ANALISIS FATWA MUI TENTANG PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H) Oleh: Andi Permana NIM : 1112043200006 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
102
Embed
ANALISIS FATWA MUI TENTANG PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME … · 2018. 10. 29. · Sekularisme Agama, karena hanya menambah kesesatan bagi yang mengikutinya. Selain itu,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS FATWA MUI TENTANG PLURALISME, LIBERALISME
DAN SEKULARISME AGAMA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)
Oleh:
Andi Permana
NIM : 1112043200006
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
ABSTRAK
Andi Permana, NIM 1112043200006, ANALISIS FATWA MUI
TENTANG PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA,
Strata Satu (S-1), Jurusan Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1438 H/2017 M, 82
halaman.
Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan mengenai permasalahan
ditolaknya putusan Fatwa MUI Nomor 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama oleh para pemikir Islam Liberal
serta perbedaan pemahaman antara pemikir Islam Liberal dengan MUI terhadap
berkembangnya paham Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Fatwa MUI tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama. Selanjutnya, untuk mengetahui perbedaan
pemahaman antara pemikir Islam Liberal dan MUI tentang paham Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama.
Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif
tertulis, dengan melakukan pendekatan analitis, yang menghasilkan data deskriptif
dengan mengkaji permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini. Metode
pengumpulan data yang digunakan, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka.
Selain itu, sumber data penelitian yang digunakan mengacu kepada Fatwa MUI
Nomor 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan
Sekularisme Agama serta mencari data dari al-Qur’an, Hadits, buku-buku, jurnal,
dan artikel yang relevan dengan masalah dalam skripsi ini.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa Fatwa MUI tentang
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama menegaskan pengharaman
kepada umat Islam untuk mengikuti paham Pluralisme, Liberalisme dan
Sekularisme Agama, karena hanya menambah kesesatan bagi yang mengikutinya.
Selain itu, perbedaan pemahaman antara pemikir Islam Liberal yang
membolehkan paham Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama dengan
alasan kebebasan berpikir dalam HAM. Kemudian, MUI yang melarang paham
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama dengan alasan bertentangan
terhadap ajaran agama Islam.
Kata kunci : Analisis, Fatwa MUI, Pluralisme, Liberalisme,
Sekularisme Agama.
Pembimbing : 1. Dr. H. Ahmad Sudirman Abbas, MA
2. Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc, MA
Daftar Pustaka : 1988-2016.
vi
KATA PENGANTAR
حيم حمن الره بسم للاه الره
Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada sang Penguasa
alam Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, karunia dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ANALISIS
FATWA MUI TENTANG PLURALISME, LIBERALISME DAN
SEKULARISME AGAMA”. Shalawat serta salam dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah mengantarkan umatnya dari kegelapan dunia ke
zaman pencerahan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Selama penulisan skripsi ini penulis menyadari banyak mengalami
kesulitan dan hambatan untuk mendapatkan data dari referensi. Namun berkat
kesungguhan hati dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga kesulitan itu dapat
diselesaikan. Untuk ini penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Fahmi Muhammad Ahmadi, M. Si, dan Hj. Siti Hanna, S. Ag, Lc, MA,
Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Pembimbing Akademik Dr. Fuad Thohari, MA, dan seluruh Dosen Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
5. Dosen pembimbing Skripsi Dr. H. Ahmad Sudirman Abbas, MA, dan Hj.
Siti Hanna, S. Ag, Lc, MA, yang selalu memberi pengarahan, pembelajaran
yang baru bagi saya dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan keistiqomahan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Khusus kepada kedua orang tua penulis yang sangat penulis cintai dan
sayangi. Ayahanda tercinta Arifin dan ibunda tercinta Chaironi yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, serta telah mengorbankan seluruh hidupnya untuk
membahagiakan dan membesarkan penulis sampai saat ini. Tidak akan
pernah dan mustahil penulis mampu membalas kebaikan yang telah
diberikan selama ini. Kedua orang tua selalu menjadi sumber teladan bagi
penulis dalam mengarungi kehidupan dan menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada kakak dan adik penulis yang selalu memberikan semangat serta
mendoakan penulis dalam perjalanan studi penulis dan penyelesaian skripsi
ini.
8. Kepada guru ngaji penulis, abang Abdul Aziz dan Rahmat. Terimakasih
telah membantu penulis dalam perjalanan studi baik dalam bentuk materil
maupun moril.
9. Kepada teman-teman seperjuangan mahasiswa PH (Perbandingan Hukum)
angkatan 2012, khususnya Muhammad Aryo Purwanto, Adam Rohili,
Suhadi Yazid, Achmad Furqon, Zaki Mubarok, Nova Sandy Prasetyo,
Ahmad Fajri, Nurhilaluddin, Miladiyah, Mawaddah, Ronni Johan, Bukhori
Muslim, Fatima Wati, serta teman-teman lain yang selalu memberikan
viii
semangat, dukungan, dan saran kepada penulis. Terimakasih teman-teman,
dengan kebersamaan kita selama ini dalam suka dan duka. Penulis
menyadari itu semua sebagai pengalaman berharga yang tidak akan pernah
terlupakan.
10. Kepada sahabat-sahabat terbaikku Rizal Nurdiansyah, Fuadz Zakariya,
Nursaman, Nurkolis Madjid, Endan Setiawan dan Muhammad Arwan Fauzi.
Terimakasih atas semangat dan dukungannya kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini. Terimakasih telah membuat cerita dalam hidup
penulis baik berupa canda tawa, tangis dan pengorbanan. Tetaplah selalu
menjadi sahabat yang terbaik bagi penulis.
11. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang mana
penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa
memberkati langkah kita. Semoga Allah membalas amal baik kalian semua
dengan kebaikan yang berlipat ganda.
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca sekalian. Amin.
Jakarta, 24 Desember 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................
