Page 1
SKRIPSI
ANALISA FAKTOR-FAKTOR TERHADAP KEJADIAN
PLEBITIS PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN
TERAPI CAIRAN INTRAVENA
(Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil)
SEVIKA DWI ANGGITA
14 321 0141
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2018
Page 2
ii
SKRIPSI
ANALISA FAKTOR- FAKTOR TERHADAP KEJADIAN
PLEBITIS PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN
TERAPI CAIRAN INTRAVENA
(DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGIL- PASURUAN )
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program
Studi S1 Ilmu Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Insan Cendekia Medika Jombang
SEVIKA DWI ANGGITA
143210141
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2018
Page 3
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : SEVIKA DWI ANGGITA
NIM : 143210141
Jenjang : Sarjana
Institusi : Prodi S1 Keperawatan STIKes ICME Jombang
Menyatakan bahwa naskah skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil
penelitian atau karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang di rujuk dari
sumbernya.
Jombang, 14 September 2018
Saya yang menyatakan
SEVIKA DWI ANGGITA
143210141
Page 5
v
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Judul : ANALISA FAKTOR- FAKTOR TERHADAP KEJADIAN
PLEBITIS PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN
TERAPI CAIRAN INTRAVENA
Nama Mahasiswa : Sevika Dwi Anggita
NIM : 143210141
TELAH DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING
PADA TANGGAL 14 SEPTEMBER 2018
Pembimbing Utama
Harnanik Nawangsari, SST.,M.Keb
NIK.02.03.013
Pembimbing Anggota
Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes
NIK.01.13.700
Mengetahui
Ketua STIKES ICME
H. Imam Fatoni, S.KM.,MM
NIK. 03.04.022
Ketua Program Studi
Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns.,M.Kep
NIK.04.05.053
Page 6
vi
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama Mahasiswa : Sevika Dwi Anggita
NIM : 143210141
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Judul : ANALISA FAKTOR- FAKTOR TERHADAP
KEJADIAN PLEBITIS PADA PASIEN YANG
MENDAPATKAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA
Telah berhasil dipertahankan dan diuji di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Komisi Dewan Penguji,
Ketua Dewan Penguji : Dr. H.M. Zainul Arifin, Drs., M.Kes. ( )
Penguji 1 : Harnanik Nawangsari, SST.,M.Keb. ( )
Penguji 2 : Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes. ( )
Ditetapkan di : JOMBANG
PadaTanggal : 14 September 2018
Page 7
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis ini dilahirkan di Lumajang pada tanggal 09 September 1995
dengan jenis kelamin Perempuan.
Riwayat pendidikan, Tahun 2008 penulis lulus dari SDN Pasirian 02
Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang, kemudian penulis melanjutkan ke
SMPN 02 Pasirian lulus tahun 2011 Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang.
Setelah itu menempuh pendidikan SMK di SMK Negeri Pasirian condro
Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang tamat tahun 2014.
Tahun 2014 sampai sekarang. penulis mengikuti pendidikan Prodi S1
Keperawatan di STIKES ICME Jombang.
Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya
Jombang,14 September 2018
Penulis
Sevika Dwi Anggita
Page 8
viii
MOTTO
Selalu ada harapan bagi mereka yang berdoa
Selalu ada jalan bagi mereka yang sering berusaha
Page 9
ix
PERSEMBAHAN
Seiring doa dan puji syukur aku persembahkan skripsi ini untuk :
1. Allah SWT, karena atas ijin dan karunia-Nya maka skripsi ini dapat dibuat dan
selesai pada waktunya.
2. Bapak dan ibuku tersayang, yang telah memberikan dukungan moril maupun
materil serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan saya.
3. Bapak dan Ibu Dosen pembimbing, penguji dan pengajar, yang selama ini
telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan
mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai
harganya.
4. Teman sehidup, semati, seperjuangan, sependeritaan (S1 Ilmu Keperawatan
kelas 8C), dan sahabat-sahabatku tersayang tanpa semangat, dukungan dan
bantuan kalian semua tak akan mungkin sampai disini, terimakasih untuk
canda, tawa, tangis dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasih
untuk kenangan manis yang telah mengukir perjuangan selama kurang lebih
3,5 tahun ini. Sukses buat kita semua dan semoga apa yang kita inginkan
dapat segera terwujud semua. Semangat !!!
