perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN MADIUN TAHUN 2003-2010 TESIS Untuk memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah Oleh : SETIJANINGSIH S 4210049 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA 2011 i
93
Embed
ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN … · kekuasaan pengelolaan ... pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah ... di Indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH
KABUPATEN MADIUN TAHUN 2003-2010
TESIS
Untuk memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Daerah
Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., PhD
NIP.
Dr. JJ Sarungu, MS
NIP. 19510701 198010 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan untuk :
Ibunda tercinta yang selalu memberi dukungan dan bimbingan kepadaku
Keponakanku yang memberi semangat dalam hidupku
Teman-teman dan semua pihak yang telah membantuku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Hidup adalah perjuangan, setiap perjuangan akan membuahkan hasil,
dimana ada usaha disitu pasti ada jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Kemampuan Keuangan Daerah adalah kewenangan dan kemampuan daerah untuk mengoptimalkan sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai peyelenggaraan pemerintahannya. Kemampuan keuangan daerah dicerminkan dengan kemandirian keuangannya. Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan keuangan daerah dalam mendanai belanja daerah dari kemampuan sendiri, yaitu pendapatan asli daerah atau PAD. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah di Kabupaten Madiun tahun 2003 – 2010 dan mengetahui kemandirian keuangan daerah di Kabupaten Madiun tahun 2003 – 2010.
Metode penelitian yang digunakan untuk menentukan kemampuan keuangan daerah Kabupaten Madiun tahun 2003 – 2010 dengan menghitung memakai rasio pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan, rasio pendapatan asli daerah terhadap dana perimbangan dan rasio pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah dimana dapat diketahui dengan mengukur persentase penerimaan daerah, sedangkan kemandirian keuangan daerah parameter pengukurannya adalah rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas keuangan daerah otonom yaitu parameter untuk mengukur seberapa jauh penerimaan yang berasal dari daerah dalam memenuhi kebutuhan daerah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Kabupaten Madiun belum mampu dalam kemampuan keuangan daerahnya ; (2) Tingkat kemandirian masih rendah sekali dan menunjukkan pola hubungan instruktif, dan tingkat efektivitas sudah masuk dalam kategori efektif sehingga Kabupaten Madiun merupakan daerah yang efektif untuk bisa menuju kemandirian keuangan daerah.
Kata kunci : Kabupaten Madiun, Kemampuan Keuangan Daerah, Kemandirian Keuangan Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Regional Financial capability is a local authority and the ability to optimize financial resources, manage and use their own finances are sufficient to finance peyelenggaraan rule. The ability of local finance is reflected in its financial independence. Local financial independence is the ability of local finance in funding expenditures from its own capabilities, namely local revenues or PAD. This study aims to determine the financial capability areas in Madiun’s regency in 2003 - 2010 and know the local financial independence in Madiun’s regency in 2003- 2010.
The method used to determine financial capability Madiun’s regency area in 2003 - 2010 by calculating the wear ratio of revenue to total revenue, the ratio of revenue to the fund balance and ratio of revenue to the shopping area which can be identified by measuring the percentage of local revenue, while the local financial independence measurement parameter is the ratio of local independence, autonomous regional financial effectiveness ratio is the parameter to measure how much revenue that comes from the area in meeting local needs.
The results of this study indicate that: (1) Madiun’s regency has not been able in the area of financial capability ; (2) The level of independence is still very low and showed the pattern of relationships instructive, and the level of effectiveness has been included in the category so effective that Madison County is the effective area to be able to local financial autonomy.
BAB V. PENUTUP .................................................................................... 72
A. Kesimpulan............................................................................... 72
B. Saran ......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 76
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
2.1 Definisi dan indikator Kemampuan Keuangan Daerah dan Kemandirian Keuangan Daerah ...................................................
16
4.1 Kondisi Keuangan Kabupaten Madiun Tahun 2003 – 2010 (dalam Jutaan Rupiah) ...............................................................
33
4.2 Klasifikasi Daerah Berdasarkan Rasio PAD terhadap APBD (Rata-rata 1990 – 1999) ...............................................................
34
4.3 Tolok Ukur Kemampuan Daerah .............................................. 35
4.4 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003 – 2010 (dalam Jutaan Rupiah) ..........................................
36
4.5 Rasio Pendapatan asli Daerah terhadap Total Pendapatan Kabupaten Madiun Tahun 2003 – 2010 (dalam %) ...................
37
4.6 Dana Perimbangan Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003 – 2010 (dalam Jutaan Rupiah) ........................................................
39
4.7 Rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap Dana Perimbangan Kabupaten Madiun Tahun 2003 – 2010 ( dalam %) ..................