1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................
5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................
6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................
7
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................
8
x
F. Metode Penelitian .....................................................................
12
G. Sistematika Penulisan ...............................................................
13
BAB II PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME
AGAMA
A. Pengertian Islam Liberal .......................................................... 15
B. Sejarah dan lahirnya Islam Liberal .......................................... 17
C. Pluralisme Agama di dalam Masyarakat Islam dan Barat ....... 21
D. Liberalisme Agama di dalam Masyarakat Islam dan Barat ..... 26
E. Sekularisme Agama di dalam Masyarakat Islam dan Barat ...... 28
BAB III PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HAM TENTANG
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME
AGAMA
A. Konsep Pluralisme Agama ....................................................... 33
B. Konsep Liberalisme Agama ..................................................... 39
C. Konsep Sekularisme Agama .................................................... 45
D. Kebebasan Berpikir Menurut Hukum Islam dan HAM ........... 51
E. Historisitas Kebebasan Berpikir Dalam Islam dan HAM ........ 58
xi
BAB IV ANALISA FATWA MUI NO. 7/MUNAS VII/MUI/11/2005
TENTANG PLURALISME, LIBERALISME DAN
SEKULARISME AGAMA
A. Latar Belakang Lahirnya Fatwa MUI No.7/MUNAS
VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan
Sekularisme Agama ................................................................. 63
B. Landasan Hukum Fatwa MUI No. 7/MUNAS VII/MUI/11/2005
tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama ...... 69
C. Analisis Perbandingan Fatwa MUI No. 7/MUNAS
VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan
Sekularisme Agama dengan HAM .......................................... 71
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 74
B. Saran-saran ................................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 78
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada tahun 2005 MUI (Majelis Ulama Indonesia) dalam Musyawarah
Nasional MUI VII telah mengeluarkan keputusan fatwa mengenai Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama. Diantara ketentuan hukum dari fatwa tersebut
isinya melarang umat Islam untuk mengikuti paham tersebut. Alasan yang
dikemukakan bahwa Pluralisme, Sekularisme dan Liberalisme agama merupakan
paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
MUI menjelaskan bahwa dewasa ini umat Islam tengah dihadapkan pada
perang non fisik atau boleh dibilang perang pemikiran (ghazwul fikr). MUI telah
memutuskan bahwa aliran pemikiran yang datang dari Barat, yaitu paham
Sekularisme dan Liberalisme Agama telah menyimpang dari sendi-sendi ajaran Islam
serta merusak keyakinan dan pemahaman agama masyarakat terhadap ajaran agama
Islam. Bukan hanya itu saja, Sekularisme dan Liberalisme agama menimbulkan
keraguan terhadap akidah dan syariat Islam. Beberapa contoh yang dijelaskan oleh
MUI diantaranya pemikiran tentang relativisme agama, sinkretisme agama, penafian
serta pengingkaran terhadap hukum syariat.1
1 Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005.
2
Namun, ternyata respons negatif terhadap fatwa MUI tersebut bermunculan
dari para pemikir Islam Liberal itu sendiri. Diantaranya datang dari M. Dawam
Rahardjo yang menyatakan bahwa MUI telah melarang suatu paham yang
menurutnya bertentangan dengan ajaran agama Islam. Tentu ini bisa diartikan
sebagai pelarangan kemerdekaan berpikir, berpendapat dan berkeyakinan yang
merupakan bagian dari hak asasi manusia. MUI bisa berpendapat yang isinya
menolak suatu paham. Namun, jika melarang masyarakat menganut suatu paham, itu
namanya mengingkari kemerdekaan berpikir dan berpendapat. Lebih lanjut, dalam
fatwa MUI, liberalisme agama diartikan menggunakan akal pikiran secara bebas dan
bukan pemikiran yang dilandasi agama. Dalam hukum Islam haruskah penggunaan
pikiran manusia dalam pemikiran Islam itu harus dicegah? Jika dicegah melalui
hukum, hal itu sama saja dengan pemberangusan kebebasan berpikir. Selain itu, Nabi
Muhammad SAW pernah bersabda yang intinya mengantisipasi dijumpainya
persoalan-persoalan yang tidak ditemukan petunjuknya, baik dalam Al Quran
maupun As Sunnah. Dalam kasus yang demikian, Nabi SAW mengizinkan
penggunaan akal bebas, yang disebut ijtihad. Misalnya, masalah pemilihan kepala
negara dan suksesi kepemimpinan. Jika pemikiran yang menggunakan akal bebas itu
tidak diakui, sementara penggunaan akal bebas tidak bisa dicegah, bahkan
merupakan suatu keharusan dalam hal tidak ada landasan Al Quran dan Sunnah,
karena masalah itu merupakan persoalan dunia dan bukan agama, justru akan timbul
sekularisme, yang memisahkan masalah agama dan dunia atau agama dan negara.
