelompok Abu Sayyaf

membuat Malaysia menghadapi tantangan baru dalam bidang wisata. Turis

internasional menjadi lebih khawatir mengenai jaminan keselamatan mereka

selama berlibur di Malaysia. Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan oleh

CNN, sekitar 67 persen responden menjawab bahwa mereka lebih

mengkhawatirkan soal keamanan saat berlibur dibanding biaya dan reputasinya.

Hal ini juga mengakibatkan sejumlah turis asing membatalkan rencana kunjungan

mereka ke Malaysia.146

Selain itu, dari segi politik, aksi kekerasan dan teror maritim telah memicu

perdebatan politik, baik secara internal maupun hubungan luar negeri Malaysia.

Aksi-aksi teror yang terjadi di Malaysia sering kali dikaitkan dengan isu imigran

ilegal di Sabah yang sebagian besar berasal dari Filipina. Kasus terorisme di

Malaysia juga diangkat untuk mengkampanyekan penolakan terhadap imigran

ilegal. Pendapat ini digunakan oleh partai oposisi pemerintah Malaysia untuk

mengkritik kebijakan pemerintah yang mempermudah warga negara asing

mendapat status kependudukan Warga Negara Malaysia.147

Ancaman teror maritim Abu Sayyaf di Laut Sulu-Sulawesi tidak hanya

menimbulkan dampak secara ekonomi tetapi juga politik, baik domestik maupun

4; tersedia di:

https://www.shsconferences.org/articles/shsconf/pdf/2014/09/shsconf_4ictr2014_01083.pdf

diakses pada 28 Januari 2018 pukul 22:14 WIB 146

Ayob, Issues of Safety, 5 147

Carolin Liss. 2014, ―Assessing Contemporary Maritime Piracy in Southeast Asia:

Trends, Hotspots and Responses‖, PRIF (Peace Reasearch Institute Frankfurt) Report No. 125: 21

Page 70: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

58

internasional Malaysia. Oleh karena itu, keamanan di Laut Sulu-Sulawesi juga

menjadi bagian dari kepentingan dan kewajiban bagi Malaysia.

C. Dampak Terhadap Filipina

Filipina merupakan negara yang terkena dampak secara langsung dari Abu

Sayyaf. Filipina merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki

potensi tujuan pariwisata yang cukup besar. Namun, industri pariwisata ini

menurun sejak tahun 1990, ditandai dengan menurunnya pendapatan dari sektor

pariwisata dari $3 Miliyar pada tahun 1997 menjadi kurang dari $2 Miliyar pada

tahun 2000. Salah satu faktor menurunnya pendapatan Filipina dari sektor

pariwisata adalah ancaman terorisme. Terutama pasca terjadinya insiden

penculikan wisatawan di resort Dos Palmos tahun 2001. Aksi terorisme yang

menargetkan turis-turis asing meningkat, menyebabkan Filipna tidak lagi menjadi

destinasi wisata bagi turis mancanegara.148

Ancaman keamanan di Laut Sulu-Sulawesi juga menyebabkan Filipina

kesulitan mendapatkan penanam modal asing, dikarenakan keamanan karyawan

perusahaan yang bersangkutan tidak terjamin. Banyak aset bisnis dan industri

yang menarik modal atau memutus hubungan kerja sama dengan Filipina akibat

resiko keamanan dan ancaman teroris di negara tersebut terlalu tinggi.

Konsekuensi negatif dari penutupan ini berimbas besar pada pasar tenaga kerja

Filipina. Penutupan perusahaan asing menyebabkan semakin minimnya lapangan

148

Encyclopedia of the Nations. 2000. Philippines Economy. Diakses di di

http://www.nationsencyclopedia.com/Asia-and-Oceania/Philippines- ECONOMY.html pada 28

Maret 2017 pukul 03.12 WIB

Page 71: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

59

kerja dan upah yang ditawarkan pada masyarakat setempat.149

Hal ini pula yang

menyebabkan peningkatan status pengangguran di Filipina dari 10.3% pada tahun

2002 menjadi 15.9% pada 2008. Angka ini menunjukkan adanya kenaikan angka

pengangguran sebesar 7.3% dalam waktu enam tahun.150

Aksi terorisme Abu Sayyaf dan kelompok radikal Islam lainnya juga

mengancam arus perdagangan global dengan adanya aksi perompakan. Filipina

memiliki sejumlah kerja sama expor dan impor dengan beberapa negara di Asia

Tenggara, Timur Tengah, dan Amerika Serikat.151

Kerja sama perdagangan ini

bergantung pada jaminan keamanan jalur pelayaran melalui Selat Luzon menuju

Laut China.152

Menurut International Maritimr Bureu, rute ini merupakan rute

yang rawan dengan aksi terorisme maritim.

Peningkatan jumlah laporan perompakan bersenjata juga terjadi saat kapal

berlayar di wilayah perairan dan lepas pantai perairan Laut China Selatan di dekat

pesisir bagian barat Filipina. Banyak kapal dagang diserang dan dibajak selama di

pelabuhan dan pada saat berlayar, mengalihkan kargo ke pelabuhan ke Asia

Timur, hingga penculikan dan pembunuhan kru kapal. Beberapa laporan

menyebutkan bahwa Kelompok Abu Sayyaf menjadi otak dari operasi

149

Herman Simon, ―Terrorism Hurts World Trade‖, Transatlantic Internationale Politik.

(2005): 59 150

Encyclopedia of the Nations. 2000. Philippines Economy. Diakses di di

http://www.nationsencyclopedia.com/Asia-and-Oceania/Philippines- ECONOMY.html pada 28

Maret 2017 pukul 03.12 WIB 151

Simon, Terrorism, 60 152

Simon, Terrorism, 58

Page 72: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

60

perompakan di sekitar provinsi Sulu, Basilan, dan Tawi-Tawi sampai ke perairan

Malaysia. Aktivitas teror ini meliputi penculikan dan meminta tebusan.153

153

C. Z. Raymond, ―Piracy in Southeast Asia New Trends, Issues and Responses‖, RSIS

Working Paper, No. 089 (October 2005): 2

Page 73: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

61

BAB IV

ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL

INDONESIA, MALAYSIA, DAN FILIPINA DI LAUT SULU-

SULAWESI

Bab ini membahas bentuk kerja sama yang disepakati oleh Indonesia,

Malaysia, dan Filipina dalam meredam ancaman keamanan di Laut Sulu-

Sulawesi. Pada bab ini juga membahas hambatan dan tantangan yang dihadapi

ketiga negara tri border area dalam mengimplementasikan kerja sama ini. Selain

itu bab ini juga menganalisis keberhasilan patroli terkoordinasi dalam meredam

ancaman ini lewat perspektif collective security.

Ancaman keamanan di Laut Sulu-Sulawesi tidak hanya berdampak pada

negara-negara litoral namun juga negara user yang melintasi wilayah laut tersebut.

Dampak tersebut merugikan Indonesia, Malaysia, dan Filipina dari segi

keamanan, ekonomi, serta politik internasional. Sebagai negara litoral, negara tri

border area di Laut Sulu-Sulawesi wajib menjaga keamanan dan keselamatan

navigasi di wilayah lautnya. Oleh karena itu, Indonesia, Malaysia, dan Filipina

mengadakan kerja sama keamanan dalam bentuk patroli terkoordinasi atau yang

dikenal dengan Trilateral Coordinated Patrol Indomalphi.

A. Model Coordinated Patrol

Serangkaian peristiwa penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf mendesak

Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk melakukan kerja sama keamanan di

wilayah laut tersebut. Perompakan di Laut Sulu-Sulawesi tidak hanya

Page 74: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

62

mengganggu keamanan dan kepentingan tiga negara perbatasan, namun juga

kawasan. Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed

Robbery (ReCAAP) melaporkan sejumlah 59 orang menjadi korban penculikan

Abu Sayyaf dalam periode 2016-2017.154

Situasi ini mendorong tiga negara untuk

mengadakan deklarasi bersama (Joint Declaration) mengenai keamanan maritim

pada 5 Mei 2016 di Yogyakarta. Selain itu, agenda pertemuan ini juga membahas

mengenai patroli bersama yang dilaksakan di Laut Sulu-Sulawesi.155

Hal ini, sebagaimana yang dinyatakan Buzan, bahwa model kerja sama

keamanan di Laut Sulu-Sulawesi dengan pendekatan militer. Hal ini dilihat dari

seberapa besar respon Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk mengatasi ancaman

yang ada. Ancaman di Laut Sulu-Sulawesi seperti perompakan dan Kelompok

Abu Sayyaf tidak sebanding dengan kekuatan militer yang dimiliki ketiga negara.

Kelompok Abu Sayyaf dan perompak tidak memiliki kapasitas alutsista yang

setara dengan Angkatan Laut (AL) dari Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Buzan

melihat ancaman di Laut Sulu melalui analisis sifat ancaman sebagai tindakan

objektif tradisional.156

Joint Declaration ini secara garis besar menyepakati empat hal, yaitu

sebagaimana dijelaskan pada poin 9 (Lihat Lampiran I): Pertama, kesepakatan

untuk mengadakan patroli bersama antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

154

ReCAAP, ―Half-Yearly Piracy and Armed Robbery Against Ship in Asia,‖ (January-

July 2017):18 155

Sapiie, Marguerite Afra, ―Indonesia, Malaysia, Philippines sign maritime security

declaration‖, The Jakarta Post [berita Online], diakses di:

http://www.thejakartapost.com/news/2016/05/05/indonesia-malaysia-philippines-sign-maritime-

security-declaration.html pada 5 Februari 2018 pukul 13:41 WIB 156

Buzan, Weaver, dan Jaap, ―A New Framework for Analysis”, (London: Lynne Riebbers

Published)

Page 75: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

63

Kedua, memberikan bantuan kepada korban penyerangan yang berada di Laut

Sulu-Sulawesi. Ketiga, menentukan titik fokus di setiap negara untuk

memfasilitasi sebuah jaringan information sharing juga sebagai pusat koordinasi

keadaan darurat. Keempat, membentuk sebuah jaringan telekomunikasi sebagai

pendukung situasi darurat. 157

Pembahasan mengenai rencana patroli bersama ini dilanjutkan pada 20 Juni

2016, yaitu pertemuan antar tiga Menteri Pertahanan Ryamuzard Ryacudu

(Indonesia), Dato‘ Seri Hishammuddin Tun Hussein (Malaysia), dan Voltaire T.

Gazmin (Filipina) di Quenzon City. Secara garis besar pertemuan ini menegaskan

kembali komitmen negara tri border area untuk mengatasi ancaman di wilayah

Sulu-Sulawesi. Pertemuan ini juga menetapkan bahwa patroli bersama di Laut

Sulu-Sulawesi ini akan mengadopsi model Malacca Strait Patrol (MSP) (lihat

Lampiran 2).158

Pada 14 Juli 2016 Indonesia, Malaysia, dan Filipina menyepakati

―Framework on Trilateral Cooperative Agreement between Malaysia, Indonesia

and the Philippines‖.159

Pertemuan tersebut membahas Standard Operating

Procedures (SOP) patroli maritim bersama di Laut Sulu-Sulawesi yang kemudian

157

Kemlu, ―Joint Declaration of Foreign Ministers and Chiefs of Defence Forces of

Indonesia-Malaysia-Philippines‖, [Artikel Online] diakses di:

https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Joint-Declaration-Foreign-Ministers-and-Chiefs-of-

Defence-Forces-of-Indonesia-Malaysia-Philippines.aspx 158

Department of National Defense Republic of the Philippines, ―Philippines, Malaysia and

Indonesia conduct Trilateral Defense Ministers Meeting‖ [Artikel Online] diakses di:

http://www.dnd.gov.ph/PDF%202016/Press%20-

%20Philippines,%20Malaysia%20and%20Indonesia%20conduct%20Trilateral%20Defense%20M

inisters%20Meeting.pdf pada 5 Februari 2018 pukul 17:33 WIB 159

Parameswaran, Prashanth, ―New Sulu Sea Trilateral Patrols Pact Nears Completion‖,

