1 Analisa Penggunaan Kombinasi Gentamisin dan Ampisilin pada Pasien Pediatri di Bangsal Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu 1 Nori Wirahmi, 1 Auzal Halim, 1 Henny Lucida 1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas Abstract Research about analysis use combination dose gentamicin and ampicillin to pediatric has been done. In research discovery 43,9% patient in pediatric shed RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu to get combination gentamicin and ampicillin with gentamicin twice dosing and ampicillin multiple daily dosing. Literature to suggest range use combination gentamicin and ampicillin 3-5 days. 32,33% patient have been out of range to cause side effect and antibiotic resistance. From drug dose calculations based on weight, 40% infant and 96,82% child have under dose. Antibiotic anxiety don’t have range therapeutic and not to achieve effect. Keyword: Gentamicin, Ampicillin, pediatric and RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Pendahuluan Antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad renik/bakteri), khususnya mikroba yang merugikan manusia yaitu mikroba penyebab infeksi pada manusia (Munaf S, 1994). Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya, dan setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Keberhasilan penemuan penisilin oleh Alexander Flemming pada tahun 1928, telah membuka lembaran baru dimulainya penemuan bermacam-macam antibiotik yang baru dan lebih baru lagi. Hal inilah yang menimbulkan kepercayaan dan harapan yang besar terhadap antibiotik untuk selalu berhasil dalam membunuh kuman dan menyembuhkan penyakit infeksi (Munaf S, 1994). Rumah sakit merupakan tempat penggunaan antibiotik paling banyak ditemukan. Di negara yang sudah maju 13 – 37 % dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik secara tunggal ataupun kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30 – 80 % penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik (Gandhi, P.J. 2007). Penggunaan antibiotik tentu diharapkan mempunyai dampak positif, akan tetapi penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional antara lain muncul dan berkembangnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik, munculnya penyakit akibat superinfeksi bakteri resisten, terjadinya toksisitas/efek samping obat, sehingga perawatan penderita menjadi lebih lama, biaya pengobatan menjadi lebih mahal, dan akhirnya menurunnya kualitas pelayanan kesehatan (MW Davies, 1998). Gentamisina merupakan suatu antibiotika golongan aminoglikosida yang efektif untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram negatif yang sensitif antara lain Proteus, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, Serratia, E.Coli, Enterobacter dan lain-lain. Bakteri ini antara lain menyebabkan bakteremia, meningitis, osteomielitis, pneumonia, infeksi luka bakar, infeksi saluran kemih, dan tularemia, dalam keadaan tertentu gentamisin digunakan pula terhadap gonore dan infeksi S. aureus. Sedapat mungkin gentamisin sistemik hanya diterapkan pada infeksi berat saja. Penggunaan gentamisin secara topical khususnya dalam lingkungan rumah sakit perlu dibatasi untuk menghambat perkembangan resistensi pada bakteri sensitif (MW Davies, 1998). Gentamisina memiliki efek samping : > 10% (Neurotoksisitas, Ototoksisitas(auditory dan vestibular), Nefrotoksik (meningkatkan klirens kreatinin). 10% (Edeme, gatal, dan kemerahan). < 1% (Agranulositosis, Reaksi
22
Embed
Analisa Penggunaan Kombinasi Gentamisin Dan Ampisilin
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
Analisa Penggunaan Kombinasi Gentamisin dan Ampisilin
pada Pasien Pediatri di Bangsal Anak
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
1Nori Wirahmi,
1 Auzal Halim,
1 Henny Lucida
1 Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Abstract
Research about analysis use combination dose gentamicin and ampicillin to pediatric has been
done. In research discovery 43,9% patient in pediatric shed RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu to get
combination gentamicin and ampicillin with gentamicin twice dosing and ampicillin multiple daily
dosing. Literature to suggest range use combination gentamicin and ampicillin 3-5 days. 32,33%
patient have been out of range to cause side effect and antibiotic resistance. From drug dose
calculations based on weight, 40% infant and 96,82% child have under dose. Antibiotic anxiety
don’t have range therapeutic and not to achieve effect.
Keyword: Gentamicin, Ampicillin, pediatric and RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Pendahuluan
Antibiotik adalah obat atau zat yang
dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat/membasmi mikroba
lain (jasad renik/bakteri), khususnya mikroba
yang merugikan manusia yaitu mikroba
penyebab infeksi pada manusia (Munaf S,
1994).
