Top Banner
A. Identitas Obyek Putusan dan Hakim yang Memutus 1. No. Perkara : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt 2. Pengadilan tempat putusan ditetapkan : Purwokerto 3. Tanggal putusan ditetapkan : Selasa, 24 Nopember 2009 4. Susunan Majelis hakim : a. Wahyuni,S.H b. Sohe,S.H.,M.H. c. Harto Pancono,S.H 5. Nama Penggugat : Ely Suprihatiningsih Penggugat-1 Dwi Hendra Wijaya Penggugat- 2 Michael Salyo Purwoko Penggugat-3 Wahyu Widodo Penggugat-4 Hari Setiawan Penggugat-5 6. Nama Tergugat : Aji Budi Prasetya Tergugat Drs.Soekamto Turut Tergugat-1 Siti Marina Turut Tergugat-2 B. Kasus Posisi 1
184

analisa putusan

Jun 19, 2015

Download

Documents

oktaglory
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: analisa putusan

A. Identitas Obyek Putusan dan Hakim yang Memutus

1. No. Perkara : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt

2. Pengadilan tempat

putusan ditetapkan : Purwokerto

3. Tanggal putusan ditetapkan : Selasa, 24 Nopember 2009

4. Susunan Majelis hakim : a. Wahyuni,S.H

b. Sohe,S.H.,M.H.

c. Harto Pancono,S.H

5. Nama Penggugat : Ely Suprihatiningsih Penggugat-1

Dwi Hendra Wijaya Penggugat-2

Michael Salyo Purwoko Penggugat-3

Wahyu Widodo Penggugat-4

Hari Setiawan Penggugat-5

6. Nama Tergugat : Aji Budi Prasetya Tergugat

Drs.Soekamto Turut Tergugat-1

Siti Marina Turut Tergugat-2

B. Kasus Posisi

Aji Budi Prasetya (Tergugat) yang sedang mendirikan/membuka

usaha/dagang/bisnis bermaksud meminjam uang kepada Ely Suprihatiningsih

sebagai modal tambahan atas usahanya sebanyak tiga kali, dengan total Rp.

68.000.000,- dengan perincian yaitu :Pertama pada tanggal 14 Januari 2009

dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 sebesar

Rp. 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah) dari 2 kuitansi. Kedua pada tanggal

20 Januari 2009 dengan Jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 3

Pebruari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Ketiga pada tanggal

24 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 7

Pebruari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) selain kepada Ely, Aji

juga meminjam uang kepada Dwi Hendra Wijaya sebanyak tiga kali dengan

perincian sebagai berikut : Pertama pada tanggal 9 Januari 2009 dengan jatuh

tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 23 Januari 2009 sebesar Rp.

1

Page 2: analisa putusan

20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Kedua pada tanggal 27 Januari 2009 dengan

jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 10 Pebruari 2009 sebesar Rp.

15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Ketiga pada tanggal 3 Pebruari 2009 dengan

jatuh tempo 2 (dua minggu) yaitu sampai tanggl 17 Pebruari 2009 sebesar Rp

26.000.000,- (dua puluh enam juta rupiah) tidak hanya kepada Ely dan Dwi, Aji

juga meminjam kepada 3 orang lainnya yaitu Michael Salyo Purwoko, Wahyu

Widodo dan Hari Setiawan, dengan perincian sebagai berikut : kepada Michael,

Pertama pada tanggal 16 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu

sampai tanggal 30 Januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu

yaitu sampai tanggal 5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta

rupiah). Sedangkan kepada Wahyu Pertama pada tanggal 14 Januari 2009 dengan

jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 yaitu tetulis

dalam kuitansi adalah Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Selanjutnya pada

tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal

5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah). Dan terakhir

kepada Hari Pada tanggal 13 februari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu

yaitu sampai tanggal 28 februari 2009 sebesar Rp 35.000.000,-(tiga puluh lima

juta rupiah).

Terhadap para pemberi pinjaman (Penggugat) Aji menjanjikan profit share

sebesar 15% dalam jangka waktu 2 minggu, kecuali kepada Ely. Kemudian dapat

dibuat kesepakatan baru lagi dan begitulah seterusnya. Untuk menarik hati kepada

para pemberi pinjaman yang mana Aji berjanji akan memberikan hasil

keuntungan 15 % dari modal yang ditanamkan, dengan demikian Aji seharusnya

memberikan hasil keuntungan, namun dalam kenyataannya tidak demikian

sehingga jika dihitung-hitung para pemberi pinjaman menderita total kerugian

sebesar Rp. Rp 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan ratus

lima puluh ribu rupiah).

Sebelum adanya perjanjian hutang piutang ini, Aji dan para pemberi

pinjaman pernah melakukan perjanjian serupa dengan nilai jumlah uang yang

2

Page 3: analisa putusan

lebih kecil, selain itu pada perjanjian sebelumnya Aji juga memberikan profit

sharing sebagaimana mestinya. Setelah perjanjian hutang-piutang yang pertama

selesai dan Aji telah melunasi semua hutangnya kepada para pemberi pinjaman,

Aji kemudian meminjam uang kembali kepada pemberi pinjaman diatas dengan

nominal yang lebih besar dari sebelumnya. Namun setelah waktu yang

diperjanjikan telah habis Aji tak kunjung melunasi hutangnya tersebut.

Untuk meyakinkan para pemberi pinjaman Aji memberikan jaminan

berupa dua bidang tanah dengan sertifikat hak milik tanah atas nama kedua

orangtuanya yaitu : Sertifikat HM No.212 a.n DRS.SOEKAMTO luas + 625 m2

(SU. No. 1269/D/1984 tgl 31-1-1984) dan sertifikat HM No.2350 a.n Hj. SITI

MARIANA SOEKAMTO luas + 596 m2, (SU. No. 86/Teluk/2003 tgl 28-8-2008).

Hal tersebut kemudian dibuat dalam surat perjanjian dan penyerahan sebagai

benda jaminan dari perjanjian hutang piutang.

Oleh karena perbuatannya tersebut maka Aji dianggap tidak memiliki

i’tikad baik untuk segera melunasi kewajibannya hingga batas waktu yang telah

disepakati habis atau jatuh tempo dan para pemberi pinjamanpun sudah berkali-

kali menagih hutangnya tersebut. Maka para pemberi pinjaman bermaksud untuk

mengajukan gugatan atas perbuatan yang dilakukan oleh Aji dengan dasar

gugatan wanprestasi.

C. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan

TENTANG HUKUMNYA

DALAM KONPENSI

Menimbang bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah seperti tersebut

di atas.

DALAM EKSEPSI :

Menimbang bahwa terhadap surat gugatan Para Penggugat tersebut Turut

Tergugat I dan Tuur Tergugat II di dalam jawabannya telah mengajukan eksepsi

pada pokoknya sebagai berikut:

1. Bahwa gugatan Penggugat bertentangan satu sama lain (kontradiksi), hal

ini terlihat dalam posita angka 8 menyatakan “...Penggugat awal-awalnya

3

Page 4: analisa putusan

sudah pernah menerima hasil keuntungan atas kerjasama..” , namun posita

angka 11 menyatakan “…Tergugat sampai hari ini belum mengembalikan

modal usaha dan hasil keuntungan…” sehingga substansi dalam posita 8

bertentangan dengan posita angka 11;

2. Bahwa Panggugat dalam posita angka 11 maupun petitum angka 3 telah

menggabungkan tuntutan wanprestasi dengan tuntutan melawan hukum,

hal demikian tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dan masing-masing

tuntutan harus diajukan dalam gugatan tersendiri. Selanjutnya berdasarkan

hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam pasal 102 RV sebagai

dasar hukum yang dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan

dikelompokan sebagai berikut :

a. Ingkar janji / wanprestatie, yakni tuntutan tentang pelaksanaan suatu

perikatan perorangan yang timbul karena persetujuan;

b. Perbuatan melawan hukum / onrechtmatige Daad, yakni tuntutan

tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul karena

undang-undang; oleh karenanya tidak dapat dibenarkan menurut

hukum mencampur / menggabungkan perbuatan melawan hukum /

onrechtmatige Daad dengan ingkar janji / wanprestatie, hal ini sesuai

dengan doktrin hukum dan sejalan dengan pendapat Mahkamah Agung

RI, mohon periksa Yurisprudensi tetap MARI dalam putusan nomor

879K/Pdt/1999 tanggal 22 Januari 2001, yang pada pokoknya

nenyatakan ‘penggabungan tuntutan perbuatan melawan hukum

dengan tuntutan wanprestasi di dalam satu surat gugatan, tidak dapat

dibenarkan menurut tertib beracara perdata, masing-masing tuntutan

harus diselesaikan dalam gugatan tersendiri;

Berdasarkan alasan tersebut di atas gugatan Para Penggugat digolongkan

tidak jelas (obscuur libelle) oleh karenanya maka gugatan Para Penggugat

harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard);

4

Page 5: analisa putusan

Menimbang bahwa terhadap eksepsi-eksepsi Turut Tergugat I dan Turut

Tergugat II tersebut, Para Penggugat dalam repliknya telah mengajukan

tanggapan yang pada pokoknya sebagai berikut:

1. Bahwa pemahaman dalam membaca isi gugatan (posita) tidak teliti,

tidak cermat dan cara bacanya dipenggal-penggal. Sesungguhnya

sebelum Para Penggugat jadi korban Tergugat, pernah Penggugat III

sepakat dengan Tergugat dalam perjanjian kerja sama ssemacam.

Namun dengan nominal uang lebih kecil dan sekali beres tepat waktu

pembayaran per 2 minggu. Kemudian atas bujukan Tergugat lagi dari

tanggal 9 Januari sampai dengan 13 Pebruari 2009 kelima orang (Para

Penggugat) menyerahkan uang seluruhnya sebesar Rp. 215.000.000,-

sampai sekarang tidak dikembalikan. Sedangkan keuntungan yang

dijanjikan Tergugat sewaktu menerima uang tersebut yang diberi

istilah prfit share 15% untuk setiap 2 minggu sekalipun belum dibayar.

Dengan demikian uraian tersebut dalam posita gugatan adalah cukup

jelas dan lengkap dimana memuat kronologi latar belakang sebelum

kejadian tindak melawan hukum yang diperbuat oleh Tergugat

terhadap Para Penggugat;

2. Bahwa dalam perkara ini yang diuraikan adalah tantang kerjasama

untuk usaha yang disepakati oleh dua pihak melalui suatu perjanjian

baik lisan maupun tertulis. Sehingga adanya suatu perjanjian yang

telah disepakati oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuat kesepakatan itu. Oleh karenanya perjanjian

yang telah dibuat diingkari sendiri, maka pihak yang mengingkari

tersebut telah melakukan apa yang disebut merupakan perbuatan

melawan hukum, sebab perjanjian berlaku sebagai undang-undang

bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Secara hukum

karena Tergugat telah ingkar janji sehingga hal itu dianggap sebagai

perbuatan melawan hukum dengan melakukan ingkar janji. Bahwa

kedua haltersebut adalah merupakan satu kesatuan yang tak

terpisahkan baik perbuatan melawan hukum maupun ingkar janji;

5

Page 6: analisa putusan

Menimbang bahwa eksepsi-eksepsi Para Turut Tergugat tersebut diatas, bukan

tentang eksepsi kewenagan mengadili dari pengadilan, baik kompetensi absolute

maupun kompetensi relatif, maka secara yuridis eksepsi-eksepsi Para Turut

Tergugat tersebut harus diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara, atau

dengan kata lain tidak diputuskan dengan putusan tersediri yaitu putusan sela

( vide pasal 136 HIR, dan yuris prudensi/putusan mahkamah agung repulik

Indonesia nomor 935k/Sip/1985);

Menimbang bahwa selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan terhadap

eksepsi-eksepsi Para Turut Tergugat sebagai berikut;

Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke satu tentang “ gugatan Para

Penggugat bertentang satu sama lain(kontradiksi), hal ini terlhat dalam posita

angka 8 menyatakan “….. Penggugat awal-awalnya sudah pernah menerima hasil

keuntungan atas kerjasama…..”, namun posita angka 11 menyatakan “…Tergugat

sampai hari ini belum mengembalikan modal usaha dan hasil keuntungan…”

sehingga substansi dalam posita 8 bertentangan dengan posita 11;

Menimbang bahwa setelah majelis hakim memperhatikan posita gugatan Para

Penggugat angka ke- 8, dan ke-11 dihubungkan dengan posita ke-1 sampai

dengan poisita ke-6, dapat disimpulakan bahwa pokok permasalahan dalam

perkara a quo adalah Tergugat meminjam uang /berhutang kepada Para

Penggugat, dimana pada posita angka ke-1 sampai dengan posita ke-6 telah

menjelaskan tentang tanggal terjadinya pinjam uang/hutang serta waktu jatuh

tempo hutang/ pinjaman, bahkan besarnya profit share yang akan diterima

masing-masing Penggugat;

Menimbang bahwa berdasarkan pertiombangan tersebut tidak ada

kontradiktif/pertentangan diantara posita surat gugatan, dengan demikian eksepsi

Para Turut Tergugat tidak beralasan hukum dan karenanya haruslah ditolak;

Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke-2 yaitu tentang “bahwa gugatan Para

Penggugat dalam posita angka 11 maupun petitum angka 3 telah menggabungkan

tuntutan wanprestasi dengan tuntutan perbuatan melawan hukum, hal demikian

tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dan masing-masing tuntutan harus

diajukan dalam gugatan tersendiri, sehingga gugatan Penggugat digolongkan

6

Page 7: analisa putusan

tidak jelas (obscuur libelle), karenanya gugatan Para Penggugat harus dinyatakan

tidak dapat diterima ( Niet Ontvankelijk verklaard);

Menimbang bahwa maksud dari eksepsi Para Turut Tergugat ini adalah tentang

penggabungan tuntutan yaitu antara ingkar janji/ wanprestasi dengan perbuatan

melawan hukum/ Onrechtmatige Daad, akan tetapi dalil gugatan Para Penggugat

tentang peristiwa konkritnya adalah sama yaitu tentang adanya hutang/pinjaman

Tergugat kepada Para Penggugat. Penggabungan dari beberapa tuntutan ini seperti

ini dalam ilmu hukum acara perdata dikenal dengan komulasi objektif.

Menimbang bahwa menurut hukum acara perdata positif HIR tidak mengatur

penggabungan gugatan ( samen voeging van vordering), namun berdasarkan

doktrin hukum acara perdata penggabungan tuntutan/ komulasi objektif

dibenarkan, kecuali:

1. Kalau untuk sesuatu (gugatan) tertentu diperlukan suatu acara khusus

( perceraian ), sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa menurut acara

biasa (gugatan utnuk memenuhi perjanjian ), maka tuntutan itu tidak

boleh digabungkan dalam satu gugatan;

2. Apabila hakim tidak berwenang (secara relatif) utnuk memeriksa salah

satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan dengan

tuntutan lain, maka kedua tuntutan itu tidak boleh diajukan bersama-sama

dalam satu gugatan;

3. Tuntutan tentang “Bezit” tidak boleh diajukan bersama-sama dengan

tuntutan tentang “Eigendom” dalam satu gugatan ( vide pasal 103

Reglement Op Verordering);

Menimbang bahwa sejalan dengan Yurisprudensi bahwa penggabungan gugatan

pada prinsipnya diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan hukum acara,

hanya saja agar penggabungan itu sah dan memenuhi syarat harus terdapat

hubungan erat (innerlicke samenhangen) atau terdapat hubungan hukum sebagai

mana Yurisprudensi No. 575K/Pdt/1983 tanggal 20 Juni 1984;

Menimbang bahwa dalam perkara a quo penggabungan tuntutan/ komulasi

obyektif berpedoman pada uraian perbuatan materiil yang sama dalam dalil

7

Page 8: analisa putusan

gugatan Para Penggugat, sehingga jelas tidak ada pertentangan antara dalil

gugatan dan tidak menyulitkan dalam proses pemeriksaan perkara;

Menimbang berdasarkan pertimbangan yuridis diatas, eksepsi para Turut Tergugat

ini tidak beralasan hukum dan karenanya harus ditolak;

Menimbang bahwa gugatan Para Penggugat pada pokoknya sebagai berikut:

-Bahwa Tergugat telah pinjam uang pada Penggugat 1 sebesar Rp. 68.000.000,-

(enam puluh delapan juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut:

- Pertama, tanggal 14 januari 2009 sebesar Rp. 55.000.000,- ( lima puluh

lima juta rupiah ) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28

januari 2009 dari 2 (dua) kuitansi;

- Kedua, tanggal 20 januari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta

rupiah) jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 3 pebruari 2009;

- Ketiga, tanggal 24 januari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta

rupiah)dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 7 pebruari 2009;

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat II sebesar Rp.

68.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) dalam jangka waktu 2 (dua) minggu

dengan profit share 15 % dengan perincian yaitu:

- Pertama, tanggal 9 januari 2009 sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta

rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 23 januari 2009;

- Kedua, tanggal 27 januari 2009 sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta

rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 10 pebruari 2009;

- Ketiga, tanggal 3 pebruari 2009 sebesar Rp. 26.000.000,- ( dua puluh enam

juta rupiah) dengan jatuh tempo 2 ( dua) minggu yaitu tanggal 17 pebruari

2009;

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang dengan Penggugat III sebesar

Rp.13.000.000,- ( tiga belas juta rupiah) akan diberi keuntungan 15 % untuk

jangka waktu 2 (dua) minggu yaitu:

- Pertama, tanggal 16 januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu

sampai dengan 30 januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);

8

Page 9: analisa putusan

- Kedua tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu, yaitu

sampai denag tanggal 5 Februari 2009 sebesar Rp.8.000.000,- ( delapan juta

rupia);

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang denganPenggugat IV sebesar Rp.

38.000.000.- ( tiga puluh delapan juta rupiah) dengan keuntungan profit shere

15% untuk jangka waktu 2 minggu denag perincia :

- Pertama , tanggal 14 Januari 2009 denagn jatuh tempo 2(dua) minggu yaitu

sampai dengan 28 Januari 2009 yangtertulis dalam kuitansi adalah Rp.

30.000.000.- ( tiga puluh juta rupiah) ;

- Kedua, tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu

tanggal 5 Febuari 2009 sebesar Rp. 8.000.000.- (daelapan juta rupiah);

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat V sebesar Rp.

35.000.000.- (tiga puluh lima juta rupiah) denag kuitansi yang mencantum profit

shere per 14 hari, sebagai berikit pada tanggal 13 Febuari 2009 dengan jatuh

tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28 Februari 2009;

Meninbang bahwa Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membenarkan

gugatan Para Penggugat, yaitu Tergugat telah berhutang kepada Para Penggugat,

tapi Tergugat menyangkat nbesar hutangnya terhadap Penggugat I dan Pengguagt

II, dan Penggugat V yaitu, masing-masing hutang terhadap Penggugat I sebesar

Rp. 58.000.000 ( lima puluh delapan juta rupiah) bukan sebesar Rp. 68.000.000.- (

enam puluh delapan juta rupiah) sedangkan terhadap Penggugat II sebesar Rp.

31.000.000.- ( tiga puluh satu juta rupiah), buakan sebesar Rp. 61.000.000.-

( enam puluh satu juta rupiah) dan Penggugat V sebesar Rp. 30.000.000.- ( tiga

puluh juta rupiah) bukan Rp. 35.000.000.- ( tiga puluh lima juta rupiah) dengan

jatuh tempo 2 (sua) inggu dan dengan janji buanga atau profit shere sebesar 15%;

Meninbang bahwa para Turut Terguguat tidak menyangkal dalit pokok gugatan

Para Penggugat, tetapi menyangkat posita ke-7 dan ke-12 “tentang tanah dan

bangunan sesuain Sertifikat Hak Milik ( SHM) No.212 atasnama SOEKAMTO

dan tanah sawah Sertifikat Hak Milik (SHM) No.2350 atasnama Hj. SITI

MARIANA SOEKAMTO yang oleh Tergugat sebagai benda jaminan atas

9

Page 10: analisa putusan

pinjaman / hutang kepada Para Penggugat sehingga menolak sita jaminan yang

diajukan Para Penggugat atas tanah-tanah tersebut”,

Menimbang bahwa berdasarkan jawab-jinawab antara para pergugat dengan

Tergugat dan para Turut Tergugat, ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan atau

tidak dibantah oleh terguagat dan para Turut Tergugat, sehingga dalil-dalil

Penggugat tersebut merupakan dalil tetap yang tidak perlu dibuktikan lagi oleh

Para Penggugat, yaitu:

- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 13.000.000,-

(tiga belas juta rupiah);

- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 4 sebesar Rp. 38.000.000,-

(tiga puluh delapan juta rupiah);

- Bahwa jatuh tempo hutang atau pinjaman tersebut selama 2 (dua) minggu

atau 14 (empat belas) hari dengan profit share atau bagi hasil sebesar 15%;

- Bahwa hutang Tergugat kepada Para Penggugat (Penggugat1,2,3,4 dan 5)

belum pernah dibayar oleh Tergugat;

Menimbang bahwa sedangkan terhadap dalil Para Penggugat yang disangkal oleh

Tergugat dan para Turut Tergugat, sehingga belum merupakan dalil tetap dan

harus dibuktikan oleh Para Penggugat adalah:

- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 1 sebesar Rp. 58.000.000,-

bukan Rp. 68.000.000 (enam puluh delapan juta rupiah);

- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 2 sebesar Rp. 31.000.000,-

bukan sebesar Rp 61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah);

- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 30.000.000,-

bukan Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah);

Menimbang, bahwa menurut pasal 163 HIR dan pasal 1865 BW menyatakan “

barang siapa yang mengatakan mempuanyai suatu hak atau menyebutkan suatu

kejadian untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain,

haruslah membuktikan adanya hak atau kejadian itu”;

menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Para Penggugat

telah mengajukan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan P-9,

10

Page 11: analisa putusan

dan 3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI WAHYUNI yang disumpah di

persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan DESI INDAH ARISANTI tidak

disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung Penggugat 1 dan saksi DESI

INDAH ARISANTI adakah istri dari Penggugat III, dan pihak Tergugat untuk

membuktikan dalil-dalil sangkalannya tersebut tidak mengajukan alat bukti surat

maupun saksi, sedangkan Para Turut Tergugat untuk mempertahankan dalil-dalil

sangkalannya telah mengajukan alat bukti surat diberi tanda bukti T.T-1 dan 2

(dua) orang saksi dibawah sumpah yaitu SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan

saksi ACHMAD MUHADJI BIN SANRADI;

Mmenimbang bahwa apakah berdasarkan alat-alat bukti yang telah

diajuakan oleh Para Penggugat tersebut, Para Penggugat dapat membuktikan dalil-

dalil gugatannya;

Menimbang bahwa terlebih dahulu Majelis Hakim akan

mempertimbangkan tentang berapa besarnya jumlah hutang Tergugat kepada Para

Penggugat;

Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-1 terdiri dari 4 (empat)

lembar kwitansi, yaitu 2 (dua) lembar tertanggal 14 Januari 2009 masing-masing

tertulis senilai Rp. 15.000.000,- dan Rp. 40.000.000,-, tertanggal 20 Januari 2009

berjumlah sebesar Rp. 10.000.000,-, dan kwitansi Rp. Tertanggal 24 Januari 2009

berjumlah Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);

Menimbang bahwa pada 4 (empat) kwitansi tersebut tertulis, yakni telah

diterima uang dari ELY SUPRIHARTININGSIH untuk pembayaran pinjaman

atas nama AJI BUDI PRASETYA yang diberi materai Rp. 6.000,- (enam ribu

rupiah) dan diberi stempel/cap serta ditandatangani atas nama AJIE untuk

kwitansi 1 sampai dengan 3, sedangkan kwitansi ke-4 ditandatangani atas nama

AJIE BUDI P;

Menimbang bahwa di depan persidangan Tergugat telah mengakui nama

yang tertulis “AJIE” dan “AJIE BUDI P” dan tandatangan di dalam kwitansi

adalah nama dan tandatangan Tergugat, begitu pula stempel/cap diakui sebagai

milik Tergugat;

11

Page 12: analisa putusan

Menimbang bahwa dengan diakui oleh Tergugat terhadap tanda tangan

yang ada di kwitansi tersebut adalah tandatangan Tergugat, maka tanda bukti P-1

berupa kwitansi tersebut merupakan alat bukti yang sah menurut hukum, sehingga

secara yuridis telah terbukti bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat I sebesar

Rp. 68.000.000,- (enam puluh juta rupiah);

Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-2 yaitu berupa 3 (tiga)

lembar kwitansi, masing-masing tertanggal 09 Januari 2009 tertulis sejumlah uang

Rp. 20.000.00,-(dua puluh juta rupiah), tertanggal 09 Januari 2009 tertulis

sejumlah uang Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), dan kwitansi tertanggal 3

Februari 2009 tertulis sejumlah uang Rp. 26.000.000,- (dua puluh enam juta

rupiah);

Menimbang bahwa di dalam 3 (tiga) kwitansi tersebut tertulis yaitu telah

diterima uang dari DWI HENDRA WIJAYA untuk membeli modal usaha yang

diberi materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) dan diberi stempel/cap serta

ditandatangani atas nama AJI BUDI P untuk kwitansi 1, sedangkan untuk

kwitansi ke-2 dan ke-3 tidak dicantum nama;

Menimbang bahwa di persidangan Tergugat mengakui tertulis di kwitansi

nama “AJI BUDI P” dan tandatangan adalah nama Tergugat, begitu pula

stempel/cap diakui milik dan dilakukan Tergugat;

Menimbang bahwa dengan diakui oleh Tergugat bahwa tanda tangan di

kwitansi tersebut adalah tanda tangan Tergugat, maka tanda bukti P-II berupa

kwitansi tersebut merupakan alat bukti yang sah menurut hukum, sehingga secara

yuridis telah terbukti bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat II adalah sebesar

Rp. 61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah);

Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar

kwitansi tertanggal 13 Februari 2009 di dalam tertulis : telah diterima dari MS.

HARI SETIAWAN uang sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah)

untuk modal bisnis /kerja sama bermaterai Rp.6.000, (enam ribu rupiah) dan

ditandatangani, tetapi tanpa tercantum nama jelas/terang;

Menimbang bahwa di depan persidangan Tergugat menngakui bahwa

tandatangan yang tercantum di kwitansi adalah tandatangan Tergugat;

12

Page 13: analisa putusan

Menimbang bahwa dengan diakui Tergugat bahwa tanda tangan di

kwitansi tersebut adalah tanda tangan Tergugat, maka tanda bukti P-V berupa

kwitansi tersebut merupakan alat bukti yang sah menurut hukum, sehingga secara

yuridis telah terbukti bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat V sebesar Rp.

35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah), hal ini juga dikuatkan oleh keterangan

saksi TRI WAHYUNI;

Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-I

sampai dengan P-V dan pengakuan Tergugat( dalil-dalil tetap), maka telah

terbukti bahwa Tergugat berhutang kepada Para Penggugat, yaitu kepada

PenggugatI sebesar Rp.68.000.000,-, kepada Penggugat II sebesar Rp.

61.000.000,-,(enam puluh satu juta rupiah), kepada Penggugat III sebesar

Rp.13.000.000,- (tiga belas juta rupiah), kepada Penggugat IV sebesar Rp.

38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah). Kepada Penggugat V sebesar Rp.

35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah);

Menimbang bahwa selanjutnya perlu dipertimbangkan apakah

pinjaman/hutang Tergugat kepada Para Penggugat telah dibayar/dilunasi oleh

Tergugat sebelum jatuh tempo yang telah diperjanjikan;

Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-I sampai dengan P-V yaitu

berupa kwitansi, yang didalamnya mencantumkan tentang jatuh tempo hutang

atau pinjaman Tergugat Para Penggugat , yaitu ;

Bahwa tanda bukti P-I terdiri dari 4 (empat) lembar kwitansi,

menerangkan jatuh tempo hutang Tergugat kepada Penggugat I masing-masing

tertanggal 28 Januari 2009, tanggal 3 Februari 2009, dan 7 Februari 2009;

Bahwa tanda bukti P-II berupa 3 (tiga) lembar, menerangkan Tergugat

berhutang/minjam uang kepada Penggugat II sebanyak 3 (tiga) kali dengan masa

jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 23 Januari 2009, 10 Februari 2009

dan tanggal 17 Februari 2009;

Bahwa tanda bukti P-III berupa 2 (dua) lembar kwitansi, menerangkan

Tergugat berhutang/minjam uang kepada Penggugat III sebanyak 2 (dua) kali

dengan masa jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 30 Januari 2009, dan

tanggal 5 Februari 2009;

13

Page 14: analisa putusan

Bahwa tanda bukti P-IV berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 14

Januari 2009 dan 1 (satu) lembar bukti transfer uang di bank BCA ke rek.

3580194949 atas nama AJI BUDI PRASETYA tertanggal 21 Januari 2009, jatuh

tempo pinjaman/hutang Tergugat kepada Penggugat IV sesuai dengan kwitansi

tertulis setengah bulan, sehingga jatuh temponya pada tanggal 29 Januari 2009,

sedangkan untuk pinjaman transfer melalui bank BCA karena berdasarkan

kesepakatan jatuh tempo selama setengah bulan, maka jatuh temponya tanggal 5

Februari 2009;

Bahwa tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 13

februari 2009 menerangkan hutang / pinjaman Tergugat kepada Penggugat V

untuk modal bisnis / kerjasama dengan masa jatuh tempo 14 hari, berarti tanggal

27 Februari 2009;

Menimbang bahwa berdsarkan pengakuan Tergugat atas gugatan

Penggugat yang berupa dalil tetap, bahwa Tergugat belum membayar hutangnya

kepada Para Penggugat hingga jatuh tempo sebagaimana telah diperjanjikan pada

tanda bukti P-I sampai dengan P-V, sehingga perbuatan Tergugat tidak membayar

hutang kepada Para Penggugat tersebut adalah merupakan ingkar janji

(wanprestasi);

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan

bahwa Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi)

seperti tersebut di atas, apakah hal tersebut dapat diklasifikasikan juga sebagai

atau merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);

Menimbang bahwa dasar gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo

adalah mengenai pinjaman / hutang piutang untuk modal usaha dengan perjanjian

profit sharing 15 %, dan sebagai mana telah dibertimbangkan di atas Tergugat

tidak dapat membayar pinjaman pokok serta profit sharing sebesar 15% kepada

Penggugat sesuai waktu jatuh tempo yang telah diperjanjikan, maka Majelis

hakim berpendapat tidak memenuhi seluruh unsure perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad)sebagaimana putusan Hoge Raad Nederland 1919;

Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-I, P-II, P-III, P-IV, P-V, P-

VI, P-VII, dan P-VIII serta keterangan saksi TRI WAHYUNI, Para Penggugat

14

Page 15: analisa putusan

telah berhasil membuktikan dalil gugatan, dengan menyatakan bahwa sikap

Tergugat tidak membayar hutang / pinjamannya kepada Para Penggugat yang

telah melewati jatuh tempo yang telah diperjanjikan adalah perbuatan ingkar janji

(wanprestasi);

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan

petitum Para Penggugat poin ke-2 tentang “ Menyatakan sah dan berharga sita

jaminan ( conservatoir beslaag) atas benda tetap berupa tanah yaitu pekarangan

dan sawah ( atas nama Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) sebagaimana

tersebut dalam posita 12 yang diletakkan oleh Pengadilan Negeri Purwokerto;

Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-VI dan P-VIII menerangkan

dua bidang tanah yaitu : 1 (satu) bidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 212 Desa

Teluk Kecamatan Purwokerto Selatan atas nama Drs. SOEKAMTO, dan 1 (satu)

bidang tanah Sertifikat Hak Milik No. 02350 Kelurahan Teluk, Purwokerto

Selatan Kabupaten Banyumas Jawa Tengah atas nama Hajjah SITI MARIANA

SOEKAMTO, hal ini juga dikuatkan oleh saksi SOEMARNO bin

ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI bin SANRADJI yang diajukan

oleh para Turut Tergugat;

Menimbang bahwa Para Penggugat juga telah mengajukan alat bukti surat

tanda bukti P-VII berupa tanda terima yang isinya menyatakan bahwa 1 (satu)

bidang tanah SHM No. 212 atas nama Drs. SOEKAMTO (tanda bukti P-VI)

adalah sebagai agunan / jaminan pinjaman uang Tergugat kepada Penggugat I;

Menimbang bahwa surat bukti P-VII tersebut tidak didukung dengan alat

bukti lain berupa perjanjian antara para Turut Tergugat dengan Tergugat / Kuasa

dari Turut Tergugat I kepada Tergugat terhadap 2 (dua) bidang tanah SHM No.

212 (tanda bukti P-VI) dan SHM 2350 (bukti VIII) untuk dijadikan sebagai

jaminan hutang Tergugat kepada pihak lain bahkan dalam hal ini pemilik tanah

yaitu Turut Tergugat I tidak mengetahui sama sekali sebidang tanah tanda bukti P-

VI digunakan oleh Tergugat sebagai jaminan seperti tersebut di atas, sehingga

Turut Tergugat mengira hilang dan telah melaporkan kepada pihak Kepolisian

atas kehilangan SHM 2 (dua) bidang tanah tersebut di atas sesuai tanda bukti T.T-

1 yang diajukan oleh Turut Tergugat I;

15

Page 16: analisa putusan

Menimbang bahwa dari surat bukti P-IX berupa surat kuasa tertanggal 7

Pebruari 2009, dari Hj. SITI MARINA (pemberi kuasa) kepada AJI BUDI

PRASETYA (penerima kuasa) yang isinya memberikan kuasa pada Tergugat

untuk menjual atau memindah-namakan tanah SHM no. 229 dan SHM No. 2350 (

tanda bukti P-VIII) apabila diperlukan kepada Sdr. MICHAEL SALYO

PURWOKO ( Penggugat III) sesuai dengan perjanjian tertanda 25 Oktober 2008;

Menimbang bahwa karena alat bukti surat tanda bukti P-IX tersebut

bukan berisi kuasa untuk menjamin hutang Tergugat kepada pihak ketiga, dan

bukti P-IX tersebut hanya di ajukan foto copy dan aslinya tidak dapat

diperlihatkan oleh Para Penggugat di depan persidangan, maka tanda bukti P-IX

tidak memenuhi syarat Yuridis sebagai alat bukti surat, karenanya haruslah

dikesampingkan;

Menimbang bahwa karena 2 (dua) bidang tanah sebagai obyek sita

jaminan (conservatoir beslaag) yang diajukan Para Penggugat adalah bukan hak

milik Tergugat, akan tetpai berdasarkan bukti P-VI dan P-VIII atas nama dan

milik Para Turut Tergugat maka secara yuridis tidak dapat dilakkukan sita jamina

(conservatoir beslaag) sesuai dengan yurisprudensi / Putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia Nomor 476K/Sip/1974 tertanggal 3 Desember 1974, oleh

karena itu petitum point ke-2 ini tidak beralasan hukum dan haruslah ditolak;

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan

petitum point ke-4 tentang menyatakan hukumnya kerugian materiil berupa modal

pokok melik Para Tergugat yang dipinjam Tergugat harus dikembalikan oleh

Tergugat sebesar:

- Penggugat I sebesar Rp. 68.000.000,-

- Penggugat II sebesar Rp. 61.000.000,-

- Penggugat III sebesar Rp. 13.000.000,-

- Penggugat IV sebesar Rp. 38.000.000,-

- Pengguagat V sebesar Rp. 35.000.000,-

Jumlah.........................Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta rupiah)

Menimbang bahwa sesuai dengan pertimbangan hukum di atas dan alat

bukti surat tanda bukti P-I sampai dengan P-V, telah terbukti bahwa hutang

16

Page 17: analisa putusan

Tergugat kepada Para Penggugat sebesar Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas

juta rupiah), maka petitum point ke-4 ini beralasan hukum dan patut dikabulkan;

Menimbang bahwa terhadap petitum Para Penggugat point ke-5 tentang

“menyatakan hukumnya kerugian materiil berupa kerugian yang diderita tidak

mendapatkan keuntungan dari uang modalnya Para Penggugat, Profit share yang

dijanjikan Tergugat, amsing-masing asebagai berikut:

a. Kerugian yang diderita oleh Penggugat I adalah :

- Sejak tanggal 14 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 (11 kali) = 11 x

15% x Rp. 55.000.000,- = Rp. 90.750.000,-

- Sejak tanggal 20 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 (10 kali) = 10 x

15% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 15.000.000

- Seajak tanggal 24 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 (10 kali) = 10 x

15% x Rp. 3.000.000,- = Rp. 4.000.000

Jumlah Rp. 4.000.000,-

b. Kerugian yang diderita oleh Penggugat II adalah :

- Sejak tanggal 19 Januari 2009 s/d Juni 2009 (11 kali) = 11 x 15% x Rp.

20.000.000,- = Rp.33.000.000,-

- Sejak tanggal 27 Januari 2009 s/d Juni 2009 (10 kali) = 10 x 15% x Rp.

15.000.000,- = Rp. 22.500.000,-

- Sejak tanggal 3 Februari 2009 s/d Juni 2009 (9 kali) = 9 x 15% x Rp.

35.000.000,- = Rp. 35.100.000,-

Jumlah

c. Kerugian yang diderita Penggugat III adalah :

- Sejak tanggal 16 januari 2009 s/d Juni 2009 (11 kali) = 11 x 15% x

5.000.000,- = Rp. 8.250.000,-

- Sejak tanggal 21 Januari 2009 s/d Juni 2009 (10 kali) = 10 x 15% x

12.000.000,- = Rp. 12.000.000

Jumlah Rp. 20.250.000,-

d. Kerugian yang diderita Penggugat IV adalah :

- Sejak tanggal 14 Januari 2009 s/d Juni 2009 (11 Kali) = 11 x 15% x

30.000.000,- = Rp. 49.500.000,-

17

Page 18: analisa putusan

- Sejak tanggal 21 Januari 2009 s/d Juni 2009 (10 kali) = 10 x 15% x

8.000.000,- = Rp. 12.000.000,-

Jumlah Rp. 61.500.000,-

e. Kerugian yang diderita Penggugat V adalah :

- Sejak tanggal 13 Februari 2009 s/d Juni 2009 (9 kali) = 9 x 15% x

35.000.000,- = Rp. 47.250.000,-

Menimbang bahwa adapun tuntutan Para Penggugat tentang kerugian yang

diderita tidak mendapat keuntungan dari uang modalnya Para Penggugat, Profit

share sesuai dengan yang telah diperjanjikan sebagaimana bukti P-I s/d P-V, yaitu

profit sharing 15% untuk jangka waktu 14 hari (empat belas hari) terhitung sejak

tanggal pinjaman - hutang sampai dengan bulan Juni 2009;

Menimbang bahwa karena profit sharing ini sudah diperjanjikan oleh Para

Penggugat dan Tergugat, maka Majelis Hakim dapat mengabulkan petitum Para

Penggugat ini dengan berpedoman pada kebiasaan praktek perbankan, bahwa

untuk pembayaran profit sharing / bagi hasil atau bunga berpedoman pada

hitungan bulanan yaitu selama 6 (enam) bulan, sesuai tuntutan para pirak dengan

besarnya bunga perbulan 2% (dua) persen sesuai dengan rasa keadilan, keputusan

dan kelayakan dengan perincian sebagai berikut :

a. Untuk Penggugat I :

- Sejak tanggal 14 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.

55.000.000,- = Rp. 6.600.000,-

- Sejak tanggal 20 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.

10.000.000,- = Rp. 61.200.000,-

- Sejak tanggal 24 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.

3.000.000,- = Rp. 360.000,-

Semuanya berjumlah Rp. 8.160.000,-

b. Untuk Penggugat II :

- Sejak tanggal 9 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.

20.000.000,- = Rp. 2.400.000,-

18

Page 19: analisa putusan

- Sejak tanggal 27 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.

15.000.000,- = Rp. 1.800.000,-

- Sejak tanggal 3 februari 2009 s/d Juni 2009 = 5 x 2% x Rp.

35.000.000,- = Rp. 3.500.000,-

Semuanya berjumlah Rp. 7.700.000,- (tujuh juta tujuh ratus ribu

rupiah);

c. Kerugian yang diderita Penggugat III adalah :

- Sejak tanggal 16 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.

5.000.000,- = Rp. 600.000,-

- Sejak tanggal 21 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.

12.000.000,- = Rp. 1.440.000,-

Semuanya berjumlah Rp. 2.040.000,-

d. Kerugian yang diderita Penggugat IV adalah :

- Sejak tanggal 14 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.

30.000.000,- = Rp. 2.600.000,-

- Sejak tanggal 21 Januari 2009 s/d Juni 2009 = 6 x 2% x Rp.

8.000.000,- = Rp. 960.000,-

Semuanya berjumlah Rp. 4.560.000,-

e. Kerugian yang diderita Penggugat V adalah :

- Sejak tanggal 13 Februari 2009 s/d Juni 2009 = 5 x 2% x Rp.

35.000.000,- = Rp. 3.500.000,-

Menimbang bahwa selanjutnya terhadap petitum point ke-6 tentang

“kerugian immaterial berupa kerugian moral dan tekanan psikis Para Penggugat

karena mendapat malu, tekanan karena dibohongi Tergugat adalah secara patut

sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);

Menimbang bahwa karena Para Penggugat tidak dapat menguraikan secara

rinci terhadap kerugian-kerugian yang dialaminya seperti kerugian moral, tekanan

psikis dan mendapat malu, tertekan karena dibohongi, maka petitum Para

Penggugat point ke-6 ini tidak beralasan hukum dan haruslah ditolak;

19

Page 20: analisa putusan

Menimbang bahwa selanjutnya terhadap petitum Para Penggugat point ke-

7 tentang “menghukum Tergugat untuk membayar kepada Para Penggugat

berupa :

- Kerugian materiil modal pokok Rp. 215.000.000,-

- Kerugian materiil profit share Rp. 329.850.000,-

- Kerugian immaterial Rp. 5000.000.000,-

Menimbang bahwa petitum Para Penggugat point ketujuh ini sudah

dituntut pada petitum point keempat, kelima dan keenam, sehingga hal ini dinilai

berlebihan, maka petitum point ketujuh ini haruslah ditolak;

Menimbang bahwa terhadap point kedelapan tentang “menetapkan

hukumannya tanah-tanah BENDA JAMINAN yang telah diserahkan Tergugat

kepada Para Penggugat merupakan harta benda bernilai pengganti untuk

penggantian kerugian materiil dan immaterial yang diderita Para Penggutat dan

tanah tersebut dapat dijual lelang untuk pengganti kerugian;

Menimbang bahwa yang yang dimaksud benda yang diserahkan oleh

Tergugat kepada Para Penggugat adalah tanah sebagaimana tanda bukti P-VI dan

P-VIII yaitu SHM No. 212 dan SHM No. 2350;

Menimbang bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan pada petitum point

ke 2 tersebut di atas, bahwa 2 (dua) bidang tanah sebagaimana surat bukti P-VI

adalah SHM No.212 atas nama Drs. Soekamto dan surat bukti P-VIII adalah SHM

No.2350 atas nama Hajjah Mariana Soekamto bukan atas nama Tergugat, dari alat

bukti surat yang diajukan oleh Para Penggugat tidak ada satu surat bukti yang

membuktikan adanya surat kuasa dari para Turut Tergugat kepada Tergugat untuk

menjaminkan tanah-tanah pihak Penggugat kepada Tergugat terhadap pihak ke 3,

dengan demikian secara hukum Tergugat tidak berhak menjamninkan 2(dua)

bidang tanah SHM No 212 atas nama dan milik Drs. Soekamto dan SHM

No.2350 atas nama dan milik Hajjah Mariana Soekamto;

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka

petitum Para Penggugat poin ke 8 ini tidak beralasan hukum dan kerenanya

haruslah ditolak;

20

Page 21: analisa putusan

Menimbang bahwa tentang petitum poin ke 9 tentang “menghukum

tergugugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100.000,- perhari

keterlambatan melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap “;

Menimbang bahwa karena perkara a quo adalah merupakan gugatan /

tuntutan tentang tidnakan untuk membayar sejumlah uang, maka dwangsom tidak

berlaku terhadap tidakan pembayaran sejumlah uang sesuai dengan yurisprudensi

tetap nomor 791 K/SIP/1972 tanggal 26 Februari 1973, dengan demikian maka

petitum poin ke 9 ini tidak beralasan hukum dan karenanya haruslah ditolak;

Menibang bahwa beredasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di

atas, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan untuk sebagian;

Menimbang bahwa karena gugatan Para Penggugat dikabulkan sebagaian,

maka Tergugatbarada di pihak yang kalah dan menghukum Tergugat untuk

membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini;

DALAM REKONPENSI:

Menimbang bahwa isi gugatan para pengguagat rekonpensi pada pokoknya

adalah bahwa Para Penggugat rekonpensi/para Turut Tergugat rekonpensi telah

melakukan perbuatan yang tidak berdasarkan hukum dengan cara menguasai

sertifikat hak milik atas tanah nomor 212 atas nama Drs. SOEKAMTO dan

sertifikat hak milik atas tanah Nomo2530 atas nama Hajjah SITI MARIANA

SOEKAMTO yang nsenyatanya merupakan hakmilik yang sah dari Para

Penggugat rekonpensi/ Turut Tergugat konpensi sebgai benda jaminan atas

perikatan yang dibuat oleh Tergugat rekonpensi yang brakibat Penggugat

rekonpensi/ para Tergugat rekonpensi mengalami kerugian secara moril yang juka

dihitung tidak kurang Rp. 1000.000.000.- (satu miliar rupiah);

Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Para

Penggugat rekonpensi/ para Turut Tergugat rekonpensi telah mengajukan alat

bukti surat diberi tanda bukti T. T-I, dan dua orang saksi di bawah sumpah yaitu

saksi SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI BIN

SANRADJI, sedangkan para Tergugat rekonpensi/ Para Penggugat konpensi

untuk mempertahankan dalil sangakalan telah mengajukan alat bukti surat diberi

tanda bukti P-I sampai dengan P-IX dan 3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI

21

Page 22: analisa putusan

WAHYUNI yang disumpah di persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan

DESI INDAH ARISANTI tidak disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung

Penggugat1 dan saksiDESI INDAH ARISANTI adalah istri dari Penggugat III;

Menimbang bahwa berdasarkan bukti surat T.T-1 berupa laporan

kehilangan surat-surat dan barang yaitu menjelaskan bahwa Para Penggugat

rekonpensi/ para Turut Tergugat konpensi kehilangan diantaranya SHM No.2350

tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM No. 212 atas nama

Drs. Soekamto;

Menimbang berdasarkan bukti P- VI, P-VIII terbukti 2(dua) bidang tanah

SHM No.2350 tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM No.

212 atas nama Drs. Soekamto, dan pemilik dua bidang tanah tersebut dilihat dari

bukti tersebut adalah Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM No. 212 atas nama Drs.

Soekamto, karena belum pernah dialihkan pemiliknay kepada pihak lain, hal ini

juga dikuatkan oleh keteranagan saksi SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan

saksi ACHMAD MUHADJI BIN SANRADJI;

Menimbang bahwa berdasarkan surat bukti P-VII bahwa SHM No.212

atas nama Drs. Soekamto berada pada Penggugat I konpensi/ Tergugat I

rekonpensi karena dijadikan oleh Tergugatkonpensi untuk agunan/ jaminan

pinjaman uang Tergugat konpensi kepada para Tergugat rekonpensi/ Para

Penggugat konpensi sebagaiman surat bukti P-I sampai P-V;

Menimbang bahwa beralihnya SHM no 212 tersebut kepada para Tergugat

rekonpensi/ Para Penggugat konpensi karena adanya perjanjian antara para

Tergugat rekonpensi/ Para Penggugat konpensi dengan Tergugat I konpensi yang

tidak lain anak kandung dari Para Penggugat rekonpensi / para Turut Tergugat

konpensi, dan perjanjian Para Penggugat rekonpensi / Penggugat konpensi

tersebut sah, hanya saja penyerahan SHM No. 212 untuk jaminan / agunan hutang

/ pinjaman kepada para Tergugat rekonpensi / Para Penggugat konpensi oleh

Tergugat konpensi tidak disertai / tidak ada kuasa dari kuasa Para Penggugat

rekonpensi kepada Tergugat, jadi masih ada kurang persyaratan hukum yang

diamanatkan undang-undang di bidang agraria;

22

Page 23: analisa putusan

Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh Para

Penggugat rekonpensi / para Turut Tergugat konpensi tersebut, maka Para

Penggugat rekonpensi / para Turut Tergugat konpensi tidak dapat membuktikan

dalil gugatanya;

Menimbang bahwa karena Para Penggugat rekonpensi / para Turut

Tergugat konpensi tidak dapat membuktikan dalil gugatanya, oleh karenanya

dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam gugatan rekonpensi ini yang

akan ditentukan dalam amar putusan;

Memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

berhubungan dengan perkara ini :

MENGADILI

DALAM KONPENSI :

DALAM EKSEPSI :

- Menolak eksepsi para Turut Tergugat;

DALAM POKOK PERKARA :

- Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;

- Menyatakan Tergugat tidak membayar pinjaman / hutangnya yang telah

jatuh tempo kepada Para Penggugat adalah merupakan perbuatan ingkar

janji / wanprestasi;

- Menghukum Tergugat untuk mengembalikan / membayar kerugian

materiil berupa modal pokok milik Para Penggugat yang oleh Tergugat

sebesar Rp 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta rupiah), dengan

perincian, kepada :

- Penggugat I sebesar Rp 68.000.000,- (enam puluh delapan juta rupiah)

- Penggugat II sebesar Rp 61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah)

- Penggugat III sebesar Rp 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah)

- Penggugat IV sebesar Rp 38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah)

- Penggugat V sebesar Rp 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah)

- Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian yang diderita Para

Penggugat karena tidak mendapat keuntungan dari uang modalnya Para

23

Page 24: analisa putusan

Penggugat, profit sharing yang dijanjikan yaitu sebesar Rp 25.960.000,-

(dua puluh lima juta sembilan ratus enam puluh rupiah) dengan perincian,

untuk :

- Penggugat I sebesar Rp 8.160.000,- (delapan juta seratus enam puluh

ribu rupiah)

- Penggugat II sebesar Rp 7.700.000,- (tujuh juta tujuh ratus ribu

rupiah)

- Penggugat III sebesar Rp 2.040.000,- (dua juta empat puluh ribu

rupiah)

- Penggugat IV sebesar Rp 4.560.000,- (empat juta lima ratus enam

puluh ribu rupiah)

- Penggugat V sebesar Rp 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) ;

- Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara

ini sebesar Rp 780.900,- (tujuh ratus delapan puluh ribu sembilan ratus

rupiah);

- Menolak gugatan Para Penggugat untuk selebihnya;

DALAM REKONPENSI

- Menolak gugatan Para Penggugat rekonpensi / para Turut Tergugat

konpensi untuk seluruhnya;

- Menghukum Turut Tergugat konpensi / Para Penggugat rekonpensi untuk

membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang dinilai nihil;

Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah majelis hakim

pengadilan negeri purwokerto pada hari : KAMIS, tanggal 12

NOPEMBER 2009, oleh kami : WAHYUNI, S.H., selaku hakim ketua

majelis, dengan SOHE, S.H. M.H., dan HARTO PANCONO, S.H.,

masing-masing sebagai hakim anggota, putusan mana diucapkan pada hari

: SELASA, tanggal 24 NOPEMBER 2009 dalam sidang yang terbuka

untuk umum oleh hakim ketua majelis tersebut dengan didampingi hakim-

24

Page 25: analisa putusan

hakim anggota, dibantu oleh SRI PRAMULATSIH, S.H., panitera

pengganti pada pengadilan negeri tersebut, serta dihadiri oleh ERRY

MOESTADJAB, S.H., kuasa Para Penggugat konpensi / para Tergugat

rekonpensi, dan Tergugat, serta HAPPY SUNARYANTO, S.H. Mhum,

kuasa para Turut Tergugat konpensi / Para Penggugat rekonpensi.

D. Analisis

Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban

sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan

debitur.

Dalam restatement of the law of contacts (Amerika Serikat), Wanprestasi

atau breach of contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu

1. Total breachts Artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin

dilaksanakan, sedangkan.

2. Partial breachts Artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk

dilaksanakan.

Suatu perbuatan dikatakan wanprestasi jika debitur tidak memenuhi

janjinya atau tidak memenuhi sebagimana mestinya dan semuanya itu dapat

dipersalahkan kepadanya. Wujud wanprestasi bisa debitur sama sekali tidak

berprestasi; debitur keliru berprestasi; dan debitur terlambat berprestasi.1

Menurut pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah

seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan

sesuatu, sebaiknya dianggap wanprestasi bila seseorang :

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan;

3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau

4. Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.

1 J Satrio, 1993, Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya, Bandung : Alumni, hlm.122

25

Page 26: analisa putusan

Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti

rugi, pembatalan kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara.

Sebagai contoh seorang debitur (si berutang) dituduh melakukan perbuatan

melawan hukum, lalai atau secara sengaja tidak melaksanakan sesuai bunyi yang

telah disepakati dalam kontrak, jika terbukti, maka debitor harus mengganti

kerugian (termasuk ganti rugi + bunga + biaya perkaranya). Meskipun demikian,

debitur bisa saja membela diri dengan alasan :

1. Keadaan memaksa (overmacht/force majure);

2. Kelalaian kreditur sendiri;

3. Kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

Menurut kamus Hukum, Wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera

janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.2 Dengan demikian,

Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak

memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu

perjanjian.

Wanprestasi (lalai/alpa) dapat timbul karena;

1. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.

2. Adanya keadaan memaksa (overmacht).

Macam-macam Wanprestasi

Adapun seorang debitur yang dapat dikatakan telah melakukan

wanprestasi ada 4 macam, yaitu :

1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya.

3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya.

4. Debitur memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang dalam

perjanjian.

2 Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta, Djambatan, 2009)

26

Page 27: analisa putusan

Mulai terjadinya Wanprestasi

Pada umumnya, suatu wanprestasi baru terjadi jika debitur dinyatakan

telah lalai untuk memenuhi prestasinya, atau dengan kata lain, wanprestasi ada

kalau debitur tidak dapat membuktikan bahwa ia telah melakukan wanprestasi itu

di luar kesalahannya atau karena keadaan memaksa. Apabila dalam pelaksanaan

pemenuhan prestasi tidak ditentukan tenggang waktunya, maka seorang kreditur

dipandang perlu untuk memperingatkan/menegur debitur agar ia memenuhi

kewajibannya. Teguran ini disebut dengan sommatie (Somasi).

Akibat adanya Wanprestasi

Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut.

1. Perikatan tetap ada.

2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH

Perdata).

3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul

setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau

kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak

dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.

Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat

membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan

menggunakan pasal 1266 KUH Perdata. Akibat wanprestasi yang dilakukan

debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat

hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:

1. Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh

kreditur (pasal 1243 KUH Perdata).

2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian

(pasal 1267 KUH Perdata).

3. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi

(pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata).

27

Page 28: analisa putusan

4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal

181 ayat 1 HIR).

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi

kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena

ada unsure salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat

hukum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.

Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal

debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk

menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan

bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka

resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah

bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka berdasarkan

pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian,

dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.

Pembelaan Debitur yang Wanprestasi

Seorang debitur yang dituduh lalai dan dimintakan supaya kepadanya

diberikan hukuman atas kelalaiannya, ia dapat membela dirinya dengan

mengajukan beberapa macam alas an untuk membebaskan dirinya dari hukuman-

hukuman itu. Pembelaan tersebut ada 3 macam, yaitu:

1. Menyatakan adanya keadaan memaksa (overmacht).

2. Menyatakan bahwa kreditur lalai.

3. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya.

Ganti Kerugian dalam Wanprestasi

1. Pengertian ganti-kerugian

Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu

perjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai

28

Page 29: analisa putusan

memenuhi perjanjiannya tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus

diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang

waktu yang telah dilampaukannya (Pasal 1243 KUH Perdata). Dengan

demikian pada dasarnya, ganti-kerugian itu adalah ganti-kerugian yang timbul

karena debitur melakukan wanprestasi.

2. Unsur-unsur ganti-kerugian

Menurut ketentuan Pasal 1246 KUH Perdata, ganti-kerugian itu terdiri

atas 3 unsur, yaitu :

1. Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-

nyata telah dikeluarkan.

2. Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan

kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur.

3. Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau

diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.

3. Batasan-batasan mengenai ganti-kerugian

Undang-undang menentukan, bahwa kerugian yang harus dibayarkan

oleh debitur kepada kreditur sebagai akibat dari wanprestasi adalah sebagai

berikut :

1. Kerugian yang dapat diduga ketika perjanjian dibuat. Menurut

pasal 1247 KUH Perdata, debitur hanya diwajibkan membayar

ganti-kerugian yang nyata telah atau sedianya harus dapat

diduganya sewaktu perjanjian dibuat, kecuali jika hal tidak

dipenuhinya perjanjian itu disebabkan oleh tipu daya yang

dilakukan olehnya.

2. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Menurut Pasal

1248 KUH Perdata, jika tidak dipenuhinya perjanjian itu

disebabkan oleh tipu daya debitur, pembayaran ganti-kerugian

sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh kreditur dan

29

Page 30: analisa putusan

keuntungan yang hilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang

merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perjanjian.

Tuntutan Atas Dasar Wanprestasi

Kreditur dapat menuntut kepada debitur yang telah melakukan wanprestasi

hal-hal sebagai berikut :

1. Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur.

2. Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur

(Pasal 1267 KUH Perdata).

3. Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin

kerugian karena keterlambatan (HR 1 November 1918).

4. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian.

5. Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitur.

Ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda.

Wujud Wanprestasi

Kalau debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana

mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan

bahwa debitur wanprestasi.

Wujud wanprestasi bisa :

a. Debitur sama sekali tidak berprestasi

Dalam hal ini debitur sama sekali tidak memberikan prestasi. Hal itu

bisa disebabkan karena debitur memang tidak mau berprestasi atau bisa

juga disebabkan karena memang debitur objektif tidak mungkin

berprestasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk

berprestasi.

b. Debitur keliru berprestasi

Di sini debitur memang dalam fikirannya telah memberikan

prestasinya, tetapi dalam kenyataannya, yang diterima kreditur lain

daripada yang diperjanjikan.

30

Page 31: analisa putusan

c. Debitur terlambat berprestasi

Di sini debitur berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak

sebagaimana yang diperjanjikan. 3

Wanprestasi dan Pernyataan Lalai

Kalau debitur menunutut debitur agar ia memenuhi kewajiban prestasinya,

maka kreditur menuntut debitur berdasarkan perikatan yang ada antara mereka.

Karena dasar tuntutannya adalah perikatan yang memang sudah ada antara

mereka, maka untuk menuntut pemenuhan perikatan, kreditur tidak perlu untuk

mendahuluinya dengan suatu somasi.

Memperbaiki Kelalaian

Dalam hal seorang debitur telah disomir dan dia telah melewatkan

tenggang waktu yang diberikan kepadanya, tanpa memberikan prestasi yang

menjadi kewajiban perikatannya, maka ia ada dalam keadaan lalai.

Ganti Rugi

1. Sebab timbulnya ganti rugi

Ada dua sebab timbulnya ganti rugi, yaitu :

a. Ganti rugi karena wanprestasi.

Ganti rugi karena wanprestasi adalah suatu bentuk ganti rugi yang

dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian yang telah

dibuat antara kreditur dengan debitur. Ganti rugi karena wanprestasi ini

diatur dalam Buku III KUH Perdata, yang dimulai dari Pasal 124 KUH

Perdata s.d. Pasal 1252 KUH Perdata.

b. Perbuatan melawan hukum

Ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk

ganti rugi yang dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan

3 J.Satrio, Hukum perikatan, (Bandung, PT. Alumni, 1999) cet. Ke. 3 h. 122

31

Page 32: analisa putusan

kesalahan kepada pihak yang dirugikannya. Ganti rugi itu timbul karena

adanya kesalahan, bukan karena adanya perjanjian. Ganti rugi karena

perbuatan melawan hukum ini diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

Ganti kerugian yang dapat dituntut oleh kreditur kepada debitur adalah

sebagai berikut:

1. Kerugian yang telah dideritanya, yaitu berupa penggantian biaya-biaya

dan kerugian.

2. Keuntungan yang sedianya akan diperoleh (Pasal 1246 KUH Perdata),

ini ditujukan kepada bunga-bunga.

Yang diartikan sebagai biaya-biaya (ongkos-ongkos), yaitu ongkos yang

telah dikeluarkan oleh kreditur untuk mengurus objek perjanjian. Sedangkan

bunga-bunga adalah keuntungan yang akan dinikmati oleh kreditur.

Tuntutan Ganti Rugi

Selanjutnya pasal-pasal 1243-1252 mengatur lebih lanjut mengenai ganti

rugi. Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian

kerugian; yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-

peristiwa tertentu disamping tuntutan ganti rugi ada kemungkinan tuntutan

pembatalan perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak reklame.

Karena tuntutatn ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di

atas diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan

itu, kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang

ditentukan dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang

tersedia dan diatur disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur

bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya

telah diletakkan dalam pasal 1131 KUH Perdata.

32

Page 33: analisa putusan

1. Penerapan Prosedur Beracara

Agar tercapai putusan yang adil bagi kedua belah pihak maka dalam

beracara harus dipatuhi asas-asa yang berlaku dalam hukum acara perdata, yaitu:

1. Asas Hakim Bersifat Pasif

Mempunyai makna bukan hanya sekedar menerima dan memeriksa apa

yang akan diajukan para pihak, tetapi tetap berperan dan berwenang menilai

kebenaran fakta yang diajukan dipersidangan ,dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Hakim tak dibenarkan mengambil prakarsa aktif meminta para pihak

mengajukan atau menambah pembuktian yang diperlukan, semua itu

menjadi hak dan kewajiban para pihak, cukup atau tidak alat bukti yang

diajukan terserah para pihak. Hakim tidak dibenarkan membantu para

pihak manapun melakukan sesuatu, kecuali yang ditentukan para pihak,

misalnya pada pasal 139 HIR yaitu salah satu pihak minta bantuan kepada

hakim untuk memanggil dan menghadirkan seorang saksi melalui juru sita,

apabila relevan sedangkan dia tak dapat menghadirkan seorang saksi

melalui juru sita, apabila relevan sedangkan dia tidak dapat menghadirkan

saksi tersebut secara sukarela.

2. Menerima setiap pengakuan dan pengingkaran yang diajukan para pihak di

persidangan, untuk selanjutnya dinilai kebenarannya oleh hakim.

3. Pemeriksaan dan putusan hakim, terbatas pada tuntutan dalam gugatan. 4

Dalam putusan tersebut asas hakim bersifat pasif sudah diterapkan dengan

benar dalam proses persidangan hal ini dibuktikan pada :

1. Proses pembuktian hakim tidak menentukan alat bukti yang harus diajukan

para pihak. Para pihak mengajukan alat bukti sendiri yang dianggap dapat

memperkuatnya dalil-dalilnya. Dalam perkara ini, Peenggugat mengajukan

beberapa alat bukti surat dan 3 orang saksi yaitu, saksi TRI WAHYUNI,

saksi SRI YANTI, dan saksi DESI INDAH ARISANTI. Sedangkan

Tergugat untuk mempekuat dalil bantahannya Tergugat tidak mengajukan

alat bukti surat maupun saksi, sedangkan Turut Tergugat I dan Turut 4 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. Hal.500

33

Page 34: analisa putusan

Tergugat II mengajukan alat bukti surat dan 2 saksi, yaitu saksi

SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA, BcHK, saksi AHMAD MUHADJI

BIN SANRADJI

2. Dalam memutus, hakim hanya memutus apa yang dimintakan Para

Penggugat yang dimintakan dalam gugatan

2. Asas hakim bersifat menunggu

Artinya hakim tidak boleh mengadili perkara tanpa adanya tuntutan,

karena dalam hukum acara perdata insiatif untuk mengajukan tuntutan hak

diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang berkepentingan, sedang hakim

bersikap menunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya : index ne

procedur ex officio., hanya yang menyelenggarakan proses adalah Negara. Akan

tetapi sekali perkara yang diajukan kepadanya, hakim tidak boleh menolak untuk

memeriksa dan mengadilinya, sekalipun dengan dalih bahwa hukum tidak atau

kurang jelas berdasarkan pasal 14 ayat 1 UU Nomor 14/1970. Sehingga k.alau

tidak ada penuntutan maka tidak ada hakim.5

Dalam putusan tersebut asas hakim bersifat menunggu sudah diterapkan

dengan benar karena hakim mulai bertindak untuk memeriksa dan mengadili

perkara tersebut setelah adanya pangajuan gugatan dari Para Penggugat terhadap

Tergugat dan Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II.

3. Asas terbuka untuk umum

Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum,

yang berarti bahwa setiap orang diperbolehkan hadir dan mendengarkan

pemeriksaan di persidangan. Tujuan dari asas ini adalah untuk memberikan

perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih

menjamin obyektifitas peradilan dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan

yang fair, tidak memihak serta putusan yang adil pada masyarakat. Hal ini dapat

dilihat dalam pasal 17 dan 18 UU No. 14 Tahun 1970. 5 Sudikno Mertokusumo, Hukum dan Peradilan, Hal.7

34

Page 35: analisa putusan

Apabila putusan diucapkan dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka

untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum

serta mengakibatkan batalnya putusan itu menurut hukum. Kecuali apabila

ditentukan lain oleh UU atau apabila berdasarkan alasan-alasan yang penting yang

dimuat di dalam berita acara yang diperintahkan oleh hakim, maka persidangan

dilakukan dengan pintu tertutup. 6

Dalam putusan ini asas terbuka untuk umum telah diterapkan dengan

benar hal ini dapat dilihat dari berita acara persidangan, dimana persidangan

dinyatakan terbuka untuk umum dan dalam putusan hukum dinyatakan terbuka

untuk umum.

4. Asas mendengarkan kedua belah pihak

Di dalam hukum acara perdata semua pihak harus di perlakukan sama,

tidak memihak dan di dengar bersama-sama. Jadi disini hakim tidak boleh

membeda-bedakan orang, hal ini termuat dalam pasal 5 ayat 1 UU Nomor 14

Tahun 1970 yang menyatakan bahwa dalam hukum acara perdata yang berperkara

harus sama-sama di perhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil seta

masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberi pendapatnya. Dan dalam

hal pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka persidangan yang dihadiri kedua

belah pihak (pasal 132a, pasal 121 ayat 2 HIR, pasal 145 ayat 2, pasal 157 RBG,

pasal 47 RV).7

Kaitannya dengan putusan, asas mendengarkan kedua belah pihak ini telah

diterapkan hakim dalam persidangan, hal ini dapat dilihat pada proses pembuktian

hakim mendengarkan keterangan-keterangan saksi yang diajukan oleh para pihak.

Dalam pengajuan alat bukti saksi dilakukan di muka persidangan yang dihadiri

oleh kedua belah pihak.

5. Asas beracara dikenakan biaya

6 Ibid, Hal.127 Ibid, Hal.13

35

Page 36: analisa putusan

Terdapat dalam pasal 181, 182,183 HIR yang mengatur ongkos perkara

yang harus dibayar. Pada umumnya dikenakan kepada pihak yang dikalahkan.

Apabila terdapat putusan sela, biaya perkara dapat ditangguhkan sampai putusan

akhir (pasal 181 ayat 2 HIR) . Biaya perakara dalam putusan verstek Harus

dibayar pada pihak yang kalah meskipun dalam perlawanan atau setelah banding

ia dimenangkan kecuali dalam putusan verstek itu dia dia tidak dipanggil dengan

patut. Pengertian biaya perkara terdapat dalam pasal 182 HIR:

1. Biaya kepaniteraan pengadilan dan biaya meterai yang perlu untuk perkara

itu.

2. Biaya saksi, ahli, juru bahasa. Tapi pihak yang menyuruh memeriksa lebih

dari lima saksi tidak boleh memperhitungkan biaya.

3. Biaya pemeriksaan setempat dan pekerjaan hakim yang lain.

4. Gaji pejabat yang di pertanggungkan melakukan panggilan pemberitahuan

dan surat sita yang lain.

5. Biaya dalam pasal 138 ayat 6

6. Gaji yang haraus dibayar panitera pengadilan atau pejabat lain.

Pembayaran dana-dana tidak termasuk dalam biaya perkara termasuk

honor advokat atau pengacara. Menurt pasal 183 HIR mengatur banyaknya biaya

perkara yabg menurut putusan hakim harus dibayar oleh salah satu pihak yang

kalah dan harus disebutkan dalam putusan begitu juga besarnya ganti rugi dan

bunga.

Dalam pasal 327 HIR disebutkan kalau ada pihak yang kalah dan tidak

mampu maka dapat mengajukan prodeo yang diajukan kepada kepolisian, tetapi

dalam praktek bias pada camat untuk meminta surat tidak mampu tersebut. Tetapi

kalau hakim mengetahui pihak yang kalah tersebut adalah orang yang mampu

maka permintaan prodeo bias tidak dikabulkan oleh hakim.8

8 Ibid, Hal.15

36

Page 37: analisa putusan

Dalam putusan ini pihak Tergugat yang ternyata kalah dan harus

membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 780.900, yang

mana disebutkan dalam putusan. Berarti dalam kasus ini hakim telah menerapkan

asas ini dengan benar. Tetapi dalam putusan rekonvensinya, hakim salah dalam

menerapkan azas ini karena turut tergugat juga dikenakan biaya perkara yang

timbul karena gugatannya dinilai nihil oleh hakim. Dalam putusan hakim pada

poin ke dua yaitu “Menghukum turut tergugat konpensi / para penggugat

rekonpensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang dinilai

nihil;” sehingga sangat jelas kalau hakim tidak memperhatikan kedudukan para

pihak dalam perkara ini, karena pada dasarnya turut tergugat tidak boleh

dimasukan di dalam putusan. Sehingga tidak bisa dituntut biaya perkara kalau dia

kalah. Hal ini sesuai dengan pasal….

6. Asas putusan harus disertai alasan

Semua putusan pengadilan pada asasnya harus alasan-alasan putusan yang

dijadikan dasar untuk mengadili (pasal 23 UU no. 14 Tahun 1970, 184 ayat 1, 319

HIR, 195 dan 618 Rbg ). Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai

pertanggungjawaban hukum dari pada putusannnya terhadap masyarakat,

sehingga dapat memiliki nilai yang obyektif. Dan karena alasan-alasan hukum

itulah maka putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang

menjatuhkannya.

Betapa pentingnya alasan-alasan sebagai dasar putusan dapat kita lihat

dari putusan MA yang menetapkan bahwa putusan yang tidak lengkap atau

kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan dapat

dibatalkan.9

Dalam putusan ini bahwa :

1. Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membenarkan gugatan Para

Penggugat yaitu Tergugat telah berhutang kepada Penggugat hanya saja

Tergugat menyangkal besarnya hutang dari salah satu Penggugat.9 Ibid, Hal.13

37

Page 38: analisa putusan

2. Ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan atau tidak dibantah oleh

Tergugat sehingga dalil tersebut merupakan dalil tetap yang tidak perlu

dibuktikan lagi.

3. Penggugat juga mengajukan alat bukti surat dan saksi unutk membuktikan

dalil gugatanna.

4. Tergugat juga membenarkan tanda tangannya dalam kwitansi atas nama

Tergugat, sehingga alat bukti tersebut sah menurut hukum.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hakim

telah menerapkan asas putusan harus disertai alasan.

7. Asas Mancari Kebenaran Formil

Dalam hukum acara perdata salah satu tugas hakim adalah menyelidiki

apakah suatu hubungan ukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau

tidak. Tidak semua dalil yang menjadi dasar dari gugatan harus dibuktikan

kebenarannya, sebab dalil-dalil yang tidak disangkal, apalagi diakui sepenuhnya

oleh pihak lawan, tidak perlu dibuktikan lagi.

Dalam hukum acara perdata untuk memutus suatu perkara, tidak

diperlukan adanya keyakinan hakim. Yang penting adalah adanya alat-alat bukti

yang sah dan berdasarkan alat-alat bukti tersebut hakim akan menjatuhkan

putusan “siapa yang menang dan siapa yang kalah. Inilah yang dinamakan hukum

acara perdata mencari kebenaran formil.10

Dalam pertimbangan hukum putusan ini dikatakan bahwa dengan

mendasarkan jawab jinawab antara Para Penggugat dengan Tergugat dan Para

Tergugat, ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan/ tidak dibantah oleh Tergugat

dan Para Turut Tergugat, sehingga dalil-dalil tersebut merupakan dalil tetap yang

tidak perlu dibuktikan lagi oleh Para Penggugat, antara lain:

- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 13.000.000,- (tiga

belas juta rupiah);

10 Retno Wulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Hal.60

38

Page 39: analisa putusan

- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 4 sebesar Rp. 38.000.000,- (tiga

puluh delapan juta rupiah);

- Bahwa jatuh tempo hutang atau pinjaman tersebut selama 2 (dua) minggu atau

14 (empat belas) hari dengan profit share atau bagi hasil sebesar 15%;

- Bahwa hutang Tergugat kepada Para Penggugat (Penggugat1,2,3,4 dan 5)

belum pernah dibayar oleh Tergugat;

Dengan melihat hal tersebut, maka putusan ini sudah menerapkan asas

dalam hukum acara perdata yaitu mencari kebenaran formil.

8. Asas tidak ada keharusan mewakilkan

HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakili kepada orang lain,

sejingga pemeriksaa persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak

yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu atau diwakili

oleh kuasanya kaau dikehendaki (pasal 123 HIR, 147 RBG). Dengan demikian

hakim tetap wajib memeriksa sengketa yang diajukan kepadanya, meskipun para

pihak tidak mewakilkan kepada seorang kuasa.

Asas ini diterapkan dengan benar dalam putusan ini, hal ini dapat dilihat di

persidangan Tergugat tidak mewakilkan diri baik dengan kuasa atau dengan

penasihat hukum selama mengikuti persidangan di pengadilan.11

Dalam menjatuhkan putusannya, hakim telah mendasarkan pada dua alat

bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim dan alat-alat bukti tersebut

diperoleh tanpa melawan hukum. Sementara itu, penerapan hukum pembuktian

telah sesuai dengan undang-undang, sekalipun dalam hal ini, hakim sama sekali

tidak menggunakan doktrin maupun yurisprudensi dan argumen jaksa serta

Terdakwa, Wr, telah dianalisis secara proporsional. Selain itu, dalam perkara

aquo, Terdakwa, Wr, telah didampingi oleh kuasa hukum. Hari/ tanggal

dilakukannya musyawarah mejelis hakim pun telah berbeda dengan hari/ tanggal

putusan diucapkan.

11 Opcit, Sidikno Mertokusumo. Hal.15

39

Page 40: analisa putusan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sementara,

bahwa dengan dipenuhinya asas-asas dalam hukum acara perdata, maka

prosedur dalam hukum acara perdata telah diterapkan oleh hakim dalam

memeriksa dan mengadili Perkara Pa No. 11/Pdt.G/2009/PN.Pwt.

2. Penalaran Hukum dalam Perkara Perdata Nomor: No.

11/Pdt.G/2009/PN.Pwt

Penalaran hukum (legal reasoning) menurut Neil Mac Cormick adalah,

“… one branch of practical reasoning, which is the application by humans of

their reason to deciding how it is right to conduct themselves in situations of

choice.”12 Jika mengikuti batasan tersebut, secara umum penalaran hukum adalah

jenis berpikir praktis (untuk mengubah keadaan), bukan sekadar berpikir teoritis

(untuk menambah pengetahuan).

Penalaran hukum sangat dipengaruhi oleh sudut pandang dari subjek-

subjek yang melakukan penalaran. Sudut pandang tersebut antara lain

dilatarbelakangi oleh keluarga sistem hukum (parent legal system) dan posisi si

penalar sebagai partisipan (medespeler) dan/atau pengamat (toeschouwer).

Berdasarkan ulasan tersebut, dapat diderivasi sejumlah rumusan kalimat untuk

menggambarkan karakteristik penalaran hukum itu.

a. Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir problematis tersistematisasi

(gesystematiseerd probleemdenken) dari subjek hukum (manusia) sebagai

mahluk individu dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Problematis

karena penalaran hukum merupakan penalaran praktis sebagai konsekuensi

atas karakter keilmuan ilmu hukum itu sendiri (sebagai ilmu praktis) yang

diabdikan untuk mencari putusan bagi penyelesaian kasus-kasus konkret.

Dikatakan tersistematisasi karena argumentasi dan putusan yang dihasilkan

harus ditempatkan dalam kerangka berpikir hukum sebagai suatu sistem

(tatanan).

12 Neil MacCormick, 1994, Legal Reasoning and Legal Theory Oxford: Oxford University Press, hlm. ix

40

Page 41: analisa putusan

b. Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan

pemaknaan hukum yang multiaspek (multidimensional dan multifaset). Oleh

karena itu, karakteristik penalaran hukum mempunyai dimensi tersendiri

tatkala ia muncul sebagai aktivitas ilmu hukum dogmatis (dogmatika hukum),

teori hukum, filsafat hukum, dan ilmu-ilmu empiris yang berobjekkan hukum

(dalam tulisan ini digunakan istilah “ilmu-ilmu empiris hukum” sebagai

pengganti terminologi “ilmu-ilmu hukum empiris”).

Penafsiran merupakan salah satu mekanisme untuk mencari penjelasan dari

setiap istilah dalam suatu peraturan perundang-undangan, yang dilakukan apabila

terdapat pengertian ganda atau tidak jelas dalam rumusan pasal-pasal dalam

peraturan perundang-undangan. Tujuan utama dari penafsiran adalah menjelaskan

maksud sebenarnya rumusan pasal-pasal.

Dengan demikian arti penafsiran dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan

dalam usaha memberikan penjelasan atau pengertian atas kata atau istilah yang

kurang jelas maksudnya sehingga orang lain dapat memahaminya. Tujuannya

tidak lain adalah mencari serta menemukan sesuatu hal yang menjadi maksud para

pembuatnya.

Sistem hukum  Indonesia yang cenderung menganut civil law yaitu bentuk

hukum yang tertulis dan kodifikasi, sudah barang tentu kodifikasi hukum itu tidak

akan mampu menampung semua aspirasi masyarakat, lebih-lebih di era reformasi

dan transformasi ini, dimana perubahan dan perkembangan begitu cepat, sehingga

betapapun cepatnya pembuat undang-undang bekerja, persoalan yang timbul

dalam masyarakat yang membutuhkan pengaturan yang lebih cepat lagi. Oleh

karena itu dalam masyarakat kadangkala terdapat sesuatu persoalan belum ada

peraturannya atau dengan istilah lain adalah  kekosongan hukum. Pengisian

kekosongan hukum ini adalah sesuatu yang harus dilakukan, sehingga apabila

terjadi hal yang baru dalam kehidupan masyarakat yang tidak ada peraturannya.

Oleh karena itu, kekosongan hukum harus diisi oleh hakim yang nota bene

memeriksa dan memutus peristiwa konrit yang ada dalam kehidupan masyarakat.

Pengisian kekosongan hukum dalam sistem formal dilakukan oleh hakim,

manakala diajukan kepadanya suatu perkara yang tidak diatur dalam peraturan

41

Page 42: analisa putusan

perundang-undangan yang berlaku, atau peraturan perundang-undangan yang ada

dan berlaku tidaklah mungkin diterapkan walau ditafsirkan sekalipun.

Kegiatan hakim untuk mengisi kekosongan hukum dalam sistem hukum

ini adalah dengan melakukan kreasi hukum. Upaya melakukan kreasi hukum

tersebut hakim dapat mempergunakan bermacam cara, antara lain penemuan

hukum (rechtsvinding) dan penciptaan hukum (rechtsschepping), sehingga tidak

ada satu perkarapun yang tidak terselesaikan dan tidak ada persoalan yang tidak

ada hukumnya.

Penemuan hukum dan penciptaan hukum mempunyai fungsi yang sama,

yaitu sebuah proses yang ditempuh oleh peradilan di dalam rangka memperoleh

kepastian mengenai arti dari suat u hukum yang dibuat dalam bentuk peraturan

perundang-undangan dan bentuk formal lainnya. Sedangkan perbedaannya bahwa

penemuan hukum itu adalah suatu metode untuk mendapatkan hukum dalam hal

peraturannya sudah ada akan tetapi tidak jelas bagaimana penerapannya pada

suatu kasus yang konkret. Sedangkan penciptaan hukum adalah merupakan suatu

metode untuk mendapatkan hukum dalam hal tidak ada peraturannya yang secara

khusus unt uk memeriksa dan mengadili suatu kasus konkret.13

Penemuan hukum (rechtsvinding) adalah proses pembentukan hukum oleh

hakim, atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan

hukum umum pada peristiwa hukum konkret. Lebih lanjut dapat dikatakan, bahwa

penemuan hukum itu adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan

hukum (das Sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret

(Das Sain) tertentu.14 Hakim selalu dihadapkan pada peristiwa konkret, konflik

atau kasus yang harus diselesaikan atau dipecahkannya dan untuk itu perlu

dicarikan hukumnya. Jadi dalam penemuan hukum yang penting adalah

bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa konkret.

Menurut ajaran hukum fungsional dari Ter Heide yang penting adalah pertanyaan

13 Abd. Halim Syahran, 08 July 2008, Peranan Hakim Agung dalam Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) pada Era Reformasi dan Transformasi, http://saksi-buletin.com/index.php?option=com_content&task=view&id=13& Itemid=27, diakses pada tanggal 12 Maret 2009

14 Sudikno Mertokusumo, 1996, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta : Libety, hlm. 37

42

Page 43: analisa putusan

bagaimana dalam situasi tertentu dapat diketemukan pemecahannya yang paling

baik yang sesuai dengan kebutuhan kehidupan bersama dan dengan harapan yang

hidup diantara para warga masyarakat terhadap “permainan kemasyarakatan”

yang dikuasai oleh “aturan mainan”. Disini bukan hasil penemuan hukum yang

merupakan titik sentral, walaupun tujuannya adalah menghasilkan putusan,

melainkan metode yang digunakan.15

Adapun pengertian penciptaan hukum adalah hukumnya itu sama sekali

tidak ada, kemudian diciptakan, dari tidak ada menjadi ada. Hukum bukanlah

selalu berupa kaedah baik tertulis maupun tidak, tetapi dapat juga berupa perilaku

atau peristiwa. Di dalam perilaku itulah terdapat hukumnya. Dari perilaku itulah

harus diketemukan atau digali kaedah atau hukumnya.16 Melakukan penciptaan

hukum untuk mengisi kekosongan hukum adalah suatu hal yang tepat dalam hal

menyelesaikan perkara yang tidak ada hukumnya (peraturan perundang-

undangan). Hal ini adalah suatu kenyataan, bahwa pembuat undang-undang hanya

menetapkan peraturan hukum yang bersifat umum, sehingga pertimbangan untuk

hal-hal yang konkret diserahkan kepada hakim. Selain itu pembuat undang-

undang senantiasa tertinggal di belakang perkembangan masyarakat, sehingga

terjadi suatu keadaan sedemikian rupa, adanya hal-hal baru dalam kehidupan

masyarakat yang tidak ada peraturan hukumnya. Ini artinya ada kekosongan

hukum dalam sistem hukum yang harus disi oleh hakim.

Metode penemuan hukum dilakukan dengan metode interpretasi yaitu

penafsiran. Menurut Fitzgerald,17 interpretasi hukum itu secara umum ada 2 (dua)

macam yaitu : Pertama interpretasi yang bersifat harfiah, sepertinya semata-mata

merujuk pada kalimat-kalimat di dalam peraturan. Kalimat menjadi inti dan

sekaligus pegangan di dalam memutuskan perkara. Kalimat yang merupakan litera

legis menjadi patokan dasar untuk memutuskan perkara. Hal ini pada umumnya

dilakukan karena memang di dalam kalimat tersebut  sudah mengandung pesan

yang jelas. Karena kejelasan itu tidak perlu ada interpretasi lain lagi. Bahkan

15 Ibid.16 Ibid.17Abd. Halim Syahran, op.cit.

43

Page 44: analisa putusan

kalau dilakukan interpretasi lain akan menyebabkan kesalahan di dalam penerapan

hukumnya.

Kedua interpretasi yang bersifat fungsional, artinya tidak semata-mata

mengikatkan diri pada kalimat yang menjadi acuan. Interpretasi fungsional lebih

jauh mengusahakan pemahaman terhadap maksud yang sebenarnya dari dibuatnya

peraturan tertentu. Teknisnya adalah dengan menggali, menghubungkan dan

mensistematisasikan dengan sumber-sumber lain yang dinilai relevan dalam arti

dapat memberikan kejelasan lebih sempurna. Pemahaman terhadap apa yang

terkandung di dalam klausula tentu tidak bisa hanya didasarkan kepada kalimat

yang tersirat semata-mata, tetapi juga mesti dilakukan penggalian sehingga

ditemukan apa yang tersirat di baliknya. Para pakar hukum pada umumnya

memilah-milah interpretasi itu sekurang-kurangnya ada 8 (delapan) macam, yaitu,

interpretasi formal, interpretasi gramatikal, interpretasi sistemaris, interpretasi

teleologis atau sosiologis, interpretasi historis, interpretasi komparatif, interpretasi

futuristis dan interpretasi restriktif serta ekstensif.

Adapun untuk melakukan penciptaan hukum, metode yang dipergunakan

adalah metode analogi, disamping itu ada yang menambahkannya dengan metode

penghalusan hukum dan argumentum a contrario. Analogi adalah suatu cara

penerapan suatu peraturan hukum sedemikian rupa, dimana peraturan hukum

tersebut menyebut dengan tegas kejadian yang di atur, kemudian peraturan hukum

itu dipergunakan juga oleh hakim terhadap kejadian yang lain yang tidak disebut

dalam peraturan hukum itu, tetapi di dalam kejadian ini ada anasir yang

mengandung kesamaan dengan anasir di dalam kejadian yang secara tegas diatur

oleh peraturan hukum yang dimaksud.

Suatu hal yang menarik dan sangat penting untuk dipertanyakan adalah

siapakah yang pantas untuk melakukan penemuan hukum dan penciptaan hukum

tersebut. Walaupun dalam kajian akademis yang berhak melakukan penemuan

hukum dan penciptaan hukum itu adalah banyak komponen, seperti ahli hukum,

Pengacara, Dosen, jaksa dan lainnya, akan tetapi apabila dilihat dari pengertian

hukum itu sendiri, yaitu hukum adalah hakim (dalam arti senpit) karena hakimlah

yang membuat hukum (judge made law) dan peradilan (dalam arti luas) karena

44

Page 45: analisa putusan

peradilan adalah sarana penegak hukum, maka jelaslah bahwa yang berkompeten

untuk melakukan penemuan hukum dan penciptaan hukum tersebut adalah hakim.

Hakim dianggap urgent dalam penemuan hukum dan penciptaan hukum karena

hakim itu mempunyai wibawa. Selebihnya penemuan hukum dan penciptaan

hukum yang digali oleh hakim adalah hukum, sedangkan hasil penggalian dari 

Ilmuan hukum, dosen, peneliti dan lainnya bukanlah hukum, melainkan ilmu atau

doktrin. Doktrin bukanlah hukum, tetapi adalah sumber hukum, namun apabila

doktrin hukum itu dipergunakan oleh hakim, barulah doktrin itu menjadi hukum.

Persyaratan lainnya untuk melakukan penggalian penemuan hukum dan

penciptaan hukum, yaitu penguasaan terhadap ilmu hukum, berpikir secara

yuridis, dan berkemampuan memecahkan masalah hukum yang meliputi :

ketrampilan merumuskan  masalah hukum (legal problem identification), 

keterampilan memecahkan masalah hukum (legal problem solving) dan

keterampilan untuk mengambil putusan (Decission making).18

Landasan yuridis bagi hakim untuk melakukan penemuan hukum dan

penciptaan hukum terdapat pada pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 14

tahun l970 yang menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk

memeriksa perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang

jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Penjelasan pasal

tersebut menyatakan bahwa hakim sebagai organ pengadilan dianggap memahami

hukum. Pencari keadilan datang kepadanya untuk mohon keadilan. Andaikata ia

tidak menemukan hukum tertulis, ia wajib menggali hukum tidak tertulis untuk

memutus berdasarkan hukum sebagai seorang yang bijaksana dan bertanggung

jawab penuh kepada Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri masyarakat, bangsa dan

negara. Sedangkan landasan yuridis bagi hakim untuk menggali penemuan hukum

dan penciptaan hukum sebagai suatu kewajibannya adalah sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang

merumuskan :

“Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan

rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

18 Ibid.

45

Page 46: analisa putusan

A. GUGATAN

Tergugat dan Para Turut Tergugat diajukan kepersidangan oleh Para

Penggugat dengan Gugatan sebagaimana tercantum dalam Surat Gugatan Para

Penggugat Nomor Reg. : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt tertanggal 5 Mei 2009

sebagai berikut :

Adapun duduk perkaranya adalah sebagai berikut:---------------------------------

1. Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-1 sebesar Rp.

68.000.000,00 (enam puluh delapan juta rupiah). Dengan perincian sebagai

berikut:------------------------------------------------------------------------------------

a. Pertama pada tanggal 14 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu

yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 sebesar Rp. 55.000.000,- (lima

puluh lima juta rupiah) dari 2 kuitansi.-----------------------------------

b. Kedua pada tanggal 20 Januari 2009 dengan Jatuh tempo 2 (dua) minggu

yaitu sampai tanggal 3 Pebruari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh

juta rupiah).-------------------------------------------------------------------------

c. Ketiga pada tanggal 24 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu

yaitu sampai tanggal 7 Pebruari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta

rupiah).-------------------------------------------------------------------------------

2. bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-2 sebesar Rp.

61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) dalam jangka 2 minggu akan

diberi profit share 15% dengan perincian sebagai

berikut:-------------------------

a. Pertama pada tanggal 9 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu

yaitu sampai tanggal 23 Januari 2009 sebesar Rp. 20.000.000,- (dua

puluh juta rupiah).------------------------------------------------------------------

46

Page 47: analisa putusan

b. Kedua pada tanggal 27 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu

yaitu sampai tanggal 10 Pebruari 2009 sebesar Rp. 15.000.000,- (lima

belas juta rupiah).-------------------------------------------------------------------

c. Ketiga pada tanggal 3 Pebruari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua minggu)

yaitu sampai tanggl 17 Pebruari 2009 sebesar Rp 26.000.000,- (dua puluh

enam juta rupiah).------------------------------------------------------------------

3. Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-3 sebesar Rp.

13.000.000,- (tiga belas juta rupiah), dan akan diberi keuntungan 15% untuk

jangka waktu tempo 2 minggu dengan ketentuan sebagai berikut:---------------

a. Pertama pada tanggal 16 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu

yaitu sampai tanggal 30 Januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta

rupiah).------------------------------------------------------------------

b. Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua)

minggu yaitu sampai tanggal 5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,-

(delapan juta rupiah).--------------------------------------------------------------

4. Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-4 sebesar Rp.

38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah) dan akan diberi profit share 15%

per setengah bulan dengan perincian sebagai berikut:-----------------------------

a. Pertama pada tanggal 14 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu

yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 yaitu tetulis dalam kuitansi adalah

Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta

rupiah).--------------------------------------------------------------------------

b. Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua)

minggu yaitu sampai tanggal 5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,-

(delapan juta rupiah).---------

5. Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-5 sebesar Rp

35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) dengan kwitansi yang

mencantumkan profit share per 14 hari adalah sebagai

berikut:--------------------------------------------------------------------------------

47

Page 48: analisa putusan

Pada tanggal 13 februari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu

sampai tanggal 28 februari 2009 sebesar Rp 35.000.000,-(tiga puluh lima juta

rupiah).-----------------------

6. Bahwa Tergugat pinjam uang tersebut dengan alas an akan diguankan untuk

modal usaha / dagang/ bisnis dengan share profit yang di janjikan kepada

Para Penggugat untuk setiap jangka waktu jatuh tempo (per 2 mingguan)

selesai. Kemudian dapat dibuat kesepakatan baru lagi dan begitulah

seterusnya. Untuk menarik hati kepada Para Penggugat yang mana Tergugat

berjanji akan memberikan hasil keuntungan 15 % dari modal yang

ditanamkan, dengan demikian Tergugat seharusnya memberikan hasil

keuntungan

sebagai:------------------------------------------------------------------------------------

--------------

a. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-1 adalah: sejak 14 Januari 2009

sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 20 Januari 2009 sampai dengan

juni 2009 (10 kali) sejak 24 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009 (10

kali).---------------------------------

11 x 15% x Rp 55.000.000,- = Rp 90.750.000,-

10 x 15% x Rp 10.000.000,- = Rp 15.000.000,-

10 x 15% x Rp 3.000.000,- = Rp 4.500.000,-

Jumlah Rp 110.250.000,-

b. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-2 adalah : sejak 9 Januari 2009

sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 27 Januari 2009 sampai dengan

Juni 2009 (10 kali) sejak 3 Februari 2009 sampai dengan Juni 2009 (9

kali).-----------------------------------

11 x 15% x Rp 20.000.000 = Rp 33.000.000,-

10 x 15% x Rp 15.000.000 = Rp 22.500.000,-

9 x 15% x Rp 26.000.000 = Rp 35.100.000,-

Jumlah Rp 90.600.000,-

48

Page 49: analisa putusan

c. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-3 adalah: sejak 16 Januari 2009

samapi dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 21 Januari 2009 sampai dengan

Juni 2009 (10 kali).

11 x 15% x Rp 5.000.000,- = Rp 8.250.000,-

10 x 15% x Rp 8.000.000,- = Rp 12.000.000,-

Jumlah Rp 20.250.000,-

d. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-4 adalah: sejak 14 januari 2009

sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 21 Januari 2009 sampai dengan

Juni 2009 (10 kali).

11 x 15% x Rp 30.000.000,- = Rp 49.500.000,-

10 x 15% x Rp 8.000.000,- = Rp 12.000.000,-

Jumlah Rp 61.500.000,-

e. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-5 adalah: sejak 13 Februari 2009

sampai dengan Juni 2009 (9

kali).-----------------------------------------------------------------------

9 x 15% x Rp 35.000.000,- = Rp 47.250.000,-

TOTAL KERUGIAN Para Penggugat menjadi : ( Rp 110.205.000,- + Rp

90.600.000,- + Rp 20.250.000,- + Rp 61.500.000,- + Rp 47.250.000,-) adalah

sama denga Rp 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan

ratus lima puluh ribu rupiah).--

7. Bahwa disamping menyerahkan kuitansi tanda terima uang yang ditanda

tangani oleh Tergugat kepada Para Penggugat juga surat “perjanjian dan

penyarahan” benda jaminan tanah. Tanah mana yang sebagai jaminan dalam

perejanjian adalah Tergugat menyerahkan dua bidang tanah bersertipikat

masing-masing a/n. Turut Tergugat-1 yang tanah pekarangan tempat tinggal

dan a/n. Turut Tergugat dua yang tanah sawah. Keduanya ayah dan ibu

kandung Tergugat. Data tanah adalah di posita no. 12. Untuk selanjutnya

tanah-tanh tersebut dapat disebut sebagai benda jaminan.-------------------------

49

Page 50: analisa putusan

8. Bahwa Penggugat awal-awalnya sudah pernah menerima hasil keuntungan

atas kerjasama semacam tersebut dari Tergugat, tetapi nilai pinjamannya

belum sebesar sekarang sehingga keuntungannya juga relative sedikit yang

sudah diterima. Rupanya cara tersebut adalah suatu “trik” Tergugat untuk

meraup uang Para Penggugat agar makin tertarik menanamkan uangnya lagi

kepada Tergugat dengan jumlah yang makin besar dan gila. Karena

pancingan keuntungan –keuntungan yang dijanjikan awal-awalnya

menyakinkan dengan profit share yang dibanyarkan tepat waktu dan nilainya,

dengan pembatasan waktu jatuh tempo tidak lebih dari per dua minggu

saja.-----------------------------------------

9. Bahwa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kuitansi, masing-masing

pinjaman Tergugat telah jatuh

tempo.--------------------------------------------------------------------------

10. Bahwa Para Penggugat sudah berusaha mengingatkan dan menagih secara

lisan pada Tergugat, namun Tergugat hanya janji-janji dan sampai sekarang

hutang belum

dibayarkan.-------------------------------------------------------------------------------

---------------

11. Bahwa karena Tergugat sampai hari ini belum mengembalikan modal usaha

dan keuntungan yang seharusnya diperoleh Para Penggugat, maka perbuatan

tersebut merupakan perbuatan melarang hukum berupa ingkar janji

(wanprestasi) yang jelas-jelas menimbulkan kerugian bagi Para Penggugat

baik materiil maupun immateriil, yaitu:-------

a. Kerugian Materiil berupa:

1. Modal poko sebesar Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta

rupiah);

50

Page 51: analisa putusan

2. Keuntungan yang disepakati Rp. 32.250.000,- ( tiga puluh dua juta dua

ratus lima puluh ribu rupiah) (15% x Rp 215.000.000,-) share yang

pertama;

3. Profit share berikutnya Rp. 297.600.000,- (dua ratus Sembilan

puluh tujuh juta enam ratus ribu

rupiah);

Atau jumlah profit share Rp. 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh

Sembilan juta delapan ratus lima puluh

ribu rupiah);

Jumlah sampai dengan perkara diajukan ke Pengadilan Negeri

Purwokerto sebesar Rp. 544.850.000,-

(lima ratus empat puluh empat juta

delapan ratus lima puluh ribu rupiah)

b. Kerugian Immateriil berupa:

Penggugat merasa dipermainkan oleh Tergugat dan merasa malu tertekan

psikis karena Para Penggugat berkali-kali menagih tidak berhasil dan

selalu di bohongi, sehingga Para Penggugat menuntut kerugian immaterial

sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

12. Bahwa Penggugat khawatir Tergugat tidak akan mau memenuhi putusan ini,

oleh karenanya untuk menjamin dilaksanakannya putusan ini Penggugat

mohon kepada Pengadilan Negeri Purwokerto agar meletakan Sita Jaminan

(Conservatoir Beslag) atas harta benda milik Para Turut Tergugat

yaitu :-----------------------------------------------------

a. Berupa tanah dan bangunan atas nama Turut Tergugat-1 Terletak di RT.02

RW.14 Desa/Kel. Teluk Kec.Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas Blok

Persil 188 014, Klas D-I, Sertifikat HM No.212 a.n DRS.SOEKAMTO

luas + 625 m2 (SU. No. 1269/D/1984 tgl 31-1-1984), dengan batas-batas

sebagai berikut:--------------------------

Sebelah Utara : Tanah milik

Madirwan.------------------------------------------------

51

Page 52: analisa putusan

Sebelah Timur : Selokan/saluran

irigasi.------------------------------------------------

Sebelah Selatan : Tanah milik Karto

Hardjo.--------------------------------------------

Sebelah Barat : Jalan Raya SMP Negeri 7

Purwokerto.-----------------------------

b. Berupa tanah sawah atas nama Turut Tergugat-2 terletak di Desa/Kel.

Teluk, Kec. Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas. Leter C No.153 Blok

Persil No.190, Klas S-II, sertifikat HM No.2350 a.n Hj. SITI MARIANA

SOEKAMTO luas + 596 m2, (SU. No. 86/Teluk/2003 tgl 28-8-2008),

dengan batas-batas sebagai berikut:-------------------

Sebelah Utara : Jalan

Desa.--------------------------------------------------------------

Sebelah Timur : Tanah Achmad

Suwarno.---------------------------------------------

Sebelah Selatan : Tanah

Katam.-----------------------------------------------------------

Sebelah Barat : Tanah

Katam.-----------------------------------------------------------

13. Bahwa Penggugat juga Khawatir Tergugat akan mengulur-ulur waktu dalam

melaksanakan putusan ini setelah berkekuatan hukum tetap, oleh karenanya

Penggugat mohon agar Tergugat dikenakan uang paksa (dwangsom) sebesar

Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) per hari keterlambatan melaksanakan

putusan ini.---------------------------------

14. Bahwa Penggugat sudah berkali-kali menempuh jalur musyawarah

kekeluargaan untuk menyelesaikan perkara hutang-piutang ini, namun tidak

pernah berhasil dan Tergugat menghilang untuk sulit ditemui oleh karenanya

Para Penggugat mengajukan gugatan kepada Ketua Pengadilan Negeri

Purwokerto.-----------------------------------------------------

52

Page 53: analisa putusan

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Para Penggugat mohon agar Ketua

Pengadilan Negeri Purwokerto berkenan kiranya memanggil Para Pihak,

memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan putusan sebagai

berikut :------------

1. Menerima dan mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk

seluruhnya.----------------------

2. Menyatakan sah dan berharga Sita Jaminan (Conservatoir beslag) atas benda

tetap berupa tanah yaitu Pekarangan dan Sawah (atas nama Turut Tergugat-1

dan 2 sebagaimana tersebut dalam posita 12) yang diletakkan oleh Pengadilan

Negeri Purwokerto.--------------

3. Menyatakan Tergugat telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) kepada Para

Penggugat adalah merupakan perbuatan melawan

hukum.-----------------------------------------------------

4. Menyatakan hukumnya, kerugian materiil berupa modal pokok milik Para

Penggugat yang dipinjam Tergugat harus dikembalikan oleh Tergugat

sebesar:---------------------------

a. Penggugat-1 sebesar Rp. 68.000.000,- (enam puluh delapan juta

rupiah).

b. Penggugat-2 sebesar Rp. 61.000.000,- (enam puluh satu juta

rupiah).

c. Penggugat-3 sebesar Rp. 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah).

d. Penggugat-4 sebesar Rp. 38.000.000,- (tiga puluh delapan juta

rupiah).

e. Penggugat-5 sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah).

Jumlah Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta

rupiah).

53

Page 54: analisa putusan

5. Menyatakan hukumnya kerugian materiil berupa kerugian yang diderita tidak

mendapatkan keuntungan modalnya Para Penggugat, Profit Share yang

dijanjikan Tergugat, sampai dengan perkara diajukan ke Pengadilan Negeri

Purwokerto masing-masing adalah sebagai

berikut:-----------------------------------------------------------------------

a. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-1 adalah : sejak 14 Januari 2009

sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 20 Januari 2009 sampai dengan

Juni 2009 (10 kali) sejak 24 Januari 2009 sampai dengan Juni 2009(10

kali).------------------------------------

11 x 15% x Rp. 55.000.000,- = Rp. 90.750.000,-

10 x 15% x Rp. 10.000.000,- = Rp. 15.000.000,-

10 x 15% x Rp. 3.000.000,- = Rp. 4.500.000,-

Jumlah Rp. 110.250.000,-

b. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-2 adalah : sejak 9 Januari 2009

sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 27 Januari 2009 sampai dengan

Juni 2009 (10 kali) sejak 3 Pebruari 2009 sampai dengan Juni 2009 (9

kali).----------------------------------------------

11 x 15% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 33.000.000,-

10 x 15% x Rp. 15.000.000,- = Rp. 22.500.000,-

9 x 15% x Rp. 26.000.000,- = Rp. 35.100.000,-

Jumlah Rp. 90.600.000,-

c. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-3 adalah : sejak 16 Januari 2009

sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 21 Januari 2009 sampai dengan

Juni 2009 (10 kali).--

11 x 15% x Rp. 5.000.000,- = Rp. 8.250.000,-

10 x 15% x Rp. 8.000.000,- = Rp. 12.000.000,-

Jumlah Rp. 20.250.000,-

d. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-4 adalah : sejak 14 Januari 2009

sampai dengan Juni 2009 (11 kali) sejak 21 Januari 2009 sampai dengan

Juni 2009 (10 kali).--

11 x 15% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 49.500.000,-

54

Page 55: analisa putusan

10 x 15% x Rp. 8.000.000,- = Rp. 12.000.000,-

Jumlah Rp. 61.500.000,-

e. Kerugian yang diderita oleh Penggugat-5 adalah : sejak 13 Pebruari 2009

sampai dengan Juni 2009 (9

kali).-------------------------------------------------------------------------

9 x 15% x Rp. 35.000.000,- = Rp. 47.250.000,-

Total Jumlah Rp. 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan

ratus lima puluh ribu

rupiah.-------------------------------------------------------------------------------------

-

6. Menyatakan hukumnya kerugian immateriil berupa kerugian moral dan

tekanan psikis Para Penggugat karena mendapat malu, tertekan karena

dibohongi Tergugat adalah secara patut sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus

juta rupiah).-----------------------------------------

7. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Para Penggugat berupa

kerugian materiil Modal Pokok Rp. 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta

rupiah) kerugian materiil Profit Share Rp. 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh

sembilan ribu delapan ratus lima puluh ribu rupiah), kerugian immateriil

sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).-------------

8. Menetapkan hukumnya tanah-tanah BENDA PENJAMIN yang telah

diserahkan Tergugat kepada Penggugat merupakan harta benda bernilai

pengganti untuk penggantian kerugian materiil dan immateriil yang diderita

Para Penggugat dan tanah tersebut dapat dijual lelang untuk pengganti

kerugian.---------------------------------------------------------------------

9. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.

100.000,- (seratus ribu rupiah) per hari keterlambatan melaksanakan putusan

yang telah berkekuatan hukum

55

Page 56: analisa putusan

tetap.----------------------------------------------------------------------------------------

-----

10. Menghukum kepada Tergugat untuk membayar sejumlah biaya perkara yang

timbul dalam perkara

ini.---------------------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------A T A

U--------------------------------------------------

Apabila Pengadilan Negeri Purwokerto berpendapat lain, mohon untuk

memberikan putusan yang seadil-

adilnya.-----------------------------------------------------------------------------------------

Berdasarkan gugatan tersebut, suatu perbuatan dikualifikasikan sebagai

wanprestasi , yaitu dengan mendasarkan pada pasal 1234 KUH Perdata.

Menurut pasal 1234 KUH Perdata yang dimaksud dengan prestasi adalah

seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan

sesuatu, sebaliknya (jika ditafsirkan secara acontrario) dianggap wanprestasi bila

seseorang :

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; atau

d. Melakukan sesuatu yang menurut kontrak tidak boleh dilakukannya.

56

Page 57: analisa putusan

Point a dan poin b dalam persidangan terbukti. Menurut peneliti,

pertimbangan hakim dalam membutikan unsur-unsur wanprestasi dalam poin a

dan b sudah tepat. Fakta hukum (judex facti) yang diungkapkan dalam putusan a

quo sudah disusun secara sistematis dan runtut, sehingga mudah dipahami.

Namun demikian, hakim telah melakukan proses berpikir silogistis, sehingga

semua unsur-unsur wanprestasi yang ada dalam gugatan terhubung dengan fakta

dan konklusinya.

Dalam putusan hakim a quo, terdapat penalaran yang mengarah kepada

cara berfikir Silogistik, sebagaimana terdapat dalam pertimbangan hukum hakim

berikut :

” Menimbang bahwa berdasarkan pengakuan Tergugat atas gugatan

Penggugat yang berupa dalil tetap, bahwa Tergugat belum membayar hutangnya

kepada Para Penggugat hingga jatuh tempo sebagaimana telah diperjanjikan pada

tanda bukti P-I sampai dengan P-V, sehingga perbuatan Tergugat tidak membayar

hutang kepada Para Penggugat tersebut adalah merupakan ingkar janji

(wanprestasi);

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan

bahwa Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi)

seperti tersebut di atas, apakah hal tersebut dapat diklasifikasikan juga sebagai

atau merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);

Menimbang bahwa dasar gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo

adalah mengenai pinjaman / hutang piutang untuk modal usaha dengan perjanjian

profit sharing 15 %, dan sebagai mana telah dibertimbangkan di atas Tergugat

tidak dapat membayar pinjaman pokok serta profit sharing sebesar 15% kepada

Penggugat sesuai waktu jatuh tempo yang telah diperjanjikan, maka Majelis

hakim berpendapat tidak memenuhi seluruh unsur perbuatan melawan hukum

(onrechtmatige daad) sebagaimana putusan Hoge Raad Nederland 1919;”

Pertimbangan hukum hakim tersebut, berkaitan dengan tidak

diklasifikasikannya perbuatan Tergugat sebagai perbuatan melawan hukum,

menurut hemat peneliti sudah disertai dengan alasan-alasan yang cukup. Hal ini

dapat terlihat, dalam pertimbangan hakim yang berpendapat bahwa perbuatan

57

Page 58: analisa putusan

Tergugat tidak memenuhi unsur perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)

sebagaimana putusan Hoge Raad Nederland 1919.

Gugatan perdata ada 2 yaitu gugatan voluntair dan gugatan contentiosa. Dalam

kasus ini termasuk dalam gugatan contentiosa, karena gugatan contentiosa adalah

gugatan yang mengandung sengketa diantara pihak yang berpekara yang

pemeriksan penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada pengadian dengan

posisi para pihak 19 :

Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak sebagai

penggugat ( plaintiff=planctus, dparty whoinstitutes a legal action or

claim)

Sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian, disebut

dan berkedudukan sebagai tergugat ( defendant, dethe party aganst whoma

cifil action is brought)

Dalam Sengketa ini, pihak yang mengajukan penyelesaian sengketa atau yang

bertindak sebagai penggugat yaitu ELY SUPRIHATININGSIH, DWI HENDRA

WIJAYA, MICHAEL SALYO PURWOKO, WAHYU WIDODO, HARI

SETIAWAN, yang kemeudian disebut sebagai Para Penggugat. Sedangkan

yangtidarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian sengketa tersebut yaitu AJI

BUDI PRASETYA bin SOEKAMTO yang selanjutnya disebut Tergugat, dan

DRS. SOEKAMTO, SITI MARINA al. MARIANA SOEKAMTO sebagai Turut

Tergugat I dan Turut Tergugat II.

Formulasi surat gugatan

Yang dimaksud dengan formuasi surat gugatan adalah perumusan surat gugatan

yang dianggap memenuhi syarat formil menurut ketentuan hukum dan perturan

perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam

uraian ini akan dikemukakan berbagai ketentuan formil yang wajib terdapat dan

tercantum dalam surat gugatan. Syarat-syarat tersebut akan ditampilkan secara

berurutan sesuai dengan sistematika yang lazim dan standar dalam praktek

peradilan.

1. Ditujukan/dialamatkan kepada PN sesuai dengan kompetensi relatif19 Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Hal 47

58

Page 59: analisa putusan

Surat gugatan harus secara tegas dan jelas tertulis PN yang dituju sesuai

dengan patokan kompetensi relatif yang diatur dalam Pasal 118 HIR

(gugatan harus diajukan kepada PN ditempat tergugat tinggal)20

Komentar : dalam surat gugatan yang diajukan oleh para penggugat telah

sesuai dengan kompetensi relatif yaitu PN Purwokerto, dimana tergugat

berdomsili di Jalan Sudagaran 11/22 RT.01 RW.02, Kel. Purwokerto

Kulon, Kec. Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas. Atau Jl.Pertabatan II

86-A Purwokerto. Dalam hal ini sudah sangta jelas bahwa PN Purwokerto

berwenang mengadili pada tingkat pertama kasus wanprestasi tersebut.

2. Diberi tanggal

Ketentuan undang-undang tidak menyebutkan surat gugatan harus

mencantumkan tanggal, oleh karena itu ditinjau dari segi hukum :

- Pencantuman tanggal tidak imperative dan bahkan tidak merupakan

syarat formil surat gugatan

- Dengan demikian, kelalaian atas pencantuman tanggal, tidak

mengakibatkan surat gugatan mengandung cacat formil.

- Surat gugatan yang tidak mencantumkan tanggal, sah menurut hukum,

sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan gugatan tidak

dapat diterima.

- Namun demikian sebaiknya dicantumkan guna menjamin kepastian

hukum atas pembuatan dan penandatanganan surat gugatan, sehingga

apabila timbul masalah penandatanganan surat gugatan berhadapan

dengan tanggal gugatan dan penandatanganan surat kuasa segera dapat

diselesaikan.21

Komentar : dalam surat gugatan yang diajukan tidak mencantumkan

tanggal pembuatan gugata, hal ini tdak bertentangan dengan syarat ormil

dari sebuah gugatan akan tetapi tidak adanya kepastian hukum terhadap

pembuatan dan penandatanganan.

3. Ditandatangani penggugat dan kuasa.20 Ibid., Hal 5121 Ibid., Hal 52

59

Page 60: analisa putusan

Menegnai tanda tangan dengan tegas disebut sebagai syarat formil surat

gugatan. Pasal 118 ayat 1 HIR menyatakan :

- Gugatan perdata harus dimasukan ke PN sesuai dengan kompetensi

relatif.

- Dibuat dalam bentuk surat permohonan (surat permintaan) yang

ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya (kuasa)22

Komentar : dalam surat gugatan yang diajukan oleh kuasa hukum para

penggugat mencantumkan tanda tangan dan nama jelas kuasa hukumnya

tersebut sehingga surat gugatan ini memenuhi syarat formil pencantuman

tanda tangan penggugat atau kuasanya.

4. Identitas Para Pihak/

Penyebutan identitas dalam surat gugatan, merupakan syarat formil

keabsahan gugatan. Surat gugatan yang tidak menyebut identitas para

pihak, apalagi tidak menyebut identitas tergugat, menyebabkan gugatan

tidak sah dan diangap tidak ada. Dengan demikian, oleh karena tujuan

utama pencantuman identitas agar dapat disampaikan panggilan dan

pemberitahuan, identitas yg wajib disebut, cukup meliputi :

a. Nama lengkap

- Nama terang dan gelar termasuk nama alias, dimaksudkan untuk

membedakan orang tersebut dengan orang lain yang kebetulan nama

dan tempat tinggalnya sama.

- Kekeliruan penyebutan nama Tergugat yang serius sehingga benar-

benar mengubah identitas, dan dianggap melanggar syarat formil yang

mengakibatkan surat gugatan cacat formil. Sehingga timbul

ketidakpastian mengenai orang atau pihak yang berperkara. Oleh

karena itu dasar alasan untuk menyatakan gugatan error in persona

dan gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.

- Penulisan nama tidak boleh didekati secara sempit atau kaku tetapi

harus dengan lentur. Apabila kekeliruan sangat kecil dan tidak berarti

dapat atau harus ditolerir contohnya : salah menulis A menjadi O,

22 Ibid hal 52-52

60

Page 61: analisa putusan

kekeliruan ini dikategorikan sebagai kesalahan pengetikan, oleh karena

itu, kesalahan yang dimaksud dapat diperbaiki oleh penggugatdalam

persidangan melalui surat perbaikan atau perbaikan dilakukan dalam

replik (balasan atas jawaban Tergugat). Bahkan hakim sendiri dapat

memperbaiki dalam berita acara persidangan maupun dalam putusan.

- Penulisan nama perseroan harus lengkap dan jelas seperti halnya

penulisan nama orang, penulisan korporasi atau badan hukum, harus

lengkap dan jelas sesuai dengan nama yang sesungguhnya berdasarkan

nama yang disebut dalam anggaran dasar atau yang tercantum pada

papan nama maupun yang tertulis pada surat-surat resmi perusahaan,

sewlain ditulis nama lengkap perseroan, ditulis juga nama singkatan

sebagaimana yang disebut dalam anggaran dasar atau papan nama.23

Komentar : Nama Para Pihak yang berperkara dalam kasus ini sudah

sesuai dengan apa yang di syaratkan dan tidak terdapat celah didalamnya.

b. Alamat atau tempat tinggal

- Yang dimaksud dengan alamat meliputi : alamat kediaman pokok, bisa

juga lamat kediaman tambahan, atau tempat tinggal riil

- Sumber keabsahan alamat, terdapat beberapa smber dokumen atau akta

yang dapat dijadikan sumber alamat yang legal, bagi perorangan, dapat

diambil dari KTP, NPWP dan kartu rumah tangga. Sedangkan bagi

perseroan dapat diambil dari NPWP, anggaran dasar, izin usaha atau

dari papan nama.

- Perubahan alamat tergugata sesudah gugatan diajukan, tidak

mengakibatkan gugatan cacat formil, sehingga perubahan dan

perbedaan alamat tersebut tidak mempengaruhi keabsahan gugatan,

oleh karena itu, tergugat tidak dapat menjadikan hal itu sebagai dasar

bantahan agar gugatan dinyatakan salah alamat, atau untuk dijadikan

dasaralasana gugatan tidak dapat diterima.

23 Ibid., hal 54057

61

Page 62: analisa putusan

- Tidak diketahui alamat tempat tinggal Tergugat, tidak menjadi

hambatan bagi penggugat untuk mengajukan gugatan karena dalam

Pasal 30 ayat 3 HIR telah mengantisipasi kemungkinan tersebut dalam

bentuk pemangilan umum oleh walikota atau bupati oleh karena itu

apabila penggugat dihadapkan dengan permasalahan hukum yang

seperti itu dapat ditempuh cara perumusan identitas alamat,

mencantumkan alamat atau tempat tingal terakhir dan dengan tegas

menyebutkan tidak diketahui alamat atau tempat tinggalnya.

Komentar : berdasarkan teori diatas, mengenai alamat dalam surata

gugatan yang diajukan sudah sesuai dengan syarat gugatan formil seperti

tercantum dalam teori.

c. Penyebutan identitas lain tidak imperatif, tidak dilarang

mencantumkan identitas Tergugat yang lengkap akan tetapi hal itu dan

diterapkan secara sempit, yang menjadikan pencantuman identitas

secara lengkap sebagai syarat formil. Karena sulit bagi penggugat

untuk mengetahui dan memperoleh data umur dan tanggal lahir. Oleh

karena itu pencantuman identitas cukup menyebutkan nama lengkap

dengan jelas, alamat tempat tinggal, jabatan yang mewakili perseroan.

Komentar : dalam surat gugatan yang diajukan hanya mencantumkan

nama lengkap dan alamat dari para pihak yang berperkara. Akan tetapi

tidak menyebabkan cacat formil.

5. Fundamentum Petendi

Maksudnya adalah dasar gugatan atau dasar dibuatnya tuntutan.24

a. Unsur fundamentum petendi ada dua, yaitu : 1. dasar hukum memuat

penegasan atau penjelasan mengenai hubungan hukum antara

penggugat dengan materi atau objek yang disengketakan dan antara

penggugat dengan tergugat berkaitan dengan obyek sengketa; 2. Dasar

Fakta memuat fakta peristiwa yang berkaitan langsung dengan atau

24 Ibid., Hal 57-62

62

Page 63: analisa putusan

disekitar hubungan hukum yang terjadi antara penggugat dengan

obyek perkara maupun dengan pihak tergugat. Atau penjelasan fakta-

fakta yang langsung berkaitan dengan dasar hukum atau hubungan

hukum yang didalilkan penggugat.

Komentar : berdasarkan surat gugatna yang dibuat oelh kuasa hukumpara

penggugat dapat disimpulkan bahwa dasar hukum dan dasar fakta dalam

posita telah terpenuhi, adapun dengan penjelasan yaitu : dasar hukum

tercantum dalam Posita angka 11, sedangkan dasar fakta tercantum dalam

posita angka 1-5 dan 7-9.

b. Dalil gugat yang dianggap tidak mempunyai dasar hukum :

1. Pembebasan pemidanaan atas laporan tergugat tidak dapat

dijadikan dasar hukum menuntut ganti rugi.

2. Dalil gugatan berdasarkan perjanjian tidak halal.

3. Gugatan tuntutan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum

berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata mengenal kesalahan hakim

dalam melaksanakan fungsi peradilan, dianggap tidak mempunyai

dasar hukum.

4. Dalil gugatan yang tidak berdasarkan sengketa dianggap tidak

mempunyai dasar hukum.

5. Tuntutan ganti rugi atas sesuatu hasil yang tidak dirinci

berdasarkan fakta, dianggap gugatan yang tidak mempunyai dasar

hukum.

6. Dalil gugatan yang mengandung saling pertentangan.

7. Hak atas objek gugatan tidak jelas.

Komentar : berdasarkan surat gugatan yang dibuat oleh para penggugat

tidak terdapat poin-poin yang tercantum dalam 7 poin tersebut. Sehingga

gugatan mempunyai dasar hukum yang jelas.

6. Petitum gugatan

Supaya gugatan sah, dalam arti tidak mengandung cacat formil, harus

mencantumkan petitum gugatan yang berisi pokok tuntutan penggugat,

63

Page 64: analisa putusan

berupa deskripsi yang jelas menyebut satu persatu dalam akhir gugatan

tentang hal-hal apa saja yang menjadi pokok tuntutan penggugat yang

harus dinyatakan dan dibebankan kepada tergugat.

a. Bentuk petitum

1. Bentuk tunggal, apabila deskripsi yang menyebut satu persatu

pokok tuntutan, tidak diikuti dengan susunan deskripsi petitum lain

yang bersifat alternative. Bentuk petitum tunggal tidak hanya boleh

berbentuk ex aequo at bono. Petitum yang hanya mencantumkan ex

aequo at bono tidak memenuhi syarat formil dan materil petitum,

akibat hukumnya gugatan dianggap mengandung cacat formil

sehingga harus dinyatakan gugatan tidak dapat diterima25

Komentar:

2. Bentuk alternative, dibagi menjadi dua

- petitum primer dan subsidair sama-sama dirinci, penerapan yang

ditegakkan mengahadapi petitum primer dan subsidair yang masing-

masing dirinci satu persatu, mutlak diterapkan secara alternative, oleh

karena itu hakim dalam mengambil dan menjatuhkan putusan harus

memilih apakah petitum primer atau subsidair yang hendak

dikabulkan. Dengan demikian hakim dalam mengahadpi gugatan yang

mengandung petitum primer dan subsidair tidak boleh mencampur

adukkan dengan cara mengambil sebagian dari petitum primer dan

sebagian dari petitum subsidair.

- petitum primer dirinci, diikuti dengan petitum subsidair berbentuk

compositor atau ex aequo at bono. Dalam hal ini sifat alternative tidak

mutlak, hakim bebas untuk mengambil seuruh dan sebagian petitum

primer dan mengesampingkan petitum ex aequo at bono ( subsidair),

bahkan hakim bebas dan berwenang menetapkan lain berdasarkan

petitum ex aequo at bono dengan syarat harus berdasarkan kepatutan

yang masih berada dalam kerangka jiwa petitum primer dan dalil

gugatan.26

25 Ibid., hal 6326 Ibid., hal 64

64

Page 65: analisa putusan

Komentar:

b. berbagai petitum yang tidak memenuhi syarat,

1. tidak menyebutkan secara tegas apa yang diminta atau petitum

bersifat umum.

2. Petitum tuntutan ganti rugi tetapi tidak dirinci dalam gugatan tidak

memenuhi syarat.

3. Petitum yang bersifat negative tidak dapat dikabulkan

4. Petitum tidak sejalan dengan dalil gugatan27

Komentar:

c. Sepintas penerapan petitum, tata cara dan tata tertib penerapan petitum

yang harus ditegakkan oleh pengadilan:

1. Petitum primer dikaitkan dengan ex aequo at bono, penerapan

mengacu pada sistem pada satu segi hakim tidak boleh melebihi

matei pokok petitum primer sehingga putusan yang dijatuhkan

tidak melanggar ultra petitum partium dan pada segi lain tidak

boleh sampai berakibat merugikan tergugat malakukan pembelaan

kepentingan.

2. Berwenang mengurangi petitum, hakim atau pengadilan tidak

diwajibkan mengabulkan semua yang diminta dalam petitum

secara utuh dan menyeluruh.

3. Tidak dapat mengabulkan yang tidak diminta dalam petitum,

pengadilan hanya terbatas mengabulkan hal-hal yang diminta

secara tegas dalam petitum gugatan28

Komentar:

7. Permusan gugatan asecor, adalah merupakan gugatan tambahan terhadap

gugatan pokok.

a. Syarat gugatan asecor

- Gugatan tambahan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah

dengan gugatan pokok, dan sifat gugatan tambahan tidak dapat berdiri

sendiri diluar gugatan pokok.27 Ibid., hal 64-6628 Ibid., hal 66-67

65

Page 66: analisa putusan

- Antara gugatan pokok dengan gugatan tambahan harus saling

mendukung, tidak boleh saling bertentangan.

- Gugatan tambahan sangat erat kaitannya dengan gugatan pokok

maupun dengan kepentingan penggugat29

Komentar:

b. Jenis gugatan asecor

1. Gugatan provisi, berdasarkan pasal 180 ayat 1 HIR, gugatan

tambahan berupa permintaan agar PN menjatuhkan putusan provisi

yang diambil sebelum pokok perkara diperiksa.

2. Gugatan tambahan penyitaan, berdasarkan pasal 226-227 HIR,

penyitaan merupakan tindakan yang dilakukan pengadilan

menempatkan kekayaan tergugat atau barang obyek sengketa

berada dalam keadaan penyitaan untuk menjaga kemungkinan

barang-barang itu dihilangkan atau diasingkan tergugat selama

proses perkara berlangsung.

3. Gugatan tambahan permintaan nafkah berdasarkan pasal 24 ayat 2

huruf a PP No. 9 tahun 197530

B. EKSEPSI

Eksepsi adalah suatu tangkisan atau sanggahan yang tidak menyangkut pokok

perkara. Eksepsi disusun dan diajukan berdasarkan isi gugatan yang dibuat

penggugat dengan cara mencari kelemahan-kelemahan ataupun hal lain diluar

gugatan yang dapat menjadi alasan menolak/menerima gugatan.

Eksepsi dibagi menjadi 2 :

1. Eksepsi Absolut ( menyangkut kompetensi pengadilan ) yakni :

a. Kompentensi absolut (pasal 134 HIR/Pasal 160 RBG) Kompentensi

absolut dari pengadilan adalah menyangkut kewenangan dari jenis

pengadilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Militer, Pengadilan

Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara) termasuk juga Panitia 29 Ibid., hal 6730 Ibid., hal 68

66

Page 67: analisa putusan

Penyelesaian Perselisihan Perburuan Daerah (P4D)/ Panitia

Penyelesaian Perselisihan Perburuan Pusat (P4P) & wewenang

Kantor Urusan Perumahan (KUP)

b. Kompentensi Relatif ( Psl. 133 HIR/Psl59 RBG/Putusan MA-RI tgl

13-9-1972 Reg. NO. 1340/K/Sip/1971 ) Kompentensi relatif adalah

menyangkut wewenang pengadilan. Eksepsi kompentensi relatif

diajukan sebagi keberatan pada saat kesempatan pertama tegugat

ketika mengajukan JAWABAN. Eksepsi Absolut yang menyatakan

Pengadilan tidak berwenang memeriksa perkara ( Eksepsi van

onbevoegdheid )

2. Eksepsi Relatif : adalah suatu eksepsi yang tidak mengenai pokok perkara

yang harus diajukan pada jawaban pertama tergugat memberikan jawaban

meliputi :

a. Declinatoire Exceptie : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa

pengadilan tidak berwewang memeriksa perkara /gugatan

batal/perkara yang pada hakikatnya sama dan/atau masih dalam

proses dan putusan belum mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

b. Dilatoire Exceptie : Adalah eksepsi yang tidak menyangkut gugatan

pokok sama sekali atau gugatan premature.

c. Premtoire Exceptie : Adalah eksepsi menyangkut gugatan pokok

atau meskipun mengakui kebenaran dalil gugatan, tetapi

mengemukan tambahan yang sangat prinsipal dan karenanya gugatan

itu gagal.

d. Disqualification Exceptie : Adalah eksepsi yang menyatakan bukan

pengugat yang seharusnya mengugat, atau orang yang mengajukan

gugatan itu dinyatakan tidak berhak.

e. Exceptie Obscuri Libelli : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa

gugatan Penggugat kabur ( Psl 125 ayat (1) HIR/Ps 149 ayat (1)

RBG.

67

Page 68: analisa putusan

f. Exceptie Plurium Litis Consortium : Adalah eksepsi yang

menyatakan bahwa seharusnya digugat yang lain juga digugat. Hal

ini karena ada keharusan para pihak dalam gugatan harus lengkap.

g. Exeptie Non–Adimpleti Contractus : Adalah eksepsi yang

menyatakan saya tidak memenuhi prestasi saya, karena pihak lawan

juga wanpresetasi. Keadaan ini dapat terjadi dalam hal persetujuan

imbal balik.

h. Exceptie : yang menyatakan bahwa perkara sudah pernah diputus

dan telah mempunyai hukum tetap (azas ne bis in idem atau tidak

dapat diadili lagi) Psl. 1917 BW ne bis in idem terjadi bila tututan

berdasarkan alasan yang sama, dimajukan oleh dan terhadap orang

yang sama dalam hubungan yang sama.

i. Exceptie Van Litispendentie : Adalah Eksepsi yang menyatakan

bahwa perkara yang sama masih tergantung/masih dalam proses

keadilan (belum ada kepastian hukum)

j. Exceptie Van Connexteit : Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa

perkara itu ada hubungannya dengan perkara yang masih ditangani

oleh pengadilan/Instansi lain dan belum ada putusan.

k. Exceptie Van Beraad : Adalah Eksepsi yang menyatakan bahwa

gugatan belum waktunya diajukan

l. Eksepsi relatif tidak hanya terbatas pada alasan–alasan seperti diatas.

Dalam praktek dapat juga menjadi alasan mengajukan eksepsi relatif

sebagai berikut :

a) Posita dan Petitum berbeda, misalkan terdapat hal–hal yang

dimintakan dalam pentitum padahal sebelumnya hal itu tidak

pernah disinggung dalam posita, Petitum tidak boleh lebih dari

posita.

b) Kerugian tidak dirinci : dalam hal timbulnya kerugian harus

dirinci maka kerugian mana harus dirinci satu persatu. Jika tidak

dirinci dalam gugatan juga menjadi alasan mengajukan eksepsi.

68

Page 69: analisa putusan

c) Daluwarsa : suatu gugatan yang diajukan telah melebihi

tenggang waktu Daluwarsa , maka hal tersebut menjadi alasan

eksepsi.

d) Kualifikasi perbuatan Tergugat tidak jelas : Perumusan

perbuatan/kesalahan tergugat yang tidak jelas akan menjadi

alasan tergugat untuk mengajukan eksepsi.

e) Obyek gugatan tidak jelas : Obyek gugatan harus jelas, dapat

dengan mudah dimengerti dan dirinci ciri–cirinya. Ketidak-

jelasan obyek gugatan akan menjadi alasan bagi Tergugat

mengajukan eksepsi.

f) Dan lain-lain eksepsi : eksepsi tersebut berbeda dengan jawaban

(sangkalan) yang ditujukan terhadap pokok perkara. Sebaliknya

eksepsi adalah eksepsi yang tiudak menyangkut perkara. Eksepsi

yang diajukan tergugat kecuali mengenai tidak berwenangnya

hakim (eksepsi absolut) tidak boleh diusulkan dan

dipertimbangkan secara terpisah–pisah tetapi harus bersama–

sama diperiksa dan diputuskan dengan pokok perkara (Pasal 136

HIR/Psl 162 RBG). Intisari dari isi eksepsi adalah agar

Pengadilan menyatakan tidak dapat menerima atau tidak

berwenang memeriksa perkara ( Psl 1454,Psl 1930,Psl 1941 BW,

Psl 125/Psl 149 RBG, Ps 133 HIR/Psl 159 RBG dan Psl 136/Psl

162 RBG).

Menurut Peneliti, eksepsi yang diajukan oleh Turut Tergugat I dan Turut

Tergugat II adalah kurang tepat karena berdasarkan teori, arti dari eksepsi adalah

suatu sanggahan atau bantahan dari pihak Tergugat Terghadap Gugatan

Penggugat yang tidak langsung mengenai pokok perkara , yang berisi tuntutan

batalnya gugatan.31

Sedangkan sanggahan yang berhubungan dengan pokok perkara disebut

dengan sangkalan (veerwer ten principale). Dalam hal ini eksepsi yang di ajukan

31 Sudikno mertokusumo, hukum acara perdata Indonesia,hal.97

69

Page 70: analisa putusan

oleh Para Turut Tergugat adalah masuk dalam pengertian sangkalan. Hal tersebut

dapat terlihat dalam dalil-dalil yang dikemukakan Para Turut Tergugat di bawah

ini:

- Bahwa posita gugatan para Peggugat bertentangan satu sama lain

(kontradiksi), hal ini terlihat dalam posita angka 8 yang menyatakan

”...Penggugat awal-awalnya sudah pernah menerima hasil keuntungan atas

kerja sama...”, namun dalam posita angka 11 menyatakan ” Tergugat

sampai akhir ini belum mengembalikan modal usaha dan hasil

keuntungan...”, sehingga subtansi dalam posita angka 8 bertentangan

dengan posita angka 11. Oleh karenya patut kiranya Majelis Hakim

perkara a quo menolak dan mengesampingkan dalil gugat pada angka 8,

11 pada posita dan petitum gugat pada angka 4, 5 dan 7 dalam pokok

perkara a quo.

Dengan demikian gugatan Penggugat menjadi kabur dan atau tidak jelas

( obscuur lebelle), yang selanjutnya karena gugatan a quo tidak jelas maka

terhadapnya harus dinyatakan tidak dapat diterima (vide: Yurisprudensi

MARI Nomor 582k/Sip/1973 tanggal 18-12-1975)

- Bahwa Para Penggugat dalam posita angka 11 maupun petitum angka 3

telah menggabungkan tuntutan Wanprestasi dengan tuntutan Perbuatan

Melawan Hukum, hal demikian tidak dapat dibenarkan menurut hukum

dan masing-masing tuntutan harus diajukan dalam gugatan tersendiri,

selanjutnya berdasarkan hukum acara perdata sebagaimana yang diatur

dalam pasal 102 Rv sebagai dasar hukum yang dapat dijadikan alasan

untuk mengajukan gugatan dikelompokkan sebagai berikut:

1. Ingkar Janji/ Wanprestatie, yakni tuntutan tentang pelaksanaan

suatu perikatan perorangan yang timbul karena persetujuan

2. Perbuatan Melawan Hukum Onrechmatige Daad, yakni tuntutan

tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul

karena Undang-undang.

Oleh karenanya tidak dapat dibenarkan menurut hukum mencampur

menggabungkan perbuatan melawan hukum Onrechmatige Daad dengan

70

Page 71: analisa putusan

ingkar janji/wanprestatie, hak ini sesuai dengan doktrin ilmu hukum dan

sejalan dengan pendapat Mahkamah Agung republik Indonesia, mohon

periksa yurisprudensi tetap MARI dalam putusan Nomor 879k/Pdt/1999

tanggal 29 Januari 2001, yang pada pokoknya menyatakan bahwa ”

penggabungan tuntutan’perbuatan melawan hukum’ dengan ’wanprestasi’

di dalam satu surat gugatan, tidak dapat dibenarkan menurut tertib

beracara perdata, masing-masing tuntutan harus diselesaikan dalam

gugatan tersendiri”

Dengan demikian karena gugatan a qou tidak jelas ( obscuur lebelle),

maka terhadapnya harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk

verklaard). Maka berdasarkan atas segala apa yang terurai tersebut di atas,

sekiranya majelis hakim yang memeriksa perkara ini berkenan dengan

tanpa pokok perkaranya, menjatuhkan putusan yang menyatakan:

1. Menerima eksepsi Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II

2. Meniolak atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima

(niet ontvankelijk verklaard).

3. Menghukum Para Penggugat untuk membayar seluruh biaya yang

timbul dalam perkara ini.

Dari dalil-dalil tersebut diatas terlihat jelas bahwa yang dikemukakan oleh

Para Turut Tergugat adalah sebagai sangkalan, karena semua dalil yang

dikemukannya sudah masuk kedalam materi pokok perkara.

Setelah mengamati dengan seksama pertimbangan-pertimbangan hakim

terhadap eksepsi Para Turut Tergugat, Peneliti berpendapat bahwa hakim sudah

benar dalam menerapkan hukum acara perdata karena hakim sudah menerapkan

aturan pasal 136 HIR, penyelesaian eksepsi lain diluar eksepsi kompetensi:

1. diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara;

2. dengan demikian pertimbangan dan amar putusan mengenai eksepsi

dan pokok perkara, dituangkan bersamaan secara keseluruhan dalam

putusan akhir.32

32 Yahya Harahap, hukum acara perdata, hal.428

71

Page 72: analisa putusan

hal tersebut terlihat dalam pertimbangan hakim terhadap eksepsi Para

Turut Tergugat dibawah ini:

Menimbang bahwa eksepsi-eksepsi Para Turut Tergugat tersebut diatas,

bukan tentang eksepsi kewenagan mengadili dari pengadilan, baik kompetensi

absolute maupun kompetensi relatif, maka secara yuridis eksepsi-eksepsi Para

Turut Tergugat tersebut harus diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara,

atau dengan kata lain tidak diputuskan dengan putusan tersediri yaitu putusan sela

( vide pasal 136 HIR, dan yuris prudensi/putusan mahkamah agung republik

Indonesia nomor 935k/Sip/1985);

Majelis hakim juga cermat dalam memberikan pertimbangan terhadap

eksepsi Para Turut Tergugat, dalam menganalisis dalil – dalil eksepsi Para Turut

Tergugat majelis hakim menggunakan teori kumulasi obyektif, kemudian

dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dari dalil-dalil yang

dikemukakan oleh Penggugat, sehingga jelas tidak ada pertentangan antara dalil

gugatan dan tidak menyulitkan dalam proses pemeriksaan perkara. Hal tersebut

terlihat jelas dalam pertimbangan-pertimbangan majelis hakim berikut ini:

Menimbang bahwa selanjutnya majelis hakim akan mempertimbangkan

terhadap eksepsi-eksepsi Para Turut Tergugat sebagai berikut;

Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke satu tentang “ gugatan Para

Penggugat bertentang satu sama lain(kontradiksi), hal ini terlhat dalam posita

angka 8 menyatakan “….. Penggugat awal-awalnya sudah pernah menerima hasil

keuntungan atas kerjasama…..”, namun posita angka 11 menyatakan “…Tergugat

sampai hari ini belum mengembalikan modal usaha dan hasil keuntungan…”

sehingga substansi dalam posita 8 bertentangan dengan posita 11;

Menimbang bahwa setelah majelis hakim memperhatikan posita gugatan

Para Penggugat angka ke- 8, dan ke-11 dihubungkan dengan posita ke-1 sampai

dengan poisita ke-6, dapat disimpulakan bahwa pokok permasalahan dalam

perkara a quo adalah Tergugat meminjam uang /berhutang kepada Para

Penggugat, dimana pada posita angka ke-1 sampai dengan posita ke-6 telah

menjelaskan tentang tanggal terjadinya pinjam uang/hutang serta waktu jatuh

72

Page 73: analisa putusan

tempo hutang/ pinjaman, bahkan besarnya profit share yang akan diterima

masing-masing Penggugat;

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut tidak ada

kontradiktif/pertentangan diantara posita surat gugatan, dengan demikian eksepsi

Para Turut Tergugat tidak beralasan hukum dan karenanya haruslah ditolak;

Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke-2 yaitu tentang “bahwa gugatan Para

Penggugat dalam posita angka 11 maupun petitum angka 3 telah menggabungkan

tuntutan wanprestasi dengan tuntutan perbuatan melawan hukum, hal demikian

tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dan masing-masing tuntutan harus

diajukan dalam gugatan tersendiri, sehingga gugatan Penggugat digolongkan

tidak jelas (obscuur libelle), karenanya gugatan Para Penggugat harus dinyatakan

tidak dapat diterima ( Niet Ontvankelijk verklaard);

Menimbang bahwa maksud dari eksepsi Para Turut Tergugat ini adalah

tentang penggabungan tuntutan yaitu antara ingkar janji/ wanprestasi dengan

perbuatan melawan hukum/ Onrechtmatige Daad, akan tetapi dalil gugatan Para

Penggugat tentang peristiwa konkritnya adalah sama yaitu tentang adanya

hutang/pinjaman Tergugat kepada Para Penggugat. Penggabungan dari beberapa

tuntutan ini seperti ini dalam ilmu hukum acara perdata dikenal dengan komulasi

objektif.

Menimbang bahwa menurut hukum acara perdata positif HIR tidak

mengatur penggabungan gugatan ( samen voeging van vordering), namun

berdasarkan doktrin hukum acara perdata penggabungan tuntutan/ komulasi

objektif dibenarkan, kecuali:

1. Kalau untuk sesuatu (gugatan) tertentu diperlukan suatu acara khusus

( perceraian ), sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa menurut acara

biasa (gugatan utnuk memenuhi perjanjian ), maka tuntutan itu tidak

boleh digabungkan dalam satu gugatan;

2. Apabila hakim tidak berwenang (secara relatif) utnuk memeriksa salah

satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu gugatan dengan

tuntutan lain, maka kedua tuntutan itu tidak boleh diajukan bersama-sama

dalam satu gugatan;

73

Page 74: analisa putusan

3. Tuntutan tentang “Bezit” tidak boleh diajukan bersama-sama dengan

tuntutan tentang “Eigendom” dalam satu gugatan ( vide pasal 103

Reglement Op Verordering);

Menimbang bahwa sejalan dengan Yurisprudensi bahwa penggabungan

gugatan pada prinsipnya diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan hukum

acara, hanya saja agar penggabungan itu sah dan memenuhi syarat harus terdapat

hubungan erat (innerlicke samenhangen) atau terdapat hubungan hukum sebagai

mana Yurisprudensi No. 575K/Pdt/1983 tanggal 20 Juni 1984;

Menimbang bahwa dalam perkara a quo penggabungan tuntutan/ komulasi

obyektif berpedoman pada uraian perbuatan materiil yang sama dalam dalil

gugatan Para Penggugat, sehingga jelas tidak ada pertentangan antara dalil

gugatan dan tidak menyulitkan dalam proses pemeriksaan perkara;

Menimbang berdasarkan pertimbangan yuridis diatas, eksepsi para Turut Tergugat

ini tidak beralasan hukum dan karenanya harus ditolak;

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sementara,

bahwa majelis hakim dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan hukumnya

terhadap eksepsi yang diajukan oleh Para Turut Tergugat sudah sesuai dengan

Prosedur Hukum Acara Perdata dan juga selalu menggunakan Teori-teori yang

ada, atau dengan kata lain prosedur dalam hukum acara perdata telah

diterapkan oleh hakim dalam memeriksa dan mengadili Perkara Pa No.

11/Pdt.G/2009/PN.Pwt.

C. Dalam Pokok Perkara

Bantahan terhadap pokok perkara disebut jug aver weer ten principale atau

material verweer, yaitu tangkisan atau pembelaan yang diajukan tergugat terhadap

pokok perkara. Dapat juga berarti:

Jawaban tergugat mengenai pokok perkara, atau

Bantahan yang langsung ditujukan tergugat terhadap pokok perkara.

74

Page 75: analisa putusan

Esensi bantahan terhadap pokok perkara, berisi alas an dan penegasan yang

sengaja dibuat dan dikemukakan tergugat, baik dengan lisan atau tulisan dengan

maksud untuk melumpuhkan kebenaran dalil gugatan yang dituangkan tergugat

dalam jawaban.

1. Bantahan Disampaikan dalam Jawaban

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 121 ayat (2) HIR, jawaban yang

berisi bantahan, dapat diajukan tergugat dengan lisan atau tulisan. Pada

saat sekarang para pihak umumnya diwakili oleh kuasa professional, dan

semua jawaban diajukan dalam bentuk tertulis, jarang dilakukan dengan

lisan.

a. Proses Jawaban

Secara teknis pemeriksaan perkara di siding pengadilan menjalani

proses jawab-menjawab. Aturan main mengenai proses jawab-

menjawab, tidak dijumpai dalam HIR dan RBG. Ketentuannya

digariskan dalam Pasal 142 Rv yang menegaskan para pihak dapat

saling menyampaikan surat jawaban serta replik dan duplik.

1) Tergugat Berhak Mengajukan Jawaban

Menurut Pasal 121 ayat (2) HIR, pada saat juru sita

menyampaikan surat panggilan siding, dalam surat itu harus

tercantum penegasan memberi hak kepada tergugat untuk

mengajukan jawaban secara tertulis. Biasanya jawaban

disampaikan pada saat sidang pertama. Berdasarkan hak ini,

tergugat menyusun jawaban yang berisi tanggapan menyeluruh

terhadap gugatan. Jawaban yang seperti itu dalam praktik, disebut

jawaban pertama. Dalam sistem Common Law disebut dengan

counterclaim, yaitu tangkisan atau bantahan tergugat atau disebut

defence sebagai crossclaim against the plaintiff. Hakikatnya

pemberian hak bagi tergugat mengajukan jawaban, sesuai dengan

asas audi alteram partem atau auditur et altera pars, yaitu

pemberian hak yang sama kepada tergugat untuk mengajukan

pembelaan kepentingannya.

75

Page 76: analisa putusan

2) Hak Penggugat Mengajukan Replik

Sejalan dnegan asa audi alteram partem, kepada penggugat

diberi hak untuk menanggapi jawaban yang diajukan tergugat, dan

secara teknis disebut replik. Dengan demikian, replik merupakan

jawaban atas jawaban tergugat. Dalam sistem Common Law,

disebut dengan counter plea atau reply sebagai defence terhadap

counterclaim.

3) Hak Tergugat Mengajukan Duplik

Secara teknis, duplik dapat diartikan jawaban kedua. Dalam

Common Law disebut rejoinder, berupa jawaban balik dari

tergugat terhadap replik penggugat. Sama halnya dalam sistem

peradilan Indonesia, duplik merupakan jawaban terhadap replik

penggugat. Hal itu ditegaskan Pasal 142 Rv, yang memberi hak

kepada penggugat mengajukan replik atas jawaban tergugat dan

selanjutnya memberi hak kepada tergugat mengajukan duplik

terhadap replik penggugat.

Ketentuan Pasal 142 Rv tersebut, telah dijadikan pedoman

teknis yustisial berdasarkan prinsis kepentingan beracara (process

doelmatigheid).

4) Proses Jawab-Menjawab Sebatas Replik dan Duplik

Sesuai dengan prinsis peradilan sederhana, cepat dan biaya

ringan, sedapat mungkin proses pemeriksaan berjalan dengan

efektif. Tidak bertele-tele serta tidak boleh memberi kesempatan

kepada para pihak melakukan tindakan yang menjerumus kepada

anarki. Apabila prinsisp tersebut dikaitkan dengan tahap proses

jawab-menjawab yang digariskan Pasal 117 Rv, hakim cukup

memberi kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan

replik dan duplik, hanya satu kali saja. Memang tidak ada larangan

yang tegas menyampaikan replik dan duplik berkali-kali. Akan

tetati, kebolehan itu hanya membuang waktu. Tidak efektif dan

efisien memberi hak mengajukan replik dan duplik berkali-kali.

76

Page 77: analisa putusan

Jika hak mengajukan replik dan duplik telah dipergunakan para

pihak, proses pemeriksaan tahap jawab-menjawab , mesti ditutup

untuk selanjtnya ditingkatkan pada tahap pembuktian, dan

pengajuan konklusi (conclusion) setelah tahap pembuktian selesai.

Tahap berikutnya setelah penyampaian konklusi adalah

pengucapan putusan.

Dapat dijelaskan, HIR dan RGB tidak mengatur secara jelas

mengenai keharusan para pihak menyampaikan konklusi atau

kesimpulan. Bentuk prosesual itu, diadopsi dari ketentuan Pasal 28

Rv yang mnegaskan para pihak diwajibkan membuat dan

menyampaikan kesimpulan (konklusi) yang mereka tanda tangani.

Ternyata ketentuan ini telah dikembangkan dalam praktik dan

dikadikan salah satu tahap proses pemeriksaan yang disebut

penyampaian konklusi.

b. Isi Jawaban

Seperti yang dijelaskan, penyampaian jawaban, replik dan duplik

adalah hak, bukan kewajiban. Ditinjau dari teori dan praktik, pada

dasarnya jawaban berisi penjelasan tentang kebenaran atau

ketidakbenaran dalil gugatan penggugat.

1) Jawaban Disertai Alasan

HIR dan RGB tidak menegaskan hal itu, tetapi dalam praktik

dipedomani Pasal 113 Rv yang menyatakan, jawaban yang

disampaikan :

Disertai alasan-alasan, dan

Turunannya (salinananya) disampaikan kepada penggugat

(kuasa penggugat).

Jawaban berisi bantahan yang tidak disertai alasan yang

rasional dan objektif, tidak bermanfaat. Sia-sia dan percuma

77

Page 78: analisa putusan

menyampaikannya. Jawaban yang demikian dianggap tidak serius,

sehingga tidak layak diperhatikan hakim.

2. Klasifikasi Isi Jawaban

Pada garis besarnya, ada beberapa hal yang dapat dikemukakan

tergugat dalam jawaban pertama maupun dalam duplik. Sepenuhnya

terserah kepada tergugat, apa saja yang akan dicantumkan di dalamnya.

Ditinjau dari segi hukum, isi jawaban dapat diklasifikasi, antara lain :

a) Pengakuan (bekentenis)

Tergugat boleh dan dibenarkan memberi jawaban yang berisi

pengakuan (confession), terhadap :

Sebagian dalil gugatan tergugat;

Seluruh dalil gugatan.

Tergugat harus sadar. Pengakuan terhadap dalil gugatan yang

disampaikan dalam jawaban maupun duplik, erat kaitannya dengan

sistem pembuktian. Sampai sekarang, Pasal 164 HIR dan Pasal 1866

KUH Perdata, masih menempatkan pengakuan sebagai alat bukti,

dengan penerapan :

(1) Ditegakkan asas onsplitbaar aveau

Apabila pengakuan diberikan terhadap sebagian dalil

gugatan yang disebut pengakuan berklausul atau pengakuan

bersyarat, hakim dituntu untuk menegakkan asa pengakuan tidak

boleh dipisah (onsplitbaar aveau) atau undevidable confession.

Pengakuan tidak boleh dipisah-pisah. Hakim dilarang hanya

mengambil pengakuan yang menguntungkan saja, dan

menyingkirkan pengakuan yang merugikan. Prinsip tersebut

ditegaskan dalam Pasal 176 HIR dan Pasal 1942 KUH Perdata.

(2) Pengakuan murni merupakan bukti sempurna

Pengakuan yang bulat dan murni atas seluruh dalil gugatan,

merupakan alat bukti yang sempurna (volleding). Nilai kekuatan

pembuktian yang demikan ditegaskan dalam PAsal 1952 KUH

78

Page 79: analisa putusan

Perdata dan Pasal 174 HIR, bahwa pengakuan yang diucapkan di

hadapan hakim, cukup menjadi bukti untuk memberatkan orang

yang memberi pengakuan itu.

(3) Pengakuan tidak dapat dicabut kembali

Menurut PAsal 1926 KUH Perdata, pengakuan tidak dapat

dicabut kembali (irrevocable), kecuali dapat dibuktikan,

pengakuan itu sebagai akibat kekhilafan mengenai hal-hal yang

terjadi. Sedang kekhilafan mengenai hukum, tidak dibenarkan

dijadikan sebagai alasan untuk menarik kembali pengakuan.

Memperhatikan penjelasan di atas, tergugat harus berhati-hati dalam

membuat jawaban dan duplik. Jangan sampai terperosok memberi pengakuan

yang merugikan, jika hal itu diakui tidak benar. Akan tetapi, jika dalil gugatan

memang benar, meskipun secara hukum tergugat dibenarkan atau boleh

membantah dan mengingkarinya, namun dari segi moral beralasan bagi tergugat

untuk mengakuinya.

b) Membantah dalil gugatan

Disebut juga bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten

principale). Semua dalil gugatan dibantah keberadaan dan

kebenarannya. Hal itu merupakan hak tergugat. Namun, pada hak itu,

sekaligus melekat kewajiban untuk mengemukakan alasan-alasan

tentang bantahan sesuai dengan ketentuan Pasal 113 Rv. Sasaran

bantahan, secara teori dan praktik ditujukan kepada :

(1) Kebenaran dalil gugatan

Menurut hukum, kebenaran dalil guagtan hanya dapat

dilumpuhkan dengan pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang

dibenarkan undang-undang. Itu sebabnya, pada tahap pengajuan

jawaban dan duplik, proses penyelesaian perkara sudah dilengkapi

dengan alat bukti, terutama alat bukti surat (dokumen).

Bantahan yang menyimpang atau melenceng dari dalil

gugatan percuma saja, tidak ada artinya. Hal yang seperti itu,

berlaku kepada penggugat. Jika penggugat bermaksud

79

Page 80: analisa putusan

melumpuhkan bantahan tergugat, ia harus mengingkari dalil

bantahan tersebut.

(2) Bantahan ditujukan ke arah kejadian atau fakta

Untuk melumpuhkan dalil gugatan, bantahan ditujukan ke

arah kejadian yang menopang dasar hubungan hukum yang

didalilkan dalam gugatan. Dengan menampik dan mengingkari

kejadian yang didalilkan, berdasarkan alasan rasional dan objektif,

tergugat dapat meruntuhkan eksistensi kebenaran hubungan hukum

yang didalilkan dalam gugatan.

(3) Melumpuhkan kekuatan pembuktian

Tergugat harus mampu melumpuhkan kekuatan

pembuktian yang diajukan penggugat dengan bukti lawan (tegen

bewijs).

Pada gilirannya, pada tahap pemeriksaan pembuktian,

tergugat harus mampu melumpuhkan kekuatan pembuktian yang

diajukan penggugat dengan alat bukti lawan, jika tergugat ingin

kebenaran dalil bantahan yang dikemukakannya diterima hakim.

Memang masalah pelumpuhak dalil bantahan gugatan

melalui bantahan terhadap pokok perkara, merupakan

permasalahan yang tidak terpisah dari sistem dan hukum

pembuktian. Oleh karena itu, bantahan yang diajukan tanpa

didukung alat bukti yang kuat, akan disingkirkan oleh hakim,

karena bantahan yang demikan tidak diakui hukum kebenarannya.

c) Tidak memberi pengakuan, maupun bantahan

Sikap lain yang dapat dipilih tergugat, tidak mengakui dan tidak

membantah. Jawaban hanya berisi pernyataan sepenuhnya kebenaran

gugatan kepada hakim (referte aan het oordel des rechters). Jadi,

tergugat menyerahkan sepenuhnya penilaian kebenaran dalil gugatan

kepada hakim.

80

Page 81: analisa putusan

Menghadapi sikap tergugat yang demikan, perlu diperhatikan patokan

berikut.

(1) Sikap itu dinyatan dengan tegas dalam jawaban

Tergugat dalam jawaban harus dengan tegas menyertakan

kepada hakim utnuk menilai kebenaran dalil gugatan. Tanpa ada

pernyataan yang tegas, jawaban dianggap berisi pengakuan. Oleh

karena itu, sikap penyerahan sepenuhnya kepada kebijaksanaan

hakim untuk menilai dalil gugatan, tidak dapat diterapkan secara

diam-diam. Apabila tergugat dengan tegas menyampaikan

pernyataan menyerahkan sepenuhnya kepada hakim, pernyataan

itu, tidak boleh dianggap sebagai pengakuan. Hakim dilarang

menilai, sikap tergugat yang seperti itu sebagai pengakuan, karena

itu sikap tergugat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti

menguatkan dalil gugatan.

(2) Tidak mematikan hak tergugat mengajukan bantahan pada tingkat

banding

Sepintas lalu, sikap tergugat yang menyerahkan penilaian

kebenaran dalil gugatan kepada hakim, kurang layak. Seolah-olah

tergugat menyerah tanpa pembelaan diri yang wajar. Oelh karena

itu, sikap ini tidak proporsional.

Memang benar, akibat hukum atas sikap itu tidak mematikan hak

tergugat mengajukan bantahan pada tingkat banding, namun hal itu

dianggap agak terlambat. Kebolehan itu, sesuai dengan kedudukan

pengadilan tingkat banding sebagai judex facti.

1. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-1 tetapi

bukan sebesar Rp.68.000.000,- (enam puluh delapan juta rupiah)

melainkan sebesar Rp. 58.000.000,- (lima puluh delapan juta rupiah),

berdasarkan kwitansi yang ada pada Penggugat-1.

2. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-2 tetapi

bukan sebesar Rp.61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) karena

81

Page 82: analisa putusan

Tergugat sudah mengembalikan sebagian uang yang dipinjam kepada

Penggugat-2 dengan cara transfer dan memberikan secara tunai kepada

Penggugat II.

3. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-3 sebesar Rp.

13.000.000,- (tiga belas juta rupiah)

4. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-4 sebesar Rp.

38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah)

5. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-5 tetapi

bukan sebesar Rp.35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) melainkan

sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), berdasarkan kwitansi

yang ada pada Penggugat-5

6. Bahwa benar Tergugat pinjam uang tersebut di gunakan untuk modal

usaha/ dagang/bisnis dengan share profit 15% per 2 minggu, dengan

asumsi kondisi bisnis Tergugat pada saat itu dapat memberikan sharing

profit sebesar tersebut diatas kepada para penggugat. Karena Para

Penggugat sudah merasakan keuntungan dari kerjasama bisnis ini,

sehingga para penggugat menghendaki agar terus melanjutkan kerja sama

yang sudah terjalin anatara Para Penggugat dengan Tergugat.

7. Bahwa tidak benar Tergugat menyerahkan kwitansi kepada Para

Penggugat melainkan Para Penggugat yang menyediakan kwitansi dengan

materai. Tergugat hanya menerima uang kemudian menanda tangani dan

memeberikan cap stempel pada kwitansi dan sampai saat ini Tergugat

tidak mempunyai maupun diberi rangkap/copy kwitansi dari Para

Penggugat. Pada awal kerjasama hanya di dasari kepercayaan tanpa

adanya benda jaminan, tetapi seirirng berjalannya waktu Para Penggugat

meminta kepada Tergugat untuk memberikan benda ataupun barang yang

bisa dipegang Para Penggugat tetapi bukan digunakan sebagai benda

jaminan melainkan hanya dititipkan kepada Para Penggugat karena Para

Penggugat memberikan alasan hanya untuk ayem2 Para Penggugat (agar

para penggugat tenang dalam menjalani kerjasama dengan Tergugat).

Karena Tergugat tidak memiliki benda yang bisa dititipkan kepada Para

82

Page 83: analisa putusan

Penggugat maka Tergugat tanpa sepengetahuan orang tua Tergugat (Turut

Tergugat I dan Turut Tergugat II) telah menitipkan 2 sertifikat tanah milik

orang tua Tergugat (Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II), setelah

Penggugat menerima Sertifikat tersebut Penggugat mengecek kepada

orang tua Tergugat (Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) mengenai

kepemilikan sertifikat yang ada pada Penggugat dan orang tua Tergugat

mengakui dan menyatakan bahwa sertifikat tersebut adalah milik orang tua

Tergugat (Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) dan orang tua Tergugat

(Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) tidak pernah

memberikan/menitipkan maupun menjaminkan sertifikat tersebut pada

Penggugat dan orang tua Tergugat sudah mencoba meminta sertifikat

tersebut kepada Penggugat untuk dikembalikan Kepada orang tua

Tergugat, tetapi Penggugat tidak mau menyerahkan dengan alasan untuk

pegangan Penggugat saja.

8. Bahwa benar Para Penggugat telah menerima keuntungan atas kerjasama

dengan Tergugat, dengan keuntungan sebesar 15% per minggu menurut

Tergugat adalah keuntungan yang sangat besar yang sudah diterima Para

Penggugat. Dari awal kerjasama Tergugat sudah memberikan keuntungan

dan mengembalikan modal, tetapi karena Para Penggugat merasakan

memperoleh keuntungan yang besar dari kerja sama dengan Tergugat,

Para Penggugat menawarkan kembali untuk memberikan modal kepada

Tergugat dengan alasan bisnis ini saling menguntungkan.

9. Bahwa benar sesuai dengan janji yang tertuang dalam kwitansi,masing-

masing pinjaman telah jatuh tempo.

10. Bahwa benar Para Penggugat sudah berusaha mengingatkan dan menagih

secara lisan kepada Tergugat, tetapi karena bisnis Tergugat mengalami

kerugian maka Tergugat sampai saat ini belum bisa mengembalikan modal

yang terakhir diberikan oleh Para Penggugat.

11. Bahwa Tergugat sudah pernah memberikan keuntungan dan

mengembalikan modal kepada Para Penggugat . Tergugat belum bisa

83

Page 84: analisa putusan

mengembalikan modal yang terakhir kali diberikan Para Penggugat karena

bisnis /usaha Tergugat mengalami kerugian.

Dalam pertimbangan hukum, hakim telah menerapkan teori-teori yang ada

seperti yang dikemukakan diatas dalam bantahan pokok perkara. Disini sudah

jelas bahwa hakim sudah memberikan kesempatan pada tergugat untuk

memberikan jawaban gugatan dari penggugat. Secara teknis hakim juga sudah

menerapkan proses jawab menjawab antar kedua belah pihak dalam persidangan

seperti yang diatur dalam pasal 142 Rv yang menegaskan bahwa para pihak dapat

saling menyampaikan surat jawaban serta replik dan dupliknya. Tetapi hanya

sebatas replik dan duplik saja. Dan disini para pihak tidak diwajibkan

menyampaikan konklusi atau kesimpulanya yang mana dalam putusan ini para

pihak tidak menyampaikan kesimpulanya.

Dalam isi jawaban tergugat dalam pokok perkara sudah sesuai dengan

pasal 113 Rv yang mana dalam pasal ini menegaskan bahwa isi jawaban disertai

dengan alasan. Isi jawaban tersebut berisi bantahan yang disertai alasan yang

rasional dan obyektif sehingga layak diperhatikan hakim.

Dalam jawaban tersebut tergugat memberi pengakuan terhadap sebagian

dalil gugatan yang terdapat dalam poin 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, dan poin 11.

Dalam isi jawaban tergugat juga membantah dalil gugatan yang dapat dilihat pada

poin 7. Pada bantahan tersebut tergugat telah menjalankan kewajiban untuk

mengemukakan alasan-alasan tentang bantahan sesuai dengan ketentuan pasal 113

Rv. Namun bantahan tersebut tidak disertai alat bukti yang dapat melumpuhkan

kekuatan pembuktian yang diajukan penggugat.

Secara keseluruhan peneliti menyimpulkan bahwa jawaban tergugat dalam

pokok perkara telah sesuai dengan teori-teori seperti yang dikemukakan di atas

dan dasar hukum yang berlaku dalam hukum acara perdata.

D. Rekonpensi

84

Page 85: analisa putusan

Gugat balik atau gugat dalam rekonpensi diatur dalam Pasal. 132 (a) dan

Pasal 132 (b) HIR. Kedua pasal tersebut memberi kemungkinan bagi tergugat atau

para tergugat untuk mengajukan gugatan balik kepada penggugat. Gugat

rekonpensi adalah gugatan balasan yang diajukan oleh tergugat asli (penggugat

dalam rekonpensi) yang digugat adalah penggugat asli (tergugat dalam

rekonpensi) dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka. Penggugat

rekonpensi dapat juga menempuh jalan lain yakni dengan mengajukan gugatan

baru dan tersendiri, lepas dari gugat asal. Perlu adanya gugat balik, mengenai

pokok persoalan yang sama adalah dikarenakan jangkauan isi putusan hanyalah

untuk pihak tergugat pribadi - sebab di dalam haper dalilnya “ siapa yang

mengemukakan dalil, maka dia yang berkewajiban membuktikan dalilnya tersebut

apabila dalil tersebut disangkal olehnya.

Komposisi para pihak dihubungkan dengan gugat rekonpensi :

a. Komposisi gugatan : gugatan penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan

asal), sedangkan gugatan tergugat disebut gugatan

rekonpensi (gugatan balik).

b. Komposisi para pihak : Penggugat Asal sebagai Penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan berkedudukan menjadi Tergugat Rekonpensi. Sedangkan Tergugat Asal sebagai Penggugat Rekonpensi pada saat yang bersamaan berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi.

Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban, baik itu berupa

jawaban lisan atau tertulis, dalam praktik gugat balasan dapat diajukan selama

belum dimulai dengan pemeriksaan bukti, artinya belum sampai pada

pendengaran keterangan saksi.

Tujuan diperbolehkan mengajukan gugatan balasan atas gugatan penggugat

adalah:

1. Menegakan asas peradilan sederhana.

2. Mempercepat penyelesaian sengketa.

3. Mempermudah pemeriksaan.

4. Menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan antara satu

dengan yang lainnya.

5. Menetralisir tuntutan konvensi.

85

Page 86: analisa putusan

6. Acara pembuktian dapat disederhanakan.

7. Menghemat biaya perkara.

Gugatan rekonpensi hendaknya berkaitan dengan hal-hal yang

berhubungan dengan hukum kebendaan, bukan yang berhubungan dengan hukum

perorangan atau berkaitan dengan status seseorang.

Persyaratan untuk kemungkinan mengajukan gugatan rekonpensi : 1.

Pihak penggugat rekonpensi adalah pihak yang berwenang untuk bertindak dalam

dalam hukum 2. Para pihaknya sama, tidak boleh menarik orang yang tidak

bersangkut paut dengan gugatan konvensinya.

Pembatasan waktu mengajukan syarat gugat rekonveksi :

Peraturan HIR psl 132 ( b) : harus diajukan bersama-sama dengan surat jawaban 1

Batasan waktu gugatan rekonveksi :

- hanya boleh dalam tingkat 1

- harus bersama sama dengan gugat asal

Ketentuan gugat rekonpensi :

1. Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban

pertama oleh tergugat baik tertulis maupun dengan lisan.239. (namun

menurut Wiryono Projodikoro, gugatan rekonpensi masih dapat diajukan

dalam acara jawab menjawab dan sebelum acara pembuktian).

2. Tidak dapat diajukan dalam tingkat banding, bila dalam tingkat pertama

tidak diajukan.240.

3. Penyusunan gugatan rekonpensi sama dengan gugatan konvensi.

Baik gugat asal (konvensi) maupun gugatan balik (rekonpensi) pada

umumnya diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan, dan pertimbangan

hukumnya memuat dua hal, yakni pertimbangan hukum dalam konvensi dan

pertimbangan hukum dalam rekonpensi.

Menurut ketentuan pasal 132 (a) HIR dan pasal 157 R.Bg dalam setiap gugatan,

tergugat dapat mengajukan rekonpensi terhadap penggugat, kecuali dalam tiga

hal, yaitu: 241.

1. Penggugat dalam kualitas berbeda.

86

Page 87: analisa putusan

Rekonpensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu

kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonpensinya ditujukan kepada

diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa hukum tersebut).

2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa gugatan

rekonpensi.

3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.

Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan

( eksepsi ) Gugatan rekonpensi tidak boleh dilakukan dalam hal pelaksanaan

putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan tergugat untuk melaksanakan

putusan, yaitu menyerahkan satu unit mobil Daihatsu Taruna kepada

penggugat, kemudian tergugat mengajukan rekonpensi supaya penggugat

membayar hutangnya yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga,

rekonpensi seperti ini harus ditolak.

Apakah gugatan Rekonpensi telah sesuai dengan teorinya?

DALAM REKONPENSI :

1. Bahwa dari segala apa yang terpapar dalam konvensi tersebut diatas

untuk dianggap terulang kembali dalam rekonveksi ini, sebagai dalil

posita gugatan dalam rekonveksi.

2. Bahwa Tergugat Rekonveksi telah melakukan perbuatan tidak berdasar

hukum dengan cara menguasai sertifikat tanah SHM No. 212 atas nama

Dr. Soekamto dan SHM No. 2350 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto

yang senyatanya merupakan hal milik yang sah dari Penggugat

Rekonpensi sebagai benda jaminan atas perikatan/perjanjian yang dibuat

Tergugat Rekonpensi.

3. Bahwa sebagai akibat perbuatan Tergugat Rekonpensi tersebut

Penggugat Rekonpensi sangat dirugikan secara moril dan jika kerugian

itu dihitung dengan uang tidak kurang dari Rp. 1.000.000.000,- (satu

miliar rupiah)

4. Bahwa untuk menjamin agar tuntutan ganti rugi tersebut dipenuhi oleh

Tergugat Rekonpensi dan terdapat tanda-tanda Tergugat Rekonpensi

akan mengalihkan barang miliknya, maka berdasarkan ketentuan Pasal

87

Page 88: analisa putusan

277 HIR kiranya Pengadilan Negeri Purwokerto berkenan untuk

meletakkan sita jaminan (yang rinciannya akan kami susulkan kemudian)

ataupun sita perbandingan atas barang-barang milik Tergugat

Rekonpensi.

5. Bahwa gugatan Rekonpensi dalam perkara a qou didasarkan pada

kekuatan bukti yang sempurna, karenanya berdasarkan ketentuan Pasal

180 HIR putusan dalam perkara Rekonpensi ini dapat dijalankan terlebih

dahulu (serta merta) meskipun Tergugat Rekonpensi menyatakan banding,

verzet maupun kasasi.

Maka berdasarkan atas segala apa yang terpapar diatas, sekiranya majelis hakim

yang memeriksa perkara ini dalam Rekonpensi berkenan untuk menjatuhkan

putusan yang menyatakan :

1. Mengabulkan seluruh gugatan Rekonpensi.

2. Menyatakan perbuatan Tergugat Rekonpensi tersebut adalah merupakan

suatu perbuatan yang tidak berdasar hukum

3. Menghukum Tergugat Rekonpensi secata tanggung renteng untuk

membayar ganti rugi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)

kepada Penggugat Rekonpensi secara tunai dan sekaligus dengan tanpa

syarat apapun, apabila perlu dengan bantuan alat negara/Polri.

4. Menyatakan perikatan/perjanjian yang dibuat oleh Tergugat Rekonpensi

batal demi hukum

5. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk menyerahkan sertifikat tanah

SHM No. 212 atas nama Dr. Soekamto dan SHM No. 2350 atas nama Hj.

Siti Mariana Soekamto kepada Penggugat Rekonpensi seketika dan tanpa

syarat apapun, apabila perlu dengan bantuan alat negara/Polri

6. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membuat pengumuman

pernyataan akan kesalahannya dan permohonan maaf melalui media

cetak Suara Merdeka dan Radar Banyumas sebesar Va (setengah)

halaman selama 3 (tiga) hari berturut-turut.

7. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar uang paksa

(dwangsom) sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) setiap harinya

88

Page 89: analisa putusan

terhitung sejak putusan ini dijatuhkan oleh Pengadilan Negri Purwokerto,

manakala Tergugat Rekonpensi tidak mentaati diktum putusan pada angka

3 di atas.

8. Menyatakan sah, berharga dan irenguatkan sita jaminan ataupun sita

perbandingan yang diletakkan oleh juru sita Pengadilan Negeri

Purwokerto

9. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar seluruh biaya yang

timbul dalam perkara ini

10. Menyatakan keputusan dalam Rekonpensi a quo dapat dijalankan terlebih

dahulu(serta merta), meskipun Tergugat Rekonpensi menyatakan banding,

verzet dan kasasi

Dalam gugatan Rekonpensi ini, pihak yang melakukan/ mengajukan

gugatan Rekonpensi telah sesuai dengan apa yang disebutkan dalam teori,

dimana gugatan rekonpensi ini dilakukan oleh Turut Tergugat I dan Turut

Tergugat II yang keduanya merupakan pihak yang berwenang dan bertindak

dalam hukum, dan yang digugat dalam gugatan Rekonpensi pun ditujukan

dengan benar yaitu ditujukan kepada Penggugat dalam gugatan Konvensi yang

dalam gugatan Rekonpensi menjadi Tergugat Rekonpensi dan tidak melibatkan

pihak lain di luar pihak yang disebutkan dalam gugatan Konvensi, seperti yang

disebutkan dalam buku Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek “…

gugat balasan harus ditujukan kepada penggugat atau para penggugat, atau

salah satu dari penggugat saja oleh tergugat/ para tergugat atau turut

tergugat”.33

Letak gugatan Rekonpensi ini juga telah sesuai dengan teori dalam

mengajukan gugatan Rekonpensi, yaitu letaknya diajukan bersama-sama

dengan jawaban dari Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II, sehingga tidak

membuat perkara berlarut-larut dan merugikan bagi Penggugat Konvensi dan

gugatan ini dilakukan masih dalam acara jawab-jinawab diantara para pihak. 33 . Retnowulan sutanto dan iskadar oeripkartawinata, 1997, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, CV. Mandar maju, Bandung . hal 41

89

Page 90: analisa putusan

Gugatan Rekonpensi ini diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan,

yaitu pertimbangan hukum dalam Konvensi maupun pertimbangan hukum

dalam Rekonpensi. Apa yang digugat dalam gugatan rekonpensi ini memang

seharusnya yang digugat adalah perihal yang mengenai kebendaan, dan dalam

kasus ini gugatan rekonpensi memang menggugat mengenai sertifkat tanah

yang menjadi jaminan atas perikatan antara Penggugat dengan Tergugat

Konvensi, meskipun ada bebrapa gugatan yang tidak berkaitan dengan hukum

kebendaan, dan apa yang digugat bukan merupakan hal-hal yang dikecualikan

untuk digugat Konvensi oleh pasal 132 a HIR, yaitu mengenai:

1. Penggugat dalam kualitas berbeda.

Rekonpensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam

suatu kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonpensinya

ditujukan kepada diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa

hukum tersebut).

2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa

gugatan rekonpensi.

3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.

Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan

putusan (eksepsi) Gugatan rekonpensi tidak boleh dilakukan dalam

hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan

tergugat untuk melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu unit

mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat

mengajukan rekonpensi supaya penggugat membayar hutangnya

yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga, rekonpensi

seperti ini harus ditolak.

Apakah putusan hakim dalam menolak gugatan Rekonpensi telah sesuai

dengan teorinya?

DALAM REKONPENSI:

- Menimbang bahwa isi gugatan para pengguagat rekonpensi pada pokoknya

adalah bahwa para penggugat rekonpensi/para turut tergugat rekonpensi

90

Page 91: analisa putusan

telah melakukan perbuatan yang tidak berdasarkan hukum dengan cara

menguasai sertifikat hak milik atas tanah nomor 212 atas nama Drs.

SOEKAMTO dan sertifikat hak milik atas tanah Nomo2530 atas nama

Hajjah SITI MARIANA SOEKAMTO yang senyatanya merupakan hak milik

yang sah dari para penggugat rekonpensi/ turut tergugat konpensi sebagai

benda jaminan atas perikatan yang dibuat oleh tergugat rekonpensi yang

brakibat penggugat rekonpensi/ para tergugat rekonpensi mengalami

kerugian secara moril yang juka dihitung tidak kurang Rp. 1000.000.000.-

(satu miliar rupiah);

- Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, para

penggugat rekonpensi/ para turut tergugat rekonpensi telah mengajukan

alat bukti surat diberi tanda bukti T. T-I, dan dua orang saksi di bawah

sumpah yaitu saksi SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD

MUHADJI BIN SANRADJI, sedangkan para tergugat rekonpensi/ para

penggugat konpensi untuk mempertahankan dalil sangakalan telah

mengajukan alat bukti surat diberi tanda bukti P-I sampai dengan P-IX dan

3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI WAHYUNI yang disumpah di

persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan DESI INDAH ARISANTI

tidak disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung penggugat1 dan

saksiDESI INDAH ARISANTI adalah istri dari penggugat III;

- Menimbang bahwa berdasarkan bukti surat T.T-1 berupa laporan

kehilangan surat-surat dan barang yaitu menjelaskan bahwa para

penggugat rekonpensi/ para turut tergugat konpensi kehilangan

diantaranya SHM No.2350 tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana

Soekamto dan SHM No. 212 atas nama Drs. Soekamto;

- Menimbang berdasarkan bukti P- VI, P-VIII terbukti 2(dua) bidang tanah

SHM No.2350 tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM

No. 212 atas nama Drs. Soekamto, dan pemilik dua bidang tanah tersebut

dilihat dari bukti tersebut adalah Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM No.

212 atas nama Drs. Soekamto, karena belum pernah dialihkan pemiliknay

kepada pihak lain, hal ini juga dikuatkan oleh keteranagan saksi

91

Page 92: analisa putusan

SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI BIN

SANRADJI;

- Menimbang bahwa berdasarkan surat bukti P-VII bahwa SHM No.212 atas

nama Drs. Soekamto berada pada penggugat I konpensi/ tergugat I

rekonpensi karena dijadikan oleh tergugat konpensi untuk agunan/ jaminan

pinjaman uang tergugat konpensi kepada para tergugat rekonpensi/ para

penggugat konpensi sebagaiman surat bukti P-I sampai P-V;

- Menimbang bahwa beralihnya SHM no 212 tersebut kepada para tergugat

rekonpensi/ para penggugat konpensi karena adanya perjanjian antara

para tergugat rekonpensi/ para penggugat konpensi dengan tergugat I

konpensi yang tidak lain anak kandung dari para penggugat rekonpensi /

para turut tergugat konpensi, dan perjanjian para penggugat rekonpensi /

penggugat konpensi tersebut sah, hanya saja penyerahan SHM No. 212

untuk jaminan / agunan hutang / pinjaman kepada para tergugat rekonpensi

/ para penggugat konpensi oleh tergugat konpensi tidak disertai / tidak ada

kuasa dari kuasa para penggugat rekonpensi kepada tergugat, jadi masih

ada kurang persyaratan hukum yang diamanatkan undang-undang di

bidang agraria;

- Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh para

penggugat rekonpensi / para turut tergugat konpensi tersebut, maka para

penggugat rekonpensi / para turut tergugat konpensi tidak dapat

membuktikan dalil gugatanya;

- Menimbang bahwa karena para penggugat rekonpensi / para turut

tergugat konpensi tidak dapat membuktikan dalil gugatanya, oleh

karenanya dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam gugatan

rekonpensi ini yang akan ditentukan dalam amar putusan;

Mengadili :

DALAM REKONPENSI

- Menolak gugatan para penggugat rekonpensi / para turut tergugat konpensi

untuk seluruhnya;

92

Page 93: analisa putusan

- Menghukum turut tergugat konpensi / para penggugat rekonpensi untuk

membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang dinilai nihil;

Dalam memutus gugatan Rekonpensi ini, majelis hakim telah sesuai

dengan teori-teori yang ada sistem atau proses pemeriksaan penyelesaia

gugatan konvensi dan rekonpensi diatur dalam Pasal 132 b ayat (3) HIR. Jika

ketentuan ini dihubungkan dengan ayat (5), terdapat dua sistem penyelesaian

yang dapat ditempuh PN atau Majelis Hakim yang memeriksa gugatan

rekonpensi tersebut.

1. Konvensi dan Rekonpensi Diperiksa serta Diputus Sekaligus dalam Satu

Putusan

Sistem ini merupakan aturan umum yang menggariskan proses

pemeriksaan dan penyelesaian gugatan konvensi dan rekonvesi:

Dilakukan secara bersama dan serentak dalam satu proses pemeriksaan,

sesuai dengan tata tertib beracara yang digariskan oleh Undang-

Undang. Oleh karena itu :

- Terbuka hak pengajuan eksepsi pada konvensi maupun

rekonpensi.

- Mengajukan replik dan duplik pada konvesi dan rekonpensi.

- Mengajukan pmbuktian baik untuk konvensi dan rekonpensi.

- Menyampaikan konklusi dalam konvensi atau rekonpensi, dan

- Proses pemeriksaan dituangkan dalam satu berita acara yang

sama.

Selanjutnya, hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dan

serentak dalam satu putusan, dengan sistematika:

a) Menempatkan uraian putusan konvensi pada bagian awal, meliputi

- Dalil gugatan konvensi

- Petitum gugatan konvensi

- Uraian pertimbangan konvensi, dan

- Kesimpulan hukum gugatan konvensi.

93

Page 94: analisa putusan

b) Menyusul kemudian, uraian gugatan rekonpensi, meliputi hal-hal

yang sama dengan substansi gugatan konvensi,

c) Amar putusan sebagai bagian terakhir,

Amar putusan merupakan bagian terakhir, terdiri dari amar putusan

:

- Dalam konvensi, dan

- Dalam rekonpensi.

Penerapan sistem yang demikian, sesuai dengan penyelesaian setiap

perkara kumulasi. Bukankah gugatan rekonpensi merupakan kumulasi dengan

gugatan konvensi? Oleh karena itu, harus diselesaikan serentak dalam satu

proses pemeriksaan yang sama dan dituangkan pula dalam satu putusan yang

sama di bawah nomor register yang sama pula.

2. Boleh Dilakukan Proses Pemeriksaan secara Terpisah

a) Diperiksa secara terpisah tetapi dijatuhkan dalam satu putusan

dengan syarat pemeriksaan gugatan konvensi dahulu diselesaikan

baru gugatan rekonpensinya.

b) Diperiksa secara terpisah dan diputus dalam putusan yang berbeda.

Hal ini dapat terjadi apabila antara kedua belah pihak tidak terdapat

koneksitas yang erat, sehingga penyelesaian memerlukan

penanganan yan terpisah.

Maka dalam memutus gugatan rekonpensi ini PN dalam hal ini Majelis Hakim

telah memutus sesuai dengan teori yang ada, yaitu:

- Konvensi dan rekonvesi dilakukan secara bersama dan serentak dalam

satu proses pemeriksaan.

- Hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dan serentak dalam

satu putusan.

Kesimpulan

Berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan diatas tadi, maka dapat

disimpulakan bahwa dalam menyusun Gugatan Rekonpensi para pihak turut

tergugat telah sesuai dalam penyusunannya, begitu pula dengan PN atau

94

Page 95: analisa putusan

Majelis Hakim yang memeriksa Gugatan Rekonpensi telah memutus sesuai

dengan teori yang ada. Dengan perincian sebagai berikut :

Apa yang digugat dalam gugatan rekonpensi ini memang seharusnya yang

digugat adalah perihal yang mengenai kebendaan, dan dalam kasus ini gugatan

rekonpensi memang menggugat mengenai sertifkat tanah yang menjadi

jaminan atas perikatan antara Penggugat dengan Tergugat Konvensi dan apa

yang digugat bukan merupakan hal-hal yang dikecualikan untuk digugat

Konvensi oleh pasal 132 a HIR, yaitu mengenai:

1. Penggugat dalam kualitas berbeda.

Rekonpensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam

suatu kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonpensinya

ditujukan kepada diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa

hukum tersebut).

2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa

gugatan rekonpensi.

3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.

Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan

putusan (eksepsi) Gugatan rekonpensi tidak boleh dilakukan dalam

hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan

tergugat untuk melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu unit

mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat

mengajukan rekonpensi supaya penggugat membayar hutangnya

yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga, rekonpensi

seperti ini harus ditolak.

Serta dalam memutus gugatan rekonpensi ini PN dalam hal ini Majelis

Hakim telah memutus sesuai dengan teori yang ada, yaitu:

- Konvensi dan rekonvesi dilakukan secara bersama dan serentak dalam

satu proses pemeriksaan.

- Hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dan serentak dalam

satu putusan.

95

Page 96: analisa putusan

3. Keadilan dan Kemanfaatan

Keadilan telah sejak zaman Yunani merupakan cita hukum tertinggi.

Apakah Keadilan itu, sampai saat ini tampaknya belum ada satu definisi yang 

diakui tentang keadilan tersebut, bahkan relativitas keadilan memunculkan

pendapat, bahwa “keadilan tertinggi itu adalah ketidak-adilan tertinggi”. Jika

berpijak kepada pendapat ini, jelas kiranya kita sangat skeptis terhadap apa yang

sedang dikerjakan oleh seluruh pengadilan di semua negara, termasuk Indonesia.

Begitu tingginya cita hukum yang ingin dicapai, maka pengadilan sering disebut

sebagai “satu-satunya benteng terakhir keadilan”. Bahkan dalam sistem hukum

acara di Indonesia, putusan majelis hakim secara eksplisit mencantumkan irah-

irah, “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Irah-irah tsb

mencerminkan betapa luhur dan mulia kedudukan dan  peranan seorang hakim di

Indonesia, sehingga kepadanya dibentangkan dan ditegaskan bahwa ia

bertanggung jawab sepenuhnya atas putusan yang diambil yang bersangkutan

kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan perkataan lain, setiap ucapan seorang Hakim dalam memutus

perkara seharusnya diidentikan dengan keadilan karena putusan yang

diucapkannya merupakan jaminan terciptanya keadilan kepada Tuhan Yang Maha

Esa. Atas dasar pemikiran tsb, jelas bahwa, seorang Hakim di Indonesia, adalah

satu-satunya  “perwakilan” Tuhan Yang Maha Esa dalam menciptakan keadilan;

sungguh betapa beratnya beban moralitas seorang hakim, bukan saja

pertanggungjawaban teknis hukum dalam memeriksa dan mengadili suatu

perkara. Di dalam perkara pidana termasuk korupsi sudah tentu termasuk

pertanggungjawaban hakim menempatkan seseorang terdakwa di dalam penjara

untuk beberapa waktu lamanya, terlebih penjatuhan hukuman mati.

Masalah pemidanaan merupakan masalah yang penting, disamping sebagai

salah satu pokok permasalahan dalam hukum pidana, masalah pidana dan

pemidanaan baik dalam bentuk teori-teori pembenaran pidana maupun dalam

bentuk kebijakan dipandang sangat penting, sebab melalui pemidanaan akan

96

Page 97: analisa putusan

tercermin sistem nilai-nilia sosial budaya suatu bangsa, khususnya menyangkut

persepsi suatu bangsa terhadap hak-hak asasi manusia.34

Dalam hal ini maka hakim sangat berperan dalam menjatuhkan

pemidanaan. Peran dan tugas hakim bukan hanya sebagai pembaca deretan huruf

dalam undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Tetapi dalam putusannya

memikul tanggung jawab menjadi suara akal sehat dan mengartikulasikan sukma

keadilan dalam kompleksitas dan dinamika kehidupan masyarakat. Hakim

progresif akan mempergunakan hukum yang terbaik dalam keadaan yang paling

buruk. 35

Dalam hubungan ini, pekerjaan hakim menjadi lebih kompleks. Seorang

hakim bukan teknisi undang-undang, tetapi juga mahluk sosial. Karena itu,

pekerjaaan hakim sungguh mulia karena ia bukan hanya memeras otak, tetapi juga

nuraninya. Apabila hakim hanya melihat aspek kepastian hukum, tanpa melihat

ekses negatif yang timbul yang diakibatkan perbuatan tersebut, maka hal ini akan

menciptakan suatu permasalahan mekanisme dalam pengambilan putusan.

Menurut Satjipto Rahardjo, pengadilan progresif mengikuti maksim. “hukum

adalah untuk rakyat, bukan sebaliknya”. Bila rakyat adalah untuk hukum, apa pun

yang dipikirkan dan dirasakan rakyat akan ditepis karena yang dibaca adalah kata-

kata UU. 36 Berdasarkan hal tersebut, maka seyogyanya hakim dapat melihat

aspek-aspek lain selain kepastian hukum guna menciptakan keadilan dan

kemanfaatan hukum.

Kualitas hakim terlihat dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan

untuk menjatuhkan keputusan dan keputusannya itu sendiri. Penilaian terhadap

cara kerja hakim ini akan mempengaruhi kewibawaan hakim dan peradilan, serta

kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai tempat untuk

mencari keadilan.

Untuk mengetahui suatu putusan mempunyai nilai keadilan dan

kemanfaatan, maka peneliti akan menganalisis Putusan Nomor 11 / Pdt.G / 2009 /

34 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teorii dan Kebijakan Pidana, Bandung : Alumni. Hlm. V

35 Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta : Kompas, hlm. 5636 Ibid

97

Page 98: analisa putusan

PN.Pwt dengan menggunakan konsep dari Day. Day mengatakan bahwa

diperlukan 3 (tiga) aspek penting untuk menguji keabsahan suatu putusan yang

meliputi :

1. Principle Based Argumentation; meliputi asas-asas yang dipergunakan hakim

dalam memutus.

2. Rule Based argumentation; dan meliputi peraturan perundang-undangan yang

dipergunakan hakim dalam memutus.

3. Theoritical Based Argumentation; meliputi teori-teori yang dipergunakan

hakim dalam memutus.37

a. Principle Based Argumentation

Bilamana dilihat dari Principle Based Argumentation yang

mengajarkan bahwa hakim dalam memutus sustu perkara haruslah

memperhatikan asas-asas yang menjadi dasar untuk mengambil keputusan. Di

dalam proses peradilan perdata dikenal beberapa asas-asas persidangan dan

asas-asas putusan hakim yang secara umum terdiri dari :

a) Asas hakim mencari kebenaran formil;

b) Hakim bersifat menunggu;

c) Hakim bersifat pasif;

d) Asas sidang terbuka untuk umum;

e) Asas mendengar kedua belah pihak;

f) Asas putusan harus disertai alasan-alasan;

g) Asas beracara dikenakan biaya;

h) Asas tidak ada keharusan mewakilkan;

Berkaitan dengan asas persidangan terbuka untuk umum, dan asas

mendengar kedua belah pihak, telah dianalisis oleh peneliti sebagaimana

dianalisis dalam poin 1 berkenaan dengan Penerapan Prosedur hukum Acara

37 Pernyataan ini disampaikan oleh A. Day dalam Workshop Evaluasi Kinerja Jejaring Investigasi dan Hasil Pernelitian Putusan Hakim yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial di Yogyakarta pada tanggal 13 Desember 2007.

98

Page 99: analisa putusan

Perdata dan telah terbukti bahwa hakim yang memeriksa Perkara Nomor 11 /

Pdt.G / 2009 / PN.Pwt telah memenuhi asas-asas terbuka untuk umum,

pemeriksaan secara langsung dan asas pembelaan.

Peneliti akan menganalisis lebih lanjut mengenai asas keadilan,

kepastian hukum dan asas kemanfaatan sebagai berikut :

Berkaitan dengan asas hakim mencari kebenaran formil dalam

penjatuhan putusan hakim, maka terdapat norma yang termaktub dalam

Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, antara lain

terdapat dalam pasal berikut :

a) Pasal 4 ayat (1) :

”Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

YME”

b) Pasal 26

”Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai

hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

c) Penjelasan

”Agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan mencerminkan

rasa keadilan masyarakat”.

Rawls berpendapat bahwa dalam keadilan, terdapat rangkaian secara

intrinsik prinsip-prinsip moral dan prinsip-prinsip hukum. Manusia sebagai

person moral terutama dituntun oleh norma-norma yang dianutnya sendiri

secara internal, yakni norma-norma moral. Akan tetapi, perlu diakui bahwa

norma-norma moral tidak dengan sendirinya efektif mengatur tata hubungan

serta pola sikap antarmanusia. Dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah prinsip-

prinsip hukum yang mampu menjamin stabilitas serta kebaikan bersama dalam

di dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Dengan memperlihatkan relasi

mendasar antara prinsip-prinsip moral dan prinsip hukum, Rawls menegaskan

bahwa tujuan akhir dari prinsip-prinsip moral yakni menghasilkan manusia

99

Page 100: analisa putusan

yang baik. Dengan demikian, isi dari aturan hukum harus dapat

dipertanggungjawabkan secara moral. Dalam arti itu, norma-norma legal harus

merupakan determinasi yang lebih jauh serta penerapan lebih kongkret dari

prinsip-prinsip moral dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain, prinsip-

prinsip hukum harus merupakan refleksi dari prinsip-prinsip moral. Secara

lebih khusus, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Rawls bahwa hukum harus

dibentuk demi memelihara dan mendukung keadilan.38

Soejono Koesoemo menyarankan agar hakim dalam melakukan

penemuan hukum yaitu proses dan karya hakim yang menetapkan benar dan

tidak menurut hukum dalam suatu situasi konflik yang diujikan kepada hati

nurani. Karya tersebut bersifat intelektual, rasional, logis, intuitif dan etis.

Intelektual rasional berarti hakim harus mengenal dan memahami kenyataan

kejadian dan peraturan hukum yang berlaku dan akan diperlakukan berikut

ilmunya. Intelektual logis berarti penerapan hukum nomatif terhadap kasus

posisinya, hakim seharusnya mengindahkan hukum logika baik formil

maupun materiil. Aspek intuitif menghendaki adanya perasaan halus murni

yang mendampingi rasio dan logika sehingga bersama-sama mewujudkan rasa

keadilan yang pada akhirnya harus senantiasa diujikan dan dibimbing oleh hati

nurani sehingga mengejawantahkan keadilan.39

Putusan hakim dikatakan rasional, apabila dengan putusan tersebut

tercapai/ mengarah pada pencapaian tujuan. Jika dikaitkan dengan keadilan,

maka putusan tersebut mengarah kepada tercapainya keadilan bagi para pihak

yang berperkara. Jika dikaitkan dengan hak-hak para pihak yang berperkara,

maka putusan tersebut harus mengarah kepada tercapainya keadilan bagi para

pihak.

Dalam Putusan Hakim Perkara Nomor : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt.,

terdapat fakta-fakta hukum sebagai berikut :

38 John Rawls, 1971, A Theory of Justrice, Massachussetts : Harvard University Press. Cambridge, hlm. 367

39 Gregorius Aryadi, 1995, Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana; (Studi Kasus Tentang Pencurian dan Korupsi di Daerah Istimewa Yogyakarta), Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 64

100

Page 101: analisa putusan

4. Bahwa :ELY SUPRIHATININGSIH------- bertempat tinggal di Jl. Jatiwinangun Gang

Arjuna 12 kel. Purwokerto Lor RT.02 RW.09 kec. Purwokerto Timur Kab. Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-1;----------------------------------------------

DWI HENDRA WIJAYA-----------bertempat tinggal di Jl. Dr.Cipto Mangunkusumo RT.06 RW.01, Desa Gandasuli, Kec. Brebes, Kab. Brebes, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-2;-----------

MICHAEL SALYO PURWOKO- bertempat tinggal di Jl. Raden Patah RT.02 RW.01 Desa Dukuh Waluh, Kec. Kembaran, Kab. Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-3;-----------

WAHYU WIDODO------------------ bertempat tinggal di Jl. Gunung Muria No.861 RT.01 RW.08 Kel. Grendeng, Kec. Purwokerto Utara, Kab. Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-4;------------------------------------------------------------------

HARI SETIAWAN------------------- bertempat tinggal di Desa Karangsoka RT.04 RW.01, Kec. Kembaran, Kab. Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-5.-----------------------------------

Telah mengajukan gugatan wanprestasi terhadap: AJI BUDI PRASETYA bin SOEKAMTO bertempat tinggal di Jl. Sudagaran

11/22 RT.01 RW.02, Kel. Purwokerto Kulon, Kec. Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas. Atau Jl.Pertabatan II 86-A Purwokerto, selanjutnya disebut sebagai: TERGUGAT;-

DRS. SOEKAMTO-------------------bertempat tinggal di Jl. HOS Notosuwiryo Desa/Kel. Teluk RT.02 RW.14 Kec. Purwokerto Selatan, Kab.Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: TURUT TERGUGAT-1;------------------------------------------------

SITI MARINA al. MARIANA SOEKAMTO bertempat tinggal di Jl. HOS Notosuwiryo Desa/Kel. Teluk RT.02 RW.14 Kec. Purwokerto Selatan, Kab.Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: TURUT TERGUGAT-2;------------------------------------------------

101

Page 102: analisa putusan

2. Bahwa gugatan Para Penggugat pada pokoknya sebagai berikut:-Bahwa Tergugat telah pinjam uang pada Penggugat 1 sebesar Rp. 68.000.000,- (enam puluh delapan juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut:

- Pertama, tanggal 14 januari 2009 sebesar Rp. 55.000.000,- ( lima puluh lima juta rupiah ) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28 januari 2009 dari 2 (dua) kuitansi;

- Kedua, tanggal 20 januari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 3 pebruari 2009;

- Ketiga, tanggal 24 januari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah)dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 7 pebruari 2009;

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat II sebesar Rp. 68.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) dalam jangka waktu 2 (dua) minggu dengan profit share 15 % dengan perincian yaitu:- Pertama, tanggal 9 januari 2009 sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta

rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 23 januari 2009;- Kedua, tanggal 27 januari 2009 sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta

rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 10 pebruari 2009;- Ketiga, tanggal 3 pebruari 2009 sebesar Rp. 26.000.000,- ( dua puluh enam

juta rupiah) dengan jatuh tempo 2 ( dua) minggu yaitu tanggal 17 pebruari 2009;

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang dengan Penggugat III sebesar Rp.13.000.000,- ( tiga belas juta rupiah) akan diberi keuntungan 15 % untuk jangka waktu 2 (dua) minggu yaitu:- Pertama, tanggal 16 januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu

sampai dengan 30 januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);- Kedua tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu, yaitu

sampai denag tanggal 5 Februari 2009 sebesar Rp.8.000.000,- ( delapan juta rupia);

- Bahwa Tergugat telah pinjam uang denganPenggugat IV sebesar Rp. 38.000.000.- ( tiga puluh delapan juta rupiah) dengan keuntungan profit shere 15% untuk jangka waktu 2 minggu denag perincia :- Pertama , tanggal 14 Januari 2009 denagn jatuh tempo 2(dua) minggu yaitu sampai dengan 28 Januari 2009 yangtertulis dalam kuitansi adalah Rp. 30.000.000.- ( tiga puluh juta rupiah) ;- Kedua, tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 5 Febuari 2009 sebesar Rp. 8.000.000.- (daelapan juta rupiah);- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat V sebesar Rp. 35.000.000.- (tiga puluh lima juta rupiah) denag kuitansi yang mencantum profit shere per 14 hari, sebagai berikit pada tanggal 13 Febuari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28 Februari 2009;

102

Page 103: analisa putusan

3. Bahwa Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membenarkan gugatan Para Penggugat, yaitu Tergugat telah berhutang kepada Para Penggugat, tapi Tergugat menyangkal besar hutangnya terhadap Penggugat I dan Pengguagt II, dan Penggugat V yaitu, masing-masing hutang terhadap Penggugat I sebesar Rp. 58.000.000 ( lima puluh delapan juta rupiah) bukan sebesar Rp. 68.000.000.- ( enam puluh delapan juta rupiah) sedangkan terhadap Penggugat II sebesar Rp. 31.000.000.- ( tiga puluh satu juta rupiah), buakan sebesar Rp. 61.000.000.- ( enam puluh satu juta rupiah) dan Penggugat V sebesar Rp. 30.000.000.- ( tiga puluh juta rupiah) bukan Rp. 35.000.000.- ( tiga puluh lima juta rupiah) dengan jatuh tempo 2 (sua) inggu dan dengan janji buanga atau profit shere sebesar 15%;4. Bahwa para Turut Terguguat tidak menyangkal dalit pokok gugatan Para Penggugat, tetapi menyangkat posita ke-7 dan ke-12 “tentang tanah dan bangunan sesuain Sertifikat Hak Milik ( SHM) No.212 atasnama SOEKAMTO dan tanah sawah Sertifikat Hak Milik (SHM) No.2350 atasnama Hj. SITI MARIANA SOEKAMTO yang oleh Tergugat sebagai benda jaminan atas pinjaman / hutang kepada Para Penggugat sehingga menolak sita jaminan yang diajukan Para Penggugat atas tanah-tanah tersebut”,5. Bahwa berdasarkan jawab-jinawab antara para pergugat dengan Tergugat dan para Turut Tergugat, ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan atau tidak dibantah oleh terguagat dan para Turut Tergugat, sehingga dalil-dalil Penggugat tersebut merupakan dalil tetap yang tidak perlu dibuktikan lagi oleh Para Penggugat, yaitu:

- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah);

- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 4 sebesar Rp. 38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah);

- Bahwa jatuh tempo hutang atau pinjaman tersebut selama 2 (dua) minggu atau 14 (empat belas) hari dengan profit share atau bagi hasil sebesar 15%;

- Bahwa hutang Tergugat kepada Para Penggugat (Penggugat1,2,3,4 dan 5) belum pernah dibayar oleh Tergugat;

6. Bahwa sedangkan terhadap dalil Para Penggugat yang disangkal oleh Tergugat dan para Turut Tergugat, sehingga belum merupakan dalil tetap dan harus dibuktikan oleh Para Penggugat adalah:

- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 1 sebesar Rp. 58.000.000,- bukan Rp. 68.000.000 (enam puluh delapan juta rupiah);

- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 2 sebesar Rp. 31.000.000,- bukan sebesar Rp 61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah);

- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 30.000.000,- bukan Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah);

7. Bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Para Penggugat telah

mengajukan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan P-9,

dan 3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI WAHYUNI yang disumpah di

103

Page 104: analisa putusan

persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan DESI INDAH ARISANTI tidak

disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung Penggugat 1 dan saksi DESI

INDAH ARISANTI adakah istri dari Penggugat III, dan pihak Tergugat untuk

membuktikan dalil-dalil sangkalannya tersebut tidak mengajukan alat bukti

surat maupun saksi, sedangkan Para Turut Tergugat untuk mempertahankan

dalil-dalil sangkalannya telah mengajukan alat bukti surat diberi tanda bukti

T.T-1 dan 2 (dua) orang saksi dibawah sumpah yaitu SOEMARNO BIN

ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI BIN SANRADI;

8. Bahwa berdasarkan tanda bukti P-1 terdiri dari 4 (empat) lembar

kwitansi, yaitu 2 (dua) lembar tertanggal 14 Januari 2009 masing-masing

tertulis senilai Rp. 15.000.000,- dan Rp. 40.000.000,-, tertanggal 20 Januari

2009 berjumlah sebesar Rp. 10.000.000,-, dan kwitansi Rp. Tertanggal 24

Januari 2009 berjumlah Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);

9. Bahwa pada 4 (empat) kwitansi tersebut tertulis, yakni telah diterima

uang dari ELY SUPRIHARTININGSIH untuk pembayaran pinjaman atas

nama AJI BUDI PRASETYA yang diberi materai Rp. 6.000,- (enam ribu

rupiah) dan diberi stempel/cap serta ditandatangani atas nama AJIE untuk

kwitansi 1 sampai dengan 3, sedangkan kwitansi ke-4 ditandatangani atas

nama AJIE BUDI P;

10. Bahwa di depan persidangan Tergugat telah mengakui nama yang tertulis

“AJIE” dan “AJIE BUDI P” dan tandatangan di dalam kwitansi adalah nama

dan tandatangan Tergugat, begitu pula stempel/cap diakui sebagai milik

Tergugat;

11. Bahwa berdasarkan tanda bukti P-2 yaitu berupa 3 (tiga) lembar kwitansi,

masing-masing tertanggal 09 Januari 2009 tertulis sejumlah uang Rp.

20.000.00,-(dua puluh juta rupiah), tertanggal 09 Januari 2009 tertulis

sejumlah uang Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), dan kwitansi

tertanggal 3 Februari 2009 tertulis sejumlah uang Rp. 26.000.000,- (dua puluh

enam juta rupiah);

12. Bahwa di dalam 3 (tiga) kwitansi tersebut tertulis yaitu telah diterima uang

dari DWI HENDRA WIJAYA untuk membeli modal usaha yang diberi

104

Page 105: analisa putusan

materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) dan diberi stempel/cap serta

ditandatangani atas nama AJI BUDI P untuk kwitansi 1, sedangkan untuk

kwitansi ke-2 dan ke-3 tidak dicantum nama;

13. Bahwa di persidangan Tergugat mengakui tertulis di kwitansi nama “AJI

BUDI P” dan tandatangan adalah nama Tergugat, begitu pula stempel/cap

diakui milik dan dilakukan Tergugat;

14. Bahwa berdasarkan tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar kwitansi

tertanggal 13 Februari 2009 di dalam tertulis : telah diterima dari MS. HARI

SETIAWAN uang sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah)

untuk modal bisnis /kerja sama bermaterai Rp.6.000, (enam ribu rupiah) dan

ditandatangani, tetapi tanpa tercantum nama jelas/terang;

15. Bahwa di depan persidangan Tergugat mengakui bahwa tanda tangan yang

tercantum di kwitansi adalah tandatangan Tergugat;

16. Bahwa berdasarkan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-I sampai dengan

P-V dan pengakuan Tergugat( dalil-dalil tetap), maka telah terbukti bahwa

Tergugat berhutang kepada Para Penggugat, yaitu kepada PenggugatI sebesar

Rp.68.000.000,-, kepada Penggugat II sebesar Rp. 61.000.000,-,(enam puluh

satu juta rupiah), kepada Penggugat III sebesar Rp.13.000.000,- (tiga belas

juta rupiah), kepada Penggugat IV sebesar Rp. 38.000.000,- (tiga puluh

delapan juta rupiah). Kepada Penggugat V sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga

puluh lima juta rupiah);

17. Bahwa tanda bukti P-I terdiri dari 4 (empat) lembar kwitansi, menerangkan

jatuh tempo hutang Tergugat kepada Penggugat I masing-masing tertanggal

28 Januari 2009, tanggal 3 Februari 2009, dan 7 Februari 2009;

18. Bahwa tanda bukti P-II berupa 3 (tiga) lembar, menerangkan Tergugat

berhutang/minjam uang kepada Penggugat II sebanyak 3 (tiga) kali dengan

masa jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 23 Januari 2009, 10

Februari 2009 dan tanggal 17 Februari 2009;

19. Bahwa tanda bukti P-III berupa 2 (dua) lembar kwitansi, menerangkan

Tergugat berhutang/minjam uang kepada Penggugat III sebanyak 2 (dua) kali

105

Page 106: analisa putusan

dengan masa jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 30 Januari 2009,

dan tanggal 5 Februari 2009;

20. Bahwa tanda bukti P-IV berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 14 Januari

2009 dan 1 (satu) lembar bukti transfer uang di bank BCA ke rek. 3580194949

atas nama AJI BUDI PRASETYA tertanggal 21 Januari 2009, jatuh tempo

pinjaman/hutang Tergugat kepada Penggugat IV sesuai dengan kwitansi

tertulis setengah bulan, sehingga jatuh temponya pada tanggal 29 Januari

2009, sedangkan untuk pinjaman transfer melalui bank BCA karena

berdasarkan kesepakatan jatuh tempo selama setengah bulan, maka jatuh

temponya tanggal 5 Februari 2009;

21. Bahwa tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 13 februari

2009 menerangkan hutang / pinjaman Tergugat kepada Penggugat V untuk

modal bisnis / kerjasama dengan masa jatuh tempo 14 hari, berarti tanggal 27

Februari 2009;

Kemudian hakim mempertimbangkan pengakuan Tergugat terhadap dalil-

dalil dalam gugatan Penggugat sebagai dalil tetap untuk mengklasifikasi

perbuatan Tergugat sebagai Wanprestasi, sebagaimana dijelaskan dalam

pertimbangan hakim sebagai berikut :

“Menimbang bahwa berdsarkan pengakuan Tergugat atas gugatan Penggugat yang berupa dalil tetap, bahwa Tergugat belum membayar hutangnya kepada Para Penggugat hingga jatuh tempo sebagaimana telah diperjanjikan pada tanda bukti P-I sampai dengan P-V, sehingga perbuatan Tergugat tidak membayar hutang kepada Para Penggugat tersebut adalah merupakan ingkar janji (wanprestasi);

Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan bahwa Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) seperti tersebut di atas, apakah hal tersebut dapat diklasifikasikan juga sebagai atau merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);

Menimbang bahwa dasar gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo adalah mengenai pinjaman / hutang piutang untuk modal usaha dengan perjanjian profit sharing 15 %, dan sebagai mana telah dibertimbangkan di atas Tergugat tidak dapat membayar pinjaman pokok serta profit sharing sebesar 15% kepada Penggugat sesuai waktu jatuh tempo yang telah diperjanjikan, maka Majelis hakim berpendapat tidak memenuhi seluruh unsure perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)sebagaimana putusan Hoge Raad Nederland 1919;

106

Page 107: analisa putusan

Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-I, P-II, P-III, P-IV, P-V, P-VI, P-VII, dan P-VIII serta keterangan saksi TRI WAHYUNI, Para Penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatan, dengan menyatakan bahwa sikap Tergugat tidak membayar hutang / pinjamannya kepada Para Penggugat yang telah melewati jatuh tempo yang telah diperjanjikan adalah perbuatan ingkar janji (wanprestasi);”

Setelah melalui analisa terhadap fakta-fakta hukum yang terungkap

selama persidangan, Hakim dapat mengambil kesimpulan bahwa perbuatan

Tergugat diklasifikasi sebagai Wanprestasi. Untuk dapat mencapai kesimpulan

tersebut, Hakim telah menggunakan alur berpikir silogistik dengan tetap

berpedoman pada aturan hukum, asas-asas dan teori hukum yang ada. Jika

hakim sudah menerapkan hal ini, maka putusan yang dihasilkan akan

memenuhi rasa keadilan dan mendatangkan manfaat bagi para pihak.

2. Rule Based argumentation

Selanjutnya bila putusan Putusan Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt,

dilihat dari rule based argumentation yang menekankan pada penerapan

ketentuan-ketentuan dasar di dalam peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan perkara perdata yang bersangkutan, maka dalam hal ini,

hakim harus mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Dalam Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt, yang

diperiksa di Pengadilan Negeri Purwokerto, berdasar dari proses pemeriksaan

persidangan, hakim telah memutus atas dasar ketentuan-ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Hal ini terbukti dengan

dipertimbangkannya berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan

sebagai berikut :

Bahwa menurut pasal 163 HIR dan pasal 1865 BW menyatakan “

barang siapa yang mengatakan mempunyai suatu hak atau

107

Page 108: analisa putusan

menyebutkan suatu kejadian untuk meneguhkan haknya atau untuk

membantah hak orang lain, haruslah membuktikan adanya hak atau

kejadian itu”;

Berdasarkan fakta hukum tersebut, maka dapat diinterpretasikan

bahwa hakim dalam memutus Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 /

PN.Pwt sudah mempertimbangkan rule based agumentation.

3. Theoritical Based Argumentation

Apabila dilihat dari aspek dasar Theoritical Based Argumentation,

dimana aspek ini menekankan, bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan

hendaknya mendasarkan pada teori-teori hukum/ doktrin-doktrin hukum.

Hakim dalam memeriksa perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt

sudah menggunakan doktrin-doktrin ilmu hukum dalam memberikan

pertimbangan hukumnya. Hal tersebut dapat dilihat dalam pertimbangan-

pertimbangan hakim yang mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang

disampaikan oleh kedua belah pihak. Hal ini menunjukan bahwa hakim

mencari kebenaran formil.

Oleh karena itu, apabila Putusan Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G /

2009 / PN.Pwt ditinjau dari aspek Theoritical Based Argumentation yang

menekankan, bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan hendaknya

mendasarkan pada teori-teori hukum/ doktrin-doktrin hukum, maka Putusan

Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt memenuhi aspek

Theoritical Based Argumentation. Hal ini terbukti dengan

dipertimbangkannya berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan

sebagai berikut :

a. Perbuatan melawan hukum / onrechtmatige Daad, yakni tuntutan

tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul

karena undang-undang; oleh karenanya tidak dapat dibenarkan

menurut hukum mencampur / menggabungkan perbuatan melawan

hukum / onrechtmatige Daad dengan ingkar janji / wanprestatie,

108

Page 109: analisa putusan

hal ini sesuai dengan doktrin hukum dan sejalan dengan pendapat

Mahkamah Agung RI, mohon periksa Yurisprudensi tetap MARI

dalam putusan nomor 879K/Pdt/1999 tanggal 22 Januari 2001,

yang pada pokoknya nenyatakan ‘penggabungan tuntutan

perbuatan melawan hukum dengan tuntutan wanprestasi di dalam

satu surat gugatan, tidak dapat dibenarkan menurut tertib beracara

perdata, masing-masing tuntutan harus diselesaikan dalam gugatan

tersendiri;

b. Menimbang bahwa sejalan dengan Yurisprudensi bahwa

penggabungan gugatan pada prinsipnya diperbolehkan dan tidak

bertentangan dengan hukum acara, hanya saja agar penggabungan

itu sah dan memenuhi syarat harus terdapat hubungan erat

(innerlicke samenhangen) atau terdapat hubungan hukum sebagai

mana Yurisprudensi No. 575K/Pdt/1983 tanggal 20 Juni 1984;

Selain hal-hal tersebut di atas Majelis Hakim juga mempertimbangkan

teori-teori hukum/ doktrin-doktrin hukum sebagai dasar dalam mengambil

keputusan. Hal tersebut terlihat dalam pertimbangan-pertimbangan Majelis

Hakim sebagai berikut :

Menimbang bahwa setelah majelis hakim memperhatikan

posita gugatan Para Penggugat angka ke- 8, dan ke-11 dihubungkan

dengan posita ke-1 sampai dengan poisita ke-6, dapat disimpulakan

bahwa pokok permasalahan dalam perkara a quo adalah Tergugat

meminjam uang /berhutang kepada Para Penggugat, dimana pada

posita angka ke-1 sampai dengan posita ke-6 telah menjelaskan tentang

tanggal terjadinya pinjam uang/hutang serta waktu jatuh tempo hutang/

pinjaman, bahkan besarnya profit share yang akan diterima masing-

masing Penggugat;

109

Page 110: analisa putusan

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut tidak

ada kontradiktif/pertentangan diantara posita surat gugatan, dengan

demikian eksepsi Para Turut Tergugat tidak beralasan hukum dan

karenanya haruslah ditolak;

Menimbang bahwa terhadap eksepsi poin ke-2 yaitu tentang

“bahwa gugatan Para Penggugat dalam posita angka 11 maupun

petitum angka 3 telah menggabungkan tuntutan wanprestasi dengan

tuntutan perbuatan melawan hukum, hal demikian tidak dapat

dibenarkan menurut hukum, dan masing-masing tuntutan harus

diajukan dalam gugatan tersendiri, sehingga gugatan Penggugat

digolongkan tidak jelas (obscuur libelle), karenanya gugatan Para

Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet Ontvankelijk

verklaard);

Menimbang bahwa maksud dari eksepsi Para Turut Tergugat

ini adalah tentang penggabungan tuntutan yaitu antara ingkar janji/

wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum/ Onrechtmatige Daad,

akan tetapi dalil gugatan Para Penggugat tentang peristiwa konkritnya

adalah sama yaitu tentang adanya hutang/pinjaman Tergugat kepada

Para Penggugat. Penggabungan dari beberapa tuntutan ini seperti ini

dalam ilmu hukum acara perdata dikenal dengan komulasi objektif.

Menimbang bahwa menurut hukum acara perdata positif HIR

tidak mengatur penggabungan gugatan ( samen voeging van

vordering), namun berdasarkan doktrin hukum acara perdata

penggabungan tuntutan/ komulasi objektif dibenarkan, kecuali:

Kalau untuk sesuatu (gugatan) tertentu diperlukan suatu acara

khusus ( perceraian ), sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa

menurut acara biasa (gugatan utnuk memenuhi perjanjian ), maka

tuntutan itu tidak boleh digabungkan dalam satu gugatan;

Apabila hakim tidak berwenang (secara relatif) untuk

memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu

110

Page 111: analisa putusan

gugatan dengan tuntutan lain, maka kedua tuntutan itu tidak boleh

diajukan bersama-sama dalam satu gugatan;

Tuntutan tentang “Bezit” tidak boleh diajukan bersama-sama

dengan tuntutan tentang “Eigendom” dalam satu gugatan ( vide pasal

103 Reglement Op Verordering);

Serta Majelis Hakim dalam memutus sesuai dengan asas Ultra

Petita/Ultra Petitum Partium adalah asas Hukum dalam Hukum Perdata,

dimana dalam asas tersebut kewenangan hakim dalam memutus suatu perkara

perdata di batasi hanya pada hal-hal yang dimohon oleh para pihak. Sehingga

hakim tidak dapat memutus suatu perkara melebihi dari apa yang dimohon

oleh para pihak. Hal tersebut dapat dilihat dalam amar putusan dimana Majelis

Hakim hanya membebankan pembayaran ganti rugi kepada Tergugat tidak

melebihi nominal yang diminta oleh Penggugat dalam gugatannya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Hakim dalam menjatuhkan Putusan

Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt telah menerapkan 3 (tiga)

aspek yang harus terakomodir dalam suatu proses penjatuhan putusan terhadap

suatu perkara, yaitu Principle Based Argumentation, Rule Based argumentation,

dan Theoritical Based Argumentation.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa putusan hakim telah memuat

nilai-nilai keadilan karena hakim turut mempertimbangkan fakta-fakta hukum

yang dikemukakan oleh kedua belah pihak, sehingga hakim dalam memutus

bersifat obyektif dan tidak memihak. Putusan pun pada akhirnya mendatangkan

manfaat bagi kedua belah pihak, dimana Penggugat mendapat ganti kerugian

materiil berupa modal pokok milik Para Penggugat sebesar Rp 215.000.000,- (dua

ratus lima belas juta rupiah) dan mendapatkan profit sharing yang dijanjikan yaitu

sebesar Rp 25.960.000,- (dua puluh lima juta sembilan ratus enam puluh rupiah).

Sedangkan manfaat yang diperoleh oleh Tergugat adalah tidak dikabulkannya

gugatan Para Penggugat secara keseluruhan sehingga Tergugat lebih ringan dalam

membayar ganti kerugian kepada Penggugat.

111

Page 112: analisa putusan

E. Kesimpulan dan Rekomendasi

a. Kesimpulan

Berdasarkan analisis tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa :

4. Dalam melaksanakan Prosedur Hukum Acara Perdata, hakim telah

menerapkan asas-asas dalam hukum acara perdata antara lain Asas

Hakim Bersifat Pasif, Asas hakim bersifat menunggu, Asas terbuka

untuk umum, Asas mendengarkan kedua belah pihak, Asas

beracara dikenakan biaya, Asas putusan harus disertai alasan, Asas

Mancari Kebenaran Formil, Asas tidak ada keharusan mewakilkan.

5. Dengan melihat hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap

putusan nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt, maka peneliti dapat

memberikan gambaran bahwa hakim dalam perkara a quo sudah

secara maksimal menerapkan asas-asas beracara dan teori-teori

hukum yang ada serta aturan hukum yang berlaku, sehingga

putusan yang dihasilkan sudah mengakomodir hak-hak para pihak

yang berperkara untuk mendapatkan keadilan.

6. Dalam penalaran hukum hakim dalam perkara inconcreto :

Hakim sudah menggunakan pola berpikir silogistik. Dalam hal ini,

hakim dalam memberikan putusan selalu mendasarkan pada

sumber hukum baik berupa perundang-undangan, yurisprudensi

maupun doktrin yang ada. Sehingga, putusan yang dihasilkan

tersusun secara sistematis dan runtut, sehingga mudah dipahami.

Namun demikian, hakim telah melakukan proses berpikir silogistik,

sehingga semua unsur-unsur wanprestasi yang ada dalam gugatan

terhubung dengan fakta dan konklusinya.

7. Putusan Perkara nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt Pada dasarnya

telah mengandung unsur keadilan dan kemanfaatan, karena hakim

turut mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang dikemukakan

oleh kedua belah pihak, sehingga hakim dalam memutus bersifat

obyektif dan tidak memihak. Putusan pun pada akhirnya

112

Page 113: analisa putusan

mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak, dimana Penggugat

mendapat ganti kerugian materiil berupa modal pokok milik Para

Penggugat sebesar Rp 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta

rupiah) dan mendapatkan profit sharing yang dijanjikan yaitu

sebesar Rp 25.960.000,- (dua puluh lima juta sembilan ratus enam

puluh rupiah). Sedangkan manfaat yang diperoleh oleh Tergugat

adalah tidak dikabulkannya gugatan Para Penggugat secara

keseluruhan sehingga Tergugat lebih ringan dalam membayar ganti

kerugian kepada Penggugat.

b. Rekomendasi

Berdasarkan visi dan misi Komisi Yudisial, yaitu :

a. Visi : Menjadikan hakim sebagai insan pengabdi dan penegak keadilan

b. Misi :

1) Menyiapkan Hakim Agung yang berakhlak mulia, jujur, berani

dan kompeten ;

2) Melakukan pengawasan peradilan yang efektif, terbuka dan dapat

dipercaya ;

3) Mengembangkan sumber daya hakim menjadi insan yang

mengabdi dan menegakkan keadilan.

Dalam perkara a quo, dapat ditemukan adanya kepastian hukum, hal

terebut tercermin dalam pertimbangan-pertimbangan hukum sebelum hakim

menjatuhkan amar putusan. Dalam pertimbangannya, hakim menggunakan

dasar aturan hukum yang ada secara tepat sehingga putusan tersebut

mendatangkan keadilan dan kemanfaatan bagi kedua belah pihak yang

berperkara. Walaupun kinerja hakim dalam perkara a quo ini sudah baik,

namun tetap harus dilakukan pengawasan dan selanjutnya merekomendasikan

kepada Mahkamah Agung agar dilakukan pembinaan kepada seluruh hakim.

Pembinaan hakim diperlukan khususnya terhadap pengetahuan hakim dalam

melakukan interpretasi dan kecermatan dalam memberikan pertimbangan

hukum, karena putusan hakim harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

113

Page 114: analisa putusan

masyarakat dan ilmu hukum. Hal ini dimaksudkan, agar menjadi perhatian

bagi hakim-hakim lain untuk lebih menekankan keadilan, kepastian hukum

dan kemanfaatan, serta lebih cermat lagi dalam memberikan pertimbangan

hukum terkait unsur-unsur dalam perkara yang diperiksanya dengan

mempertimbangkan doktrin-doktrin ilmu hukum yang berlaku dan

yurisprudensi.

114

Page 115: analisa putusan

DAFTAR PUSTAKA

Buku Literatur yang digunakan :

Aryadi,Gregorius, 1995, Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana; (Studi Kasus

Tentang Pencurian dan Korupsi di Daerah Istimewa Yogyakarta),

Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Cormick, Neil Mac 1994, Legal Reasoning and Legal Theory Oxford: Oxford

University Press

Karjadi dan Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan

Penjelasan Resmi dan Komentar, Bogor : Politeia

Mertokusumo, Sudikno, 1996, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta :

Libety

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teorii dan Kebijakan Pidana,

Bandung : Alumni

Mukantardjo, Rudy Satriyo, 7 July 2007, Harmonisasi Peran Aparat Penegak

Hukum Dalam Memahami Peraturan Perundang-undangan Tentang

Tindak Pidana Korupsi, http//www.legalitas.org, diakses tanggal 20

Agustus 2008

Poerwadarminta, W. J. S., 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai

Pustaka

Rahardjo, Satjipto, 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta : Kompas

115

Page 116: analisa putusan

Rawls, John, 1971, A Theory of Justrice, Massachussetts : Harvard University

Press. Cambridge

Syahran, Abd. Halim, 08 July 2008, Peranan Hakim Agung dalam Penemuan

Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) pada

Era Reformasi dan Transformasi, http://saksi-buletin.com/index.php?

option=comcontent&task =view&id=13& Itemid=27, diakses pada tanggal

12 Maret 2009

Syed H. Alatas dalam Yunus Hussein, 18 Maret 2008, Alasan Orang Banyak

Korupsi, http//www.legalitas.org, diakses pada tanggal 20 Agustus 2008

Setiadi, Wicipto, 2006, Upaya Peningkatan Infrastruktur Hukum di Indonesia

dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Sektor Swasta,

Materi Seminar Nasional ”Pelaksanaan Konvensi PBB Menentang

Korupsi : Pemberantasan Korupsi di Sektor Swasta” yang diselenggarakan

pada 4 Agustus 2006

Peraturan Perundang-undangan dan Putusan Hakim yang digunakan :

Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006

116

Page 117: analisa putusan

MA 22 Juli 1970 No. 638 K/Sip/1969, J.I. Pen III/70, hlm. 101, MA 16 Desember

1970 No. 492 K/Sip/1970, J.I. Pen 1/71

117