The Jakarta Post, [Artikel Online] diakses di: https://thediplomat.com/2016/07/new-sulu-sea-

trilateral-patrols-pact-nears-completion/ pada 12 Februari 2018 pukul 20:04 WIB

Page 76: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

64

ditandatangani pada pertemuan 2 Agustus 2016 di Bali.160

Pertemuan ini

disepakati bahwa bentuk kerja sama yang dilakukan oleh Indonesia, Malaysia, dan

Filipina adalah Coordinated Patrol.161

Hal ini meluruskan pemberitaan media yang selama ini menyebut kerja

sama ini sebagai Joint Patrol. Sebab, terdapat perbedaan yang cukup besar antara

dua istilah ini. Joint Patrol merupakan model patroli bersama lintas batas wilayah,

sementara Coordinated Patrol merupakan patroli dalam batas wilayah negaranya

serta berkoordinasi dengan pusat komando.162

Hal ini ditandai dengan rencana

pembentukan pusat komando di Bongao, Tawau, dan Tarakan. Kerja sama ini

juga memungkinkan pengejaran perompak sampai melewati batas antar negara.163

Coordinated Patrol dianggap model yang cocok untuk mengembangkan

hubungan antar negara yang terkait dengan tujuan keamanan laut bersama.164

Model ini dapat memaksimalkan ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh

masing-masing negara litoral. Kerja sama ini terbagi menjadi tiga kategori yaitu

patroli laut, patroli udara, dan pertukaran informasi intelejen. Kerja sama ini juga

160

Sapiie, Marguerite Afra, ―Indonesia to start joint sea patrols with Malaysia, Philippines‖,

The Jakarta Post [berita Online] diakses di:

http://www.thejakartapost.com/news/2016/08/02/indonesia-to-start-joint-sea-patrols-with-

malaysia-philippines.html p 161

Parameswaran, Prashanth, ―New Sulu Sea Trilateral Patrols Officially Launched in

Indonesia‖, The Diplomat [Artikel Online] diakses di: https://thediplomat.com/2016/08/new-sulu-

sea-trilateral-patrols-officially-launched/ pada Selasa, 13 Februari 2018 pukul 16:02 WIB 162

Chan, Francis dan Wahyudi Soeriaatmadja, ―Indonesia, Malaysia, Philippines launch

joint operations in Sulu Sea to tackle terrorism, transnational crimes‖ [Online] diakses di:

http://www.straitstimes.com/asia/indonesia-malaysia-and-philippines-launch-joint-operations-in-

sulu-sea-to-tackle-terrorism pada 5 Februari 2018 pukul 16:30 WIB 163

Tashandra, Nabila, ―Indonesia Diizinkan Kejar Perompak ke Filipina‖ [Online] diakses

di:

http://nasional.kompas.com/read/2016/06/27/22345651/indonesia.diizinkan.kejar.perompak.ke.fili

pina pada 5 Februari 2018 pukul 16:31 WIB 164

Whelan, Chad, ―Networks and National Security: Dynamics, Effectiveness and

Organisation‖, (Surrey: Ashgate Publishing, 2012), 19

Page 77: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

65

membangun jaringan informasi yang memfasilitasi komunikasi dan pertukaran

informasi antar negara.165

Model patroli ini dapat dikatakan merupakan kombinasi dari beragam

jaringan dimana setiap aktor yang terlibat terikat satu sama lain. Pertukaran

informasi menjadi titik berat dalam model ini, meskipun hal ini tidak menjadi

pengaturan utama dalam patroli ini. Desain patroli bersama ini diharapkan dapat

berkembang menjadi lebih besar dan lebih kompleks dimana yang semula hanya

bersifat sharing information menjadi model yang lebih terpimpin.166

Command Center akan berfungsi sebgai pusat monitor dan analisis yang

mengirim sinyal pada patroli laut untuk melakukan tindakan. Hal ini dapat

diasumsikan bahwa model patroli terkoordinasi ini sangat bergantung pada pusat

informasi. Tentu saja, model ini memiliki resiko dimana informasi yang diterima

bertumpang tindih atau tertunda.167

Meskipun demikian, model ini mampu

menguatkan kepekaan aktor yang terlibat mengenai situasi dan kondisi yang

terjadi saat itu.168

Gambaran mengenai protokol patroli terkoordinasi ini didemonstrasikan

pada saat peresmiannya pada 19 Juni 2017.169

Pertama, Maritime Command

Center (MCC) di Tawau menerima distress signal dari kapal. Selanjutnya,

165

Rustam, Ismah, ―Kebijakan Keamanan Maritim di Perbatasan Indonesia Kasus

Kejahatan di Laut Sulawesi – Laut Sulu‖, Jurnal Penelitian Politik Vol. 14 No. 2 (Desember

2017): 172 166

Whelan, Networks, 43 167

Whelan, Networks, 46 168

Ho, Joshua dan Sam Bateman, ―Maritime Challenges and Prioritirs in Asia: Implications

for Regional Security‖, (Abingdon: Routlegde, 2013), 135 169

McKirdy, Euan, Kathy Qulano, dan Ivan Watson, ―Indonesia, Malaysia and Philippines

launch joint patrols to tackle ISIS threat‖, [berita online] diakses di:

https://edition.cnn.com/2017/06/19/asia/indonesia-malaysia-philippines-isis/index.html pada 26

Agustus 2018 pukul 00:34 WIB

Page 78: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

66

informasi ini diinfokan kepada dua MCC lainnya yang berada di Tarakan dan

Bungao. Kedua MCC ini kemudian meneruskan kepada Indomalphi Quick

Reaction Team. Tim ini terdiri dari helikopter, pesawat pengintai, dan kapal dari

tiga negara yang masing-masing berperan sebagai pengawas dan penyergap.170

B. Tantangan Kerja Sama Keamanan Indonesia, Malaysia, dan Filipina

di Laut Sulu-Sulawesi

Model Coordinated Patrol di Laut Sulu-Sulawesi mengadopsi model

Malacca Strait Patrol (MSP) yang sukses meredam angka perompakan di Selat

Malaka.171

Koh Swee Lean Collin mengatakan bahwa model patroli ini adalah

model yang paling layak diaplikasikan dalam situasi geografis di kawasan Asia

Tenggara. Kesuksesan patroli MSP ini tidak lepas dari adanya keterlibatan negara

pengamat seperti Thailand.172

Coordinated Trilateral Patrol di Laut Sulu-

Sulawesi diharapkan dapat mencapai kesuksesan yang sama dengan MSP dan

dapat merubah presepsi internasional tentang keamanan di wilayah laut ini.

Akan tetapi, kerja sama keamanan ini juga tidak lepas dari hambatan atau

tantangan. Hambatan yang pertama, adalah kapabilitas militer Indonesia,

Malaysia, dan Filipina.

170

TNI AL, ― Satgas Trilateral Maritime Patrol Indomalphi Berhasil Bebaskan Pembajakan

di KM. Bunga Teratai‖ [Artikel online] diakses di:

http://www.tnial.mil.id/News/OperasiLatihan/tabid/80/articleType/ArticleView/articleId/37080/De

fault.aspx pada 27 Agustus 2018 pukul 00:44 WIB 171

Channel News Asia, ―Member states mark 10th anniversary of Malacca Straits Patrol‖

[Berita Online] diakses di: https://www.channelnewsasia.com/news/singapore/member-states-

mark-10th-anniversary-of-malacca-straits-patrol-8068218 pada 10 Februari 2018 pukul 5:27 WIB 172

Collin, Koh Swee Lean, ―The Malacca Strait Patrols: Finding Common Ground‖, RSIS

Commentary, No. 91 (April 2016) [Online] diakses di: https://www.rsis.edu.sg/wp-

content/uploads/2016/04/CO16091.pdf pada 10 Februari 2018 pukul 5:38 WIB

Page 79: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

67

1. Kapabilitas Militer Indonesia, Malaysia, dan Filipina

a. Indonesia

Pada 2017, Indonesia memiliki anggaran pertahanan sebesar US$ 8.25

Miliar atau sebesar Rp. 108.7 Triliun.173

Angka ini mengalami kenaikan hampir

10% dari tahun sebelumnya yaitu US$ 7.3 Miliar atau Rp. 99.5 Triliun.174

Kenaikan ini dikarekan rencana penguatan alutsista untuk memperkuat pertahanan

udara dan laut.175

Kekuatan Angkatan Laut Indonesia menempati peringkat ke-10

dalam globalfirepower.com. Secara keseluruhan, total aset yang dimiliki Tentara

NasionaI Angkatan Laut berjumlah 221, dengan rincian 7 frigates, 24 korvet, 4

kapal selam, 74 kapal patroli, dan 12 kapal penyapu ranjau.176

Tetapi jumlah ini

dinilai masih kurang optimal untuk mengamankan laut seluas 6 juta kilometer

persegi di wilayah Indonesia.177

173

Setiaji, Hidayat dan Agustinus Beo Da Costa, ―With eye on China, Indonesian

parliament approves higher defense spending‖, Reuteurs [Berita Online] diakses di:

https://www.reuters.com/article/us-indonesia-economy-budget-defence/with-eye-on-china-

indonesian-parliament-approves-higher-defense-spending-idUSKCN0ZE113 pada 12 Februari

2018 pukul 11:45 WIB 174

Sunardi, Lili, ―Kementerian PU Dapat Anggaran Terbanyak dari APBN 2016‖ [Berita

Online] diakses di: http://finansial.bisnis.com/read/20151102/10/488148/kementerian-pu-dapat-

anggaran-terbanyak-dari-apbn-2016 diakses pada 15 Februari 2018 pukul 13:17 WIB 175

Saputra, Ramadan Rizki, ―TNI Perkuat Pertahanan Udara dan Laut dengan Alutsista

Baru‖, CNN Indonesia [Berita Online] diakses di:

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171101090400-20-252617/tni-perkuat-pertahanan-

udara-dan-laut-dengan-alutsista-baru pada 14 Februari 2018 pukul 14:41 WIB 176

Global Fire Power, ―2017 Indonesian Military Strength‖ [Online] diakses di:

https://www.globalfirepower.com/country-military-strength-detail.asp?country_id=indonesia pada

19 Januari 2018 pukul 21:07 WIB 177

RSIS, ―Indonesia‘s Naval Development and Maritime Cooperation‖, RSIS Policy

Report, [Online] diunduh di: https://www.rsis.edu.sg/wp-

content/uploads/2014/07/PR120705_Indonesia_Naval_Development_Maritime_Cooperation.pdf

pada 19 Januari 2018 pukul 16:41 WIB

Page 80: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

68

Gambar VI. I. Grafik Pengadaan Alutsista Militer Indionesia 1950-2015

Sumber: Gregory Vincent Raymond, Naval Modernization in Southeast Asia

Hal ini adalah dampak alokasi dana yang tidak cukup untuk memenuhi

semua kebutuhan TNI AL. Sebagaimana pendapat Cacares-Soleri bahwa ini

merupakan salah satu kelemahan dari TNI AL. Selain itu, kontrol pusat dalam

operasi militer TNI AL dinilai masih lemah. Gregory Raymond juga

mengungkapkan bahwa angkatan laut di Indonesia tidak menjadi prioritas utama

dalam pembaharuan pasukan. Kendatipun, dari segi anggaran TNI AL dan TNI

AU mendapat alokasi dana yang lebih besar dibanding TNI AD. Hal ini terjadi

karena alutsista dan senjata TNI AL dan TNI AU menghabiskan biaya yang jauh

lebih besar.178

Selain itu, Indonesia mengalami kendala internal diantara badan-badan

pengamanan laut. Pada masa pemerintahan presiden Joko Widodo, Indonesia

178

Raymond, Gregory V., ―Naval Modernization in Southeast Asia‖, Contemporary

Southeast Asia Vol. 39, No. 1 (2017): 149-153

Page 81: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

69

menitikberatkan keamanan maritim oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Keberadaan Bakamla memicu masalah pembagian kerja dengan badan-badan lain

yang memiliki tugas untuk berpatroli di laut. Hal ini juga berakibat pada tumpang

tindihnya yudiriksi yang ada serta meningkatkan persaingan kepentingan antar

badan yang ada. Sehingga, fungsi badan yang bertugas untuk menjaga keamanan

maritim tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.179

b. Malaysia

Malaysia memiliki anggaran pertahanan sebesar RM15.05 Miliar pada tahun

2017. Berbeda dengan Indonesia, anggaran pertahanan Malaysia mengalami

pemotongan dibanding tahun sebelumnya yaitu RM 17.3 Miliar.180

Pemotongan

anggaran ini disebabkan karena lesunya pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh

Malaysia. Hal ini menyebabkan sejumlah rencana pembaharuan alutsista Malaysia

tertunda.181

Permasalahan lain yang dihadapi Angkatan Laut Malaysia adalah jumlah

armada kapal yang dimiliki tidak cukup untuk menjalankan patroli laut. Tahun

2017, angkatan Laut Malaysia memiliki total kapal laut sebanyak 61 buah dengan

rincian 2 frigates, 6 korvet, 2 kapal selam, 41 kapal patroli, dan 4 kapal penyapu

179

Dinarto, Dedi, ―Reformasi Tata Kelola Keamanan Maritim Indonesia di Era Presiden

Joko Widodo‖, [Online] Diakses di:

https://www.researchgate.net/publication/309726899_Reformasi_Tata_Kelola_Keamanan_Mariti

m_Indonesia_di_Era_Presiden_Joko_Widodo pada 6 Agustus 2018 pukul 12:19 WIB 180

Parameswaran , Prashanth, ―What Does Malaysia‘s New Defense Budget for 2016

Mean?‖ [Artikel Online] diakses di: https://thediplomat.com/2015/10/what-does-malaysias-new-

defense-budget-for-2016-mean/ pada 16 Februari 2018 pukul 12:48 WIB 181

Yeo, Mike, ―Malaysian defense: Budget hinders military asset procurement‖, [Artikel

Onlie] diakses di: https://www.defensenews.com/air/2017/03/15/malaysian-defense-budget-

hinders-military-asset-procurement/ pada 28 Februari 2018 pukul 15:46 WIB

Page 82: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

70

ranjau.182

Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 18 kapal yang dapat digunakan

secara bergantian untuk berpatroli. Sementara sisanya lebih sering digunakan

untuk misi lain.183

Selain itu, beberapa kapal sudah cukup usang sehingga tidak

dapat lagi digunakan untuk menjalankan misi.184

Angkatan Laut Malaysia terhambat oleh sejumlah aset yang sudah tua.