5. Buat semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Sekian persembahan terimakasih dari saya, mohon maaf mungkin
tidak bisa saya sebutkan semua. Betapapun pahitnya sebuah proses, tapi
dengannya saya belajar dan memahami banyak hal. Dengan segala syukur
yang tak terhingga serta bahagia yang memecah, saya hanya bisa
mengucapkan hamdalah.
Page 10
x
ABSTRAK
ANALISA FAKTOR-FAKTOR TERHADAP KEJADIAN PLEBITIS
PADA PASIEN YANG MENDAPATKAN TERAPI CAIRAN
INTRAVENA
(Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil)
Oleh
SEVIKA DWI ANGGITA
14 321 0141
Terapi infus merupakan salah satu tindakan yang paling sering diberikan
pada pasien yang menjalani rawat inap, prosedur pemasangan yang kurang
tepat, posisi yang salah, serta kegagalan dalam menembus vena, dapat
menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisa faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang
mendapatkan terapi cairan intravena di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Bangil Pasuruan.
Desain penelitian ini deskriptif-analitik dengan metode penelitian Cross
sectional. Sampel penelitian ini adalah pasien yang diberikan terapi intravena
yang dirawat di Ruang Melati RSUD Bangil. Teknik sampling secara purposive
sampling dengan responden sebanyak 43 responden yang memenuhi kriteria
insklusi.Variabel jenis cairan, lokasi pemasangan infuse, lama pemasangan infus
dan variabel dependen phlebitis. Data dikumpulkan dengan menggunakan Check
List. Cara menganalisanya dengan menggunakan “Chi-Square Test” dan “ T-
test” dengan tingkat signifikan ρ < 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan perhitungan data jenis cairan dengan
kejadian plebitis dengan menggunakan uji statistik uji statistik T-test didapatkan
nilai p=0,003, pada data tempat pemasangan infus dengan kejadian plebitis
menggunakan uji Chi-Square Test didapatkan nilai p=0,00, pada data lama
pemasangan infus dengan kejadian plebitis menggunakan Chi-Square Test
didapatkan nilai p=0,002, dimana semua hasil nilai p <0,05. Hasil penelitian dapat
disimpukan bahwa terdapat hubungan antara jenis cairan, tempat pemasangan
infus dan lama pemasangan infus dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Bangil
Oleh karena itu disarankan kepada perawat yang melakukan prawatan
untuk memperhatikan dengan cermat tentang pemasangan infus pada pasien agar
terjadinya plebitis bisa dihindari, sehingga kenyamanan pasien bisa terjaga.
Kata kunci : Pasien, Plebitis, Cairan Intravena
Page 11
xi
ABSTRACT
ANALYSIS OF FACTORS ON PLEBITIC EVENTS IN PATIENTS WHO
GET INTRAVENOUS FLUID THERAPY
(In the Melati Room of the Bangil Regional General Hospital)
By
SEVIKA DWI ANGGITA
14 321 0141
Infusion therapy is one of the actions most often given to patients
undergoing hospitalization, improper installation procedures, wrong positions,
and failure to penetrate the vein, can cause discomfort to the patient. The purpose
of this study was to analyze the factors for the incidence of plebitis in patients who
received intravenous fluid therapy in the Melati Room of Bangil Pasuruan
Regional General Hospital.
The design of this study descriptive-analytic with Cross sectional research
method. The sample of this study were patients given intravenous therapy who
were treated in the Melati Room of Bangil Hospital. The sampling technique was
purposive sampling with as many as 43 respondents who met the inclusion
criteria.Variable type of fluid, location of infusion installation, duration of
infusion and dependent variable plebiti. Data is collected using Check List. How
to analyze it using "Chi-Square Test" and "T-test" with a significant level ρ <0.05.
The results showed the calculation of fluid type data with the incidence of
plebitis using a statistical test T-test statistic obtained p = 0.003, the data on the
place of infusion with the incidence of plebitis using Chi-Square Test obtained p
value = 0.000, the old infusion data with the incidence of plebitis using Chi-
Square Test obtained p value = 0.002, where all the results of p <0.05. The
results of study can be concluded that there is a relationship between the types of
fluids, the place of infusion and the length of infusion with the incidence of
plebitis in the room of Jasmine Bangil Regional General Hospital.