Antibiotik tidak efektif menangani
infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri
lainnya, dan setiap antibiotik sangat beragam
keefektifannya dalam melawan berbagai jenis
bakteri. Keberhasilan penemuan penisilin oleh
Alexander Flemming pada tahun 1928, telah
membuka lembaran baru dimulainya penemuan
bermacam-macam antibiotik yang baru dan
lebih baru lagi. Hal inilah yang menimbulkan
kepercayaan dan harapan yang besar terhadap
antibiotik untuk selalu berhasil dalam
membunuh kuman dan menyembuhkan
penyakit infeksi (Munaf S, 1994).
Rumah sakit merupakan tempat
penggunaan antibiotik paling banyak
ditemukan. Di negara yang sudah maju 13 – 37
% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah
sakit mendapatkan antibiotik baik secara
tunggal ataupun kombinasi, sedangkan di
negara berkembang 30 – 80 % penderita yang
dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik
(Gandhi, P.J. 2007).
Penggunaan antibiotik tentu
diharapkan mempunyai dampak positif, akan
tetapi penggunaan antibiotik yang tidak
rasional akan menimbulkan dampak negatif.
Dampak negatif dari penggunaan antibiotik
yang tidak rasional antara lain muncul dan
berkembangnya bakteri yang resisten terhadap
antibiotik, munculnya penyakit akibat
superinfeksi bakteri resisten, terjadinya
toksisitas/efek samping obat, sehingga
perawatan penderita menjadi lebih lama, biaya
pengobatan menjadi lebih mahal, dan akhirnya
menurunnya kualitas pelayanan kesehatan
(MW Davies, 1998).
Gentamisina merupakan suatu
antibiotika golongan aminoglikosida yang
efektif untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram negatif yang
sensitif antara lain Proteus, Pseudomonas
aeruginosa, Klebsiella, Serratia, E.Coli,
Enterobacter dan lain-lain. Bakteri ini antara
lain menyebabkan bakteremia, meningitis,
osteomielitis, pneumonia, infeksi luka bakar,
infeksi saluran kemih, dan tularemia, dalam
keadaan tertentu gentamisin digunakan pula
terhadap gonore dan infeksi S. aureus. Sedapat
mungkin gentamisin sistemik hanya diterapkan
pada infeksi berat saja. Penggunaan gentamisin
secara topical khususnya dalam lingkungan
rumah sakit perlu dibatasi untuk menghambat
perkembangan resistensi pada bakteri sensitif
(MW Davies, 1998).
Gentamisina memiliki efek samping :
> 10% (Neurotoksisitas, Ototoksisitas(auditory
dan vestibular), Nefrotoksik (meningkatkan
klirens kreatinin). 10% (Edeme, gatal, dan
kemerahan). < 1% (Agranulositosis, Reaksi
2
Alergi, Dyspnea, Granulocytopenia,
Fotosensitif, Pseudomotor Cerebral,
Trombositopenia (Katzung, 2004).
Ototoksisitas dan nefrotoksisitas
cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan
hingga lebih dari lima hari, pada dosis yang
lebih tinggi, pada orang-orang lanjut usia, dan
dalam keadaan insufisiensi fungsi ginjal
(Katzung, 2004).
Anak – anak akan mendapatkan 3 – 6
kali infeksi per tahun, tetapi beberapa orang
mendapatkan serangan lebih sering lagi
terutama selama masa tahun ke-2 sampai ke-3
kehidupan mereka (BNF, 2009).
Pertimbangan pengobatan pada anak,
tidak saja diambil berdasarkan ketentuan
dewasa, tetapi perlu beberapa penyesuaian
seperti dosis dan perhatian lebih besar pada
kemungkinan efek samping seperti nefrotoksik,
karena adanya imaturitas fungsi organ-organ
tubuh, sehingga mungkin diperlukan
penyesuaian dosis serta pemilihan obat yang
benar-benar tepat. Selain itu, pengobatan pada
anak juga memerlukan pertimbangan lebih
kompleks, antara lain karena berbagai masalah
cara pemberian obat, pemilihan bentuk sediaan,
dan masalah ketaatan (Muchtar, 1985).
Subjek penelitian ini, akan
difokuskan pada pasien pediatri di RSUD Dr.