Kapal-kapal yang dimiliki AL Malaysia digunakan melibihi batas waktu umurnya

sehingga membutuhkan sejumlah perawatan khusus. Perawatan dan perbaikan

kapal-kapal ini membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup

tinggi untuk mengganti suku cadangnya. Sementara, Malaysia menghadapi

situasi yang sulit untuk membeli aset yang baru karena biaya yang tinggi.185

.

Secara garis besar, Malaysia memiliki dua badan yang berperan menjaga

keamanan laut yaitu, Royal Malaysian Navy (RMN) dan Malaysia Maritime

Enforcement Agency (MMEA). MMEA merupakan badan penegak hukum laut

yang terdiri dari gabungan beberapa lembaga maritim lainnya yaitu Kepolisian

Kerajaan Malaysia, Departemen Perikanan dan Kelautan Malaysia, serta

Departmen Bea Cukai Malaysia. MMEA bertanggung jawab mengumpulkan

182

Global Fire Power, ―2017 Malaysia Military Strength‖, [Online] diakses di:

https://www.globalfirepower.com/country-military-strength-detail.asp?country_id=malaysia pada

28 Februari 2018 pukul 15:47 WIB 183

Mahadzir , Dzirhan, ―A look at maritime security in Malaysia‖ [Artikel Online] diakses

di: https://www.thestar.com.my/news/nation/2013/03/06/a-look-at-maritime-security-in-malaysia/

pada 10 Juli 2018 pukul 10:50 WIB 184

Lundquist, Edward H., ―Royal Malaysian Navy To Have Newer Ships, Fewer Types‖,

[Artikel Online] diakses di: https://www.defensemedianetwork.com/stories/royal-malaysian-navy-

to-have-newer-ships-fewer-types/ pada 9 Juli 2018 pukul 21:17 WIB 185

Halizahari, M. dan Melan Mustakim, ―Initiatives to Prolong Aging Assets Life Cycle: A

Case Study in Royal Malaysian Navy‖, International Journal of Supply Chain Management Vol.

5, No. 2, June 2016, 125

Page 83: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

71

informasi intelejen yang berkaitan dengan keamanan laut. Tidak hanya itu,

MMEA juga bertanggung jawab dalam pencarian dan penyelamatan.186

Pendirian MMEA merupakan bentuk upaya Malaysia dalam pengamanan

laut. Badan ini diharapkan mampu mengkoordinir lembaga-lembaga lain dalam

menjaga keamanan laut Malaysia. Tetapi, MMEA masih memiliki sejumlah

hambatan dan kekurangan. Diantaranya adalah kurangnya aset yang dimiliki.

Sebagian personel dan kapal yang dimiliki badan ini adalah perpindahan dari AL

Malaysia. Hal ini membuat keberadaan MMEA kurang efektif, sebagaimana pada

pembahasan sebelumnya, kapal-kapal AL Malaysia sudah tidak layak untuk

berlayar.

Kendala terbatasnya anggaran dan alutsista direspon oleh AL Malaysia

dengan mengurangi kelas kapal dari semula 15 tipe menjadi 5 tipe. Pengurangan

kelas kapal ini dianggap dapat menghemat biaya pembaharuan alutsista secara

lebih efektif. 187

Penggantian aset yang usang usang secara bertahap dianggap

dapat menghemat biaya operasi dan pemeliharaan serta memungkinkan untuk

memperoleh aset baru. Program ini diharapkan juga mampu mengurangi

ketergantungan Malaysia terhadap pihak luar, sebab sebagian kapal-kapal baru ini

merupakan hasil produksi dalam negeri.188

186

Massey, Anthony Shintaro, ―Maritime Security Cooperation in the Strait of Malacca‖,

(Monterey: Naval Post Graduate School, 2008), 40 187

―RMN bid to reduce maintenance bill‖, [Online] diakses di:

http://dailyexpress.com.my/news.cfm?NewsID=123266 pada 9 Juli 2018 pukul 20:49 WIB 188

Mader, Georg, ―Malaysian Navy chief confirms fleet plans‖, [Onlinr] diakses di:

https://www.defenceiq.com/naval-maritime-defence/articles/malaysian-navy-chief-confirms-fleet-

plans Pada 6 Agustus 2018, pukul 11:40 WIB

Page 84: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

72

c. Filipina

Bila membandingkan kekuatan militer Filipina dengan Indonesia dan

Malaysia, Filipina berada di urutan paling bawah.189

Oleh karena itu, pada 2017,

Filipina menaikkan anggaran militernya sebanyak 18 persen dari tahun

sebelumnya, yaitu dari 117.5 miliar peso menjadi 135.2 miliar Peso.190

Anggaran

ini kemudian dialokasikan ke Angkatan Laut sebesar 21 miliar peso dan 18.9

miliar untuk Angkatan Udara. Hal ini menunjukkan bahwa Filipina mulai

berinvestasi untuk memperkuat kapabilitas angkatan lautnya.

Armada kapal Angkatan Laut Filipina jauh lebih sedikit bila dibandingkan

Indonesia dan Malaysia. Hingga saat ini, Filipina memiliki 4 Frigate, 12 Korvet, 6

kapal amphibi, dan 16 kapal support.191

Aset Angkatan Laut Filipina kebanyakan

merupakan bekas kapal PD II dari Amerika Serikat yang sudah usang dan tidak

layak pakai. Filipina berada dalam situasi yang tidak menguntungkan saat

pertahanan maritimnya dibutuhkan dalam situasi keamanan di Laut Sulu-Sulawesi

ini. Pemerintah Filipina menyadari bahwa kapabilitas Angkatan Laut-nya tidak

cukup untuk merespon ancaman maritim yang ada.192

Pemerintah Filipina berupaya untuk memperkuat Angkatan Lautnya untuk

menangani isu keamanan maritim di Laut Sulu-Sulawesi, salah satunya adalah

189

Koh Swee Lean Collin, ―The National Interest, ‗The Philippine Navy‘s Long Struggle to

Modernise‖, [Artikel Online] diakses di: http://nationalinterest.org/feature/the-philippine-navys-

long-struggle-modernize-16408 pada 9 Mei 2018 pukul 11:37 WIB 190

Parameswaran, Prashanth, ―How Much Can the Philippines Boost Its Military Budget

Under Duterte?‖, [Artikel Online] diakses di: https://thediplomat.com/2017/01/how-much-can-the-

philippines-boost-its-military-budget-under-duterte/ pada 23 April 2017 pukul 12:45 191

Luna, Thomas D., ―The Philippines Navy‘s Strategic Sail Plan 2020: A Strong and

Credible Force‖, University of California, 102 192

Banlaoi, Rommel C., ―Philippine Naval Modernization: Current State and Continuing

Challenges‖, (Quenzon City: Philippine Institute for Peace, Violence and Terrorism Research

(PIPVTR), 2012), 13

Page 85: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

73

dengan memperoleh kapal-kapal baru. Pada bulan Mei 2016, Filipina menyambut

kapal BRP Tarlac, yang kemudian ditugunakan sebagai kapal kontrol dalam

operasi kontra-pembajakan dan penculikan di Laut Sulu.193

Filipina juga

menandatangani kontrak senilai $366 juta untuk membangun dua kapal frigate

dengan Hyundai Heavy Industries. Kontrak dengan perusahaan Korea Selatan ini

disebut sebagai kontrak pertahanan terbesar selama pemerintahan Duterte.194

Selain mengembangkan dari segi alutsista, Filipina juga berupaya

memperkuat pertahanan militernya dengan mengembangkan Maritime Situation

Awareness Centere (MSAC) pada 2011 serta memperkuat penjagaan di sekitar

garis pantai untuk mengantisipasi ancaman maritim Abu Sayyaf. MASC

bertanggung jawab untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi yang

berkaitan dengan keamanan maritim. Badan ini juga bertugas untuk berkoordinasi

dengan lembaga lain di dalam wilayah perairan Filipina.

MSAC bermarkas di Manila yang mengawasi 4 pusat kendali pengawasan

di Davao City, Luzon, Mindanao bagian barat, dan Palawan bagian barat.

Keempat pusat kendali ini memonitor 20 titik pengawasan yang tersebar di laut

teritori Filipina. Kendatipun pemerintah Filipina telah mengupayakan

pembentukan badan ini untuk mengatasi ancaman keamanan laut, keefektivitasan

193

Roxas, Joseph T., ―PHL‘s newest, largest ship leads naval blockade vs. Abu Sayyaf in

Sulu‖ [Artikel Online] diakses di: http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/580598/phl-s-

newest-largest-ship-leads-naval-blockade-vs-abu-sayyaf-in-sulu/story/ pada 9 Mei 2018 pukul

12:18 WIB 194

ABS-CBN News, ―PH buys 2 new frigates from South Korean firm‖, [Artikel Online]

diakses di: http://news.abs-cbn.com/news/10/25/16/ph-buys-2-new-frigates-from-south-korean-

firm pada 25 Mei 2018 pukul 17:25 WIB

Page 86: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

74

MSAC masih terbatas, mengingat kurangnya aset SDM dan peralatan, birokrasi

antar badan, serta kesepakatan diplomatik dengan negara-negara perbatasan.195

Banlaoi menyatakan, Angkatan Laut Filipina memiliki banyak keterbatasan

yang harus dihadapi. Kapabilitas AL Filipina yang dimiliki tidak sepadan dengan

urgensi keamanan maritim saat ini. Moderniasai armada AL yang dilakukan

Filipina hanya untuk kepentingan laut litoral dan kurang memperhatikan

keamanan laut internasional. Selain itu, Filipina tidak cukup dengan hanya dengan

memperbarui armada kapal namun juga kualitas personnel dan birokrasinya.196

2. Sentimen Wilayah Kedaulatan Laut Antara Indonesia, Malaysia, dan

Filipina

Indonesia, Malaysia, dan Filipina seringkali berkonflik mengenai batas

wilayah teritori. Beberapa diantaranya adalah kasus Ambalat antara Indonesia

dengan Malaysia, sengketa Sabah antara Filipina dengan Malaysia, dan kasus

pelanggaran Border Crossing Agreement oleh penduduk Marore dan Miangas.197

Sentimen terhadap wilayah kedaulatan laut antara Indonesia, Malaysia, dan

Filipina masih kuat, dalam beberapa kasus seringkali menyebabkan ketegangan

antar negara. Beberapa ahli berpendapat, kondisi ini akan menghambat

kesepakatan keamanan di Laut Sulu-Sulawesi. Negara-negara di ASEAN

195

Rabasa, Angel dan Peter Chalk, ―Non-Traditional Threats and Maritime Domain

Awareness in the Tri-Border Area of Southeast Asia: The Coast Watch System of the Philippines‖,

(Santa Monica: RAND Corporation, 2012), hlm2 196

Banlaoi, Rommel C., ―Philippine Naval Modernization: Current State and Continuing

Challenges‖, (Quezon City: Philippine Institute for Peace, Violence and Terrorism Research,

2012), 8-11 197

Kedutaan Besar Republik Indonesia Manila, ―Mempertahankan Kedaulatan Wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam Maslah Wilayah Perbatasan Indonesia-Filipina‖,

(Manila: Kedutaan Besar Republik Indonesia Manila, 2004), 3-4

Page 87: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

75

memiliki potensi konflik teritori laut, hal ini dikarenakan beberapa kasus sengketa

teritori melibatkan militer. Keterlibatan ini meningkatkan ketegangan selama

persengketaan, memperkeruh hubungan antar negara.

Negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Indonesia,

menyepakati penyelesaian sengketa dengan cara damai. Namun, norma ini hanya

dapat diterapkan dalam kasus sengketa di darat saja. Hal ini dikarenakan sengketa

di wilayah laut memiliki atmosfer perilaku penyelesaian sengketa yang berbeda

dengan di darat. Sengketa wilayah di laut disebabkan karena negara di ASEAN

menentukan wilayah teritorialnya berdasarkan wilayah pada masa kolonial.

Indonesia, Malaysia, dan Filipina tidak terlalu sulit menentukan wilayah darat

bekas kolonial Belanda, Inggris, dan Spanyol. Namun, wilayah teritori laut pada

masa kolonial belum didefinisikan dan dibedakan secara jelas. Akibatnya, negara-

negara bekas kolonial di Asia Tenggara, hingga saat ini, masih sering

memperebutkan wilayah lautnya.198

Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) setiap negara

berhak mengklaim batas wilayah teritorial sejauh 12 mil dan wilayah Zona

Ekonomi Ekslusif (ZEE) sejauh 200 mil yang diukur dari garis pantai terjauh.

Sementara ilayah kerja sama Indonesia, Malaysia, dan Indonesia berada di laut

Sulu-Sulawesi yang batas laut tidak mencapai 200 mil dari garis pantai terjauh

antar negara.199

Hal ini dikhawatirkan akan mempersulit patroli di wilayah

tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan Zachary Abuza, sentimen ini akan

198

Mak, J.N., ―Sovereignty in ASEAN and The Problem of Maritime Cooperation in South

China Sea‖, S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Working Paper No. 156, 9 199

Prescott, Victor dan Schofield, Clive. ―Undelimited Maritime Boundaries of the Asian

Rim in the pacific Ocean‖, Maritime Briefing Vol. 3 No.1 (2001): 42

Page 88: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

76

menyulitkan hot pursuit pengejaran hingga batas wilayah akan sulit untuk

diimplementasikan.200

Permasalahan kedaulatan wilayah laut, pada perjalanannya, juga menjadi

penghambat kerja sama keamanan di Selat Malaka. Pada mulanya, Malaysia dan

Indonesia menolak untuk terlibat dalam patroli gabungan di Selat Malaka.

Penolakan ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran bahwa patroli cross-border akan

mencederai teritorial dan kedaulatan negara.201

Selain itu, Indonesia dan Malaysia

juga menolak keterlibatan negara lain untuk terlibat dalam pengamanan Selat

Malaka.

C. Keberhasilan Kerja Sama Keamanan di Laut Sulu-Sulawesi

Sejak diluncurkannya kerja sama antara Indonesia, Malaysaia, dan Filipina,

angka perompakan di Laut Sulu-Sulawesi mengalami penurunan yang cukup

signifikan hingga awal tahun 2018. January-December Annual Piracy and Armed

Robbery Ships in Asia 2017 oleh ReCAAP menyebutkan bahwa pada tahun 2017

angka perompakan di Laut Sulu-Sulawesi mengalami penurunan dibandung tahun

sebelumnya.202

Hingga Desember 2017 dilaporkan sebanyak 3 kasus perompakan

dan penculikan di Laut Sulu-Sulawesi: sebuah kapal trawler berbendera Malaysia

pada 18 Januari 2017, kapal Gong Hai berbendera Vietnam pada 19 Februari

2017, dan sebuah kapal tongkang berbendera Filipina pada 23 Maret 2013.

200

Abuza, Zachary, ―Trilateral Maritime Patrols Sulu Sea Asymmetry Need Capability

Political Will‖ diakses di: http://cimsec.org/trilateral-maritime-patrols-sulu-sea-asymmetry-need-

capability-political-will/26251 pada 5 Mei 2018 pukul 4:14 WIB 201

Sittnick, Tammy M., ―State responsibility and Maritime Terrorism in the Strait of

Malacca: Persuading Indonesia and Malaysia to take additional steps to secure the strait‖, Pasific

Rim Law & Policy Journal Vol. 14 no. 3 (2005): 745 202

ReCAAP, ―January-December Annual Piracy and Armed Robbery Ships in Asia 2017‖,

18

Page 89: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

77

Laporan Triwulan I ReCAAP menyatakan, tidak ada perompakan dan penculikan

di Laut Sulu-Sulawesi hingga Maret 2018. Penurunan tingkat perompakan ini

merupakan bukti absolut kesuksesan kerja sama Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Gambar IV. C. 1. Grafik Jumlah Perompakan di Laut Sulu-Sulawesi 2016-

2018

Sumber: ReCAAP January—December Annual Report Piracy and Armed

Robbery Ships in Asia, 35 dan ReCAAP January – March 2018 Report Quarterly

Piracy and Armed Robbery Against Ship in Asia, 25 (diolah kembali oleh penulis)

Keberhasilan suatu patroli bersama di Laut dapat dilihat dari 4 hal: Pertama,

Indonesia, Malaysia, dan Filipina mampu mendeteksi dan mengidentifikasi

ancaman atau potensi tindakan yang mengancam keamanan. Kedua, mampu

melokalisir insensitas suatu ancaman keamanan dalam lokasi tertentu. Hal ini

akan mempermudah operasi patroli dengan memfokuskan pada titik-titik lokasi

rawan. Selain itu, hal ini juga menjadi salah satu solusi hambatan terbatasnya

jumlah kapal yang ikut berpatroli. Ketiga, penanganan situasi yang tepat sesuaii

0

2

4

6

8

10

12

14

2016 2017 2018

Jumlah Insiden

Jumlah Insiden

Page 90: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

78

ketentuan hukum dan kesepakatan yang berlaku. Keempat, monitoring dan

evaluasi dari pelaksanaan patroli koordinasi tersebut.203

Kunci dari keberhasilan patroli ini adalah koordinasi antara tiga negara.

Selain itu, koordinasi antara patroli lepas pantai, perbatasan, juga dengan penegak

hukum di darat juga membantu mensukseskan patroli ini. Hal ini dikarenakan pola

perompakan oleh Abu Sayyaf hampir mirip dengan perompak biasa, yaitu

kembali ke markas mereka setelah melancarkan aksi. Selain itu, patroli ini juga

didukung oleh patroli udara yaitu Trilateral Air Patrol (TAP) yang diluncurkan

pada 12 Oktober 2017 di Malaysia.204

Kesuksesan ini juga tidak lepas dari dukungan negara-negara lain. Salah

satu contohnya dengan memperluas kerja sama dengan mengadakan Our Eyes

Initiative.205

Kerja sama patroli udara ini sebagai kelanjutan dari kerja sama

patroli koordinasi di Laut Sulu-Sulawesi. Kerja sama ini juga kan diintegrasikan

dengan patroli dan latihan darat. Menurut Menteri Pertahanan Republik Indonesia

kerja sama coordinated patrol di Laut Sulu-Sulawesi ini juga akan melibatkan

negara ASEAN lainnya serta memperluas kerja sama tersebut dengan Amerika

Serikat, Australia dan Jepang (Lihat Lampiran 3 halaman 4). Kebutuhan akan

terciptanya keamanan di kawasan ini memungkinkan kerja sama ini meluas dan

203

Panduwinata, Yudhistira, ―Pengawasan Wilayah Laut Selat Malaka pada Kerja Sama

Malacca Strait Sea Patrols tahun 2011-2013: perspektif indonesia‖ Journal of International

Relations, Volume 2, Nomor 4, (2016): 276-281 204

Andolong, Arsenio R., ―Indonesia, Malaysia and Philippines launch Trilateral Air

Patrol‖ DND Press Release 14 Oktober 2017, diakses di:

http://www.dnd.gov.ph/PDF2017/DNDPASPressRelease20171013TrilateralAirPatrolLaunchedite

d.pdf 205

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, ―Launching Trilateral Air Patrol

Indonesia-Malaysia-Filipina‖ [Berita Online] diakses di:

https://www.kemhan.go.id/2017/10/12/launching-trilateral-air-patrol-indonesia-malaysia-

filipina.html pada 4 Oktober 2018 pukul 19.33 WIB

Page 91: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

79

tidak dibatasi oleh ketiga negara saja. Kerja sama keamanan ini menciptakan

suatu jaringan baru yang dilandasi oleh kesamaan kepentingan, rasa saling

percaya, dan tanggung jawab bersama.206

Anggapan bahwa kerja sama trilateral ini terhambat oleh isu kepercayaan

antara ketiga negara terpatahkan dengan menurunnya tingkat aksi perompakan di

Laut Sulu-Sulawesi. Hal ini dikarenakan sentimen tentang kedaulatan dan batas

wilayah di laut cenderung lebih tersamar. Bila melihat peta geografis Laut Sulu-

Sulawesi, wilayah kedua laut itu terhubung secara alamiah. Selain itu, wilayah

laut ini tidak hanya digunakan oleh negara litoral saja, tetapi juga negara user

sebagai alternatif jalur perdagangan. Maka, keamanan di wilayah ini merupakan

kewajiban bersama dan merupakan suatu bentuk keamanan kolektif.

Kerja sama ini menjadi arti penting dalam konteks keamanan di Laut Sulu-

Sulawesi. Negara akan sulit mengatasi ancaman tradisional sebagaimana yang

telah disebutkan pada Bab II. Ancaman yang ada telah meningkatkan perlunya

menyeimbangkan antara keamanan dan perdamaian di kawasan. Hal ini akan

tercapai apabila negara-negara memiliki kapabilitas yang diperlukan. Tetapi,

masing-masing negara memiliki kelemahan dan kelebihan dalam memenuhi

kapabilitas tersebut. Indonesia, Malaysia, dan Filipina perlu membangun

kepercayaan bersama untuk dapat berhasil menciptakan kapabilitas yang

diperlukan.

206

Wu, Shicun dan Keyuan Zou, ―Maritime Security in the South China Sea: Regional

Implications and International Cooperation‖, (Surrey: Ashgate Publishing), 20

Page 92: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

80

Keamanan kolektif akan efektif, bila ketiga negara yang bekerja sama

memiliki suatu nilai atau norma yang dapat diterima bersama. Semua negara yang

terlibat memiliki visi yang sama mengenai aktor yang mengancam keamanan.

Dalam hal ini, ancaman tersebut merupakan ancaman yang bersifat universal,

yaitu Kelompok Abu Sayyaf. Sebagaimana yang dibahas pada sub-bab

sebelumnya, Indonesia, Malaysia, dan Filipina juga telah menandatangani

deklarasi bersama (joint declaration) untuk menyelesaikan masalah keamanan di

Laut Sulu-Sulawesi. Deklarasi ini menegaskan aktor dan bentuk ancaman

terhadap tiga negara.

Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah berkomitmen untuk memperluas

kerja sama keamanan ini dengan mengikutsertakan patroli udara yaitu .

Peluncuran patroli udara ini juga merupakan respon dari peristiwa Marawi.

Peristiwa ini melibatkan jaringan-jaringan teroris yang berada di Indonesia dan

Malaysia.207

Hal ini menjadi sinyal bagi Indonesia, Malaysia, dan Filipina bahwa

keamanan perbatasan ketiga negara semakin terancam. Perlu adanya suatu

tindakan tegas untuk membendung ancaman bersama dari kelompok teroris. Oleh

karena itu, kerja sama ini juga tidak dibatasi oleh ketiga negara saja, namun

negara lain juga memiliki peluang untuk terlibat di dalamnya.

Upaya-upaya ini merupakan suatu bentuk komitmen untuk menjaga

keamanan di Laut Sulu-Sulawesi. Keamanan kolektif di suatu kawasan akan

tercipta apabila anggota yang tergabung di dalamnya berkomitmen dalam

207

Chan, Francis, ―Indonesian militants‘ presence in Marawi City sparks alarm‖, The

Straits Times, 12 Juni 2017, [Artikel Onlie] diakses di: https://www.straitstimes.com/asia/se-

asia/indonesian-militants-presence-in-marawi-city-sparks-alarm pada 20 Juli 2018 pukul 14.27

WIB

Page 93: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

81

kesepakatannya. Komitmen lain adalah rasa saling percaya antara Indonesia,

Malaysia, dan Filipina. Potensi ancaman yang kian berkembang mengharuskan

ketiga negara untuk mengabaikan konflik dan sengketa di masa lampau dan

menjalankan kesepakatan yang telah diputuskan.208

Keamanan di Laut Sulu-Sulawesi menjadi perhatian bersama diantara

Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Terciptanya keamanan di wilayah ini menjadi

hal yang penting demi mencapai kepentingan state actor maupun non-state actor.