Therefore it is recommended to nurses who perform treatment to pay close
attention to the infusion of patients so that the occurrence of plebitis can be
avoided, so that the patient's comfort can be maintained
Keywords: Patients, Plebitis, Intravenous Fluids
Page 12
xii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisa
faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi
cairan intravena di Rumah Sakit Umum Daerah Bangil- Pasuruan” ini dengan
sebaik-baiknya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis setelah banyak mendapat
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada yang terhormat H. Imam Fatoni, S.KM.,MM selaku ketua STIKes ICME
Jombang, Ibu Inayatur Rosyidah, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Kaprodi S1
Keperawatan, Ibu Harnanik Nawangsari, SST.,M.Keb selaku pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan serta motivasi kepada penulis sehingga
terselesaikannya skripsi ini, Ibu Agustina Maunaturrohmah, S.Kep.,Ns.,M.Kes
selaku pembimbing II yang telah rela meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya
demi terselesaikannya skripsi ini. Kepala Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Bangil- Pasuruan yang telah memberikan ijin penelitian. Kedua orang tua yang
selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil selama menempuh
pendidikan di STIKes ICME Jombang hingga terselesaikannya skripsi ini, Serta
semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu per satu, yang telah
memberikan dorongan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini, dan teman-
teman yang ikut serta memberikan kritik, saran dan semangat sehingga penelitian
ini terselesaikan tepat waktu. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala
amal yang telah diberikan dan semoga laporan peneliti ini dapat bermanfaat.
Page 13
xiii
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi
kesempurnaan laporan penelitian ini.
Jombang,14 September 2018
Penulis
Page 14
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN JUDUL DALAM ...................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................... iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI .......................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vii
MOTTO ......................................................................................................... viii
LEMBAR PERSEMBAHAN ....................................................................... ix
ABSTRAK ...................................................................................................... x
ABSTRACK .................................................................................................. xi
KATA PENGANTAR ................................................................................... xii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ............................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 4
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Plebitis................................................................................... 7
2.2 Terapi Intravena ..................................................................................... 17
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual............................................................................. 31
3.2 Hipotesis Penelitiann ............................................................................. 32
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 33
4.2 Rancangan Penelitian ............................................................................ 34
Page 15
xv
4.3 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 34
4.4 Populasi, Sampel dan Sampling ............................................................ 37
4.5 Jalannya Penelitian (Kerangka Kerja) ................................................... 38
4.6 Identifikasi Variabel ............................................................................. 38
4.7 Definisi Operasional ............................................................................. 39
4.8 Etika penelitian ..................................................................................... 40
4.9 Pengumpulan Data dan Analisa Data................................................... 42
4.10 Instrumen Penelitian ...................................................................... 42
4.11 Prosedur Penelitian ........................................................................ 43