M. Yunus Bengkulu yang selalu diberikan
kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin
sebagai pilihan pertama, padahal gentamisin
seharusnya bukan antibiotika pilihan pertama
mengingat efek toksik dan gentamisin
merupakan obat dengan ambang terapi sempit
sehingga mesti dilakukan monitor
pemakaiannya.
Maka, analisa penggunaan obat dan
penyesuaian dosis obat dengan ambang terapi
sempit pada pasien pediatri perlu
dipertimbangkan untuk keefektifan terapi.
Analisa penggunaan obat ini bertujuan untuk
dosis individu agar efek toksik dapat dihindari
dan keefektifan obat tercapai. Metode yang
direkomendasikan dalam megatur penyesuaian
dosis adalah dengan mengurangi dosis,
memperpanjang interval dosis, atau kombinasi
keduanya. (Munar dan Singh, 2007).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diuraikan di atas, maka dapat disusun
permasalahan adakah analisa terhadap
penggunaan kombinasi gentamisin dan
ampisilin pada pasien pediatri, sudah adakah
pertimbangan dosis dan pertimbangan resiko
untuk pediatri yang menggunakan kombinasi
gentamisin dan ampisilin di Bangsal Anak
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Tujuan Penelitian
Penelitan ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mengetahui seberapa banyak pemakaian
kombinasi antibiotika gentamisin dan
ampisilin pada pasien pediatri di Bangsal
Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
2. Menganalisis dosis dan resiko
penggunaan kombinasi antibiotika
gentamisin dan ampisilin pada pasien
pediatri di RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis.
Memberikan masukan dan bahan
pertimbangan kepada dokter yang
meresepkan kombinasi antibiotik
gentamisin dan ampisilin pada pasien
pediatri di bangsal anak RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu
2. Manfaat ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan acuan dalam
penelitian selanjutnya tentang pemakaian
kombinasi antibiotik gentamisin dan
ampisilin pada pasien pediatri.
HASIL
Dari Penelitian yang sudah dilakukan
mengenai pemakaian gentamisin pada pasien
pediatrik di Bangsal Anak RSUD DR. M.
Yunus Bengkulu diperoleh hasil sebagai
berikut:
a. Jumlah pasien rawat inap yang terdapat di
Bangsal Anak RSUD DR. M. Yunus
Bengkulu pada bulan Mei sampai dengan
Juli 2011 adalah 303 pasien. Pasien yang
mendapatkan kombinasi antibiotik
gentamisin dan ampisilin adalah 133
orang dan yang tidak menggunakan
kombinasi gentamisin dan ampisilin 170
orang.
b. Pasien yang mendapatkan kombinasi
antibiotik gentamisin dan ampisilin
mengalami beberapa penyakit yang
diderita. Yang menderita demam berdarah
6 pasien, obs. Febris 57 pasien, Gastro
Enteritis (GE) 50 pasien, Bronko
Pneumonia 20 pasien, Kejang Demam
Simpleks dan Kompleks 12 pasien, dan
pasien yang menderita obs.Vomitus,
3
Malaria, Thalasemia, Thrombositopenia,
Intoksikasi Minyak Tanah, Hernia dan
Omphalocel 22 pasien.
c. Dosis gentamisin yang diberikan pada
pasien bayi adalah dalam rentang 2-80
mg/hari iv sedangkan dosis yang
diberikan pada pasien anak dalam rentang
36-120 mg/hari iv.
d. Semua pasien diberikan gentamisin
dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari.
Dan kombinasi dengan ampisilin yang
diberikan dengan frekuensi pemberian 3
kali sehari.
e. Pasien menggunakan gentamisin dengan
rentang waktu pemakaian gentamisin dari
1 hari hingga 13 hari. Pasien yang
menggunakan gentamisin dalam rentang
waktu pemakaian yang disarankan (3-5
hari) 90 pasien, dan 43 pasien diluar
rentang pemakaian tersebut.
PEMBAHASAN
Penelitian ini membahas tentang
analisa penggunaan kombinasi antibiotik
gentamisin dan ampisilin pada pasien pediatri
di Bangsal Anak RSUD DR. M. Yunus
Bengkulu seperti Dosis, regimen dosis, lama
pemakaian, efek samping yang mungkin timbul
akibat pemakaian kombinasi obat ini dan
kerasionalan pemakaian obat. Dari hasil
observasi dilakukan analisa dan dibandingkan
dengan literatur, dan terakhir penarikan
kesimpulan.