Kerja sama ini memungkinkan negara tri border area mengimplementasikan

tindakan kolektif. Oleh karena itu, keberhasilan keamanan kolektif di Laut Sulu-

Sulawesi memerlukan suatu kerangka yang menjadi acuan dari kerja sama

keamanan ini. Hal ini telah diiwujudkan dalam Trilateral Cooperative Agreement

yang telah disepakati oleh ketiga negara.

Indonesia, Malaysia, dan Filipina juga membangun rasa kepercayaan untuk

mensukseskan kerja sama ini. Tindakan membangun kepercayaan telah

diimplementasikan melalui rangkaian pertemuan-pertemuan dan diskusi oleh tiga

negara. Hal ini dimaksudkan untuk membahas, mengantisipasi, serta

menyamaratakan persepsi tentang urgensi keamanan di Laut Sulu-Sulawesi.

Sehingga ketidakpastian antara negara tri border area dapat diminimalkan. Selain

itu, kepercayaan ini juga dibangun untuk membuka relasi yang lebih stabil,

208

Danchin, Peter G. Dan Horst Fischer, ―United Nations Reform and the New Collective

Security‖, (Cambrige: Cambridge University Press, 2010), hal 52

Page 94: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

82

sehingga kedepannya, Indoneisa, Malaysia, dan Filipina bisa mengidentifikasi

lebih jauh kebutuhan keamanan bersama.209

209

Sugihartini, Hani, ―Good Order at Sea: What Does it Need and What We Can (Must) Do

at National Level?‖ Quarterdeck, Vol. 11 No. 2, Februari 2017, 13

Page 95: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Model kerja sama keamanan Indonesia, Malaysia, dan Filipina di Laut Sulu-

Sulawesi adalah coordinated patrol. Kerja sama ini ditandai dengan pertemuan

tiga menteri pertahanan selama tahun 2016 hingga tahun 2017. Ancaman

keamanan di Laut Sulu-Sulawesi mendorong pemerintah negara tri border area

untuk mengadakan deklarasi bersama (joint declaration) di Yogyakarta, 5 Mei

2016. Joint Declaration (lihat lampiran I) ini menyepakati empat hal, termasuk

mengadopsi coordinated patrol sebagai model kerja sama keamanan trilateral.

Model kerja sama ini diadopsi dari kerja sama di Selat Malaka yang terbukti

berhasil meredam angka perompakan. Kerja sama ini kemudian dibakukan dalam

―Framework on Trilateral Cooperative Agreement between Malaysia, Indonesia

and the Philippines‖ pada 14 Juli 2016 sekaligus membahas SOP yang akan

dilaksanakan. Kerja sama ini diharapkan dapat meredam operasi pembajakan serta

penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf dan dapat mengangkatkan citra negara-

negara tri border area yang dianggap tidak mampu mengatasi ancaman di Laut

sulu-sulawesi.

Ancaman di Laut Sulu-Sulawesi merupakan ancaman non-tradisional yang

bersifat cross border. Rangkaian peristiwa penculikan oleh Kelompok Abu Sayyaf

merupakan salah satu bentuk ancaman di wilayah ini. Kelompok ini telah menjadi

Page 96: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

84

ancaman di Laut Sulu-Sulawesi sejak tahun 2001. Ancaman ini tidak hanya

berdampak kepada negara litoral, tetapi juga pada negara user.

Kerja sama trilateral coordinated patrol ini terbukti mencapai kesuksesan,

ditandai dengan menurunnya jumlah kasus penculikan oleh Abu Sayyaf dari tahun

2016 hingga triwulan pertama tahun 2018. Hal ini menepis anggapan-anggapan

bahwa Indonesia, Malaysia, dan Filipina tidak mampu untuk mengamankan

wilayah ini sendiri. Kendatipun demikian, kerja sama keamanan ini tidak terlepas

dari hambatan dan tantangan, diantaranya adalah kapabilitas angkatan laut, rasa

percaya dari setiap anggota, dan persepsi menganai ancaman di wilayah tersebut.

Penegakan keamanan di Laut Sulu-Sulawesi tidak bisa diwujudkan hanya

dengan upaya dari satu negara saja. Negara-negara tri border area perlu

mengadakan suatu bentuk kerja sama dengan menyatukan kemampuan dan

kekuatan agar kerja sama tersebut efisien menjaga keamanan di Laut Sulu-

Sulawesi. Oleh karena itu, dibutuhkan rasa saling percaya (mutual trust) antara

negara yang terlibat dalam upaya pengamanan di wilayah ini.

Kinerja Indonesia, Malaysia, dan Filipina menentukan keamanan Laut

Sulawesi-Laut Sulu kedepannya tergantung pada kinerja ketiga negara dalam

mengupayakan keamanan baik dengan pendekatan militer maupun dengan

pendekatan diplomasi, implementasi kerja sama ini diharapkan tidak terbatas

dengan mengamankan laut sulu-sulawesi dari teror Abu Sayyaf, namun juga dari

ancaman maritim secara umum seperti penyelundupan narkotika ilegal,

penyelundupan senjata, dan kejahatan transnasional lainnya.

Page 97: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xiii

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abuza, Zachary, “Balik Terrorism: The Return of The Abu Sayyaf”, (Carsile: Strategic Studies

Institute, 2005)

Agastia, I Gusti Bagus Dharma dan Anak Agung Banyu Perwita, Maritime Security in the Indo-

Pacific (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2016)

Aleksovsi, Stefan, Oliver Bakreski, dan Biljana Avramovska. “Collective Security – The Role of

International Organizations – Implications in International Security Order”. (Rome:

MCSER Publishing, 2014)

Banlaoi, Rommel C, “Al Harakatul Al Islamiyah, Essay on the Abu Sayyaf Group”, (Quenzon

City: Philippine Institute for Political Violence and Terrorism Research (PIPVTR), 2008)

_______ “Philippine Naval Modernization: Current State and Continuing Challenges”, (Quenzon

City: Philippine Institute for Peace, Violence and Terrorism Research (PIPVTR), 2012),

Barreveld, Dirk J. “Terrorism in the Philippines: The Bloody Trail of Abu Sayyaf, Bin Laden‟s

East Asian Connection” (San Jose, CA: Writer‟s Club, 2001)

Buzan, Barry, “People, States and Fear: The National Security Problems in International

Relations” (Brighton: Wheatsheaf, 1991)

Bradford, John, “Southeast Asian Maritime Security in Age f Terror: Threats, Opportunity, and

Charting the Course Forward”, (Singapore: Institute of Defence and Strategic Studies,

2005)

_______ dan Ole Waever, “Regions and Powers, The Structure of International Security”

(Cambridge: Cambridge University Press, 2004)

Chalk, Peter, ed., “The Evolving Terrorist Threat to Southeast Asia: A Net Assessment”, (Santa

Monica: RAND Corporation, 2009)

Danchin, Peter G. Dan Horst Fischer, “United Nations Reform and the New Collective Security”,

(Cambrige: Cambridge University Press, 2010)

Flick, Uwe, “Qualitative and Quantitative Reasearch dalam An Introduction to Qualitative

Research", (London: SAGE Publication, 2006),

Hamzah, Andi, “Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana”, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1986)

Ibrahim, H.M., dan Nezery Khalid, “Growing Shipping Traffic in the Strait of Malacca: Some

Reflections on the Environtmental Impact” (Kuala Lumpur: Maritimr Institute of Malaysia,

2007)

John McFarlane dan Karen McLellan, “Transnational Crime: The New Security Paradigm”,

Working Paper No. 294, (Canberra: Strategic and Defence Studies Centre Australian

National Univeristy, 1996)

Page 98: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xiv

Kedutaan Besar Republik Indonesia Manila, “Mempertahankan Kedaulatan Wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia Dalam Maslah Wilayah Perbatasan Indonesia-Filipina”,

(Manila: Kedutaan Besar Republik Indonesia Manila, 2004)

Lexy J. Moleong., “Metode Penelitian Kualitatif” (Bandung: Remaja Rosdakarya., 2000)

Massey, Anthony Shintaro, “Maritime Security Cooperation in the Strait of Malacca”,

(Monterey: Naval Post Graduate School, 2008)

Miani, Lino, “The Sulu Arms Market: National Responses to a Regional Problem”, (Singapura:

Institute of Asian Studies, 2011)

Mwagabi, Lawrence. “The Theory of Collective Security and Its Limitations in Explaining

International Organization: A Critical Analysis”, (2010)

Nainggolan, Poltak Parogi, ed, “Keamanan Maritim di Kawasan”, (Jakarta: Azza Grafika, 2014)

Weatherbee, Donald E, “International Relation in Southeast Asia The Struggle for Autonomy

Second Edition”, (Maryland: Rowman & Littledield Publisher, Inc., 2009)

Wu, Shicun dan Keyuan Zou, “Maritime Security in the South China Sea: Regional Implications

and International Cooperation”, (Surrey: Ashgate Publishing, 2009)

Lapian, Adrian B, “Orang Laut-Bajak Laut-Raja Laut Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad

XIX”, (Depok: Komunitas Bambu, 2009)

Perwita, Anak Agung Banyu dan Bantarto Bandoro (ed), “Pengantar Kajian Strategis”,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013)

Rabasa, Angel dan Peter Chalk, “Non-Traditional Threats and Maritime Domain Awareness in

the Tri-Border Area of Southeast Asia: The Coast Watch System of the Philippines”,

(Santa Monica: RAND Corporation, 2012)

Sudarto, “Metodologi Penelitian Filsafat”, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995)

Whelan, Chad, “Networks and National Security: Dynamics, Effectiveness and Organisation”,

(Surrey: Ashgate Publishing, 2012)

Wahyu Pramono, “Kekuatan dan Kelemahan Penelitian Kualitatif”, Jurnal Antropologi vol 1

(1998)

Tsagourias, Nicholas dan Nigel D. White, “Collective Security: Theories, Law and Practice”

(Cambridge: Cambridge University Press, 2013)

Jurnal dan Jurnal Online:

Abbot, Jason dan Neil Renwick, “Pirates? Maritime Piracy and Societal Security in Southeast

Asia”, Pacifica Review, Vol. 11 No. 1 (Februari 1999): 9-11 [Online] diakses di

https://www.researchgate.net/profile/Jason_Abbott2/publication/247497099_Pirates_Marit

ime_Piracy_and_Societal_Security_in_Southeast_Asia/links/5522bc620cf29dcabb0eda3f/

Pirates-Maritime-Piracy-and-Societal-Security-in-Southeast-Asia.pdf pada 25 April 2017

pukul 13.51 WIB

Page 99: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xv

Anonim, “The Economics of Piracy in Southeast Asia”, The Global Initiative Against

Transnational Organized Crime, (Mei 2016): 5; tersedia di: http://globalinitiative.net/wp-

content/uploads/2016/05/Global-Initiative-Economics-of-SE-Asia-Piracy-May-2016.pdf

diakses pada 27 Januari 2018 pukul 16:55

Arif, Muhammad dan Yandry Kurniawan, “Strategic Culture and Indonesian Maritime Security”,

Asia & the Pacific Policy Studies, vol. 5, no 1, (January 2018)

Ayob, Norizawati Mohd dan Tarmiji Masron, “Issues of Safety and Security: New Challenging

to Malaysia Tourism Industry”, SHS Web of Conferences 12 – EDP Sciences, (2014),

tersedia di:

https://www.shsconferences.org/articles/shsconf/pdf/2014/09/shsconf_4ictr2014_01083.pd

f diakses pada 28 Januari 2018 pukul 22:14 WIB

Banlaoi, Rommel C., “Maritime Terrorism in Southeast Asia: The Abu Sayyaf Threat”, Naval

War College Review, Vol. 58, No. 4 (Autumn 2005)

_________________, “The Abu Sayyaf Group: From Mere Banditry to Genuine Terrorism”,

Southeat Asian Affair, (2006)

Berry, LaVerle , et al, “A Global Overview of Narcotics-Funded Terrorist and Other Extrimist

Group”, The Library of Congress May 2002

Fellman, Zack, “Abu Sayyaf Group”, AQA M Futures Project: Case Studies Series No. 3

(November 2011)

Halizahari, M. dan Melan Mustakim, “Initiatives to Prolong Aging Assets Life Cycle: A Case

Study in Royal Malaysian Navy”, International Journal of Supply Chain Management Vol.

5, No. 2, (June 2016)

Ho, Joshua, “The Security of Sea Lanes in Southeast Asia”, Asian Survey, Vol. 4 Issue 46.

(2006)

Kramer, Katherine, “Legal to Illegal: Southeast Asia‟s Illegal Arms Trade”, Kasarinlan

Philippine Journal of Third World Studies Vol 16 No, 2 (2001)

Lapian, Adrian B. , “Laut Sulawesi: The Celebes Sea, from center to Peripheries”, Moussons Vol.

7 (2003)

Leymarie , Philippe, et al., “UNOSAT Global Report on Maritime Piracy a geospatial analysis

1995-2013”, United Nations Institute for Training and Research (UNITAR), (2014):31;

tersedia di:

https://unosat.web.cern.ch/unosat/unitar/publications/UNITAR_UNOSAT_Piracy_1995-

2013.pdf diakses pada 28 Januari 2018 pukul 15:04 WIB

Liss, Carolin, “Assessing Contemporary Maritime Piracy in Southeast Asia: Trends, Hotspots

and Responses”, PRIF (Peace Reasearch Institute Frankfurt) Report No. 125 (2014)

______, “The Unique Challenges and Difficulties of Maritime Security Research”, SAIS Review

vol. XXXIII no. 2 (Summer–Fall 2013)

Othman, Zarina, ed., “Non-Traditional Security Issues and the Stabilitu of Southeast Asia”,

Jurnal Kajian Wilayah vol. 4 No. 2 (2013)

Richardson, Michael, “The Threats of Piracy and Maritime Terrorism in Southeast Asia”,

Maritime Studies issue 139. (2004)

Page 100: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xvi

Raymond, Catherine Zara, “Piracy in Southeast Asia New Trends, Issues and Responses”, RSIS

Working Paper No. 089 (Oktober 2005)

___________________, “Piracy in Southeast Asia New Trends, Issues and Responses”, RSIS

Working Paper, No. 089 (October 2005):

Raymond, Gregory V., “Naval Modernization in Southeast Asia”, Contemporary Southeast Asia

Vol. 39, No. 1 (2017)

Rachmanto, Anggi Setio, “Pola Penyeludupan dan Peredaran Senjata Api Illegal di Indonesia”,

Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. V no.II (Agustus 2009)

Storey, Ian “Securing Southeast Aisa‟s Sea Lanes: A Work in Progress”, Asia Policy, No. 6 (July

2008)

Panduwinata, Yudhistira, “Pengawasan Wilayah Laut Selat Malaka pada Kerja Sama Malacca

Strait Sea Patrols tahun 2011-2013: perspektif indonesia” Journal of International

Relations, Volume 2, Nomor 4, (2016)

Prescott, Victor dan Schofield, Clive. “Undelimited Maritime Boundaries of the Asian Rim in the

pacific Ocean”, Maritime Briefing Vol. 3 No.1 (2001)

Pujayanti, Antrini, “Upaya Pembebasan WNI Sandera Kelompok Abu Sayyaf”, Majalah Info

Singkat Hubungan Internasional, Vol. VIII, No. 07/I/P3DI/April/2016 (2016)

Sittnick, Tammy M., “State responsibility and Maritime Terrorism in the Strait of Malacca:

Persuading Indonesia and Malaysia to take additional steps to secure the strait”, Pasific

Rim Law & Policy Journal Vol. 14 no. 3 (2005)

Ulph, Stephen, “Evidence of Jemaah Islamiyah Expansion in the Philippines,” Terrorism Focus

vol. 2. No. 5 (Maret 2003)

Sugihartini, Hani, “Good Order at Sea: What Does it Need and What We Can (Must) Do at

National Level?” Quarterdeck, Vol. 11 No. 2, (Februari 2017)

Yung, Adam J. dan Mark J. Valencia, “Conflation of Piracy and Terrorism in Southeast Asia:

Rectitude and Utility”, Contemporary Southeast Asia, Vol. 25, No. 2 (Augustus 2003): 272

[e-Jurnal] diunduh dari http://www.jstor.org/stable/25798643 pada 30 April 2017 pukul

9.31 WIB

Zubir, Nurulizwan A. dan Wan Siti Adibah Wan Dahalan, “Maritime Violence: Implication to

Malaysia”, Arena Hukum Vol. 6 No. 1. (April 2012)

Artikel Online:

Abuza, Zachary, “Trilateral Maritime Patrols Sulu Sea Asymmetry Need Capability Political

Will” diakses di: http://cimsec.org/trilateral-maritime-patrols-sulu-sea-asymmetry-need-

capability-political-will/26251 pada 5 Mei 2018 pukul 4:14 WIB

Atkinson, Garret, “Abu Sayyaf: The Father of the Swordsman – A Review of the Rise of Islamic

Insurgency in the Southern Philippines”, American Security Project (Maret 2012), 4

[Online] diakses di: https://www.americansecurityproject.org/wp-

content/uploads/2012/03/Abu-Sayyaf-The-Father-of-the-Swordsman.pdf pada 22 Mei

2017 pukul 9.31

Page 101: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xvii

Collin, Koh Swee Lean, “The National Interest, „The Philippine Navy‟s Long Struggle to

Modernise”, [Artikel Online] diakses di: http://nationalinterest.org/feature/the-philippine-

navys-long-struggle-modernize-16408 pada 9 Mei 2018 pukul 11:37 WIB

_______________, “The Malacca Strait Patrols: Finding Common Ground”, RSIS Commentary,

No. 91 (April 2016) [Online] diakses di: https://www.rsis.edu.sg/wp-

content/uploads/2016/04/CO16091.pdf pada 10 Februari 2018 pukul 5:38 WIB

DeVantler, Lyndon ed., “The Sulu-Sulawesi Sea: Environmental and Economic Status, Future

Prognosis and Ameliorative Policy Options”, Ambio Vol. 33 No 1-2 (Februari 2004),

Department of National Defense Republic of the Philippines, “Philippines, Malaysia and

Indonesia conduct Trilateral Defense Ministers Meeting” [Artikel Online] diakses di:

http://www.dnd.gov.ph/PDF%202016/Press%20-

%20Philippines,%20Malaysia%20and%20Indonesia%20conduct%20Trilateral%20Defens

e%20Ministers%20Meeting.pdf pada 5 Februari 2018 pukul 17:33 WIB

Dinarto, Dedi, “Reformasi Tata Kelola Keamanan Maritim Indonesia di Era Presiden Joko

Widodo”, [Online] Diakses di:

https://www.researchgate.net/publication/309726899_Reformasi_Tata_Kelola_Keamanan_

Maritim_Indonesia_di_Era_Presiden_Joko_Widodo pada 6 Agustus 2018 pukul 12:19

WIB

Mahadzir , Dzirhan, “A look at maritime security in Malaysia” [Artikel Online] diakses di:

https://www.thestar.com.my/news/nation/2013/03/06/a-look-at-maritime-security-in-

malaysia/ pada 10 Juli 2018 pukul 10:50 WIB

Major Frederick Chew, Piracy, maritime terrorism and regional interests. [artikel Online] (2005,

diunduh pada 1 April 2017 pukul 8:49 WIB) tersedia di

http://www.defence.gov.au/ADC/Publications/Geddes/2005/PublcnsGeddes2005_310310_

PiracyMaritime.pdf

Kemlu, “Joint Declaration of Foreign Ministers and Chiefs of Defence Forces of Indonesia-

Malaysia-Philippines”, [Artikel Online] diakses di:

https://www.kemlu.go.id/id/berita/Pages/Joint-Declaration-Foreign-Ministers-and-Chiefs-

of-Defence-Forces-of-Indonesia-Malaysia-Philippines.aspx

Lundquist, Edward H., “Royal Malaysian Navy To Have Newer Ships, Fewer Types”, [Artikel

Online] diakses di: https://www.defensemedianetwork.com/stories/royal-malaysian-navy-

to-have-newer-ships-fewer-types/ pada 9 Juli 2018 pukul 21:17 WIB

Parameswaran, Prashanth, “How Much Can the Philippines Boost Its Military Budget Under

Duterte?”, [Artikel Online] diakses di: https://thediplomat.com/2017/01/how-much-can-

the-philippines-boost-its-military-budget-under-duterte/ pada 23 April 2017 pukul 12:45

____________, “What Does Malaysia‟s New Defense Budget for 2016 Mean?” [Artikel Online]

diakses di: https://thediplomat.com/2015/10/what-does-malaysias-new-defense-budget-for-

2016-mean/ pada 16 Februari 2018 pukul 12:48 WIB

Page 102: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xviii

___________, “New Sulu Sea Trilateral Patrols Pact Nears Completion” [Artikel Online] diakses

di: https://thediplomat.com/2016/07/new-sulu-sea-trilateral-patrols-pact-nears-completion/

pada 12 Februari 2018 pukul 20:04 WIB ________________

, “New Sulu Sea Trilateral Patrols Officially Launched in Indonesia”, The Diplomat

[Artikel Online] diakses di: https://thediplomat.com/2016/08/new-sulu-sea-trilateral-patrols-

officially-launched/ pada Selasa, 13 Februari 2018 pukul 16:02 WIB

ReCAAP, “Special Report on Abducting of Crew from Ships in Waters off Eastern Sabah and

Southern Philippines (Part II)”; tersedia di:

http://www.recaap.org/DesktopModules/Bring2mind/DMX/Download.aspx?Command=C

ore_Download&EntryId=455&PortalId=0&TabId=78 diakses pada 25 Januari 2018 pukul

18:40 WIB

Roxas, Joseph T., “PHL‟s newest, largest ship leads naval blockade vs. Abu Sayyaf in Sulu”

[Artikel Online] diakses di: http://www.gmanetwork.com/news/news/nation/580598/phl-s-

newest-largest-ship-leads-naval-blockade-vs-abu-sayyaf-in-sulu/story/ pada 9 Mei 2018

pukul 12:18 WIB

Yeo, Mike, “Malaysian defense: Budget hinders military asset procurement”, [Artikel Onlie]

diakses di: https://www.defensenews.com/air/2017/03/15/malaysian-defense-budget-

hinders-military-asset-procurement/ pada 28 Februari 2018 pukul 15:46 WIB

Website dan Berita Online:

Anonim, “Menteri Susi: Kerugian Akibat Illegal Fishing Rp 240 Triliun”, Detik Finance 1

Desember 2014 [Online] diakses di: http://finance.detik.com/berita-ekonomi-

bisnis/2764211/menteri-susi-kerugian-akibat-illegal-fishing-rp-240-triliun 20 Mei 2017

pukul 19.06

ABS-CBN News, “PH buys 2 new frigates from South Korean firm”, [Artikel Online] diakses di:

http://news.abs-cbn.com/news/10/25/16/ph-buys-2-new-frigates-from-south-korean-firm

pada 25 Mei 2018 pukul 17:25 WIB

Arpan Rahman, “Filipina Buru Abu Sayyaf yang Culik Tujuh ABK Vietnam”, Metrotv news, 20

Februari 2017 [Online] Diakses di:

http://m.metrotvnews.com/internasional/asia/nbwexjJK-filipina-buru-abu-sayyaf-yang-

culik-tujuh-abk-vietnam pada 10 April 2017 pukul 18.30 WIB

Anonim, Tujuh WNI diculik dan disandera kelompok Abu Sayyaf, [Berita Online] diakses di:

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38837392 pada 1 April 2017 pukul 8:23 WIB

Andolong, Arsenio R., “Indonesia, Malaysia and Philippines launch Trilateral Air Patrol” DND

Press Release 14 Oktober 2017, diakses di:

http://www.dnd.gov.ph/PDF2017/DNDPASPressRelease20171013TrilateralAirPatrolLaun

chedited.pdf

Page 103: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xix

Chan, Francis, “Indonesian militants‟ presence in Marawi City sparks alarm”, The Straits Times,

12 Juni 2017, [Artikel Onlie] diakses di: https://www.straitstimes.com/asia/se-

asia/indonesian-militants-presence-in-marawi-city-sparks-alarm pada 20 Juli 2018 pukul

14.27 WIB

________dan Wahyudi Soeriaatmadja, “Indonesia, Malaysia, Philippines launch joint operations

in Sulu Sea to tackle terrorism, transnational crimes” [Online] diakses di:

http://www.straitstimes.com/asia/indonesia-malaysia-and-philippines-launch-joint-

operations-in-sulu-sea-to-tackle-terrorism pada 5 Februari 2018 pukul 16:30 WIB

Channel News Asia, “Member states mark 10th anniversary of Malacca Straits Patrol” [Berita

Online] diakses di: https://www.channelnewsasia.com/news/singapore/member-states-

mark-10th-anniversary-of-malacca-straits-patrol-8068218 pada 10 Februari 2018 pukul

