-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana
alam yang
terus menerus telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia
baik secara
makro maupun mikro. Krisis ini menyebabkan sektor industri dan
jasa mengalami
penurunan yang cukup tajam. Namun di pihak lain justru sektor
pertanian masih
tetap eksis. Hal ini berarti bahwa perekonomian Indonesia tidak
dapat sepenuhnya
tergatung pada sektor industri dan jasa saja, tetapi juga harus
tergantung dari
sektor pertanian. Oleh karena itu semestinya para pengambil
kebijakan baik dari
tingkat pusat, provinsi sampai ke tingkat kabupaten dalam
pembangunan
ekonomi di wilayahnya masing-masing perlu memberikan prioritas
pada sektor
pertanian. Sektor ini terbukti mampu meningkatkan pendapatan
para pelaku
agribisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan
devisa, dan mampu
mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi, 2000).
Peranan sektor pertanian tidak diragukan lagi karena sebagai
sumber
penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang, papan, menyediakan
lapangan
pekerjaan bagi sebagian besar penduduk, memberikan kontribusi
terhadap
pendapatan nasional, dan sebagai penghasil komoditi ekspor.
Sektor pertanian
juga dapat dijadikan basis dalam pengembangan kegiatan ekonomi
pedesaan
sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat melalui
pengembangan usaha
yang berbasis pertanian yaitu agrobisnis dan agroindustri.
Berkembangnya
-
2
perekonomian pedesaan, di samping berdampak pada pendapatan juga
akan
mengurangi urban ke daerah perkotaan.
Tanaman hortikultura di Indonesia merupakan salah satu komoditas
sektor
pertanian yang prospektif untuk dikembangkan. Termasuk dalam
komoditas
hortikultura ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian
nomor: 511 tahun
2006 yang menjadi binaan Ditjen Hortikultura sangat banyak yaitu
323 jenis
komoditas, terdiri atas buah-buahan 60 komoditas, sayur-sayuran
80 komoditas,
biofarmaka 66 komoditas, dan tanaman hias 117 komoditas.
Mengingat begitu
banyaknya cakupan komoditas, maka dalam pembinaan perlu
dilakukan prioritas
dan penajaman aktivitas. Untuk itu kegiatan pembinaannya perlu
dilakukan
terintegrasi antar berbagai pihak, baik pemerintah (pusat dan
daerah), petani,
masyarakat, pelaku usaha (Bahar, 2008). Walaupun sebelumnya
hortikultura
menjadi perhatian kedua oleh pemerintah setelah padi dan
palawija, namun
sejalan dengan tuntutan pasar dan konsumen, sejak era 1990-an
pemerintah telah
menangani hortikultura secara serius. Hal ini dibuktikan dengan
membentuk
dirjen khusus produk hortikultura dan kebijakan untuk memberikan
proteksi
terhadap produk lokal dari serbuan produk asing. (Harian Bali
Post, 2009).
Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura
yang
mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan
secara intensif dan
komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan baik akan mampu
meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani. Di samping sebagai
pemenuhan hobi,
tanaman hias yang berupa bunga-bungaan merupakan salah satu
komoditas
hortikultura cukup prospektif untuk diusahakan saat ini, karena
mempunyai
-
3
banyak kegunaan seperti bahan baku industri minyak wangi,
pewangi kosmetik,
pewangi teh, obat tradisional, bunga tabur dan bunga rangkai
(Rukmana, 2007).
Berkembangnya usahatani tanaman hias akan berdampak pada
munculnya industri
lainnya yang saling melengkapi seperti industri pupuk dan
obat-obatan tanaman
hias, pot bunga dan media tanaman hias.
Berdasarkan sebaran lokasi pengembangan komoditas unggulan
nasional dan
unggulan daerah, Provinsi Bali juga termasuk salah satu sentra
pengembangan
tanaman hias (http://www.hortikultura.deptan.go.id). Hal ini
berarti bahwa
pengembangan tanaman hias di Bali pada masa yang akan datang
cukup baik
karena didukung oleh sumberdaya alam. Berdasarkan data statistik
Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, luas areal tanaman hias
di
Provinsi Bali sampai tahun 2009 mencapai 915,51 ha untuk
berbagai jenis
tanaman hias. Jenis tanaman hias yang dikembangkan adalah
anggrek, anyelir,
mawar, melati, angsoka, krisan, glodial, pisang-pisangan, sedap
malam, palm,
ephorbia, soka, adenium, antorium, dan pakis. Data mengenai
perkembangan areal
tanaman hias yang ada di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel
1.1.
Tabel 1.1
Perkembangan Luas Areal Tanaman Hias di Provinsi Bali
No Tahun Luas Areal
(ha)
Perkembangan
(%)
1 2006 689,43 -
2 2007 704,75 2,22
3 2008 806,84 14,49
4 2009 910,26 12,82
Rata-rata 9,84
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Tahun
2009
-
4
Tabel 1.1 menunjukkan terjadi perkembangan luas areal dari tahun
ke tahun
yaitu tahun 2007 meningkat 2,22%, tahun 2008 meningkat 14,49%
dan tahun
2009 meningkat 12,82% dengan rata-rata peningkatan per tahun
sebesar 9,84%.
Peningkatan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan adanya
peningkatan areal
tanaman hias jenis anggrek. Hal ini mencerminkan bahwa di satu
pihak minat
petani tanaman hias meningkat dan di lain pihak permintaan akan
tanaman hias
juga mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan karena
Bali sebagai
daerah pariwisata dan kondisi sosial budaya masyarakat Bali yang
memakai
bunga sebagai pelengkap sarana upacara keagamaan disamping untuk
keperluan
lainnya.
Selain jenis tanaman hias di atas masih ada lagi jenis tanaman
hias lainnya
yang sudah dikenal luas di Masyarakat Bali yakni bunga
hortensia. Hortensia
(Hydrangea macrophylla) adalah tumbuhan berbunga yang berasal
dari Asia
Timur dan Asia Selatan (Jepang, Tiongkok, Himalaya, Indonesia),
Amerika Utara
dan Amerika Selatan. Tanaman hortensia merupakan tanaman
berbunga indah
yang dapat ditanam di dalam pot, maupun di lapangan. Biasanya
tanaman
hortensia dibudidayakan sebagai tanaman hias maupun bunga
potong. Tanaman
hortensia dikenal dengan nama kembang bokor karena bentuk calyx
(mahkota)
dekat dengan dasar bunga yang berkumpul sebagai bunga berbentuk
bokor
(http://id:wikipedia.org). Tanaman hortensia biasanya dipakai
sebagai taman
pelaminan pengantin karena memberikan efek warna yang indah.
Di Bali tanaman hortensia lebih dikenal dengan nama bunga pecah
seribu
atau kembang seribu yang dibudidayakan sebagai bunga potong
untuk pelengkap
http://wapedia.mobi/id/Tumbuhanhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Timurhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Timurhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Timurhttp://wapedia.mobi/id/Asia_Selatanhttp://wapedia.mobi/id/Jepanghttp://wapedia.mobi/id/Tiongkokhttp://wapedia.mobi/id/Himalayahttp://wapedia.mobi/id/Indonesiahttp://wapedia.mobi/id/Amerika_Utarahttp://wapedia.mobi/id/Amerika_Selatanhttp://id:wikipedia.org/
-
5
sarana upacara adat/agama terutama banten (sesaji) bagi umat
Hindu yang dari-
tahun ke tahun kebutuhannya meningkat seiring dengan pertambahan
jumlah
penduduk dan seringnya upacara keagamaan (Sumerta dkk, 2005).
Bunga
hortensia banyak diminati oleh masyarakat sebagai sarana upacara
karena
harganya yang dapat dijangkau dan bunga tersebut cukup awet
bahkan dapat
bertahan sampai 7 hari sejak bunga tersebut dipetik dari
pohonnya. Bunga
hortensia saat ini sangat mudah dijumpai di pasar-pasar
tradisional. Kebutuhan
bunga hortensia sebagai tanaman hias dan bunga potong segar
tetap diperlukan,
baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Konsumen bunga
hortensia di
Bali meliputi rumah tangga, pedagang bunga, toko-toko bunga
(flower shop).
Tanaman bunga hortensia adalah tanaman cukup spesifik di dataran
tinggi
karena hanya dapat tumbuh dengan baik di Kabupaten Buleleng dan
Tabanan.
Berdasarkan data statistik yang ada di Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten
Buleleng dan Tabanan luas areal tanaman bunga hortensia di
Kabupaten Buleleng
tahun 2009 mencapai 1.043,00 ha dan Kabupaten Tabanan seluas 10
ha.
Perkembangan luas areal tanaman bunga hortensia dan jumlah
produksi di
Kabupaten Buleleng yang dilaporkan selama tiga tahun seperti
Tabel 1.2.
Tabel 1.2
Perkembangan Luas Areal Tanaman dan Produksi
Bunga Hortensia di Kabupaten Buleleng
No Tahun Luas areal
(ha)
Jumlah Produksi
(ku)
Perkembangan
Luas areal (%)
1 2007 214,00 13.500 -
2 2008 518,25 33.790 142,12
3 2009 932,75 69.250 79,98
Rata-rata 110,05
Sumber :Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Tahun
2009
-
6
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan yang drastis dengan rata-rata
sebesar
110,05%. Perkembangan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan
adanya
perluasan lahan areal tanaman di Dusun Asah Munduk Desa Munduk
Kecamatan
Banjar Kabupaten Buleleng. Peningkatan luas areal tanaman bunga
hortensia yang
sangat drastis mencerminkan bahwa usahatani bunga hortensia
sangat diminati
oleh petani. Untuk Wilayah Buleleng hanya terdapat di Kecamatan
Sukasada
dengan luas areal 302,50 ha dan Kecamatan Banjar dengan luas
areal 740,50 ha.