Kombinasi antibiotik gentamisin dan
ampisilin banyak digunakan di bangsal anak
RSUD DR. M. Yunus Bengkulu pada berbagai
kasus. Dari hasil penelitian diperoleh data dari
303 pasien yang dirawat di bangsal anak RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu ada 133 pasien yang
mendapat kombinasi antibiotika gentamisin
dan ampisilin. Kombinasi antibiotika
gentamisin dan ampisilin digunakan sebagai
antibiotik lini pertama untuk pasien anak. Hal
ini disebabkan gentamisin yang
dikombinasikan dengan penisilin atau
vancomisin menghasilkan efek bakterisid yang
kuat, yang sebagian disebabkan oleh
peningkatan ambilan obat yang timbul karena
penghambatan sintesis dinding sel. Penisilin
mengubah struktur dinding sel sehingga
memudahkan penetrasi gentamisin kedalam
kuman (Katzung, 2004).
Gentamisin tidak boleh digunakan
sebagai agen tunggal untuk terapi pneumonia
sebab buruknya penetrasi jaringan paru-paru
yang terinfeksi dan kondisi-kondisi setempat
dengan tekanan oksigen yang rendah dan pH
yang rendah turut andil terhadap aktivitas yang
buruk (Katzung, 2004).
Dari hasil penelitian diperoleh data
penyakit pasien yang memperoleh terapi
kombinasi antibiotika gentamisin dan ampisilin
juga bervariasi dimana yang menderita Demam
Berdarah 6 pasien, obs. Febris 57 pasien,
Gastro Enteritis (GE) 50 pasien, Bronko
Pneumonia 20 pasien, Kejang Demam
Simpleks dan Kompleks 12 pasien, dan pasien
yang menderita obs.Vomitus, Malaria,
Thalasemia, Thrombositopenia, Intoksikasi
Minyak Tanah, Hernia dan Omphalocel 22
pasien.
Bila diperhatikan terjadi
ketidakrasionalan pemakaian antibiotika
terhadap diagnosa yang ditetapkan. Seperti
contoh Intoksikasi Minyak Tanah yang bukan
disebabkan oleh bakteri akan tetapi tetap
diberikan terapi antibiotika. Hal ini
mengakibatkan tidak ada atau kecilnya
kemungkinan untuk memberi manfaat, efek
samping lebih besar dan biaya tidak seimbang
dari manfaat.
Berdasarkan standar terapi rumah
sakit kejang demam simplek atau sederhana
adalah Kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum
tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Sedangkan kejang demam komplek adalah
kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
dan kejadian berulang lebih dari 1 kali selama
24 jam. Penatalaksanaan untuk kejang ini
biasanya diberikan antipiretik dan anti
konvulsan. Tidak ada terapi antibiotika yang
disarankan namun pada kenyataannya
dilapangan tetap diberikan antibiotik dalam hal
ini gentamisin yang memiliki ambang terapi
sempit dan memiliki efek samping yang
membahayakan bayi dan anak.
Gastroenteritis atau diare Adalah BAB
dengan frekuensi lebih dari 3 kali/hari, dengan
konsistensi lebih lembek atau cair dengan atau
tanpa disertai lendir ataupun darah, Pada kasus
ini juga diberikan antibiotik yang seharusnya
berdasarkan standar terapi hanya diberikan
penggantian cairan tubuh iv ataupun oral. Bila
diikuti dengan dehidrasi ringan, sedang
ataupun berat terapi yang dilakukan adalah
penggantian defisit cairan dan dapat diberikan
NaCl 0.9% atau dextrose 5% dengan kecepatan
25-30% dari jumlah cairan total perhari
(termasuk kebutuhan dasar + defisit) pada
dehidrasi isotonik, sedangkan pada dehidrasi
hipematremik diberikan NaCl 0,9% dengan
kecepatan 45%.
4
Pada kasus thalasemia dimana terjadi
defisiensi pembentukan rantai globin spesifik
dari Hb yang seharusnya diterapi dengan Asam
folat 1 mg/hari p.o juga diberikan kombinasi
antibiotika gentamisisn dan ampisilin. Hal ini
terjadi juga pada kasus thrombositopenia yang
berkurangnya jumlah trombosit didalam darah
yang seharusnya diterapi dengan Kortikosteroi,
Gamaglobulin (IgG) dan Imunosupresif (
siklofosfamid ).