5:27 WIB

FAO, “Fishery Country Profiles”, [Online] diakses di: www.fao.org/fi/fcp/fcp.asp pada 19 Mei

2017 pukul 18.32

Febrianto, Heru, “Moratorium Batu Bara ke Filipina Buat Industri Pelayaran RI Lesu”,

sindonews.com, [artikel Online] diakses di:

https://ekbis.sindonews.com/read/1127233/34/moratorium-batu-bara-ke-filipina-buat-

industri-pelayaran-ri-lesu-1469779754

Global Fire Power, “2017 Malaysia Military Strength”, [Online] diakses di:

https://www.globalfirepower.com/country-military-strength-

detail.asp?country_id=malaysia pada 28 Februari 2018 pukul 15:47 WIB

________, “2017 Indonesian Military Strength” [Online] diakses di:

https://www.globalfirepower.com/country-military-strength-

detail.asp?country_id=indonesia pada 19 Januari 2018 pukul 21:07 WIB

Guidelines for Owners, Operators and Masters for Protection against Piracy in the Gulf of Guinea

Region [Online] diakses di:

http://www.imo.org/en/OurWork/Security/WestAfrica/Documents/Guidelines_for_protecti

on_against_Piracy_in_the_Gulf_of_Guinea_Region.pdf pada 27 April 2017 pukul 17.53

WIB

Gumilang, Prima, “MenhanTegaskan Moratorium Batu Bara ke Filipina Dilanjutkan”, CNN

Indonesia, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160701170123-20-142480/menhan-

tegaskan-moratorium-batu-bara-ke-filipina-dilanjutkan diakses pada 25 Januari 2018 pukul

06:45 WIB

Mader, Georg, “Malaysian Navy chief confirms fleet plans”, [Online] diakses di:

https://www.defenceiq.com/naval-maritime-defence/articles/malaysian-navy-chief-

confirms-fleet-plans Pada 6 Agustus 2018, pukul 11:40 WIB

McKirdy, Euan, Kathy Qulano, dan Ivan Watson, “Indonesia, Malaysia and Philippines launch

joint patrols to tackle ISIS threat”, [berita online] diakses di:

https://edition.cnn.com/2017/06/19/asia/indonesia-malaysia-philippines-isis/index.html

pada 26 Agustus 2018 pukul 00:34 WIB

Page 104: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xx

Policing Southeast Asia’s Tri Border Area [Online] diakses di:

https://www.stratfor.com/article/policing-southeast-asias-tri-border-area 15 Mei 2017

pukul 13.18 WIB

Reena Raj, “Dip in Sabah tourist arrivals since Lahad Datu intrusion”, Malaymail Online, (Berita

Online) http://www.themalaymailonline.com/malaysia/article/dip-in-sabah-tourist-arrivals-

since-lahad-datu-intrusion diakses pada 30 Maret 2017 pukul 17:34 WIB

Sapiie, Marguerite Afra, “Indonesia to start joint sea patrols with Malaysia, Philippines”, The

Jakarta Post [berita Online] diakses di:

http://www.thejakartapost.com/news/2016/08/02/indonesia-to-start-joint-sea-patrols-with-

malaysia-philippines.html

______________, “Indonesia, Malaysia, Philippines sign maritime security declaration”, The

Jakarta Post [berita Online], diakses di:

http://www.thejakartapost.com/news/2016/05/05/indonesia-malaysia-philippines-sign-

maritime-security-declaration.html pada 5 Februari 2018 pukul 13:41 WIB

Saputra, Ramadan Rizki, “TNI Perkuat Pertahanan Udara dan Laut dengan Alutsista Baru”, CNN

Indonesia [Berita Online] diakses di:

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171101090400-20-252617/tni-perkuat-

pertahanan-udara-dan-laut-dengan-alutsista-baru pada 14 Februari 2018 pukul 14:41 WIB

Setiaji, Hidayat dan Agustinus Beo Da Costa, “With eye on China, Indonesian parliament

approves higher defense spending”, Reuteurs [Berita Online] diakses di:

https://www.reuters.com/article/us-indonesia-economy-budget-defence/with-eye-on-china-

indonesian-parliament-approves-higher-defense-spending-idUSKCN0ZE113 pada 12

Februari 2018 pukul 11:45 WIB

Sunardi, Lili, “Kementerian PU Dapat Anggaran Terbanyak dari APBN 2016” [Berita Online]

diakses di: http://finansial.bisnis.com/read/20151102/10/488148/kementerian-pu-dapat-

anggaran-terbanyak-dari-apbn-2016 diakses pada 15 Februari 2018 pukul 13:17 WIB

Tashandra, Nabila, “Indonesia Diizinkan Kejar Perompak ke Filipina” [Online] diakses di:

http://nasional.kompas.com/read/2016/06/27/22345651/indonesia.diizinkan.kejar.perompa

k.ke.filipina pada 5 Februari 2018 pukul 16:31 WIB

TNI AL, “ Satgas Trilateral Maritime Patrol Indomalphi Berhasil Bebaskan Pembajakan di KM.

Bunga Teratai” [Artikel online] diakses di:

http://www.tnial.mil.id/News/OperasiLatihan/tabid/80/articleType/ArticleView/articleId/3

7080/Default.aspx pada 27 Agustus 2018 pukul 00:44 WIB

WWF, “Sulu-Sulawesi Seas Ecoregion: Users, Uses, and Threats”, Laporan Oleh Raoul Cola

untuk the Sulu-Sulawesi Marine Ecoregion Program di Manila, Filipina.

Laporan Resmi:

ICC-IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Report 2004

ICC-IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Report –Annual Report 2009

ICC-IMB Piracy and Armed Robbery Against Ships Report – 01 January – 30 June 2016

Page 105: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

xxi

ReCAAP Annual Report Piracy and Armed Robbery Against Ship in Asia 2016

ReCAAP,Half-Yearly Piracy and Armed Robbery Against Ship in Asia January-July 2017

ReCAAP January – March 2018 Report Quarterly Piracy and Armed Robbery Against Ship in

Asia

UNDOC World Drug Report 2015, [Online] diakses dari

https://www.unodc.org/documents/wdr2015/World_Drug_Report_2015.pdf pada 18 Mei

2017 pukul 21.00 WIB

Page 106: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

LAMPIRAN -1

Joint Declaration On Immediate Measures to Address Security Issues

in the Maritime Areas of Common Concern among Indonesia,

Malaysia and the Philippines

Yogyakarta, 5 May 2016

Page 107: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

Joint Declaration

Foreign Ministers and Chiefs of Defence Forces of

Indonesia-Malaysia-Philippines

On Immediate Measures to Address Security Issues in the Maritime Areas of Common

Concern among Indonesia, Malaysia and the Philippines

Yogyakarta, 5 May 2016

1. The Minister for Foreign Affairs of the Republic of Indonesia, H.E. Retno L.P. Marsudi;

the Minister of Foreign Affairs of Malaysia, H.E. Dato’ Sri Anifah Aman; and the Secretary

of Foreign Affairs of the Republic of the Philippines, H.E. Jose Rene D. Almendras; the

Commander-in-Chief of the Armed Forces of Indonesia, General Gatot Nurmantyo; the

Chief of Defence Force of Malaysia, General Tan Sri Dato’ Sri (Dr) Zulkifeli bin Mohd.

Zin; and the Flag-Officer-in-Command, Vice Admiral Caesar C. Taccad AFP representing

the Acting Chief of Staff of the Armed Forces of the Philippines, met in Yogyakarta,

Indonesia, on the 5th May of 2016, to discuss immediate regional maritime and security

challenges affecting the three countries.

2. They underscored the importance of the longstanding bond of friendship and strong

political, economic, social, security and defence ties that have developed through many

years of fruitful and mutually beneficial cooperation among the three countries bilaterally

and through ASEAN;

3. They reaffirmed their mutual respect for the sovereignty, territorial integrity, national unity

of each other, and the importance of the principles of good neighbourliness and non-

interference in the internal affairs of one another, consistent with the fundamental

principles of the Charters of the United Nations and ASEAN;

4. They further reaffirmed their full commitment to the promotion of peace, stability and

security in the region to ensure circumstances conducive to sustainable economic growth

and development and prosperity in the three countries as well as in ASEAN and the

realization of its Vision 2025;

5. They recognized the growing security challenges, such as those arising from armed

robbery against ships, kidnapping, transnational crimes, and terrorism in the region,

particularly in reference to the maritime areas of common concern of the three countries.

Page 108: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

6. They deplored the abduction of innocent civilians by armed groups in the vicinity of the

maritime areas of common concern of the three countries that have included the

nationals of Indonesia, Malaysia and the Philippines. In this context, they underscored

the importance of protecting the lives, well-being, and rights of their nationals in

accordance with international laws, and respective domestic laws and regulations.

7. They expressed concerns that these security challenges also undermine the confidence

in trade and commerce, particularly the movement of commercial shipping, goods, and

people, in the maritime areas of common concern of the three countries, which in turn

can adversely affect the economic activities and welfare of peoples in the surrounding

areas.

8. In light of these developments and security challenges, they reaffirmed the continued

efforts in enhancing existing cooperation, such as the Agreement on Information

Exchange and Establishment of Communication Procedures between the Governments

of the Republic of Indonesia, Malaysia, and the Republic of the Philippines, by

strengthening mutual cooperation and collaboration among the militaries to address the

growing non-traditional security challenges in the region.

9. In this regard, they agreed to implement the following measures:

1. To conduct patrol among the three countries using existing mechanisms as a modality;

2. To render immediate assistance for the safety of people and ships in distress within the

maritime areas of common concern;

3. To establish a national focal point among the three countries to facilitate timely sharing of

information and intelligence as well as coordination in the event of emergency and

security threats; and,

4. To establish a hotline of communication among the three countries to better facilitate

coordination during emergency situations and security threats.

10. They instruct the relevant agencies of the three countries to meet as soon as possible

and subsequently convene on a regular basis to implement and periodically review the

above-mentioned measures and also to formulate the Standard Operating Procedure

(SOP).

Page 109: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

LAMPIRAN - II

Joint Statement Trilateral Meeting Among The Defence Ministries of

the Philippines, Malaysia, and Indonesia

Manila, 20 June 2016

Page 110: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

Page 1 of 2

JOINT STATEMENT

TRILATERAL MEETING AMONG THE DEFENCE MINISTERS

OF THE PHILIPPINES, MALAYSIA AND INDONESIA

Manila, 20 June 2016

1. The Secretary of National Defense of the Republic of the Philippines, H.E. Voltaire T.

Gazmin; the Minister of Defence Malaysia, H.E. Dato’ Seri Hishammuddin Tun

Hussein; and the Minister of Defence of the Republic of Indonesia, H.E. General (R)

Ryamizard Ryacudu met in Manila, on 20 June 2016 to discuss on the growing

security challenges in the region, specifically in the maritime area of common

concern to the three countries. The Meeting was conducted in the spirit of cordiality,

mutual understanding and good neighbourliness.

2. The Trilateral Meeting among the Defence Ministers in Manila reaffirmed the

commitments made on 5th May 2016 in Yogyakarta, Indonesia by the Foreign

Ministers and the Chief of Defence Forces of the three countries in addressing

regional maritime and security challenges affecting the three countries.

3. The Ministers raised concern over the recent incidents of kidnappings and armed

robbery at sea in the maritime areas of common concern, and reaffirmed the need,

commitment and collective responsibility of the countries to address such threats

that undermine peace, security and prosperity of the region.

4. The Ministers agreed that the best practices shared by Malaysia and Indonesia on

their experiences in the Malacca Straits Patrol (MSP) may be adopted as a model for

trilateral cooperation to address common maritime security concerns.

5. In this regard, the Ministers deliberated and have agreed in principle for the armed

forces and/or relevant agencies to explore the following measures:

a. Coordinated activities among the militaries of the three countries, focusing on

maritime security;

b. Possibility to establish joint military command posts at designated locations

including ad hoc military liaisons on board;

c. Trilateral maritime and air patrol at the maritime areas of common concern;

Page 111: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

Page 2 of 2

d. Trilateral Maritime Patrol Working Group (TMPWG) which would set the

operational directions on the conduct of the trilateral maritime patrol. The

Maritime Command Centers shall be established by the respective countries and

shall retain overall responsibility for the tasking and deployment of their

respective assets;

e. A transit corridor within the maritime areas of common concern which will serve

as designated sea lanes for mariners entering the maritime area of common

concern;

f. Information and intelligence sharing pertaining to the maritime area of common

concern; and

g. A trilateral database sharing mechanism.

6. The Ministers also agreed for the armed forces and/or relevant agencies of the three

countries to expedite the crafting and finalization of relevant Standard Operating

Procedures (SOPs).

7. The Defense Ministers hope to conduct the next trilateral meeting soon after.

~o0o~

Page 112: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

LAMPIRAN - III

17TH ASIA SECURITY SUMMIT THE IISS SHANGRI-LA

DIALOGUE

THIRD PLENARY SESSION SHAPING ASIA’S EVOLVING

SECURITY ORDER SATURDAY 2 JUNE 2018

RYAMIZARD RYACUDU, MINISTER OF DEFENSE,

INDONESIA

Page 113: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

International Institute for Strategic Studies (IISS) The 17th Shangri-La Dialogue

17TH ASIA SECURITY SUMMIT

THE IISS SHANGRI-LA DIALOGUE

THIRD PLENARY SESSION

SHAPING ASIA’S EVOLVING SECURITY ORDER

SATURDAY 2 JUNE 2018

RYAMIZARD RYACUDU,

MINISTER OF DEFENSE, INDONESIA

Page 114: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

International Institute for Strategic Studies (IISS) The 17th Shangri-La Dialogue

General Ryamizard Ryacudu, Minister of Defense, Indonesia

The Honourable Defence Minister of Singapore; the Honourable Director-General and Chief

Executive of the IISS, Dr John Chipman; Defence Minister and respectable participant Ngo Xuan Lich;

it is an honour for me to meet all of you at this esteemed event of the Shangri-La Dialogue 2018 and to

be given an opportunity to share opinions on ‘Shaping Asia’s Security Order’ in the new architecture,

with this evolving during our third plenary session. I deeply appreciate the warm and friendly

hospitality of the government of Singapore, represented by the Ministry of Defence of Singapore and

the organising committee of the Shangri-La Dialogue 2018.

Distinguished participants of the Shangri-La Dialogue event, the strategic maritime access of the

Indo-Pacific region starts from the South China Sea in the north, then moves to the waters of Natuna,

then moves to the Malacca Strait, moves south to the Strait of Sunda and then to the Indian Ocean.

This lucrative sea lane is worth US$5.3 trillion annually. It is equal to one-third of the world’s trade.

The security development of this constant maritime access leads to the development of the

Indo-Pacific geopolitical and geostrategic current trends. At the same time, it gives rise to the

emergence of new trends of tangibles and obvious challenges, threats and intonation.

Based on Indonesia’s perspective in the region, the threat is not about conventional war or the open

war among nations, the so-called non-factual threat. It can only happen with the anticipated

indication and needs time to be considered. Now it is timely for us to exercise caution, to give more

attention and focus to address our factual threat, which is terrorism and radicalism, separatism,

insurgency, natural disasters and environmental calamity, border disputes, natural-resource

poaching, pandemic diseases and the trafficking of illicit drugs, intelligence and cyber warfare. In this

regard we have to put forward unity, enlarge our similarity and commonality, and increase our

efforts to address our factual threats in front of our eyes that can happen at any time. The nature of

the aforementioned threats are more unpredictable – ignoring borders, ignoring religions, ignoring

time – and can happen any time, sooner or later, and can be inflicted on random victims.

Distinguished ladies and gentlemen, I would like to take this opportunity to focus on how we address

terrorism. It is quite regrettable that recently Indonesia was affected by a new pattern of terrorist

attacks involving one full family in Tarabya and another terror incident in another part of Indonesia.

Currently our security forces are still hunting one family that is still at large. They are not

representing Islam, because the teachings of Islam are far from what they are conducting. The Islamic

religion is about peace and love. What they are doing is following the misleading religion, what we

call evil religion.

It does not make any sense that a mother can bring her children to commit suicide. Where is the heart

of the mother? A mother is supposed to have the instinct to protect her children from any threat and

challenge that can hurt the children. Even a tiger will not hurt its children, will not eat its children.

That is why we have to fight against this perverted and misleading ideology. They are indoctrinated

with the misleading ideology, with the false promise that when they die, firstly they will go to

heaven, and secondly they will meet God. Thirdly, they will be forgiven for all their sins and

Commented [JL1]: I checked the recording and this is

what the translator says, I think, although it doesn’t make

sense.

Page 115: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

International Institute for Strategic Studies (IISS) The 17th Shangri-La Dialogue

mistakes. Fourthly, 70 of their family members will be brought to heaven. The fifth one, the man will

meet 72 angels in heaven. This is a false understanding or thinking. It does not make any sense for

human beings. For these perpetrators, they are not going to heaven, for sure; in fact, the other way

around. This way of thinking has to be changed, revised and even diminished.

Ladies and gentlemen, currently in the region, and in any part of the world, we are facing a very real

potential threat: as I mentioned, the danger or threat of terrorism and radicalisation of the third

generation post-al Qaeda – al-Qaeda being the first generation, and post-Daesh announcement in Iraq

and Syria, it is the second generation that has been destroyed in the Middle East, in Iraq and Syria.

Recent acts of terror in Indonesia are due to the order and control of the ISIS group in Kabul,

Afghanistan and Mosul.

The nature of the third-generation terrorism threat is the evolution from a centralised manner to

being more decentralised. The threat, centred in Syria, now has been decentralised and spread to

every region of the world, ranging from Africa and Europe to Asia and Southeast Asia especially.

One thing that is typical of this third generation is the returning combatants from the Middle East.

Based on intelligence data, there are about 31,500 ISIS foreign fighters who joined the fighting in

Syria, of which 800 are from Asia, 400 from Indonesia. This third generation of radical terrorism

threat has the nature of decentralisation into the territory or provinces based on the sleeper cells and

stand-alone operations; a lone wolf radicalised by online media, through social media; and the use of

sophisticated or advanced technology, for example how to make bombs.

Ladies and gentlemen, participants of the Shangri-La Dialogue, to address this development, quite

recently Indonesia has revised its anti-terrorism or counter-terrorism bill that will include involving

the military forces to address terrorism, which is becoming more terrible. The threat of terrorism is

organised crime, which has tried to change democracy and our national ideology. In this regard, their

role may have to be expanded to address these issues, to tackle the terrorism that does not make

sense. With suicide bombings we have to have a strategy to change the mindset. We cannot tolerate

this. It has to be tackled with a concerted strategy, structured strategy and systematic strategy.

In this regard, Indonesia capitalised on the strategic radicalisation through strengthening the mindset

or the counter-narrative. For example, the way to crush terrorism is not always through hard power

or the use of weapons. Rather, we have to strengthen the mindset and idea of a nation, of this state.

All the people of Indonesia have to participate to fight them with the concept of strengthening of the

so-called spirit of defending the state or spirit of nationalism, the so-called bela negara. The victim of

this bela negara consists of our values reflected in our ideology of Pancasila. We have to stand up

together, not to be easily influenced by the radical ideology. Then we have to crush any misleading or

perverted teachings.

In this regard, in line with the book The Future of Power, written by Joseph Nye, written two years

after, which states that the aspect of tackling terrorism through weapons only contributes 1% to tackle

the root cause of terrorism, while 99% of the solution to radicalism and terrorism is through the

Commented [JL2]: This also doesn't make sense but

sounds correct on the recording.

Commented [JL3]: This doesn’t make sense, but I can’t

make out what he is actually saying.

Page 116: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

International Institute for Strategic Studies (IISS) The 17th Shangri-La Dialogue

participation of the people through the strengthening of their mindset and strengthening the state

ideology. I believe that what I am conducting is already in line with what is written in this book.

The key aspect to respond to these common challenges in the international realm is our resolution

through the mechanism of security consultation through bilateral and multilateral approaches.

Indonesia, together with other nations, the Philippines and Malaysia, has already taken action and

cooperated in a concrete manner through the establishment of a trilateral platform in the Sulu Sea,

conducting joint patrols and coordinated patrols on the sea, in the air; and in the future, two months

from now, we will step up and elevate this cooperation through the land forces joint operation. The

aim of this joint operation is to locate ISIS in the southern Philippines and stop it from spreading.

To strengthen our surveillance system and early detection for the potential of the development of ISIS

in our region, Indonesia has come up with a new initiative, the intelligence-sharing strategy, the

so-called Our Eyes initiative. The Our Eyes initiative has been launched officially on 25 January 2018

in Bali, Indonesia. The framework of this cooperation really hopes to strengthen cooperation in the

region to tackle our common challenges, especially the terrorism type. Its concept has been supported

by partner countries like the US, Australia, Russia and Japan.

Also at this time in our ASEAN region are at least three areas of maritime cooperation that focus on

the coordinated patrol in the Malacca Strait, maritime cooperation in the Gulf of Thailand, as well as

the trilateral cooperation in the Sulu Sea. These three platforms of cooperation will be expanded to

include other ASEAN nations as well as ASEAN partner countries like the US, Australia and Japan

and other nations. The expansion of this cooperation is needed to create interconnectivity among

these core platforms and cooperation in the subregional nations.

We have to take a precaution and pay special attention to the development of the Rohingya crisis in

Myanmar. It is not only about supporting the humanitarian issue, but we have to take concrete action

and step up the concrete and considered effort in the proper manner, because if it is not properly

managed these vulnerable refugees can be recruited by the IS group to strengthen their network.

Nowadays we have already been busy tackling the development of ISIS, and you can imagine if they

are strengthened by these new recruits.

Ladies and gentlemen, we also have to put aside the geopolitical ego among major powers that can

expand the gap; in this regard, we have to focus on how we should tackle our challenges together.

The influence of ego on the geopolitical base can exacerbate the situation, and then it cannot focus on

our noble obligations of how to achieve prosperity for our people and the security of our people. In

this regard, we can progress the situation in our region. It can create uncertainty. It is enough that we

can see the people becoming victims of terrorist actions and also the victims of other threats.

It is timely for us to recalibrate our security architecture and our security order with a new one, with

a more humanitarian orientation, in an open and transparent manner. By enlarging our

commonalities and decreasing our differences, it is in line with our noblesse oblige as human beings in

this world. It is timely to discuss and to deliberate to establish the regional geostrategy platform, an

original practical secondary platform to face the common real threat, which is terrorism and other

Page 117: ANALISIS KERJA SAMA KEAMANAN TRILATERAL …

International Institute for Strategic Studies (IISS) The 17th Shangri-La Dialogue

transnational crime, based on these commonalities of values and perspective in order to implement

the stability, peace and prosperity that can involve every nation to achieve our strategy. The concrete

form of cooperation includes joint exercises to safeguard our maritime security, intelligence security

information exchange and the mechanism of cooperation in times of emergency. We have already had

the security architecture that can be developed, ranging from ARF (ASEAN Regional Forum), the East

Asia Summit, ADMM (ASEAN Defence Ministers’ Meeting), ADMM–Plus and trade diplomacy, the

Raisinia Dialogue, Japan Defense Forum, Putrajaya Forum and others, as well as this prestigious

Shangri-La Dialogue forum. Those modalities are more than enough to address our threat in the

region and as a guideline for us to crush terrorism.

However, most important is the implementation and concrete action of this platform. In this region,

we are starting with the more concrete and operational action as the implementation or the follow-up

of our discussion in this platform. Ladies and gentlemen, the distinguished Shangri-La Dialogue

participants, I believe there is no one country that can solve the problem alone. With the capacity that

they have, they need cooperation among nations in the region to address and to tackle our challenges

and threats together.

Finally, the need to recalibrate the security architecture of the Indo-Pacific region is an urgency that

needs to be realised or materialised so that we can navigate every threat and challenge in the region

appropriately, correctly and proportionately. This we do for the sake of and to demonstrate our

willingness to safeguard our people and eventually realise our common prosperity. There are some

proposals I would like to propagate. Terrorism is not about Islam, but it is only on behalf of Islam, so

every Muslim country has to propagate the true Islamic teachings in every mosque, on television and

in social media. It is about the horrible terror attacks that claim Islam as the cause; in fact, they are not

Islam and they are not going to heaven.

We have to keep circulating this information. We have to find all the activities, their identity and their

pictures, especially when they are still in Afghanistan, Iraq or Syria, so that we identify who is

coming from where. The people that are coming from ASEAN, we have to identify whether they are

coming back to their country of origin. Then we have to capture them. We have to track their financial

support, and we can spread their addresses to any nation that joins this intelligence cooperation,

including through social-media networks. I believe, with a clear intention, every problem can be

solved together.

I believe that is all that I can say on this special occasion in addressing the development of security in

the region, especially in facing security challenges as I mentioned above, understanding that to

enlarge the similarities and commonalities whilst minimising and diminishing our differences is

always presented in order to provide the right direction to manage our security order in this region.

Thank you so much once again for your kind attention. May God bless you all. Thank you so much.