ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh Lia Andriani NIM: 106084004341 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2010 M
189
Embed
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19486/1/LIA... · ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA
PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Lia Andriani
NIM: 106084004341
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H/2010 M
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA
PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Lia Andriani
NIM: 106084004341
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja SE, MM Utami Baroroh S. Pi, M.Si
NIP. 19490602 197803 1 001
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H/2010 M
Hari ini Rabu Tanggal 15 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Sepuluh telah
dilakukan Ujian Skripsi atas nama Lia Andriani dengan NIM: 106084004341
dengan judul skripsi “ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN
SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009”. Memperhatikan hasil dan
kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi
ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Desember 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamja, SE, MM Utami Baroroh, S.Pi, M.Si
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Dr. Suhenda Wiranata, ME
Penguji I Penguji II
Hari ini Senin Tanggal 27 Bulan September Tahun Dua Ribu Sepuluh telah
dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Lia Andriani NIM: 106084004341
dengan judul skripsi “ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN
SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009”. Memperhatikan
penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah
dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 September 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Lukman M. Si Zuhairan Y. Yunan SE, M.Sc
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
Penguji Ahli
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Lia Andriani
NIM : 106084004341
Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang
merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri dan bukan
merupakan rekapitulasi maupun sanduran dari hasil karya atau penelitian orang
lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau rekapitulasi maka skripsi
dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyusun skripsi
baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian
Periode 2001-2005 : Mengikuti pendidikan Bahasa Inggris pada
lembaga pendidikan Bahasa Inggris Intensive
English Course (IEC) cabang Ciputat.
Latar Belakang Keluarga:
1. Ayah : Drs. Supardi
2. Ibu : Djanges Suliah
3. Alamat : Jl. Cendrawasih Rt 004 Rw 011 No. 84
Cipayung - Ciputat, Tangerang Selatan 15411
Pengalaman Kerja:
1. Mengajar di TPA Al-Muhajirin, Cipayung
2. Mengajar di TK Islam Plus Tahfidz Ibnu Umar, Legoso
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of profit and loss sharing, the
Jakarta Islamic Index (JII), inflation rate, Gross Domestic Product (GDP) and exchange rate of Rupiah/US$ against the demand of mudaraba financing on banking sharia in Indonesia in the short and long term. The analysis was done using monthly time series data which published by Bank Indonesia and the Indonesia Stock Exchange period 2003 to 2009. The method which is used in this study apply model dynamic Error Correction Model (ECM), which is popularized by Engle and Granger.
The results showed that the Jakarta Islamic Index (JII), Gross Domestic Product (GDP) and exchange rate of Rupiah/US$ variables both short and long term significantly influences the demand of mudaraba financing on banking sharia in Indonesia. While the level of profit and loss sharing and inflation rate variables both short and long term did not significantly affect the demand of mudaraba financing on banking sharia in Indonesia.
Keywords: Mudaraba financing, the level of profit and loss sharing, Jakarta Islamic Index (JII), inflation rate, Gross Domestic Product (GDP), exchange rate of Rupiah/US$, Error Correction Model (ECM)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil, Jakarta Islamic Index (JII), tingkat inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia periode 2003 hingga 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model dinamis Error Correction Model (ECM) yang dipopulerkan oleh Engle dan Granger.
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Jakarta Islamic Index (JII), Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$ baik jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Sedangkan variabel tingkat bagi hasil dan tingkat inflasi baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
Kata kunci: Pembiayaan mudharabah, tingkat bagi hasil, Jakarta Islamic Index
(JII), tingkat inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB), kurs Rupiah/US$, Error Correction Model (ECM)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan
ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan
kejelekan amalan-amalan kita, barang siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak
ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan, maka
tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah
yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalaallahu `alaihi wa sallam
adalah hamba dan Rasul-Nya.
Atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH
PADA PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009”.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata Satu Program Studi Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya akan
keterbatasan dan kekurangan yang ada. Serta penulis menyadari betul bahwa
penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya usaha, bantuan, dorongan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ummi dan Abiku tercinta, love you so much.. atas seluruh pengorbanan yang
telah Kalian berikan dengan penuh ketulusan, seluruh do`a yang Kalian
panjatkan dengan penuh keikhlasan. Jasa-jasa Kalian tidak akan pernah bisa
aku balas sampai kapanpun. Oleh karena itu aku berdo`a semoga Allah Azza
Wa Jalla mengampuni dosa-dosa Kalian dan membalasnya dengan kebaikan
yang sangat banyak. Allahumma aamiiinn.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Lukman, M. Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Yahya Hamja, SE, MM, selaku dosen pembimbing skripsi I yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan
skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
5. Ibu Utami Baroroh, SPi, M. Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi II
yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama masa kuliah.
7. Ade-adeku yang aku sayangi, akhirnya kakakmu yang imut ini bisa juga kan
Kubro, 1955) mendefinisikan mengenai basis syari`at yaitu hikmah dan
kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini terletak
pada keadilan sempurna, rahmat, kebahagiaan dan kebijaksanaan. Apapun
yang mengubah keadilan menjadi penindasan, rahmat menjadi kesulitan,
kesejahteraan menjadi kesengsaraan dan hikmah menjadi kebodohan, tidak
ada hubungannya dengan syari`at. Adapun prinsip syari`ah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari`ah. Berdasarkan pemaparan
di atas maka Heri Sudarsono (2003:18) mendefinisikan bank syari`ah
sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi disesuaikan prinsip-prinsip syari`ah.
Bank Syari`ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Dengan kata lain, bank syari`ah adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan
jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari`at Islam. (Muhammad,
2004:1). Bank Syari`ah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syari`ah yaitu
jual beli dan bagi hasil. (Y Sri Susilo, 2000:110).
Antonio (2001) membedakan bank syariah menjadi dua
pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip
syari`ah Islam. Bank Islam adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syari`ah Islam; (2) bank yang tata cara beroperasinya
mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bank
syari`ah merupakan salah satu bentuk dari perbankan nasional yang
mendasarkan operasionalnya pada syari`at (hukum) Islam.
2. Prinsip Bank Syari`ah
Prinsip utama yang digunakan dalam kegiatan perbankan syari`ah
adalah (Zainul Arifin, 2006:12):
a. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi.
b. Melakukan kegiatan usaha perdagangan berdasarkan perolehan
keuntungan yang sah.
c. Memberikan zakat.
Oleh karena itu, dalam operasinya perbankan syari`ah tidak
menerapkan sistem bunga seperti bank konvensional tetapi menerapkan
sistem bagi hasil. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI tanggal 16 Desember
2003 yang menggolongkan bunga bank termasuk riba, dan menurut Al-
Qur`an riba adalah haram. Pernyataan ini ditegaskan oleh ayat-ayat dalam
Al-Qur`an antara lain sebagai berikut:
a. QS. Al-Baqarah ayat 276:
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa.”
b. QS. Al-Baqarah ayat 279 yang artinya:
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu, dan jika
kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Selain itu dalam beberapa hadist juga disebutkan tentang riba
diantaranya:
a. Dari Jubair radhiyallahu `anhu, Rasulullah shalallahu `alaihi wa
sallam mencela penerima dan pembayar bunga, orang yang mencatat
begitu pula yang menyaksikan. Beliau bersabda; “Mereka semua sama-
sama berada dalam dosa”. (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad; dalam
Heri Sudarsono, 2003:3)
b. Dari Ubaidah bin Sami radhiyallahu `anhu, Rasulullah shalallahu
`alahi wa sallam bersabda; “Emas untuk emas, perak untuk perak,
gandum untuk gandum. Barang siapa membayar lebih atau menerima
lebih dia telah berbuat riba, pemberi dan penerima sama saja (dalam
dosa)”. (HR Muslim dan Ahmad; dalam Heri Sudarsono, 2003:3)
Dalam pengertian syari`ah, riba memiliki dua kategori yaitu riba
nasi`ah dan riba fadhl. Riba nasi`ah ialah pembayaran lebih yang
disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran
suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya.
Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti
penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya (Umer
Chapra, 2000:22).
Untuk menghindari perbuatan yang dilarang dalam Al-Qur`an
maupun As-Sunnah, maka bank-bank yang menganut prinsip syari`ah
menerapkan prinsip bagi hasil yang sesuai dengan syari`ah. Dan inilah
yang membedakan bank yang menganut prinsip syari`ah dengan bank
konvensional yang telah ada selama ini. Di mana bank konvensional masih
menerapkan bunga sebagai imbalan yang diterima oleh nasabahnya.
Adapun perbedaan bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan lebih jauh dalam
tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Perbedaan Antara Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil
Keterangan Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil Penentuan besarnya hasil Sudah ditentukan sebelumnya Ditentukan sesudah berusaha,
sesudah ada untungnya Indikator yang ditentukan Bunga, besarnya nilai rupiah Menyepakati proporsi pembagian
untung untuk masing-masing pihak, misalnya 50:50, 40:60, dst
Jika terjadi kerugian Ditanggung oleh nasabah Ditanggung oleh kedua belah pihak, yaitu nasabah dan lembaga
Proses perhitungan hasil Dari dana yang dipinjamkan, bersifat fixed (tetap)
Dari keuntungan yang akan diperoleh, belum tentu besarnya
Titik perhatian proyek atau usaha
Besarnya bunga yang harus dibayarkan oleh nasabah pasti
akan diterima oleh bank
Keberhasilan proyek atau usaha menjadi perhatian bersama antara
nasabah dan lembaga Penghasilan yang akan
didapat Pasti: (%) x jumlah pinjaman
yang telah diketahui Proporsi: (%) x jumlah untung yang belum diketahui = belum diketahui
Status hukum Berlawanan dengan QS. Luqman ayat 34
Sesuai dengan QS. Luqman ayat 34
Sumber: Muhammad, 2004: 4
Sedangkan perbandingan antara bank konvesional dan bank yang
menganut prinsip syari`ah adalah seperti terlihat pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Perbandingan Antara Bank Syari`ah dan Bank Konvensional
Bank Syari`ah Bank Konvensional
1) Investasi yang halal 1) Investasi halal dan haram 2) Prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa 2) Memakai perangkat bunga 3) Profit dan falah oriented 3) Profit oriented 4) Hubungan kemitraan 4) Hubungan debitur-kreditur 5) Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai
dengan fatwa Dewan Syari`ah Nasional (DSN) 5) Tidak terdapat dewan sejenis
Sumber: M. Syafi’i Antonio dalam Angga Atmawardhana, 2006: 51
B. Permintaan Uang dalam Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, (Metwally, 1995:87) menyebutkan
bahwa terdapat dua motif seorang muslim memegang uang baik dari segi
permintaan maupun penawaran yaitu:
1. Motif transaksi (transaction motive)
2. Motif berjaga-jaga (precautionary motive)
Motif transaksi timbul karena uang digunakan untuk melakukan
pembayaran secara regular terhadap transaksi yang dilakukan. Permintaan
uang untuk tujuan transaksi dalam ekonomi Islam ini berhubungan dengan
tingkat pendapatan. Artinya semakin besar tingkat pendapatan yang
dihasilkan maka jumlah uang yang diminta untuk transaksi juga mengalami
peningkatan dan demikian sebaliknya. Motif kedua seorang muslim
memegang uang adalah motif berjaga-jaga muncul karena individu dan
perusahaan menganggap perlu memegang uang tunai di luar apa yang
diperlukan untuk transaksi, untuk keperluan masyarakat di masa yang akan
datang (berjaga-jaga), guna memenuhi kewajiban dan berbagai kesempatan
yang tidak disangka untuk pembelian di muka. Permintaan uang dengan
motif spekulasi (seperti yang diutarakan Keynes) tidak dijumpai dalam sistem
ekonomi Islam. Oleh karena itu permintaan uang untuk tujuan spekulasi
sebagai fungsi dan tingkat bunga menjadi nol (tidak ada) dalam moneter
Islam (Nurul Huda et al, 2008:83).
Praktek spekulasi ini dilarang dalam sistem ekonomi Islam
disebabkan karena spekulasi akan memudharatkan pihak lain. Praktek
spekulasi menyebabkan keadaan ekonomi suatu negara tidak normal dan
sukar untuk diprediksi. Praktek ini memang dari satu segi dapat menghasilkan
keuntungan yang besar, tetapi dari segi lain menimbulkan kesenjangan
ekonomi yang luar biasa. Dalam Islam sangat dilarang keras adanya suatu
pihak memudharatkan atau menganiaya pihak lain dalam bentuk kegiatan
apapun. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam
(As-Suyuti dalam Ismul Azhari, 2009):
Artinya: Tidak boleh memudaratkan (seseorang) dan tidak boleh
dimudaratkan (orang lain). (HR. Bukhari dan Muslim)
Secara umum fungsi permintaan uang menurut sistem ekonomi
konvensional digambarkan dalam rumusan berikut: (Dornbusch, 1992:85)
MD = L (r,Y) (2.1)
Di mana:
MD = Permintaan uang
r = Tingkat suku bunga
Y = Pendapatan nasional
Oleh karena Islam (Rahman dalam Ismul Azhari, 2009)
mengharamkan praktek riba atau bunga, artinya bunga bukan merupakan
faktor di dalam menentukan tingkat permintaan uang maka variabel bunga (r)
tidak terdapat dalam fungsi permintaan uang. Yang menentukan permintaan
uang dalam moneter Islam hanya tingkat pendapatan (Y) masyarakat itu
sendiri. Sehingga persamaan (2.1) di atas berubah menjadi:
MD = L (Y) (2.2)
Selain dipengaruhi oleh tingkat pendapatannya, permintaan uang
dalam sistem ekonomi Islam juga tergantung kepada ekspektasi return dari
finansial aset. Ekspektasi return yang tinggi dari finansial aset menyebabkan
uang menjadi kurang bermanfaat jika uang hanya dipegang dan tidak
diinvestasikan. Meski demikian, adanya rasa tanggung jawab seorang muslim
dalam membantu sesama muslim lainnya, maka motif memegang uang
seringkali dilandasi sikap untuk dapat memberikan pinjaman qardhul hasan
kepada orang lain sebagai upaya untuk membantu mereka yang
membutuhkan dana pinjaman jangka pendek. Besaran dana yang dipegang
untuk motif ini akan tergantung dari konsekuensi biaya yang ditanggung
akibat memegang uang tunai, dan juga return dari aset-aset finansial yang
dimiliki seorang muslim (Nurul Huda et al, 2008:148) .
Rendahnya biaya dalam memegang uang tunai dan juga rendahnya
return dari aset-aset finansial akan mengakibatkan keinginan untuk
memegang uang dalam jumlah tunai menjadi lebih besar. Dengan jumlah
uang tunai yang lebih banyak, maka seorang muslim idealnya akan dapat
memberikan lebih banyak pinjaman kebaikan kepada sesamanya. Inilah yang
disebut oleh Fahim Khan (1995), sebagai motif spekulasi terselubung
permintaan akan uang dalam sistem ekonomi Islam. Permintaan uang yang
didedikasikan untuk pinjaman kebaikan ini selanjutnya disebut dengan motif
altruistic.
Keinginan dasar untuk memegang uang pada saat return rendah dan
dorongan untuk melakukan investasi pada saat return yang tinggi. Dengan
kondisi ini, maka motif memegang uang untuk tujuan altruistic akan lebih
besar pada saat return investasi dari aset finansial rendah daripada pada saat
ekspektasi return investasi tinggi. Fahim Khan menambahkan bahwa dalam
Islam terdapat suatu institusi pengendali dari permintaan uang yang
speculative yaitu zakat. Dengan adanya zakat, maka akan memperkuat motif
memegang uang untuk motif altruistic.
Permintaan uang riil dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan riil
dan penurunan tingkat ekspektasi return dari finansial aset. Maka persamaan
fungsi permintaan uang secara matematis dinyatakan sebagai berikut (Fahim
Khan, 1995):
MD = kY – hQ (2.3)
Di mana:
MD = Permintaan akan uang
Y = Pendapatan nasional
Q = Ekspektasi profit pada finansial aset untuk pemilik aset (axR)
Keseimbangan di pasar uang dibangun berdasarkan asumsi jumlah
uang beredar dan tingkat harga yang tetap, sehingga jumlah uang riil yang
beredar pun tetap. Selanjutnya persamaan matematis secara sederhana dapat
dihubungkan antara a dan Y, yaitu (Fahim Khan, 1995):
a = 1 kY – M (2.4) h’ P
Di mana:
h’ = hR; R = Keuntungan
a = Rasio profit sharing (bagi hasil)
M = Jumlah uang beredar
P = Tingkat harga yang tetap
Berdasarkan hubungan ini terlihat bahwa antara a atau bagi hasil
dengan tingkat pendapatan terdapat suatu hubungan yang positif. Secara
grafis, hubungan positif antara a dan Y ini akan digambarkan dalam suatu
kurva yang disebut dengan kurva LAM, kurva LAM dibangun dari
permintaan uang yang berlandaskan motif untuk mendapatkan profit dari
investasi dengan mempertimbangkan sikap altruistic, seperti pada gambar 2.1
(Nurul Huda, 2008:150):
a LAM Y
Gambar 2.1 Hubungan Antara a dan Y di Pasar Uang
Kurva LAM, yang merupakan representasi dari keseimbangan di
pasar uang sebagaimana dijelaskan di atas, memiliki slope yang positif,
namun, dimungkinkan bagi kurva LAM untuk memiliki bentuk kurva yang
vertikal dan horizontal (Nurul Huda, 1995: 151).
a LAM
Kurva LAM yang vertikal, pada saat
ini permintaan akan uang tidak
responsif terhadap nilai ‘a’ atau h’=
0 dan kurva ini menunjukkan bahwa
perekonomian masih dalam masa
awal pertumbuhan
Y
Gambar 2.2 Kurva LAM Vertikal
Kondisi ini terjadi karena rendahnya nilai Q, ekspektasi keuntungan
investasi dari aset-aset finansial, yang berarti juga diakibatkan oleh nilai R
yang rendah (sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa Q=axR). Rendahnya
nilai Q ini mengakibatkan pemilik dana lebih menyukai untuk memegang
uangnya dalam bentuk tunai.