Fatwa MUI juga menolak asas pluralisme beragama, tapi menerima pluralitas
3
beragama karena merupakan realitas. MUI agaknya membedakan pluralisme dan
pluralitas, yang memang berbeda. Yang satu pemikiran dan yang satu lagi adalah
realitas yang tak bisa ditolak. Namun, keduanya berkaitan satu sama lain.2
Hal yang sama juga diungkapkan salah satu aktivis Fatayat NU, Neng Dara
Afiah yang menyatakan bahwa 11 Fatwa MUI3 itu telah memporak-porandakan
kebebasan berpikir. Sebab menurutnya, kebebasan berpikir adalah mutlak bagi umat
Islam. Kemajuan umat Islam diperoleh dari kebebasan berpikir dan kebebasan
berpikir sekarang ini telah dirampok oleh MUI melalui pelarangan pluralisme,
sekularisme dan liberalisme. Karena semua itu harus dipelajari, bukannya
dipenjarakan atau ditutupi.4
Fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme agama itu kemudian
mendapatkan sorotan yang sangat tajam dari sejumlah ulama papan atas. Salah satu
2 Lihat M. Dawam Rahardjo. https:/m.tempo.co/read/news/2005/08/01/05564630/kala-mui-
mengharamkan-pluralisme, artikel diakses pada 14 Juli 2016. 3 Hasil Munas VII MUI yang patut disimak adalah 11 fatwa yang dirilis. 11 fatwa tersebut
ialah: (1) MUI mengharamkan pelanggaran hak atas kekayaan intelektual termasuk hak cipta. (2) MUI
mengharamkan perdukunan dan peramalan termasuk publikasi hal tersebut di media. (3) MUI
mengharamkan doa bersama antaragama, kecuali doa menurut keyakinan atau ajaran agama masing-
masing, dan mengamini pemimpin doa yang berasal dari agama Islam. Fatwa ini dikeluarkan karena
doa bersama antaragama dianggap sebagai sesuatu yang bid’ah atau tidak diajarkan dalam syariah
agama Islam. (4) MUI mengharamkan kawin beda agama kecuali tidak ada lagi muslim atau
muslimah untuk dinikahi. (5) MUI mengharamkan warisan beda agama kecuali dengan wasiat dan
hibah. (6) MUI mengeluarkan kriteria maslahat atau kebaikan bagi orang banyak. (7) MUI
mengharamkan pluralisme, sekularisme dan liberalisme. (8) MUI memfatwakan, hak milik pribadi
wajib dilindungi oleh negara dan tidak ada hak bagi negara merampas bahkan memperkecilnya,
namun jika berbenturan dengan kepentingan umum yang didahulukan adalah kepentingan umum.
Pemerintah dapat mencabut hak pribadi untuk kepentingan umum jika dilakukan dengan cara
musyawarah dan tanpa paksaan serta harus menyediakan ganti rugi dan tidak untuk kepentingan
komersial. (9) MUI mengharamkan perempuan menjadi imam salat selama ada pria yang telah akil
balig. Perempuan mubah jika menjadi imam salat bagi sesama perempuan. (10) MUI mengharamkan
aliran Ahmadiyah. (11) MUI memperbolehkan hukuman mati untuk tindak pidana berat. Lihat
pemerintah seperti Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid tidak memberikan
respons positif terhadap kebijakan MUI yang menentang pluralisme agama di negeri
ini.7
Menurut penulis, MUI dengan otoritasnya sebagai Lembaga Swadaya
Masyarakat yang mengeluarkan fatwa kepada masyarakat tampaknya mempunyai
inisiatif baik dengan mengeluarkan fatwa tersebut supaya umat Islam tidak
terpengaruh oleh paham-paham menyesatkan yang berasal dari luar agama Islam.
Mengingat belum ada yang membahas tema tersebut, maka penulis memandang
perlu mengangkat penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Fatwa
MUI Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama”.
B. Identifikasi Masalah
Supaya pembahasan masalah ini tidak rancu, maka perlu adanya identifikasi
masalah. Masalah ditolaknya fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan
Sekularisme Agama oleh para pemikir Islam Liberal dengan dalih kebebasan berpikir
dan berpendapat dalam menjalankan kehidupan beragama di masyarakat, yang
menurut mereka kebebasan berpikir adalah bagian dari hak atas kebebasan pribadi
yang telah dimiliki oleh setiap manusia.
Masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme
Agama?
7 Halid Alkaf, Quo Vadis Liberalisme Islam Indonesia (Jakarta: Kompas, 2011), h. 210.
6
2. Bagaimana dampak dari Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama
terhadap akidah dan syariat Islam?
3. Bagaimana perbedaan pemahaman antara pemikir Islam Liberal dan MUI
terhadap Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama?
4. Bagaimana tanggapan masyarakat Islam terhadap gagasan-gagasan Islam
Liberal?
5. Bagaimana perbandingan antara Hukum Islam dan HAM terhadap
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama?
C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
Peneliti akan membatasi tema penelitian ini hanya mengkaji fatwa MUI
nomor 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 terhadap Pluralisme, Liberalisme dan
Sekularisme Agama.
Pokok masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini ialah ditolaknya
putusan fatwa MUI nomor 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama oleh para pemikir Islam Liberal. Rumusan
masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam dua pertanyaan pokok, yaitu:
1. Bagaimana fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme
Agama?
2. Bagaimana perbedaan pemahaman antara pemikir Islam Liberal dan MUI
terhadap Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama?
7
D. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan
Sekularisme Agama.
2. Untuk mengetahui perbedaan pemahaman antara pemikir Islam Liberal dan
MUI terhadap Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan bermanfaat bagi pihak yang
mempunyai kepentingan dengan penelitian hukum ini sebagai berikut:
1. Bagi penulis
Sebagai bahan untuk menambah informasi dan pengetahuan serta
pemahaman terhadap Fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme
Agama.
2. Bagi akademisi
Skripsi ini dapat menambah literatur penelitian pustaka dan referensi bacaan
dalam rangka memajukan keilmuan hukum Islam.
3. Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat menjadi literatur bacaan yang bermanfaat dalam hal
memberikan informasi, sumbangan pemikiran dan menambah khazanah pengetahuan
pembaca, khususnya dalam bidang ilmu hukum Islam.