Desa Gobleg, Kecamatan Banjar dengan luas wilayah mencapai
1.915,71
ha (Monografi Desa Gobleg, 2008) adalah salah satu desa di
Kabupaten Buleleng
yang merupakan daerah pertanian. Tanaman yang ditanam oleh
masyarakat di
desa tersebut adalah berupa tanaman kopi, cengkeh, coklat,
jeruk, sayur-sayuran
dan bunga hortensia. Dari luas areal tersebut 687 ha merupakan
luas areal yang
potensial ditanami tanaman bunga hortensia. Tanaman bunga
hortensia sampai
saat ini baru mencapai 584 ha atau (85%). Keadaan topografi,
suhu maupun
kondisi tanah di kawasan ini sangat mendukung pertumbuhan
tanaman hortensia
secara optimal. Tanaman ini mulanya hanya sebagai tanaman
pekarangan,
namun belakangan karena tanaman ini bunganya laku di pasaran
dengan harga
yang cukup menjanjikan maka oleh masyarakat setempat dicoba
untuk
dikembangkan lebih lanjut tanpa melalui proses perencanaan yang
matang.
Tanaman bunga hortensia yang dibudidayakan di Desa Gobleg
sekarang ini,
pada mulanya hanya berupa tanaman hias untuk pekarangan, namun
karena
tanaman bunga hortensia dapat memberikan kontribusi dan
penghasilan bagi
petani bunga hortensia maka sejak tahun 1990an mulai
dikembangkan.
-
7
Pengembangan tanaman bunga hortensia ini juga didorong oleh
keperluan
masyarakat terhadap bunga hortensia cukup banyak. Tanaman bunga
hortensia
dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur sembilan
bulan dan panen
berikutnya umumnya antara 1015 hari sekali. Umur produktif
tanaman hortensia
untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu
tanaman harus
dibongkar secara keseluruhan karena kualitas bunga yang
dihasilkan tidak sebagus
saat umur tanaman masih produktif.
Bunga hortensia yang dihasilkan oleh petani di Desa Gobleg
sangat mudah
dipasarkan karena setiap hari ada pembeli (pengumpul) yang
datang langsung
untuk membeli hasil panennya. Selanjutnya pengumpul akan
memasarkan
kembali ke Denpasar, Klungkung, Gianyar, Buleleng, dan Negara
bahkan sampai
ke Lombok. Informasi yang diperoleh dari pengumpul bahwa semua
bunga yang
di pasarkan laku terjual namun dengan harga yang berpluktuasi.
Pada tahun 2007
harga per kg bunga hortensia di tingkat petani berkisar antara
Rp 200,00 sampai
Rp 6000,00 (Hemadiandari, 2006), dan tahun 2009 berdasarkan
survei harga per
kg antara Rp 800,00 sampai Rp 8.000,00. Kondisi di atas
menunjukkan
permintaan terhadap bunga hortensia dari tahun ke tahun selalu
mengalami
peningkatan.
Usahatani bunga hortensia yang dikembangkan masyarakat di Desa
Gobleg
diharapkan mampu menambah pendapatan petani. Oleh karena itu
diperlukan
pengkajian yang lebih dalam tentang kelayakan usahatani tanaman
bunga
hortensia tersebut agar dapat dipakai sebagai pertimbangan oleh
petani dalam
memilih komoditas yang diusahakan. Berdasarkan latar belakang di
atas,
-
8
menarik untuk dikaji terhadap usahatani tanaman bunga hortensia
untuk
mengetahui kelayakan usaha tersebut ditinjau dari aspek
finansial, aspek pasar,
aspek teknis maupun aspek sosial.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah usahatani tanaman bunga hortensia yang ada di Desa
Gobleg
Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng layak untuk diusahakan
ditinjau dari
aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek
sosial?
2. Manakah yang lebih peka di antara harga input atau harga
output pada
usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar
Kabupaten
Buleleng?
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh petani di Desa
Gobleg
Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dalam usahatani tanaman
bunga
hortensia ?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1. Menganalisis kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia
ditinjau dari
aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial di
Desa Gobleg
Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.
-
9
2. Menganalisis manakah yang lebih peka di antara harga input
dengan output
pada usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan
Banjar
Kabupaten Buleleng?
3. Mengidentifikasi kendala-kendala dalam usahatani bunga
hortensia di Desa
Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi petani, pengusaha dan bank sebagai salah satu sumber
informasi yang
dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan
usahatani
bunga hortensia.
2. Bagi pemerintah khususnya dinas pertanian, sebagai bahan
pertimbangan
dalam pembinaan usahatani bunga hortensia.
3. Bagi kalangan akademis, sebagai informasi bagi peneliti lain
yang ada
kaitannya dengan penelitian ini.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian kelayakan usahatani tanaman bunga
hortensia di
Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng adalah sebagai
berikut.
1. Penilaian kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia
ditinjau dari aspek
finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial.
2. Unit analisis didasarkan pada luas lahan per ha.
3. Umur tanaman yang dianalisis selama satu siklus musim tanam
yaitu 6 tahun
dengan pertimbangan umur ekonomis tanaman sudah habis.
-
10
4. Tingkat harga jual komoditas bunga hortensia menggunakan
harga di tingkat
petani.
5. Data dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah data
tahun 2009
-
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Usahatani
Antara (2009) menyebutkan usahatani (on-farm agribusiness)
yakni
kegiatan yang menggunakan barang - barang modal dan sumber daya
alam untuk
menghasilkan komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini
adalah usaha
tanaman pangan, hortikultura, usahatani peternakan, usaha
perikanan dan usaha
kehutanan.
Menurut Suratiyah (2006), usahatani adalah seorang yang
mengusahakan
dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya
sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.
Rivai (1980)
dalam Hernanto (1993) mendefinisikan usahatani sebagai
organisasi dari alam,
kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan
pertanian.
Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja
diusahakan oleh
seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang
terikat genologis,
politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Usahatani dalam
keseharian,
adalah
1. Adanya lahan, tanah yang di atasnya tumbuh tanaman, dibuat
kolam, tambak,
sawah, tegalan, ada tanaman tahunan atau tanaman setahun.
2. Ada bangunan yang berupa rumah petani, gudang dan kandang,
lantai jemur,
dan lain-lain.
3. Ada alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu,
linggis, sprayer, traktor,
pompa air, dan lain-lain.
-
12
4. Ada pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam,
memelihara, dan lain-
lain.
5. Ada kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya,
mengawasi
jalannya usahatani, dan menikmati usahataninya.
Secara umum dapat dikatakan bahwa beragamnya usahatani
dipengaruhi oleh
aspek-aspek sosial, ekononi, dan politik yang ada di lingkungan
usahatani. Petani
kaya yang ekonominya kuat akan memilih komoditi yang mampu
diusahakan
dalam skala yang berbeda dengan petani kecil.
Ada empat unsur pokok yang selalu ada pada usahatani (Hernanto,
1993)
yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan
(management)
a. Tanah, dengan sifat yang khusus seperti relatif langka
dibandingkan faktor
produksi lainnya, distribusi penguasaan di masyarakat tidak
merata, luas
relatif tetap, tidak dapat dipindahkan dan dapat dipindah
tangankan, maka
tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi
usahatani,
meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau
unsur pokok
modal usahatani.
b. Tenaga kerja, dibedakan menjadi: tenaga kerja manusia, tenaga
kerja ternak,
tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga
kerja pria,
wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan
semua jenis
pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja
manusia
dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman,
tingkat
kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan
kondisi lahan
usahatani.
-
13
c. Modal dalam pengertian ekonomi merupakan barang atau uang
yang bersama-
sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta
pengelolaan
menghasilkan barang baru yaitu produksi pertanian.
Pada usahatani yang dimaksudkan modal adalah
1) Tanah;
2) Bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik, dan
lain-lain);
3) Alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, sprayer, cangkul,
parang, dan lain-
lain);
4) Tanaman, ternak, dan ikan di kolam;
5) Bahan-bahan pertanian (pupuk, bibit, dan obat-obatan);
6) Piutang di bank;
7) Uang tunai.
d. Pengelolaan (management), adalah kemampuan petani
menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor produksi yang
dikuasainya
dengan baik dan mampu memberikan produksi pertanian
sebagaimana
diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah
produktivitas
dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya.
Inti dari semua itu adalah manusia, gagasan, dan akal budi
serta
prasarana/sarana yang merupakan dasar setiap pengorganisasian
seorang
pengelola untuk bekerja. Gagasan akan menumbuhkan kehendak
berfikir
konsepsional, sarana untuk administrasi, sedang manusia berperan
dalam
kepemimpinan atau wirausaha.
-
14
Petani saja tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan
usahataninya sendiri. Oleh karena itu, perlu bantuan dari luar
baik secara
langsung dalam bentuk bimbingan dan pembinaan usahatani maupun
tidak
langsung dalam bentuk insentif yang dapat mendorong petani
mendorong hal-
hal baru dan mengadakan tindakan perubahan. Soetriono dkk.
(2006)
mengatakan petani harus memperhatikan faktor-faktor internal dan
eksternal
seperti dijelaskan sebagai berikut :
1) Faktor-faktor internal usahatani meliputi : petani pengelola,
tanah
usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan
petani
mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah anggota
keluarga.
2) Faktor-faktor eksternal usahatani meliputi : tersedianya
sarana transportasi
dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil
dan
bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain),
fasilitas kredit,
dan sarana penyuluhan bagi petani.
2.2 Tanaman Bunga Hortensia
Menurut Heru A. Muawin,
(http://heruamuawinmenembuscakrawala.
blogspot.com hortensia-hydrangea) tanaman bunga hortensia
(Hydrangea
macrophylla) dari keluarga Saxifragaceae merupakan tanaman hias
yang berasal
dari Honsu, sebuah pulau besar di Jepang. Di Indonesia hortensia
lebih dikenal
dengan nama kembang bokor dan di Bali dikenal dengan nama pecah
seribu atau
kembang seribu dan lebih banyak dibudidayakan sebagai bunga
potong dan
tanaman hias. Bunga hortensia berwarna biru atau biru kemerahan.
Saat awal
-
15
mekar berwarna biru kehijauan, kemudian menjadi biru, biru ungu
atau biru
kemerahan, tergantung pada pH tanah.
Hortensia berasal dari daerah subtropis, maka tumbuh baik di
daerah dataran
tinggi, mulai ketinggian 500 s.d. 1.500m di atas permukaan laut.
Tanaman ini
cocok pada jenis tanah yang banyak mengandung pasir dan kompos.
Pengaturan
warna bunga tergantung pada pengaturan kadar pH tanah. Aluminium
yang
banyak dikandung di dalam tanah dapat menyebabkan pH tanah
menurun (pH 5,5)
sehingga mempengaruhi warna bunga menjadi biru. Namun, apabila
kandungan
kapur ditambah sehingga pH meningkat menjadi 6,5-7 akan
mempengaruhi warna
bunga menjadi pink. Demikian pula apabila terlalu banyak dalam
pemberian
pospor dan nitrogen akan mempengaruhi tersedianya aluminium
(semakin
berkurang) sehingga pH rendah.
Tanaman hortensia diperbanyak dengan stek pucuk (terminal) dari
batang
atau vegetatif stock tanaman. Dibutuhkan waktu 3-4 minggu agar
stek tidak basah
sebelum bibit tanaman siap dipindahkan ke lapangan. Ada tiga
faktor yang
dibutuhkan dalam membuat stek tanaman hortensia yaitu sumber
stek bebas dari
hama dan penyakit, optimum suhu untuk pengakaran 24o -25
o C, dan
memperhatikan sanitasi selama pengakaran.
Perlakuan/pengkondisian suhu di
bawah 20o
C selama enam minggu pada saat pembibitan, akan merangsang
pembungaan lebih cepat, sedangkan perlakuan suhu di atas 25o C
batang tanaman
dan bunga cenderung kecil.
Perawatan tanaman hortensia berupa pencegahan terhadap
organisme
pengganggu tanaman seperti cendawan atau penyakit dapat
dilakukan melalui
-
16
penyemprotan sejak pembibitan dengan menggunakan Benlate atau
fungisida lain.
Apabila virus yang menyerang tanaman, maka pohon induk yang
terkena virus
sejak awal harus dicabut atau dieleminasi. Selain itu serangan
Bontrytis dan
aphids sering terjadi secara bersamaan sehingga penggunaan
pestisida secara
bergantian dapat dilakukan untuk mengantisipasinya. . Tanaman
bunga hortensia
baru dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur 9
(sembilan) bulan
dan panen berikutnya umumnya setiap 10 15 hari sekali. Umur
produktif
tanaman hortensia untuk satu periode musim tanam adalah enam
tahun setelah itu
tanaman harus dibongkar secara keseluruhan karena kualitasnya
bunga yang
dihasilkan tidak sebagus saat umur tanaman masih produktif.
Selain sebagai tanaman hias dipekarangan dan untuk keperluan
sarana
upacara agama (banten) tanaman hortensia juga dapat dipakai
sebagai obat.
Menurut hasil program mini riset (anonim,2008) disebutkan bunga
hortensia
bersifat sedikit beracun jika dimakan karena semua bagian
tanaman mengandung
glukosida sianogenik, walaupun demikian jarang ada kasus
keracunan karena
tanaman ini tidak enak dimakan. Daun dan akar tanaman ini juga
dimanfaatkan
sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan
yang
memiliki kandungan pigmen, anthosianin yang sangat tinggi.
Secara garis besar
tanaman hortensia bisa memberikan efek antioksidan, dan
anthosianin juga
berpotensi dengan perannya dalam terapeutik yang berhubungan
dengan penyakit
kardiovaskular.
http://wapedia.mobi/id/Glukosida_sianogenik
-
17
2.3 Pengertian Studi Kelayakan
Studi kelayakan (feasibility study) pada akhir-akhir ini telah
banyak dikenal
oleh masyarakat, terutama yang bergerak dalam bidang dunia
usaha. Bermacam-
macam peluang dan kesempatan yang ada dalam dunia usaha telah
menuntut
untuk menilai sejauh mana peluang tersebut dapat memberikan
manfaat (benefit)
apabila dilaksanakan. Kegiatan menilai sejauh mana manfaat yang
diperoleh
dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha disebut dengan studi
kelayakan bisnis
(Ibrahim, 2003). Selanjutnya Kasmir dan Jakfar (2003) mengatakan
bahwa suatu
studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari
secara mendalam
tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam
rangka menentukan
layak tidaknya usaha yang dijalankan. Menilai dan meneliti
sejauh mana kegiatan
usaha tersebut memberikan keuntungan sangatlah penting dilakukan
dengan
tujuan untuk memperbaiki dalam pemilihan investasi. Oleh karena
sumber-sumber
yang tersedia bagi kegiatan usaha adalah terbatas, maka perlu
diadakan pemilihan
dari berbagai macam alternatif yang ada. Kesalahan dalam memilih
usaha dapat
mengakibatkan pengorbanan dari sumber-sumber yang langka. Untuk
itu perlu
diadakan analisis terhadap berbagai alternatif kegiatan yang
tersedia sebelum,
sedang dan sudah melaksanakannya dengan jalan menghitung biaya
dan manfaat
yang diharapkan dari kegiatan tersebut.
Lebih jauh Sutojo (2000) mengatakan fokus utama studi kelayakan
proyek
terpusat pada empat macam aspek yakni
1. Aspek pasar dan pemasaran, yang meneliti apakah pada masa
yang akan
datang, ada cukup permintaan di pasar yang akan dapat menyerap
produk
-
18
yang dihasilkan oleh usaha yang dilaksanakan.Disamping itu juga
diteliti
kemampuan usaha yang dibangun untuk bersaing di pasar.
2. Aspek produksi, teknik dan teknologi, yang mencakup penentuan
kapasitas
usaha yang ekonomis,jenis teknologi dan peralatan yang
digunakan.
3. Aspek manajemen dan sumber daya manusia, mencakup penelitian
jenis dan
jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk mengelola dan
mengoperasikan
usaha tersebut.
4. Aspek keuangan dan ekonomi, mencakup perhitungan anggaran
investasi yang
dibutuhkan, sumber pembiayaan investasi serta kemampuan proyek
tersebut
menghasilkan keuntungan.
2.4 Manfaat Studi Kelayakan
Laporan studi kelayakan bisnis yang telah dibuat dinyatakan
layak untuk
dilaksanakan, maka ada pihak-pihak tertentu yang memerlukan
laporan tersebut
(Umar, 1999). Adapun yang membutuhkan laporan studi kelayakan
tersebut
adalah
1. Pihak investor
Calon investor mempunyai kepentingan terhadap laporan studi
kelayakan bisnis karena dari laporan tersebut terlihat
keuntungan yang
diperkirakan .
2. Pihak kreditor.
Pendanaan proyek dapat juga dari bank. Pihak bank akan mengkaji
ulang
studi kelayakan bisnis yang telah dibuat tersebut termasuk
-
19
mempertimbangkan sisi lain, misalnya bonafiditas dan tersedianya
agunan
yang dimiliki sebelum untuk memutuskan memberikan kredit.
3. Pihak manajemen
Bagi pihak manajemen pembuatan proposal ini merupakan suatu
upaya
dalam rangka merealisasikan ide proyek yang bermuara pada
peningkatan
usaha dalam rangka meningkatkan laba perusahaan.
4. Pihak pemerintah dan masyarakat
Studi kelayakan yang disusun perlu memperhatikan
kebijakan-kebijakan
yang telah ditetapkan pemerintah secara langsung maupun tidak
langsung
dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan.
5. Bagi tujuan pembangunan ekonomi
Dalam menyususn studi kelayakan bisnis juga menganalisis
manfaat
yang akan didapat atau biaya-biaya yang akan ditimbulkan oleh
proyek
tersebut terhadap perekonomian nasional.
2.5 Tinjauan Investasi
Investasi dalam arti luas berarti mengorbankan rupiah sekarang
untuk rupiah
masa depan. Ada dua atribut yang melekat yakni waktu dan
resiko
(William, 2005). Selanjutnya keputusan investasi merupakan suatu
tindakan
melepaskan dana saat sekarang dengan harapan untuk dapat
menghasilkan arus
dana dimasa mendatang yang jumlahnya relatif lebih besar dari
dana yang telah
dilepaskan pada saat investasi awal (initial investment).
Investasi dari segi ruang
lingkupnya yakni, investasi pada aktiva nyata (real assets atau
real investment),
seperti pendirian pabrik, hotel/restaurant, perkebunan, dan
investasi pada aktiva
-
20
keuangan (financial assets atau financial investment), seperti
pembelian surat-
surat berharga berupa saham atau obligasi. Investasi ditinjau
dari segi kepastian
memperoleh keuntungan dapat berupa, investasi yang bebas resiko
(free risk
investment) misalnya pembelian obligasi, dan investasi yang
beresiko (risk
investment).
Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana
pada saat
ini dengan harapan dapat menghasilakan keuntungan di masa depan
(Halim,2005).
Investasi dapat pula dikatakan sebagai pembentukan modal. Dengan
demikian
investasi merupakan upaya untuk menambah banyak barang produksi
oleh
masyarakat yang kelebihan dana. Pengeluaran yang dipergunakan
untuk keperluan
investasi merupakan pengeluaran untuk pembelian barang modal
riil. Investasi
dapat dibedakan menjadi dua macam (Pudjosumarto, 2001) yaitu
a) Investasi otonom (autonomous investment) adalah investasi
yang tidak
dipengaruhi oleh adanya perubahan pendapatan nasional ataupun
tingkat suku
bunga. Investasi ini akan mengalami perubahan nilainya jika
terjadi perubahan
teknologi.
b) Investasi dorongan (induced investment) adalah investasi yang
didorong oleh
adanya perubahan pendapatan nasional.
Investasi dipandang dari segi perusahaan, adalah merupakan
konversi uang
pada saat sekarang dengan perhitungan untuk memperoleh arus dana
atau
penghematan arus dana di masa yang akan datang. Setiap usulan
investasi harus
diukur dari kemampuan proyek tersebut untuk menghasilkan arus
dana yang lebih
-
21
besar dari investasi semula dan dengan demikian memberikan
tingkat pemulihan
yang sepadan dengan apa yang diinginkan investor.
Tujuan investasi adalah memberi nilai tambah yang yang lebih
besar
terhadap perusahaan sehingga dapat memperpanjang umur ekonomis
perusahaan.
Bagaimana mengestimasi biaya yang telah dikeluarkan masa kini,
dengan harapan
aliran dana yang masuk diwaktu yang akan datang lebih
menguntungkan. Tentu
ini memerlukan adanya perencanaan yang matang dalam mengestimasi
tahapan
kegiatan yang akan dilakukan agar dapat tergambarkan lebih
terinci dalam skema
yang jelas. Nilai manfaat investasi secara tidak langsung dapat
pula memberi
dampak sosial ekonomis kepada masyarakat sekitarnya. Terbukanya
lapangan
kerja baru, peningkatan pendapatan masyarakat, masyarakat
terbuka dari terisolasi
kemajuan sekitarnya, serta dapat mengakses informasi pada
kemajuan yang lebih
respek terhadap berbagai kejadian yang muncul.
Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), manfaat kegiatan investasi
antara
lain; terbukanya kesempatan kerja, peningkatan output yang
dihasilkan,
bertambahnya pendapatan regional, terbukanya daerah dari
keterbelakangan,
terjadinya perubahan pendidikan dan pola pikir masyarakat,
meningkatnya
disiplin masyarakat, timbulnya industri hilir, penghematan
devisa ataupun
penambahan devisa.
2.6 Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan dalam pembangunan
usaha,
terdiri dari sewa lahan/tanah, gedung/bangunan/kandang, mesin,
peralatan, biaya
pemasangan, biaya kendaraan, biaya studi kelayakan dan biaya
lainya yang
-
22
berhubungan dengan pembangunan usaha/proyek (Ibrahim, 2003). Ada
beberapa
pertimbangan rasional yang mendasari investasi yaitu nilai waktu
atas uang (time
value of money), kriteria investasi, penyusutan, resiko, nilai
akhir dan umur
ekonomis investasi. Biaya investasi adalah biaya biaya yang akan
dikeluarkan
dimasa yang akan datang (Suratman, 2001) yang meliputi antara
lain:
1. Biaya angsuran hutang dan bunga
Pengeluaran angsuran hutang dan bunga akan dimasukkan dalam
biaya
ekonomis tergantung apakah terdapat beban sosial yang dianggap
harus
ditanggung masyarakat sehubungan dengan angsuran pembiayaan
suatu
proyek atau tidak, biaya proyek atau biaya investasi dapat
dihitung pada
waktu investasi dikeluarkan atau dapat dihitung pada waktu
pinjaman untuk
investasi dilunasi beserta bunganya.
2. Penyusutan (depreciation)
Penyusutan merupakan dana pengganti dari aktiva yang tidak
ekonomis
lagi, atau dianggap sebagai keuntungan dalam perhitungan laba
rugi,
karena dana yang disisihkan sebenarnya merupakan penerimaan
perusahaan.
Jenis investasi yang perlu disusutkan terdiri dari: mesin,
bangunan/gedung,
dan peralatan lainnya yang memerlukan penggantian pada suatu
masa
sebagai akibat dari pemakaian. Besar kecilnya biaya penyusutan
yang
dilakukan pada setiap aktiva tergantung pada harga perolehan
aktiva, umur
ekonomis, serta metode yang digunakan dalam penyusutan.
3. Biaya kontruksi atau peralatan.
-
23
Biaya kontruksi dapat meliputi: (1) peralatan adalah segala
peralatan yang
dipergunakan di dalam mengerjakan proyek, (2) bahan-bahan
adalah
segala bahan yang dipergunakan dalam kegiatan proyek dan; (3)
tenaga
kerja yang berhubungan dengan upah.
4. Sewa tanah
Biaya ini dihitung apabila tanah yang digunakan memberikan hasil
seperti
tanah sawah, tanah perkebunan.
5. Biaya modal kerja.
Adalah modal yang digunakan dan dimasukkan sebagai biaya
tahun
pertama.
6. Sunk cost
Adalah biaya - biaya yang telah dikeluarkan jauh sebelum rencana
kegiatan
proyek/investasi tersebut dilaksanakan.
7. Intangible cost
Adalah hal - hal yang riil akan tetapi sulit diperhitungkan
dalam nilai uang,
namun mencerminkan nilai yang sebenarnya. Bentuk biaya
intangible
seperti merk, kontrak manajemen, hak patent.
2.7 Nilai Waktu atas Uang
Nilai waktu dari uang menunjukkan kepada kondisi di mana uang
sekarang
sebesar Rp 1.000.000,00 berbeda dengan uang Rp 1.000.000,00 satu
bulan di
masa yang akan datang (Ichsan dkk. 2000). Investasi yang
dikeluarkan pada saat
ini untuk pengadaan suatu usaha/proyek tidak serta merta
menghasilkan
peningkatan pendapatan hari ini, karena dibutuhkan suatu jangka
waktu tertentu.
-
24
Ada kecendrungan di mana makin tinggi jumlah dan kualitas
pembiayaan/investasi, biasanya jangka waktu makin panjang sesuai
dengan umur
ekonomis usaha yang akan dilakukan. Perlu pula diperhatikan uang
sebagai nilai
manfaat ekonomi dari suatu investasi yang diperkirakan akan
diterima pada masa
mendatang tidak sama dengan nilai uang yang diterima pada saat
ini, karena
adanya faktor tingkat suku bunga (interest rate). Atas
pertimbangan pokok dari
investasi adalah berapa nilai sekarang (present value) dari uang
yang akan
diperoleh di masa mendatang, atau berapa nilai uang masa
mendatang (future
value) yang diperoleh dari jumlah yang diinvestasikan saat
ini.
2.8 Kriteria Kelayakan Investasi
Kriteria kelayakan investasi merupakan standar ukuran untuk
menilai apakah
usaha investasi itu layak atau tidak. Keputusan investasi adalah
keputusan
rasional, karena didasarkan atas pertimbangan rasional. Namun
demikian dalam
jangka pendek, digunakan beberapa alat bantu atau kriteria
tertentu untuk
memutuskan diterima atau ditolaknya rencana investasi. Menurut
Sofyan
(2004), kriteria penilaian kelayakan suatu usaha didasarkan pada
dua kategori
yaitu teknik perhitungan yang tidak memperhitungkan time value
of money atau
metode undiscounted yang terdiri dari Payback Period dan
marginal efficiency
of capital (MEC) serta teknik perhitungan yang berdasarkan time
value of money
atau metode discounted yang terdiri dari Net Present Value
(NPV), Benefit Cost
Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR).
-
25
2.8.1 Metode undiscounted
Metode undiscounted tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang
namun
hanya berdasarkan nilai nominal dari uang tersebut. Metode
undiscounted yang
umum dipakai adalah metode payback period. Metode ini untuk
mengetahui
waktu yang dibutuhkan berapa lama investasi yang direncanakan
dapat
dikembalikan. Metode payback period mencoba mengukur seberapa
cepat
investasi bisa kembali. Karena metode ini mengukur seberapa
cepat suatu
investasi dapat kembali, maka dasar yang dipergunakan adalah
aliran kas, bukan
laba. Untuk itu dihitung dulu aliran kas dari proyek tersebut.
Jika waktu yang
dibutuhkan makin pendek, proposal investasi dianggap makin baik.
Kendatipun
demikian, berhati-hati dalam menafsirkan kriteria Payback
Period, ini sebab ada
investasi yang baru menguntungkan dalam jangka waktu lebih dari
lima tahun.
Rumus Payback Period (Kasmir dan Jakfar, 2003) adalah
Payback Period = tahunxbersihkasAliran
investasiNilai1
Kriteria penilaiannya adalah jika Payback Period lebih pendek
waktunya dari
umur ekonomis maka usulan investasi dapat diterima.
2.8.2 Metode discounted
2.8.2.1 Net present value
Net Present Value adalah selisih antara Present Value dari
investasi dengan
nilai sekarang dari penerimaan kas bersih (aliran kas
operasional maupun kas
terminal). Metode penilaian ini adalah mengukur selisih antara
total arus kas
masuk (input) setiap tahun dengan total arus kas keluar (biaya)
setiap tahun
setelah didiskontokan dengan discount factor. Untuk menghitung
nilai sekarang
-
26
tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang
dianggap relevan.
Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga yang
berlaku saat
dilakukan keputusan investasi, masih terpisah waktu mulai
mengaitkan keputusan
investasi dengan keputusan pembelanjaan. Perhatian disini
keterkaitan hanya
akan mempengaruhi tingkat bunga, bukan aliran kas. Apabila nilai
sekarang
penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar
daripada nilai
sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan
sehingga diterima
bila NPV > 0, artinya di mana nilai sekarang penerimaan total
lebih besar dari
pada nilai sekarang biaya total. Formulasi yang digunakan untuk
menghitung
NPV ( Husein Umar, 1999) adalah
n
tt
t
K
CFNPV
1 )1(- Io
Di mana :
CFt = aliran kas pertahun pada periode t
Io = investasi awal pada tahun 0 K = Suku bunga (discount rate)
yang berlaku
t = periode
n = tahun
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai NPV
adalah:
NPV > 0 proyek diterima
NPV < 0 proyek ditolak
NPV = proyek berada dalam keadaan break even
2.8.2.2 Internal rate of return
H.M. Yacob Ibrahim (2003) menyatakan bahwa IRR adalah suatu
kriteria
investasi untuk mengetahui prosentase keuntungan dari suatu
proyek tiap - tiap
tahun dan juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam
mengembalikan
-
27
bunga pinjaman. Metode ini menghitung tingkat bunga yang
menyamakan nilai
sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih
di masa yang
akan datang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar dari tingkat
bunga relevan
(tingkat keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan
menguntungkan,
kalau lebih kecil dikatakan merugikan.
Metode ini adalah mengukur nilai tingkat pengembalian investasi
ketika
NPV sama dengan nol. Jika pada saat NPV=0, misalnya nilai
IRR=14%, maka
tingkat pengembalian investasi adalah 14%. Keputusan akan
menerima atau
menolak investasi dapat dilakukan atas pertimbangan hasil
perbandingan IRR
dengan tingkat suku bunga yang berlaku (r). Jika IRR > r,
maka investasi
diterima, sedangkan IRR< r, maka rencana investasi ditolak.
IRR dapat dihitung
dengan rumus (M.H. Yacob Ibrahim, 2003):
IRR = )( 1221
11 ii
NPVNPV
NPVi
Di mana:
IRR = Internal Rate of Return
i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)
i2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif) NPV1 = Net
present value pada tingkat bunga ke satu
NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR
adalah
sebagai berikut
IRR > tingkat bunga : berarti investasi diterima
IRR < tingkat bunga : berarti investasi ditolak
-
28
IRR= tingkat bunga : berarti tingkat pengembalian investasi sama
dengan
tingkat bunga yang berlaku sehingga investasi bisa ditolak
atau
diterima tergantung pengambil keputusan.
2.8.2.3 Benefit cost ratio (BCR)
Rasio ini adalah merupakan alat untuk mengukur perbandingan
total nilai
sekarang arus kas masuk dan arus kas keluar yang didiskontokan
dengan discount
factor. Output disimbulkan dengan B (benefit) dan biaya yang
dikeluarkan
disimbulkan dengan C (cost). Jika BCR sama dengan 1, maka nilai
B=C, di mana
benefit/output yang dihasilkan sama dengan biaya yang
dikeluarkan. Sedangkan
bila BCR 1, maka artinya output/benefit
yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan.
Dalam keadaan
seperti ini, keputusan investasi menerima atau menolak proposal
investasi dapat
dilakukan dengan melihat nilai BCR, yang umumnya proposal
investasi baru
diterima bila BCR >1, artinya manfaat yang dihasilkan lebih
besar dari pada biaya
yang dikeluarkan. Adapun rumusnya (Gaspersz, 2000) adalah
BCR(i) = { {Bt/(1+i)t }}/ {Co + {Ct/(1+i)
t}}
Di mana :
BCR(i) = nilai rasio manfaat-biaya pada tingkat interest rate
(i) per tahun
Bt = penerimaan total (manfaat ekonomi) pada periode waktu
ke-t
(t-1,2,3..,n)
Co = biaya investasi awal Ct = biaya total yang dikeluarkan pada
periode waktu ke-t
(t-1,2,3..,n)
(1+i)t
= diskon faktor (DF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh
waktu
terhadap nilai uang pada periode ke-t dengan interest rate i per
tahun
-
29
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit
Cost Ratio
adalah sebagai berikut
BCR > 1 Proyek layak untuk dikerjakan
BCR < 1 Proyek tidak layak untuk dikerjakan
2.9 Saluran Pemasaran.
Saluran pemasaran adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus
barang dari
produsen melalui perantara akhirnya sampai ke tangan konsumen.
Lebih lanjut
Saefuddin (1982), menyatakan bahwa saluran pemasaran merupakan
aliran yang
dilalui oleh barang dan jasa melalui lembaga pemasaran sampai
barang dan jasa
tersebut tiba di tangan konsumen. Panjang pendeknya saluran
pemasaran yang
dilalui oleh suatu komoditas tergantung dari jarak antara
produsen ke konsumen,
cepat atau tidaknya komoditas tersebut menjadi rusak, skala
produksi, posisi
keuangan perusahaan.
Menurut Rihardi (2001), dalam bisnis terdapat tiga pendukung
yang
memegang peranan penting pada saluran distribusinya. Ketiga
pendukung tersebut
adalah konsumen, petani, dan perantara. Konsumen merupakan
pembeli terakhir.
Petani yang langsung berhubungan dengan proses produksi, serta
bertanggung
jawab terhadap mutu produk yang dihasilkan, sedangkan perantara
menyalurkan
produk dari produsen ketangan konsumen.
Pola saluran pemasaran komoditi pertanian berbeda dengan pola
saluran
pemasaran untuk barang-barang industri. Pola saluran pemasaran
pertanian
berbentuk kali (X), karena produk pertanian dihasilkan secara
terpencar-pencar
dalam jumlah relatif kecil. Produk dikumpulkan oleh pedagang
pengumpul, dijual
-
30
kepada pedagang besar, ke pengecer lalu ke konsumen dan untuk
lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Sudiyono, 2004)
Gambar 2.1 Pemasaran Komoditi Pertanian
(1) (2) (3) (4) (5)
.
Keterangan :
(1). Petani atau produsen produk pertanian.
(2). Pedagang pengumpul.
(3). Pedagang besar.
(4). Pedagang pengecer.
(5). Konsumen.
2.10 Penelitian-Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis
kelayakan
dan berhubungan dengan tanaman bunga horetnsia, telah dilakukan
oleh beberapa
orang peneliti.
Karyana (2006) dengan judul Kelayakan Usahatani Hortikultura
(Krisan,
Cabai Paprika, dan Strowberi) Pada Rumah Plastik di Desa
Pancasari Kecamatan
Sukasada Kabupaten Buleleng, menunjukkan usahatani untuk ketiga
komoditas
tersebut di atas layak untuk diusahakan dilihat dari aspek
finansialnya. Hasil
analisis diperoleh NPV>0, BCR>1, IRR>i dan analisis
sensitivitas dengan biaya
naik 10% dan penerimaan turun 10% nilai NPV >0 dan ekspektasi
nilai bersih >0.
-
31
Aspek non finansial memperoleh rata-rata skor yaitu aspek pasar
4,22, aspek
teknis 4,49 dan aspek sosial 4,35. Ketiga komoditas di atas yang
paling layak
diusahakan adalah tanaman bunga krisan kemudian berturut-turut
tanaman
stroberi dan paprika. Spesifikasi dari penelitian ini terletak
pada pemilihan salah
satu komoditi yang harus dipilih berdasarkan pendekatan
incremental cost dari
masing-masing komoditas tersebut.
Murti (2009) meneliti tentang Analisis Kelayakan
Pengembangan
Agribisnis Lidah Buaya Oleh Petani di Kabupaten Gianyar Yang
Menjadi Mitra
PT Aloevera Bali menunjukkan bahwa agribisnis lidah buaya yang
diusahakan
oleh petani direkomendasikan layak untuk diusahakan dengan skor
terboboti
sebesar 4,675. Perincian skor terboboti untuk masing-masing
kriteria penilaian
adalah kelayakan pasar skor terboboti 1,882, kelayakan teknis
skor terboboti
0,879, kelayakan sosial skor terboboti 0,960 dan kelayakan
finansial skor
terboboti 1,00. Penilaian kelayakan secara finansial diperoleh
hasil payback
period 2,625 tahun, NPV sebesar Rp 98.215.317,00, Benefit Cost
Ratio 1,50 dan
IRR 32,91% pada tingkat bunga yang berlaku 16% dan BEP 103,399
kg pada
Rp 155.098.767,00. Hasil analisis sensitivitas pada saat nilai
output turun 10%
ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara
finansial usahatani
lidah buaya masih layak diusahakan. Begitu pula pada saat harga
input naik 10%
ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara
finansial usahatani
lidah buaya masih layak diusahakan. Spesifikasi dari penelitian
ini adalah pada
pola kemitraan untuk meningkatkan usaha agribisnis lidah
buaya.
-
32
Hasil penelitian komoditas Hortikultura (Krisan, Cabai Paprika,
dan
Strowberi) maupun Lidah Buaya terdahulu ternyata semuanya layak
untuk
diusahakan dilihat dari kriteria investasi yang meliputi:
Payback Period, Net
Present Value, Internal Rate of Return dan Benefit Cost
Ratio.
Hemadiandari (2006) dengan judul Saluran dan Marjin Pemasaran
Bunga
Hortensia (Hydrangea macrophylla) Di Desa Gobleg, Kecamatan
Banjar,
Kabupaten Buleleng. Hasil penelitiannya menunjukkan bentuk
saluran
pemasaran bunga hortensia ada tiga tipe saluran pemasaran,
yaitu
- Saluran I: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Luar
Desa
Konsumen
- Saluran II: Petani Pedagang pengumpul Desa Pengecer
Konsumen
- Saluran III: Petani Pedagang Luar Desa Konsumen
Ke tiga bentuk saluran pemasaran bunga hortensia menunjukkan
bahwa marjin
pemasaran tertinggi ada pada saluran II yaitu Rp 3.057,07/kg,
sedangkan share
harga yang diterima petani tertinggi ada pada saluran pemasaran
III dengan share
harga 56,46%. Share biaya yang terbesar ada pada saluran
pemasaran III dengan
share biaya 17,97% dan share keuntungan terbesar ada pada
saluran pemasaran I
sebesar 84,01% yang dinikmati oleh pedagang pengumpul luar
desa.