Hal ini karena mereka mengetahui kemungkinan risiko yang harus
ditanggung jika mereka berinvestasi, yaitu return yang rendah dan bahkan
kondisi yang lebih buruk lagi adalah berkurangnya dana pokok investasi
(Nurul Huda, 1995:151).
a Kurva LAM yang horizontal
menunjukkan nilai a yang mendekati
1, kondisi ini juga merepresentasikan
R dan Q yang tinggi. Kurva ini
menunjukkan bahwa perekonomian
sudah dalam kondisi advance
LAM Y Gambar 2.3 Kurva LAM Horizontal
Jumlah uang tunai yang diperlukan dalam sistem ekonomi Islam
hanyalah untuk melaksanakan dua motif permintaan uang, yaitu transaksi dan
berjaga-jaga. Jumlah uang tunai tersebut merupakan fungsi dari pendapatan,
dan pada tingkat itu pula dikenakan zakat bagi aset yang tidak produktif
(Nurul Huda, 2008:96). Menurut Metwally (1995) Bertambahnya pendapatan
seorang muslim mengiringi pula dengan meningkatnya permintaan atas uang
oleh masyarakat untuk tingkat pendapatan tertentu yang terkena zakat. Secara
matematik dirumuskan sebagai berikut:
MD = ƒ Y µ (2.5)
δMD > 0 (2.6) δY dµ = 0
Di mana:
MD = Permintaan uang dalam masyarakat Islam
Y = Pendapatan
µ = Tingkat biaya karena menyimpan uang dalam bentuk kas
Suatu kenaikan pada biaya uang yang menganggur, pada tingkat
pendapatan tertentu akan cenderung mengurangi jumlah permintaan uang.
Hal ini dapat ditunjukkan oleh kurva berikut (Nurul Huda, 2008:97):
Pendapatan (Y) diukur pada garis vertikal dan permintaan uang (MD)
pada garis horizontal. Bila pendapatan adalah Y1 dan tingkat biaya adalah µ1
maka permintaan uang adalah M1D.
Kenaikan tingkat biaya ke µ2 akan mengakibatkan penurunan
jumlah permintaan uang dari M1D menjadi M2
D. Kenaikan biaya selanjutnya
menjadi µ3 akan menurunkan jumlah permintaan uang menjadi M3D. Kegiatan
pasar dalam Islam apalagi yang menyangkut dengan pasar uang, sering tidak
dapat diprediksikan.
Kadangkala permintaan melebihi penawaran, namun tidak jarang
penawaran melebihi permintaan. Apabila permintaan melebihi penawaran
maka kelebihan itu (menurut Islam) diatasi dengan menaikkan biaya atas
uang yang menganggur. Apabila pendapatan itu dilambangkan dengan Y0 dan
tingkat biaya dilambangkan dengan µ0 maka keseimbangan dan kondisi di
atas menjadi (Metwally, 1995: 91):
Md0 (Y0 / µ1) > Ms0 = αY0 (2.7)
Oleh karena kenaikan tingkat biaya tersebut maka laju permintaan
yang melebihi penawaran tadi sudah dapat diantisipasi sehingga mencapai
suatu keseimbangan makro. Persamaan (2.7) akan berubah menjadi:
Md0 (Y0 / µ1) = Ms0 = αY0 (2.8)
Kenaikan µ akan mendorong sekaligus investasi dan konsumsi, dan
ini akan menaikkan tingkat pendapatan menjadi Y1. Tingkat pendapatan yang
baru akan meningkatkan tingkat permintaan uang (menjadi Md1), selanjutnya
tingkat keseimbangan baru akan diperoleh seperti:
Md1 ( Y1 / µ1 ) = Ms1 = αY1 (2.9)
C. Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan
1. Definisi Pembiayaan Perbankan
Bank pada hakekatnya adalah lembaga intermediasi antara para
penabung dan investor. Tabungan hanya akan berguna apabila
diinvestasikan, sedangkan para penabung tidak dapat diharapkan untuk
mampu melakukannya sendiri. Nasabah akan menyimpan dananya di bank
karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternatif investasi yang
menarik dan menguntungkan. Selanjutnya bank akan menyalurkan
kembali dana tabungan dan nasabah tersebut dalam bentuk investasi
kepada masyarakat yang membutuhkan dana (Ismul Azhari, 2009).
Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman
atau yang lebih dikenal dengan kredit. Pengalokasian dana dapat pula
dilakukan dengan membelikan berbagai aset yang dianggap dapat
menguntungkan bank. Akan tetapi, kegiatan pengalokasian dana yang
paling penting dalam perbankan adalah pemberian pinjaman pada nasabah
atau yang dikenal dengan istilah kredit pada bank konvensional dan
pembiayaan bagi bank yang melaksanakan operasionalnya berdasarkan
prinsip syari`ah (Ismul Azhari, 2009).
Pengertian pembiayaan dalam hal ini dibatasi pada pengertian
pembiayaan yang dilakukan oleh bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip syari`ah saja, bukan pembiayaan yang dilakukan lazimnya oleh
lembaga pembiayaan non bank. Dalam Standar Akuntansi Keuangan,
dikatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan (LM dalam
Ismul Azhari, 2009).
Menurut Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun 1998,
pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. (Kasmir,
2000:73).
2. Definisi Sistem dan Sistem Pembiayaan
Dalam buku Sistem Informasi Manajemen, dikatakan bahwa
sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan
maksud yang sama untuk mencapai tujuan (Ross H. Mcleod, 1996:13).
Sedangkan pendapat lain menyatakan, sistem adalah suatu kegiatan yang
telah ditentukan caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang (Halim
Alamsyah, 1998:2).
Beberapa pendapat mengenai pengertian sistem antara lain adalah
(Zaki Baridwan, 1994:4):
a. W. Gerald Cole:
Sistem adalah suatu kerangka dan prosedur-prosedur yang
saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang
menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari
perusahaan
b. Steven A. Moscove:
Sistem adalah suatu kesatuan (entity) yang terdiri dan bagian-
bagian yang saling berkaitan dengan tujuan untuk mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Dari definisi-definisi tersebut dapat dikemukakan
bahwa sistem terdiri dan sub-sub atau bagian yang saling terintegrasi
untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka definisi
sistem pembiayaan adalah suatu kerangka dan prosedur-prosedur yang
berhubungan dengan proses penyediaan uang, barang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau
tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil (Ismul Azhari, 2009:29).
3. Jenis-jenis Pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu
pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-
pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya pada
perbankan syari`ah, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua bagian sebagai
berikut (M. Syafi’i Antonio, 2001:160):
a. Pembiayaan Produktif
Pembiayaan produktif merupakan pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan
usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi (M. Syafi’i
Antonio, 2001:160). Menurut keperluannya, pembiayaan produktif
dapat dibagi menjadi dua hal berikut:
1) Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan:
a) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil
produksi maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas
atau mutu hasil produksi.
b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place
dari suatu barang.
Bank Syari`ah melaksanakan pembiayaan modal kerja
untuk memenuhi kebutuhan modal kerja nasabah bukan dengan
meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan
partnership dengan nasabah, di mana bank bertindak sebagai
penyandang dana (shahibul maal), sedangkan pengusaha sebagai
pengelola dana (mudharib). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa
Islam mendorong umatnya menjadi investor bukan semata-mata
kreditor.
Skema pembiayaan ini disebut dengan mudharabah (trust
financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu,
sedangkan bagi hasil secara periodik dengan nisbah wajar yang
disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan sejumlah
dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) dan
merupakan bagian bank.
2) Pembiayaan Investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-
barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang berkaitan
dengan itu. Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk
keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna
mengadakan rehabilitasi perluasan usaha. Pada umumnya
pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan
pengendapannya cukup lama. Dengan demikian perlu disusun
proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua
komponen biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui
berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi.
Setelah itu barulah disusun jadwal arnortisasi yang merupakan
angsuran pembiayaan.
b. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Bank Syari`ah dapat menyediakan
pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi
dengan skema berikut:
1) Bai’ bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) yaitu suatu
perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank dengan
nasabah, di mana bank menyediakan dananya untuk pembelian
barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses
pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran.
2) Ijarah muntahia bi tamlik atau sewa beli.
3) Musyarakah mutanaqishah (decreasing paticipation), di mana
secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.
4) Rahn yaitu menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya (M. Syafi’i Antonio,
2001:168).
4. Prinsip Dasar Pembiayaan
Secara umum prinsip pembiayaan pada perbankan syari`ah dapat
dilakukan dalam empat akad utama, yaitu musyarakah, mudharabah,
muzara’ah dan musaqah. Sungguhpun demikian, didalam prakteknya,
pihak perbankan syari`ah saat ini masih belum menerapkan semua jenis
akad pembiayaan tersebut. Prinsip yang paling banyak digunakan adalah
musyarakah dan mudharabah, sedangkan muzara’ah dan musaqah
biasanya dipergunakan secara lebih khusus lagi yaitu untuk plantation
financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank syari`ah. Khusus
dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai prinsip-prinsip
pembiayaan mudharabah (Ismul Azhari, 2009).
D. Pembiayaan Mudharabah
1. Definisi Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%),
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan
usaha mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan ke dalam
kontrak, sedangkan apabila mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik
modal, selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pihak pengelola.
Seandainya kerugian itu akibat kelalaian atau kecurangan si pengelola,
maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (Asy-
Syarbasyi dalam Ismul azhari, 2009). Pembiayaan mudharabah dapat
digambarkan dalam skema di bawah ini:
PERJANJIAN BAGI HASIL
Keahlian Modal Keterampilan 100%
Nisbah X% Nisbah Y%
Pengambilan
Modal pokok
Gambar 2.5 Pembiayaan Mudharabah
2. Landasan Syari`ah
Secara umum, landasan dasar syari`ah mudharabah lebih
mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam
ayat-ayat dan hadits berikut ini:
a. Al-Qur`an
“…dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah…” (QS. al-Muzammil:20)
Nasabah (mudharib)
Bank (shahibul maal)
PROYEK/USAHA
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
MODAL
“…apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di
muka bumi dan carilah karunia Allah…” (QS. al-Jumu`ah:10)
b. As-Sunnah
Dari Shalih bin Shuhaib radhiyallahu `anhu bahwa Rasulullah
shalallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya
terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab
at-Tijarah dalam Ismul Azhari, 2009)
3. Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu
mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah (Zainul Arifin,
2006:19).
a. Mudharabah Muthlaqah
Transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama
antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya amat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
Dalam pembahasan fiqih ulama salafus shaleh seringkali diungkapkan
dengan contoh if’al ma syi’ta’ (lakukan sesukamu) dan shahibul maal
ke mudharib yang memberikan kekuasaan sangat besar.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah
restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari
mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis
usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam
memasuki jenis dunia usaha.
4. Aplikasi dalam Perbankan
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah
diterapkan pada:
a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya.
b. Deposito spesial (special investment), di mana dana yang dititipkan
nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau
ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, di mana
sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-
syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
5. Manfaat Mudharabah
Manfaat mudharabah pada praktek perbankan (Ismul Azhari, 2009)
antara lain:
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil
usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative
spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha
nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang
kongkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
e. Prinsip bagi basil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan
prinsip bunga di mana bank akan menagih penerima pembiayaan
(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang
dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi .
6. Risiko Mudharabah
Risiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya
dalam pembiayaan relatif tinggi, diantaranya (Ismul Azhari, 2009):
a. side streaming nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang
disebut dalam kontrak;
b. lalai dan kesalahan yang disengaja;
c. penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
7. Penentuan Bagi Hasil dalam Skema Mudharabah
S
PBHM
(mudharib) 40% 60%
D
PBHS (shahibul maal)
Gambar 2.6 Bagi Hasil dalam Skema Mudharabah
Kurva S menunjukkan kurva penawaran modal dari para shahibul
maal, sementara D adalah kurva permintaan modal dari para mudharib.
Kurva penawaran S memiliki lereng positif, yang berarti bahwa semakin
tinggi porsi bagi hasil yang diterima oleh shahibul maal, maka akan
semakin meningkat kesediaanya untuk menawarkan modal. Sebaliknya,
dengan kenaikan porsi bagi hasil yang diterima oleh shahibul maal ini
berarti menurunnya porsi yang diterima oleh mudharib. Karenanya, kurva
permintaan D berlereng negatif, yang berarti menaiknya porsi bagi hasil
yang diterima oleh shahibul maal akan semakin mengurangi permintaan
modal dari para mudharib.
Tingkat nisbah bagi hasil yang terjadi dihasilkan dari perpotongan
kurva penawaran S dan pemintaan D dalam gambar di atas perpotongan ini
menghasilkan nisbah bagi hasil 40:60, yaitu 40% untuk shahibul maal dan
60% untuk mudharib. Analisis seperti ini akan berlaku dalam kasus
terdapat keuntungan (positive return) dari kerja sama tersebut. Dalam
kasus terjadi kerugian, maka shahibul maal akan menanggung seluruh
kerugian permodalan sementara mudharib tidak mendapat bagian
pendapatan apa pun.
Jadi mudharib menanggung kerugian tenaga, pikiran dan
manajemen yang telah ia curahkan. Dalam hal tidak terdapat keuntungan
atau kerugian (zero return), maka tidak ada pembagian apa pun di antara
keduanya. Tampak jelas bahwa dalam mudharabah harga modal akan
ditentukan bersama-sama dengan harga dari kewirausahaan.
E. Bagi Hasil
1. Definisi Sistem Bagi Hasil
Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara pihak penyedia dana (shahibul maal) dengan
pengelola dana (mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara
bank dengan penyimpan dana atau antara bank dengan nasabah penerima
dana. (M. Syafi’i Antonio, 1999).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil
a. Faktor Langsung
Diantara faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil
adalah:
1) Investment rate, yaitu merupakan persentase aktual dana yang
diinvestasikan dan total dana.
2) Jumlah dana yang tersedia. Jumlah dana yang tersedia untuk
diinvestasikan merupakan jumlah dana dan berbagai sumber dana
yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung
dengan menggunakan salah satu metode rata-rata saldo minimum
bulanan atau rata-rata total saldo harian. Investment rate dikalikan
dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan
menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.
3) Nisbah (profit sharing ratio)
a) Salah satu ciri al-mudharabah adalah nasabah yang harus
ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
b) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda.
c) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu
bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
d) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account
lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
b. Faktor Tidak langsung
Faktor tidak langsung terdiri dari:
1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah, antara
lain:
a) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan
biaya (profit and sharing). Pendapatan yang dibagihasilkan
merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.
b) Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue
sharing.
2) Kebijakan Akuntansi (prinsip dan metode akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya
aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan
pendapatan dan biaya.
3. Pembagian Keuntungan (Profit Distribution)
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa pendapatan yang
dibagihasilkan merupakan pendapatan yang diterima setelah dikurangi
dengan biaya-biaya operasional, harus dibagi antara bank dengan para
penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung dan para
pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi hasil yang diperjanjikan
(Zainul Arifin, 2006:57).
Bank dapat menegosiasikan nisbah bagi hasil atas investasi
mudharabah sesuai dengan tipe yang ada, baik sifatnya maupun jangka
waktunya. Bank juga dapat menentukan nisbah bagi hasi yang sama atas
semua tipe, tetapi menetapkan bobot (weight) yang berbeda-beda atas
setiap tipe investasi yang dipilih oleh nasabah.
Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi hasil antara bank
dengan para nasabah tersebut, bank akan mengalokasikan penghasilannya
dengan tahap-tahap sebagai berikut (Zainul Arifin, 2006:57):
a. Tahap pertama, bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana
simpanan yang berhak atas bagi hasil usaha bank menurut tipenya,
dengan cara membagi setiap tipe dana-dana dengan seluruh jumlah
dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100%.
b. Tahap kedua, bank menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil untuk
masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase (jumlah relatif)
dari masing-masing dana simpanan dengan jumlah pendapatan bank.
c. Tahap ketiga, bank menetapkan porsi bagi hasil untuk masing-masing
tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan.
d. Tahap keempat, bank harus menghitung jumlah relatif biaya
operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban
tersebut sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan.
e. Tahap kelima, bank mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang
rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah
simpanannya.
4. Hubungan Bagi Hasil dengan Permintaan Pembiayaan Mudharabah
Dalam teorinya, apabila tingkat bagi hasil mudharabah meningkat
maka akan menurunkan permintaan pembiayaan. Hal ini disebabkan,
dalam urusan pembiayaan, masyarakat memang menghindari pembiayaan
mudharabah, karena apabila bagi hasilnya tinggi maka pihak yang akan
diuntungkan adalah pemilik modal (bank), sehingga akan menurunkan
permintaan pembiayaan mudharabah, yang berarti bahwa antara tingkat
bagi hasil dengan permintaan pembiayaan mudharabah memiliki
hubungan yang negatif.
F. Jakarta Islamic Index (JII)
1. Definisi Jakarta Islamic Index
Market index atau indeks pasar adalah rata-rata tingkat
keuntungan seluruh saham yang beredar di pasar modal yang diperoleh
dari nilai pasar seluruh saham yang beredar digabung dengan seluruh
saham yang beredar pada hari pertama tahun dasar dikalikan seratus
persen. (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
Sedangkan yang dimaksud dengan saham syari`ah adalah salah
satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakteristik khusus berupa
kontrol yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha
(Reny Maharani dalam Elih Tahliyah, 2008:17)
Oleh karena itu Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII
adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung
indeks harga rata-rata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi
kriteria syari`ah. Pembentukan JII tidak lepas dari kerja sama antara Pasar
Modal Indonesia (dalam hal ini PT Bursa Efek Jakarta) dengan PT
Danareksa Invesment Management (PT DIM) (Wikipedia Bahasa
Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
JII telah dikembangkan sejak tanggal 3 Juli 2000. Pembentukan
instrumen syari`ah ini untuk mendukung pembentukan Pasar Modal
Syari`ah yang kemudian diluncurkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret
2003. Mekanisme Pasar Modal Syari`ah meniru pola serupa di Malaysia
yang digabungkan dengan bursa konvensional seperti Bursa Efek Jakarta
dan Bursa Efek Surabaya. Setiap periodenya, saham yang masuk JII
berjumlah 30 (tiga puluh) saham yang memenuhi kriteria syari`ah. JII
menggunakan hari dasar tanggal 1 Januari 1995 dengan nilai dasar 100.
(Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
2. Tujuan Pembentukan Jakarta Islamic Index
Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan
investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syari`ah dan
memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syari`ah Islam
untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat
mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syari`ah
di Indonesia. JII menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin
berinvestasi sesuai syari`ah. Dengan kata lain, JII menjadi pemandu bagi
investor yang ingin menanamkan dananya secara syari`ah tanpa takut
tercampur dengan dana ribawi. Selain itu, JII menjadi tolak ukur kinerja
(benchmark) dalam memilih portofolio saham yang halal (Wikipedia
Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas)
3. Penentuan Saham Jakarta Islamic Index
Penentuan kriteria dalam pemilihan saham dalam JII melibatkan
Dewan Pengawas Syari`ah PT DIM. Saham-saham yang akan masuk ke
JII harus melalui filter syari`ah terlebih dahulu. Berdasarkan arahan
Dewan Pengawas Syariah PT DIM, ada 4 syarat yang harus dipenuhi agar
saham-saham tersebut dapat masuk ke JII (Wikipedia Bahasa Indonesia,
Ensiklopedia Bebas):
a. Emiten tidak menjalankan usaha perjudian dan permainan yang
tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b. Bukan lembaga keuangan konvensional yang menerapkan sistem riba,
termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
c. Usaha yang dilakukan bukan memproduksi, mendistribusikan, dan
memperdagangkan makanan/minuman yang haram.
d. Tidak menjalankan usaha memproduksi, mendistribusikan, dan
menyediakan barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
Dalam Al-Qur’an, Allah Azza Wa Jalla berfirman:
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.”
(QS. Shaad: 24).
Selain filter syari`ah, saham yang masuk ke dalam JII harus melalui
beberapa proses penyaringan (filter) terhadap saham yang listing, yaitu
(Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas):
a. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak
bertentangan dengan prinsip syari`ah dan sudah tercatat lebih dari 3
bulan, kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar.
b. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah
tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva
maksimal sebesar 90%.
c. Memilih 60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan urutan rata-
rata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama 1 (satu)
tahun terakhir.
d. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-
rata nilai perdagangan reguler selama 1 (satu) tahun terakhir.
Pengkajian ulang akan dilakukan 6 (enam) bulan sekali dengan
penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap
tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha utama emiten akan
dimonitor secara terus menerus berdasarkan data publik yang tersedia.
Perusahaan yang mengubah lini bisnisnya menjadi tidak konsisten dengan
prinsip syari`ah akan dikeluarkan dari indeks.
Sedangkan saham emiten yang dikeluarkan akan diganti oleh
saham emiten lain. Semua prosedur tersebut bertujuan untuk
mengeliminasi saham spekulatif yang cukup likuid. Sebagian saham-
saham spekulatif memiliki tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan
reguler yang tinggi dan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah.
4. Hubungan Jakarta Islamic Index (JII) dengan Permintaan
Pembiayaan Mudharabah
JII memiliki hubungan yang positif dengan permintaan
pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat terlihat bahwa dengan
meningkatnya JII yang mencerminkan membaiknya kondisi keuangan
perusahaan dan kondisi perekonomian yang stabil (certainty) akan
meningkatkan minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga
akan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah. Sebaliknya
menurunnya JII yang mencerminkan memburuknya kondisi keuangan
perusahaan dan kondisi perekonomian yang uncertainty akan mengurangi
minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga akan
menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah.
G. Inflasi
1. Definisi Inflasi
Cukup banyak definisi inflasi tetapi hingga kini belum diperoleh
suatu definisi yang baku yang disetujui oleh seluruh ahli ekonomi. Definisi
inflasi menurut beberapa penulis pada dasarnya sama yaitu antara lain :
a. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan secara
umum dan terus-menerus. (Budiono, 2001)
b. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang
secara terus-menerus ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai
macam barang itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat
terjadi kenaikan tersebut tetapi tidaklah bersamaan yang penting
terdapat kenaikan umum barang secara terus-menerus selama satu
periode. (Nopirin, 2000)
Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik
dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut
tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang
secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi
hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar)
bukanlah merupakan inflasi.
2. Jenis-jenis Inflasi
a. Penggolongan Inflasi Menurut Parah Tidaknya Inflasi
Penggolongan pertama menurut parah tidaknya inflasi,
beberapa macam inflasi: (Budiono, 2001)
1) Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
2) Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun)
3) Inflasi berat (antara 30 –100%)
4) Hiperinflasi (di atas 100%)
Penentuan parah tidaknya inflasi tentu saja sangat relatif dan
tergantung pada “selera” kita untuk menamakannya.
b. Penggolongan Inflasi Menurut Penyebabnya
Penggolongan kedua adalah atas dasar sebab musabab awal
dari inflasi. Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M-
1441 M dalam Adiwarman Karim, 2007:140), yang merupakan salah
satu murid dari Ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua
golongan yaitu:
1) Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh
sebab-sebab alamiah, di mana orang tidak mempunyai kendali
atasnya (dalam hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa
inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya agregat
supply (AS) atau naiknya agregat demand (AD).
Natural inflation dapat dibedakan berdasarkan
penyebabnya menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut:
a) Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan
berbagai barang tertentu kuat (Demand Pull Inflation).
Inflasi yang dimaksud di sini adalah inflasi yang
timbul akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak,
di mana ekspor naik sedangkan impor turun sehingga net
export nilainya sangat besar, maka mengakibatkan naiknya
agregat demand (AD) yaitu adanya banyak permintaan akan
barang-barang konsumsi oleh masyarakat, karena permintaan
masyarakat bertambah, maka kurva agregat demand bergeser
dari D1 ke D2. Akibatnya harga berubah dari H1 ke H2
kenaikan
harga barang akhir mendahului harga barang input dan
kenaikan faktor produksi, (Gambar 2.7).
P S P2 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¦ ¦ D2
P1 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ D1 ¦ ¦
0 Q1 Q2 Q
Gambar 2.7
Kurva Demand Pull Inflation
Cara mengatasi permasalahan tersebut khalifah Umar
bin Khattab rodhiyallahu `anhu pada zamannya, Beliau
melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang
atau komoditi selama dua hari berturut-turut. Akibatnya adalah
turunnya AD dalam perekonomian. Setelah pelarangan tersebut
berakhir maka tingkat harga kembali menjadi normal.
b) Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi (Cost Push
Inflation).
Cost push inflation adalah inflasi yang timbul karena
berkurangnya penawaran akibat kenaikan produksi karena
terjadinya paceklik, perang ataupun embargo dan boycott. Pada
gambar di bawah terlihat bila ongkos produksi naik maka kurva
penawaran akan bergeser dari S1 ke S2. Kenaikan harga barang
akhir (output) mengikuti kenaikan harga barang input atau
faktor produksi, (Gambar 2.8).
P S2 S1 P2 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯¦ ¦
P1 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯¦¯ ¯ ¯ ¯ ¦ ¦ ¦ D ¦ ¦ ¦ ¦
0 Q1 Q2 Q
Gambar 2.8 Kurva Cost Push Inflation
Cara mengatasi permasalahan tersebut khalifah Umar
bin Khattab rodhiyallahu `anhu pada zamannya, Beliau
melakukan impor gandum dari Fustat-Mesir sehingga agregat
supply (AS) barang di pasar kembali naik yang kemudian
berakibat pada turunnya tingkat harga-harga.
2) Human Error Inflation (HEI)
HEI dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh
kesalahan dari manusia itu sendiri (QS. Ar-Rum: 41). HEI dapat
dikelompokkan menurut penyebabnya sebagai berikut:
a) Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and bad
administration).
b) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax).
c) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang
berlebihan (Excessive Seignorage).
3. Metode Pengukuran Inflasi
Suatu kenaikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan
menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat
digunakan untuk mengukur laju inflasi (Nopirin, 1987:25) antara lain:
a. Consumer Price Index (CPI)
Indeks yang digunakan untuk mengukur biaya atau pengeluaran rumah
tangga dalam membeli sejumlah barang bagi keperluan kebutuhan
hidup:
Cost of market basket in given year CPI = x 100% (2.23) Cost of market basket in base year
b. Produsen Price Index dikenal dengan Whosale Price Index
Indeks yang lebih menitikberatkan pada perdagangan besar seperti
harga bahan mentah (raw material), bahan baku atau barang setengah
jadi. Indeks PPI ini sejalan dengan indeks CPI.
c. GNP Deflator
GNP deflator ini merupakan jenis indeks yang berbeda dengan indeks
CPI dan PPI, di mana indeks ini mencangkup jumlah barang dan jasa
yang termasuk dalam hitungan GNP, sehingga jumlahnya lebih banyak
dibanding dengan kedua indeks di atas:
GNP Nominal GNP Deflator = X 100 (2.24) GNP Riil
4. Hubungan Inflasi dengan Permintaan Pembiayaan Mudharabah
Inflasi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan
pembiayaan mudharabah. Inflasi yang mencerminkan ekspektasi terhadap
kenaikan harga-harga relatif barang dan jasa di masa datang akan
menyebabkan naiknya tingkat bagi hasil, dengan tingginya bagi hasil
tersebut biasanya masyarakat akan menyimpan uang di perbankan syari`ah
dengan sistem mudharabah lebih banyak karena bagi hasilnya tinggi,
sehingga masyarakat merasa “diuntungkan”. Sebaliknya dalam urusan
pembiayaan masyarakat justru menghindari pembiayaan mudharabah,
karena bagi hasilnya tinggi di mana yang diuntungkan adalah pemilik
modal (bank). Oleh karena itu masyarakat akan menurunkan pembiayaan
mudharabah yang diminta. Sehingga hubungan antara inflasi dan
permintaan pembiayaan mudharabah berbanding terbalik.
H. Produk Domestik Bruto (PDB)
1. Definisi PDB
Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP)
adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun
penduduk asing maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di
negara yang bersangkutan. PDB merupakan ukuran terbaik dari kinerja
perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi
dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw, 1999).
Menurut Paul A. Samuelson (1992:112), PDB adalah jumlah
output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu
tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah
suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode
waktu tertentu.
Sadono Sukirno (1994:33) mendefinisikan PDB/GDP sebagai
nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor-
faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing.
PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai
perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini
mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara. Pada
umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan
nasionalnya sebagai gambaran, Bank Dunia menentukan apakah suatu
negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui
pengelompokan besarnya PDB, dan PDB suatu negara sama dengan total
pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Teddy
Herlambang, 2001:16).
Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain,
pendapatannya tidak dimasukkan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB
Indonesia baik oleh warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara
asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak diikutsertakan produk
WNI di luar negeri (Teddy Herlambang, 2001:22).
Sedangkan Faried Wijaya (1997:13) menyatakan bahwa PDB
adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang-barang dan
jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode
waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan
sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu
negara selama periode tertentu (biasanya satu tahun).
2. PDB Sebagai Kinerja Perekonomian
Terdapat beberapa cara untuk menilai PDB sebagai kinerja
sebuah perekonomian (Mankiw, 1999):
a. Dengan melihat PDB dari pendekatan produksi, yaitu dengan cara
menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor-sektor
produktif yang ada di Indonesia.
Secara sistematis metode produksi dituliskan sebagai berikut:
Y = Pq1Q1 + Pq2Q2 + Pq3Q3 + … + PqnQn (2.13)
b. Dengan melihat PDB sebagai perekonomian total (pendekatan
pendapatan) dari setiap orang yang berada di dalam perekonomian,
dengan menjumlahkan semua pendapatan dari faktor-faktor produksi.
Jika ditulis persamaannya adalah sebagai berikut:
Y = w + i + r + π (2.14)
c. Dengan melihat PDB sebagai pengeluaran total (pendekatan
pengeluaran) pada output barang dan jasa perekonomian, dengan
menjumlahkan semua pengeluaran. Secara sistematis persamaanya
dapat ditulis:
Y = C + I + G + (X-M) (2.15)
Dari sudut pandang lain, jelaslah mengapa PDB merupakan
cerminan dari kinerja ekonomi karena mengukur sesuatu yang dipedulikan
banyak orang (pendapatan) demikian pula dengan output barang dan jasa
yang memuaskan permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah.
PDB mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada
outputnya dengan alasan bahwa jumlah keduanya adalah sama dan fakta
yang mendasar, karena setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli,
setiap uang yang dikeluarkan seorang pembeli menjadi pendapatan
seorang penjual yang lain.
3. PDB Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan
Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang
telah ditetapkan pasar. Menurut Mulyono dalam Hanton (2002:27),
pendapatan nasional pada harga konstan dan harga berlaku dapat diperoleh
melalui:
PDB hkx = PDB hbx x 100 (2.16)
IHKx PDB hbx = PDB hkx x IHKx (2.17)
100
Indeks harga yang digunakan untuk mendeflasi PDB harga berlaku di
mana Implicit Price Deflator.
Implicit Price Deflator = PDB hbx x 100 (2.18)
PDB hkx
Di mana:
Hkx = Harga konstan
Hbx = Harga berlaku
IHK= Indeks harga konsumen
100 = Indeks harga konsumen tahun dasar
X = Tahun tertentu
GDP nominal (PDB atas dasar harga berlaku) merujuk kepada
nilai GDP tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan GDP riil
(PDB atas dasar harga konstan) mengoreksi angka GDP nominal dengan
memasukkan pengaruh dari harga. GDP dapat dipahami melalui cara
perhitungan pendapatan nasional berikut dibawah ini (Suseno Triyanto,
1983:16).
GNP = GDP + F (2.19)
NNP = GNP – D (2.20)
NI = NNP – Nit (2.21)
Di mana :
GNP = Produk nasional bruto
GDP = Produk domestik bruto
NNP = Produk nasional neto
F = Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor-faktor
produksi
D = Penyusutan
Nit = Pajak tidak langsung neto, yaitu selisih antara pajak tidak
langsung dengan subsidi
NI = Pendapatan nasional (Y)
Jika ketika persamaan tersebut digabungkan akan didapat persamaan
sebagai berikut :
GDP = NI + Nit + D - F (2.22)
Suseno Triyanto (1983) berpendapat bahwa kenaikan pendapatan
perkapita mungkin menaikkan standar hidup riil masyarakat bisa terjadi,
sementara pendapatan riil perkapita meningkat, akan tetapi konsumsi
mengakibatkan tingkat tabungan meningkat. Hal ini akan menjadikan
salah satu bentuk akumulasi modal melalui tabungan masyarakat yang
pada akhirnya akan digunakan pemerintah dalam membiayai
pembangunan di negaranya.
4. Hubungan PDB dengan Permintaan Pembiayaan Mudharabah
PDB memiliki hubungan yang erat dengan permintaan
pembiayaan mudharabah, hal ini disebabkan, dengan adanya kenaikan
PDB karena kondisi perekonomian yang mantap maka tingkat konsumsi
masyarakat akan semakin meningkat, oleh sebab itu jika PDB meningkat
maka permintaan akan pembiayaan mudharabah juga akan mengalami
peningkatan guna mencukupi tingkat konsumsi yang diperlukan oleh
masyarakat. Sehingga PDB memiliki hubungan yang searah (positif)
dengan permintaan pembiayaan mudharabah, dan sebaliknya dalam
kondisi perekonomian yang lemah (resesi) maka permintaan pembiayaan
mudharabah cenderung menurun karena dengan sendirinya masyarakat
akan mengurangi tingkat konsumsinya.
I. Kurs Mata Uang
1. Definisi Kurs Mata Uang
Nilai tukar uang yang dikenal dengan sebutan kurs mata uang
adalah catatan (quation) harga pasar dari mata uang asing (foreign
currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau
resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing
(Douglas Greenwald, 1982:430). Sedangkan menurut Adiningsih, dkk
(1998:155), nilai tukar Rupiah adalah harga Rupiah terhadap mata uang
negara lain. Jadi, nilai tukar Rupiah merupakan nilai dari satu mata Rupiah
yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar AS, nilai tukar Rupiah terhadap Yen, dan lain
sebagainya.
Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi
aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung
akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah
terhadap mata uang asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh negatif
terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
2. Perhitungan Kurs Mata Uang
P = e x P’ (2.23)
Di mana:
P = Tingkat harga domestik (domestic price)
P’ = Tingkat harga luar negeri (foreign price)
e = Nilai tukar uang (exchange rate)
e x P’ Real exchange rate = (2.24)
P
(e* IDR/USD – e IDR/USD) RIDR = RUSD + (2.25) e IDR/USD
Di mana:
R = Expected return on asset
e* = Expected future exchange rate (perkiraan nilai tukar)
e = Exchange rate (nilai tukar )
3. Penyebab Fluktuasi Kurs Mata Uang
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab dari
apresiasi/depresiasi (fluktuasi) nilai tukar suatu mata uang, di dalam Islam
digolongkan dalam dua kelompok yaitu natural dan human error. Nilai
tukar uang menurut Islam akan dipakai dalam dua skenario yaitu
(Adiwarman Karim, 2007:167):
a. Perubahan harga terjadi di dalam negeri
1) Natural exchange rate fluctuation
Fluktuasi nilai tukar uang akibat dari perubahan-perubahan yang
terjadi pada agregat demand (AD) dan agregat supply (AS).
2) Human error exchange rate fluctuation
d) Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption dan bad
administration)
e) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax)
f) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang
berlebihan (Excessine seignorage).
b. Perubahan harga terjadi di luar negeri
1) Non-engineered/non-manipulated changes
Disebut sebagai non-engineered/non-manipulated changes adalah
karena perubahan yang terjadi bukan disebabkan oleh manipulasi
(yang dimaksudkan untuk merugikan) yang dilakukan oleh pihak-
pihak tertentu.
2) Engineered/manipulated changes
Disebut sebagai engineered/manipulated changes adalah karena
perubahan yang terjadi disebabkan oleh manipulasi yang dilakukan
oleh pihak-pihak tertentu yang dimaksudkan untuk merugikan
pihak lain.
4. Sistem Kurs Mata Uang
Menurut Kuncoro (2001: 26), ada beberapa sistem kurs mata
uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:
a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini
ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi
oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua
macam kurs mengambang, yaitu :
1) Mengambang bebas (murni) di mana kurs mata uang ditentukan
sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan
pemerintah.
2) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate)
di mana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs
pada tingkat tertentu.
b. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate), dalam sistem ini, suatu
negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang
negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan
mata uang negara partner dagang yang utama.
c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs), dalam sistem ini,
suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya
secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu
pada rentang waktu tertentu.
d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara
terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya
berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah
menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata
uang disebar dalam sekeranjang mata uang.
e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga
kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam
jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau
diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
5. Hubungan Kurs Rupiah/US$ Terhadap Permintaan Pembiayaan
Mudharabah
Kurs Rupiah/US$ merupakan salah satu variabel moneter yang
penulis gunakan. Kurs Rupiah/US$ memiliki hubungan yang signifikan
terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Artinya melemahnya nilai
tukar Rupiah terhadap US$ yang mencerminkan kondisi perekonomian
yang tidak menentu (uncertainty) sehingga meningkatkan risiko berusaha
akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan
pembiayaan mudharabah. Sebaliknya menguatnya nilai tukar Rupiah/US$
yang mencerminkan stabilitas perekonomian yang semakin mantap akan
menurunkan risiko berusaha yang pada akhirnya akan direspon oleh dunia
usaha dengan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah.
J. Penelitian Terdahulu
Sebelum penulis melakukan penelitian ini, telah ada penelitian
terdahulu yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan pembiayaan atau pinjaman atau kredit, diantaranya seperti yang
akan penulis jabarkan pada pembahasan di bawah ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Duddy Roesmara Donna dan
Dumairy (2006), dengan penelitian yang berjudul “Variabel-variabel yang
Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Mudharabah Pada Perbankan
Syari`ah Di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi variabel-
variabel yang berpengaruh pada permintaan dan penawaran pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Analisis dilakukan
dengan menggunakan data runtut waktu (time series) bulanan, mulai
Desember 2000 hingga Oktober 2005.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
pembiayaan mudharabah, tingkat bagi hasil, ekspektasi profit, dana pihak
ketiga, modal per aset dan non performing financing (NPF). Penelitian ini
menggunakan metode analisis Prosedur Iterasi Cochrane-Orcut (PICO)
maupun PICO yang dikombinasi dengan Auto Regresive Conditional
Heteroscedasticity (ARCH). Berdasarkan hasil estimasi dan analisis dengan
regresi dapat disimpulkan bahwa:
1. Jumlah mudharabah yang diminta dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil
(negatif) dan ekspektasi profit (positif);
2. Jumlah mudharabah yang ditawarkan dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil
(positif), dana pihak ketiga (positif), dan modal per aset (positif).
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Anas Iswanto Anwar, dkk
(2006) yang berjudul “Perilaku dan Referensi Masyarakat Sulawesi Selatan
Terhadap Bank Pengkreditan Rakyat (BPR)”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor penentu pilihan masyarakat untuk mengambil/ingin
mengambil kredit di lembaga keuangan dan BPR. Metode analisis yang
digunakan adalah Borda Method dan CPI Method.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hasil
perhitungan Borda Method tentang faktor penyebab responden
mengambil/ingin mengambil kredit di lembaga keuangan dan BPR di
Propinsi Sulawesi Selatan antara lain jenis kredit sesuai kebutuhan, bunga
kredit rendah, memprioritaskan teman/keluarga sebagai sumber informasi
mengenai eksistensi BPR, BU dan LKNB. Sedangkan yang menggunakan
metode CPI faktor penyebab responden mengambil/ingin mengambil kredit
di lembaga keuangan dan BPR di Propinsi Sulawesi Selatan adalah proses
aplikasi yang sederhana dan mudah.
Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Lukman Hakim dan Siti
Aisyah Tri Rahayu (2007) yang berjudul “Model Kegentingan Kredit Bank
Syari`ah Pada Masa Krisis”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
faktor-faktor yang menyebabkan kegentingan kredit dalam perbankan
syari`ah. Penelitian ini menggunakan dua model yakni model permintaan dan
penawaran kredit yang diestimasi dengan Two Stage Least Square (TSLS)
dan model Vector Autoregression (VAR). Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah permintaan dan penawaran kredit perbankan syari`ah,
nisbah mudharabah, indeks produksi, kapasitas kredit, kredit macet (NPF)
dan nisbah pembiayaan dan deposit (FDR). Berdasarkan hasil persamaan
simultan, kegentingan kredit perbankan syari`ah disebabkan oleh sisi
permintaan dan penawaran:
1. Dari sisi permintaan dengan semakin tinggi nisbah mudharabah
menyebabkan penurunan permintaan kredit perbankan syari`ah. Sementara
dari sudut penawaran kredit, kredit macet (NPF) merupakan faktor utama
yang dapat mengurangi penawaran kredit.
2. Berdasarkan metode VAR menunjukkan bahwa variabel indeks produksi
yang sangat berpengaruh pada permintaan kredit dan semakin besarnya
kapasitas kredit yang dimiliki oleh perbankan syari`ah yang sangat
berpengaruh pada penawaran kredit syari`ah.
Penelitian keempat yang dilakukan oleh Ni Nyoman Aryaningsih
(2008) yang berjudul “Pengaruh Suku Bunga, Inflasi dan Jumlah Penghasilan
Terhadap Permintaan Kredit di PT BPD Cabang Pembantu Kediri”.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh suku bunga, inflasi
dan jumlah penghasilan terhadap permintaan kredit secara parsial dan
simultan. Teknis analisis data menggunakan Analisis Regresi Linear
Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga dan inflasi tidak
berpengaruh secara parsial terhadap permintaan kredit, sedangkan jumlah
penghasilan berpengaruh signifikan. Kontribusi suku bunga, inflasi dan
jumlah penghasilan terhadap perubahan permintaan kredit sebesar 37,8%
sedangkan variabel lainnya berkontribusi 62,2%.
Penelitian kelima dilakukan oleh Arlina Nurbaity Lubis dan Ganjang
Arihta Ginting (2008) yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Keputusan Permintaan Kredit Pada PT Bank Tabungan
Negara Cabang Medan”. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh faktor tingkat suku bunga, dan pelayanan nasabah
dalam mempengaruhi dan menentukan keputusan permintaan KPR pada PT
Bank Tabungan Negara Cabang Medan.
Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda.
Hasil regresi menunjukkan bahwa tingkat suku bunga dan pelayanan nasabah
secara serempak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
permintaan KPR pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan. Untuk
lebih jelasnya penelitian terdahulu tersebut akan disajikan dalam tabel 2.3 di
bawah ini:
Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Nama Variabel Dependen
Variabel Independen
Metodologi dan Hasil
Duddy Roesmara Donna dan Dumairy (2006)
Permintaan mudharabah pada bank syari`ah Penawaran
mudharabah pada bank syari`ah
Tingkat bagi hasil Ekspektasi profit (EP) DPK Modal per aset (MPA)
Analisis regresi dengan Prosedur Iterasi Cochrane-Orcut (PICO) maupun PICO yang dikombinasi dengan ARCH Hasil:
1. Permintaan: bagi hasil (negatif), EP (positif).
2. Penawaran: bagi hasil (positif), DPK (positif), MPA (positif).
Anas Iswanto Anwar, dkk (2006)
Preferensi masyarakat Sulawesi Selatan untuk mengambil kredit baik di BPR , Bank Umum (BU) maupun di LKNB
Faktor-faktor penentu pilihan masyarakat Sulawesi Selatan untuk mengambil kredit baik di BPR, BU maupun di LKNB
Analisis Borda Method dan Comparative Performance Index (CPI) Method Hasil:
1.Borda Method: jenis kredit sesuai kebutuhan, bunga kredit rendah, memprioritaskan teman/keluarga sebagai sumber informasi mengenai eksistensi BPR, BU dan LKNB.
2.CPI Method: proses aplikasi yang sederhana dan mudah
Lukman Hakim dan Siti Aisyah Tri Rahayu (2007)
Permintaan dan penawaran kredit perbankan syari`ah
Nisbah mudharabah Indeks produksi Kapasitas kredit Kredit macet (NPF) Nisbah pembiayaan dan
deposit (FDR)
Metodologi: 1.Two Stage Least Square
(TSLS) 2.Vector Auto Regression (VAR) Hasil:
1.Permintaan: nisbah mudharabah (negatif), indeks produksi (positif).
Antonio, Muhammad Syafi`i. “Perbankan Syari`ah di Indonesia”, Tazkia
Institute, Jakarta, 1999.
. “Bank Syari`ah dari Teori ke Praktik”, Gema Insani, Jakarta, 2001.
Anwar, Anas Iswanto, et.all. “Perilaku dan Preferensi Masyarakat Sulawesi Selatan Terhadap Bank Pengkreditan Rakyat (BPR)”, 2006.
Arifin, Zainul. “Dasar-dasar Manajemen Bank Syari`ah”, Edisi Revisi, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2006.
Aryaningsih, Ni Nyoman. “Pengaruh Suku Bunga, Inflasi dan Jumlah Penghasilan Terhadap Permintaan Kredit di PT BPD Cabang Pembantu Kediri”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora, Vol 2 (1) April, h. 56-67, 2008.
Atmawardhana, Angga. ”Analisis Efisiensi Bank Umum Syariah dan bank Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di Indonesia, Setelah Pemberlakuan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Pendekatan Data Envelopment Analysis)”, Skripsi Sarjana (tidak dipublikasikan ) Fakultas Ekonomi, UII, Yogyakarta, 2006.
Azhari, Ismul. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nisbah Bagi Hasil
Sistem Pembiayaan Mudharabah Perbankan Syari`ah”, Tesis Magister (dipublikasikan) Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri, Medan, 2009. Dari http: //aacislamiceconomy,blogspot.com
Badan Pusat Statistik, Indeks Harga Perdagangan Besar, Jakarta, 2003-2009.
Bank Indonesia. Statistik Perbankan Syariah, Jakarta, 2003-2009. www.bi.go.id . Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Jakarta, 2003-2009. Baridwan, Zaki. “Sistem Akuntansi, Penyusunan, Prosedur dan Metode”, Edisi
Kelima, BPFE, Yogyakarta, 1991. . “Sistem Informasi Akuntansi”, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta,
1994. Boediono. “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 2001. Booklet Perbankan Indonesia, Edisi Maret, BI, 2006. Chapra, Umer. “Sistem Moneter Islam”, Gema Insani, Jakarta, 2000. Danielson, Morris G and Jonathan. “Bank Loan Availability and Trade Credit
Demand”. The Financial Review 39, h. 579-600, 2004. Donna, Duddy Roesmara dan Dumairy. “Variabel-variabel yang Mempengaruhi
Permintaan dan Penawaran Mudharabah pada Perbankan Syari`ah di Indonesia”, Jurnal Sosiosains, Vol 19 (4) Oktober, h. 539-548, 2006.
Dornbusch, R dan S.Fischer. “Makroekonomi”, Terjemahan, Erlangga, Jakarta, 1992.
Engle, Robert F dan C.W.J Granger. “Co-Integration and Error Correction: Representation Estimation and Testing”, Econometrica, Vol 55 (21) March, USA, 1987.
Escandon, R. Julio and Alejandro Diaz-Bautista. “A simple Dynamic Model of Credit and Aggregat Demand”, Working Paper 18, 2000.
Hakim, Lukman dan Siti Aisyah. “Model Kegentingan Kredit Bank Syari`ah pada Masa Krisis”. Universitas Sebelas Maret (UNS), 2007, dari www.pdffactory.com
Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
UIN Jakarta, 2009.
Hamja, Yahya. “Modul I Ekonometrika”, FEB-UIN, Jakarta, 2008.
. “Modul II Ekonometrika”, FEB-UIN, Jakarta, 2008.
Hanton. “Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Kurs Dollar Amerika Serikat dan Tingkat Inflasi Terhadap impor Total di Indonesia 1983-1998”, Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi FE UNUD, Denpasar, 2002.
Haqqi, Elih Taliyah. “Hubungan Kausalitas Antara Suku Bunga SBI, nilai Tukar
Rupiah, Uang yang Beredar dan Inflasi Terhadap Harga Saham Syari`ah JII”, Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi UIN, Jakarta, 2008
Jakarta, 2008. Ikhide, Sylvanus. “Was There a Credit Crunch in Namibia Between 1996-2000?”,
Journal of Applied Economics, Vol. IV, No. 2 (Nov), 269-290, 2003. Isukindro. “Ekonomi Uang dan Bank”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1993. Kasmir. “Manajemen Perbankan”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000. Khan, M. Fahim. “Islamic Banking as Practiced Now In The World”, 1982. Kuncoro, Mudrajat. “Manajemen Keuangan Internasional”, BPFE, Yogyakarta,
1996. Makiyan, Nezamaddin dan Seyed. “The Role of Rate of Return on Loans in the
Islamic Banking System of Iran”, International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 3, No. 3, 2001.
Mankiw, N. Gregori. “Macroeconomics”, 4th ed, Worth Publishers, New York,
2000.
Mcleod, Ross H. “Control and Competition: Banking Deregulation and Re-
Regulation In Indonesia”, Departmental Working Papers, Economics RSPAS, Australian National University, 1996.
Metwally, M. M. “Teori dan Model Ekonomi Islam”, PT Bangkit Daya Insana,
Edisi Pertama, Jakarta, 1995. Muhammad. “Manajemen Dana Bank Syariah”, Edisi Pertama, Ekonisia,
Yogyakarta, 2004. Nasution, Mustafa Edwin dan Reny Maharani. “Hubungan Kausalitas Antara
Variabel Makro dan Harga Saham Syari`ah Jakarta Islamic Index (JII)”, Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islami, 2005
Nopirin. “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1987. . “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 2000.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), “Ekonomi Islam”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.
Rifai, Mochamad Faza. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Perbankan pada Bank Umum di Propinsi Jawa Tengah (Periode 1990-2005”), Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007.
Samuelson, Paul A and William D. Nordhaus. “Economics”, 15th Edition,
McGraw Hill, 1992. Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. “Indikator-indikator
Pasar Saham dan Pasar Uang yang Saling Berkaitan Ditinjau dari Pasar saham sedang Bullish dan Bearish”, Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, Vol. 3, No. 3, 2003.
Sriyana, Jaka. “Modul Teori Pelatihan Ekonometrika”, BPFE UII, Yogyakarta,
2003.
Starr, Martha and Rasim Yilmaz. “ Bank Runs in Emerging-Market Countries: The Experience of Turkey’s Islamic Banks in the 2001 Crisis”, Paper Presented MEE Session on Microfinance ASSA Meeting at American University, 2005.
Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syari`ah Deskripsi dan
Ilustrasi”, Ekonisia, Yogyakarta, 2004. Sujati, Condro Wahyu. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi KUK
pada Bank-bank Umum di Indonesia (Pada Tahun 2004:02-2005:12)”, Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007.
Sukirno, Sadono. “Pengantar Teori Makroekonomi”, Edisi dua, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 1994.
Sumantri, Eko. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit UKM di Kabupaten Kulonprogo Periode Tahun 1990-2006 (dengan Menggunakan Pendekatan Error Corection Model)”, Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta, 2009.
Sunariyah. “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2000.
Suprayitno, Eko. “Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensional”, Graga Ilmu, Yogyakarta, 2005.
Susilo, Y. Sri. “Bank dan Lembaga Keuangan Lain”. Salemba Empat, Jakarta, 2000.
Wahyuningtyas, Yunita Fitri. “Analisis Permintaan Deposito Berjangka Rupiah pada Bank Umum di DIY Tahun 1986-2005”, Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2008.
Widarjono, Agus. “Ekonometrika, Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis”,
Ekonesia UII, Yogyakarta, 2005. Wijaya, Faried. “Seri Pengantar Ekonometrika”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1997.
Wirawan. “Pengaruh Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Dalam Negeri
Terhadap Nilai Impor Barang Konsumsi Indonesia Periode 1987-2001”, Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi FE UNUD, Denpasar, 2002.
Wirdyaningsih, et.all. “Bank dan Asuransi Islam Indonesia, Kencana, Jakarta,