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 45
5.2 Pembahasan ......................................................................................... 51
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 58
6.2 Saran .................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 60
LAMPIRAN
Page 16
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 4.1 Definisi Operasional...................................................................... 39
Tabel 5.1 Karakteristik Resonden Berdasarkan Usia Di ruang Melati
RSUD Bangil………………………………............................... 46
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang
Melati RSUD Bangil…………………………………………… 46
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Penyakit Penyerta Di
Ruang Melati RSUD Bangil…………………………………… 46
Tabel 5.4 Karakteristik Respondem Berdasarkan Pendidikan Di Ruang
Melati RSUD Bangil…………………………………………… 47
Tabel 5.5 Karakteristik Respondem Berdasarkan Jenis Cairan Di Ruang
Melati RSUD Bangil…………………………………………… 47
Tabel 5.6 Karakterisktik responden Berdasarkan Tempat Pemasangan
Infus Di Ruang Melati RSUD Bangil…………………………. 48
Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pemasangan Infus
Di Ruang Melati RSUD Bangil………………………………... 48
Tabel 5.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian Plebitis
Di Ruang Melati RSUD Bangil………………………………… 48
Tabel 5.9 Tabulasi Silang Hubungan Jarak Antara Jenis Cairan Dengan
Kejadian Plebitis………………………………………………… 49
Tabel 5.10 Tabulasi Silang Hubungan Antara Tempat Pemasangan Infus
Dengan Kejadian Plebitis……………………………………... 50
Page 17
xvii
Tabel 5.11 Tabulasi Silang Hubungan Antara Lama Pemasangan Infus
Dengan Kejadian Plebitis………………………………….... 51
Page 18
xviii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Daftar Gambar Halaman
3.1 Kerangka Konseptual……………………………………….. 31
4.4 Kerangka Kerja…………………………………………........ 38
Page 19
xix
DAFTAR LAMPIRAN
1. .. Lembar Permohonan Menjadi Responden
2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
3. Kuisoner
4. Lembar Pernyataan Dari Perpustakanan
5. Lembar Surat Studi Pendahulua
6. Lembar Surat Balasan Studi Pendahuluan
7. Lembar Surat Izin Penelitian
8. Lembar Konsultasi
9. Tabulasi Data Umum
10. Tabulasi kejadian Plebitis
11. Tabulasi Cairan Plebitis
12. Tabulasi Tempat Pemasangan Infus
13. Tabulasi Lama Pemasangan Infus
14. Crostabulasi Tempat Pemasangan Infus
15. Lembar T-Test
DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH
1. H1/Ha : hipotesis alternatif
2. % : prosentase
3. : alfa (tingkat signifikansi)
4. > : lebih besar
Page 20
xx
5. < : lebih kecil
6. ∑ : jumlah
7. F : Frekuensi
8. IV : Intravena
DAFTAR SINGKATAN
STIKes : Sekolah Tinggi IlmuKesehatan
ICMe : Insan Cendekia Medika
WHO : World Health Organization
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
Page 21
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Terapi infus merupakan salah satu tindakan yang paling sering
diberikan pada pasien yang menjalani rawat inap sebagai jalur terapi
intravena (IV), pemberian obat, cairan, dan pemberian produk darah, atau
sampling darah (Alexander, Corigan, Gorski, Hankins, & Perucca, 2010).
Oleh karena itu, terapi ini umumnya diberikan pada pasien yang dirawat
di rumah sakit, dimana pasien-pasien tersebut akan mendapatkan akses
vaskuler di beberapa tahap pengobatannya (Peterson 2002 dalam Royal
College of Nursing (RCN), 2015). Saat ini, infus tidak hanya untuk pasien
rawat inap, namun sudah dapat diberikan pada setting perawatan dirumah.
Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway, Hedrick, dan Perdue (2011)
mengatakan bahwa terapi ini telah berkembang dari suatu tindakan
yang dianggap ekstrim, dimana hanya digunakan pada kondisi kritis,
menjadi terapi yang digunakan pada hampir 90% pasien yang menjalani
rawat inap.
Seiring dengan perkembangan teknologi kesehatan menyebabkan
munculnya berbagai perangkat akses vaskular yang dapat memenuhi
kebutuhan klinis pasien secara individu (Keyley 1999; Gabriel 2010;
Gabriel et al., 2015 dalam RCN 2015). Dengan munculnya berbagai alat
akses vena yang beragam, sistem pelayanan yang kompleks, dan
pemberian modalitas pengobatan yang sangat spesifik dengan berbagai
Page 22
2
kondisi pasien, memiliki implikasi yang besar terhadap praktek
keperawatan. Perawat diharuskan memiliki pengetahuan dan kompetensi
klinis yang tinggi sehingga pemberian terapi infus akan lebih terjamin
(Alexander, et al., 2016).
