Top Banner
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS DAYA SAING KOPI (Coffea sp) PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO) KEBUN GETAS/ASSINAN KABUPATEN SEMARANG SKRIPSI Oleh : Venti Dini Rahmatika H0307087 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
100

ANALISIS DAYA SAING KOPI (Coffea sp · 2013. 9. 24. · Analisis Daya Saing Kopi (Coffea sp) PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kabupaten Semarang. Skripsi di bawah bimbingan Dr.

Oct 21, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ANALISIS DAYA SAING KOPI (Coffea sp) PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

    KEBUN GETAS/ASSINAN KABUPATEN SEMARANG

    SKRIPSI

    Oleh :

    Venti Dini Rahmatika

    H0307087

    FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA 2011

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    i

    ANALISIS DAYA SAING KOPI (Coffea sp) PT PERKEBUNAN NUSANTARA IX (PERSERO)

    KEBUN GETAS/ASSINAN KABUPATEN SEMARANG

    Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

    guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian

    Universitas Sebelas Maret

    Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

    Oleh :

    Venti Dini Rahmatika

    H0307087

    FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA 2011

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ii

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    iii

    KATA PENGANTAR

    Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

    limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

    skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing Kopi (Coffea sp) PT. Perkebunan

    Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang”. Penulis

    mendapat bantuan dari berbagai pihak dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis

    mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

    Sebelas Maret Surakarta.

    2. Bapak Ir. Agustono, M.Si selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi

    Pertanian/Agrobisnis.

    3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya H, MP selaku Sekretaris Jurusan sekaligus sebagai

    Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi

    Pertanian/Agrobisnis.

    4. Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si selaku pembimbing akademik sekaligus

    pembimbing utama yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan

    skripsi ini.

    5. Ibu Erlyna Wida Riptanti, SP. MP selaku pembimbing pendamping yang telah

    memberikan nasehat, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi sejak

    awal sampai akhir penulisan.

    6. Bapak Ir. Suprapto selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak

    masukan dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

    7. Ibu Susi Wuri Ani, SP. MP dan Bapak R. Kunto Adi, SP. MP yang bersedia

    memberikan pengarahan dan bantuan pada beberapa materi skripsi yang belum

    mengerti dengan baik.

    8. Segenap dosen jurusan Agrobisnis Fakultas Pertanian dan seluruh dosen

    Fakultas Pertanian FP yang membimbing selama kuliah juga staff TU yang telah

    memberikan bantuannya dalam penyelesaian persyaratan administrasi.

    9. Segenap keluarga besar PT. Perkebunan Nusantara IX Kebun Getas Afdeling

    Assinan terimakasih atas kerjasamanya, bimbingannya, dan perhatiannya. Bapak

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    iv

    Yono, Pak Lasman, Pak Djadi, Pak Budi, Mas Anto dan lainnya yang tidak bisa

    saya sebutkan satu persatu, jasa-jasa baik Bapak Ibu semua akan selalu melekat

    dalam hatiku.

    10. Keluarga tercinta, Inak Istiharah dan Amak Sardiman juga dua adik tersayang

    Ardis Ikhlass Arrizki dan Raras Sukma Aulia. Terima kasih atas segala kasih

    sayang, doa, dukungan baik moral maupun spiritual dan dorongan semangat

    yang telah dilimpahkan selama ini. Kalian adalah anugerah terindah yang pernah

    Allah berikan.

    11. Keluarga besar yang ada di Lombok dan Ambarawa, Papuk Maksum, Papuk

    Rohaini, Papuk Saki, Mbah Kakung, Mbah Putri, Bibi At, Paman Rus, Bulek

    Sarimah, Paklek Harno, dek Ana, dek Yuni, Bibi Yah, Paman Romzi, Bulek Iin,

    Paman Opi, Paman Dedi dan lainnya, atas doa dan semangat yang selalu

    mengiringi penulis.

    12. Kak Erwinsyah, terimakasih atas motivasi dan doa yang tercurah untuk penulis

    13. Sahabatku tercinta Maha, Dewo, Fafa, Ian, Irsa, Adhi dan Didik. Terimakasih

    atas persahabatan yang indah ini. Kalian akan selalu ada di hati.

    14. Sahabat seperjuangan dan seperguruan, Sukma, Nofitri, Pepi (Bebebh), Rizky,

    Nita, Echa, Alya, Dhea, Eka, Risma dan Lala yang senantiasa memberikan

    dukungan dan motivasi. Terimakasih atas kenangan indah persahabatan yang

    takkan pernah lekang oleh jrak dan waktu.

    15. Teman-teman Agrobisnis 2007 Mumun, Ratna, Riska, Agnes, Tio, Dicky,

    Rochmad, Memen, Bang Adam, Bella, Yoseph dan Prima dan ”HiBiTu”.Terima

    kasih, bersama kalian banyak kenangan yang indah. Keep fighting kawand!!!

    16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak

    dapat penulis sebutkan satu per satu.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

    itu penulis berharap adanya masukan guna perbaikan skripsi selanjutnya. Penulis

    berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan

    pembaca pada umumnya.

    Surakarta, Mei 2011

    Penulis

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    v

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ................................................................................... iii

    DAFTAR ISI.................................................................................................. v

    DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii

    DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

    RINGKASAN ................................................................................................ x

    SUMMARY ................................................................................................... xi

    I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang ............................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ..................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8 D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 9

    II. LANDASAN TEORI ........................................................................... 10 A. Penelitian Terdahulu .................................................................... 10 B. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 11

    1. Kopi ................................................................................ 11 2. Daya Saing ............................................................................. 13 3. Keunggulan Komparatif dan keunggulan Kompetitif............. 14 4. Harga Bayangan .................................................................... 16 5. Kebijakan Pemerintah ....................................................... 18 6. Policy Analysis Matrix (PAM)................................................ 22

    C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ........................................... 28 D. Hipotesis ....................................................... 35 E. Asumsi-Asumsi Dasar .................................................................. 35 F. Pembatasan Masalah .................................................................... 35 G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ........................... 36

    III. METODE PENELITIAN ................................................................... 38 A. Metode Dasar Penelitian .............................................................. 38 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ...................................... 38 C. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 38 D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 38 E. Metode Analisis Data ................................................................... 39

    IV. KEADAAN UMUM PERKEBUNAN ................................................ 48 A. Sejarah Perusahaan ....................................................................... 48

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    vi

    B. Letak Geografis ............................................................................. 49 C. Struktur Organisasi ....................................................................... 50 D. Keadaan Karyawan Perkebunan ................................................... 50 E. Budidaya Tanaman Kopi .............................................................. 51

    1. Budidaya Tanaman Kopi ......................................................... 51 2. Panen ................................................................................ 57

    F. Pengolahan Kopi ........................................................................... 58 1. Pengolahan RWP (Robusta Wet Process) ................................ 58 2. Pengolahan RDP (Robusta Dy Process) .................................. 63

    V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 65 A. Produksi dan Produktivitas Tanaman di Kebun ........................... 65 B. Analisis Finansial dan Ekonomi Pengusahaan Kopi .................... 66 C. Policy Analysis Matrix (PAM) ..................................................... 73 D. Keunggulan Kompetitif dan Keunggulan Komparatif ................. 76 E. Dampak Kebijakan Pemerintah .................................................... 80

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 87 A. Kesimpulan .................................................................................. 87 B. Saran ............................................................................................ 88

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 89

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    vii

    DAFTAR TABEL

    Nomor Judul Halaman

    1. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2005-9 ...................... 2

    2. Kinerja Produksi dan Ekspor Kopi pada PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Tahun 2005-9 ................................................................ 3

    3. Fluktuasi Produksi Kopi PT Perkebunan Nusantara I (Persero) Menurut Kebun Tahun 2005-9........................................................... 5

    4. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan kabupaten Semarang tahun 2005-9 ...................................................................................... 5

    5. Tipe-Tipe Kebijakan Output Tradeable............................................. 19

    6. Policy Analysis Matrix (PAM)........................................................... 23

    7. Daftar Jumlah Karyawan Kebun Getas/Assinan Berdasar Afdeling dan Golongannya per 1 Januari 2010................................................. 50

    8. Luas, Produksi dan Produktivitas Kopi PT perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Tahun 2000-9 ............................ 65

    9. Analisis financial dan Ekonomi Pengusahaan Kopi Kering PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Tahun 2009 (Rp/kg kopi kering) ................................................................... 67

    10. Matriks PAM Pengusahaan Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun getas/Assinan Tahun 2009 (Rp/kg kopi kering) ..... 74

    11. Private Cost Ratio (PCR) dan Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Tahun 2009 ............................................................... 77

    12. Dampak Kebijakan pemerintah terhadap Pengusahaan Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan ............... 80

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    viii

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Judul Halaman

    1. Pengaruh Pajak pada Input Tradeable ......................................... 21

    2. Pengaruh Subsidi Input Tradeable............................................... 22

    3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................ 34

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    ix

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Judul Halaman

    1. Alokasi Biaya Domestik dan Biaya Asing................................... 91

    2. Perhitungan Output ...................................................................... 92

    3. Biaya Amortisasi .......................................................................... 93

    4. Biaya Penggunaan Input Produksi ............................................... 94

    5. Konversi Perhitungan Biaya Output dan Input Tradeable Komoditi Kopi Tahun 2009 ......................................................... 95

    6. Analisis Ekonomi ......................................................................... 96

    7. Analisis Finansial dan Analisis Ekonomi Pengusahaan Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan (Rp/ha luas tanam kopi) ............................................................... 98

    8. Matriks PAM Pengusahaan Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan .............................................. 99

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    x

    RINGKASAN

    Venti Dini Rahmatika, 2011. Analisis Daya Saing Kopi (Coffea sp) PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kabupaten Semarang. Skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Mohd. Harisudin, MSi dan Erlyna Wida Riptanti, SP. MP. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan merupakan salah satu penghasil kopi dan eksportir kopi yang berperan dalam perekonomian nasional. Setiap komoditi harus memiliki daya saing untuk dapat bersaing di pasar internasional dan diminati oleh konsumen. Kebijakan pemerintah juga mempengaruhi pengusahaan kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan.

    Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan dalam mengusahakan kopi dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditi kopi bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan.

    Metode dasar penelitian adalah deskriptif analisis dengan mengambil secara sengaja daerah penelitian PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari kantor PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) dan Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. Sumber data diperoleh dengan melakukan observasi, wawancara dan pencatatan di instansi-instansi dan pihak-pihak terkait penelitian ini.

    PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan memiliki Private Cost Ratio (PCR) sebesar 0,73 yang menunjukkan bahwa perusahaan memeiliki keunggulan kompetitif dan Domestic Resources Cost Ratio (DRCR) sebesar 0,72 yang menunjukkan bahwa perusahaan memiliki keunggulan komparatif dalam mengusahakan kopi kering. Nilai PCR dan DRCR itu dapat ditingkatkan sehingga meningkatkan daya saing yang dimiliki perusahaan untuk dapat terus bersaing di pasar internasional di era perdagangan bebas.

    Dampak kebijakan pemerintah terhadap pengusahaan kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan tercermin padan nilai Output Transfer (OT) sebesar 3.900.717,40; Input Transfer (IT) sebesar 260.213,20; Factor Transfer (FT) sebesar 3.019.544,34; Net Transfer (NT) sebesar 620.959,86; Nominal Protection Coefficient on Tradable Outputs (NPCO) sebesar 1,13; Nominal Protection Coefficient on Tradable Inputs (NPCI) sebesar 1,09; Effective protection coefficient (EPC) sebesar 1,13; Profitability coefficient (PC) sebesar 1,08 dan Subsidy Ratio to Producers (SRP) sebesar 0,02. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan mengeluarkan biaya input asing dan input domestik lebih tinggi dari harga seharusnya, tetapi kebebasan ekspor yang diberikan pemerintah memberikan kesempatan perusahaan untuk memperoleh penerimaan lebih besar sehingga keuntungannya pun lebih besar dari harga sebenarnya pad apasar persaingan sempurna. Secara keseluruhan, kebijakan pemerintah menguntungkan bagi pengusahaan kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    xi

    SUMMARY Venti Dini Rahmatika. 2011. The Analysis of Coffee Competitive Power

    (Coffea sp) at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan, Semarang Regency. Under the guidance of Dr. Ir. Mohd. Harisudin, Msi and Erlyna Wida Riptanti, SP. MP. Agriculture Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta.

    PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan is one of the producer an importer of coffee in Indonesia which means it has a role at national economic.Each comodity should have the competitive power to be able competing at international market and interested by consumer. Goverment policy also has influence of the coffee production at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan.

    This research is aimed to analyze the competitive advantages and comparative advantage, also to knew the goverment policy impact to the coffee production at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan. The basic method of this research is analysis decriptive by incidentally taking research place at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan. This research uses seconder data which is taken from PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Office and Badan Pusat Statistik (BPS), Central Java. Data is got by observing, interviewing, and texting at relevant company.

    PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan has 0,73 Private Cost Ratio (PCR), which shows us that the company has the competitive advantages and 0,72 Domestic Resources Cost Ratio (DRCR), which shows us that the company has comparative advantages at producing dry coffee. The rank of PCR and DRCR could be increased, so that it could increase competitive power of the company. In case to stay being competitive at international market and free trading era.

    The goverment policy impact to the coffee production at PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan is seen at the value of Output Transfer as much 3.900.717,40 Input Transfer (IT) as much 260.213,20 Factor Transfer (FT) as much 3.019.544,34 Net Transfer (NT) as much 620.959,86 Nominal Protection Coeficient on Tradable Outputs (NPCO) as much 1,13 Nominal Protection Coeficient on Tradable Inputs (NPCI) as much 1, 09 Effective Protection Coefficient (EPC) as much 1,13 Profitability Coefficient (PC) as much 1,08 and Subsidy Ratio to Producer (SRP) as much 0,02. PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan spends foreign and domestic input cost higher than the average cost.. But, the free export which is given by government gives the chance for company to get higher income than average cost. Completely, government policy gives benefit for coffee production of PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Getas/Assinan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu

    negara. Kegiatan perdagangannya sangat berarti dalam upaya pemeliharaan

    dan kestabilan harga bahan pokok, penyediaan kesempatan kerja bagi

    masyarakat, penggerak kegiatan ekonomi, peningkatan penerimaan negara dan

    pendapatan negara. Kebijakan perdagangan Indonesia diarahkan pada

    penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan. Kebijakan

    tersebut meliputi usaha meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan

    perdagangan luar negeri dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan

    jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang

    sehat, menunjang usaha peningkatan efisiensi produksi, mengembangkan

    ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan

    dan memeratakan pendapatan rakyat serta memantapkan stabilitas ekonomi

    (Halwani, 2002).

    Perdagangan luar negeri terutama ekspor, sangat penting peranannya

    dalam perekonomian Indonesia. Devisa yang diperoleh dari ekspor merupakan

    sumber pembiayaan pembangunan. Peningkatan penerimaan devisa dari

    ekspor akan ikut meringankan beban neraca perdagangan yang terdiri dari

    transaksi ekspor dan impor barang. Surplus ekspor menentukan surplus neraca

    perdagangan (Halwani, 2002).

    Pertanian merupakan salah satu sektor yang berororientasi ekspor

    terutama sub sektor perkebunannya. Peran sub sektor perkebunan sebagai

    penghasil devisa tidak diragukan lagi. Dibandingkan sektor non migas lainnya

    sub sektor perkebunan memiliki keunggulan komparatif yaitu tersedianya

    lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal, lokasi yang berada di kawasan

    dengan iklim yang menunjang serta tersedianya tenaga kerja yang cukup

    melimpah yang semuanya merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk

    memperkuat daya saing harga produk-produk perkebunan Indonesia di pasar

    dunia (BI, 2003).

    1

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    2

    Komoditi strategis perkebunan di Indonesia adalah kelapa sawit, karet,

    kopi, teh dan lada. Kopi menyumbang devisa yang cukup besar bagi negara

    setiap tahunnya. Ekspor kopi Indonesia dipengaruhi oleh keadaan kopi dunia

    yang permintaannya terus mengalami peningkatan. Peningkatan konsumsi

    kopi tersebut menyebabkan persaingan ekspor kopi dunia juga semakin ketat.

    Munculnya Vietnam sebagai negara pengekspor kopi yang menguasai 11,45%

    pasar kopi dunia menyebabkan kedudukan Indonesia bergeser menjadi posisi

    keempat setelah Brazil, Vietnam dan Columbia. Ekspor kopi Indonesia sendiri

    mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun yang dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2005 - 2009

    Tahun Volume (Ton) Harga (US$/Ton)

    Nilai (000 US$)

    2005 442.800 1123,98 497.700 2006 411.500 1.417,25 583.200 2007 315.500 2.008,56 633.700 2008 467.900 2.113,70 989.000 2009 510.100 1.611,64 822.100

    Sumber: Indikator Ekonomi, 2010

    Berdasar Tabel 1. dapat diketahui bahwa volume ekspor kopi mengalami

    fluktuasi dari tahun ke tahun. Lebih jauh melihat kinerja komoditi kopi dari

    tahun ke tahun menunjukkan perbaikan terutama pada tahun 2008 yang

    mengalami peningkatan nilai ekspor sebesar 56,06%. Bahkan dalam kurun

    waktu 2005-2009 terjadi kenaikan nilai ekspor yaitu dari US$ 497 juta pada

    tahun 2005 menjadi US$ 989 juta pada tahun 2008. Namun, pada tahun 2009

    justru mengalami penurunan menjadi US$ 822 juta. Fluktuasi nilai ekspor

    lebih dipengaruhi oleh pergerakan harga kopi internasional yang tidak

    menentu. Untuk menjaga kinerja ekspor komoditi kopi tersebut perlu

    ditingkatkan produksi dan mutu kopi (Benyamin, Maria Y. 2009 dalam

    Pusditan, 2009).

    Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah yang memiliki cukup banyak

    perkebunan kopi dan merupakan salah satu sentra produksi kopi terbesar di

    samping Lampung, Sumatra Utara dan Jawa Timur. Salah satu perusahaan

    perkebunan yang mengusahakan tanaman kopi di Jawa Tengah adalah PT

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    3

    Perkebunan Nusantara IX (Persero). PTPN IX adalah perusahaan perkebunan

    negara yang mengelola perkebunan milik negara di wilayah Jawa Tengah.

    PTPN IX Jawa Tengah dituntut untuk terus meningkatkan produksi dan

    efisiensi pengusahaan kopi untuk memperbesar daya saing kopi Indonesia.

    Daya saing yang tinggi merupakan kekuatan utama untuk mampu bersaing

    dalam pasar dunia yang semakin ketat. Daya saing yang tinggi tercermin dari

    keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh

    komoditi tersebut. Kinerja produksi dan ekspor kopi PTPN IX dapat dilihat

    dari Tabel 2.

    Tabel 2. Kinerja Produksi dan Ekspor Kopi pada PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Tahun 2005 - 2009

    Tahun Produksi (kg) Ekspor (kg) % ekspor/produksi 2005 2.468.333 1.624.657 65,822006 1.513.569 1.272.000 84,042007 843.395 823.500 97,642008 1.422.853 683.400 48,032009 1.232.894 1.490.100 120,86

    Sumber: PT Perkabunan Nusantara IX (Persero) Berdasar Tabel 2. dapat dilihat bahwa fluktuasi ekspor PTPN IX

    mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Ekspor kopi PTPN IX tergantung pada

    permintaan kopi oleh Jepang dan Italia yang menjadi negara tujuan ekspor.

    Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, hampir setiap tahun PTPN IX

    mengekspor lebih dari 50% produksinya kecuali tahun 2008 yang hanya

    mengekspor 48,03% produksinya. Hal itu disebabkan oleh tidak adanya

    permintaan dari Jepang sebab harga kopi dunia mahal mencapai US$

    2.113,70/ton. Harga kopi dunia yang tinggi menyebabkan permintaan kopi

    menurun dan sebaliknya sehingga pada tahun 2009 permintaan kopi Jepang

    meningkat.

    Sisa kopi yang tidak diekspor akan dikonsumsi di dalam negeri dan

    disimpan sebagai carry over stocks oleh pedagang dan eksportir sebagai

    cadangan bila terjadi gagal panen (Kustiari, 2007 cit. Pusdatin, 2009). Kinerja

    ekspor kopi dari perusahaan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Kondisi

    paling parah penurunan ekspornya adalah dalam tahun 2007 sedangkan pada

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    4

    tahun 2008 sudah kembali mengalami peningkatan. Meski tak sebesar pada

    tahun 2002, tetapi sudah cukup baik untuk memperbaiki kinerja ekspor kopi

    Indonesia yang diharapkan akan lebih baik lagi pada tahun-tahun berikutnya.

    Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dan upaya untuk dapat memperbaiki

    keadaan yang tidak menguntungkan tersebut. Potensi produksi kopi di PT

    Perkebunan Nusantara IX (Persero) yang cukup baik dapat dijadikan sebagai

    modal untuk menunjang peningkatan ekspor kopi.

    Produksi kopi yang berfluktuasi disebabkan oleh iklim yang berubah tak

    menentu dan sulit diperkirakan. Musim penghujan dan musim kemarau sangat

    sulit untuk ditentukan. Oleh karena itu, perkiraan pemeliharaan dalam

    budidaya kopi menjadi kurang tepat sehingga produksinya menjadi menurun

    yang menyebabkan volume ekspor kopi PT Perkebunan Nusantara IX

    (Persero) ikut menurun. Namun, penanganan budidaya kopi yang baik dengan

    keadaan iklim yang tak menentu sudah mulai dapat diatasi sehingga produksi

    kopi tahun 2008 sudah mulai dapat ditingkatkan kembali. Volume ekspor kopi

    juga dipengaruhi oleh iklim yang akan menentukan kualitas biji kopi yang

    dihasilkan oleh perkebunan. Iklim yang tidak menentu akan menyebabkan

    kualitas biji kopi menjadi kurang baik sehingga tidak memenuhi standar

    ekspor. Fluktuasi produksi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) pada tujuh

    kebun kopi yang tersebar di tujuh kabupaten dapat dilihat pada Tabel 3.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    5

    Tabel 3. Fluktuasi Produksi Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Menurut Kebun Tahun 2005-2009

    Kebun Produksi (kg)

    2005 2006 2007 2008 2009

    1 Blimbing/Jallotigo, Kab. Batang

    282.000 125.643 174.350 120.000 76.000

    2 Sukamangli, Kab. Kendal

    325.000 179.449 78.045 114.000 158.000

    3 Merbuh, Kab. Kendal 60.000 24.554 3.280 - - 4 Ngobo Jatirunggo,

    Kab. Semarang 200.000 117.860 74.860 100.000 46.000

    5 Getas/Assinan, Kab. Semarang

    926.333 602.156 344.384 698.853 768.000

    6 Batujamus/Kerjoarum, Kab. Karanganyar

    125.000 160.571 80.027 177.000 -

    7 Jolong/Kalitelo, Kab. Pati 550.000 303. 336 88.449 213.000 184.000

    Total 2.468.333 1.513.569 843.395 1.422.853 1.233.000

    Sumber: Jawa Tengah dalam Angka

    Berdasar Tabel 3. dapat diketahui bahwa produksi kopi tertinggi

    dihasilkan oleh Kebun Getas/Assinan setiap tahunnya sejak tahun 2005 hingga

    tahun 2009. Kebun Getas/Assinan menghasilkan rata-rata 650.518 kg dalam

    kurun waktu lima tahun. Dapat disimpulkan bahwa produksi kopi Kebun

    Getas/Assinan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam ekspor kopi

    PTPN IX. Hal itu harus didukung dengan produktivitas kebun yang tinggi agar

    produksinya dapat terus meningkat. Produksi dan produktivitas Kebun

    Getas/Assinan dapat dilihat pada Tabel 4.

    Tabel 4. Luas areal, Produksi dan Produktivitas Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang Tahun 2005 - 2009.

    Tahun Luas areal (Ha) Produksi (kg) Produktivitas (kg/Ha) 2005 401,06 926.333 2.309,71 2006 396,41 602.156 1.519,02 2007 396,41 344.384 868,76 2008 396,41 698.853 1.762,96 2009 376,97 768.456 2.038,51

    Sumber : Kantor Kebun Getas/Assinan PT PN IX

    Berdasar Tabel 4. dapat dilihat bahwa produksi kopi Kebun

    Getas/Assinan mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Produksi paling

    rendah terjadi pada tahun 2007 yang kemudian dapat mulai ditingkatkan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    6

    kembali pada tahun 2008 dan 2009. Hal itu disebabkan oleh penanganan yang

    lebih baik terhadap budidaya kopi yang sudah mulai dapat beradaptasi dengan

    iklim yang tidak menentu. Luas areal tanan kopi menurun pada tahun 2009

    sebab seluas 19,44 ha tanaman kopi sudah tidak produktif lagi sehingga akan

    diganti tanaman baru pada tahun 2010 mendatang. Produktivitas kopi Kebun

    Getas/Assinan terus berusaha ditingkatkan agar dapat memproduksi kopi yang

    lebih banyak dari segi kuantitas dan baik dalam segi kualitas sehingga dapat

    meningkatkan kinerja ekspor kopi PTPN IX.

    Kebijakan pemerintah juga mempengaruhi pengusahaan kopi Kebun

    Getas/Assinan. Departemen Perdagangan (Depdag) memperketat pemberian

    status Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dengan memberikan syarat wajib

    ekspor minimal 200 ton kopi per tahun untuk dapat memperoleh status

    Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) (Pusat Humas Depdag, 2009).

    Penyempurnaan aturan itu diharapkan dapat memacu produksi kopi dalam

    negeri untuk ekspor, termasuk Kebun Getas/Assinan yang mengusahakan

    kopi kering gelondong untuk ekspor. Indonesia sedang berusaha

    meningkatkan produksi kopi dalam negeri agar dapat bersaing dan merebut

    pasar kopi dunia di tengah perdagangan bebas sebab permintaan kopi di pasar

    internasional yang semakin tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan

    produksi dan perbaikan mutu dalam negeri sehingga kurang bisa bersaing

    dengan negara pengekspor kopi besar seperti Brazil, Vietnam dan Columbia.

    Menurut Hutabarat (2004) penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

    10% pada kopi yang diekspor dalam bentuk olahan sedangkan tidak adanya

    PPN untuk ekspor kopi dalam bentuk primer berdampak pada pengusahaan

    kopi Kebun Getas/Assinan yang mengekspor kopi dalam bentuk biji kering

    gelondong. Kebijakan tersebut dapat merangsang Kebun Getas/Assinan untuk

    meningkatkan produktiviatasnya sehingga dapat terus ekspor karena tidak

    dikenai PPN. Ditambah dengan adanya perjanjian perdagangan bebas yang

    ditandatangani Indonesia yaitu AFTA menuntut Kebun Getas/Assinan

    memproduksi kopi yang memiliki daya saing yang tinggi agar dapat bersaing

    di pasar internasional maupun nasional.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    7

    B. Rumusan Masalah

    Munculnya negara Vietnam sebagai negara penghasil kopi yang

    berkontribusi sebesar 11,45% terhadap total produksi dunia sedangkan

    Indonesia hanya berkontribusi sebesar 8,95% akan semakin memberatkan

    kinerja ekspor kopi Indonesia yang salah satu eksportirnya adalah PT

    Perkebunan Nusantara IX (Persero). Kinerja ekspor kopi PTPN IX

    dipengaruhi oleh produktivitas kopi Kebun Getas/Assinan yang memiliki luas

    areal untuk budidaya kopi mencapai 376,97 Ha atau 29,68% dari luas areal

    tanam kopi PTPN IX seluruhnya. Produktivitas Kebun getas/Assinan

    mengalami fluktuasi lima tahun terakhir ini yang mengalami penurunan

    produktivitas kopi pada tahun 2005 hingga tahun 2007. Tahun 2005

    produktivitasnya mencapai 2.309,71 kg/Ha menjadi 1.519,02 kg/Ha pada

    tahun 2006. Produktivitas terendah terjadi pada tahun 2007 yang mencapai

    868,76 kg/Ha. Namun, pada tahun 2008 mulai mengalami peningkatan

    kembali menjadi 1.762,96 kg/Ha dan 2.038,51 kg/Ha pada tahun 2009.

    Produktivitas tersebut sangat berpengaruh pada ekspor kopi PTPN IX dan

    ekspor Indonesia.

    Peran pemerintah juga sangat menentukan kinerja ekspor PTPN IX.

    Kebijakan pemerintah yang berupa penetapan pajak ekspor, subsidi dan

    kebijakan perdagangan dapat berdampak positif (menguntungkan) maupun

    negatif (merugikan) bagi PTPN IX Kebun Getas/Assinan. Menurut Hutabarat

    (2004) Penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diberlakukan sebesar 10%

    yang pada komoditi kopi yang diekspor dalam bentuk olahan sedangkan kopi

    yang diekspor dalam bentuk primer tidak dikenakan PPN. Kebijakan tersebut

    menyebabkan eksportir tidak akan berusaha meningkatkan nilai tambah

    produknya dalam bentuk olahan. Apabila pemberian pajak terhadap ekspor

    dalam bentuk primer akan menyebabkan menurunnya ekspor dalam bentuk

    primer sehingga harga bahan baku kopi dalam negeri akan menurun yang

    diharapkan memperkuat industri hilir untuk mengolah kopi dalam bentuk

    olahan seperti kopi bubuk. Keputusan pemerintah untuk mencukupi konsumsi

    kopi olahan di dalam negeri terlebih dahulu dengan penetapan PPN tersebut

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    8

    sebenarnya dapat dilihat dari sisi lain. Apabila dapat mengeskpor kopi olahan

    dengan kualitas tinggi maka kebutuhan kopi dalam negeri dapat dicukupi

    dengan mengimpor kopi dengan kualitas yang lebih sehingga negara masih

    memperoleh keuntungan dari ekspor tersebut.

    Selain PPN, Departemen Perdagangan menetapkan quota minimal

    ekspor kopi sebesar 200 ton kopi per tahun untuk dapat memperoleh status

    Eksportir Terdaftar Kopi (ETK). Pembebasan pajak ekspor kopi diharapkan

    dapat mendukung kebijakan tersebut dan dapat mendorong kinerja ekspor

    kopi untuk memenuhi permintaan kopi di pasar internasional yang semakin

    meningkat. Kebijakan yang diterapkan pemerintah selalu diarahkan pada

    peningkatan produksi dalam negeri dan mendorong peningkatan daya saing

    produk-produk dalam negeri agar dapat bersaing di pasar intenasional dari

    segi kualitas maupun kuantitas.