-
33
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL
Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura
yang
mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan
secara intensif dan
komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan profesional akan
meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani. Tanaman hortikultura
khususnya bunga
hortensia (Hydrangea macrophylla) yang dikenal masyarakat
sebagai tanaman
hias di pekarangan, juga sebagai tanaman yang bernilai ekonomis,
karena dapat
dijual untuk melengkapi sarana upacara banten (sesaji) dan
berbagai keperluan
lainnya.
Informasi dari data yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan
Provinsi Bali
menyebutkan bahwa tanaman bunga hortensia berkembang dengan baik
di
Kabupaten Buleleng dan Tabanan. Perkembangan yang terbanyak ada
di
Kabupaten Buleleng yaitu di Kecamatan Banjar dengan sentra
produksi di Desa
Gobleg.
Masyarakat Desa Gobleg, khusunya yang tinggal di Dusun Asah,
sebagian
besar penduduknya menanam tanaman bunga hortensia. Masyarakat
yang ada di
wilayah tersebut pendapatannya sangat tergantung dari usahatani
bunga hortensia.
Tanaman ini sangat membantu perekonomian masyarakat setempat
karena setiap
sepuluh sampai dengan lima belas hari sekali dapat mendatangkan
penghasilan
dari penjualan bunganya.
Dalam pengembangan usahatani bunga hortensia petani perlu
mengetahui
tentang kelayakan usahanya ditinjau dari aspek finansial, aspek
teknis, aspek
-
34
pasar dan aspek sosial. Usahatani bunga hortensia yang
diusahakan selama ini
oleh masyarakat belum memperhatikan kelayakan usahanya. Dengan
demikian
informasi mengenai kelayakan sangat diperlukan untuk
pengembangan usahatani
bunga hortensia apabila dikaitkan dengan investor atau
diusahakan sendiri oleh
petani.
Analisis mengenai kelayakan usahatani bunga hortensia dapat
dilakukan
dengan metode kuantitatif dari aspek finansialnya dan kualitatif
dari aspek teknis,
apek pasar dan aspek sosial. Setelah dilakukan analisis dari
masing-masing aspek
tersebut selanjutnya dilakukan penilaian terhadap masing-masing
aspek tersebut.
Untuk memberikan arah yang lebih jelas tentang keterkaitan
masing-masing
aspek, sehingga diperoleh penilaian kelayakan pada setiap aspek
sebagai dasar
untuk membuat rekomendasi pada pihak yang terkait, maka akan
dibuat kerangka
pemikiran konseptual seperti pada Gambar 3.1.
-
35
Gambar 3.1
Kerangka Pemikiran Konseptual Kelayakan Usahatani
Bunga Horetensia (Hydrangea macrophylla) di Desa Gobleg
Usahatani Bunga Hortensia
Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia
Metode Analisis
Kriteria Investasi
undiscounted
Pay Back Period
Aspek Teknik
Aspek Sosial
Kuantitatif Deskriptif Kualitatif
Aspek Finansial Aspek Pasar
Kriteria Investasi
discounted
NPV
IRR
BCR
Layak/Tidak
Rekomendasi
Analisis
Sensitivitas
Kendala Teknis
dan Non Teknis
Pemerintah Petani
Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia Belum Diketahui
-
36
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi Penelitian dilaksanakan di Dusun Asah Desa Gobleg,
Kecamatan
Banjar, Kabupaten Buleleng. Pemilihan lokasi penelitian ini
dilakukan secara
sengaja dengan pertimbangan sebagai berikut.
1. Dusun Asah Gobleg adalah merupakan satu-satunya dusun dari 4
(empat)
dusun yang ada di Desa Gobleg penduduknya menanam bunga
hortensia.
2. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan
usahatani
bunga hortensia di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten
Buleleng.
Waktu penelitian direncanakan bulan April sampai Juni 2010.
4.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek
atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah petani bunga hortensia yang ada di
Dusun Asah Desa
Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dengan jumlah
keseluruhan
populasi 475 orang (Monografi Desa Gobleg,2008). Adapun alasan
untuk
memilih petani bunga hortensia di Dusun Asah gobleg sebagai
populasi karena
dari 4 (empat) dusun yang ada di Desa Gobleg hanya dusun
tersebut yang
petaninya nenanam bunga hortensia. Untuk menentukan ukuran
sampel yang
diambil tergantung pada variasi populasinya (Indriantoro, 2002).
Semakin besar
-
37
dispersi atau variasi suatu populasi maka semakin besar pula
ukuran sampel yang
diperlukan agar estimasi terhadap parameter populasi dapat
dilakukan dengan
akurat dan presisi. Selanjutnya Riduwan (2006) menyebutkan
sampel adalah
bagian dari populasi yang mempunyai ciri ciri atau keadaan
tertentu yang akan
diteliti. Dalam penelitian ini pengambilan jumlah sampel dengan
menggunakan
rumus (Riduwan, 2006):
1. 2dN
Nn
Di mana:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = presisi yang ditetapkan
Pada penelitian ini tingkat ketelitian atau keyakinan yang
dikehendaki adalah 90%
atau dengan tingkat presisi yang diharapkan 10% atas dasar
pertimbangan bahwa
untuk penelitian sosial tingkat kesalahan masih dapat ditolerir
sampai dengan
10%. Jumlah petani bunga hortensia yang ada di Dusun Asah Gobleg
sebanyak
475 orang. Sampel yang diperoleh dengan mempergunakan rumus di
atas dari
populasi (N) sebanyak = 475 orang petani bunga hortensia adalah
sebesar 83
orang. Jumlah sampel sebesar 83 orang tersebut diambil secara
proportional
random sampling sesuai dengan strata luas lahan tanaman yang
diusahakan.
Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang sudah beberapa
kali menanam
bunga hortensia sehingga mereka dapat memberikan informasi yang
akurat. Luas
lahan yang diusahakan oleh petani bunga hortensia berkisar
antara 0,5 ha sampai
dengan 3,5 ha, sehingga jumlah sampel yang diambil pada
masing-masing strata
terdistribusi seperti Tabel 4.1.
-
38
Tabel 4.1
Jumlah Sampel yang Diambil pada Masing-masing Luas Lahan
No Luas Lahan (ha) Jumlah Petani
(orang)
Jumlah Sampel
(orang)
1 < 1,00 314 55
2 1,00 - 1,49 49 9
3 1,50 - 1,99 36 6
4 2,00 - 2,49 31 5
5 2,50 - 2,99 23 4
6 3,00 - 3,49 17 3
7 3,50 5 1
Jumlah 475 83
Sumber : Data primer (diolah)
4.3. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
4.3.1. Jenis data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif dan
kulaitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka
yang memiliki satuan
hitung dan dapat dihitung atau diukur seperti tingkat pendidikan
petani, umur
petani, luas lahan, jumlah produksi dan penjualan, harga jual,
biaya bibit, biaya
pupuk, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan
alat, serta biaya
lain-lain. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk
angka, tetapi berupa
keterangan atau informasi seperti informasi tentang aspek pasar,
aspek teknis,
aspek sosial, karakteristik responden, kendala teknis maupun non
teknis yang
dihadapi petani bunga hortensia .
-
39
Sumber data
Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan
sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya
dalam hal
ini diperoleh dari pihak pertama yaitu petani bunga hortensia
sendiri sebagai
responden penelitian yang sudah ditetapkan. Jenis data primer
yang dikumpulkan
antara lain luas lahan, biaya bibit, biaya pupuk, biaya
obat-obatan, tenaga kerja
langsung, umur petani, tingkat pendidikan petani, biaya
penyusutan alat, serta
biaya lainnya.
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber tidak
langsung
(sumber kedua) yang biasanya dapat berupa dokumentasi dan arsip
resmi dari
instansi terkait yang secara langsung maupun tidak langsung
berkaitan dengan
masalah yang diteliti seperti potensi bunga hortensia dan
perkembangan
produktivitas bunga hortensia.
4.3.3. Metode pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, ada beberapa teknik
pengumpulan
data dalam penelitian ini yaitu wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan
menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dengan pihak yang
berhubungan
dengan penelitian ini yaitu petani bunga hortensia, kelompok
tani dan instansi
terkait, perantara (pengumpul), dan konsumen. Observasi
dilakukan dengan cara
meneliti dan mengamati secara langsung kegiatan yang dilakukan
petani bunga
hortensia terkait dengan penanaman, perawatan dan pemanenan.
Observasi juga
dilakukan untuk memeriksa kebenaran informasi yang diberikan
saat
-
40
wawancara. Dokumentasi dilakukan dengan cara melihat catatan
yang ada di
petani bunga hortensia, kelompok tani bunga hortensia dan
instansi terkait yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti.
4.4. Variabel Penelitian
Dalam analisis kelayakan usaha, variabel yang diamati, antara
lain:
1) Penerimaan usahatani adalah penerimaan dari kegiatan
usahatani. Penerimaan
ini dipengaruhi oleh produksi fisik (jumlah bunga) yang
dihasilkan dalam
suatu proses produksi selama satu musim tanam dan harga yang
terjadi pada
saat itu. Dengan demikian penerimaan usahatani merupakan hasil
penjualan
dari hasil uasahtani tersebut.
2) Modal atau biaya investasi awal adalah biaya yang dikeluarkan
sebelum
tanaman menghasilkan yang meliputi: biaya sewa lahan, pembelian
alat-alat
pertanian, pembelian bibit bunga hortensia, biaya tenaga kerja
mengolah
lahan, menanam bibit, menyemprot, memupuk, memelihara tanaman,
biaya
pupuk, biaya obat-obatan, biaya pembuatan pondok.
3) Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk
mengelola usahatani
yang meliputi: menggemburkan lahan, pupuk kandang, obat-obatan,
biaya
tenaga kerja memupuk, menyemprot, memangkas tanaman,
memelihara
tanaman, memanen, sewa lahan, biaya penggantian alat alat,
penggantian
pondok, biaya kampil plastik, dan tali plastik.
4) Aspek pasar, berkaitan dengan permintaan terhadap bunga
hortensia, kondisi
persaingan, saluran distribusi bunga hortensia, harga jual
produk, transaksi
-
41
penjualan dilakukan dilokasi usahatani, cara pembayaran sesuai
dengan
kesepakatan.
5) Aspek teknis, berkaitan dengan penggunaan bibit, penggunaan
teknologi,
penggunaan saprodi, perawatan tanaman, penanganan panen.
6) Aspek sosial, berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja lokal,
usaha ramah
lingkungan, pertemuan secara berkala, berbagi pengalaman ke
petani lain,
pengembangan kelompok/ lembaga pemasaran.
7) Kendala teknis yang berkaitan dengan budidaya tanaman bunga
hortensia.
8) Kendala non teknis yang berkaitan dengan aspek pasar, aspek
keuangan, dan
aspek sosial.
4.5. Analisis Data
Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner, observasi, maupun
dokumentasi
selanjutnya ditabulasi, kemudian dilakukan analisis serta dibuat
serta dibuat
kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian. Untuk menganalisis
kelayakan
usaha digunakan analisis sebagai berikut.
4.5.1. Analisis kuantitatif
Analisis kuantitatif yang dilakukan untuk menilai kelayakan
investasi dari aspek
finansial adalah sebagai berikut.
4.5.1.1 Metode undiscounted
Kriteria yang dipakai dalam metode undiscounted adalah payback
period.
Metode payback period menunjukkan periode waktu yang diperlukan
untuk
-
42
menutup kembali uang yang telah diinvestasikan dengan hasil yang
akan
diperoleh (net cash flow = proceeds). Rumus payback period
adalah
Payback Period = tahun1xBersih KasAliran
InvestasiNilai
di mana :
Nilai investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum
tanaman bunga
hortensia menghasilkan
Aliran kas bersih adalah penerimaan hasil penjualan bunga
hortensia dikurangi
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengelola
usahatani bunga hortensia
Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan payback period
adalah :
Jika payback period usahatani bunga hortensia lebih pendek
waktunya dari
umur ekonomisnya, maka usulan investasi dapat diterima dan
sebaliknya.
4.5.1.2 Metode discounted
Kriteria penilaian yang dipakai dengan metode discounted
adalah
a. Net present value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah seluruh aliran net cash flow yang
digandakan
dengan discount factor dari tingkat bunga yang telah
ditentukan.
NPV dari investasi itu dapat diperoleh dengan menggunakan
formulasi
sebagai berikut.
n Bt n Ct n Bt - Ct
NPV = --------- - ------- = ----------
t = 0 (1+i)t t = 0 (1+i)
t t = 0 (1+ i)
t
-
43
di mana:
Bt adalah benefit usahatani bunga hortensia pada tahun t, yang
terdiri dari segala
jenis penerimaan yang diterima dari penyelenggaraan usahatani
bunga
hortensia dalam tahun t.
Ct adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usahatani
bunga hortensia
pada tahun t, baik berupa biaya investasi maupun biaya
operasional.
t adalah periode atau lamanya periode waktu usaha;
n adalah umur ekonomis usahatani bunga hortensia (enam
tahun)
i merupakan tingkat bunga (16%) atau opportunity cost of capital
yang
digunakan sebagai discount rate.
Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan nilai NPV adalah
Jika NPV > 0, berarti usahatani bunga hortensia layak untuk
dilaksanakan.
Jika NPV 0, berarti usahatani bunga hortensia tidak layak
dilaksanakan
b. Internal rate of return (IRR) merupakan tingkat bunga yang
menyamakan
Present value kas masuk dengan present value kas keluar dihitung
dengan
rumus:
IRR = )( 1221
11 ii
NPVNPV
NPVi
Di mana:
IRR = Internal Rate of Return
i1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)
i2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif) NPV1 = Net
present value pada tingkat bunga ke satu
NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua
Perbedaan antara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif
dengan
tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif diusahakan tidak
melebihi 5%
-
44
dan kemudian dilakukan trial and error sampai perbedaannya
menjadi
semakin kecil kemudian diinterpolasikan.
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR
adalah
IRR > tingkat bunga : berarti proyek diterima
IRR < tingkat bunga : berarti proyek ditolak
IRR = tingkat bunga : berarti proyek pulang pokok
c. Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) menunjukkan angka perbandingan antara
benefit
dengan cost investment.
Adapun rumusnya adalah
BCR(i) = { {Bt/(1+i)t }}/ {Co + {Ct/(1+i)
t}}
Di mana :
BCR(i) = nilai rasio penerimaan total (manfaat) dari usahatani
bunga hortensia
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada tingkat interst rate
(16%)
per tahun
Bt = penerimaan dari usahatani bunga hortensia selama enam
tahun
Co = biaya investasi yang dikeluarkan sebelum tanaman
menghasilkan
Ct = biaya total yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani
bunga hortensia
selama enam tahun
(1+i)t
= diskon faktor (DF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh
waktu
terhadap nilai uang pada periode ke-t dengan interest rate 16%
per
tahun
-
45
Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit
cost ratio
adalah
BCR > 1 berarti usahatani bunga hortensia layak untuk
dilaksanakan
BCR < 1 berarti usahatani bunga hortensia tidak layak untuk
dilaksanakan
BCR = 1 berarti usahatani bunga hortensia dalam keadaan break
even point.
4.5.1.3 Analisis sensitivitas
Dalam melakukan analisis terhadap suatu investasi, disadari akan
adanya
ketidakpastian taksiran arus kas yang dibuat. Ada beberapa
faktor yang
mempengaruhi arus kas bersih, seperti: unit terjual, harga jual
perunit, biaya tetap
dan biaya variabel. Apabila salah satu faktor tersebut berubah
maka arus kas yang
diharapkan akan berubah pula. Analisis sensitivitas menganalisis
apa yang akan
terjadi terhadap NPV proyek apabila salah satu variabel berubah.
Analisis ini jelas
dimaksudkan untuk mengetahui perubahan kriteria kelayakan usaha
atau investasi
akibat perubahan harga dan biaya
4.5.2 Analisis deskriptif kualitatif
Layak tidaknya usahatani bunga hortensia, di Desa Gobleg
Kecamatan
Banjar, Kabupaten Buleleng digunakan analisis deskriptif
kualitatif yang meliputi
aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial. Penetuan sikap atau
pendapat petani
terhadap masing-masing aspek di atas digunakan analisis
deskriptif kualitatif atas
hasil pengukuran dengan menggunakan skala likert. Menurut
Sugiyono (2006),
jawaban atas item instrumen yang menggunakan skala likert
mempunyai gradasi
dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan
analisis dalam
-
46
penelitian ini, maka gradasi yang dipergunakan dengan skor
penilaian sebagai
berikut : sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak
setuju (2) dan sangat
tidak setuju (1).
a. Aspek pasar
Aspek pasar dianalisis didasarkan pada kegiatan pemasaran yang
merupakan
ujung tombak dari kegiatan agribisnis, erat kaitannya dengan
harga komoditi yang
diperjualbelikan, pendistribusian, dan persyaratan kualitas
produk.
Aspek pasar yang dianalisis menyangkut kegiatan: permintaan
terhadap bunga
hortensia, pertumbuhan pasar bunga hortensia, kompetisi bunga
hortensia dengan
bunga jenis lainnya, harga bunga hortensia, cara pembayaran
penjualan bunga
hortensia.
b. Aspek teknis
Aspek teknis didasarkan atas kegiatan usahatani bunga hortensia
yang
memerlukan sarana, teknologi, keterampilan, dan lingkungan yang
mendukung.
Oleh karena itu pengkajian aspek teknis sangatlah penting karena
bunga hortensia
mempunyai prospek pasar yang sangat cerah. Aspek teknis yang
dianalisis antara
lain: penggunaan bibit, perlakuan bibit sebelum ditanam,
pengaturan jarak tanam,
perawatan tanaman, panen disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
c. Aspek sosial
Penilaian aspek sosial didasarkan atas dampak sosial yang
ditimbulkan dengan
adanya usahatani bunga hortensia seperti: penggunaan tenaga
kerja lokal,
usahatani ramah lingkungan, pertemuan secara berkala antar
petani , menularkan
teknologi ke petani lain dan pengembangan kelompok
/kelembagaan.
-
47
Ketentuan yang dipakai untuk menentukan interval kelas dapat
dirumuskan
oleh Singarimbun dan Effendi (1989) sebagai berikut.
I = )( kelasJumlah
Jarak
Keterangan :
I : Interval kelas
Jarak : Nilai skor tertinggi dikurangi nilai skor terendah
Jumlah kelas : Jumlah katagori yang ditentukan.
Jumlah skor tertinggi adalah 5 dan jumlah skor terendah. 1,
sehingga interval
kelas dapat dihitung: 5
15 = 0,8.
Hasil dari pengukuran tersebut, selanjutnya diinterprestasikan
dengan katagori
pencapaian skor seperti pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Katagori Pencapaian Skor Aspek Pasar, Teknis, dan Aspek
Sosial
No
Klasifikasi
Skor
Aspek Pasar Aspek Teknis Aspek Sosial
1 1,00 - 1,80 Sangat Tidak Baik Sangat Tidak Baik Sangat Tidak
Baik
2 > 1,80 - 2,60 Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik
3 > 2,60 - 3,40 Cukup Cukup Cukup
4 > 3,40 - 4,20 Baik Baik Baik
5 > 4,20 - 5,00 Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik
-
48
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten dari
sembilan
kabupaten/kota di Provinsi Bali, yang terletak antara 8003'40"
8
023'00" Lintang
Selatan dan 1140 25'55" 115
0 27'28" Bujur Timur. Sebagian besar wilayah
Kabupaten Buleleng merupakan daerah berbukit yang membentang di
bagian
Selatan, sedangkan di bagian Utara sepanjang pantai merupakan
dataran rendah.
Berdasarkan kondisi topografi, Kabupaten Buleleng mempunyai
ketinggian yang
bervariasi yaitu berkisar antara 0 sampai dengan 1.500 meter di
atas permukaan
laut.
Kabupaten Buleleng terbagi menjadi sembilan kecamatan dan 127
desa
dengan luas wilayah 1.365,88 km dengan penggunaan lahan sebagai
berikut:
Perkebunan 21,43%, sawah 8,06%, hutan negara 35,64%, lahan
kering 31,85%
dan lainnya 3,02%. Ssalah satu dari sembilan kecamatan yang ada
di Kabupaten
Buleleng adalah Kecamatan Banjar yang terdiri 17 desa. Sebagian
wilayahnya
merupakan dataran rendah (dekat pantai) dan sebagian lagi
merupakan daerah
dataran tinggi yang punya potensi untuk pengembangan tanaman
hortikultura.
Desa Gobleg merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Banjar.
Secara administrasi wilayah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar,
Kabupaten
Buleleng dibatasi oleh beberapa desa sebagai berikut.
1. Sebelah Utara : Desa Pedawa
2. Sebelah Selatan : Desa Munduk
-
49
3. Sebelah Barat : Desa Kayu Putih
4. Sebelah Timur : Desa Wanagiri
Desa Gobleg merupakan daerah perbukitan, terletak pada
ketinggian 600 sampai
dengan 1.200 m di atas permukaan laut (dpl). Jarak ke ibu kota
kecamatan
terdekat 22 km, ke ibu kota kabupaten terdekat 44 km dan ke ibu
kota provinsi
129 km.
5.1.1 Luas dan potensi wilayah
Luas wilayah Desa Gobleg seluruhnya adalah 1915,71 ha dengan
perincian berdasarkan jenis peruntukan seperti pada Tabel 5.1 di
bawah ini.
Tabel 5.1
Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan di Desa Gobleg, Tahun 2009
Nomor Jenis Penggunaan Luas
Hektar ( Ha) Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tanah pekarangan
Sawah
Perkebunan Rakyat
Hutan Lindung
Pasar Desa
Perkantoran
115,00
112,15
1.609,00
79,00
0,39
0,17
6,01
5,85
83,99
4,12
0,02
0,01
Jumlah 1.915,71 100,00
Sumber: Monografi Desa Gobleg Tahun 2008
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa persentase terbesar
diperuntukkan
bagi perkebunan rakyat yaitu sebesar 83,99%. Hal ini menunjukkan
bahwa Desa
Gobleg memang cocok untuk daerah pertanian.
5.1.2 Jumlah dan mata pencaharian penduduk
Penduduk Desa Gobleg berjumlah 5956 orang, di mana sebagian
besar
mempunyai mata pencaharian di sektor perkebunan rakyat sebesar
3.112 orang
-
50
(73,47%), terbesar kedua adalah pertanian tanaman pangan
sebanyak 378 orang
(8,92%), dan terbesar ketiga adalah peternakan 239 orang
(5,64%). Selengkapnya
data mengenai mata pencaharian penduduk Desa Gobleg Tahun 2009
dapat dilihat
pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2009
No
Mata Pencaharian Jumlah
Orang %
1 Pertanian Tanaman Pangan 378 8,92
2 Peternakan 239 5,64
3 Perkebunan Rakyat 3.112 88,03
4 Perdagangan 157 3,71
5 Jasa 27 0,64
6 Karyawan Swata 185 4,37
7 ABRI 37 0,87
8 PNS 56 1,32
9 Lainnya 45 1,06
Jumlah 4.236 100,00
Sumber: Profil Desa Gobleg Tahun 2009
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa komposisi dominan dari mata
pencaharian
penduduk adalah pertanian dalam arti luas, seperti pertanian
tanaman pangan,
peternakan, dan perkebunan rakyat. Jumlah ini mencapai 88,03%
yang berarti
mata pencaharian penduduk setempat sebagaian besar adalah
petani.
5.2 Karakteristik Petani Bunga Hortensia di Desa Gobleg
Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang sudah beberapa
kali
menanam bunga hoertensia, sehingga mereka dapat memberikan
informasi yang
diperlukan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap
83 petani bunga
hortensia, dapat diketahui beberapa karakteristik umum petani
yang dijadikan
-
51
sampel. Karakteristik petani yang disajikan meliputi luas lahan
garapan bunga
hortensia, umur petani, tingkat pendidikan, pekerjaan, serta
permasalahan petani
bunga hortensia.
5.2.1 Status penguasaan dan luas lahan garapan
Lahan yang ditanami bunga hortensia adalah lahan milik sendiri
dan
menyakap. Luas lahan garapan dari 83 responden secara
keseluruhan adalah 84,55
ha, sedangkan rata-rata luas lahan garapan petani adalah 1,02
ha. Luas lahan
garapan petani bunga hortensia terbagi dalam beberapa tingkatan
seperti pada
Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Luas Tanah Garapan Responden, Tahun 2009
No. Luas Tanah (ha ) Jumlah (orang) Persen (%)
1
2
3
4
5
6
7
< 1,00
1,00 - 1,49
1,50 - 1,99
2,00 - 2,49
2,50 - 2,99
3,00 - 3,49
3,50
54
9
7
6
4
2
1
65,06
10,84
8,43
7,24
4,82
2,41
1,20
Jumlah 83 100
Sumber : Diolah dari data primer, 2009
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa jumlah petani
sampel
terbanyak ada pada luas tanah garapan di bawah 1,00 ha sebanyak
54 orang
(65,06%) petani sampel, disusul terbanyak ke dua dengan luas
garapan 1,00
-
52
1,49 ha sebanyak 9 orang (10,84%) dan terbanyak ke tiga dengan
luas garapan
1,50 1,99 ha sebanyak 7 orang (8,43%).
5.2.2 Umur petani bunga hortensia
Dalam mengelola usahatani, umur petani sampel sangat
berpengaruh
terhadap kemampuan fisik petani, semakin tua umur petani
responden
kemampuan kerjanya relatif menurun. Umur petani sampel di daerah
penelitian
berkisar antara 18 64 tahun dengan rata-rata umur responden 38
tahun. Secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Umur, Tahun 2009
No Kelompok Umur
(Tahun)
Jumlah
Orang Persen
1
2
3
4
5
6
7
8
9
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 - 59
60 - 64
2
10
23
18
14
7
5
3
1
2,41
12,05
27,71
21,69
16,87
8,43
6,02
3,61
1,20
Jumlah 83 100,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2009
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa persentase terbanyak umur 30 34
tahun,
disusul terbanyak kedua umur 35 39 dan terbanyak ketiga umur 40
44 tahun.
Artinya petani sampel tergolong pada umur produktif. Hal ini
mengindikasikan
bahwa petani responden dalam usahatani bunga hortensia mempunyai
potensi
mengelola usahataninya dengan produktivitas kerja yang
optimal.
-
53
5.2.3 Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor dalam
menunjang
pembangunan pertanian. Pendidikan petani yang lebih baik akan
memungkinkan
petani untuk mengambil langkah yang bijaksana dalam bertindak
atau mengambil
keputusan serta memungkinkan petani untuk mempelajari dan
menerapkan
teknologi baru.
Tingkat pendidikan petani juga akan mempengaruhi kemampuan
petani
dalam mengadopsi teknologi baru. Semakin tinggi pendidikan
petani maka akan
semakin rasional petani dalam berpikir dan relatif lebih cepat
untuk menerima
serta menerapkan suatu teknologi baru (Soekartawi, 1993).
Tingkat pendidikan
responden dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Tingkat Pendidikan Responden, Tahun 2009
No Tingkat Pendidikan Jumlah
Orang Persen
1 Tamat Sekolah Dasar 19 22,90
2 Tamat Sekolah Lanjutan Pertama 27 32,53
3 Tamat Sekolah Lanjutan Atas 36 43,37
4 Sarjana 1 1,20
Jumlah 83 100,00
Sumber : Diolah dari data primer, 2009
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan
responden
pada usahatani bunga hortensia sebagian besar tamat Sekolah
Lanjutan Atas
(SLTA) yaitu sebesar 43,37% (36 orang), kemudian diikuti yang
tamat Sekolah
Lanjutan Pertama (SLTP) sebesar 32,53% (27 orang), sedangkan
yang tamat
-
54
Sekolah Dasar (SD) sebesar 22,90% (19 orang) bahkan ada yang
Sarjana yaitu
sebesar 1,20% (1 orang).
5.2.4 Pekerjaan responden
Pekerjaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pekerjaan utama
dan
pekerjaan sambilan. Pekerjaan utama mencerminkan sumber
pendapatan utama
responden. Artinya dari jenis pekerjaan itulah responden
memperoleh pendapatan
untuk membiayai kehidupan keluarganya. Pekerjaan utama responden
adalah
sebagai petani bunga hortensia. Namun demikian responden juga
mempunyai
pekerjaan sampingan yaitu sebagai peternak, ada juga sebagai
pedagang, dan jasa
lainnya. Petani bunga hortensia tidak sepenuhnya atau setiap
hari waktunya
digunakan untuk mengelola usahataninya, namun ada waktu senggang
dan waktu
inilah yang dimanfaatkan untuk mengerjakan pekerjaan sampingan
sepanjang
tidak mengganggu pekerjaan utama. Tabel 5.6. menunjukkan jenis
pekerjaan
sampingan responden.
Tabel