Dari berbagai kasus penyakit yang
pada standar terapi tidak perlu diberikan terapi
antibiotika, maka perlu dibahas kenapa setiap
kasus diberikan kombinasi antibiotika. Setelah
didiskusikan dengan pihak rumah sakit ternyata
alasan kenapa diberikan terapi antibiotika pada
setiap kasus yang terjadi pada pasien bangsal
anak RSUD Dr. M. Yunus adalah untuk
mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial adalah Infeksi
yang muncul selama seseorang tersebut dirawat
di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah
selesai dirawat (Light RW, 2001). Antibiotika
yang digunakan sebagai terapi profilaksis
biasanya digunakan sekali pakai dan dengan
dosis besar, oleh karena itu biasanya digunakan
antibiotika yang memiliki ambang terapi lebar
sehingga lebih aman untuk digunakan.
Gentamisin yang digunakan sebagai profilaksis
lama pemakaian tidak lebih dari 5 hari.
Pemakaian lebih dari 5 hari mempertinggi
resiko toksik pemakaian gentamisin pada
pasien, oleh karena itu pemakaian yang lama
harus dihindari jika gentamisin digunakan
sebagai terapi antibiotik profilaksis, namun
pemakaian lama (lebih dari 5 hari) untuk terapi
penyakit dapat digunakan tapi harus dengan
pertimbangan besar dosis yang diberikan
berdasarkan konsentrasi obat dalam serum
darah dan monitoring fungsi ginjal serta
pendengaran pasien.
Gentamisin merupakan concentration-
dependent dan termasuk dalam obat dengan
ambang terapi sempit sehingga peningkatan
kadar obat sedikit saja di dalam darah akan
berdampak besar pada pasien karena kadar obat
dalam darah dapat melewati ambang terapi
obat dan dapat menimbulkan efek toksik atau
dapat pula lebih rendah dari ambang terapi obat
sehingga obat tidak efektif lagi untuk terapi
infeksi. Hal ini dapat memicu terjadiya
resistensi antibiotik lebih cepat terjadi pada
pasien. Oleh karena itu pengukuran kadar
serum obat selama terapi perlu dilakukan untuk
menghindari efek toksik atau tidak adanya efek
terapi dari gentamisin.
Pengobatan pada bayi menggunakan
obat-obat dengan ambang terapi sempit harus
disertai dengan TDM (therapeutic drug
monitoring) oleh apoteker. Dosis obat untuk
pemakaian gentamisin harus membuat
konsentrasi puncak serum tidak lebih dari 10
mcg/ml pada regimen dosis 2x/hari dengan
lama pemakaian tidak lebih dari 5 hari karena
pemakaian lama akan meningkatkan resiko
terjadinya toksisitas gentamisin yaitu ototoksik
dan nefrotoksik. Pengobatan pada bayi dan
anak juga memerlukan pertimbangan lebih
kompleks, antara lain karena berbagai masalah
cara pemberian obat dan pemilihan bentuk
sediaan sehingga peran apoteker atau farmasis
dalam monitoring pemakaian obat sangat
diperlukan.
Pada penelitian ini ditemukan pasien
menggunakan gentamisin dari 1 hari hingga 13
hari. Pasien yang menggunakan gentamisin
dalam rentang waktu pemakaian yang
disarankan (3-5 hari) 90 pasien, dan 43 pasien
diluar rentang pemakaian tersebut. Pemakaian
gentamisin melebihi waktu yang disarankan
akan meningkatkan terjadinya resiko toksik,
toksisitas yang terjadi pada pemakaian
gentamisin adalah nefrotoksisk dan ototoksik.
namun pemakaian lama (lebih dari 5 hari)
untuk terapi penyakit dapat digunakan tapi
harus dengan pertimbangan besar dosis yang
diberikan berdasarkan konsentrasi obat dalam
serum darah dan monitoring fungsi ginjal serta
pendengaran pasien.
Konsentrasi serum gentamisin dan
fungsi ginjal harus dipantau apabila gentamisin
diberikan lebih dari 5 hari atau fungsi ginjal
berubah (misalnya dalam sepsis dimana sering
terjadi komplikasi dengan gagal ginjal akut)
(Katzung, 2004). Untuk anak-anak dengan
fungsi ginjal normal, konsentrasi gentamisin
harus diukur setelah 3 atau 4 kali dosis untuk
regimen dosis harian. Anak-anak dengan
kerusakan ginjal , pengukuran konsentrasi
aharus dilakukan lebih cepat dan sering.