    Agar tetap mampu bersaing dalam pasar perdagangan yang makin ketat

    persaingannya, masing-masing negara harus memiliki komoditas unggulan

    perdagangan yang ketat persaingannya. Dalam mengunggulkan suatu

    komoditas perlu landasan kuat yang menyangkut dua hal. Pertama, bagaimana

    sistem produksi dilakukan mulai dari hulu hingga hilir efisien dalam alokasi

    biaya sumberdaya domestik terhadap imbangan sumber daya asing pada

    tingkat harga relatif dengan memasukkan unsur biaya sosial sekaligus

    menggambarkan nilai kelangkaan yang sebenarnya, sehingga dicapai

    keunggulan komparatif. Kedua, bagaimana perangkat kebijakan (produksi dan

    pasar) atas komoditas tersebut dapat menurunkan biaya ekonomi yang paling

    rendah tercermin dari ssitem produksi dan pasar yang efisien sehingga akan

    dicapai keunggulan kompetitif.

    Dari uraian di atas, maka dapat diperoleh beberapa rumusan

    masalahnya yaitu :

    1. Apakah PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah Kebun

    Getas/Assinan Kabupaten Semarang memiliki keunggulan komparatif dan

    keunggulan kompetitif dalam pengusahaan kopi?

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    9

    2. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah yang diterapkan untuk komoditi

    kopi bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah Kebun

    Getas/Assinan Kabupaten Semarang?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini mempunyai tujuan untuk :

    1. Mengkaji keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dalam

    pengusahaan kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah

    Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang.

    2. Mengkaji dampak kebijakan pemerintah yang diterapkan untuk komoditi

    kopi bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah Kebun

    Getas/Assinan Kabupaten Semarang.

    D. Kegunaan Penelitian

    Kegunaan penelitian ini meliputi:

    1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

    terutama yang berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah

    satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas

    Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    2. Bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero), diharapkan dapat menjadi

    bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan perusahaan.

    3. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian duna

    menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk

    penelitian selanjutnya.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    10

    II. LANDASAN TEORI

    A. Penelitian Terdahulu

    Hasil penelitian Danang Nur Rachman (2006) mengenai Analisis Daya

    Saing Kopi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) (Persero) Kebun Jollong

    Kabupaten Pati menunjukkan bahwa kopi yang diusahakan PT Perkebunan

    Nusantara IX (Persero) Kebun Jollong Kabupaten Pati memiliki keunggulan

    kompetitif dan keunggulan komparatif yang ditunjukkan oleh angka rasio biaya

    privat dan biaya rasio biaya sumber daya domestik yang kurang dari satu. Tidak

    adanya proteksi pemerintah terhadap input asing menyebabkan Kebun Jollong

    harus membayar input domestik yang lebih mahal. Sebaliknya, pemerintah

    melakukan proteksi terhadap output dan komponen biaya asing (tradeable)

    sehingga keseluruhan Kebun Jollong memperoleh nilai tambah input asing lebih

    tinggi dari seharusnya. Secara umum, kebun Jollong menerima keuntungan akibat

    kebijakan pemerintah. Danang Nur Rachman (2006) menyarankan untuk

    meningkatkan kualitas komoditi kopi agar tidak tertinggal dengan produk sejenis

    dari luar negeri sehingga harga jual kopi dapat ditingkatkan dan menyusun

    anggaran biaya yang cermat mengingat kondisi harga jual kopi dunia tidak stabil

    sehingga efisiensi yang telah terjadi dapat dipertahankan.

    Hasil penelitian Assaad dkk (2009) mengenai Keunggulan Komparatif

    Komoditi Kakao dan Kopi di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa usahatani

    komoditi kakao dan kopi memiliki keunggulan komparatif. Keadaan tersebut

    tercermin pada hasil hitung koefisien DRC (Domestic Resource Cost) yang secara

    keseluruhan terjadi lebih kecil dari satu. Komoditi kopi di daerah ini merupakan

    komoditi ekspor yang berpotensi tinggi. Hal ini tercermin sejak tahun 1989

    sampai dengan 1998 koefisien RCA (Revealed Comparatif Adventage) memiliki

    pertumbuhan relatif rata-rata lebih besar dari satu.

    10

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    11

    Kasymir (1994) dalam penelitiannya tentang Keunggulan Komparatif dan

    Dampak Kebijakan pada komoditi kopi dalam Pengembangan Wilayah

    Kabupaten Lampung Barat Propinsi Lampung, menyimpulkan bahwa komoditi

    kopi tidak memiliki keunggulan kompetitif. Kebijakan pemerintah secara

    keseluruhan tidak memberi insentif untuk petani produsen, pedagang/eksportir

    dan konsumen akhir untuk berproduksi dan mengkonsumsi komoditi kopi melalui

    kebijakan harga output. Terjadi pengalihan surplus dari petani produsen ke

    pedagang/eksportir akibat posisi tawar yang lemah dalam pasar yang bersifat

    oligopilistik.

    B. Tinjauan Pustaka

    1. Kopi

    Tumbuhan kopi (Coffea Sp.) termasuk familia Rubiaceae yang dikenal

    mempunyai sekittar 500 jenis dengan tidak kurang dari 600 species. Genus

    Coffea merupakan salah satu genus penting dengan beberapa jenis species

    yang mempunyai nilai ekonomi dan dikembangkan secara komersial,

    terutama: Coffea Arabica L dengan hibridanya, Coffea Lierica dan Coffea

    Canephora diantaranya varietas Robusta.

    Tanaman kopi termasuk tumbuan tropik yang sangat mampu melakukan

    penyesuaian-penyesuaian dengan keadaan kawasan. Walaupun tumbuhan

    tropik, tanamannya tidak menghendaki suhu tinggi dan memerlukan

    tumbuhan naungan. Di daerah-daerah asal tumbuhan kopi di hutan-hutan

    Afrika tumbuhan kopi ditemukan di bawah-bawah pohon-pohon besar di

    hutan-hutan, dengan keadaan yang cukup lembab, terutama untuk tumbuhan

    kopi arabika. Jenis tanaman arabika lebih cocok dibudidayakan di daerah

    tropis di kawasan pegunungan pada ketinggian diatas 600 mdpl.

    Kopi robusta dapat dibudidayakan di kawasan-kawasan di bawah 700

    mdpl. Tanaman kopi cocok karenanya dibudidayakan secara komersial di

    kawasan antara 20o Lintang Utara dan 20o Lintang Selatan. Indonesia terletak

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    12

    dalam kawasan ini dan memiliki kawasan yang cocok untuk budidaya kopi,

    baik jenis arabika maupun robusta.

    Kawasan-kawasan penghasil kopi dalam mengusahakan budidaya kopi

    perlu memilih jenis tanaman dari klon-klon tanaman kopi yang seragam.

    Seragam pula cara budidaya kopi dan cara-cara pengolahan biji kopinya.

    Keseragaman hasil kebun yang demikian amat diperlukan oleh pabrik dan

    industri kopi yang bekerja dalam skala besar dan harus menghasilkan produk-

    produk yang seragam mutu dan mantap mutu hasilnya. Dibudidayakannya

    tanaman kopi dari klon-klon yang seragam, diterapkannya cara pertanaman

    dan prngolahan biji kopi yang sama akan menjamin dihasilkannya biji-biji

    kopi yang sejenis, seragam mutu dan seragam ukuran. Ini dapat memantapkan

    pasar dengan tingkat harga yang baik (Siswoputranto, 1993).

    Kopi merupakan salah satu komoditi andalan perkebunan yang

    mempunyai kontribusi cukup nyata dalam perekonomian Indonesia, yaitu

    sebagai penghasil devisa, sumber pendapatan petani, penghasil bahan baku

    industri, penciptaan lapangan kerja dan pengembangan wilayah (Dirjen

    perkebunan, 2006). Tingkat produktivitas tahun 2006 mencapai rata-rata

    sebesar 700 kg biji kering per hektar per tahun,baru mencapai 60% dari

    potensi produktivitas yang dimilikinya. Tingkat produksivitas tanaman kopi

    Indonesia juga lebih rendah jika dibandingkan dengan negara produsen utama

    kopi dunia lainnya seperti Vietnam (1.540 kg/ha/th), Columbia (1.220

    kg/ha/th) dan Brazil (1000 kg/ha/th). Apabila ditinjau dari arah kebijakan

    umum pengembangan kopi tidak terlepas dari kebijakan umum pembangunan

    perkebunan, yaitu memberdayakan di hulu dan memperkuat di hilir guna

    menciptakan peningkatan nilai tambah dan daya saing komoditi kopi, dengan

    memberikan intensif, penciptaan iklim usaha yang kondusif dan peningkatan

    partisipasi seluruh stakeholder serta penerapan organisasi modern yang

    berlandaskan pada penerapan IPTEK (Dirjen Perkebunan 2006 cit. Soetriono

    2009).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    13

    2. Daya Saing

    Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau

    antar daerah untuk mengasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang

    relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan

    internasional. Daya saing suatu komoditi dapat diukur dengan menggunakan

    pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif

    merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk

    menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu negara dalam sistem

    ekonomi yang terbuka (Warr, 1992; Lembaga Penelitian IPB, 1997/1998 cit.

    Saptana et al., 2006).

    Menurut Simatupang (1990) maupun Sudaryanto dan Simatupang

    (1993), konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing

    (keunggulan) potensial dalam arti daya saing yang akan dicapai pada

    perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Aspek yang terkait

    dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan yang

    terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari sebuah

    aktivitas. Sudaryanto dan Simatupang (1993) mengemukakan bahwa konsep

    yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan finansial adalah keunggulan

    kompetitif atau revealed competitive advantage yang merupakan pengukur

    daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual (Saptana et al.,

    2006).

    Apabila keunggulan komparatif memberi keragaan efisiensi ekonomi

    pada aktivitas produksi dalam kerangka nilai lebih dukung sumber daya yang

    ada, maka keunggulan kompetitif memberikan keragaan keuntungan

    maksimum dalam kerangka nilai lebih teknologi atau perangkat kebijaksanaan

    pemerintah yang mampu menciptakan sistem ekonomi biaya rendah (baik

    sektor produksi maupun pasar) karena rendahnya biaya transaksi (transaction

    cost) (Monke dan Pearson, 1989). Sehingga komoditi yang dikembangkan

    mempunyai daya saing (competitive) pada pasar yang lebih luas

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    14

    (internasional) dibandingkan jenis komoditi yang sama dari negara yang lain

    (Asian Development Bank, 1993 dalam Darsono, 2004).