40
4.8 Rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2003 – 2010 ( dalam %) ..................
42
4.9 Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Daerah 45
4.10 Rasio Kemampuan Keuangan DaerahKabupaten Madiun Tahun 2003-2010 (dalam %) ..................................................................
46
4.11 Perbandingan Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun 20003-2010 (dalam %) ......................................
47
4.12 Efektivitas Keuangan Daerah Otonom ..................................... 57
4.13 Perhitungan Rasio Efektivitas Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003 – 2010 (dalam %) ....................
58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
4.14 Perbandingan Efektivitas Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2003-2010 (dalam %) ....................................................
59
4.15 Trend Kemandirian Keuangan Daerah dan Efektivitas Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2003-2010 (dalam %) ..................................................................................
63
4.16 Trend Kemandirian Keuangan Daerah berdasarkan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2003 – 2010 (dalam %)................................................................
68
4.17 Trend Efektivitas Keuangan Daerah berdasarkan Rasio Efektivitas Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun 2003 – 2010 (dalam %)................................................................
68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Grafik Perkembangan Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003 – 2010 ............... 38
4.2 Grafik Perkembangan Rasio PAD terhadap Dana Perimbangan Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003 – 2010 ....................................................................................... 41
4.3 Grafik Perkembangan Rasio PAD terhadap Belanja Daerah Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003 – 2010 .................. 43
4.4 Grafik Perkembangan Rasio Kemandiriran Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003 – 2010 ................ 56
4.5 Grafik Perkembangan Rasio Efektivitas Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003 – 2010 ................ 60
4.6 Grafik Kemandirian dan Efektivitas Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003-2010 ..................... 64
4.7 Grafik Rasio KKD, Rasio EKD, Trend Kemandirian dan Efektivitas Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Tahun Anggaran 2003 – 2010 ............................................................. 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LampiranI : Rekapitulasi Laporan Realisai Anggaran Pemerintah Kabupaten Madiun
Lampiran II : Regresi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara merupakan perundang-undangan yang mengatur
tentang pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum
pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden
kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN
dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD,
pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral,
pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan
keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan
perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta penetapan
bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dan APBD. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 juga
telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan
di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di
lingkungan pemerintahan secara internasional.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan daerah dalam
pelaksanaannya bagi Pemerintah Daerah di era otonomi daerah tidak lepas dari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dalam mengatur tentang penyelenggaraan Otonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggungjawab kepada Daerah secara proporsional yang diwujudkan
dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah.
Perimbangan keuangan Pusat dan Daerah diatur dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang mempunyai
prinsip bahwa : (1) perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai
konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
(2) pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh
Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan
keseimbangan fiskal, (3) perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan.
Pasal 86 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pemerintah kemudian
menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Pasal 155 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dalam pelaksanaannya Pemerintah menetapkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah yang kemudian diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007.
Bagian Ketiga Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 4
ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa pengelolaan
keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang
diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah ( Perda ).
Bupati Madiun periode tahun 2003 sampai 2008 yang memerintah pada
saat itu menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Bagian Ketiga Asas
Umum Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 4 ayat (2) dengan menetapkan
Peraturan Daerah tentang APBD yang berguna sebagai arah dan kebijakan
umum serta strategi dan prioritas dalam melaksanakan pembangunan di
Kabupaten Madiun.
Mardiasmo (2002) dalam Setiaji dan Adi (2007) mengatakan bahwa
sebelum era otonomi harapan yang besar dari Pemerintah Daerah untuk dapat
membangun daerah berdasarkan kemampuan dan kehendak daerah sendiri
ternyata dari tahun ke tahun dirasakan semakin jauh dari kenyataan. Harapan
Pemerintah Daerah tersebut ternyata adalah ketergantungan fiskal dan subsidi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
serta bantuan Pemerintah Pusat sebagai wujud ketidakberdayaan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dalam membiayai Belanja Daerah.
Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang
lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Otonomi
daerah tersebut bertujuan antara lain adalah untuk lebih mendekatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk
memantau dan mengawasi penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan
yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Pemerintah Daerah
dengan kewenangan tersebut diharapkan lebih mengoptimalkan sumber-
sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui PAD.
Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin
banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah disertai
pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah
dalam jumlah besar. Dana Perimbangan yang merupakan transfer keuangan
oleh pusat kepada daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi
daerah, meskipun jumlahnya relatif memadai yakni sekurang-kurangnya
sebesar 25 persen dari Penerimaan Dalam Negeri dalam APBN, namun daerah
harus lebih kreatif dalam meningkatkan PAD-nya untuk meningkatkan
akuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBD-nya (Sidik, 2002)
dalam Setiaji dan Adi (2007). Sumber-sumber penerimaan daerah yang
potensial harus dikelola secara maksimal, namun tentu saja di dalam koridor
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Halim (2001) dalam Erlangga (2005) dalam Yuniarti (2008)
menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan
otonomi, yaitu : (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup
memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, dan
(2) ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan
terbesar sehingga peranan Pemerintah Daerah menjadi lebih besar.
Kemampuan daerah otonom melaksanakan otonomi keuangan secara
penuh dalam periode pendek masih diragukan, baik sebagai akibat kapabilitas
daerah otonom yang tidak dapat berubah begitu cepat maupun sistem
keuangan, yaitu Pemerintah Pusat tidak sepenuhnya mau kehilangan kendali
atas Pemerintah Daerah.
Kuncoro (2002) dalam Dwirandra menjelaskan beberapa hal yang
dapat menghambat keberhasilan Pemerintah Daerah melaksanakan otonomi,
yaitu : (1) dominannya transfer dari pusat, (2) kurang berperannya perusahaan
daerah sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), (3) tingginya derajat
sentralisasi dalam bidang perpajakan, (4) kendati pajak daerah cukup beragam,
ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan,
(5) kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan keuangan daerah
dalam mendanai belanja daerah dari kemampuan sendiri, yaitu pendapatan asli
daerah atau PAD.
Berdasarkan uraian diatas, maka dengan adanya pertanggungjawaban
keuangan oleh pemerintah inilah yang membuat peneliti tertarik untuk
mengadakan penilaian yang mengkaji tentang kemampuan keuangan pada era
otonomi daerah yang sudah menjalankan otonomi daerah setelah delapan tahun
berjalan serta kemandirian dan efektivitas keuangan daerah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana Kabupaten Madiun mampu untuk
mengelola keuangannya dalam memenuhi kebutuhannya untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan dan kemampuan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya dan sejauh mana kemandirian dan efektivitas keuangan di
Kabupaten Madiun sepanjang tahun 2003 sampai dengan tahun 2010.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan keuangan daerah di Kabupaten Madiun pada tahun
2003 – 2010 ?
2. Bagaimana kemandirian dan efektivitas keuangan daerah di Kabupaten
Madiun pada tahun 2003 – 2010 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini meliputi :
1. Untuk menganalisa kemampuan keuangan daerah di Kabupaten Madiun
pada tahun 2003 – 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
2. Untuk menganalisa kemandirian dan efektivitas keuangan daerah di
Kabupaten Madiun pada tahun 2003 – 2010.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Toeritis
Sebagai bahan pertimbangan dan pemikiran dalam mengembangkan
model-model penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan keuangan
daerah di masa-masa yang akan datang.
2 . Manfaat Praktis
Dari hasil analisis yang telah didapatkan, diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi penyusunan kebijakan
pembangunan daerah, khususnya bagi Pemerintah Daerah di Kabupaten
Madiun dalam pelaksanaan Otonomi Daerah sekarang ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritik dan Empiris
1. Tinjauan Teoritik
a. Pengertian Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
Ketentuan Umum Bab I Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa desentralisasi
mempunyai pengertian penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah mempunyai
pengertian kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Otonomi yang luas kepada daerah bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah, hal
ini akan semakin mendorong pelaksanaan pembangunan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
menyeluruh di daerah karena makin terbukanya peluang bagi daerah
untuk memanfaatkan sumber daya dan sumber pendanaan yang dimiliki.
Sardi (1999) dalam Yuniarti (2008) menjelaskan bahwa
perkembangan teori desentralisasi di Indonesia tercatat ada 3 jenis,
Rasio kemandirian keuangan daerah (selanjutnya disebut ”Rasio
KKD”) menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Rasio KKD menggambarkan sejauh mana ketergantungan
daerah terhadap sumber dana ekstern, semakin tinggi rasio ini berarti
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern
(terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, demikian
pula sebaliknya. Rasio KKD juga menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah, semakin tinggi rasio ini
berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak
dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD.
3) Pola Hubungan Pusat – Daerah
Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim (2001) dalam
Dwirandra mengemukakan mengenai hubungan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama
pelaksanaan undang-undang tentang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu sebagai berikut.
1. Pola hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih
dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak
mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial).
2. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana peranan pemerintah
pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah
otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
otonomi. Peran pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi
pemerintah pusat.
3. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat
sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan
mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah
pusat siap dan dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi
keuangan kepada pemerintah daerah.
4) Rasio Efektivitas Keuangan Daerah Otonom
Rasio efektivitas keuangan daerah otonom (selanjutnya disebut
”Rasio EKD”) menunjukkan kemampuan pemerintahan daerah dalam
merealisasikam pendapatan asli daerah (PAD) yang direncanakan
dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil
daerah (Halim, 2002) dalam Dwirandra.
Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan
efektif apabila rasio yang dicapai minimal 100%, namun, semakin
tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah semakin
baik.
5) Trend Kemandirian dan Efektivitas Keuangan Daerah Otonom
Kecenderungan kemandirian dan efektivitas keuangan daerah
otonom penting dinilai untuk mengetahui arah perkembangan kedua
dimensi keuangan ini. Suatu daerah otonom kabupaten/kota pada
suatu tertentu barangkali belum dapat memenuhi kemandirian dan
efektivitas keuangannya, tetapi dengan melihat trend positif dari
kedua dimensi keuangan tersebut diperoleh keyakinan, walaupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
lambat ada peluang akan menuju kemandirian dan efektivitas
keuangan yang ideal.
Amin (2000) dalam Dwirandra menyatakan bahwa persentase
trend digunakan apabila ingin melihat perkembangan suatu
perusahaan. Persentase trend dalam perhitungannya digunakan salah
satu tahun sebagai tahun dasar, apabila suatu tahun dipilih sebagai
tahun dasar, maka data dalam tahun tersebut dinyatakan dengan
angka seratus, yang artinya 100% dan data sejenis dalam tahun
berikutnya dinyatakan dalam angka persentase data dari tahun dasar.
Definisi dan indikator dari Kemampuan Keuangan Daerah dan
Kemandirian Keuangan Daerah dapat ditampilkan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Definisi dan indikator Kemampuan Keuangan Daerah dan
Kemandirian Keuangan Daerah
Definisi Indikator Kemampuan Keuangan Daerah
kewenangan dan kemam-puan daerah untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, menge-lola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelengga-raan pemerintahan daerahnya
Derajat Desentrasilasi Fiskal dengan memakai : 1. Rasio PADP 2. Rasio PADDP 3. Rasio PADB
Kemandirian Keuangan Daerah
kemampuan keuangan daerah dalam mendanai belanja daerah dari kemampuan sendiri, yaitu pendapatan asli daerah atau PAD.
Rasio Keuangan : 1. Rasio KKD 2. Rasio EKD
Sumber : Musgrave dan Musgrave (1980) dalam Sumarsono (2009), Laporan Perkembangan Ekonomi dan Perbankan Kep. Bangka Belitung Tw. III Tahun 2006, dan Halim(2002) dalam Dwirandra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
2. Tinjauan Empiris
Suhendro (2004) dalam Yuniarti (2008) meneliti mengenai analisis
kemampuan ekonomi kota dan kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2001. Suhendro menganalisa kinerja ekonomi daerah
sebagai basis utama mewujudkan otonomi daerah yang nyata dan
bertanggungjawab. Kinerja otonomi daerah adalah prestasi dan kondisi
ekonomi yang telah dicapai daerah dari pembangunan terdahulu. Tolok ukur
kinerja ekonomi menggunakan indikator makro ekonomi regional yakni laju
pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, struktur ekonomi, sektor
unggulan, tabungan masyarakat, investasi, porsi PAD tingkat pendapatan
daerah dan PAD perkapita.
1) Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita merupakan indikator
efektif dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
2) Investasi merupakan akumulasi modal yang mendorong kemajuan
ekonomi, tabungan masyarakat merupakan sumber investasi.
3) Pendapatan daerah (PAD) mencerminkan kemampuan ekonomi
pemerintah di daerah.
Metode analisis yang dipakai adalah metode tehnik bench marking yakni
membandingkan indikator ekonomi di wilayah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, hasil yang dipeoleh menunjukkan hasil bahwa kemampuan
ekonomi Kota Yogyakarta sebagai bench mark paling tinggi diantara
kabupaten-kabupaten lain di Propinsi daerah Istimewa Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Sasana (2002) dalam Yuniarti (2008) meneliti mengenai pengaruh
hubungan fiskal Pemerintah Pusat – Daerah terhadap PDRB Kabupaten
Klaten, dengan variabel fiskal berupa Pendapatan Asli Daerah, Penerimaan
Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Penerimaan sumbangan dan Bantuan
serta Tenaga Kerja. Hasilnya variabel penerimaan Bagi Hasil Pajak dan
Bukan Pajak dan Tenaga Kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi (PDRB) Kabupaten Klaten. Pendapatan Asli Daerah dan
penerimaan Sumbangan dan bantuan tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan PDRB. Hubungan fiskal Pemerintah Pusat-Daerah di
kabupaten Klaten menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
bantuan Pemerintah Pusat.
Astuti (2001) dalam Yuniarti (2008) meneliti mengenai Kemandirian
Kota Surakarta dilihat dari posisi PAD dan kemungkinan pengembangannya
selama periode 1995/1996 sampai 1999/2000. Bahwa untuk mengetahui
posisi fiskal Kota Surakarta dapat dilakukan perbandingan antara upaya
pengumpulan PAD (UPP) dengan tingkat PAD standar (TPS). Apabila UPP
lebih besar dari TPS berarti posisi fiskal kuat, tetapi apabila UPP lebih kecil
dari TPS berarti posisi fiskal lemah. UPP diperoleh dari perbandingan antara
PAD Kota Surakarta dengan PDRB Kota Surakarta. TPS diperoleh dari
perbandingan PAD se-Jawa Tengah dengan PDRB se-Jawa Tengah. Dari
perbandingan antara UPP dan TPS diperoleh Indeks penampilan PAD (IP
PAD) yang merupakan gambaran dari posisi fiskal Kota Surakarta. Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
penelitian menunjukkan bahwa derajat desentralisasi fiskal Kota Surakarta
selama periode penelitian termasuk kategori kurang mandiri.
Landiyanto (2005) mengadakan penelitian mengenai kinerja keuangan
dan strategi pembangunan kota era otonomi daerah dengan stusi kasus Kota
Surabaya. Landiyanto mengemukakan bahwa untuk melihat kinerja
keuangan daerah dapat digunakan derajat kemandirian daerah guna
mengukur sejauh mana penerimaan yang berasal dari daerah dapat
digunakan untuk membiayai kebutuhan daerah. Semakin tinggi derajat
kemandirian daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin mampu
membiayai kebutuhannya sendiri tanpa mengandalkan bantuan dari
Pemerintah Pusat. Derajat kemandirian daerah apabila dipadukan dengan
derajat desentralisasi fiskal yang digunakan untuk melihat kontribusi PAD
terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan, maka akan terlihat kinerja
keuangan daerah secara utuh.
Secara umum, semakin tinggi kontribusi PAD dan semakin tinggi
kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannya sendiri akan
menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif, dalam hal ini, kinerja
keuangan positif dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah
dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi
daerah pada daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pemerintah Kota Surabaya memiliki ketergantungan yang tinggi pada
Pemerintah Pusat disebabkan belum optimalnya penerimaan dari PAD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Yuniarti (2008) mengemukakan tentang Pengaruh Pertumbuhan
Pendapatan Perkapita, Tingkat Investasi dan Tingkat Industrialisai terhadap
Kemandirian Daerah, studi kasus pada Kabupaten dan Kota di Wilayah
Soloraya yang menyimpulkan bahwa secara bersama-sama Pertumbuhan
Pendapatan perkapita, Tingkat Inestasi dan Tingkat Industrialisasi
berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya derajat desentralisasi.
Dwirandra (2007) meneliti tentang Efektivitas dan kemandirian
keuangan Daerah Otonom Kabupaten/Kota di Propinsi Bali Tahun 2002 –
2006 disimpulkan bahwa pada tahun 2006 ternd efektivitas keuangan daerah
otonom kabupaten/kota di Propinsi Bali semakin baik walaupun masih ada
yang di bawah 100 % seperti Kabupaten Gianyar, Buleleng dan Denpasar.
Setiaji dan Adi (2007) mengadakan penelitian yang dikemukakan
pada Simposium Nasional Akuntasi X Unhas Makasar tanggal 26 – 28 Juli
2007 tentang peta kemampuan keuangan daerah sesudah otonomi daerah
dengan kasus apakah mengalami pergeseran studi kasus pada Kabupaten
dan Kota se Jawa – Bali. Wirawan Setiaji dan Priyo Hari Adi
mengemukakan bahwa terdapat perbedaan Growth (pertumbuhan) PAD
yang signifikan antara sebelum dan sesudah otonomi daerah. Pertumbuhan
PAD setelah otonomi secara empriris lebih tinggi (lebih baik) dibanding
pertumbuhan PAD sebelum otonomi. Perbedaan pertumbuhan ini tidak
diikuti dengan kenaikan share (kontribusi) PAD terhadap belanja.
Kontribusi PAD terhadap belanja justru lebih rendah dibanding kontribusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
setelah otonomi. Hal ini menunjukkan dalam era otonomi ketergantungan
terhadap pemerintah pusat justru menjadi lebih tinggi.
Mardikasari (2007) mengemukakan mengenai Evaluasi Kinerja
Keuangan Daerah Kabupaten Madiun Periode Tahun 2001 – 2005
dikemukakan bahwa kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Madiun pada
tahun anggaran 2001 – 2005, tingkat kemandirian masih rendah sekali dan
menunjukkan pola hubungan instruktif dimana daerah belum mampu
melaksanakan otonomi daerah dan peran dari pemerintah pusat masih sangat
besar. Tingkat efektivitas dan efisiensi sudah masuk dalam kategori efektif
dan efisien. Hal ini ditunjukkan dari tingkat efektivitas yang selalu diatas
100% dan tingkat efisiensi selalu dibawah 60%. Tingkat keserasian antara
belanja rutin dan belanja pembangunan menunjukkan adanya perubahan
fokus dari belanja rutin ke belanja pembangunan.
B. Kerangka Konseptual
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah Kemampuan Keuangan
Kabupaten Madiun dengan menggunakan derajat desentralisasi fiskal sedangkan
untuk Kemandirian Keuangan Daerah adalah rasio kemandirian keuangan
daerah dan rasio efektivitas keuangan daerah yang ditinjau dari dua sudut yakni
pendapatan dan belanja daerah serta pembiayaan dimana kedua faktor tersebut
nantinya akan digunakan untuk melihat kemampuan keuangan Kabupaten
Madiun setelah adanya otonomi daerah dan selanjutnya berguna juga untuk
menentukan kebijakan pemerintah dalam mencapai visi dan misi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dicanangkan oleh Bupati Madiun juga menuju Kabupaten Madiun sejahtera
2013.
Peneliti juga menghitung menggunakan model trend kemandirian dan
efektifitas keuangan daerah otonom untuk melihat perkembangan kemajuan
Kabupaten Madiun sehingga diperoleh keyakinan, Kabupaten Madiun ada
peluang akan menuju kemandirian dan efektivitas keuangan yang ideal. Peneliti
juga berharap Kabupaten Madiun mampu untuk meningkatkan pendapatan asli
daerahnya dan mampu meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat sehingga
masyarakat di Kabupaten Madiun bisa menikmati sarana dan prasarana yang
sudah dilaksanakan di Kabupaten Madiun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah Kabupaten Madiun dengan periode
waktu yang diteliti dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2010. Periode waktu
tersebut dipilih untuk dapat membandingkan kondisi pemerintahan dua Bupati
Madiun setelah era otonomi daerah. Pemerintahan Bupati sebelum periode
sekarang adalah pada tahun 2003 sampai dengan tanggal 22 Juli 2008,
sedangkan pemerintahan Bupati Madiun sekarang dimulai pada tanggal 23 Juli
2008 sampai dengan sekarang.
Variabel yang diteliti adalah pendapatan daerah dan belanja daerah sesuai
dengan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
B. Jenis dan Sumber Data
Data penelitian ini merupakan data sekunder dengan studi kepustakaan
yang dikumpulkan dari sumber :
1. Data pendapatan daerah, diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kabupaten Madiun berupa buku Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Madiun.
2. Data belanja daerah, diperoleh dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kabupaten Madiun berupa buku Pertanggungjawaban
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Madiun.
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
C. Teknik Analisis Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang diambil dari
Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah Kabupaten Madiun.
Meteode yang dipakai peneliti adalah metode time trial yaitu metode
dengan mengacu pada tahun anggaran. Disini yang digunakan yaitu mulai
tahun anggaran 2003 sampai dengan tahun anggaran 2010 dengan asumsi
bahwa sudah berada pada era otonomi daerah.
2. Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskripsi dan analisis
kuantitatif dengan variabel pendapatan daerah dan belanja daerah dari tahun
anggaran 2003 sampai dengan tahun anggaran 2010.
a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran
tentang perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten Madiun dari Tahun 2003 sampai dengan Tahun
2010 dengan melihat pertumbuhan APBD, proporsi penerimaan
terhadap APBD dan proporsi pengeluaran terhadap APBD. Analisis
deskriptif bermanfaat dalam memecahkan permasalahan yang aktual
dengan berusaha mengumpulkan, menyajikan, menganalisa dan
membandingkan data yang ada, dimana analisis deskritif menggunakan
tabel dan grafik sebagai hasil.
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
b. Analisis Kuantitatif
1) Derajat Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal yakni perbandingan antara
Pendapatan Asli Daerah dengan Total Penerimaan Daerah. Semakin
tinggi derajat desentralisasi fiskal suatu daerah menunjukkan
semakin tinggi tingkat kemandirian daerah tersebut.
2) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ( Rasio KKD )
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukan
kemandirian keuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah
menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
pendapatan yang diperlukan oleh daerah.
Rasio Kemandirian Daerah dapat diketahui pola hubungan
yang terjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan
kemandirian daerah itu, semakin tinggi rasio kemandirian berarti
tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern
(terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah. Semakin
tinggi kontribusi pendapatan asli daerah dan semakin tinggi
kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannya sendiri
menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Kinerja
keuangan yang positif dapat diartikan sebagai kemampuan keuangan
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung
pelaksanaan otonomi daerah pada daerah tersebut.
3) Rasio Efektivitas Keuangan Daerah ( Rasio EKD )
Rasio Efektivitas Keuangan Daerah berguna untuk mengukur
efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan Keuangan Daerah
terutama pada Pendapatan Daerah.
Rasio efektivitas ini menggambarkan kemampuan pemerintah
daerah dalam merealisaikan Pendapatan Asli Daerah yang
direncanakan dibanding target Pendapatan Asli Daerah yang
ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.
4) Trend kemandirian dan Efektivitas Keuangan Daerah Otonom
Kecenderungan kemandirian dan efektivitas keuangan daerah
otonom penting dinilai untuk mengetahui arah perkembangan
kedua dimensi keuangan ini. Suatu daerah otonom kabupaten / kota
pada suatu tertentu barangkali belum dapat memenuhi kemandirian
dan efektivitas keuangannya, tetapi dengan melihat trend positif
dari kedua dimensi keuangan tersebut diperoleh keyakinan,
walaupun lambat ada peluang akan menuju kemandirian dan
efektivitas keuangan yang ideal.
Trend kemandirian dan efektivitas keuangan daerah dapat
dihitung memakai persentase, digunakan salah satu tahun sebagai
tahun dasar. Suatu tahun dipilih sebagai tahun dasar, maka data
dalam tahun tersebut dinyatakan dengan angka seratus, yang
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
artinya 100% dan data sejenis dalam tahun berikutnya dinyatakan
dalam angka persentase data dari tahun dasar.
Trend kemandirian dan efektivitas keuangan yang digunakan
memakai tahun dasar tahun 2002 dikarenakan perhitungan
keuangan sampai tahun 2010 adalah masih tahun berjalan.
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB IV
KONDISI DAERAH DAN ANALISIS DATA
A. Kondisi Daerah Kabupaten Madiun
1. Kondisi Umum
Kabupaten Madiun secara astronomis memiliki luas 1.010,86 Km2
yang terletak antara 7012’ - 7048’30” Lintang Selatan dan 1110 25’45’’ -
111051’ Bujur Timur. Kabupaten Madiun secara administratif terbagi
dalam 15 kecamatan, 8 kelurahan dan 197 desa. Batas daerah, di sebelah
utara Kabupaten Madiun berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro.
Kabupaten Madiun bagian sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Nganjuk. Kabupaten Madiun bagian sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Ponorogo. Kabupaten Madiun bagian sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ngawi. Jarak antara
Kabupaten Madiun dengan ibukota Propinsi Jawa Timur kurang lebih 175
Km ke arah timur, sedangkan jarak dengan ibukota negara kurang lebih
775 Km dengan arah yang berlawanan.
Wilayah Kabupaten Madiun secara topografis sebagian besar
terletak di dataran rendah dengan bentuk permukaan lahan sebagian besar
(67.576 Ha) relatif datar dengan tingkat kemiringan lereng 0o-15o.
Kabupaten Madiun mempunyai curah hujan sebesar 1.803,75 mm3 setahun
dengan hari hujan sebanyak 93 hari setahun. Bulan Desember merupakan
bulan dengan curah hujan tertinggi yaitu 367,50 mm3, sedangkan bulan
Agustus merupakan bulan kering dengan curah hujan 0 mm3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
2. Visi dan Misi Kabupaten MadiunTahun 2008 – 2013
Pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Madiun periode tahun
2008-2010 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No.
133.35-522 tanggal 21 Juli 2008 tentang Pengangkatan Bupati dan Wakil
Bupati dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 133.35-522
tahun 2008 tentang Pengesahan Pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati
Madiun masa jabatan 2003-2008, maka ditetapkan Bupati dan Wakil
Bupati Madiun untuk masa jabatan 2008-2013 terhitung sejak pelantikan
pada tanggal 23 Juli 2008.
Visi Kabupaten Madiun Tahun 2008 – 2013 adalah sebagai berikut :
” Kabupaten Madiun Sejahtera Tahun 2013 ”.
Makna dari Visi :
1. Memaknakan adanya Proses, yaitu pembangunan berbasis argo,
religius dan gotong royong dalam sistem pemerintahan yang
demokratis dan terpercaya untuk kesejahteraan masyarakat yang
berkeadilan dan berbudaya.
2. Memaknakan adanya Upaya, yaitu pengaturan, pelayanan dan
pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan harkat dan martabat
masyarakat dalam kehidupan ekonomi, sosial budaya dan politik.
3. Memaknakan adanya Wujud, yaitu masyarakat hidup dinamis,
tentram dan terayomi berdasarkan prinsip hari esok lebih baik dari
hari ini, yang mempunyai arti bahwa masyarakat menikmati hasil-
hasil pembangunan, dapat memperbaiki kualitas kehidupannya, dapat
melaksanakan kegiatan sosial ekonomi dengan aman dan damai, dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
berpartisipasi sesuai kemampuan masing-masing, dapat menyalurkan
aspirasi dan dapat memperoleh pelayanan yang baik dari pemerintah.
Misi Kabupaten Madiun adalah :
1. Membangun Perekonomian Rakyat Berbasis Agro dan Berwawasan
Bisnis
2. Mengembangkan Sistem Sosial yang dinamis, berkeadilan dan
berbudaya
3. Mewujudkan Pemerintahan yang demokratis dan terpercaya
4. Meningkatkan Daya Saing Daerah dan kelestarian lingkungan hidup.
Keempat pernyataan misi Bupati tersebut mengandung makna sebagai
berikut :
1. Misi 1 Membangun perekonomian rakyat berbasis agro dan
berwawasan bisnis. Substansi yang dikandung dalam misi ini adalah
terwujudnya pertanian yang maju dan dapat menggerakkan sektor
lain untuk mempercepat kemajuan desa dan mendorong pertumbuhan
ekonomi daereah.
2. Misi 2 Mengembangkan Sistem Sosial yang dinamis, berkeadilan dan
berbudaya. Substansi yang dikandung dalam misi ini adalah
meningkatnya ketahanan sosial dalam kerangka memutus mata rantai
kemiskinan, keterbelakangan dan degradasi moral.
3. Misi 3 Mewujudkan Pemerintahan yang demokratis dan terpercaya.
Substansi yang dikandung dalam misi ini adalah terselenggaranya
pelayanan masyarakat yang prima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
4. Misi 4 Meningkatkan Daya Saing Daerah dan kelestarian lingkungan
hidup. Substansi yang dikandung dalam misi ini adalah meningkatnya
kapasitas daerah yang dapat mendorong terciptanya peluang untuk
maju dan berkembang dengan berwawasan lingkungan hidup..
Bupati Madiun periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2013
mempunyai visi dan mempunyai misi yang bertujuan untuk meningkatkan
Pendapatan Daerah terutama meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
dalam menuju Kabupaten Madiun yang sejahtera tahun 2013.
Bupati Madiun juga mempunyai Program : (1) program prioritas
yaitu pertanian, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, keamanan, dan
lingkungan hidup ; (2) program akselerasi berupa infrastruktur, Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan birokrasi profesional ; (3) program
reguler yaitu program lainnya dilaksanakan secara seimbang dan
bersinergi untuk tujuan : meningkatkan pendapatan masyarakat, perluasan
lapangan pekerjaan, mendorong dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan mencegah dan
mengendalikan degradasi moral.
Program reguler inilah yang dibuat pertimbangan bagi pemerintahan
Kabupaten Madiun dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
masyarakat, dengan demikian pendapatan masyarakat lebih meningkat
sehingga Pendapatan Asli Daerah juga semakin meningkat.
3. Kondisi Keuangan
Pengelolaan Keuangan daerah di Kabupaten Madiun selama masa
jabatan Bupati Madiun tahun 2003-2008 berpedoman Kepmendagri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Nomor 29 Tahun 2002 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006.
Pengelolaan Keuangan daerah tahun 2003-2006 berpedoman pada
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002 tentang
”Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan
Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran dan Pendapatan Belanja
Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”, sedangkan pengelolaan
keuangan daerah tahun 2007- 2008 berpedoman pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang ”Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah”. Penyajian laporan keuangan berdasarkan berdasarkan
dua peraturan tersebut, untuk struktur pendapatan daerah tidak ada
perbedaan, sedangkan untuk struktur belanja daerah tahun 2003-2006
disajikan berdasarkan pembagian bidang kewenangan yaitu : belanja
aparatur dan publik, sedangkan tahun 2007-2008 disajikan berdasarkan
belanja langsung dan tidak langsung.
Keuangan daerah di Kabupaten Madiun juga mengacu pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan ditindaklanjuti dengan menetapkan
Peraturan Daerah tentang APBD yang berguna sebagai arah dan kebijakan
umum serta strategi dan prioritas dalam melaksanakan pembangunan di
Kabupaten Madiun.
Pemerintah Kabupaten Madiun melaporkan pertanggungjawaban
keuangan daerahnya dalam bentuk buku Pertanggungjawaban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
Madiun.
Kondisi keuangan Kabupaten Madiun pada tahun 2008 sampai
dengan tahun 2010 sesuai Tabel 4.1 sebagai berikut.