Sampel darah harus diambil kira-kira 1 jam
setelah pemberian secara im atau iv dan juga
sebelum dosis berikutnya. Konsentrasi serum
aminoglikosida harus diukur pada semua anak-
anak, dan harus ditentukan pada infant,
neonatus, obesitas, cystic fibrosis, pemberian
dengan dosis tinggi, atau karena kerusakan
ginjal. Efek samping dari antibiotik
aminoglikosida ini tergantung dosis yang
digunakan, maka pengobatan menggunakan
antibiotik ini tidak boleh lebih dari 7 hari
(BNF, 2009). Jika pasien dimonitoring,
peningkatan serum kreatinin 0,5-2 mg/dl dapat
mengindikasikan terjadinya nefrotoksik pada
5
pemakaian antibiotik golongan aminoglikosida
(Bauer, 2008).
Pada bayi, volume distribusi yang
lebih besar dan clearance gentamisin menurun
yang mengakibatkan t1/2 menjadi menjadi 4-5
jam (Bauer, 2008). dibandingkan t1/2 eliminasi
pada dewasa (2-3 jam). Monitoring konsentrasi
serum dapat menghindarkan terjadinya
toksisitas dan menjamin efikasi penggunaan
obat (BNF, 2009).
Pada bangsal anak RSUD DR. M.
Yunus Bengkulu, gentamisin umumnya
digunakan pada interval pemakaian dua kali
sehari untuk semua pasien. Metode
konvensional pemberian dosis gentamisin
adalah dengan cara multiple daily dosing
biasanya setiap 8 jam. Puncak konsentrasi
serum untuk gentamisin antara 5–10 mcg/ml,
jika konsentrasi puncak ini meningkat menjadi
12–14 mcg/ml akan meningkatkan resiko
terjadinya ototoksisitas. Konsentrasi serum
minimum 2–3 mcg/ml juga meningkatkan
terjadinya resiko nefrotoksisitas. Penjagaan
konsentrasi puncak atau minimum gentamisin
sesuai dengan range yang disarankan tidak
sepenuhnya menghindari terjadinya
nefrotoksisitas dan ototoksisitas pada pasien,
bahkan pada pengontrolan range konsentrasi
serum yang di sarankan, pemakaian durasi
melebihi 14 hari dengan total akumulasi dosis
yang besar dan penggabungan terapi bersama
obat penginduksi nefrotoksik lain seperti
vankomisin akan memberi kecenderungan
pada efek samping antibiotik gentamisin
(Bauer, 2006). Pemakaian secara conventional
dosing atau 2 kali sehari akan menghindarkan
resiko terjadinya lonjakan konsentrasi puncak
gentamisin di serum darah pasien jika
dibandingkan pada pemakaian 1 kali sehari.
Dari hasil perhitungan dosis
berdasarkan berat badan pasien, pada pasien di
bangsal anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
diperoleh rentang pemberian dosis kombinasi
gentamisin yang diberikan pada pasien bayi
adalah dalam rentang 2-80 mg/hari iv
sedangkan dosis kombinasi yang diberikan
pada pasien anak dalam rentang 36-120
mg/hari iv. Sedangkan dosis kombinasi
gentamisin yang dianjurkan literatur untuk
pasien bayi adalah 13,5-87,75 mg/hari iv dan
untuk pasien anak 48,6-162mg/hari iv.
Dosis kombinasi gentamisin yang
diberikan pada pasien bayi sesuai dengan yang
disarankan literatur yaitu 1,5 mg/kgBB setiap 8
jam (Medicatherapy.com 2011), sekitar 33%
sedangkan dosis yang lebih rendah dari yang
disarankan adalah 40% dan dosis melebihi
dosis yang disarankan adalah sekitar 27%.