    Daya saing dalam artiannya merupakan penerapan manajeman dan

    teknologi yang lebih efisien, produk lebih bermutu serta jenis yang memenuhi

    selera dan permintaan pasar (Wahyudi, 1989). Semakin kaya atau banyak

    sumber daya alam sebuah negara, semain besar permintaan domestik, serta

    semakin banyak industri pendukung atau pelengkap di suatu negara maka

    seakin kuat daya siang negara tersebut ditingkat internasional (Halwani,

    2002).

    3. Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif

    Suatu negara memiliki keunggulan komparatif dalam berproduksi jika

    opportunity cost dalam produksi lebih rendah dari harga bayangan komoditi

    tersebut. Keuntungan bersih (Net Social Profitability atau NSP) adalah

    indikator dari keunggulan komparatif dengan dua penyesuaian yaitu seluruh

    output diasumsikan merupakan komoditi tradeable yang diekspor atau

    diimpor dan seluruh biaya input dibagi menjadi biaya tradeable dan faktor

    domestik (Darsono, 2004).

    Keunggulan komparatif diukur menggunakan nilai ekonomi atau sosial.

    Komoditi yang memiliki keunggulan komparatif berarti efisien secara

    ekonomi. Perhitungan dengan nilai ekonomi selalu memakai harga bayangan

    (shadow price) yang mengambarkan nilai ekonomi dari unsur biaya maupun

    hasil. Keunggulan komparatif bersifat dinamis, artinya suatu negara yang

    memiliki keunggulan komparatif di sektor tertentu harus mampu bersaing

    dengan negara lain. Keunggulan komparatif bisa berubah karena faktor yang

    mempengaruhinya berubah, yaitu perubahan ekonomi dunia, lingkungan

    domestik dan teknologi.

    Teori keunggulan komparatif mengutarakan, sebaiknya suatu negara

    berspesialisasi dan mengeskpor barang-barang dimana suatu negara tersebut

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    15

    memiliki keunggulan komparatif. Artinya, dalam kontek biaya, setiap negara

    akan memperoleh keuntungan jika mengeskpor barang-barang yang biaya

    produksinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Atau dapat

    pula diartikan produktivitas relatif yang dimiliki oleh negara tersebut dalam

    memproduksi barang-barang yang diekspor adalah yang paling tinggi (Basri,

    1992 cit. Malik, 2003).

    Suatu negara akan mempunyai keunggulan komparatif apabila suatu

    kemampuan untuk mendapatkan suatu barang yang dapat dihasilkan pada

    suatu tingkat biaya yang relatif murah daripada barang-barang lain

    (Darmanto, 1997). Sedangkan menurut Simatupang dan Pasandaran (1990)

    suatu negara mempunyai keunggulan komparatif dalam menghasilkan suatu

    komoditi jika biaya sosial (harga ekonominya) untuk menghasilkan suatu

    tambahan satu unit komoditi tersebut lebih kecil dari harga di pelabuhan

    (border price). Lebih lanjut dikatakan Simatupang dan Pasandaran (1990)

    bahwa biaya produksi dinyatakan dalam nilai ekonomi atau nilai bayangan

    harga produksi diukur dari pada tingkat harga di pelabuhan yang berarti juga

    biaya ekonomi.

    Analisis keunggulan komparatif adalah analisis sosial (ekonomi) dan

    bukan analisis finansial (privat). Inti dari analisis keunggulan komparatif

    adalah pemisahan efek penggunaan sumberdaya (input) non tradeable dalam

    proses produksi dari segala jenis input asing dan unsur lain (pajak dan subsidi)

    yang mempengaruhi harga barang yang dihasilkan. Dari pengertian di atas

    maka prosedur yang harus dilakukan dalam analisis keunggulan komparatif

    meliputi alokasi biaya input tradeable (diperdagangkan) dan non tradeable

    (tidak diperdagangkan), alokasi biaya tradeable dan non tradeable, dan

    penentuan harga bayangan untuk input dan ouput serta nilai tukar rupiah

    terhadap US $ (Exchange Rate). Untuk itu harga input dan output dihitung

    dengan mengeluarkan subsidi dan pajak yang terkandung dalan harga aktual

    di pasar (harga privat) (Nutrisia, 2004)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    16

    Apabila keunggulan komparatif memberi keragaan efisiensi ekonomi

    pada aktivitas produksi dalam kerangka nilai lebih dukug sumber daya yang

    ada, maka keunggulan kompetitif memberikan keragaan keuntungan

    maksimum dalam kerangka nilai lebih teknologi atau perangkat kebijaksanaan

    pemerintah yang mampu menciptakan sistem ekonomi biaya rendah (baik

    sektor produksi maupun pasar) karena rendahnya biaya transaksi (transaction

    cost) (Monke dan Pearson, 1989). Sehingga komoditi yang dikembangkan

    mempunyai daya saing (competitive) pada pasar yang lebih luas

    (internasional) dibandingkan jenis komoditi yang sama dari negara yang lain

    (Asian Development Bank, 1993 dalam Darsono, 2004).

    Keunggulan kompetitif adalah kemampuan perusahaan untuk

    memformulasi strategi pencapaian peluang profit melalui maksimisasi

    penerimaan dari investasi yang dilakukan. Sekurang-kurangnya ada dua

    prinsip pokok yang perlu dimiliki perusahaan untuk meraih keunggulan

    kompetitif yaitu adanya nilai pandang pelanggan dan keunikan produk

    (Mangkuprawira, 2007).

    Suatu perusahaan dikatakan memiliki keunggulan kompetitif ketika

    perusahaan tersebut mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki pesaing,

    melakukan sesuatu lebih baik dari perusahaan lain, atau mampu melakukan

    sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain (Kuncoro, 2008).

    4. Harga Bayangan

    Pudjo Sumarto (1991) menyatakan bahwa harga bayangan (shadow

    price) merupakan suatu harga yang nilainya tidak sama dengan harga pasar,

    tetapi harga barang tersebut dianggap mencerminkan nilai sosial

    sesungguhnya dari suatu barang dan jasa. Harga bayangan digunakan untuk

    menyesuaikan terhadap harga pasar dari beberapa faktor produksi atau hasil

    produksi. Sedangkan Gray et al. (1992) menyatakan bahwa shadow price dari

    suatu produk atau faktor produk merupakan social opportunity cost, yaitu

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    17

    nilai tertinggi suatu produk atau faktor produksi dalam penggunaan alternatif

    terbaik. Shadow price dari suatu produk umumnya ditentukan penawaran dan

    permintaan terhadap faktor produksi.

    Penyebab terjadinya harga bayangan ada empat hal. Pertama, perubahan-

    perubahan di dalam perekonomian yang terlalu cepat, sehingga mekanisme

    pasar tidak sempat mengikutinya. Dengan adanya keadaan yang demikian

    mengakibatkan harga tidak seimbang (disequilibrium) yang terjadi tidak

    mencerminkan biaya atau hasil yang sesungguhnya. Kedua, proyek-proyek

    yang terlalu besar dan tidak kelihatan (invisible), menyebabkan perubahan di

    dalam harga pasar, baik untuk harga inputs maupun harga outputs, sehingga

    tidak dapat diperoleh suatu harga pasar yang dapat dipakai untuk mengukur

    nilainya. Ketiga, unsur-unsur monopolistis di dalam pasar, adanya pajak dan

    subsidi, pada akhirnya menyebabkan harga pasar menyimpang dari ukuran

    yang sebenarnya, baik dalam hal biaya maupun hasil sosial. Keempat,

    berbagai macam inputs (biaya) dan outputs (keuntungan), sehingga dengan

    adanya sebab-sebab teknis, administratif ataupun sosial, maka menyebabkan

    tidak dapatnya dijual atau dibayar/dibeli dengan cara yang biasa. Efek-efek

    ekstern semacam ini memerlukan penilaian menurut harga bayangan.

    Beberapa cara yang digunakan dalam praktik untuk menentukan biaya

    bayangan, di antaranya adalah sebagai berikut.

    a. Untuk foreign exchange rate (nilai tukar luar negeri), biasanya dipakai

    kurs resmi yang berlaku, yaitu kurs tukar yang ditentukan oleh

    pemerintah walaupun sebetulnya besarnya harga bayangan ini kadang-

    kadang lebih besar dari harga pasar ataupun kurs resmi.

    b. Untuk barang dan jasa sering dipakai harga pasar internasional (world

    market prices) atau harga perbatasan (border prices) karena keadaan

    pasar internasional biasanya dianggap mendekati pasar sempurna

    dibandingkan dengan keadaan pasar dalam negeri yang sering mendapat

    proteksi (subsidi atau perlindungan).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    18

    c. Untuk tenaga kerja

    Jika di suatu daerah terdapat banyak pengangguran (disquised

    unemployments), maka dipakai harga bayangan sama dengan nol, karena

    biaya opportunity untuk tenaga kerja yang menganggur atau

    pengangguran tak kentara adalah nol. Untuk suatu daerah pertanian, di

    mana terdapat musim buruh banyak yang menganggur (disquised) dan

    terdapat juga suatu musim lain yang memerlukan tenaga kerja yang ada,

    maka biaya tenaga kerja harus disesuaikan dengan keadaan tersebut.

    Untuk menilai tenaga unskilled labour dalam membuka lahan (misalnya

    hutan) di suatu perkebunan, maka dinilai setinggi jumlah yang diperlukan

    untuk memberi penghidupan mereka. Khusus untuk skilled labour, di

    dalam perhitungannya seringkali digunakan suatu harga bayangan lebih

    besar dari upah atau gaji yang berlaku (Pudjosumarto, 2002).

    5. Kebijakan Pemerintah

    Hingga saat ini intervensi atau kebijakan pemerintah tetap dipraktekkan

    dalam perdagangan internasional khususnya oleh negara yang sedang

    berkembang untuk melindungi produk dalam negeri. Kebijakan pemerintah

    tersebut diharapkan akan mampu menstabilkan harga, peningkatan

    ketersediaan komoditi dalam negeri terutama pangan, peningkatan

    pendapatan. Kebijakan pemerintah biasanya terdapat pada harga output dan

    harga input produksi seperti pupuk dan pestisida.

    Dalam teori perdagangan internasional dibedakan dua macam kebijakan

    yaitu tariff barriers dan non-tariff barrier. Hambatan tarif adalah kebijakan

    yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi harga, seperti

    bea impor, pajak ekspor, dan subsidi. Hambatan non-tariff adalah kebijakan

    yang langsung dikaitkan dengan kuantitas barang seperti: pembatasan ekspor,

    impor, bahkan pelarangan. Semua instrumen kebijakan tersebut mempunyai

    pengaruh yang besar terhadap perkembangan perdagangan internasional suatu

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    19

    negara, serta perkembangan dan kinerja produksi dalam negeri sendiri.

    Implikasi kebijakan pemerintah biasanya diterapkan pada instrumen harga

    output dan input (Malik, 2003).

    a. Kebijakan di bidang output

    Pengaruh kebijaksanaan Pemerintah pada harga output diterangkan

    oleh Monke dan Pearson (1989) dapat dikelompokkan ke dalam delapan

    tipe kebijakan subsidi dan dua tipe kebijakan perdagangan (Tabel 4).

    Tabel 5. Tipe-tipe Kebijakan Harga Output Tradeable

    NO Instrumen Dampak terhadap Produsen

    Dampak terhadap Konsumen

    1 Kebijakan Subsidi a. Tidak merubah

    Harga Pasar dalam Negeri

    b. Merubah harga Pasar Dalam Negeri

    Subsidi kepada Produsen a. Pada Barang impor

    (S + PI, S – PI) b. Pada Barang

    Ekspor (S + PE, S – PE)

    Subsidi kepada konsumen a. Pada Barang

    Impor (S + CI, S – CI)

    b. Pada barang ekspor (S + CE, S – CE)

    2 Kebijakan

    Perdagangan (Merubah Harga Pasar Dalam Negeri)

    Hambatan pada Barang Impor (TPI)

    Hambatan pada Barang Ekspor (TPE)

    Sumber : Monke dan Pearson (1989)

    Keterangan: S+PI = Subsidi positif kepada produsen untuk barang impor S-PI = Subsidi negatif (pajak) kepada produsen untuk barang

    impor S+PE = Subsidi positif kepada produsen untuk barang ekspor S-PE = Subsidi negatif (pajak) kepada produsen untuk barang

    ekspor S+CI = Subsidi positif kepada konsumen untuk barang impor S-CI = Subsidi negatif (pajak) kepada konsumen untuk barang

    impor S+CE = Subsidi positif kepada konsumen untuk barang ekspor

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    20

    S-CE = Subsidi negative (pajak) kepada konsumen untuk barang ekspor

    Terdapat dua instrumen kebijakan harga output yaitu kebijakan

    subsidi dan perdagangan. Kebijakan subsidi adalah pembayaran dari atau

    ke pemerintah. Bila dibayarkan kepada pemerintah disebut subsidi negatif,

    sebaliknya bila dibayarkan oleh pemerintah disebut subsidi positif,

    sehingga subsidi negatif merupakan kebalikan dari subsidi positif. Baik

    subsidi positif maupun negatif dimaksudkan untuk menciptakan harga

    domestik yang berbeda dari harga di pasar internasional untuk melindungi

    produsen atau konsumen dalam negeri.

    Kebijakan perdagangan adalah pembatasan yang diterapkan pada

    ekspor atau impor suatu komoditi, dapat berupa kuota maupun pajak.

    Kebijakan perdagangan ekspor dilakukan untuk melindungi konsumen

    dalam negeri karena harga domestik yang lebih rendah daripada harga di

    pasar internasional. Pengenaan pajak ekspor maupun kuota ekspor

    dilakukan agar produsen tidak menjual seluruh produknya ke pasar

    internasional karena tertarik dengan harga yang lebih tinggi atau menjual

    produknya di dalam negeri dengan harga yang lebih tinggi sehingga

    merugikan konsumen. Kebijakan perdagangan impor dilakukan untuk

    melindungi produsen dalam negeri karena harga di pasar internasional

    lebih rendah dari harga domestik. Pengenaan tarif impor maupun kuota

    impor dilakukan agar produk impor yang dijual di dalam negeri menjadi

    lebih mahal sehingga produk domestik tetap dapat bersaing dengan

    produk dalam dalam negeri sehingga dengan sendirinya akan

    menguntungkan produsen domestik.

    b. Kebijakan di Bidang Input Tradeable

    Kebijakan pemerintah juga terjadi pada input baik pada input

    tradeable maupun non tradeable. Pada Gambar 1. dapat dilihat pengaruh

    pajak pada input pertanian. Gambar 1. menunjukkan efek pajak terhadap

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    21

    input tradeable yang digunakan, dengan adanya pajak menyebabkan biaya

    produksi meningkat sehingga pada tingkat harga output yang sama, output

    dalam negeri turun dari Q1 ke Q2 dan kurva penawaran bergeser keatas.

    Efisiensi ekonomi yang hilang adalah ABC, merupakan perbedaan antara

    nilai output yang hilang (Q1CAQ2) dengan biaya produksi dari output

    (Q2BCQ1).

    Gambar 1. Pengaruh Pajak pada Input Tradeable Keterangan

    Pw = Harga Pasar Dunia Sumber : Monke & Pearson (1989)

    Q1 Q2

    S

    S’

    Pw

    P’

    Q

    P

    CA

    B

    D

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    22

    Gambar 2. Pengaruh Subsidi Input Tradeable Keterangan

    Pw = Harga Pasar Dunia Sumber : Monke & Pearson (1989)

    Gambar 2. menunjukkan dampak subsidi pada input tradeable.

    Dampak subsidi input menyebabkan harga input lebih rendah dan biaya

    produksi lebih rendah sehingga kurva penawaran bergeser kekanan bawah

    dan produksi naik dari Q1 ke Q2. Efisiensi ekonomi yang hilang dari

    produksi sebesar ABC, yaitu perbedaan antara biaya produksi yang

    bertambah karena peningkatan output dengan peningkatan nilai input.

    6. Policy Analysis Matrix (PAM)

    Untuk dapat mengetahui apakah suatu komoditi perdagangan memiliki

    keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif serta mengetahui

    bagaimana dampak dari suatu pemberlakuan kebijakan pemerintah dapat

    dilakukan dengan menggunakan model Policy Analysis Matrix (PAM)

    (Siregar et al., 1999). Pendekatan Policy Analysis Matrix (PAM)

    dikemukakan oleh Monke dan Pearson (1989) merupakan sistem analisis yang

    memasukkan berbagai kebijakan yang mempengaruhi penerimaan dan biaya

    produksi pertanian. Suatu matriks yang disusun dengan memasukkan

    komponen-komponen utamanya penerimaan, biaya dan keuntungan. PAM

    dapat disusun untuk mempelajari masing-masing system produksi pertanian

    C

    B

    A

    S’

    S D

    Pw

    Q

    P

    Q1 Q2

    P’

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    23

    dengan menggunakan data usahatani, pemasaran dari petani ke pengolah,

    pengolahan dan pemasaran dari pengolah ke pedagang. Selanjutnya, dapat

    ditaksir dampak kebijakan komoditi dan ekonomi makro dengan cara

    membandingkan dengan tanpa ada kebijakan (Wahyudi, 1989).

    Pada Policy Analysis Matrix (PAM), penerimaan, biaya dan keuntungan

    dikelompokkan berdasar harga privat dan harga sosial. Harga privat adalah

    harga yang benar-benar diterima oleh produsen. Sementara harga sosial

    adalah harga yang berlaku jika pasar dalam keadaan persaingan sempurna.

    Selisih antara harga privat dengan harga sosial adalah angka transfer yang

    digunakan untuk mengukur dampak dari kebijakan pemerintah (Wahyudi,

    1989).

    Tabel 6. Policy Analysis Matrix (PAM)

    Penerimaan Biaya Input

    Keuntungan Tradeable Domestik

    Privat A B C D

    Sosial E F G H

    Divergensi I J K L

    Sumber: Monke and Pearson (1989)

    Keterangan

    - Keuntungan finansial/privat (D=A-B-C)

    - Keuntungan ekonomis/sosial (H=E-F-C)

    - Output transfer (I=A-E)

    - Input transfer (J=B-F)

    - Factor transfer (K=C-G)

    - Net transfer (L=D- H atau L=I-J-K)

    - Private cost ratio (PCR): C/(A – B)

    - Domestic resource cost ratio (DRC): G/(E – F)

    - Nominal protection coefficient on tradeable outputs (NPCO): A/E

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    24

    - Nominal protection coefficient on tradeable inputs (NPCI): B/F

    - Effective protection coefficient (EPC): (A– B)/(E – F)

    - Koefisien profitabilitas (PC): (A–B–C)/(E–F–G)or D/H

    - Rasio subsidi untuk produsen (SRP): L/E or (D –H)/E

    PAM terdiri dari dua set perhitungan. Pertama, perhitungan profitabilitas

    (kemampuan menciptakan keuntungan) usaha tani atau pemanfaatan

    sumberdaya alam; seperti tergambar secara horizontal, di mana tingkat

    keuntungan dapat dilihat pada kolom paling kanan yang merupakan selisih

    dari penerimaan (kolom paling kiri) dan pengeluaran/biaya (kolom-kolom di

    tengah). Ada dua perhitungan profitabilitas, yaitu profitabilitas finansial atau

    privat dan profitabilitas ekonomis atau sosial. Profitabilitas finansial atau

    profitabilitas privat yang mengacu pada penerimaan dan pengeluaran aktual,

    menunjukkan daya saing dari suatu sistem usaha tani pada tingkat teknologi

    dan dalam lingkungan kebijakan tertentu. Sedangkan profitabilias

    ekonomis/sosial, seperti terlihat di baris kedua adalah perhitungan untung-rugi

    dengan menggunakan harga-harga ekonomis/sosial yang mencerminkan

    keunggulan komparatif atau tingkat effisiensi dari suatu sistem usaha tani atau

    penggunaan lahan. Nilai hasil usaha tani atau output (E) dan nilai asupan

    pertanian (F), mengacu pada harga-harga internasional (dalam hal ini harga

    c.i.f untuk barang dan jasa yang diimpor, dan harga f.o.b untuk barang dan

    jasa yang diekspor) yang sudah terbebas dari berbagai kebijakan perdagangan

    seperti pajak, subsidi dan tarif. Nilai faktor domestik (G) berupa modal,

    tenaga kerja dan lahan yang digunakan dalam suatu sistem usaha

    tani/penggunaan lahan, didekati dengan menduga nilai pengorbanan atas

    penggunaan sumberdaya tersebut.

    Kedua, effect of divergence, yaitu selisih antara hasil perhitungan dengan

    menggunakan harga finansial dan hasil perhitungan dengan menggunakan

    harga ekonomisnya, guna melihat derajat perbedaan sebagai akibat dari

    adanya kebijakan pemerintah dan/atau ketidak-sempurnaan pasar. Perhitungan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    25

    effect of divergences terlihat pada baris ketiga dalam Tabel 4. Meskipun baris

    ketiga ini hanya melihat selisih antara perhitungan profitabilitas finansial dan

    perhitungan ekonomis atas penerimaan, biaya dan keuntungan, baris ini

    merupakan inti dari pendekatan PAM. Setiap perbedaan yang muncul, yaitu

    selisih hasil perhitungan harga finansial dan harga ekonomisnya, memberikan

    indikasi adanya dampak kebijakan atau kegagalan pasar dalam satu sistem

    ekonomi (Budidarsono dan Kusuma, 2003).

    Untuk mengukur dan menentukan keunggulan komparatif suatu komoditi

    yang diproduksi di suatu daerah dan diperdagangkan digunakan alat analisis

    Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) atau Nisbah Biaya Sumberdaya

    Domestik. Domestic Resource Cost (DRC), sebagai indikator untuk mengukur

    atau menentukan keung-gulan komparatif dari suatu komoditi yang diproduksi

    dan diperdagangkan. DRC adalah analisis rasio antara biaya sumberdaya

    domestik dan nilai tambah yang diperoleh berdasarkan harga sosial.

    Jika nilai DRC < 1 maka dapat disimpulkan bahwa komoditi yang

    dikembangkan memiliki keunggulan komparatif, artinya sumberdaya

    domestik yang harus dikorbankan untuk menghemat atau memperoleh devisa

    dari kegiatan tersebut lebih kecil dari sumberdaya domestik yang tersedia

    dikorbankan oleh sistem ekonomi wilayah secara keseluruhan. Sehingga

    apabila nilai DRC/SER semakin mendekati nol menunjukkan keunggulan

    komparatif yang tinggi, oleh karena itu daerah yang memiliki nilai DRC/SER

    lebih kecil dibandingkan dengan daerah lain artinya komoditi yang

    dikembangkan lebih mempunyai keunggulan komparatif di daerah tersebut

    atau efisien menghadapi persaingan pemasaran komoditi serupa di pasaran

    internasional.Sebaliknya, jika nilai DRC > 1 maka komoditi yang

    dikembangkan tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif (Bautista, et.al,

    1979 dalam Nurifah dkk., 2008).

    Analog dengan konsep DRCR, maka Privat Cost Ratio (PCR) dapat

    digunakan sebagai indikator keunggulan kompetitif. Pengertian keunggulan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    26

    kompetitif dalam hal ini adalah biaya imbangan privat yang dikeluarkan guna

    memperoleh satu unit devisa US$. Dalam hal ini semua biaya dan penerimaan

    dihitung berdasarkan harga yang berlaku (prevailing price)

    (Nurifah dkk., 2008).

    Campur tangan pemerintah dapat terlihat dari besarnya Output Transfer

    (OT) yang menunjukkan besarnya perbedaan penerimaan usahatani yang

    benar-benar diterima oleh petani dengan penerimaan yang menggunakan

    harga sosial. Jika nilai output transfer > 0 mengandung arti produsen

    menerima harga riil yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga

    bayangannya. Sedangkan Nominal Protection Coefficient Output (NPCO)

    atau koefisien proteksi nominal efektif merupakan rasio antara penerimaan

    yang dihitung berdasarkan harga privat dengan penerimaan yang dihitung

    berdasarkan harga sosial. NPCO digunakan untuk melihat apakah suatu

    komoditi diproteksi atau tidak. Bila nilai NPCO < 1 berarti konsumen dan

    produsen dalam negeri menerima harga yang lebih murah dari harga yang

    sesungguhnya.

    Dalam analisis Policy Analysis Matrix, dampak kebijakan pemerintah

    terhadap faktor domestik dapat dilihat dari besarnya nilai Factor Transfer

    (FT) sedangkan terhadap input tradeable dapat dilihat dari besarnya nilai

    Transfer Input (TI). Besarnya dampak kebijakan pemerintah dalam hal input

    dapat diketahui dari nilai Nominal Protection Coefficient Input (NPCI).

    Dampak kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradeable dapat

    dilihat dari kebijakan perdagangan, subsidi dan pajak.

    Nominal Protection Coefficient Input atau Koefisien Proteksi Nominal

    Input merupakan rasio dari biaya input tradeable pada harga privat dan harga

    sosial. Nilai Nominal Protection Coefficient Input > 1 menunjukkan adanya

    proteksi untuk produsen input non tradeable sehingga penggunaan input

    tersebut dirugikan karena adanya harga tinggi. Nilai Nominal Protection

    Coefficient Input I < 1 menunjukan terdapatnya hambatan ekspor input atau

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    27

    terdapat subsidi input yang berarti mendorong produsen di dalam negeri untuk

    menggunakan input tersebut.

    Selain input tradeable, petani juga menggunakan input non tradeable

    yang tidak diperdagangkan di pasar dunia. Besaran yang menunjukkan

    perbedaan antara harga sosial dengan harga sesungguhnya yang diterima

    produsen untuk pembayaran faktor produksi yang non tradeable disebut

    transfer factor. Nilai input transfer merupakan selisih antara biaya input

    tradeable pada harga privat dan sosial. Nilai input transfer bisa bertanda

    negatif dan bisa positif. Jika nilai input transfer bertanda positif (>1)

    mempunyai arti terdapat kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input

    tradeable yang merugikan pelaku usahatani karena membuat harga input

    tradeable menjadi lebih mahal. Jika input transfer negatif, artinya petani

    menerima manfaat dari kebijakan pemerintah atau distorsi pasar pada input

    tradeable yang menguntungkan produsen.

    Kebijakan pemerintah dibidang input dan output dapat dilihat dari Net

    Transfer (NT) atau Transfer Bersih, Profitability Coefficient (PC) atau

    Koefisien keuntungan, Effective Protection Coefficient (EPC) atau Koefisien

    proteksi efektif dan Subsidies Ratio to Producent (SRP) atau Rasio Subsidi

    Produsen. Nilai Net Transfer merupakan selisih dari keuntungan bersih privat

    dengan keuntungan bersih sosial. Apabila nilai Net Transfer 0 (positif) mencerminkan tambahan surplus produsen

    sebagai konsekuensi kebijakan pemerintah.

    Analisis Effective Protection Coefficient (EPC) merupakan gabungan

    antara Nominal Protection Coefficient Output dengan Nominal Protection

    Coefficient Input. Effective Protection Coefficient menggambarkan sampai

    sejauh mana kebijakan pemerintah bersifat melindungi atau menghambat

    produksi domestik secara efektif. Profitability Coefficient (PC) merupakan

    rasio antara keuntungan bersih berdasarkan harga privat dan sosial. Rasio ini

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    28

    menunjukkan pengaruh dari kebijakan yang menyebabkan keuntungan privat

    berbeda dengan keuntungan sosial. Nilai Profitability Coefficient >1

    mengandung arti bahwa keuntungan yang diterima petani lebih besar dari

    keuntungan yang akan diterima apabila tidak ada campur tangan pemerintah

    dan sebaliknya jika nilai Profitability Coefficient 1 berarti terdapat

    insentif kebijakan pemerintah untuk berproduksi, apabila nilai Effective

    Protection Coefficient

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    29

    unsur biaya sosial sekaligus menggambarkan nilai kelangkaan yang sebenarnya,

    sehingga dicapai keunggulan komparatif. Kedua, bagaimana perangkat kebijakan

    (produksi dan pasar) atas komoditi tersebut dapat menurunkan biaya ekonomi

    yang paling rendah tercermin dari ssitem produksi dan pasar yang efisien

    sehingga akan dicapai keunggulan kompetitif (Darsono, 1999). Untuk dapat

    mengetahui apakah suatu komoditi perdagangan memiliki keunggulan

    kompettitif dan keunggulan komparatif serta mengetahui bagaimana dampak dari

    suatu pemberlakuan kebijakan pemerintah dapat dilakukan dengan menggunakan

    model Policy Analysis Matrix (PAM) (Siregar et al., 1999).

    Didalam melakukan analisis PAM ini terdapat empat langkah yaitu: (1)

    Melakukan pemilahan input kedalam komponen tradeable dan non tradeable, (2)

    melakukan penetapan harga privat dan harga sosial dari komponen tradeable dan

    non tradeable, (3) dengan dasar (1) dan (2) tersebut dibuat analisis ouput dan

    input berdasarkan harga sosial, dan (4) seperti hal (3) tetapi dilakukan dari matrik

    PAM. Pemilahan input ke dalam komponen tradeable dan non tradeable

    dilakukan dengan pendekatan keseluruhan (Nutrisia, 2004).

    Setiap matrik mempunyai empat kolom yaitu kolom pertama adalah

    penerimaan, kolom kedua adalah kolom biaya input yang dapat diperdagangkan

    (tradeable input), kolom ketiga adalah kolom biaya non tradeable atau faktor

    domestik (domestic factor) atau input domestik. Input yang dipergunakan dalam

    usahatani seperti bibit, pestisida, pupuk, tenaga kerja, peralatan, tanah dan input

    lainnya, dipisahkan menjadi input yang dapat diperdagangkan (tradeable input)

    dan yang tidak dapat diperdagangkan atau non tradeable (domestic factor).

    Kolom keempat adalah keuntungan, keuntungan privat yang terdapat dalam baris

    pertama dihitung dari penerimaan dan biaya sesungguhnya diterima atau

    dibayarkan, harga yang terjadi adalah harga sesungguhnya yang telah

    dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah atau kegagalan pasar. Keuntungan sosial

    merupakan perhitungan dengan nilai sosialnya (Monke and Pearson, 1989).

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    30

    Dalam PAM, input yang digunakan dalam proses produksi dipisahkan

    menjadi tradeable goods dan domestic goods. Input kategori pertama adalah

    input yang dapat diperdagangkan di pasar internasional sementara input kategori

    kedua adalah input yang tidak dapat diperdagangkan di pasar internasional.

    Monke and Pearson (1989) mengemukakan bahwa terdapat dua pendekatan

    untuk memisahkan biaya kedalam komponen asing dan domestik yaitu

    pendekatan total (total approach) dan pendekatan langsung (direct approach).

    Pada pendekatan total, biaya suatu input dipecah ke dalam komponen asing dan

    komponen domestik sedangkan dalam pendekatan langsung, semua biaya input

    tradeable (input atau domestik) diperlakukan sebagai komponen biaya asing.

    Pendekatan total lebih digunakan untuk mengevaluasi dampak kebijakan proteksi

    pemerintah, sedangkan pendekatan langsung lebih baik digunakan apabila harga-

    harga input tradeable (impor atau domestik) dipengaruhi oleh perdagangan

    internasional. Saat ini kebijakan pemerintah terhadap output dan input tidak lagi

    menonjol seperti pada masa lalu sebagai persiapan menyambut era perdagangan

    bebas sehingga analisis dalam penelitian ini menggunakan penelitian langsung.

    PAM ini dapat memberi informasi tentang profitabilitas, efisiensi finansial

    (keunggulan kompetitif), efisiensi ekonomi (keunggulan komparatif) suatu

    komoditi sera dampak kebijakan pemerintah terhadap sistem komoditi tersebut.

    Daya saing dapat diukur dari segi privat (finansial) dan dari segi sosial

    (ekonomi). Dari segi privat, PCR menunjukkan keunggulan kompetitif, yaitu

    kemampuan aktivitas ekonomi membayar faktor domestik pada harga privat.

    Apabila nilai PCR < 1 artinya aktivitas ekonomi tersebut mampu membayar

    faktor domestik pada harga privat yang berarti komoditi tersebut memiliki

    keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif dipandang sebagai criteria

    relative daya saing financial suatu komoditi maka keunggulan komparatif

    dipandang sebagai suatu ukuran relative daya saing komoditi dalam perdagangan

    bebas yang bercirikan persaingan sempurna.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    31

    Dalam PAM, keunggulan komparatif dinyatakan dalam DRCR. Rasio Biaya

    Sumberdaya Domestik merupakan rasio antara biaya domestik yang dihitung

    dengan harga sosial dengan nilai tambah output dari biaya input tradeable,

    menunjukkan indikator kemampuan aktivitas membiayai biaya faktor domestik

    pada harga sosial. Dimana semua dinilai dengan harga bayangan (shadow price).

    Bila nilai DRCR 1 maka pemenuhan kebutuhan domestik akan lebih menguntungkan

    jika diimpor.

    Dalam PAM, dampak kebijakan pemerintah dinyatakan dalam bentuk selisih

    atau rasio antar anilai privat (finansial) dengan nilai sosial (ekonomi). Kriteria

    yang berbentuk selisih dinyatakan dalam OT, IT, FT dan NT. Transfer Output

    (OT) yaitu selisih antara penerimaan yang dihitung berdasarkan harga privat

    dengan penerimaan yang dihitung berdasarkan harga sosial. Nilai OT > 0 artinya

    konsumen membeli dan produsen menerima dengan harga yang lebih tinggi dari

    harga yang seharusnya, sebaliknya bila OT < 0 berarti ada transfer dari produsen

    kepada masyarakat, maka masyarakat membeli atau produsen menerima dengan

    harga yang lebih rendah dari yang seharusnya.

    Transfer input (IT) adalah selisih antara biaya input tradeable pada harga

    privat dengan biaya input non tradeable pada harga sosial. Nilai IT menunjukkan

    adanya kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input tradeable. Nilai IT > 0

    artinya besarnya transfer dari produsen kepada pemerintah melalui penerapan

    kebijakan impor. untuk nilai IT < 0 menunjukkan terdapat kebijakan pemerintah

    atau distorsi pasar pada input tradeable yang menguntungkan produsen.

    Nilai transfer faktor (FT) merupakan perbedaan harga antara harga privat

    dan harga sosial yang diterima produsen untuk pembayaran input non tradeable.

    Nilai ini menunjukkan adanya kebijakan pemerintah pada input tradeable

    terhadap produsen dan konsumen. Jika nilai FT positif berarti ada kebijakan yang

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    32

    melindungi produsen dengan pemberian subsidi. Transfer bersih (NT)

    menunjukkan adanya insentif ekonomi bagi petani. Transfer Bersih dapat

    dihitung dengan rumus L = D – H = I – J – K. Bila NT < 0 menunjukkan tidak

    lagi ada insentif ekonomi untuk meningkatkan produksi bagi petani.

    Criteria dalam bentuk rasio dinyatakan dalam NPCO, NPCI, EPC, PC dan

    SRP. Koefisien Proteksi Nominal Output (NCPO) merupakan rasio antara

    penerimaan yang dihitung berdasar harga privat dengan penerimaan yang

    dihitung secara harga sosial yang merupakan indikator dari transfer output. Jika

    nilai NPCO > 1 berarti terdapat distorsi pasar atau kebijakan pemerintah yang

    menyebabkan harga privat lebih besar dari harga sosial. Dengan kata lain ada

    kebijakan pemerintah yang menghambat masuknya barang impor.

    Koefisien Proteksi Nominal Input (NPCI) merupakan rasio dari biaya input

    tradeable pada harga privat dan sosial. Nilai NPCI >1 menunjukkan adanya

    proteksi untuk produsen input domestik, sehingga pengguna input tersebut

    dirugikan karena harganya jadi tinggi. Nilai NPCI < 1 menunjukkan terdapatnya

    hambatan ekspor input atau terdapat subsidi input, yang berarti mendorong

    produsen di dalam negeri untuk menggunakan input tersebut. Sedangkan

    Koefisien Proteksi Efektif (EPC) merupakan indikator untuk mengetahui apakah

    suatu sektor produksi dilindungi atau tidak oleh kebijakan pemerintah. Nilai EPC

    > 1 berarti terdapat insentif kebijakan pemerintah untuk berproduksi. Nilai EPC

    = 1 berarti kebijakan tidak menimbulkan insentif produksi dan nilai EPC < 1

    berarti kebijakan pemerintah menimbulkan hambatan untuk berproduksi.

    Koefisien keuntungan (PC) adalah perbandingan antara keuntungan bersih

    harga privat dan sosial dan merupakan indikasi yang menunjukkan dampak

    insentif dari semua kebijakan. Apabila PC > 1 artinya secara keseluruhan

    kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen. Sebaliknya jika PC

    < 1 maka kebijakan pemerintah membuat keuntungan menjadi lebih kecil bila

    dibandingkan dengan tanpa adanya kebijakan. Sedangkan Rasio subsidi untuk

    produsen (SRP) merupakan proporsi dari penerimaan total pada harga sosial

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    33

    yang diperlukan apabila subsidi yang digunakan sebagai satu-satunya kebijakan

    untuk menggantikan seluruh kebijakan komoditi dan ekonomi makro. Apabila

    nilai SRP negatif artinya kebijakan pemerintah menyebabkan produsen

    mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya imbangannya, sebaliknya

    bila SRP positif artinya produsen mengeluarkan biaya produksi lebih kecil dari

    biaya imbangannya.

    Keuntungan dibagi menjadi PP dan SP. Keuntungan privat (PP) dapat

    dihitung dengan rumus D = A – B – C. Keuntungan privat diperoleh dengan

    mengurangkan penerimaan atas dasar harga privat dengan biaya input (tradeable

    dan domestik) yang dihitung atas dasar harga privat. Suatu aktivitas ekonomi

    usahatani masih layak dijalankan jika keuntungan privat yang diperoleh positif

    atau sekurang-kurangnya sama dengan nol. Keuntungan sosial (SP) dapat

    dihitung dengan rumus H = E – F - G. Keuntungan sosialt diperoleh dengan

    mengurangkan penerimaan atas dasar harga sosial dengan biaya input (tradeable

    dan domestik) yang dihitung atas dasar harga sosial. Keuntungan sosial adalah

    indikator keunggulan komparatif atau merupakan efisiensi dari suatu aktivitas

    ekonomi pada kondisi tidak ada divergensi dan penerapan kebijakan efisien.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    34

    Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

    Permintaan kopi

    Ekspor kopi

    Produksi kopi

    Biaya Produksi

    · B. Operasional · B. Tata Niaga

    Penerimaan

    · Input Tradeable · Input Non Tradeable

    Keuntungan

    Dampak Kebijakan Pemerintah

    Harga privat Harga sosial

    Divergensi

    Policy Analysis Matrix (PAM)

    Daya Saing

    Keungg. Komparatif

    Keungg. Kompetitif

    Output Tradeable

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    35

    D. Hipotesis

    1. Diduga pengusahaan kopi di PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa

    Tengah Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang memiliki keunggulan

    komparatif dan keunggulan kompetitif.

    2. Diduga kebijakan pemerintah yang diterapkan untuk komoditi kopi

    menyebabkan dampak positif bagi PT Perkebunan Nusantara IX (Persero)

    Jawa Tengah Kebun Getas/Assinan Kabupaten Semarang.

    E. Asumsi-Asumsi Dasar

    1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima pelaku ekonomi yang

    dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.

    2. Harga bayangan adalah harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili

    biaya imbangan sosial yang sesungguhnya pada komoditi tradeable, harga

    bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.

    3. Output bersifat tradeable (diperdagangkan di pasar internasional) yaitu kopi

    dapat diperdagangkan di pasar internasional melalui ekspor.

    4. Input dipisahkan dalam input tradeable (asing) dan input non tradeable

    (domestik).

    5. Eksternalitas sama dengan nol.

    6. Tingkat teknologi yang digunakan selama pengusahaan dianggap tidak

    berubah.

    7. Tanaman kopi dianggap tumbuh normal, tidak ada serangan hama dan

    penyakit yang parah sehingga produksi berjalan normal.

    8. Distorsi pasar/harga terjadi karena pemerintah melakukan intervensi pada

    komoditi yang dianalisis dan faktor-faktornya dalam bentuk kebijakan.

    F. Pembatasan Masalah

    1. Data yang digunakan adalah data tanaman kopi tahun 2000 – 2009.

    2. Umur ekonomis kopi yaitu 40 tahun.

    3. Perhitungan finansial dilakukan dalam nilai sekarang (present value) yaitu

    tahun 2009.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    36

    4. Daya saing tercermin pada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dilihat

    dari segi ekonominya.

    G. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

    1. Produksi yang dimaksud adalah produksi per herktar per tahun selama

    periode analisis tanaman kopi yang dinyatakan dalam satuan kilogram (kg)

    dalam bentuk kopi kering dengan kadar air 9% - 12%.

    2. Biaya produksi adalah biaya produksi total per hektar per tahun selama

    periode analisis tanaman kopi yang dinyatakan dalam rupiah (Rp). Biaya

    produksi meliputi biaya tetap dan biaya variabel, yaitu biaya penyusutan,

    biaya s