8
F. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu telah ada penulisan yang terkesan mirip dengan
penulisan skripsi yang dipilih oleh penulis, yaitu jurnal yang ditulis oleh Bustanul
Arifin, dalam Jurnal at-Tahdzib tahun 2014 yang berjudul “Fatwa dan Demokrasi:
Studi Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)”. Penelitian ini terfokus
membahas fatwa-fatwa MUI yang dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip
demokrasi paling fundamental, yaitu persamaan, kebebasan dan pluralisme. Hasil
dari penelitian ini menyatakan bahwa fatwa MUI berimplikasi terhadap nilai-nilai
demokrasi yaitu, nilai persamaan, nilai kebebasan dan nilai pluralisme. Diantaranya
fatwa MUI tentang pakaian kerja wanita bagi petugas medis yang secara literal
bertentangan dengan nilai persamaan dalam demokrasi. Kemudian, fatwa MUI
tentang Ahmadiyyah, yang secara literal fatwa tersebut tidak mencerminkan nilai
kebebasan baik dalam perspektif sosial, politik dan budaya. Dilanjutkan dengan
fatwa MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme yang secara literal tidak
mencerminkan nilai-nilai pluralisme dalam budaya demokrasi. Perbedaannya dengan
penulis, yaitu penulis lebih fokus menganalisis fatwa MUI tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para pemikir Islam Liberal
karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai kebebasan dalam HAM
serta mengenai perbedaan pemahaman antara MUI dengan para pemikir Islam
Liberal terhadap Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
Kemudian, skripsi yang ditulis oleh Edi Usman, UIN Sultan Syarif Kasim
Riau, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir Hadits tahun 2013, yang berjudul “Islam
9
Liberal dalam Pemikiran Ulil Abshar Abdalla”. Penelitian ini mengkaji tentang Ulil
Abshar Abdalla dengan pemikiran Islam Liberalnya serta berkaitan dengan gagasan-
gagasan pembaruan di kalangan intelektual, khususnya gagasan Liberalisasi Islam
yang datang dari Barat dan memberi pengaruh terhadap pola pemikiran intelektual
muda Indonesia. Hasil dari penelitian ini menjelaskan ada beberapa faktor
materialistik kecenderungan pada golongan tertentu dalam Islam untuk mudah
menganggap sesat, kafir, musuh atau murtad pada golongan-golongan lain yang
mempunyai tafsiran berbeda dalam lapangan akidah. Kemudian pemikiran Ulil yang
menekankan bahwa kebebasan itu merupakan hak semua manusia. Perbedaannya
dengan penulis, yaitu penulis fokus menganalisis fatwa MUI tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para pemikir Islam Liberal
karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai kebebasan dalam HAM
serta perbedaan pandangan antara MUI dengan para pemikir Islam Liberal terhadap
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
Selanjutnya penelitian yang ditulis oleh Muhammad Harfin Zuhdi dalam
Jurnal Ulumuna, Volume 16 Nomor 1 (Juni) 2012 dengan judul “Tipologi Pemikiran
Hukum Islam: Pergulatan Pemikiran dari Tradisionalis Hingga Liberalis”.
Penelitian ini menjelaskan kolaborasi suatu tipologi pemikiran hukum Islam yang
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu tradisional, moderat dan liberal. Hasil
dari penelitian ini membagi umat Islam menjadi tiga kelompok dalam merespon
issue-issue yang berkembang dalam diskursus pemikiran kontemporer. Diantaranya,
kelompok yang secara kukuh tetap berpegang pada basis epistemologi yang telah
10
dibangun oleh para ulama terdahulu. Selanjutnya, kelompok yang sedikit banyak
telah terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran Filsafat Barat, sehingga terkesan
Rasionalis, Sekularis, dus Liberalis. Kemudian, corak pemikiran dari kelompok yang
mencoba mengompromikan antara pandangan-pandangan kaum tradisionalis dan
liberalis. Perbedaannya dengan penulis, yaitu penulis hanya fokus mengkaji fatwa
MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para
pemikir Islam Liberal karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai
kebebasan dalam HAM serta perbedaan pandangan antara MUI dengan para pemikir
Islam Liberal terhadap Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
Ada juga penelitian yang ditulis oleh Hamid Fahmi Zarkasyi, dalam Jurnal
Tsaqafah, Vol. 5, No. 1, Jumadal Ula 1430, Institut Studi Islam Darussalam (ISID)
Gontor, Ponorogo, dengan judul “Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama
Missionaris, Orientalis dan Kolonialis”. Penelitian ini membahas cara-cara
penyebaran paham Postmodernisme dan Liberalisme melalui jalan atau cara-cara
missionarisme, orientalisme dan kolonialisme. Hasil dari penelitian ini menjelaskan
bahwa perang pemikiran memerlukan rentang waktu yang lebih lama, ia bahkan
boleh jadi berlangsung sepanjang satu generasi. Perang pemikiran yang dipicu oleh
globalisasi dan westernisasi ini umat Islam tidak perlu membawanya kepada
peperangan fisik. Perbedaannya dengan penulis, yaitu penulis fokus meneliti fatwa
MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para
pemikir Islam Liberal karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai
11
kebebasan dalam HAM serta perbedaan pandangan antara MUI dengan para pemikir
Islam Liberal terhadap Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
Kemudian, ada lagi penulisan yang mirip, yaitu dalam Jurnal Substantia Vol.
14, No. 1, April 2011, dengan judul “Mengenal Pemikiran Islam Liberal” yang
ditulis oleh Lukman Hakim dan Mohd Nasir Umar. Penelitian ini membahas tentang
pro dan kontra terhadap kemunculan pemikiran Islam Liberal. Hasil dari penelitian
ini memaparkan pemikiran Islam Liberal sebagai corak pemikiran keislaman yang
muncul untuk merespon atas buruknya citra Islam yang sering diidentikkan dengan
kekerasan, radikalisme dan terorisme. Namun di sisi lain Islam Liberal dengan
pemahamannya yang terlalu longgar terhadap normatif Islam menjadikan
keberadaannya selalu dipertentangkan dengan Islam tradisionalis ataupun Islam
fundamentalis. Perbedaannya dengan penulis, yaitu penulis fokus menganalisis fatwa
MUI tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama yang ditolak oleh para
pemikir Islam Liberal karena menurut mereka dinilai bertentangan dengan nilai
kebebasan dalam HAM serta perbedaan pandangan antara MUI dengan para pemikir
Islam Liberal terhadap Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
Selain itu, tulisan yang dimuat di dalam Jurnal Ulumuna, Volume X Nomor 1
Januari-Juni 2006, yang ditulis oleh Masnun Tahir dengan judul “Pencarian
Otentisitas Islam Liberal di Indonesia”. Penelitian ini membahas penelaahan
terhadap historisitas, otentisitas dan dasar metodologis Islam Liberal di Indonesia.
Hasil dari penelitian ini menginformasikan bahwa Islam Liberal merupakan
kelanjutan dan perubahan dari gerakan pembaharuan Islam sebelumnya. Kesadaran
12
yang perlu diperjuangkan oleh intelektual Islam dan agama lain adalah bagaimana
membiarkan semua potensi pemikiran keagamaan tumbuh, apakah itu formalis,
substansialis, maupun liberalis, serta secara sadar membangun dialog yang tidak
terburu-buru mengharapkan sebuah konsensus. Oleh sebab itu, penulis berusaha
untuk menelaah lebih dalam fatwa MUI mengenai paham-paham yang telah
disebutkan diatas.
G. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif tertulis. Penelitian
hukum normatif tertulis adalah metode penelitian hukum terhadap aturan hukum
yang tertulis.8
2. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi
dokumen atau bahan pustaka.
3. Sumber penelitian
Sumber primer, yaitu Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama.
Sumber sekunder, diperoleh dari al-Qur’an, Hadits, doktrin-doktrin Hukum Islam
dan HAM, buku-buku hukum, literatur Islam, jurnal-jurnal, skripsi, artikel.
4. Pendekatan
8 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum (Ciputat: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 38.
13
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan analitis.
Pendekatan analitis hukum dimaksudkan untuk menganalisis pengertian hukum,
asas hukum, kaidah hukum, sistem hukum dan berbagai konsep yuridis.9
5. Metode analisis data
Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
tematik.
H. Sistematika Penulisan
Supaya pemahaman dalam naskah skripsi nanti teratur dan berurutan dengan
baik, maka pembahasan proposal ini dibangun secara sistematis, sehingga diharapkan
dapat diperoleh kejelasan yang semaksimal mungkin dari informasi yang termuat
dalam skripsi nanti.
Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I : Merupakan Bab Pendahuluan yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah,
Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu, Metode Penelitian serta Sistematika
Penulisan.
BAB II : Membahas tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama yang
meliputi: Pengertian Islam Liberal, sejarah dan lahirnya Islam Liberal, Pluralisme
Agama di dalam Masyarakat Islam dan Barat, Liberalisme Agama di dalam
9 Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia
Publishing, 2005), h. 311.
14
Masyarakat Islam dan Barat serta Sekularisme Agama di dalam Masyarakat Islam
dan Barat.
BAB III : Membahas tentang Perspektif Hukum Islam dan HAM tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama yang meliputi: Konsep Pluralisme Agama,
Konsep Liberalisme Agama, Konsep Sekularisme Agama, Kebebasan berpikir
menurut Hukum Islam dan HAM, serta Historisitas kebebasan berpikir dalam Islam
dan HAM.
BAB IV : Membahas tentang Analisa Fatwa MUI No. 7/MUNAS VII/MUI/11/2005
tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama yang meliputi: Latar
Belakang lahirnya Fatwa MUI No.7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme Agama, Landasan Hukum Fatwa MUI No. 7/MUNAS
VII/MUI/11/2005 tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama serta
Analisis Perbandingan Fatwa MUI No. 7/MUNAS VII/MUI/11/2005 tentang
Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama dengan HAM.
BAB V : Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran, serta
dilengkapi dengan daftar pustaka.
15
BAB II
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
A. Pengertian Islam Liberal
Islam berasal dari kata kerja aslama, yang berarti beragama Islam1, dan
terdapat cukup banyak dijumpai dalam al-Quran. Selain dalam bentuk aslama,
derivasi dari kata Islam juga bisa ditarik menjadi salima min (selamat dari)2;
muslim (orang Islam)3; dan salam (sejahtera, kesejahteraan)
4. Sedangkan, term
“liberal” berasal dari bahasa Latin liber yang berarti bebas dan bukan budak atau
kondisi dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Kemudian,
makna bebas ini menjadi sikap masyarakat kelas terpelajar di Barat yang
membuka pintu kebebasan berpikir (The old Liberalism).5
Islam Liberal merupakan istilah yang bermula diperkenalkan oleh
beberapa penulis Barat seperti Leonard Binder, Charles Kurzman dan Greg
Barton. Binder menggunakan istilah “Islamic Liberalism”. Sedangkan Kurzman
dan Barton memakai istilah Islam Liberal (Liberal Islam).6 Definisi Islam Liberal
yang dipakai Kurzman maupun Barton berbeda dengan yang dipakai Binder.
Tema Islam Liberal yang dikemukakan Binder merupakan tema yang mengangkat
1 A. Thoha Husein Almujahid dan A. Atho’illah Fathoni Alkhalil, Kamus Akbar Bahasa
Arab (Indonesia-Arab) (Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 543. 2 A. Thoha Husein Almujahid dan A. Atho’illah Fathoni Alkhalil, Kamus Akbar Bahasa
Arab (Indonesia-Arab), h. 1267. 3 Nur Mufid, Kamus Modern Indonesia-Arab Al-Mufied (Surabaya: Pustaka Progressif,
2010), h. 283. 4 Adib Bisri dan Munawwir AF, Kamus Al-Bisri : Indonesia -- Arab Arab – Indonesia
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), h. 315. 5 Hamid Fahmy Zarkasyi, “Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris,
Orientalis dan Kolonialis”, Tsaqafah, V, no. I (Jumadal Ula, 1430), h. 3. 6 Lukman Hakim, “Mengenal Pemikiran Islam Liberal”, Substantia, XIV, no. 1 (April,
2011), h. 181.
16
dialog terbuka antara dunia Islam dengan dunia Barat, yaitu antara pemikiran
Islam dan pemikiran Barat. Dalam konteks dialog tersebut, yang terjadi bukan
hanya menarik akar-akar trend “Liberalisme Islam” hingga ke dunia Barat,
melainkan sebagai proses take and give yang saling mengisi dan menangani
persoalan-persoalan kemodernan, transformasi sosial dan tradisi lokal (menurut
Binder dalam konteks tradisi Arab).7
Kata Islam yang digunakan dalam istilah ini merupakan sebuah konsep
yang dipahami sebagai pegangan dan jalan hidup yang dilahirkan dari doktrin-
doktrin Islam, baik Al-Quran maupun as-Sunnah yang kemudian menjadi sebuah
objektivasi dari para pemeluknya terhadap sebuah ajaran. Islam ditempatkan
sebagai objek yang memuat dogma-dogma. Dogma tersebut dipahami dan
diinterpretasikan menurut perspektif intelektual muslim liberal yang senantiasa
melakukan reinterpretasi terhadap doktrin Islam sebagai bentuk ijtihad untuk
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Islam ditempatkan sebagai sumber
rujukan yang akan terus ditafsirkan. Sehingga akan terus ada penafsiran-
penafsiran baru terhadap doktrin-doktrin Islam.8 Islam Liberal sebagai suatu
fenomena mutakhir di dunia pemikiran Islam Indonesia yang menyeruak sebagai
“project pemikiran”, layaknya sajian siap saji yang beraroma ideal (kaffah).9
Paradigma berpikir liberal mensyaratkan terbangunnya kebebasan berpikir dan
keluasan berijtihad atas dasar nilai-nilai universal atau nilai-nilai intrinsik Islam
7 Imam Mustofa, “Sketsa Pemikiran Islam Liberal di Indonesia”, Akademika, XVII, no. 2
(2012), h. 5. 8 Zuly Qodir, Islam Liberal Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002
(Yogyakarta: LKiS, 2010), h. 7. 9 Masnun Tahir, “Pencarian otentisitas Islam Liberal di Indonesia”, Ulumuna, X, no. 1
(Januari-Juni 2006), h. 123.
17
yang universal.10
Istilah Islam Liberal juga diartikan oleh para pendukungnya
sebagai sebuah interpretasi ajaran Islam yang punya perhatian lebih terhadap
berbagai persoalan modern, seperti demokrasi, kebebasan berpikir serta promosi
Hak Asasi Manusia (HAM). Kesemua interpretasi Islam yang selaras dengan
zaman itu hanya bisa dituntaskan dengan membuka kembali selebar-lebarnya
pintu ijtihad dengan menawarkan penafsiran Islam baru yang lebih senafas dengan
zaman.11
Sebagian ilmuan memahami Islam Liberal sebagai sebuah aliran
pemikiran yang tidak lagi mempercayai Islam sebagai agama yang didasarkan
pada Al-Qur’an dan hadits sebab intelektual liberal sering melakukan kritik
terhadap pemahaman kitab suci Al-Qur’an dan hadits nabi. Pendapat seperti ini
dianut, oleh Charles Kurzman, Leonard Binder, Mahmudi Masmoudi, Abdel
Wahab Affendy dan Farid Esack.12
Bahkan ada pendapat yang mengatakan
kelompok Islam Liberal tak berbeda seperti orientalis yang “mengobok-obok”
ajaran Islam. Mereka menyerang al-Qur’an sebagai produk rekayasa politik kaum
Quraisy, menuduh hukum-hukum yang terkandung di dalamnya sangat tidak
humanis dan sebagainya.13
B. Sejarah dan lahirnya Islam Liberal
Pemikiran Islam Liberal di Indonesia muncul melalui gagasan-gagasan
yang dilontarkan oleh Harun Nasution dan Nurcholis Madjid. Tepatnya pada
tahun 1970-an muncul terma-terma “Islam rasional” yang dikemukakan oleh
10
Halid Alkaf, Quo Vadis Liberalisme Islam Indonesia (Kompas: Jakarta, 2011), h. 4. 11
Hamdiah A. Latif, “Mengkritisi Jaringan Islam Liberal (JIL): Antara Spirit
Revivalisme, Liberalisme dan Bahaya Sekularisme”, Islam Futura, X, no. 2 (Februari 2011), h. 51. 12
Zuly Qodir, Islam Liberal Varian-Varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002,
pasang surut dengan ciri khasnya masing-masing. Bahwa ijtihad telah ada sejak
zaman rasul69
, antara lain dapat dilacak dari riwayat berikut:
ث نا عبداللمه وة المقرئ بن يزيد حدم ث نا حي ثن يزيد المك ي حدم عن بن عبداللمه بن الاد بن شريح حدمعن عمروبن مممد بن إب راهيم بن احلارث عن بسر بن سعيد عن أب ق يس مول عمرو بن العاص
إذا حكم احلاكم فاجت هد ثم أصاب ف له ص أنمه سع رسول اللمه صلمى اللمه عليه وسلمم ي قول العاثت بذاحل و بن حزم ديث أبابكر بن عمر أجران وإذا حكم فاجت هد ثم أخطأ ف له أجر قال فحدم
ثن أبو سلمة بن عبدالرمحن عن أب هري رة وقال عبدالعزيز بن المطم عن عبداللمه لب ف قال هكذا حدم 70ه بن أب بكر عن أب سلمة عن النمب صلم اللمه عليه وسلمم مث ل
Artinya; “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yazid almuqri‟ almakki
telah menceritakan kepada kami Haiwa bin Syuraikh telah
menceritakan kepadaku Yazid bin Abdullah bin Al Had dari
Muhammad bin Ibrahim bin Alharits dari Busr bin Sa‟id dari Abu
Qais mantan budak Amru bin „Ash, dari „Amru bin „ash ia mendengar
Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam bersabda: “Jika seorang
hakim mengadili dan berijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka ia
mendapat dua pahala, dan jika seorang hakim berijtihad, lantas
ijtihadnya salah (meleset), baginya satu pahala.” Kata „Amru, „Maka
aku ceritakan hadis ini kepada Abu Bakar bin Amru bin Hazm, dan ia
berkata, „Beginilah Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkan
kepadaku dari Abu Hurairah. Dan Abdul „Aziz bin Al Muththalib dari
Abdullah bin Abu Bakar dari Abu Salamah dari Nabi shallallahu
„alaihi wasallam semisalnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits Mu‟az bin Jabal, Nabi Muhammad senang sekali mendengar
jawaban Mu‟az yang menyatakan bahwa ia akan berijtihad dengan ra‟yunya, bila
tidak terdapat pemecahan suatu masalah dalam Alquran dan As-Sunnah. Umar bin
Khattab, mempergunakan ra‟yunya untuk berijtihad, bahkan mengenai
pelaksanaan hukum yang petunjuknya telah terdapat di dalam Alquran dan
Sunnah Nabi Muhammad, antara lain dalam kasus pelaksanaan ancaman hukuman
69
Jaenal Aripin,dkk, Filsafat Hukum Islam Dalam Dua Pertanyaan, h. 40. 70
Imam Bukhari dan Muslim, Shahih Bukhari Muslim, Penyunting Imron Hakim
(Jakarta: Quantum Ikhlas, 2016), h. 3213.
60
bagi seorang yang mencuri dalam keadaan paceklik dan ikrar talak tiga yang
diucapkan sekaligus menyebabkan jatuhnya talak tiga.71
Pada peradaban gemilang
Islam ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh filsuf, seperti al-Farabi, al-Biruni,
Jabir bin Hayyan, Ibnu Rusyd, Ibnu Haitsam, Ibnu Khaldun, hingga al-Ghazali.
Mereka adalah pintu gerbang kebebasan yang dibuka lebar-lebar pada masa Bani
Umayyah. Tepatnya oleh Khalid bin Yazid di Syiria dan puncaknya pada Bani
Abbasiyah; tepatnya masa khalifah Harun al-Rasyid dan anaknya, al-Makmun.
Keduanya membuka ruang kebebasan dan apresiasi tinggi terhadap tradisi
penerjemahan karya-karya klasik Yunani. Kendati demikian, sejarah Islam
diwarnai pengalaman pahit getirnya penyegelan ruang kebebasan berpikir dan
menyatakan pendapat.72
Dalam sejarah Islam, sejumlah tokoh yang dianggap
menyimpang dari Islam tetap diberikan kebebasan untuk hidup, melakukan
penelitian, dan mengembangkan pemikiran mereka. Mereka antara lain adalah Ibn
al-Rawandi (w.910), yang mengajarkan pemikiran naturalisme yang bertentangan
dengan ajaran Islam. Abu Bakr al-Razy (w.sekitar 925), yang dikenal dalam
sumber-sumber latin sebagai Rhazes, menolak konsep wahyu dan kenabian.
Meskipun begitu, tidak ada bukti bahwa mereka pernah disiksa oleh penguasa.73
Dalam bidang fiqih, penggunaan nalar rasional dalam penggalian hukum
(istinbath) dengan istilah-istilah seperti istihsan, istishlah, qiyas, dan lainnya telah
lazim digunakan. Tokoh-tokoh mazhab fiqih menelurkan metode istinbath dengan
71
H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, h. 115. 72
Mohammad Monib dan Islah Bahrawi, Islam & Hak Asasi Manusia Dalam Pandangan
TentangPLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M :
Menimbang :
12
1. bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;
2. bahwa berkembangnya paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama di kalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan fatwa tentang masalah tersebut;
3. bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam.
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran [3]: 85)
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…”. (QS. Ali Imran [3]: 19)
“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. al-Kafirun [109] : 6).
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. al-Ahzab [33]: 36).
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9).
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. al-Qashash [28]: 77).
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”. (QS. al-An’am [6]: 116).
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS. al-Mu’minun [23]: 71).
2. Hadis Nabi saw.:a. Imam Muslim (w. 262 H) dalam kitabnya
“Demi Dzat Yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka”. (H.R. Muslim)
b. Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non-muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi raja Abesenia yang bergama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, di
mana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al-Thabaqat al-Kubra dan Imam al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).
c. Nabi saw melakukan pergaulan sosial secara baik dengan komunitas-komunitas non-muslim seperti komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Ahthab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraizah). (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Memperhatikan :
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG PLURALISME, LIBERALISME, DAN SEKULARISME AGAMA Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan : 1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang meng-
ajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3. Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yangg bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005.
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
��
4. Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hu-bungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Kedua : Ketentuan Hukum1. Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama
sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
2. Umat Islam haram mengikuti paham pluralism, sekularisme dan liberalisme agama.
3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Ditetapkan : Jakarta, 21 Jumadil Akhir 1426 H
28 Juli 2005 M
MUSYAWARAH NASIONAL VIIMAJELIS ULAMA INDONESIA
Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa
Sekretaris
ttd
Drs. Hasanuddin, M.Ag
Ketua
ttd
K.H. Ma’ruf Amin
��
PENJELASAN TENTANG FATWA
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
1. Umat Islam Indonesia dewasa ini tengah dihadapkan pada “perang non-fisik” yang disebut ghazwul fikr (perang pemikiran). Perang pemikiran ini berdampak luas terhadap ajaran, kepercayaan dan keberagamaan umat. Adalah paham sekularisme dan liberalisme agama, dua pemikiran yang datang dari Barat, yang akhir-akhir ini telah berkembang di kalangan kelompok tertentu di Indonesia. Dua aliran pemikiran tersebut telah menyimpang dari sendi-sendi ajaran Islam dan merusak keyakinan serta pemahaman masyarakat terhadap ajaran agama Islam.
2. Sekularisme dan Liberalisme Agama yang telah membelokkan ajaran Islam sedemikian rupa telah menimbulkan keraguan umat terhadap akidah dan sya’riat Islam; seperti pemikiran tentang relativisme agama, penafian dan pengingkaran adanya hukum Allah (sya’riat) serta menggantikannya dengan hukum-hukum hasil pemikiran akal semata. Penafsiran agama secara bebas dan tanpa kaidah penuntun ini telah melahirkan pula faham Ibahiyah (menghalalkan segala tindakan) yang berkaitan dengan etika dan agama serta dampak lainnya. Berdasarkan realitas ini, MUI memandang perlu bersikap tegas terhadap berkembangnya pemikiran sekuler dan liberal di Indonesia. Untuk itu, MUI mengeluarkan fatwa tentang sekularisme dan liberalisme agama.
3. Sejalan dengan berkembangnya sekularisme dan liberalisme agama juga berkembang paham pluralisme agama. Pluralisme agama tidak lagi dimaknai adanya kemajemukan agama, tetapi menyamakan semua agama. Dalam pandangan pluralisme agama, semua agama adalah sama. Relativisme agama semacam ini jelas dapat mendangkalkan keyakinan akidah. Hasil dialog antar umat beragama di Indonesia yang dipelopori oleh Prof.DR.H.A. Mukti Ali, tahun 1970-an, paham pluralisme dengan pengertian setuju untuk berbeda (agree in disagreement) serta adanya klaim kebenaran masing-masing agama telah dibelokkan kepada paham sinkretisme (penyampuradukan ajaran agama), bahwa semua agama sama benar dan baik, dan hidup beragama dinisbatkan seperti memakai baju dan boleh berganti-ganti. Paham pluralisme agama seperti ini tanpa banyak mendapat perhatian dari para ulama dan tokoh umat telah disebarkan secara aktif ke tengah umat dan dipahami oleh masyarakat sebagaimana maksud para penganjurnya. Paham ini juga menyelusup jauh ke pusat-pusat/lembaga pendidikan
BIDANG AQIDAH DAN ALIRAN KEAGAMAAN
HIMPUNAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
��
umat. Itulah sebabnya Munas VII Majelis Ulama Indonesia merasa perlu merespon usul para ulama dari berbagai daerah agar MUI mengeluarkan fatwa tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekulraisme agama sebagai tuntunan dan bimbingan kepada umat untuk tidak mengikuti paham-paham tersebut.
4. Fatwa mengenai Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama dibagi menjadi dua bagian, yakni Ketentuan Umum dan Ketentuan Hukum. Kedua bagian tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Karena secara substansial ketetapan hukum yang disebutkan dalam bagian kedua menunjuk kepada definisi dan pengertian yang disebutkan pada bagian pertama. Definisi dalam fatwa tersebut bersifat empirik, bukan definisi akademis. Dimaksud bersifat empirik adalah bahwa definisi prularisme, liberalisme dan sekularisme agama dalam fatwa ini adalah faham (isme) yang hidup dan dipahami oleh masyarakat sebagaimana diuraikan di atas. Oleh sebab itu, definisi tentang prularisme, liberalisme dan sekularisme agama sebagaimana dirumuskan oleh para ulama peserta Munas VII MUI bukanlah definisi yang mengada-ada, tapi untuk merespon apa yang selama ini telah disebarluaskan oleh para prularisme, liberalisme dan sekularisme agama.
Bahkan para penganjur prularisme, liberalisme dan sekularisme agama juga telah bertindak terlalu jauh dengan menganggap bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an (Kitab Suci Umat Islam yang dijamin keotentikannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala) sudah tidak relevan lagi, seperti larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan laki-laki non-Islam sudah tidak relevan lagi (Kompas, 18/11/2002). Mereka juga menganggap bahwa al-Qur’an itu bukanlah firman Allah tetapi hanya merupakan teks biasa seperti halnya teks-teks lainnya, bahkan dianggap sebagai angan-angan teologis (al-khayal al-dini). Misalnya, seperti yang dikemukakan oleh aktifis Islam liberal dalam website mereka yang berbunyi: ”Sebagian besar kaum muslimin meyakini bahwa al-Qur’an dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafzhan) maupun maknanya (ma’nan). Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam.” (Website JIL). Masih banyak lagi pernyataan-pernyataan “aneh” yang mereka kemukakan.
Fatwa MUI menegaskan pula bahwa pluralisme agama berbeda
�00
dengan pluralitas agama, karena pluralitas agama berarti kemajemukan agama. Banyaknya agama-agama di Indonesia merupakan sebuah kenyataan di mana semua warga negara, termasuk umat Islam Indonesia, harus menerimanya sebagai suatu keniscayaan dan menyikapinya dengan toleransi dan hidup berdampingan secara damai.
Pluralitas agama merupakan hukum sejarah (sunnatullah) yang tidak mungkin terelakkan keberadaannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
5. Fatwa MUI tentang pluralisme agama ini dimaksudkan untuk membantah berkembangnya paham relativisme agama, yaitu bahwa kebenaran suatu agama bersifat relatif dan tidak absolut. Fatwa ini justru menegaskan bahwa masing-masing agama dapat mengklaim kebenaran agamanya (claim-truth) sendiri-sendiri tapi tetap berkomitmen saling menghargai satu sama lain dan mewujudkan keharmonisan hubungan antar para pemeluknya.