Dosis kombinasi gentamisin yang
diberikan pada pasien anak sesuai dengan yang
disarankan literatur yaitu 2 mg/kgBB setiap 8
jam (Medicatherapy.com 2011), sekitar 1,59%
sedangkan dosis yang lebih rendah dari yang
disarankan adalah 96,82% dan dosis melebihi
dosis yang disarankan adalah sekitar 1,59%
Perhitungan dosis berdasarkan
literatur ini menggunakan variabel umur dan
berat badan bayi sehingga memudahkan dalam
perhitungan dosis. Pengukuran dosis
menggunakan literatur hanya digunakan untuk
dosis awal dan penentuan dosis gentamisin
selanjutnya berdasarkan konsentrasi serum
gentamisin pasien. Perbedaan dosis yang
diberikan rumah sakit khususnya dosis yang
lebih rendah dari yang disarankan literatur
dikhawatirkan tidak mencapai rentang terapi
obat dan tidak tercapainya efek terapi pada
pasien (Bauer, 2006). Untuk dosis yang
melewati rentang dosis yang disarankan
dikhawatirkan akan menimbulkan efek
samping dalam penggunaan.
Selain pertimbangan dosis pada
penggunaan antibiotika gentamisin perlu juga
diperhatikan efek samping yang ditimbulkan
akibat pemakaian obat ini. Efek toksik yang
dimiliki gentamisin ada dua macam, yaitu
nefrotoksik yang reversible dan ototoksik yang
menyebabkan kerusakan pada vestibular dan
auditory yang bersifat permanent (Bauer,
2006). Gentamisin dibersihkan oleh ginjal, dan
eksresinya berbanding langsung dengan klirens
kreatinin. Waktu paruh normal dalam serum
adalah 2-3 jam, namun meningkat dalam 24-48
jam pada pasien-pasien dengan kerusakan
fungsi ginjal yang signifikan. Penyesuaian
dosis harus dilakukan untuk menghindari
akumulasi obat dan toksisitas pada pasien
dengan insufisiensi ginjal. Bisa jadi dosis obat
dibiarkan konstan dan interval antar dosis
dinaikkan, atau interval dibiarkan konstan dan
dosis dikurangi (Katzung, 2004).
Mekanisme terjadinya nefrotoksisitas
adalah gentamisin dimetabolisme secara utuh
di hati dan dieliminasi melalui glomerulus. 5%
hasil eliminasi diabsorbsi kembali oleh tubulus
proximal sehingga konsentrasi dalam tubulus
meningkat dan menimbulkan nekrosis tubulus.
Penggunaan gentamisin selama lebih dari 5
hari dapat menyebabkan peningkatan 30%
serum kreatinin. Dengan memonitoring fungsi
ginjal pasien, peningkatan serum kreatinin 0,5-
2 mg/dl menunjukkan terjadinya nefrotoksik
oleh antibiotik golongan aminoglikosida
(Bauer, 2008). Nefrotoksisitas membutuhkan
penyesuaian regimen pemberian dosis dan
harus mempercepat pertimbangan ulang
6
mengenai perlunya penggunaan obat (Katzung,
2004).
Mekanisme terjadinya ototoksisitas
dengan cara gentamisin mempengaruhi auditori
dan vestibular yang bersifat permanen.
Ototoksisitas auditori pertama kali muncul
pada frekuensi tinggi (> 4000 hz) dan sangat
sulit mendeteksinya secara klinis. Jika
pengobatan gentamisin tidak dilanjutkan secara
individual, penurunan pendengaran akan
berlanjut pada frekuensi yang lebih rendah,
hasilnya penurunan frekuensi pendengaran
akan terdeteksi pada daerah frekuensi
conversational (< 4000 hz). Ototoksisitas
terutama tampak dalam bentuk disfungsi
vestibuler, kemungkinan disebabkan oleh
perusakan sel-sel rambut karena peningkatan
kadar obat. Hilangnya pendengaran juga dapat
timbul. Kemungkinan timbulnya ototoksisitas
adalah 1-5 % pada pasien-pasien yang
menerima obat ini selama lebih dari 5 hari
(Katzung, 2004).
Gejala awal ototoksisitas auditori
adalah tinnitus. Ototoksisitas vestibular akan
menyebabkan kehilangan keseimbangan, selain
itu munculnya sakit kepala, ataxia, nausea,
vomiting, nystagmus, dan vertigo dapat
menjadi tanda ototoksisitas vestibular (Bauer,
2008). Faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya ototoksisitas adalah terapi dengan
jangka waktu yang lama, penggunaan
gentamisin sebelumnya, penggunaan
gentamisin bersamaan dengan obat lain yang
menginduksi ototoksisitas (Philip, 2002).
Secara klinis, audiometric jarang digunakan
untuk mendeteksi ototoksisitas karena sulit
digunakan pada pasien yang sedang kritis.
Data Pasien Pediatri yang dirawat di bangsal Anak RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu