i ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG SEWA KAWIN SAPI (Studi Kasus Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari’ah Disusun Oleh: LUTFI AZIS 072311009 JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
79
Embed
Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi (Studi Kasus Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan)
skripsi ini membahas tentang ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG SEWA KAWIN SAPI (Studi Kasus Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan)
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG SEWA KAWIN SAPI
(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo
Kec. Ngaringan Kab. Grobogan)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi SyaratGuna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Dalam Ilmu-Ilmu Syari’ah
Disusun Oleh:
LUTFI AZIS072311009
JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
Drs. H. Muhyiddin, M.Ag.Jl. Kanguru III/15 A. Semarang.Rustam DKAH, M.Ag.Jl. Taman Jeruk II Bukit Jatisari Permai A. 917 Mijen, Semarang Semarang.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 ( empat ) eks.Hal : Naskah skripsi
An. Sdr. Lutfi AzisKepada Yth.Dekan Fakultas Syari’ahIAIN Walisongo SemarangDi Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudara :
Nama : Lutfi Azis
Nim : 072311009
Jurusan : Muamalah
Judul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi (Studi
Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan)
Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 14 Mei 2012
ii
Drs. H. Muhyiddin, M.Ag.Jl. Kanguru III/15 A. Semarang.Rustam DKAH, M.Ag.Jl. Taman Jeruk II Bukit Jatisari Permai A. 917 Mijen, Semarang Semarang.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 ( empat ) eks.Hal : Naskah skripsi
An. Sdr. Lutfi AzisKepada Yth.Dekan Fakultas Syari’ahIAIN Walisongo SemarangDi Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudara :
Nama : Lutfi Azis
Nim : 072311009
Jurusan : Muamalah
Judul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi (Studi
Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan)
Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 14 Mei 2012
ii
Drs. H. Muhyiddin, M.Ag.Jl. Kanguru III/15 A. Semarang.Rustam DKAH, M.Ag.Jl. Taman Jeruk II Bukit Jatisari Permai A. 917 Mijen, Semarang Semarang.
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 ( empat ) eks.Hal : Naskah skripsi
An. Sdr. Lutfi AzisKepada Yth.Dekan Fakultas Syari’ahIAIN Walisongo SemarangDi Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudara :
Nama : Lutfi Azis
Nim : 072311009
Jurusan : Muamalah
Judul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi (Studi
Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan)
Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera
dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Semarang, 14 Mei 2012
iii
KEMENTRIAN AGAMAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANGFAKULTAS SYARI’AH SEMARANG
Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185
PENGESAHAN
Nama : Lutfi AzisNim : 072311009Jurusan : MuamalahJudul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi
(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang LundoKec. Ngaringan Kab. Grobogan)
Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Syari’ah Institut
Agama Islam Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude / baik / cukup, pada tanggal :
28 Juni 2012
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1
tahun akademik 2011/2012.
Semarang 03 Juli 2012
iii
KEMENTRIAN AGAMAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANGFAKULTAS SYARI’AH SEMARANG
Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185
PENGESAHAN
Nama : Lutfi AzisNim : 072311009Jurusan : MuamalahJudul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi
(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang LundoKec. Ngaringan Kab. Grobogan)
Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Syari’ah Institut
Agama Islam Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude / baik / cukup, pada tanggal :
28 Juni 2012
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1
tahun akademik 2011/2012.
Semarang 03 Juli 2012
iii
KEMENTRIAN AGAMAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANGFAKULTAS SYARI’AH SEMARANG
Jl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185
PENGESAHAN
Nama : Lutfi AzisNim : 072311009Jurusan : MuamalahJudul skripsi : Analisis Hukum Islam Tentang Sewa Kawin Sapi
(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang LundoKec. Ngaringan Kab. Grobogan)
Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Syari’ah Institut
Agama Islam Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat
cumlaude / baik / cukup, pada tanggal :
28 Juni 2012
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1
tahun akademik 2011/2012.
Semarang 03 Juli 2012
iv
MOTTO
د ج و د ج ن م “Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil”
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang telahmemberi artidalam perjalanan hidupku:1. Bapak dan Ibu saya (Bapak Munawar & Ibu Sri Amaroh)
tercinta yang selalu memberikan Do’a dan dukungannya baikmoril maupun materiil dengan tulus dan ikhlas.
2. Kakak dan adik-adik saya tercinta yang telah memberikanmasukan dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat selesai
3. Dosen pembimbing saya yang telah meluangkan waktunyauntukmembimbing saya, sehingga skripsi ini dapat selesai.
4. Untuk Temen-temen saya semua, temen-temen kos dan temen-temen paket angkatan 2007.
6. Temen-temen KKN Posko 57 Pakopen7. Buat Zahrotun Nisa’ dan Fufah yang selalu memotivasi saya,
selalu menemani, selalu membantu saya.
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,
penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi
materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain
atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak
berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang
dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 13 Juni 2012
Deklarator,
Lutfi AzisNIM: 072311009
vii
ABSTRAK
Sesuai dengan obyek studi yang diangkat, maka pembahasan dalam skripsiini dititik pada praktek sewa menyewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.Ngaringan Kab. Grobogan merupakan sebuah bentuk akad dengan menyewakansapi pejantan untuk di kawinkan dengan sapi betina milik penyewa agar sapibetina tersebut hamil, dalam jangka waktu paling lama satu hari penyewaan.Penyewa menyerahkan harga sewa pada saat selesai praktek sewa kawin sapi.Dalam pelaksanaan sewa menyewa sewa kawin sapi, nampak adanya unsurketidakpastian/spekulasi hasil perkawinan yang belum bisa dipastikan hasilnya.Apabila setelah proses perkawinan ternyata sapi betina tidak berhasil hamil makaakad sewa tidak gugur dan pembayaran tetap dilakukan karena uang sewa telahdibayarkan saat akad. Pada dasarnya yang diakadkan dalam sewa menyewa adalahmanfaat obyek sewa, sedangkan dalam sewa menyewa kawin sapi yang diambiladalah mani sapi pejantan yang merupakan hasil pengikut perkawinana bukanmanfaat sapi pejantan.
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas dalam kesempatan ini penulismencoba menuangkannya dalam tugas akhir yang berbentuk skripsi denganmengangkat permasalahan bagaimana praktek sewa kawin sapi di Desa KalangLundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan. Bagaimana analisis hukum Islam terhadappraktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan.Tujuan penulis dengan mengangkat permasalahan yang ada adalah Untukmengetahui praktek dan tinjauan hukum Islam tentang praktek sewa kawin sapi diDesa Kalang Lundo Kec. Ngaringan kab. Grobogan.
Adapun dalam pengambilan data penulis menggunakan sumber datawawancara, observasi, dan dokumentasi dalam pengumpulan datanya. Sedangkanuntuk menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan metodedeskriptif analisis yakni sebuah metode yang dipakai untuk menggambarkansecara obyektif pelaksanaan sewa menyewa tanaman di Desa Kalang Lundo Kec.Ngaringan Kab. Grobogan. Adapun hasil analisis/pembahasan secara umum dapatdigambarkan sebagai berikut:
Bahwa praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec. NgaringanKab. Grobogan berdasarkan syarat dan rukun sewa (ijarah) itu sudah terpenuhi,akan tetapi praktek sewa menyewa yang dilakukan oleh masyarakat Desa KalangLundo itu adalah sapi pejantan untuk dikawinkan dengan sapi betina. Berdasarkanpendapat Imam Syafi’i dan Abu Hanifah yang berlandaskan pada hadiits yangdiriwayatkan oleh Abu Daud bahwa mengambil upah dari menyewakan pejantansapi untuk dikawinkan dengan sapi betina tidak diblehkan. Namun Imam Syafi’imemberikan solusi bahwa menyewa pejantan dapat dilakukan apabila sudahmenjadi adat dan pemberian upah oleh penyewa berdasarkan atas ungkapanterimakasih bukan sebagai imbalan sewa.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya, sehingga tersusunlah skripsi ini meskipun dalam bentuk yang relatif
sederhana. Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada nabi Muhammad
SAW, para keluarga, dan pengikutnya. Skripsi ini diajukan guna memenuhi tugas dan
syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo Semarang Jawa Tengah.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lupa penulis sampaikan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang
2. Dr. Imam Yahya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo
Semarang.
3. Bapak Moh. Arifin, S.Ag, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Muamalah, dan Bapak
besar. Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi perkembangan
perekonomian dikemudian hari (sebab syariah Islam tidak terbatas pada ruang
dan waktu).3
Salah satu kegiatan mu’amalah adalah sewa menyewa, ini mempunyai
peranan penting dalam kehidupan sehari-hari sejak zaman dahulu hingga kini.
Kita tidak dapat membayangkan betapa kesulitan akan timbul dalam
kehidupan sehari-hari, seandainya sewa menyewa ini tidak dibenarkan oleh
hukum.4
Dalam bahasa Arab sewa menyewa diistilahkan dengan “Al Ijarah”,
yang diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian. Yang dimaksud dalam hal ini adalah pengambilan manfaat
suatu benda, tanpa mengurangi benda tersebut, dengan perkataan lain dengan
terjadinya sewa menyewa yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang
disewakan tersebut.5
Ijarah berasal dari kata ajru yang berarti pengganti. Dalam syariat
Islam ijarah adalah jenis akad untuk mengambil manfaat dengan kompensasi.6
Menurut ulama Hanafiyah, sewa-menyewa adalah akad atau transaksi
terhadap manfaat dengan imbalan. Menurut ulama Syafi'iyah, sewa-menyewa
adalah transaksi terhadap manfaat yang dikehendaki secara jelas harta yang
bersifat mubah dan dapat dipertukarkan dengan imbalan tertentu. Menurut
3 Suhrawardi K.Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, Cet.1, 2000, hlm.14 Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung : CV. Diponegoro, 1992,
hlm.3205 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta:
ulama Malikiyah dan Hanabilah, sewa-menyewa adalah pemilikan manfaat
suatu harta benda yang bersifat mubah selama periode waktu tertentu dengan
suatu imbalan.7 Kebolehan transaksi sewa-menyewa didasarkan pada firman
Allah:
ا آتـيتم بالم تم م لم م إذا س ناح عليك م فال ج عوا أوالدك تـرض مت أن تس د إن أر عروف و
ري لون بص م ا تـع وا أن الله مب لم اع اتـقوا الله و )233: البقراه (و
Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidakada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurutyang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa AllahMaha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al Baqarah : 233)8
Dalam istilah hukum Islam, orang yang menyewakan disebut Mu’ajjir,
sedangkan orang yang menyewa disebut Musta’jir, benda yang disewakan
diistilahkan ma’jur, dan uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat
barang disebut ajran atau ujrah.
Sewa menyewa sebagaimana perjanjian lainnya, merupakan perjanjian
yang bersifat konsensual atau kesepakatan. Perjanjian itu mempunyai
kekuatan hukum, yaitu saat sewa menyewa berlangsung, apabila akad sudah
berlangsung, maka pihak yang menyewakan wajib menyerahkan barang
kepada penyewa. Dengan diserahkanya manfaat barang atau benda maka
penyewa wajib pula menyerahkan uang sewanya.9
7 Ghufron A. Mas'adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2002, hlm. 182
8 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung, CV. Diponegoro, 2000,Cet. I, hlm. 29
9 Suhrawardi K.Lubis, Op.Cit., hlm. 144
4
Bentuk transaksi sewa-menyewa ini dapat menjadi solusi bagi
pemenuhan kebutuhan manusia, karena keterbatasan keuangan yang
dimilikinya manusia tetap dapat memenuhi kebutuhannya tanpa melalui
proses pembelian. Selain sebagai kegiatan Muamalah , sewa-menyewa juga
mempunyai fungsi tolong-menolong dalam pemenuhan kebutuhan manusia
yang tidak terbatas sifatnya. Namun demikian, tidak semua harta benda boleh
di akadkan sewa menyewa, kecuali yang memenuhi persyaratan berikut ini:
1. Barang yang dijadika sebagai obyek sewa dapat dimanfaatkan.
2. Obyek sewa menyewa dapat diserahkan sebagaimana penyerahan harga
(ada serahterima).
3. Obyek sewa menyewa dapat dimanfaatkan sampai kepada masa yang
disepakati.
4. Penyerahan manfaat obyek sewa harus sempurna yakni adanya jaminan
keselamatan obyek sewa sampai kepada masa yang disepakati.10
Dalam praktek sewa menyewa yang berpindah hanyalah manfaat dari
benda. Dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali seperti penyewaan
hewan sapi. Di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan. Kab Grobogan
penyewaan sapi pejantan sering dilakukan, dalam hal penyewaan ini bukan
untuk membajak sawah dengan mengguanakan tenaga sapi melainkan untuk
Dalam pelaksanaan kawin sapi, pihak penyewa membawa sapi
betinanya kepada pihak yang disewa dan uang sewa dibayarkan setelah proses
perkwainan selesai dengan harga sewa yang telah disepakati di awal.
Di dalam Al-Qur’an tidak terdapat larangan maupun kebolehan untuk
melakukan sewa sapi untuk proses perkawinan, tetapi ada sebuah hadits yang
melarang penyewaan sapi untuk proses perkawianan.
Sabda Rasulullah Saw dari Ibn ‘Umar
ى : نا مسدد بن مسرهد اخربنا امساعيل بن احلكم عن نافع عن ابن عمر قال حدث
11)رواه ابو داوود(رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم عن عسب الفحل
Artinya: “Diriwayatkan dari Musaddad ibn Musarhad, mengabarkan kepadakita Isma’il ibn Khakam ibn Nafi’dari ibnu ‘umar ia berkata:Rasulullah Saw melarang penyewaan mani hewan pejantan”
Berdasarkan hadits tersebut Rasulullah melarang penyewaan sapi
pejantan untuk proses perkawinan karena yang diinginkan dari penyewaan
tersebut adalah mani dari sapi pejantan itu sendiri.
Berdasarkan dari latar belakang diatas, maka penulis mencoba
menganalisis praktek sewa kawin sapi di desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan melalui suatu penelitian dengan judul: “Analisi Hukum Islam
Tentang Sewa Kawin Sapi (Studi Kasus Sewa Kawin Sapi di Desa Kalang
Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan).
11 Imam Abu Dawud, Sarah Sunan Abi Dawud, juz 9, Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiah,hlm. 213
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah penulis kemukakan di atas, maka ada
beberapa pokok permasalahan yang akan dijadikan arah pembahasan bagi
penulis dalam melaksanakan penelitian kasus ini. Adapun pokok masalah ini
adalah:
1. Bagaimana praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktek sewa kawin sapi di
Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mngetahui praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang praktek sewa kawin sapi
di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan kab. Grobogan.
D. Telaah Pustaka
Sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan tulisan dalam bentuk
skripsi yang secara spesifik dan mendetail membahas tentang analisi
hukum Islam tentang sewa kawin sapi.
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sewa-
Menyewa Tanaman di desa bangsri kec. Bangsri kab. Jepara”. Yang
ditulis oleh Nunung Muhayatun, Dalam skripsi ini di jelaskan tentang
7
pelaksanaan sewa menyewa tanaman dengan jangka waktu lebih dari satu
musim, nampak adanya unsur ketidakpastian atau spekulasi hasil oleh
pihak penyewa. Apabila dalam jangka waktu sewa ternyata tanaman tidak
berbuah, maka pihak penyewa akan menanggung kerugian karena uang
sewa telah dibayarkan saat akad. Pada dasarnya yang diakadkan dalam
sewa menyewa adalah manfaat obyek sewa, sedangkan dalam sewa
menyewa tanaman yang diambil adalah buahnya yang merupakan hasil
pengikut tanaman bukan manfaat tanaman.
Skripsi, skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pelaksanaan Sewa-Menyewa Sistem "Bagel" di Desa Kembang
Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati”, yang di tulis oleh Ali Hamdan
Dalam skripsi ini menjelaskan tentang tinjauan hukum Islam serta
pandangan ulama setempat tentang sewa-menyewa sistem "Bagel". Dalam
analisisnya penulis memaparkan hukum diperbolehkan sewa-menyewa
sistem "Bagel" berdasarkan beberapa alasan yaitu: Besarnya maslahah
yang dirasakan daripada madharatnya, berdasarkan kebiasaan yang terjadi
dalam masyarakat dan pandangan ulama setempat yang rata-rata
membolehkan sewa-menyewa sistem "Bagel".
E. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara terarah dan
sistematika, penyusun menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
8
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research)
yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian langsung di
lapangan guna mendapatkan data-data yang nyata dan benar. Dalam hal ini
penulis mengadakan penelitian lapangan di desa kalang lundo kec.
Ngaringan kab. Grobogan.12
2. Sumber Data
Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini,
maka sumber data yang diperlukan di bagi menjadi dua macam yaitu :
a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari lokasi penelitian.
b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku,
artikel, jurnal, atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas.
3. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui
beberapa instrument:
a. Observasi
Yaitu pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan
diteliti.13 Dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan secara
12 Hadi Sutrisno, Metodologi Penelitian, Jilid II, Yogyakarta: Offset, 2000, hlm. 6613 Suharsimi Arikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 1998, hlm. 146
9
langsung terhadap praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo
Kec. Ngaringan Kab. Grobogan.
b. Interview
Suatu metode yang dipergunakan untuk mendapatkan
keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan
bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu.14 Dalam
melaksanakannya, penulis mengadakan interview berencana, tak
berencana (wawancara tak berstruktur) kepada pihak yang dipandang
berkompeten untuk diwawancarai adalah masyarakat setempat, pihak
penyewa maupun yang menyewakan di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan. Kab. Grobogan. Orang yang diwawancarai baik penyewa
maupun yang menyewakan tersebut berjumlah 11 orang.
c. Dokumentasi
Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, dan
sebagainya.15 Adapun yang menjadi buku utama penulis dalam
mengumpulkan data adalah buku-buku Fiqh terutama fiqh Muamalah
seperti Fiqh Sunnah (Sayid Sabiq), Fiqh Muamalah kontekstual
(Ghufron A. Mas’adi), Fiqh Muamalah (Rachmat Syafei), serta
Bab III : Pelaksanaan sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan. Kab. Grobogan Bab ini membahas tentang gambaran
umum Desa Kalang Lundo, praktek pelaksanaan sewa-menyewa
kawin sapi di Desa Kalang Lundo yang meliputi : Faktor-faktor
dan pelaksanaan sewa kawin sapi.
Bab IV : Merupakan analisis data dari hasil penelitian meliputi: analisis
terhadap praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan dan analisis hukum Islam terhadap
praktek sewa kawin sapi di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan.
Bab V : Merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
12
BAB II
KETENTUAN UMUM SEWA MENYEWA
A. Pengertian Sewa Menyewa (Ijarah )
Salah satu bentuk Muamalah yang dapat kita lihat dan itu merupakan
kegiatan rutin yang dilakukan masyarakat yakni sewa menyewa,dimana
masalah sewa menyewa mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-
hari sejak jaman dahulu hingga sekarang,kita tidak dapat membayangkan
apabila sewa menyewa tidak dibenarkan dan diatur oleh hukum islam maka
akan menimbulkan berbagai kesulitan-kesulitan.
Sewa-menyewa dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-ijarah, yang
artinya upah, sewa, jasa atau imbalan.1 Al-ijarah merupakan salah satu bentuk
kegiatan Muamalah dalam memenuhi keperluan hidup manusia, seperti sewa
menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain. Sedangkan
menurut istilah para ulama' berbeda pendapat dalam mendefinisikan Ijarah.
Menurut Ulama Hanafiyah, ijarah ialah:
فعة معلومة مقصودة من العني املستأجرة بعوضعقد يفيد متليك من“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengajadari suatu dzat yang disewa dengan imbalan”.2
Menurut Ulama Malikiyah, ijarah ialah :
املنقوآلنوبعضاآلدميمنفعةعلىالتعاقدتسمية
1 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah), Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 227
2 Abdurrahman Al-Jazairy, Al-Fiqh Ala Madzahib Al- Arba'ah, Juz III, Beirut : Daar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1996, hlm. 86
13
Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuksebagian yang dapat dipindahkan".3
Menurut Ulama Syafi'iyah, ijarah ialah :
إلباحة بعوض معلومعقد على منفعة معلومة مقصودة قابلة للبذل وا“Akad terhadap manfaat yag diketahui dan disengaja harta yang bersifatmubah dan dapat dipertukarkan dengan imbalan tertentu”.4
Menurut Ulama Hanabilah, ijarah ialah :
عقد على منفعة مباحة معلومة تؤخذ شيئا فشئا مدة معلومة بعوض معلوم“Akad terhadap manfaat harta benda yang bersifat mubah dalam periodewaktu tertentu dengan suatu imbalan".5
Menurut Sayyid Sabiq pengertian sewa-menyewa ialah sebagai suatu
jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.6 Sedang M.
Hasbi Ash Shiddieqy mengartikan Ijarah ialah penukaran manfaat untuk
masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual
manfaat.7
Dalam Kitab Fathul Qarib menjelaskan bahwa : Ijarah adalah “suatu
bentuk akad atas kemanfaatan yang telah dimaklumi, disengaja, dan menerima
penyerahan, serta diperbolehkannya dengan penggantian yang jelas.8
3 Ibid., hlm. 884 Ibid., hlm. 895 Ibid., hlm. 906 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid III, Kairo: Daar al-Fath, 1990, hlm. 157 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra,
Cet. 1, 1997, hlm. 4288 Imron Abu Amar, Terjemahan Fathul Qarib Jilid I, Kudus : Menara Kudus, ,t.th., hlm.
297
14
Menurut A. Djazuli, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Islam, ijarah adalah menjual manfaat yang diketahui dengan suatu imbalan
yang diketahui.
Definisi-definisi di atas dapat dirangkum bahwa yang dimaksud
sewamenyewa ialah pengambilan manfaat suatu benda. Dalam hal ini
bendanya tidak berkurang sama sekali, yang berpindah hanyalah manfaat dari
suatu benda yang disewakan tersebut. Dapat pula berupa manfaat barang
seperti kendaraan, rumah, dan manfaat karya tulis seperti pemusik.
Menurut istilah hukum Islam, orang yang menyewakan disebut dengan
mu’ajir. Sedangkan orang yang menyewa disebut dengan musta’jir. Benda
yang disewakan diistilahkan dengan ma’jur dan uang sewa atau imbalan atas
pemakaian manfaat barang tersebut disebut ujrah.9
Dari beberapa pengertian ijarah (sewa) tersebut diatas dapat
dikemukakan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip diantara
para ulama dalam mengartikan ijarah (sewa), dari definisi tersebut dapat
diambil intisari bahwa ijarah atau sewa menyewa adalah akad atas manfaat
dengan imbalan. Dengan demikian, objek sewa menyewa adalah manfaat atas
suatu barang (bukan barangnya). Seseorang yang menyewa sebuah rumah
untuk dijadikan tempat tinggal selama satu tahun dengan imbalan
Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah), seorang yang menyewa berhak menempati
rumah itu untuk waktu satu tahun, tetapi orang yang menyewa tidak memiliki
rumah tersebut. Dari segi imbalannya ijarah ini mirip dengan jual beli, tetapi
9 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakarta:Sinar Grafindo, Cet. II, 1996, hlm. 52.
15
keduanya berbeda karena dalam jual beli objeknya benda, sedangkan dalam
ijarah objeknya adalah manfaat dari benda. Oleh karena itu, tidak
diperbolehkan menyewa pohon untuk diambil buahnya karena buah itu benda,
bukan manfaat. Demikian pula tidak dibolehkan menyewa sapi untuk diperah
susunya karena susu bukan manfaat melainkan benda.10
Jumhur ulama fiqh juga tidak membolehkan air mani hewan ternak
pejantan seperti, unta, sapi, kuda, dan kerbau, karena yang dimaksudkan
dalam hal itu adalah mendapatkan keturunan hewan dan mani itu sendiri
merupakan materi. Demikian juga para ulama fiqh tidak membolehkan al-
ijarah terhadap nilai tukar uang seperti dinar dan dirham, karena
menyewakan hal itu berarti menghabiskan materinya, sedangkan dalam ijarah
yang dituju hanyalah manfaat dari suatu benda. Akan tetapi Ibnu Qayyim al-
Jauziyah pakar fiqh Hambali menyatakan bahwa pendapat jumhur diatas itu
tidak didukung oleh al-Qur’an as-Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Menurutnya yang
menjadi prinsip dalam syariat Islam adalah bahwa suatu materi yang
berevolusi secara bertahap, hukumnya sama dengan manfaat, seperti buah
pada pepohonan, susu dan bulu pada kambing, oleh sebab itu Ibnu Qayyim
menyamakan antara manfaat dengan materi dalam waqaf. menurutnya
manfaatpun boleh diwakafkan, seperti mewakafkan manfaat rumah untuk
ditempati dalam masa tertentu dan mewakafkan hewan ternak untuk
dimanfaatkan sususnya. Dengan demikian, menurutnya tidak ada alasan yang
melarang untuk menyewakan (al-ijarah) suatu materi yang hadir secara
10 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, Jakarta: Amzah 2010,hlm. 317.
16
evolusi, sedangkan basisnya tetap utuh seperti susu kambing, bulu kambing
dan manfaat rumah, karena kambing dan rumah itu menurutnya tetap utuh.11
Demikian juga banyak pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan sendiri
karena terbatasnya tenaga dan ketrampilan misalnya mendirikan bangunan
dalam keadaan dimana kita harus menyewa tenaga (buruh) yang memiliki
kesanggupan dalam pekerjaan tersebut. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
disamping Muamalah jual beli, maka Muamalah sewa-menyewa mempunyai
peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu sewa menyewa
dibolehkan dengan keterangan syara’ yang jelas dan merupakan manifestasi
dari pada keluwesan dan keluasaan hukum Islam, dan setiap orang berhak
untuk melakukan sewa-menyewa berdasarkan prinsip-prinsip yang telah diatur
dalam syariat Islam.12
B. Dasar Hukum Sewa Menyewa
Pada dasarnya para fuqaha sepakat bahwa ijarah (sewa) merupakan
akad yang dibolehkan oleh syara’ kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar
Al-Asham, Ismail bin ‘Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan
Ibnu Qisan. Mereka tidak membolehkan ijarah, karena ijarah adalah jual beli
manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukanya akad tidak bisa diserah
terimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit
demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh
diperjual belikan, akan tetapi pendapat tersebut disanggah oleh Ibnu Rusyd,
11 Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm. 23012 Hamzah Ya’kub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Jakarta: CV. Diponegoro, 1984,
hlm. 320
17
bahwa manfaat walaupun pada saat akad belum ada, tetapi pada galibnya
(manfaat) akan terwujud hal inilah yang menjadi perhatian serta pertimbangan
syara’.
Dasar Hukum sewa-menyewa terdapat dalam al-Qur’an:
روف ع ا آتـيتم بالم تم م لم م إذا س ناح عليك م فال ج عوا أوالدك تـرض مت أن تس د إن أر و
م ا تـع وا أن الله مب لم اع اتـقوا الله و ري و .لون بصArtinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurutyang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa AllahMaha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 233)13
ن أرضعن فإن وره ن أج م فآتوه لكArtinya: “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka
berikanlah kepada mereka upahnya” (QS. Ath-Thalaq: 6)14
Landasan sunnahnya dapat dilihat pada sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Ibn Abbas bahwa Nabi
Muhamad S. a. w. Bersabda:
)ماجهابىنرواه(عرقهجيفانقبلاجرهاألجرياعطواArtinya : “Bayarlah buruh itu sebelum keringngatnya kering”
Mengenai disyari’atkannya ijarah, semua umat bersepakat, tak
seorangpun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, sekalipun ada beberapa
orang diantara mereka yang berbeda pendapat.15
13 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2000,Cet.I hlm. 29
14 Ibid., hlm. 44615 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, Jilid V, Jakarta: Gema Insani, 2011
18
Dengan tiga dasar hukum yaitu Al-Qur'an, Hadits, dan Ijma' maka
hukum diperbolehkannya sewa menyewa sangat kuat karena ketiga dasar
hukum tersebut merupakan sumber penggalian hukum Islam yang utama. Dari
beberapa dasar di atas, kiranya dapat dipahami bahwa sewa menyewa itu
diperbolehkan dalam Islam, karena pada dasarnya manusia senantiasa
terbentur pada keterbatasan dan kekurangan.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ada orang kaya yang memiliki
beberapa rumah yang tidak ditempati, disisi lain ada orang yang tidak
memiliki tempat dengan dibolehkan ijarah maka orang yang tidak memiliki
tempat tinggal bisa menempati rumah orang lain yang tidak digunakan untuk
beberapa waktu tertentu, dengan memberikan imbalan berupa uang sewa yang
disepakati bersama tanpa harus membeli rumah.
Ulama Madzhab Hanafi berpendapat bahwa akad ijarah itu bersifat
mengikat kedua belah pihak, tetapi dapat dibatalkan secara sepihak, apabila
terdapat udzur seperti meninggal dunia atau tidak dapat bertindak secara
hukum atau gila. Jumhur ulama berpendapat bahwa akad ijarah bersifat
mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak dapat dimanfaatkan. Menurut
Madzab Hanafi apabila salah seorang meninggal dunia, maka akad ijarah
menjadi batal, karena manfaat tidak dapat diwariskan kepada ahli waris,
sedangkan menurut jumhur ulama akad itu tidak menjadi batal karena manfaat
menurut mereka dapat diwariskan kepada ahli waris, manfaat juga termasuk
harta.16
16 M. Ali Hasan, Op.Cit., hlm. 230
19
C. Rukun Dan Syarat Sewa Menyewa
Dengan memperhatiakn sejumlah dalil maka fuqaha merumuskan
rukun sewa menyewa itu terjadi dan sah apabila ada ijab qabul, baik dalam
bentuk perkataan maupun dalam bentu pernyataan lainya yang menunjukan
adanya persetujuan kedua belah pihak dalam melakukan sewa menyewa.
Ijarah atau sewa menyewa dalam Islam dianggap sah apabila
memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Adapun menurut jumhur ulama rukun
ijarah adalah sebagai berikut:
1. ‘Aqid (orang yang berakad).
2. Sighat akad
3. Ujrah (upah)
4. Manfaat.17
Adapun syarat sahnya sewa menyewa harus terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Kedua belah pihak yang melakukan akad harus baligh dan berakal. Maka
tidak sah akadnya apabila kedua belah pihak atau salah satu kedua belak
pihak belum atau tidak berakal. Maka tidak sah akadnya orang gila atau
anak kecil yang belum mumayiz. Syafi’iyah dan Hambaliyah
mengemukakan syarat yang lebih ketat lagi, yaitu kedua belah pihak
haruslah mencapai usia dewasa (baligh) menurut mereka tidak sah
akadnya anak-anak, meskipun mereka telah dapat membedakan yang baik
maka sah transaksi tersebut dan pemilik sapi betina biasanya mengucapkan
terima kasih dengan memberikan uang 25.000 atau disesuaikan dengan
kemampuan penyewa. Tapi biasanya yang sering terjadi kebanyakan
memberikan uang sebanyak 25.000. Dari situlah pemilik sapi betina akan akan
membawa sapi pejantan untuk dikawinkan. Dalam praktek tersebut baik
penyewa atau pemilik sapi betina tidak terlalu mementingkan dengan hasilnya,
yang penting mereka sudah berusaha. 12
Sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa (adat),praktek penyewaan
kawin sapi merupakan kebiasaan dimasyarakta desa Kalang Lundo sejak lama,
sudah turun temurun hingga sekarang.dalam sewa kawin sapi ini masarakat
lebih berlandaskan pada tolong-menolong disamping faktor saling
11 Hasil wawancara dengan Bapak Kasno Penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei 201212 Hasil wawancara dengan Bapak Abdul Rohman penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei
2012
37
membutuhkan. Karena sudah menjadi kebiasan maka bagi yang memiliki sapi
pejantan tidak merasa dibebani.13
D. Pelaksanaan Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan.
Sewa menyewa kawin sapi yang terjadi di Desa Kalang Lundo
merupakan suatu akad sewa menyewa terhadap suatu manfaat sapi pejantan
unuk diambil maninya dalam proses perkawinan antara sapi betina dengan
sapi pejantan yang telah ditentukan dan disepakati kedua belah pihak dengan
imbalan yang sudah menjadi kebiasaan. Sapi pejantan yang biasa disewakan
adalah sapi yang dianggap mempunyai bibit unggul. Sewa menyewa kawin
sapi ini biasa terjadi paling lama satu hari. Kemudian setelah proses
perkawinan selesai antara sapi betina dengan sapi pejantan maka uang sewa
dibayar kepada pemilik sapi pejantan.
Adapun proses sewa kawin sapi ini yaitu pertama orang yang
menyewa (pemilik sapi betina) menghubungi pihak yang menyewakan
(pemilik sapi pejantan) yang akan disewakan. Orang yang menyewakan
menerangkan kepada pihak penyewa tentang keadaan sapi pejantannya yang
akan disewakan. Kebiasaan yang terjadi di Desa Kalang Lundo, sewa
menyewa kawin sapi diadakan oleh masyarakat desa yang memiliki sapi.
Dengan demikian orang yang meyewa pada dasarnya telah mengetahui seluk
13 Hasil wawancara dengan Bapak Saikun penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei 2012
38
beluk obyek sewa sehingga orang yeng menyewakan tidak terlalu rumit untuk
menjelaskan obyek sewanya.
Cara pelaksanaan sewa menyewa kawin sapi tidak jauh berbeda
dengan pelaksanaan sewa menyewa pada umumnya. Ijab dan Qabul
dinyatakan secara lisan dengan menggunakan kata-kata yang terang, jelas dan
dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Meskipun ada cara yang mudah
seperti kawin suntik, tetapi masyarakat Desa Kalang Lundo lebih suka
menggunakan sapi pejantan yang disewa dari pemiliknya dengan hanya
memberikan iimbalan sebesar Rp. 25.000 (dua puluh lima ribu rupiah) pemilik
sapi betina bisa mendapatkan kehamilan pada sapinya.14
Perubahan zaman ternyata tidak merubah sistim seperti itu sepertinya
praktek sewa kawin sapi ini mendapat tanggapan positif dari masyarakat dan
belum pernah ada keberatan diantara mereka. Dikarenakan penyewa sendiri
merasa diuntungkan dari sistim sewa kawin sapi tersebut. Bagi yang memiliki
sapi pejantan sebagai yang menyewakan diuntungkan dengan pembayaran dari
penyewa. Sewa kawin sapi dengan sistem ini dirasa wajar sebab semua ini
merupakan bagaian dari hasil kerja sama, tolong menolong dan saling
menguntungkan.15
Untuk mensiasati hal-hal yang mungkin merugikan bagi penyewa
maka pemilik sapi pejantan biasanya memilih sapi yang berbibit unggul, agar
mereka yang memiliki sapi betina dalam usahanya tidak sia-sia dan sapi
14 Hasil wawancara dengan Bapak Sadali pemilik sapi pejantan, 19 Mei 201215 Hasil wawancara dengan Bapak Nyaman pemilik sapi pejantan, 18 Mei 2012
39
betinya segera hamil. jadi mereka akan merasa untung karena sapi betinya
langsung hamil dan tidak sia-sia dengan membayar uang sebanyak 25.000
tersebut. Sedang bagi pemilik sapi pejantan untuk biasanya meminta bayaran
setelah proses perkawinan sapi pejantan dengan sapi betina selesai tanpa ada
perjanjian berhasil hamil atau tidak sapi betinanya.16
Sewa kawin sapi dengan sistem kesepakatan awal, bahwa sapi
pejantan yang telah disewa pada hari itu akan dibayar pada saat proses
perkawinan antara sapi betina dengan sapi pejantan selesai. Ketika
dikemudian hari sapi betina tidak berhasil hamil maka tidak ada yang
disalahkan dan uang yang sudah dibayarkan tidak bisa dikembalikan. Adapun
tatacara dari praktek sewa kawin itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Transaksi dilakukan oleh pemilik sapi betina dan pemilik sapi pejantan
atas dasar saling rela dari kedua belah pihak serta dilakukan secara sadar.
2. Setelah ada kesanggupan ataupun kesepakatan dari kedua belah pihak,
selanjutnya pemilik sapi betina membawa sapinya kerumah yang
menyewakan atau yang memiliki sapi pejantan.
3. Sapi pejantan yang telah disewa oleh penyewa akan dikawinkan tanpa ada
campur tangan lagi dari pihak pemilik sapi pejantan.
16 Hasil wawancara dengan Bapak Muhaimin Penyewa (pemilik sapi betina), 18 Mei2012
40
4. Pemilik sapi pejantan akan menerima bayaran pada waktu proses
perkawinan antara sapi pejantan dengan sapi betina sudah selesai dengan
pembayaran pada umumnya yaitu sebesar 25.000.
5. Jika dalam praktek sewa kawin tersebut tidak berhasil atau sapi betina
tidak jadi hamil, maka pembayaran tidak dapat dikembalikan lagi.17
Di bawah ini disajikan beberapa kasus praktek kawin sapi . dalam
praktek ini. penulis peroleh dari Desa Kalang Lundo, Kec. ngaringan, Kab.
Grobogan, yaitu:
1. Sewa kawin sapi antara bapak Saikun dengan Bapak Sadali
Praktek sewa kawin sapi ini terjadi pada bulan Januari 2012.
Awalnya bapak Saikun datang kerumah Bapak Sadali untuk menyewa sapi
pejantannya . Dengan akad sebagai berikut:
Ijab: pak... Saya punya sapi betina dan saya hanya punya satu,
kira-kira anda bisa bantu buat menyewakan sapi pejantannya gak?
Masalahnya saya tidak punya sapi pejantan karena saya lagi membutuhkan
sapi pejantan untuk saya kawinkan.
Qabul: Ya pak, boleh-boleh saja asal kita bisa saling percaya saja
dan masalah pembayaran seperti biasanya saja.
Ijab: Ya, gak apa-apa pak... tapi, saya belum punya uang sekarang
bagamana pak?
17 Hasil wawancara dengan Bapak Yasmono penyewa (pemilik sapi betina) 19 Mei2012
41
Qobul: Ya pak, kalau begitu, pembayaranya kalau ibu sudah ada
uang saja.
Setelah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, bapak Saikun
mengambil sapi betinanya untuk dibawa kerumah bapak Sadali untuk
diproses (dikawinkan).
2. Sewa menyewa antara Bapak Nyaman dengan Bapak Kasno
Penyewaan kawin sapi ini terjadi pada bulan Agustus 2011, antara
Bapak Nyaman dengan Bapak Kasno. Akad yang berlangsung adalah
sebagai berikut:
Ijab: Pak, Saya lagi butuh sapi banyak tapi tidak punya sapi jantan
untuk mengawini sapi betina saya, kira-kira saya bisa menyewa sapi jantan
bapak tidak?
Qabul: Ya Pak, boleh saja, mau disewa kapan?.
Ijab: Nanti sore pak.
Qabul: Kalo begitu nanti sore tinggal bawa kesini saja sapi
betinanya Pak...
Setelah diserahkanya sapi betina milik Bapak Kasno maka dengan
demikian akad telah dilakukan dan disetujui. Setelah proses kawin terjadi,
maka Bapak Kasno memberikan uang kepada bapak Nyaman sebagai
imbalan atau sebgai ganti dari pada pnyewaan tersebut.
3. Sewa kawin sapi antara Bapak Sadali dengan Bapak Aminuddin Aziz
Transaksi ini terjadi dibulan Oktober 2011, Bapak Aminuddin
Aziz datang kerumah Bapak Kasturi dengan maksud untuk mengawinkan
42
sapi betinanya dengan milik sapi pejantan milik bapak Kasturi Dengan
akad sebagai berikut:
Ijab: Saya minta tolong, dipinjami sapi pejantanya, masalah
pembayaran dan waktunya bisa diatur.
Qabul: Boleh
Ijab: Gimana kalau pembayarannya nanti saya berikan setelah
selesai sewanya..
Qabul: Ya gak apa-apa, yang pentingkan seperti biasanya.
Setelah terjadi kesepakatan maka, Bapak Aminuddin Aziz segera
mengambil sapi betinanya untuk dibawa ke rumah bapak Sadali supaya
dikawinkan dengan sapi pejantan milik bapak Sadali.
43
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG SEWA KAWIN SAPI
(Studi Kasus Sewa Kawin Sapi Di Desa Kalang Lundo Kec. Ngaringan
Kab. Grobogan)
A. Analisis Terhadap Praktek Sewa Kawin Sapi Di Desa kalang lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan.
Dalam praktek ijarah atau sewa memiliki tata cara atau sistem yang
berlaku berdasarkan hukum-hukum dan norma-norma yang telah diterapkan
baik hukum Islam maupun hukum dalam masyarakat (hukum adat). Apabila
bila aturan dan norma-norma yang telah diterapkan tidak dilakasanakan maka
dapat menimbulkan bencana dan kerusakan dalam suatu hubungan
masyarakat. Nafsu mendorong manusia untuk megambil keuntungan
sebanyak-banyaknya melalui cara apa saja.1
Ijarah atau sewa merupakan salah satu sarana pemenuh kebutuhan
yang sering kali di lakukan antara individu satu dengan individu lainnya. Itu
pula yang terjadi di Desa Kalang Lundo. Sebagai contoh sederhana dapat
dilihat dari praktek sewa kawin sapi antara pemilik sapi betina dengan pemilik
sapi jantan. Mungkin hal tersebut dirasa lumprah, namun terlepas dari sadar
atau tidak, nyatanya sistem sewa merupakan kebutuhan sekunder yang selalu
dilakukan.
1 Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Dalam Islam, Bandung: CV. Diponegoro,1992,hlm. 14
44
Dari sekian banyak interaksi kemasyarakatan, sewa menyewa
merupakan kegiatan yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga menyebabkan orang menjadi ketergantungan serta menyadari bahwa
mereka tidak bisa lepas dari kegiatan ini termasuk dalam menjalankan
kegiatan sewa menyewa sapi pejantan untuk dikawinkan dengan sapi betina.
Meskipun praktek sewa kawin sapi merupakan kegiatan wajar. Tapi, jika
prakteknya tidak sesuai atau tidak sesuai aturan pasti akan menimbulkan
berbagai permasalahan.
Praktek sewa kawin sapi semacam itulah yang terjadi di Desa
kalanglundo Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. Dengan perubahan
zaman dimana cara kawin bisa dilakuan dengan cara suntik mani hewan yang
dirasa lebih simpel dan mudah dan juga tidak dipungkiri lagi usaha
memperbanyak keturunan sapi juga bisa dilakukan dengan kawin suntik yang
dikenal dengan isenminasi buatan (IB) tidak dengan cara alami. Tetapi tidak
bagi masyarakat Desa Kalang Lundo dimana dalam praktek kawin sapi
disamping sudah menjadi adat atau kebiasaan juga ada unsur tolong menolong
serta saling membutuhkan dan tidak ada resiko apapun. Mereka beranggapan
kawin sapi melalui media suntik semua itu dirasakan kurang praktis disamping
juga mahal biayanya untuk saat ini. Dari semua dampak yang ada, ternyata
memunculkan praktek sewa kawin sapi yang kemudian mendapat respon dari
sebagian masyararkat Desa Kalang Lundo Kecamatan Ngaringan Kabupaten
Grobogan.
45
Praktek sewa kawin sapi ini sudah berjalan cukup lama dan dianggap
kegiatan yang menolong sesama anggota masyarakat. Mereka menyadari
dengan adanya praktek ini mereka akan lebih mudah mendapatkan anak sapi
dari hasil perkawinan sewa itu. Meskipun mereka harus membayar 25.000
sebagai bentuk konsekwensi penyewaan. Meskipun setelah terjadinya sewa
kawin sapi tersebut ternyata sapi tidak berhasil hamil maka tidak ada yang
disalahkan tapi mereka akan mencoba lagi dikemudian hari.
Terlepas dari semua sumber permasalahan yang ada, ternyata sewa
kawin sapi ini terjadi karena adanya beberapa faktor yang dianggap memberi
pengaruh dalam prakteknya. Beberapa faktor itu diantaranya:
1. Saling Percaya atau Kepercayaan.
Faktor inilah yang sering dipakai sebagai awal terjadinya transaksi,
faktor ini juga yang paling banyak diungkapkan warga. Tanpa
kepercayaan orang sulit untuk berinteraksi. kepercayaan dalam praktek
sewa ini dirasa cukup memberi rasa nyaman bagi penyewa. Meskipun dari
praktek sewa tersebut terkadang sapi mereka tidak jadi hamil padahal
mereka sudah membayar Rp. 25.000. Karena dalam praktek sewa ini
pemilik sapi pejantan medapatkan bayaran tersebut setelah akad atau
kesepakatan dalam penyewaan tersebut telah terjadi terlepas berhasil atau
tidak.
Jika dilihat dari sisi penyewa, selain penyewa harus memberikan
bayaran, mereka juga yang mendatangi pemilik sapi pejantan. Dengan
adanya uang penyewaan jelas menambah beban tersendiri, karena tidak
46
ada jaminan berhasil atau tidak. Dengan kata lain pemilik sapi pejantan
hanya menyewakan dan menerima uang saja dari kesepakatan itu.
Terlepas dari benar ataupun salah, bagi masyarakat Desa Kalang
Lundo praktek sewa kawin sapi ini sudah dianggap sesuai, dengan alasan
praktek sewa itu terjadi karena sudah adanya kesepakatan antara kedua
belah pihak. Jika kita kembali pada permasalahan awal mengenai makna
sewa atau ijarah itu sendiri jelas praktek ini bisa dikatakan benar. Karena
selain yang diambil manfaatnya saja dalam hal ini sapi betina menjadi
hamil, bendanya (sapi jantan) juga tidak berkurang.
Makna tersebut juga sesuai dengan teori yang diungkapkan dalam
hukum Islam bawa sewa menurut Ulama Hanafiyah ”Sewa adalah
transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan. Ulama Syafi’iah
mendifinskan transaksi terhaap sutu manfaat yang dituju, tertentu bersifat
mubah dan bleh dimafaatkan dengan imbalan tertentu. Ulama Malikiyah
dan Hambaliyah mendifinisikan sewa adalah pemilikan manfaat sesuatu
yang diolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.2
Jika kepercayaan merupakan dasar dari kesepakatan sewa kawin
sapi, maka praktek sewa yang berlangsung harus sesuai dengan
kesepakatan yang ada. Terlepas dari benar atau salah praktek sewa ini,
karena kepercayaan adalah modal utama yang dipakai, sehingga semua ini
menjadi hal yang wajar jika prakteknya harus sesuai kesepakatan yang ada.
2 Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm. 228
47
2. Waktu Pembayaran Terjadi Pada Saat proses perkawinan selesai Dan
Lebih Murah Dari Praktek Lain
Karena sistem sewa ini merupakan persewaan dengan sistem
pengambilan manfaat yang berupa mani hewan, tetapi pembayarannya
tidak terjadi pada waktu akad Melainkan pada waktu proses perkawinan
selesai. Meskipun manfaat belum bisa didapatkan ketika terjadi transaksi
tetapi pembayaran tersebut sebagai ganti penyewaan sapi, selain sudah
biasa juga murah harganya. Dari situlah pemilik sapi betina lebih memilih
bertransaksi seperti ini dari pada dengan sistim suntik yang lebih banyak
dipakai dizaman sekarang.
Kesepakatan waktu pembayaran ini biasanya juga telah
diperhitungkan oleh penyewa. Dengan pembayaran hanya Rp. 25.000
penyewa bisa mendapatkan manfaat dari sewa kawin sapi ini, meskipun
ada penyewa yang tidak berhasil dalam praktek ini, tetapi penyewa
beranggapan sewa bisa dilakukan lagi dengan pemilik sapi pejantan yang
lain. Menurut pengakuan dari salah satu pnyewa sapi pejantan sistim sewa
ini ibarat usaha mencari keberuntungan. Untung yang didapat biasanya
akan mendapatkan kehamilan dari sewa kawin tersebut .3
Kemudian yang menjadi pertanyaan, kenapa praktek sewa kawin
sapi ini masih sering dilakukan? Jawaban sebagian dari masyarakat Desa
Kalang Lundo adalah. Jika mereka tidak mengikuti praktek yang ada,
mereka akan kesulitan untuk mendapat mani hewan dan lebih mudah
3 Hasil wawancara dengan Ibu Aminah penyewa, 18 Mei 2012
48
prakteknya dari pada dengan cara lain. Selain itu antara penyewa dan yang
punya pejantan sudah sama-sama mengenal juga saling percaya, dan juga
bagian dari tolong menolong. Jika dalam praktek ini penyewa gagal dalam
mendapatkan kehamilan sapinya maka penyewa akan menerimanya dan
tidak mempersoalkan.
Praktek sewa kawin sapi ini tidak harus selalu ada pembayaran
sesuai dengan kebiasaan, tetapi melihat dari kemampuan pemilik sapi
betina atau penyewa. Jika penyewa tidak memiliki uang maka bisa
dibayarkan dikemudian hari. Selain harga yang terjangakau dalam praktek
ini masyarakat Desa Kalang Lundo yang sebagian banyak usaha
kehidupan sehari-hari sebagai petani dan buruh maka dalam praktek ini
mereka tidak begitu memperdulikan soal hukum karena keterbatasan
mereka dalam memahami ilmu agama Islam.
Sistem sewa merupakan suatu bentuk perikatan, perikatan lahir
dikarenakan adanya perjanjian dan kesepakatan diantara kedua belah pihak,
suatu perikatan terdapat prestasi yang harus dipenuhi. Wujud dari prestasi
adalah memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu juga syarat pelaksanaan dan penyelesaian ijarah berkaitan dengan
akad, proses, dan hasil ijarah sudah di tentukan dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah yang berbunyi dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 257:
“Untuk menyelesaikan suatu proses akad ijarah , pihak-pihak yangmelakukan akad harus mempunyai kecakapan melakukan perbuatanhukum”4
4 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2009, hlm. 60
49
Jadi sebelum melakukan praktek sewa seharusnya, baik penyewa
maupun yang menyewakan terlebih dahulu memahami praktek serta syarat
yang ditentukan. Kemudian barulah penyewa menyanggupi ataupun tidak
untuk melakukan prktek sewa kawin sapi ini. Tetapi harus memahami
pula dari hukum yang sebenarnya apakah dalam praktek tersebut
dibolehkan atau tidak dan pembayaran sewa mani pejantan hukumnya
bagaimana.
Meskipun pembayaran dapat dinego, tetapi dalam hukum Islam
sendiri ada beberapa ulama yang melarangnya. mestinya pembayaran
hanya bersifat sebagai bentuk terima kasih dan yang menyewakan juga
menyewakan pejantanya secara cuma-cuma.
Kalaupun ada bembayaran dalam praktek yang diberikan penyewa
jangan dianggap sebagai suatu keharusan atau kewajiban. dalam praktek
sewa kawin sapi ini ini. Harusnya itu semua merupakan bentuk bantuan
saja karena tidak ada yang berkurang dalam objeknya. pemberian uang
dari penyewa sebagai kesadarannya atas penyewaan pejantan untuk
dikawinkan.
Dengan praktek seperti yang penulis sampaikan mengenai
pembayaran diatas. Maka bagi penulis baik si penyewa maupun yang
menyewakan belum memhami bagaimana melaksanakan sewa menyewa
secara benar. Dalam hukum Islam tidak dibenarkan penyewaan pejantan
untuk dikawinkan dnegan adanya pembayaran dari praktek tersebut. Tetap
50
kalau sifatnya sebagai pertolongan dan tanpa meminta bayaran maka
dibolehkan.
Bolehlah memberikan pembayaran dalam praktek sewa tersebut
tapi harus atas dasar kerelaan atau sebagi rasa terima kasih atas penyewaan
tersebut serta tidak memberatkan salah satu pihak. Misalnya penyewa
tidak memiliki uang maka tidak dipermasalahkan karena dalam praktek
sewa tersebut hanya membantu secara cuma-cuma. Kalau praktek sewa
kawin sapi tersebut dijalankan dengan mematok harga sebagi bentuk
sahnya praktek tersebut itu menjadi batal karena objeknya tidak bisa
didapatkan secara langsung seperti pada penyewaan yang lainya.
Alasan pembayaran juga haruslah tepat, tidak boleh dilakukan
karena salah satu merasa telah membantu praktek sewa kawin sapi tersebut
agar tidak merasa ada yang dirugikan kalau seandainya terjadi kegagaln
dalam prakteknya.
3. Praktek Sewa Kawin Sapi Sudah Menjadi Kebiasan atau Adat.
Sewa kawin sapi sudah menjadi hal yang biasa dalam masyarakat
Desa Kalang Lundo, dimana yang memilki ternak pernah melakukan sewa
kawin sapi ini agar hewan atau sapinya bertambah banyak praktek ini
sudah berjalan turun temurun hingga sekarang.meskipun dalam praktek ini
ada yang berhasil sapinya menjadi hamil tapi ada juga yang gagal.dalam
proses yang gagal tidak akan ada yang disalahkan karena dalam
kesepaktan mereka tidak ada kewajiban apa-apa sebagai bentuk
konsekwensi. Hal ini dikarenakan mereka satu tetangga dan sudah saling
51
mengenal jadi sudah tahu sama tahu hasil dari praktek sewa kawin itu.
Praktek sewa seperti ini dijadikan kemudahan dalam memperoleh tujuan
dalam memperbanyak ternak-ternak mereka, meskipun banyak alternatif
lain sebagi cara kawin sapi tapi mereka tidak menggunakan sistim itu.
Pembayaran secara berkala ini bisa dijadikan alternatif sebagai penutup
kerugian dari salah satu sewa menyewa yang didapat.
Dibolehkannya praktek sewa ini di Desa Kalang Lundo disebabkan
pembayaran murah juga saling meringankan antar masyarakat. Dengan
catatan tidak ada unsur penipuan dan pemaksan, harga sewa relatif
setandar atau tidak mahal mengalami kenaikan yang signifikan. Karena
sebagian uang yang didapat dari praktek sewa menyewa sebelumnya dapat
dipakai sebagai pembayaran barang dagangan yang diperoleh berikutnya.
B. Analisis Hukum Islam Terhadap praktek Sewa Kawin Sapi di Desa
Kalang Lundo Kec. Ngaringan Kab. Grobogan
Ijarah merupakan sarana kemasyarakatan yang identik dengan
transaksi menyewakan suatu benda untuk diambil manfaatnya dengan imbalan
dalam hal ini benda yang disewakan tidak berkurang kadarnya atas dasar
saling merelakan.
Dalam arti umum, sewa atau ijarah ialah suatu perikatan untuk
memberikan suatu manfaat dari suatu benda, bukan memberikan kadar
barangnya hanya manfaatnya saja yang diambil. Perikatan adalah akad yang
52
mengikat kedua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satau pihak
menukarkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain.5
Dalam Hukum Islam sewa menyewa diperbolehkan berdsarkan al-
Qur’an surat al-Baqarah ayat 233:
عروف ا آتـيتم بالم تم م لم م إذا س ناح عليك م فال ج عوا أوالدك تـرض مت أن تس د إن أر و
ل م ا تـع وا أن الله مب لم اع اتـقوا الله و ري و .ون بص
Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidakada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurutyang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa AllahMaha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Baqarah : 233).6
Dengan kelembutan hikmahnya, Allah telah menjadikan dunia ini
sebagai tempat tinggal sekaligus ladang mata pencaharian, sebagai tempat
mencari penghidupan sekaligus tempat kembali, dalam mencari mata
pencaharian hendaklah dilakukan dengan cara yang benar.7
Sewa menyewa juga diperbolehkan berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
)ماجهابىنرواه(عرقهجيفانقبلاجرهاألجرياعطواArtinya : “Bayarlah buruh itu sebelum keringngatnya kering”8
Terjadinya praktek sewa menyewa tidak bisa dilepaskan dari
perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedang dalam
5 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 686 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2000,
Cet.I hlm. 297 Al-Imam Asy- Syaikh Ahmad Bin Azdurrahaman Bin Qudama, Minhajul Qasidin, Terj.
Kathur Suhandi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. (13), 2007, hlm. 94.8 Muhamad bin Ismail al-Shan’ani, Subul al-Salam, Juz III, Beirut: Daar al-Kutb al-
Ilmiyah, 1988, hlm.6
53
perjanjiannya terdapat beberapa asas diantaranya asas konsensual yaitu hukum
perjanjian sewa menyewa sudah dilahirkan pada detik tercapainya kata
sepakat mengenai barang yang disewakan. Sifat konsensual dari sewa
menyewa tersebut ditegaskan dalam Pasal 260 KHEI yang berbunyi:
“(1) peggunaan benda ijarah an harus dicantumkan dalam akad ijarah .“(2) jika penggunaan benda ijarah an tidak dinyatakan secara pasti dalam akadmaka benda ijarah an digunakan berdasarkan aturan umum dan kebiassaan.”9
Perjanjian yang dibuat berdasar pada kesepakatan awal dari kedua
belah pihak. Manfaat yang diperjanjikan dapat diketahui secara jelas,
kejelasan manfaat sewa menyewa dapat diketahui dengan cara mengadakan
pembatasan waktu pembayaran barang.
Dalam setiap perjanjian juga harus memuat unsur-unsur perjanjian di
dalamnya, unsur-unsur perjanjian tersebut diantaranya:
1. Adanya pertalian ijab dan qabul.
2. Dibenarkan oleh syara’.
3. Mempunyai akibat hukum terhadap obyeknya dan konsekuensi hak dan
kewajiban yang mengikat para pihak.10
Setiap muamalah haruslah dilakukan secara adil dan tidak ada
kezaliman, dalam praktek sewa menyewa kawin sapi ini terjadi suatu
kezaliman meski tidak mengutarakan bentuk kezaliman tersebut. Terzhalimi
karena dia tidak mendapatkan keadilan yang berupa haknya tidak terpenuhi
dari pihak lain. Zhalim artinya tidak menimbulkan kerugian pada pihak lain,
9 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Op.Cit, hlm. 6110 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005, hlm. 48
54
perlu diketahui bahwa menipu dalam sewa menyewa merupakan tindakan
yang tercela, begitu pula dalam profesi lainnya.11
Unsur keridhaan antara kedua belah pihak sangatlah penting, hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran Surat an-Nisa ayat 29.
ة عن تـراض ون جتار م بالباطل إال أن تك نك م بـيـ الك و لوا أم نوا ال تأك ا الذين آم يا أيـه
ان ب م إن الله ك ك تـلوا أنـفس ال تـق م و نك ا م يم م رح )٢٩:النساء(كArtinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalanperniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.(An-Nisa :29).12
Ayat di atas menerangkan tentang larangan memperoleh harta dengan
jalan yang batil. Dapat dikatakan bahwa kelemahan manusia tercermin antara
lain pada gairahnya yang melampaui batas untuk mendapatkan gemerlapnya
duniawi berupa wanita, harta dan tahta. Oleh sebab itu melalui ayat ini Allah
mengingatkan, wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
yakni memperoleh harta yang merupakan sarana kehidupan kamu diantara
kamu dengan jalan yang batil. Yakni tidak sesuai dengan tuntunan syari'at,
tetapi hendaklah kamu peroleh harta itu dengan jalan perniagaan yang
berdasarkan kerelaan diantara kamu, kerelaan yang tidak melanggar
ketentuan agama.13
11 Ibid., hlm. 20412 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Diponegoro, 2000,
Cet.I hlm. 6513 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an), Vol.
II, Jakarta : Lentera Hati, 2005, Cet. IV, hlm. 411
55
Perjanjian atau akad merupakan faktor yang sangat penting dalam
sebuah transaksi, dimana dipandang tidak hanya dari zhahirnya saja akan
tetapi batin akad juga perlu diperhatikan. Meskipun secara zhahir akad
tersebut sah tetapi belum tentu dari segi batin, yang dimaksud dengan batin
akad adalah keridaan ataupun kerelaan serta tidak adanya unsur keterpaksaan.
Jika zhahir akad tidak sah maka secara otomatis batin akad tidaklah sah.14
Keridhaan dalam suatu transaksi sangat diperlukan, karena tanpa
adanya keridhaan mustahil sewa menyewa ini dapat terlaksana. Transaksi
juga baru dikatakan sah apabila didasarkan pada keridaan kedua belah pihak.
Artinya, tidak sah suatu akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa
atau dipaksa. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi
kemudian salah satu pihak merasa terbebani, sehingga kehilangan
keridhaanya, maka akad tersebut bisa batal.
Akan tetapi praktek sewa menyewa yang dilakukan oleh masyakat
desa kalang lundo itu adalah menyewakan sapi pejantan untuk dikawinkan
dengan sapi betina dan pihak penyewa mengambil upah dari transaksi
penyewaan tersebut. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan abu daud hal ini
tidak diperbolehkan. Rasulullah Saw bersabda:
ى : حدثنا مسدد بن مسرهد اخربنا امساعيل بن احلكم عن نافع عن ابن عمر قال
15)رواه ابو داوود(رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم عن عسب الفحل
14 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2006, hlm. 54.15 Imam Abu Dawud, Sarah Sunan Abi Dawud, juz 9, Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiah,
hlm. 213
56
Artinya: “Diriwayatkan dari Musaddad ibn Musarhad, mengabarkan kepadakita Isma’il ibn Khakam ibn Nafi’dari ibnu ‘umar ia berkata:Rasulullah Saw melarang penyewaan mani hewan pejantan”
Berdasarkan hadits tersebut Rasulullah melarang penyewaan sapi
pejantan untuk proses perkawinan karena yang diinginkan dari penyewaan
tersebut adalah mani dari sapi pejantan itu sendiri.
Ada beberapa alasan sehingga hal ini dilarang:
1. Objek transaksi (yaitu, sperma pejantan) itu tidak bisa diserahkan, karena
keluarnya sperma pejantan itu sangat tergantung dengan keinginan dan
syahwat pejantan.
2. Objek transaksi (yaitu, sperma pejantan) itu memiliki kadar yang tidak
diketahui jumlahnya.16
Larangan ini juga terdapat Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda:
ص أل النىب ن كالب س ال م الك أن رج ل وسلم لى اهللا عليهعن أنس بن م ح ب الف عن عس
م ر ل فـنك ول الله إنا نطرق الفح اه فـقال يا رس ة . فـنـه ام ر فـرخص له ىف الك
Artinya: “Dari Anas bin Malik, bahwasanya ada seorang dari Bani Kilabbertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang upahsperma pejantan. Jawaban Nabi adalah melarang hal tersebut.Orang tersebut lantas berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnyakami meminjamkan pejantan dengan cuma-cuma lalu kami diberihadiah.” Nabi pun membolehkan untuk menerima hadiah”. (HR.Tirmidzi).17
Hadits diatas menjelaskan bahwa pengambilan upah atas penyewaan
hewan pejantan tidak diperbolehkan, kecuali pemilik hewan betina memberi
16 Ibnu Hajar, Fatkhul Bari, Bairut: Daar Al-Fikr, t.th, hlm. 46117 A. Qadir Hasan Muhammad Hamidy dan Imron A.M Umar Fanany B.A, Terjemagan
Nailul Authar, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983, hlm. 1651
57
hadiah kepada pemilik pejantan itu diperbolehkan dengan alasan jika hadiah
tersebut adalah sebagai kompensasi karena pemilik hewan betina telah
dipinjami hewan pejantan dan itu tidak tertulis. Jika pemilik hewan pejantan
diberi hadiah dan itu bukanlah uang sewa maka uang tersebut boleh
diterima.18
Jika dilihat dari kaca mata agama maupun dari etika sewa menyewa
yang ada, sewa menyewa dengan pemberian harga jelas akan menimbulkan
keberatan yang kemudian menjadi ketidakikhlasan. Karena selain faktor
kepercayaan, nyatanya faktor keridhaan juga harus terpenuhi. Jadi semua itu
harus dipenuhi oleh pelaku yang terlibat dalam praktek sewa menyewa yang
ada.
Di dalam kitab Fathul Bari’ imam malik memboleh penyewaan
binatang pejantan sepetri unta, sapi, dan hewan yang lain, Imam Malik
membolehkan seseorang menyewakan binatang pejantanya untuk kawin
beberapa kali, tetapi madzhab Hanafiyah dan madzhab Syafi’iyah
melarangnya. Alasan Fuqaha yang melarang karena adanya larangan
menyewakan binatang pejantan untuk dikawinkan dengan sapi betina,
sedangkan fuqaha yang membolehkan menyamakan penyewaan binatang itu
dengan manfaat yang lain, alasan ini dianggap lemah karena lebih
menguatkan qiyas daripada riwayat.19
Menurut penulis praktek yang dilakukan di Desa Kalang Lundo itu
tidak boleh kalau menggunakan akad sewa berdasarkan hadits yang
18 Ibnu Qadamah, Al-Mughni, Juz IV, Bairut, Daar Al-Kutub Al-Ilmiah, t.th, hlm. 27719 Ibnu Hajar, Loc.Cit
58
diriwayatkan oleh Abu Daud, Imam Tirmidzi dan pendapat dari Madzhab
Hanafiyah dan Syafi’iah karena yang diinginkan dari sewa tersebut adalah
mani hewan.
Namun Imam Syafi’i memberikan solusi bahwa menyewa pejantan
dapat dilakukan apabila sudah menjadi adat tetapi pemberian upah oleh
penyewa atas dasar ungkapan terimakasih bukan sebagai imbalan sewa.
Dengan demikian praktek yang selama ini ada di desa Kalang Lundo Kec.
Ngaringan Kab. Grobogan akan lebih sesuai jika menggunakan akad tabarru’,
karena akad tabarru’ sendiri itu merupakan perjanjian yang tidak mencari
keuntungan. Tetapi dalam akad ini pihak yang meminjami boleh memungut
biaya hanya sekedar untuk mengganti biaya perawatan obyek yang akan
dijadikan akad tabarru’ kepada pihak yang dipinjami.20 Seperti firman Allah
surat al-Hadid ayat 11:
ن س رض الله قـرضا ح ن ذا الذي يـق رمي م ر ك له أج ه له و ا فـيضاعفArtinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman ituuntuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak”.21
Dalam sebuah hadits:
قرضا مسلمايقرضمسلمما من:قالمسعود أن النىب صلى اهللا عليه وسلمعن إبن)ماجةإبنرواه(إال كان كصدقتها مرة مرتني
Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud ra, bahwa Nabi SAW bersabda: “Tidaklahseorang muslim memberikan pinjaman kepada orang muslim
20 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja GrafindoPersada, 2004, hal 58
21 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Diponegoro,2000, hlm. 911
59
lainnya sebanyak duakali pinjaman, melainkan layaknya ia telahmenyedekahkan satu kali.”22
Setiap pelaku ekonomi Islam itu harus mementingkan agama dengan
cara berniat baik tidak rakus untuk mendapatkan kekayaan orang lain,
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pekerjaannya
dimaksudkan untuk melaksanakan salah satu fardlu kifayah, sebab jika
pekerjaan ditinggalkan, kehidupan akan menjadi timpang dan tidak berjalan.
Kualitas dan kemampuan pekerja juga dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, latihan, motivasi, etos kerja, mental dan kemampuan teknis
pekerja yang bersangkutan. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja
yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk
mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada
di sekitar untuk kelancaran pelaksanaan kerja, semakian tinggi pendidikan
maka semakin tinggi produktifitas.23
Dilihat dari tingkat kependidikan masyarakat Desa Kalang Lundo,
pendidikannya tergolong rendah itu dapat dilihat dari data monografi bahwa
hanya sedikit masyarakat yang sampai ke tingkat perguruan tinggi. Kondisi
keagamaan juga tidak jauh beda, untuk itu prinsip-prinsip serta etika bekerja
secara Islami ataupun pemahaman akan menjalin kerja sama dan bekerja
sangatlah kurang.
Islam adalah agama yang mudah, Hukum dapat berubah sesuai
perubahan zamam, hukum Islam bersikap dan bersifat tegas dan jelas, namun