A. Identitas Obyek Putusan dan Hakim yang Memutus 1. No. Perkara : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt 2. Pengadilan tempat putusan ditetapkan : Purwokerto 3. Tanggal putusan ditetapkan : Selasa, 24 Nopember 2009 4. Susunan Majelis hakim : a. Wahyuni,S.H b. Sohe,S.H.,M.H. c. Harto Pancono,S.H 5. Nama Penggugat : Ely Suprihatiningsih Penggugat-1 Dwi Hendra Wijaya Penggugat- 2 Michael Salyo Purwoko Penggugat-3 Wahyu Widodo Penggugat-4 Hari Setiawan Penggugat-5 6. Nama Tergugat : Aji Budi Prasetya Tergugat Drs.Soekamto Turut Tergugat-1 Siti Marina Turut Tergugat-2 B. Kasus Posisi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Identitas Obyek Putusan dan Hakim yang Memutus
1. No. Perkara : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt
2. Pengadilan tempat
putusan ditetapkan : Purwokerto
3. Tanggal putusan ditetapkan : Selasa, 24 Nopember 2009
4. Susunan Majelis hakim : a. Wahyuni,S.H
b. Sohe,S.H.,M.H.
c. Harto Pancono,S.H
5. Nama Penggugat : Ely Suprihatiningsih Penggugat-1
Dwi Hendra Wijaya Penggugat-2
Michael Salyo Purwoko Penggugat-3
Wahyu Widodo Penggugat-4
Hari Setiawan Penggugat-5
6. Nama Tergugat : Aji Budi Prasetya Tergugat
Drs.Soekamto Turut Tergugat-1
Siti Marina Turut Tergugat-2
B. Kasus Posisi
Aji Budi Prasetya (Tergugat) yang sedang mendirikan/membuka
usaha/dagang/bisnis bermaksud meminjam uang kepada Ely Suprihatiningsih
sebagai modal tambahan atas usahanya sebanyak tiga kali, dengan total Rp.
68.000.000,- dengan perincian yaitu :Pertama pada tanggal 14 Januari 2009
dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 sebesar
Rp. 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah) dari 2 kuitansi. Kedua pada tanggal
20 Januari 2009 dengan Jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 3
Pebruari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Ketiga pada tanggal
24 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 7
Pebruari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) selain kepada Ely, Aji
juga meminjam uang kepada Dwi Hendra Wijaya sebanyak tiga kali dengan
perincian sebagai berikut : Pertama pada tanggal 9 Januari 2009 dengan jatuh
tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 23 Januari 2009 sebesar Rp.
1
20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Kedua pada tanggal 27 Januari 2009 dengan
jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 10 Pebruari 2009 sebesar Rp.
15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Ketiga pada tanggal 3 Pebruari 2009 dengan
jatuh tempo 2 (dua minggu) yaitu sampai tanggl 17 Pebruari 2009 sebesar Rp
26.000.000,- (dua puluh enam juta rupiah) tidak hanya kepada Ely dan Dwi, Aji
juga meminjam kepada 3 orang lainnya yaitu Michael Salyo Purwoko, Wahyu
Widodo dan Hari Setiawan, dengan perincian sebagai berikut : kepada Michael,
Pertama pada tanggal 16 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu
sampai tanggal 30 Januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta
rupiah). Sedangkan kepada Wahyu Pertama pada tanggal 14 Januari 2009 dengan
jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 yaitu tetulis
dalam kuitansi adalah Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Selanjutnya pada
tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal
5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta rupiah). Dan terakhir
kepada Hari Pada tanggal 13 februari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu
yaitu sampai tanggal 28 februari 2009 sebesar Rp 35.000.000,-(tiga puluh lima
juta rupiah).
Terhadap para pemberi pinjaman (Penggugat) Aji menjanjikan profit share
sebesar 15% dalam jangka waktu 2 minggu, kecuali kepada Ely. Kemudian dapat
dibuat kesepakatan baru lagi dan begitulah seterusnya. Untuk menarik hati kepada
para pemberi pinjaman yang mana Aji berjanji akan memberikan hasil
keuntungan 15 % dari modal yang ditanamkan, dengan demikian Aji seharusnya
memberikan hasil keuntungan, namun dalam kenyataannya tidak demikian
sehingga jika dihitung-hitung para pemberi pinjaman menderita total kerugian
sebesar Rp. Rp 329.850.000,- (tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan ratus
lima puluh ribu rupiah).
Sebelum adanya perjanjian hutang piutang ini, Aji dan para pemberi
pinjaman pernah melakukan perjanjian serupa dengan nilai jumlah uang yang
2
lebih kecil, selain itu pada perjanjian sebelumnya Aji juga memberikan profit
sharing sebagaimana mestinya. Setelah perjanjian hutang-piutang yang pertama
selesai dan Aji telah melunasi semua hutangnya kepada para pemberi pinjaman,
Aji kemudian meminjam uang kembali kepada pemberi pinjaman diatas dengan
nominal yang lebih besar dari sebelumnya. Namun setelah waktu yang
diperjanjikan telah habis Aji tak kunjung melunasi hutangnya tersebut.
Untuk meyakinkan para pemberi pinjaman Aji memberikan jaminan
berupa dua bidang tanah dengan sertifikat hak milik tanah atas nama kedua
orangtuanya yaitu : Sertifikat HM No.212 a.n DRS.SOEKAMTO luas + 625 m2
Kaitannya dengan putusan, asas mendengarkan kedua belah pihak ini telah
diterapkan hakim dalam persidangan, hal ini dapat dilihat pada proses pembuktian
hakim mendengarkan keterangan-keterangan saksi yang diajukan oleh para pihak.
Dalam pengajuan alat bukti saksi dilakukan di muka persidangan yang dihadiri
oleh kedua belah pihak.
5. Asas beracara dikenakan biaya
6 Ibid, Hal.127 Ibid, Hal.13
35
Terdapat dalam pasal 181, 182,183 HIR yang mengatur ongkos perkara
yang harus dibayar. Pada umumnya dikenakan kepada pihak yang dikalahkan.
Apabila terdapat putusan sela, biaya perkara dapat ditangguhkan sampai putusan
akhir (pasal 181 ayat 2 HIR) . Biaya perakara dalam putusan verstek Harus
dibayar pada pihak yang kalah meskipun dalam perlawanan atau setelah banding
ia dimenangkan kecuali dalam putusan verstek itu dia dia tidak dipanggil dengan
patut. Pengertian biaya perkara terdapat dalam pasal 182 HIR:
1. Biaya kepaniteraan pengadilan dan biaya meterai yang perlu untuk perkara
itu.
2. Biaya saksi, ahli, juru bahasa. Tapi pihak yang menyuruh memeriksa lebih
dari lima saksi tidak boleh memperhitungkan biaya.
3. Biaya pemeriksaan setempat dan pekerjaan hakim yang lain.
4. Gaji pejabat yang di pertanggungkan melakukan panggilan pemberitahuan
dan surat sita yang lain.
5. Biaya dalam pasal 138 ayat 6
6. Gaji yang haraus dibayar panitera pengadilan atau pejabat lain.
Pembayaran dana-dana tidak termasuk dalam biaya perkara termasuk
honor advokat atau pengacara. Menurt pasal 183 HIR mengatur banyaknya biaya
perkara yabg menurut putusan hakim harus dibayar oleh salah satu pihak yang
kalah dan harus disebutkan dalam putusan begitu juga besarnya ganti rugi dan
bunga.
Dalam pasal 327 HIR disebutkan kalau ada pihak yang kalah dan tidak
mampu maka dapat mengajukan prodeo yang diajukan kepada kepolisian, tetapi
dalam praktek bias pada camat untuk meminta surat tidak mampu tersebut. Tetapi
kalau hakim mengetahui pihak yang kalah tersebut adalah orang yang mampu
maka permintaan prodeo bias tidak dikabulkan oleh hakim.8
8 Ibid, Hal.15
36
Dalam putusan ini pihak Tergugat yang ternyata kalah dan harus
membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 780.900, yang
mana disebutkan dalam putusan. Berarti dalam kasus ini hakim telah menerapkan
asas ini dengan benar. Tetapi dalam putusan rekonvensinya, hakim salah dalam
menerapkan azas ini karena turut tergugat juga dikenakan biaya perkara yang
timbul karena gugatannya dinilai nihil oleh hakim. Dalam putusan hakim pada
poin ke dua yaitu “Menghukum turut tergugat konpensi / para penggugat
rekonpensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang dinilai
nihil;” sehingga sangat jelas kalau hakim tidak memperhatikan kedudukan para
pihak dalam perkara ini, karena pada dasarnya turut tergugat tidak boleh
dimasukan di dalam putusan. Sehingga tidak bisa dituntut biaya perkara kalau dia
kalah. Hal ini sesuai dengan pasal….
6. Asas putusan harus disertai alasan
Semua putusan pengadilan pada asasnya harus alasan-alasan putusan yang
dijadikan dasar untuk mengadili (pasal 23 UU no. 14 Tahun 1970, 184 ayat 1, 319
HIR, 195 dan 618 Rbg ). Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai
pertanggungjawaban hukum dari pada putusannnya terhadap masyarakat,
sehingga dapat memiliki nilai yang obyektif. Dan karena alasan-alasan hukum
itulah maka putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang
menjatuhkannya.
Betapa pentingnya alasan-alasan sebagai dasar putusan dapat kita lihat
dari putusan MA yang menetapkan bahwa putusan yang tidak lengkap atau
kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan dapat
dibatalkan.9
Dalam putusan ini bahwa :
1. Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membenarkan gugatan Para
Penggugat yaitu Tergugat telah berhutang kepada Penggugat hanya saja
Tergugat menyangkal besarnya hutang dari salah satu Penggugat.9 Ibid, Hal.13
37
2. Ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan atau tidak dibantah oleh
Tergugat sehingga dalil tersebut merupakan dalil tetap yang tidak perlu
dibuktikan lagi.
3. Penggugat juga mengajukan alat bukti surat dan saksi unutk membuktikan
dalil gugatanna.
4. Tergugat juga membenarkan tanda tangannya dalam kwitansi atas nama
Tergugat, sehingga alat bukti tersebut sah menurut hukum.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hakim
telah menerapkan asas putusan harus disertai alasan.
7. Asas Mancari Kebenaran Formil
Dalam hukum acara perdata salah satu tugas hakim adalah menyelidiki
apakah suatu hubungan ukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau
tidak. Tidak semua dalil yang menjadi dasar dari gugatan harus dibuktikan
kebenarannya, sebab dalil-dalil yang tidak disangkal, apalagi diakui sepenuhnya
oleh pihak lawan, tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam hukum acara perdata untuk memutus suatu perkara, tidak
diperlukan adanya keyakinan hakim. Yang penting adalah adanya alat-alat bukti
yang sah dan berdasarkan alat-alat bukti tersebut hakim akan menjatuhkan
putusan “siapa yang menang dan siapa yang kalah. Inilah yang dinamakan hukum
acara perdata mencari kebenaran formil.10
Dalam pertimbangan hukum putusan ini dikatakan bahwa dengan
mendasarkan jawab jinawab antara Para Penggugat dengan Tergugat dan Para
Tergugat, ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan/ tidak dibantah oleh Tergugat
dan Para Turut Tergugat, sehingga dalil-dalil tersebut merupakan dalil tetap yang
tidak perlu dibuktikan lagi oleh Para Penggugat, antara lain:
- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 13.000.000,- (tiga
belas juta rupiah);
10 Retno Wulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Hal.60
38
- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 4 sebesar Rp. 38.000.000,- (tiga
puluh delapan juta rupiah);
- Bahwa jatuh tempo hutang atau pinjaman tersebut selama 2 (dua) minggu atau
14 (empat belas) hari dengan profit share atau bagi hasil sebesar 15%;
- Bahwa hutang Tergugat kepada Para Penggugat (Penggugat1,2,3,4 dan 5)
belum pernah dibayar oleh Tergugat;
Dengan melihat hal tersebut, maka putusan ini sudah menerapkan asas
dalam hukum acara perdata yaitu mencari kebenaran formil.
8. Asas tidak ada keharusan mewakilkan
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakili kepada orang lain,
sejingga pemeriksaa persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak
yang langsung berkepentingan. Akan tetapi para pihak dapat dibantu atau diwakili
oleh kuasanya kaau dikehendaki (pasal 123 HIR, 147 RBG). Dengan demikian
hakim tetap wajib memeriksa sengketa yang diajukan kepadanya, meskipun para
pihak tidak mewakilkan kepada seorang kuasa.
Asas ini diterapkan dengan benar dalam putusan ini, hal ini dapat dilihat di
persidangan Tergugat tidak mewakilkan diri baik dengan kuasa atau dengan
penasihat hukum selama mengikuti persidangan di pengadilan.11
Dalam menjatuhkan putusannya, hakim telah mendasarkan pada dua alat
bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim dan alat-alat bukti tersebut
diperoleh tanpa melawan hukum. Sementara itu, penerapan hukum pembuktian
telah sesuai dengan undang-undang, sekalipun dalam hal ini, hakim sama sekali
tidak menggunakan doktrin maupun yurisprudensi dan argumen jaksa serta
Terdakwa, Wr, telah dianalisis secara proporsional. Selain itu, dalam perkara
aquo, Terdakwa, Wr, telah didampingi oleh kuasa hukum. Hari/ tanggal
dilakukannya musyawarah mejelis hakim pun telah berbeda dengan hari/ tanggal
putusan diucapkan.
11 Opcit, Sidikno Mertokusumo. Hal.15
39
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan sementara,
bahwa dengan dipenuhinya asas-asas dalam hukum acara perdata, maka
prosedur dalam hukum acara perdata telah diterapkan oleh hakim dalam
memeriksa dan mengadili Perkara Pa No. 11/Pdt.G/2009/PN.Pwt.
2. Penalaran Hukum dalam Perkara Perdata Nomor: No.
11/Pdt.G/2009/PN.Pwt
Penalaran hukum (legal reasoning) menurut Neil Mac Cormick adalah,
“… one branch of practical reasoning, which is the application by humans of
their reason to deciding how it is right to conduct themselves in situations of
choice.”12 Jika mengikuti batasan tersebut, secara umum penalaran hukum adalah
jenis berpikir praktis (untuk mengubah keadaan), bukan sekadar berpikir teoritis
(untuk menambah pengetahuan).
Penalaran hukum sangat dipengaruhi oleh sudut pandang dari subjek-
subjek yang melakukan penalaran. Sudut pandang tersebut antara lain
dilatarbelakangi oleh keluarga sistem hukum (parent legal system) dan posisi si
penalar sebagai partisipan (medespeler) dan/atau pengamat (toeschouwer).
Berdasarkan ulasan tersebut, dapat diderivasi sejumlah rumusan kalimat untuk
menggambarkan karakteristik penalaran hukum itu.
a. Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir problematis tersistematisasi
(gesystematiseerd probleemdenken) dari subjek hukum (manusia) sebagai
mahluk individu dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Problematis
karena penalaran hukum merupakan penalaran praktis sebagai konsekuensi
atas karakter keilmuan ilmu hukum itu sendiri (sebagai ilmu praktis) yang
diabdikan untuk mencari putusan bagi penyelesaian kasus-kasus konkret.
Dikatakan tersistematisasi karena argumentasi dan putusan yang dihasilkan
harus ditempatkan dalam kerangka berpikir hukum sebagai suatu sistem
(tatanan).
12 Neil MacCormick, 1994, Legal Reasoning and Legal Theory Oxford: Oxford University Press, hlm. ix
40
b. Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan
pemaknaan hukum yang multiaspek (multidimensional dan multifaset). Oleh
karena itu, karakteristik penalaran hukum mempunyai dimensi tersendiri
tatkala ia muncul sebagai aktivitas ilmu hukum dogmatis (dogmatika hukum),
teori hukum, filsafat hukum, dan ilmu-ilmu empiris yang berobjekkan hukum
(dalam tulisan ini digunakan istilah “ilmu-ilmu empiris hukum” sebagai
pengganti terminologi “ilmu-ilmu hukum empiris”).
Penafsiran merupakan salah satu mekanisme untuk mencari penjelasan dari
setiap istilah dalam suatu peraturan perundang-undangan, yang dilakukan apabila
terdapat pengertian ganda atau tidak jelas dalam rumusan pasal-pasal dalam
peraturan perundang-undangan. Tujuan utama dari penafsiran adalah menjelaskan
maksud sebenarnya rumusan pasal-pasal.
Dengan demikian arti penafsiran dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan
dalam usaha memberikan penjelasan atau pengertian atas kata atau istilah yang
kurang jelas maksudnya sehingga orang lain dapat memahaminya. Tujuannya
tidak lain adalah mencari serta menemukan sesuatu hal yang menjadi maksud para
pembuatnya.
Sistem hukum Indonesia yang cenderung menganut civil law yaitu bentuk
hukum yang tertulis dan kodifikasi, sudah barang tentu kodifikasi hukum itu tidak
akan mampu menampung semua aspirasi masyarakat, lebih-lebih di era reformasi
dan transformasi ini, dimana perubahan dan perkembangan begitu cepat, sehingga
betapapun cepatnya pembuat undang-undang bekerja, persoalan yang timbul
dalam masyarakat yang membutuhkan pengaturan yang lebih cepat lagi. Oleh
karena itu dalam masyarakat kadangkala terdapat sesuatu persoalan belum ada
peraturannya atau dengan istilah lain adalah kekosongan hukum. Pengisian
kekosongan hukum ini adalah sesuatu yang harus dilakukan, sehingga apabila
terjadi hal yang baru dalam kehidupan masyarakat yang tidak ada peraturannya.
Oleh karena itu, kekosongan hukum harus diisi oleh hakim yang nota bene
memeriksa dan memutus peristiwa konrit yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Pengisian kekosongan hukum dalam sistem formal dilakukan oleh hakim,
manakala diajukan kepadanya suatu perkara yang tidak diatur dalam peraturan
41
perundang-undangan yang berlaku, atau peraturan perundang-undangan yang ada
dan berlaku tidaklah mungkin diterapkan walau ditafsirkan sekalipun.
Kegiatan hakim untuk mengisi kekosongan hukum dalam sistem hukum
ini adalah dengan melakukan kreasi hukum. Upaya melakukan kreasi hukum
tersebut hakim dapat mempergunakan bermacam cara, antara lain penemuan
hukum (rechtsvinding) dan penciptaan hukum (rechtsschepping), sehingga tidak
ada satu perkarapun yang tidak terselesaikan dan tidak ada persoalan yang tidak
ada hukumnya.
Penemuan hukum dan penciptaan hukum mempunyai fungsi yang sama,
yaitu sebuah proses yang ditempuh oleh peradilan di dalam rangka memperoleh
kepastian mengenai arti dari suat u hukum yang dibuat dalam bentuk peraturan
perundang-undangan dan bentuk formal lainnya. Sedangkan perbedaannya bahwa
penemuan hukum itu adalah suatu metode untuk mendapatkan hukum dalam hal
peraturannya sudah ada akan tetapi tidak jelas bagaimana penerapannya pada
suatu kasus yang konkret. Sedangkan penciptaan hukum adalah merupakan suatu
metode untuk mendapatkan hukum dalam hal tidak ada peraturannya yang secara
khusus unt uk memeriksa dan mengadili suatu kasus konkret.13
Penemuan hukum (rechtsvinding) adalah proses pembentukan hukum oleh
hakim, atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk penerapan peraturan
hukum umum pada peristiwa hukum konkret. Lebih lanjut dapat dikatakan, bahwa
penemuan hukum itu adalah proses konkretisasi atau individualisasi peraturan
hukum (das Sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret
(Das Sain) tertentu.14 Hakim selalu dihadapkan pada peristiwa konkret, konflik
atau kasus yang harus diselesaikan atau dipecahkannya dan untuk itu perlu
dicarikan hukumnya. Jadi dalam penemuan hukum yang penting adalah
bagaimana mencarikan atau menemukan hukumnya untuk peristiwa konkret.
Menurut ajaran hukum fungsional dari Ter Heide yang penting adalah pertanyaan
13 Abd. Halim Syahran, 08 July 2008, Peranan Hakim Agung dalam Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) pada Era Reformasi dan Transformasi, http://saksi-buletin.com/index.php?option=com_content&task=view&id=13& Itemid=27, diakses pada tanggal 12 Maret 2009
14 Sudikno Mertokusumo, 1996, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta : Libety, hlm. 37
Menghadapi sikap tergugat yang demikan, perlu diperhatikan patokan
berikut.
(1) Sikap itu dinyatan dengan tegas dalam jawaban
Tergugat dalam jawaban harus dengan tegas menyertakan
kepada hakim utnuk menilai kebenaran dalil gugatan. Tanpa ada
pernyataan yang tegas, jawaban dianggap berisi pengakuan. Oleh
karena itu, sikap penyerahan sepenuhnya kepada kebijaksanaan
hakim untuk menilai dalil gugatan, tidak dapat diterapkan secara
diam-diam. Apabila tergugat dengan tegas menyampaikan
pernyataan menyerahkan sepenuhnya kepada hakim, pernyataan
itu, tidak boleh dianggap sebagai pengakuan. Hakim dilarang
menilai, sikap tergugat yang seperti itu sebagai pengakuan, karena
itu sikap tergugat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti
menguatkan dalil gugatan.
(2) Tidak mematikan hak tergugat mengajukan bantahan pada tingkat
banding
Sepintas lalu, sikap tergugat yang menyerahkan penilaian
kebenaran dalil gugatan kepada hakim, kurang layak. Seolah-olah
tergugat menyerah tanpa pembelaan diri yang wajar. Oelh karena
itu, sikap ini tidak proporsional.
Memang benar, akibat hukum atas sikap itu tidak mematikan hak
tergugat mengajukan bantahan pada tingkat banding, namun hal itu
dianggap agak terlambat. Kebolehan itu, sesuai dengan kedudukan
pengadilan tingkat banding sebagai judex facti.
1. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-1 tetapi
bukan sebesar Rp.68.000.000,- (enam puluh delapan juta rupiah)
melainkan sebesar Rp. 58.000.000,- (lima puluh delapan juta rupiah),
berdasarkan kwitansi yang ada pada Penggugat-1.
2. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-2 tetapi
bukan sebesar Rp.61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) karena
81
Tergugat sudah mengembalikan sebagian uang yang dipinjam kepada
Penggugat-2 dengan cara transfer dan memberikan secara tunai kepada
Penggugat II.
3. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-3 sebesar Rp.
13.000.000,- (tiga belas juta rupiah)
4. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-4 sebesar Rp.
38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah)
5. Bahwa benar Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat-5 tetapi
bukan sebesar Rp.35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) melainkan
sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), berdasarkan kwitansi
yang ada pada Penggugat-5
6. Bahwa benar Tergugat pinjam uang tersebut di gunakan untuk modal
usaha/ dagang/bisnis dengan share profit 15% per 2 minggu, dengan
asumsi kondisi bisnis Tergugat pada saat itu dapat memberikan sharing
profit sebesar tersebut diatas kepada para penggugat. Karena Para
Penggugat sudah merasakan keuntungan dari kerjasama bisnis ini,
sehingga para penggugat menghendaki agar terus melanjutkan kerja sama
yang sudah terjalin anatara Para Penggugat dengan Tergugat.
7. Bahwa tidak benar Tergugat menyerahkan kwitansi kepada Para
Penggugat melainkan Para Penggugat yang menyediakan kwitansi dengan
materai. Tergugat hanya menerima uang kemudian menanda tangani dan
memeberikan cap stempel pada kwitansi dan sampai saat ini Tergugat
tidak mempunyai maupun diberi rangkap/copy kwitansi dari Para
Penggugat. Pada awal kerjasama hanya di dasari kepercayaan tanpa
adanya benda jaminan, tetapi seirirng berjalannya waktu Para Penggugat
meminta kepada Tergugat untuk memberikan benda ataupun barang yang
bisa dipegang Para Penggugat tetapi bukan digunakan sebagai benda
jaminan melainkan hanya dititipkan kepada Para Penggugat karena Para
Penggugat memberikan alasan hanya untuk ayem2 Para Penggugat (agar
para penggugat tenang dalam menjalani kerjasama dengan Tergugat).
Karena Tergugat tidak memiliki benda yang bisa dititipkan kepada Para
82
Penggugat maka Tergugat tanpa sepengetahuan orang tua Tergugat (Turut
Tergugat I dan Turut Tergugat II) telah menitipkan 2 sertifikat tanah milik
orang tua Tergugat (Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II), setelah
Penggugat menerima Sertifikat tersebut Penggugat mengecek kepada
orang tua Tergugat (Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) mengenai
kepemilikan sertifikat yang ada pada Penggugat dan orang tua Tergugat
mengakui dan menyatakan bahwa sertifikat tersebut adalah milik orang tua
Tergugat (Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) dan orang tua Tergugat
(Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II) tidak pernah
memberikan/menitipkan maupun menjaminkan sertifikat tersebut pada
Penggugat dan orang tua Tergugat sudah mencoba meminta sertifikat
tersebut kepada Penggugat untuk dikembalikan Kepada orang tua
Tergugat, tetapi Penggugat tidak mau menyerahkan dengan alasan untuk
pegangan Penggugat saja.
8. Bahwa benar Para Penggugat telah menerima keuntungan atas kerjasama
dengan Tergugat, dengan keuntungan sebesar 15% per minggu menurut
Tergugat adalah keuntungan yang sangat besar yang sudah diterima Para
Penggugat. Dari awal kerjasama Tergugat sudah memberikan keuntungan
dan mengembalikan modal, tetapi karena Para Penggugat merasakan
memperoleh keuntungan yang besar dari kerja sama dengan Tergugat,
Para Penggugat menawarkan kembali untuk memberikan modal kepada
Tergugat dengan alasan bisnis ini saling menguntungkan.
9. Bahwa benar sesuai dengan janji yang tertuang dalam kwitansi,masing-
masing pinjaman telah jatuh tempo.
10. Bahwa benar Para Penggugat sudah berusaha mengingatkan dan menagih
secara lisan kepada Tergugat, tetapi karena bisnis Tergugat mengalami
kerugian maka Tergugat sampai saat ini belum bisa mengembalikan modal
yang terakhir diberikan oleh Para Penggugat.
11. Bahwa Tergugat sudah pernah memberikan keuntungan dan
mengembalikan modal kepada Para Penggugat . Tergugat belum bisa
83
mengembalikan modal yang terakhir kali diberikan Para Penggugat karena
bisnis /usaha Tergugat mengalami kerugian.
Dalam pertimbangan hukum, hakim telah menerapkan teori-teori yang ada
seperti yang dikemukakan diatas dalam bantahan pokok perkara. Disini sudah
jelas bahwa hakim sudah memberikan kesempatan pada tergugat untuk
memberikan jawaban gugatan dari penggugat. Secara teknis hakim juga sudah
menerapkan proses jawab menjawab antar kedua belah pihak dalam persidangan
seperti yang diatur dalam pasal 142 Rv yang menegaskan bahwa para pihak dapat
saling menyampaikan surat jawaban serta replik dan dupliknya. Tetapi hanya
sebatas replik dan duplik saja. Dan disini para pihak tidak diwajibkan
menyampaikan konklusi atau kesimpulanya yang mana dalam putusan ini para
pihak tidak menyampaikan kesimpulanya.
Dalam isi jawaban tergugat dalam pokok perkara sudah sesuai dengan
pasal 113 Rv yang mana dalam pasal ini menegaskan bahwa isi jawaban disertai
dengan alasan. Isi jawaban tersebut berisi bantahan yang disertai alasan yang
rasional dan obyektif sehingga layak diperhatikan hakim.
Dalam jawaban tersebut tergugat memberi pengakuan terhadap sebagian
dalil gugatan yang terdapat dalam poin 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, dan poin 11.
Dalam isi jawaban tergugat juga membantah dalil gugatan yang dapat dilihat pada
poin 7. Pada bantahan tersebut tergugat telah menjalankan kewajiban untuk
mengemukakan alasan-alasan tentang bantahan sesuai dengan ketentuan pasal 113
Rv. Namun bantahan tersebut tidak disertai alat bukti yang dapat melumpuhkan
kekuatan pembuktian yang diajukan penggugat.
Secara keseluruhan peneliti menyimpulkan bahwa jawaban tergugat dalam
pokok perkara telah sesuai dengan teori-teori seperti yang dikemukakan di atas
dan dasar hukum yang berlaku dalam hukum acara perdata.
D. Rekonpensi
84
Gugat balik atau gugat dalam rekonpensi diatur dalam Pasal. 132 (a) dan
Pasal 132 (b) HIR. Kedua pasal tersebut memberi kemungkinan bagi tergugat atau
para tergugat untuk mengajukan gugatan balik kepada penggugat. Gugat
rekonpensi adalah gugatan balasan yang diajukan oleh tergugat asli (penggugat
dalam rekonpensi) yang digugat adalah penggugat asli (tergugat dalam
rekonpensi) dalam sengketa yang sedang berjalan antara mereka. Penggugat
rekonpensi dapat juga menempuh jalan lain yakni dengan mengajukan gugatan
baru dan tersendiri, lepas dari gugat asal. Perlu adanya gugat balik, mengenai
pokok persoalan yang sama adalah dikarenakan jangkauan isi putusan hanyalah
untuk pihak tergugat pribadi - sebab di dalam haper dalilnya “ siapa yang
mengemukakan dalil, maka dia yang berkewajiban membuktikan dalilnya tersebut
apabila dalil tersebut disangkal olehnya.
Komposisi para pihak dihubungkan dengan gugat rekonpensi :
a. Komposisi gugatan : gugatan penggugat disebut gugatan konvensi (gugatan
asal), sedangkan gugatan tergugat disebut gugatan
rekonpensi (gugatan balik).
b. Komposisi para pihak : Penggugat Asal sebagai Penggugat Konvensi pada saat yang bersamaan berkedudukan menjadi Tergugat Rekonpensi. Sedangkan Tergugat Asal sebagai Penggugat Rekonpensi pada saat yang bersamaan berkedudukan sebagai Tergugat Konvensi.
Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban, baik itu berupa
jawaban lisan atau tertulis, dalam praktik gugat balasan dapat diajukan selama
belum dimulai dengan pemeriksaan bukti, artinya belum sampai pada
pendengaran keterangan saksi.
Tujuan diperbolehkan mengajukan gugatan balasan atas gugatan penggugat
adalah:
1. Menegakan asas peradilan sederhana.
2. Mempercepat penyelesaian sengketa.
3. Mempermudah pemeriksaan.
4. Menghindarkan putusan-putusan yang saling bertentangan antara satu
dengan yang lainnya.
5. Menetralisir tuntutan konvensi.
85
6. Acara pembuktian dapat disederhanakan.
7. Menghemat biaya perkara.
Gugatan rekonpensi hendaknya berkaitan dengan hal-hal yang
berhubungan dengan hukum kebendaan, bukan yang berhubungan dengan hukum
perorangan atau berkaitan dengan status seseorang.
Persyaratan untuk kemungkinan mengajukan gugatan rekonpensi : 1.
Pihak penggugat rekonpensi adalah pihak yang berwenang untuk bertindak dalam
dalam hukum 2. Para pihaknya sama, tidak boleh menarik orang yang tidak
bersangkut paut dengan gugatan konvensinya.
Pembatasan waktu mengajukan syarat gugat rekonveksi :
Peraturan HIR psl 132 ( b) : harus diajukan bersama-sama dengan surat jawaban 1
Batasan waktu gugatan rekonveksi :
- hanya boleh dalam tingkat 1
- harus bersama sama dengan gugat asal
Ketentuan gugat rekonpensi :
1. Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban
pertama oleh tergugat baik tertulis maupun dengan lisan.239. (namun
menurut Wiryono Projodikoro, gugatan rekonpensi masih dapat diajukan
dalam acara jawab menjawab dan sebelum acara pembuktian).
2. Tidak dapat diajukan dalam tingkat banding, bila dalam tingkat pertama
tidak diajukan.240.
3. Penyusunan gugatan rekonpensi sama dengan gugatan konvensi.
Baik gugat asal (konvensi) maupun gugatan balik (rekonpensi) pada
umumnya diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan, dan pertimbangan
hukumnya memuat dua hal, yakni pertimbangan hukum dalam konvensi dan
pertimbangan hukum dalam rekonpensi.
Menurut ketentuan pasal 132 (a) HIR dan pasal 157 R.Bg dalam setiap gugatan,
tergugat dapat mengajukan rekonpensi terhadap penggugat, kecuali dalam tiga
hal, yaitu: 241.
1. Penggugat dalam kualitas berbeda.
86
Rekonpensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu
kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonpensinya ditujukan kepada
diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa hukum tersebut).
2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa gugatan
rekonpensi.
3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.
Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan putusan
( eksepsi ) Gugatan rekonpensi tidak boleh dilakukan dalam hal pelaksanaan
putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan tergugat untuk melaksanakan
putusan, yaitu menyerahkan satu unit mobil Daihatsu Taruna kepada
penggugat, kemudian tergugat mengajukan rekonpensi supaya penggugat
membayar hutangnya yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga,
rekonpensi seperti ini harus ditolak.
Apakah gugatan Rekonpensi telah sesuai dengan teorinya?
DALAM REKONPENSI :
1. Bahwa dari segala apa yang terpapar dalam konvensi tersebut diatas
untuk dianggap terulang kembali dalam rekonveksi ini, sebagai dalil
posita gugatan dalam rekonveksi.
2. Bahwa Tergugat Rekonveksi telah melakukan perbuatan tidak berdasar
hukum dengan cara menguasai sertifikat tanah SHM No. 212 atas nama
Dr. Soekamto dan SHM No. 2350 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto
yang senyatanya merupakan hal milik yang sah dari Penggugat
Rekonpensi sebagai benda jaminan atas perikatan/perjanjian yang dibuat
Tergugat Rekonpensi.
3. Bahwa sebagai akibat perbuatan Tergugat Rekonpensi tersebut
Penggugat Rekonpensi sangat dirugikan secara moril dan jika kerugian
itu dihitung dengan uang tidak kurang dari Rp. 1.000.000.000,- (satu
miliar rupiah)
4. Bahwa untuk menjamin agar tuntutan ganti rugi tersebut dipenuhi oleh
Tergugat Rekonpensi dan terdapat tanda-tanda Tergugat Rekonpensi
akan mengalihkan barang miliknya, maka berdasarkan ketentuan Pasal
87
277 HIR kiranya Pengadilan Negeri Purwokerto berkenan untuk
meletakkan sita jaminan (yang rinciannya akan kami susulkan kemudian)
ataupun sita perbandingan atas barang-barang milik Tergugat
Rekonpensi.
5. Bahwa gugatan Rekonpensi dalam perkara a qou didasarkan pada
kekuatan bukti yang sempurna, karenanya berdasarkan ketentuan Pasal
180 HIR putusan dalam perkara Rekonpensi ini dapat dijalankan terlebih
dahulu (serta merta) meskipun Tergugat Rekonpensi menyatakan banding,
verzet maupun kasasi.
Maka berdasarkan atas segala apa yang terpapar diatas, sekiranya majelis hakim
yang memeriksa perkara ini dalam Rekonpensi berkenan untuk menjatuhkan
putusan yang menyatakan :
1. Mengabulkan seluruh gugatan Rekonpensi.
2. Menyatakan perbuatan Tergugat Rekonpensi tersebut adalah merupakan
suatu perbuatan yang tidak berdasar hukum
3. Menghukum Tergugat Rekonpensi secata tanggung renteng untuk
membayar ganti rugi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
kepada Penggugat Rekonpensi secara tunai dan sekaligus dengan tanpa
syarat apapun, apabila perlu dengan bantuan alat negara/Polri.
4. Menyatakan perikatan/perjanjian yang dibuat oleh Tergugat Rekonpensi
batal demi hukum
5. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk menyerahkan sertifikat tanah
SHM No. 212 atas nama Dr. Soekamto dan SHM No. 2350 atas nama Hj.
Siti Mariana Soekamto kepada Penggugat Rekonpensi seketika dan tanpa
syarat apapun, apabila perlu dengan bantuan alat negara/Polri
6. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membuat pengumuman
pernyataan akan kesalahannya dan permohonan maaf melalui media
cetak Suara Merdeka dan Radar Banyumas sebesar Va (setengah)
halaman selama 3 (tiga) hari berturut-turut.
7. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar uang paksa
(dwangsom) sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) setiap harinya
88
terhitung sejak putusan ini dijatuhkan oleh Pengadilan Negri Purwokerto,
manakala Tergugat Rekonpensi tidak mentaati diktum putusan pada angka
3 di atas.
8. Menyatakan sah, berharga dan irenguatkan sita jaminan ataupun sita
perbandingan yang diletakkan oleh juru sita Pengadilan Negeri
Purwokerto
9. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar seluruh biaya yang
timbul dalam perkara ini
10. Menyatakan keputusan dalam Rekonpensi a quo dapat dijalankan terlebih
dahulu(serta merta), meskipun Tergugat Rekonpensi menyatakan banding,
verzet dan kasasi
Dalam gugatan Rekonpensi ini, pihak yang melakukan/ mengajukan
gugatan Rekonpensi telah sesuai dengan apa yang disebutkan dalam teori,
dimana gugatan rekonpensi ini dilakukan oleh Turut Tergugat I dan Turut
Tergugat II yang keduanya merupakan pihak yang berwenang dan bertindak
dalam hukum, dan yang digugat dalam gugatan Rekonpensi pun ditujukan
dengan benar yaitu ditujukan kepada Penggugat dalam gugatan Konvensi yang
dalam gugatan Rekonpensi menjadi Tergugat Rekonpensi dan tidak melibatkan
pihak lain di luar pihak yang disebutkan dalam gugatan Konvensi, seperti yang
disebutkan dalam buku Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek “…
gugat balasan harus ditujukan kepada penggugat atau para penggugat, atau
salah satu dari penggugat saja oleh tergugat/ para tergugat atau turut
tergugat”.33
Letak gugatan Rekonpensi ini juga telah sesuai dengan teori dalam
mengajukan gugatan Rekonpensi, yaitu letaknya diajukan bersama-sama
dengan jawaban dari Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II, sehingga tidak
membuat perkara berlarut-larut dan merugikan bagi Penggugat Konvensi dan
gugatan ini dilakukan masih dalam acara jawab-jinawab diantara para pihak. 33 . Retnowulan sutanto dan iskadar oeripkartawinata, 1997, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, CV. Mandar maju, Bandung . hal 41
89
Gugatan Rekonpensi ini diselesaikan secara sekaligus dengan satu putusan,
yaitu pertimbangan hukum dalam Konvensi maupun pertimbangan hukum
dalam Rekonpensi. Apa yang digugat dalam gugatan rekonpensi ini memang
seharusnya yang digugat adalah perihal yang mengenai kebendaan, dan dalam
kasus ini gugatan rekonpensi memang menggugat mengenai sertifkat tanah
yang menjadi jaminan atas perikatan antara Penggugat dengan Tergugat
Konvensi, meskipun ada bebrapa gugatan yang tidak berkaitan dengan hukum
kebendaan, dan apa yang digugat bukan merupakan hal-hal yang dikecualikan
untuk digugat Konvensi oleh pasal 132 a HIR, yaitu mengenai:
1. Penggugat dalam kualitas berbeda.
Rekonpensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam
suatu kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonpensinya
ditujukan kepada diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa
hukum tersebut).
2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa
gugatan rekonpensi.
3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.
Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan
putusan (eksepsi) Gugatan rekonpensi tidak boleh dilakukan dalam
hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan
tergugat untuk melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu unit
mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat
mengajukan rekonpensi supaya penggugat membayar hutangnya
yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga, rekonpensi
seperti ini harus ditolak.
Apakah putusan hakim dalam menolak gugatan Rekonpensi telah sesuai
dengan teorinya?
DALAM REKONPENSI:
- Menimbang bahwa isi gugatan para pengguagat rekonpensi pada pokoknya
adalah bahwa para penggugat rekonpensi/para turut tergugat rekonpensi
90
telah melakukan perbuatan yang tidak berdasarkan hukum dengan cara
menguasai sertifikat hak milik atas tanah nomor 212 atas nama Drs.
SOEKAMTO dan sertifikat hak milik atas tanah Nomo2530 atas nama
Hajjah SITI MARIANA SOEKAMTO yang senyatanya merupakan hak milik
yang sah dari para penggugat rekonpensi/ turut tergugat konpensi sebagai
benda jaminan atas perikatan yang dibuat oleh tergugat rekonpensi yang
brakibat penggugat rekonpensi/ para tergugat rekonpensi mengalami
kerugian secara moril yang juka dihitung tidak kurang Rp. 1000.000.000.-
(satu miliar rupiah);
- Menimbang bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, para
penggugat rekonpensi/ para turut tergugat rekonpensi telah mengajukan
alat bukti surat diberi tanda bukti T. T-I, dan dua orang saksi di bawah
sumpah yaitu saksi SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD
MUHADJI BIN SANRADJI, sedangkan para tergugat rekonpensi/ para
penggugat konpensi untuk mempertahankan dalil sangakalan telah
mengajukan alat bukti surat diberi tanda bukti P-I sampai dengan P-IX dan
3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI WAHYUNI yang disumpah di
persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan DESI INDAH ARISANTI
tidak disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung penggugat1 dan
saksiDESI INDAH ARISANTI adalah istri dari penggugat III;
- Menimbang bahwa berdasarkan bukti surat T.T-1 berupa laporan
kehilangan surat-surat dan barang yaitu menjelaskan bahwa para
penggugat rekonpensi/ para turut tergugat konpensi kehilangan
diantaranya SHM No.2350 tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana
Soekamto dan SHM No. 212 atas nama Drs. Soekamto;
- Menimbang berdasarkan bukti P- VI, P-VIII terbukti 2(dua) bidang tanah
SHM No.2350 tahun 2003 atas nama Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM
No. 212 atas nama Drs. Soekamto, dan pemilik dua bidang tanah tersebut
dilihat dari bukti tersebut adalah Hj. Siti Mariana Soekamto dan SHM No.
212 atas nama Drs. Soekamto, karena belum pernah dialihkan pemiliknay
kepada pihak lain, hal ini juga dikuatkan oleh keteranagan saksi
91
SOEMARNO BIN ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI BIN
SANRADJI;
- Menimbang bahwa berdasarkan surat bukti P-VII bahwa SHM No.212 atas
nama Drs. Soekamto berada pada penggugat I konpensi/ tergugat I
rekonpensi karena dijadikan oleh tergugat konpensi untuk agunan/ jaminan
pinjaman uang tergugat konpensi kepada para tergugat rekonpensi/ para
penggugat konpensi sebagaiman surat bukti P-I sampai P-V;
- Menimbang bahwa beralihnya SHM no 212 tersebut kepada para tergugat
rekonpensi/ para penggugat konpensi karena adanya perjanjian antara
para tergugat rekonpensi/ para penggugat konpensi dengan tergugat I
konpensi yang tidak lain anak kandung dari para penggugat rekonpensi /
para turut tergugat konpensi, dan perjanjian para penggugat rekonpensi /
penggugat konpensi tersebut sah, hanya saja penyerahan SHM No. 212
untuk jaminan / agunan hutang / pinjaman kepada para tergugat rekonpensi
/ para penggugat konpensi oleh tergugat konpensi tidak disertai / tidak ada
kuasa dari kuasa para penggugat rekonpensi kepada tergugat, jadi masih
ada kurang persyaratan hukum yang diamanatkan undang-undang di
bidang agraria;
- Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh para
penggugat rekonpensi / para turut tergugat konpensi tersebut, maka para
penggugat rekonpensi / para turut tergugat konpensi tidak dapat
membuktikan dalil gugatanya;
- Menimbang bahwa karena para penggugat rekonpensi / para turut
tergugat konpensi tidak dapat membuktikan dalil gugatanya, oleh
karenanya dihukum untuk membayar biaya yang timbul dalam gugatan
rekonpensi ini yang akan ditentukan dalam amar putusan;
Mengadili :
DALAM REKONPENSI
- Menolak gugatan para penggugat rekonpensi / para turut tergugat konpensi
untuk seluruhnya;
92
- Menghukum turut tergugat konpensi / para penggugat rekonpensi untuk
membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang dinilai nihil;
Dalam memutus gugatan Rekonpensi ini, majelis hakim telah sesuai
dengan teori-teori yang ada sistem atau proses pemeriksaan penyelesaia
gugatan konvensi dan rekonpensi diatur dalam Pasal 132 b ayat (3) HIR. Jika
ketentuan ini dihubungkan dengan ayat (5), terdapat dua sistem penyelesaian
yang dapat ditempuh PN atau Majelis Hakim yang memeriksa gugatan
rekonpensi tersebut.
1. Konvensi dan Rekonpensi Diperiksa serta Diputus Sekaligus dalam Satu
Putusan
Sistem ini merupakan aturan umum yang menggariskan proses
pemeriksaan dan penyelesaian gugatan konvensi dan rekonvesi:
Dilakukan secara bersama dan serentak dalam satu proses pemeriksaan,
sesuai dengan tata tertib beracara yang digariskan oleh Undang-
Undang. Oleh karena itu :
- Terbuka hak pengajuan eksepsi pada konvensi maupun
rekonpensi.
- Mengajukan replik dan duplik pada konvesi dan rekonpensi.
- Mengajukan pmbuktian baik untuk konvensi dan rekonpensi.
- Menyampaikan konklusi dalam konvensi atau rekonpensi, dan
- Proses pemeriksaan dituangkan dalam satu berita acara yang
sama.
Selanjutnya, hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dan
serentak dalam satu putusan, dengan sistematika:
a) Menempatkan uraian putusan konvensi pada bagian awal, meliputi
- Dalil gugatan konvensi
- Petitum gugatan konvensi
- Uraian pertimbangan konvensi, dan
- Kesimpulan hukum gugatan konvensi.
93
b) Menyusul kemudian, uraian gugatan rekonpensi, meliputi hal-hal
yang sama dengan substansi gugatan konvensi,
c) Amar putusan sebagai bagian terakhir,
Amar putusan merupakan bagian terakhir, terdiri dari amar putusan
:
- Dalam konvensi, dan
- Dalam rekonpensi.
Penerapan sistem yang demikian, sesuai dengan penyelesaian setiap
perkara kumulasi. Bukankah gugatan rekonpensi merupakan kumulasi dengan
gugatan konvensi? Oleh karena itu, harus diselesaikan serentak dalam satu
proses pemeriksaan yang sama dan dituangkan pula dalam satu putusan yang
sama di bawah nomor register yang sama pula.
2. Boleh Dilakukan Proses Pemeriksaan secara Terpisah
a) Diperiksa secara terpisah tetapi dijatuhkan dalam satu putusan
dengan syarat pemeriksaan gugatan konvensi dahulu diselesaikan
baru gugatan rekonpensinya.
b) Diperiksa secara terpisah dan diputus dalam putusan yang berbeda.
Hal ini dapat terjadi apabila antara kedua belah pihak tidak terdapat
koneksitas yang erat, sehingga penyelesaian memerlukan
penanganan yan terpisah.
Maka dalam memutus gugatan rekonpensi ini PN dalam hal ini Majelis Hakim
telah memutus sesuai dengan teori yang ada, yaitu:
- Konvensi dan rekonvesi dilakukan secara bersama dan serentak dalam
satu proses pemeriksaan.
- Hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dan serentak dalam
satu putusan.
Kesimpulan
Berdasarkan teori-teori yang telah dijabarkan diatas tadi, maka dapat
disimpulakan bahwa dalam menyusun Gugatan Rekonpensi para pihak turut
tergugat telah sesuai dalam penyusunannya, begitu pula dengan PN atau
94
Majelis Hakim yang memeriksa Gugatan Rekonpensi telah memutus sesuai
dengan teori yang ada. Dengan perincian sebagai berikut :
Apa yang digugat dalam gugatan rekonpensi ini memang seharusnya yang
digugat adalah perihal yang mengenai kebendaan, dan dalam kasus ini gugatan
rekonpensi memang menggugat mengenai sertifkat tanah yang menjadi
jaminan atas perikatan antara Penggugat dengan Tergugat Konvensi dan apa
yang digugat bukan merupakan hal-hal yang dikecualikan untuk digugat
Konvensi oleh pasal 132 a HIR, yaitu mengenai:
1. Penggugat dalam kualitas berbeda.
Rekonpensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam
suatu kualitas (sebagai kuasa hukum), sedangkan rekonpensinya
ditujukan kepada diri sendiri pribadi penggugat (pribadi kuasa
hukum tersebut).
2. Pengadilan yang memeriksa konvensi tidak berwenang memeriksa
gugatan rekonpensi.
3. Perkara mengenai pelaksanaan putusan.
Dalam perkara perselisihan yang berhubungan dengan pelaksanaan
putusan (eksepsi) Gugatan rekonpensi tidak boleh dilakukan dalam
hal pelaksanaan putusan hakim. Seperti hakim memerintahkan
tergugat untuk melaksanakan putusan, yaitu menyerahkan satu unit
mobil Daihatsu Taruna kepada penggugat, kemudian tergugat
mengajukan rekonpensi supaya penggugat membayar hutangnya
yang dijamin dengan mobil tersebut kepada pihak ketiga, rekonpensi
seperti ini harus ditolak.
Serta dalam memutus gugatan rekonpensi ini PN dalam hal ini Majelis
Hakim telah memutus sesuai dengan teori yang ada, yaitu:
- Konvensi dan rekonvesi dilakukan secara bersama dan serentak dalam
satu proses pemeriksaan.
- Hasil pemeriksaan diselesaikan secara bersamaan dan serentak dalam
satu putusan.
95
3. Keadilan dan Kemanfaatan
Keadilan telah sejak zaman Yunani merupakan cita hukum tertinggi.
Apakah Keadilan itu, sampai saat ini tampaknya belum ada satu definisi yang
diakui tentang keadilan tersebut, bahkan relativitas keadilan memunculkan
pendapat, bahwa “keadilan tertinggi itu adalah ketidak-adilan tertinggi”. Jika
berpijak kepada pendapat ini, jelas kiranya kita sangat skeptis terhadap apa yang
sedang dikerjakan oleh seluruh pengadilan di semua negara, termasuk Indonesia.
Begitu tingginya cita hukum yang ingin dicapai, maka pengadilan sering disebut
sebagai “satu-satunya benteng terakhir keadilan”. Bahkan dalam sistem hukum
acara di Indonesia, putusan majelis hakim secara eksplisit mencantumkan irah-
irah, “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Irah-irah tsb
mencerminkan betapa luhur dan mulia kedudukan dan peranan seorang hakim di
Indonesia, sehingga kepadanya dibentangkan dan ditegaskan bahwa ia
bertanggung jawab sepenuhnya atas putusan yang diambil yang bersangkutan
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan perkataan lain, setiap ucapan seorang Hakim dalam memutus
perkara seharusnya diidentikan dengan keadilan karena putusan yang
diucapkannya merupakan jaminan terciptanya keadilan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Atas dasar pemikiran tsb, jelas bahwa, seorang Hakim di Indonesia, adalah
satu-satunya “perwakilan” Tuhan Yang Maha Esa dalam menciptakan keadilan;
sungguh betapa beratnya beban moralitas seorang hakim, bukan saja
pertanggungjawaban teknis hukum dalam memeriksa dan mengadili suatu
perkara. Di dalam perkara pidana termasuk korupsi sudah tentu termasuk
pertanggungjawaban hakim menempatkan seseorang terdakwa di dalam penjara
untuk beberapa waktu lamanya, terlebih penjatuhan hukuman mati.
Masalah pemidanaan merupakan masalah yang penting, disamping sebagai
salah satu pokok permasalahan dalam hukum pidana, masalah pidana dan
pemidanaan baik dalam bentuk teori-teori pembenaran pidana maupun dalam
bentuk kebijakan dipandang sangat penting, sebab melalui pemidanaan akan
96
tercermin sistem nilai-nilia sosial budaya suatu bangsa, khususnya menyangkut
persepsi suatu bangsa terhadap hak-hak asasi manusia.34
Dalam hal ini maka hakim sangat berperan dalam menjatuhkan
pemidanaan. Peran dan tugas hakim bukan hanya sebagai pembaca deretan huruf
dalam undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Tetapi dalam putusannya
memikul tanggung jawab menjadi suara akal sehat dan mengartikulasikan sukma
keadilan dalam kompleksitas dan dinamika kehidupan masyarakat. Hakim
progresif akan mempergunakan hukum yang terbaik dalam keadaan yang paling
buruk. 35
Dalam hubungan ini, pekerjaan hakim menjadi lebih kompleks. Seorang
hakim bukan teknisi undang-undang, tetapi juga mahluk sosial. Karena itu,
pekerjaaan hakim sungguh mulia karena ia bukan hanya memeras otak, tetapi juga
nuraninya. Apabila hakim hanya melihat aspek kepastian hukum, tanpa melihat
ekses negatif yang timbul yang diakibatkan perbuatan tersebut, maka hal ini akan
menciptakan suatu permasalahan mekanisme dalam pengambilan putusan.
Menurut Satjipto Rahardjo, pengadilan progresif mengikuti maksim. “hukum
adalah untuk rakyat, bukan sebaliknya”. Bila rakyat adalah untuk hukum, apa pun
yang dipikirkan dan dirasakan rakyat akan ditepis karena yang dibaca adalah kata-
kata UU. 36 Berdasarkan hal tersebut, maka seyogyanya hakim dapat melihat
aspek-aspek lain selain kepastian hukum guna menciptakan keadilan dan
kemanfaatan hukum.
Kualitas hakim terlihat dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan
untuk menjatuhkan keputusan dan keputusannya itu sendiri. Penilaian terhadap
cara kerja hakim ini akan mempengaruhi kewibawaan hakim dan peradilan, serta
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai tempat untuk
mencari keadilan.
Untuk mengetahui suatu putusan mempunyai nilai keadilan dan
kemanfaatan, maka peneliti akan menganalisis Putusan Nomor 11 / Pdt.G / 2009 /
34 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teorii dan Kebijakan Pidana, Bandung : Alumni. Hlm. V
35 Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Jakarta : Kompas, hlm. 5636 Ibid
97
PN.Pwt dengan menggunakan konsep dari Day. Day mengatakan bahwa
diperlukan 3 (tiga) aspek penting untuk menguji keabsahan suatu putusan yang
meliputi :
1. Principle Based Argumentation; meliputi asas-asas yang dipergunakan hakim
dalam memutus.
2. Rule Based argumentation; dan meliputi peraturan perundang-undangan yang
dipergunakan hakim dalam memutus.
3. Theoritical Based Argumentation; meliputi teori-teori yang dipergunakan
hakim dalam memutus.37
a. Principle Based Argumentation
Bilamana dilihat dari Principle Based Argumentation yang
mengajarkan bahwa hakim dalam memutus sustu perkara haruslah
memperhatikan asas-asas yang menjadi dasar untuk mengambil keputusan. Di
dalam proses peradilan perdata dikenal beberapa asas-asas persidangan dan
asas-asas putusan hakim yang secara umum terdiri dari :
a) Asas hakim mencari kebenaran formil;
b) Hakim bersifat menunggu;
c) Hakim bersifat pasif;
d) Asas sidang terbuka untuk umum;
e) Asas mendengar kedua belah pihak;
f) Asas putusan harus disertai alasan-alasan;
g) Asas beracara dikenakan biaya;
h) Asas tidak ada keharusan mewakilkan;
Berkaitan dengan asas persidangan terbuka untuk umum, dan asas
mendengar kedua belah pihak, telah dianalisis oleh peneliti sebagaimana
dianalisis dalam poin 1 berkenaan dengan Penerapan Prosedur hukum Acara
37 Pernyataan ini disampaikan oleh A. Day dalam Workshop Evaluasi Kinerja Jejaring Investigasi dan Hasil Pernelitian Putusan Hakim yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial di Yogyakarta pada tanggal 13 Desember 2007.
98
Perdata dan telah terbukti bahwa hakim yang memeriksa Perkara Nomor 11 /
Pdt.G / 2009 / PN.Pwt telah memenuhi asas-asas terbuka untuk umum,
pemeriksaan secara langsung dan asas pembelaan.
Peneliti akan menganalisis lebih lanjut mengenai asas keadilan,
kepastian hukum dan asas kemanfaatan sebagai berikut :
Berkaitan dengan asas hakim mencari kebenaran formil dalam
penjatuhan putusan hakim, maka terdapat norma yang termaktub dalam
Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, antara lain
terdapat dalam pasal berikut :
a) Pasal 4 ayat (1) :
”Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
YME”
b) Pasal 26
”Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
c) Penjelasan
”Agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan mencerminkan
rasa keadilan masyarakat”.
Rawls berpendapat bahwa dalam keadilan, terdapat rangkaian secara
intrinsik prinsip-prinsip moral dan prinsip-prinsip hukum. Manusia sebagai
person moral terutama dituntun oleh norma-norma yang dianutnya sendiri
secara internal, yakni norma-norma moral. Akan tetapi, perlu diakui bahwa
norma-norma moral tidak dengan sendirinya efektif mengatur tata hubungan
serta pola sikap antarmanusia. Dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah prinsip-
prinsip hukum yang mampu menjamin stabilitas serta kebaikan bersama dalam
di dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Dengan memperlihatkan relasi
mendasar antara prinsip-prinsip moral dan prinsip hukum, Rawls menegaskan
bahwa tujuan akhir dari prinsip-prinsip moral yakni menghasilkan manusia
99
yang baik. Dengan demikian, isi dari aturan hukum harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral. Dalam arti itu, norma-norma legal harus
merupakan determinasi yang lebih jauh serta penerapan lebih kongkret dari
prinsip-prinsip moral dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain, prinsip-
prinsip hukum harus merupakan refleksi dari prinsip-prinsip moral. Secara
lebih khusus, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Rawls bahwa hukum harus
dibentuk demi memelihara dan mendukung keadilan.38
Soejono Koesoemo menyarankan agar hakim dalam melakukan
penemuan hukum yaitu proses dan karya hakim yang menetapkan benar dan
tidak menurut hukum dalam suatu situasi konflik yang diujikan kepada hati
nurani. Karya tersebut bersifat intelektual, rasional, logis, intuitif dan etis.
Intelektual rasional berarti hakim harus mengenal dan memahami kenyataan
kejadian dan peraturan hukum yang berlaku dan akan diperlakukan berikut
ilmunya. Intelektual logis berarti penerapan hukum nomatif terhadap kasus
posisinya, hakim seharusnya mengindahkan hukum logika baik formil
maupun materiil. Aspek intuitif menghendaki adanya perasaan halus murni
yang mendampingi rasio dan logika sehingga bersama-sama mewujudkan rasa
keadilan yang pada akhirnya harus senantiasa diujikan dan dibimbing oleh hati
nurani sehingga mengejawantahkan keadilan.39
Putusan hakim dikatakan rasional, apabila dengan putusan tersebut
tercapai/ mengarah pada pencapaian tujuan. Jika dikaitkan dengan keadilan,
maka putusan tersebut mengarah kepada tercapainya keadilan bagi para pihak
yang berperkara. Jika dikaitkan dengan hak-hak para pihak yang berperkara,
maka putusan tersebut harus mengarah kepada tercapainya keadilan bagi para
pihak.
Dalam Putusan Hakim Perkara Nomor : 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt.,
terdapat fakta-fakta hukum sebagai berikut :
38 John Rawls, 1971, A Theory of Justrice, Massachussetts : Harvard University Press. Cambridge, hlm. 367
39 Gregorius Aryadi, 1995, Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana; (Studi Kasus Tentang Pencurian dan Korupsi di Daerah Istimewa Yogyakarta), Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 64
100
4. Bahwa :ELY SUPRIHATININGSIH------- bertempat tinggal di Jl. Jatiwinangun Gang
Arjuna 12 kel. Purwokerto Lor RT.02 RW.09 kec. Purwokerto Timur Kab. Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-1;----------------------------------------------
DWI HENDRA WIJAYA-----------bertempat tinggal di Jl. Dr.Cipto Mangunkusumo RT.06 RW.01, Desa Gandasuli, Kec. Brebes, Kab. Brebes, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-2;-----------
MICHAEL SALYO PURWOKO- bertempat tinggal di Jl. Raden Patah RT.02 RW.01 Desa Dukuh Waluh, Kec. Kembaran, Kab. Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-3;-----------
WAHYU WIDODO------------------ bertempat tinggal di Jl. Gunung Muria No.861 RT.01 RW.08 Kel. Grendeng, Kec. Purwokerto Utara, Kab. Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-4;------------------------------------------------------------------
HARI SETIAWAN------------------- bertempat tinggal di Desa Karangsoka RT.04 RW.01, Kec. Kembaran, Kab. Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: PENGGUGAT-5.-----------------------------------
Telah mengajukan gugatan wanprestasi terhadap: AJI BUDI PRASETYA bin SOEKAMTO bertempat tinggal di Jl. Sudagaran
11/22 RT.01 RW.02, Kel. Purwokerto Kulon, Kec. Purwokerto Selatan, Kab. Banyumas. Atau Jl.Pertabatan II 86-A Purwokerto, selanjutnya disebut sebagai: TERGUGAT;-
DRS. SOEKAMTO-------------------bertempat tinggal di Jl. HOS Notosuwiryo Desa/Kel. Teluk RT.02 RW.14 Kec. Purwokerto Selatan, Kab.Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: TURUT TERGUGAT-1;------------------------------------------------
SITI MARINA al. MARIANA SOEKAMTO bertempat tinggal di Jl. HOS Notosuwiryo Desa/Kel. Teluk RT.02 RW.14 Kec. Purwokerto Selatan, Kab.Banyumas, selanjutnya disebut sebagai: TURUT TERGUGAT-2;------------------------------------------------
101
2. Bahwa gugatan Para Penggugat pada pokoknya sebagai berikut:-Bahwa Tergugat telah pinjam uang pada Penggugat 1 sebesar Rp. 68.000.000,- (enam puluh delapan juta rupiah) dengan perincian sebagai berikut:
- Pertama, tanggal 14 januari 2009 sebesar Rp. 55.000.000,- ( lima puluh lima juta rupiah ) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28 januari 2009 dari 2 (dua) kuitansi;
- Kedua, tanggal 20 januari 2009 sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 3 pebruari 2009;
- Ketiga, tanggal 24 januari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah)dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 7 pebruari 2009;
- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat II sebesar Rp. 68.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah) dalam jangka waktu 2 (dua) minggu dengan profit share 15 % dengan perincian yaitu:- Pertama, tanggal 9 januari 2009 sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta
rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 23 januari 2009;- Kedua, tanggal 27 januari 2009 sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta
rupiah) dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 10 pebruari 2009;- Ketiga, tanggal 3 pebruari 2009 sebesar Rp. 26.000.000,- ( dua puluh enam
juta rupiah) dengan jatuh tempo 2 ( dua) minggu yaitu tanggal 17 pebruari 2009;
- Bahwa Tergugat telah pinjam uang dengan Penggugat III sebesar Rp.13.000.000,- ( tiga belas juta rupiah) akan diberi keuntungan 15 % untuk jangka waktu 2 (dua) minggu yaitu:- Pertama, tanggal 16 januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu
sampai dengan 30 januari 2009 sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah);- Kedua tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu, yaitu
sampai denag tanggal 5 Februari 2009 sebesar Rp.8.000.000,- ( delapan juta rupia);
- Bahwa Tergugat telah pinjam uang denganPenggugat IV sebesar Rp. 38.000.000.- ( tiga puluh delapan juta rupiah) dengan keuntungan profit shere 15% untuk jangka waktu 2 minggu denag perincia :- Pertama , tanggal 14 Januari 2009 denagn jatuh tempo 2(dua) minggu yaitu sampai dengan 28 Januari 2009 yangtertulis dalam kuitansi adalah Rp. 30.000.000.- ( tiga puluh juta rupiah) ;- Kedua, tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 5 Febuari 2009 sebesar Rp. 8.000.000.- (daelapan juta rupiah);- Bahwa Tergugat telah pinjam uang kepada Penggugat V sebesar Rp. 35.000.000.- (tiga puluh lima juta rupiah) denag kuitansi yang mencantum profit shere per 14 hari, sebagai berikit pada tanggal 13 Febuari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu tanggal 28 Februari 2009;
102
3. Bahwa Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membenarkan gugatan Para Penggugat, yaitu Tergugat telah berhutang kepada Para Penggugat, tapi Tergugat menyangkal besar hutangnya terhadap Penggugat I dan Pengguagt II, dan Penggugat V yaitu, masing-masing hutang terhadap Penggugat I sebesar Rp. 58.000.000 ( lima puluh delapan juta rupiah) bukan sebesar Rp. 68.000.000.- ( enam puluh delapan juta rupiah) sedangkan terhadap Penggugat II sebesar Rp. 31.000.000.- ( tiga puluh satu juta rupiah), buakan sebesar Rp. 61.000.000.- ( enam puluh satu juta rupiah) dan Penggugat V sebesar Rp. 30.000.000.- ( tiga puluh juta rupiah) bukan Rp. 35.000.000.- ( tiga puluh lima juta rupiah) dengan jatuh tempo 2 (sua) inggu dan dengan janji buanga atau profit shere sebesar 15%;4. Bahwa para Turut Terguguat tidak menyangkal dalit pokok gugatan Para Penggugat, tetapi menyangkat posita ke-7 dan ke-12 “tentang tanah dan bangunan sesuain Sertifikat Hak Milik ( SHM) No.212 atasnama SOEKAMTO dan tanah sawah Sertifikat Hak Milik (SHM) No.2350 atasnama Hj. SITI MARIANA SOEKAMTO yang oleh Tergugat sebagai benda jaminan atas pinjaman / hutang kepada Para Penggugat sehingga menolak sita jaminan yang diajukan Para Penggugat atas tanah-tanah tersebut”,5. Bahwa berdasarkan jawab-jinawab antara para pergugat dengan Tergugat dan para Turut Tergugat, ada dalil-dalil Penggugat yang dibenarkan atau tidak dibantah oleh terguagat dan para Turut Tergugat, sehingga dalil-dalil Penggugat tersebut merupakan dalil tetap yang tidak perlu dibuktikan lagi oleh Para Penggugat, yaitu:
- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 13.000.000,- (tiga belas juta rupiah);
- Bahwa Tergugat berhutang kepada Penggugat 4 sebesar Rp. 38.000.000,- (tiga puluh delapan juta rupiah);
- Bahwa jatuh tempo hutang atau pinjaman tersebut selama 2 (dua) minggu atau 14 (empat belas) hari dengan profit share atau bagi hasil sebesar 15%;
- Bahwa hutang Tergugat kepada Para Penggugat (Penggugat1,2,3,4 dan 5) belum pernah dibayar oleh Tergugat;
6. Bahwa sedangkan terhadap dalil Para Penggugat yang disangkal oleh Tergugat dan para Turut Tergugat, sehingga belum merupakan dalil tetap dan harus dibuktikan oleh Para Penggugat adalah:
- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 1 sebesar Rp. 58.000.000,- bukan Rp. 68.000.000 (enam puluh delapan juta rupiah);
- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 2 sebesar Rp. 31.000.000,- bukan sebesar Rp 61.000.000,- (enam puluh satu juta rupiah);
- Bahwa hutang Tergugat kepada Penggugat 3 sebesar Rp. 30.000.000,- bukan Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah);
7. Bahwa untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya, Para Penggugat telah
mengajukan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan P-9,
dan 3 (tiga) orang saksi yaitu saksi TRI WAHYUNI yang disumpah di
103
persidangan, sedangkan saksi SRI YANTI dan DESI INDAH ARISANTI tidak
disumpah, SRI YANTI adalah adik kandung Penggugat 1 dan saksi DESI
INDAH ARISANTI adakah istri dari Penggugat III, dan pihak Tergugat untuk
membuktikan dalil-dalil sangkalannya tersebut tidak mengajukan alat bukti
surat maupun saksi, sedangkan Para Turut Tergugat untuk mempertahankan
dalil-dalil sangkalannya telah mengajukan alat bukti surat diberi tanda bukti
T.T-1 dan 2 (dua) orang saksi dibawah sumpah yaitu SOEMARNO BIN
ARSADIWIRYA dan saksi ACHMAD MUHADJI BIN SANRADI;
8. Bahwa berdasarkan tanda bukti P-1 terdiri dari 4 (empat) lembar
kwitansi, yaitu 2 (dua) lembar tertanggal 14 Januari 2009 masing-masing
tertulis senilai Rp. 15.000.000,- dan Rp. 40.000.000,-, tertanggal 20 Januari
2009 berjumlah sebesar Rp. 10.000.000,-, dan kwitansi Rp. Tertanggal 24
Januari 2009 berjumlah Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);
9. Bahwa pada 4 (empat) kwitansi tersebut tertulis, yakni telah diterima
uang dari ELY SUPRIHARTININGSIH untuk pembayaran pinjaman atas
nama AJI BUDI PRASETYA yang diberi materai Rp. 6.000,- (enam ribu
rupiah) dan diberi stempel/cap serta ditandatangani atas nama AJIE untuk
kwitansi 1 sampai dengan 3, sedangkan kwitansi ke-4 ditandatangani atas
nama AJIE BUDI P;
10. Bahwa di depan persidangan Tergugat telah mengakui nama yang tertulis
“AJIE” dan “AJIE BUDI P” dan tandatangan di dalam kwitansi adalah nama
dan tandatangan Tergugat, begitu pula stempel/cap diakui sebagai milik
Tergugat;
11. Bahwa berdasarkan tanda bukti P-2 yaitu berupa 3 (tiga) lembar kwitansi,
masing-masing tertanggal 09 Januari 2009 tertulis sejumlah uang Rp.
20.000.00,-(dua puluh juta rupiah), tertanggal 09 Januari 2009 tertulis
sejumlah uang Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), dan kwitansi
tertanggal 3 Februari 2009 tertulis sejumlah uang Rp. 26.000.000,- (dua puluh
enam juta rupiah);
12. Bahwa di dalam 3 (tiga) kwitansi tersebut tertulis yaitu telah diterima uang
dari DWI HENDRA WIJAYA untuk membeli modal usaha yang diberi
104
materai Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) dan diberi stempel/cap serta
ditandatangani atas nama AJI BUDI P untuk kwitansi 1, sedangkan untuk
kwitansi ke-2 dan ke-3 tidak dicantum nama;
13. Bahwa di persidangan Tergugat mengakui tertulis di kwitansi nama “AJI
BUDI P” dan tandatangan adalah nama Tergugat, begitu pula stempel/cap
diakui milik dan dilakukan Tergugat;
14. Bahwa berdasarkan tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar kwitansi
tertanggal 13 Februari 2009 di dalam tertulis : telah diterima dari MS. HARI
SETIAWAN uang sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah)
untuk modal bisnis /kerja sama bermaterai Rp.6.000, (enam ribu rupiah) dan
ditandatangani, tetapi tanpa tercantum nama jelas/terang;
15. Bahwa di depan persidangan Tergugat mengakui bahwa tanda tangan yang
tercantum di kwitansi adalah tandatangan Tergugat;
16. Bahwa berdasarkan alat bukti surat yang diberi tanda bukti P-I sampai dengan
P-V dan pengakuan Tergugat( dalil-dalil tetap), maka telah terbukti bahwa
Tergugat berhutang kepada Para Penggugat, yaitu kepada PenggugatI sebesar
Rp.68.000.000,-, kepada Penggugat II sebesar Rp. 61.000.000,-,(enam puluh
satu juta rupiah), kepada Penggugat III sebesar Rp.13.000.000,- (tiga belas
juta rupiah), kepada Penggugat IV sebesar Rp. 38.000.000,- (tiga puluh
delapan juta rupiah). Kepada Penggugat V sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga
puluh lima juta rupiah);
17. Bahwa tanda bukti P-I terdiri dari 4 (empat) lembar kwitansi, menerangkan
jatuh tempo hutang Tergugat kepada Penggugat I masing-masing tertanggal
28 Januari 2009, tanggal 3 Februari 2009, dan 7 Februari 2009;
18. Bahwa tanda bukti P-II berupa 3 (tiga) lembar, menerangkan Tergugat
berhutang/minjam uang kepada Penggugat II sebanyak 3 (tiga) kali dengan
masa jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 23 Januari 2009, 10
Februari 2009 dan tanggal 17 Februari 2009;
19. Bahwa tanda bukti P-III berupa 2 (dua) lembar kwitansi, menerangkan
Tergugat berhutang/minjam uang kepada Penggugat III sebanyak 2 (dua) kali
105
dengan masa jatuh temponya masing-masing adalah tanggal 30 Januari 2009,
dan tanggal 5 Februari 2009;
20. Bahwa tanda bukti P-IV berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 14 Januari
2009 dan 1 (satu) lembar bukti transfer uang di bank BCA ke rek. 3580194949
atas nama AJI BUDI PRASETYA tertanggal 21 Januari 2009, jatuh tempo
pinjaman/hutang Tergugat kepada Penggugat IV sesuai dengan kwitansi
tertulis setengah bulan, sehingga jatuh temponya pada tanggal 29 Januari
2009, sedangkan untuk pinjaman transfer melalui bank BCA karena
berdasarkan kesepakatan jatuh tempo selama setengah bulan, maka jatuh
temponya tanggal 5 Februari 2009;
21. Bahwa tanda bukti P-V berupa 1 (satu) lembar kwitansi tertanggal 13 februari
2009 menerangkan hutang / pinjaman Tergugat kepada Penggugat V untuk
modal bisnis / kerjasama dengan masa jatuh tempo 14 hari, berarti tanggal 27
Februari 2009;
Kemudian hakim mempertimbangkan pengakuan Tergugat terhadap dalil-
dalil dalam gugatan Penggugat sebagai dalil tetap untuk mengklasifikasi
perbuatan Tergugat sebagai Wanprestasi, sebagaimana dijelaskan dalam
pertimbangan hakim sebagai berikut :
“Menimbang bahwa berdsarkan pengakuan Tergugat atas gugatan Penggugat yang berupa dalil tetap, bahwa Tergugat belum membayar hutangnya kepada Para Penggugat hingga jatuh tempo sebagaimana telah diperjanjikan pada tanda bukti P-I sampai dengan P-V, sehingga perbuatan Tergugat tidak membayar hutang kepada Para Penggugat tersebut adalah merupakan ingkar janji (wanprestasi);
Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan bahwa Tergugat telah terbukti melakukan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) seperti tersebut di atas, apakah hal tersebut dapat diklasifikasikan juga sebagai atau merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad);
Menimbang bahwa dasar gugatan Para Penggugat dalam perkara a quo adalah mengenai pinjaman / hutang piutang untuk modal usaha dengan perjanjian profit sharing 15 %, dan sebagai mana telah dibertimbangkan di atas Tergugat tidak dapat membayar pinjaman pokok serta profit sharing sebesar 15% kepada Penggugat sesuai waktu jatuh tempo yang telah diperjanjikan, maka Majelis hakim berpendapat tidak memenuhi seluruh unsure perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)sebagaimana putusan Hoge Raad Nederland 1919;
106
Menimbang bahwa berdasarkan tanda bukti P-I, P-II, P-III, P-IV, P-V, P-VI, P-VII, dan P-VIII serta keterangan saksi TRI WAHYUNI, Para Penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatan, dengan menyatakan bahwa sikap Tergugat tidak membayar hutang / pinjamannya kepada Para Penggugat yang telah melewati jatuh tempo yang telah diperjanjikan adalah perbuatan ingkar janji (wanprestasi);”
Setelah melalui analisa terhadap fakta-fakta hukum yang terungkap
selama persidangan, Hakim dapat mengambil kesimpulan bahwa perbuatan
Tergugat diklasifikasi sebagai Wanprestasi. Untuk dapat mencapai kesimpulan
tersebut, Hakim telah menggunakan alur berpikir silogistik dengan tetap
berpedoman pada aturan hukum, asas-asas dan teori hukum yang ada. Jika
hakim sudah menerapkan hal ini, maka putusan yang dihasilkan akan
memenuhi rasa keadilan dan mendatangkan manfaat bagi para pihak.
2. Rule Based argumentation
Selanjutnya bila putusan Putusan Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt,
dilihat dari rule based argumentation yang menekankan pada penerapan
ketentuan-ketentuan dasar di dalam peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perkara perdata yang bersangkutan, maka dalam hal ini,
hakim harus mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam Perkara Perdata Nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt, yang
diperiksa di Pengadilan Negeri Purwokerto, berdasar dari proses pemeriksaan
persidangan, hakim telah memutus atas dasar ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini terbukti dengan