Jumlah pasien yang mendapatkan terapi infus diperkirakan sekitar 25
juta pasien per tahun di Inggris, dan mereka telah dipasang berbagai bentuk
alat akses intravena selama perawatannya (Campbell, 1996 dalam
Hampton, 2016). Sedangkan Lai (1998) dalam Pujasari dan Sumarwati
(2015) memperkirakan sekitar 80% pasien masuk ke rumah sakit
mendapatkan terapi infus. Angka kejadian plebitis merupakan salah satu
indikator mutu asuhan keperawatan yang diperoleh dari perbandingan
jumlah kejadian plebitis dengan jumlah pasien yang mendapat terapi infus
(Direktorat Pelayanan Keperawatan & Medik Depkes, 2015; Depkes RI &
PERDALIN, 2017). Infusion Nursing Standards of Practice (2016)
merekomendasikan bahwa level plebitis yang harus dilaporkan adalahlevel
atau lebih. Sedangkan angka kejadian yang direkomendasikan oleh
Infusion Nurses Society (INS) adalah 5% atau kurang. Dan jika ditemukan
angka kejadian plebitis lebih dari 5%, maka data harus dianalisis kembali
terhadap derajat plebitis dan kemungkinan penyebabnya untuk menyusun
pengembangan rencana peningkatan kinerja perawat (Alexander, et al.,
2015). Berdasarkan tinjauan literatur menyatakan bahwa 5% sampai 70%
pasien yang mendapat terapi intravena mengalami plebitis (Gallant, et al.,
2016 & Campbell, et al., 2015 dalam Zarate, 2018). Sedangkan studi
yang dilakukan Campbell (1998) menemukan bahwa angka kejadian
Page 23
3
plebitis berkisar antara 20 sampai 80%. Dari data di Rumah Sakit Umum
daerah tahun 2017 terdapat 524 kasus plebitis. Berdasarkan data studi
pendahuluan pada tanggal 20 maret 2018 terdapat 229 kasus plebitis.
Terapi infus memberikan banyak manfaat bagi sebagian besar pasien.
Namun akibat prosedur pemasangan yang kurang tepat, posisi yang salah,
serta kegagalan dalam menenbus vena, dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada pasien. Meningkatkatkan kenyamanan pasien
merupakan tujuan keperawatan yang harus terpelihara, dan didalam banyak
kasus seharusnya mampu memberikan perbaikan dibanding status atau
kondisi sebelumnya. Kenyamanan dihasilkan dari intervensi fisik, salah
satunya yaitu pemberian terapi infus. Kenyamanan fisik menjadi salah satu
dari banyak strategi dalam meningkatkan kesehatan dan sekunder untuk
tujuan-tujuan lain, misalnya pencegahan komplikasi (Kolcaba dalam
Peterson & Bredow, 2014). Selain memberikan respon ketidaknyamanan,
pemberian terapi infus juga dapat menimbulkan komplikasi, baik
komplikasi lokal maupun sistemik. Komplikasi lokal terdiri dari plebitis,
infiltrasi, dan ekstravasasi; sementara komplikasi sistemik antara lain
emboli udara, kelebihan cairan, reaksi alergi dan sepsis (Gabriel, 2017;
Perdue dalam Hankins, et al, 2011).
Keterlibatan perawat dalam pemberian terapi infus memiliki
implikasi tanggung jawab dalam mencegah terjadinya komplikasi plebitis
dan ketidaknyamanan pada pasien, terutama dalam hal keterampilan
pemasangan kanula secara aseptik dan tepat, sehingga mengurangi risiko
terjadinya kegagalan pemasangan, selain itu juga harus menguasai tentang
Page 24
4
regimen pengobatan. Pemindahan lokasi penusukan dengan terencana
setiap48 jam secara signifikan mengurangi insiden plebitis infus. Oleh
karena itu perlu dipertimbangkan untuk pemindahan lokasi pemasangan
yang tepat sehingga angka kejadian plebitis dapat dikurangi.
Oleh karena itu peneliti tertarik unuk melakukan penelitian tentang
“Analisa faktor-faktor kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan
terapi cairan melalui intravena di RSUD Bangil.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “ Apakah ada pengaruh Faktor-faktor
terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan
melalui intravena di RSUD Bangil?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Pelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisa faktor-faktor
kejadian plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan melalui
intravena di RSUD Bangil.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi jenis cairan yang digunakan pada pasien di
Ruang Melati RSUD Bangil.
1.3.2.2. Mengidentifikasi lokasi pemasangan infus pada pasien di Ruang
Melati RSUD Bangil.
Page 25
5
1.3.2.3. Mengidentifikasi lama pemasangan infus pada pasien di Ruang
Melati RSUD Bangil.
1.3.2.4. Mengidentifikasi kejadian plebitis pada pasien di Ruang Melati
RSUD Bangil.
1.3.2.5. Menganalisa jenis cairan dengan kejadian plebitis pada pasien di
Ruang Melati RSUD Bangil.
1.3.2.6. Menganalisa lokasi pemasangan infus dengan kejadian plebitis
pada pasien di Ruang Melati RSUD Bangil.
1.3.2.7. Menganalisa lama pemasangan infus dengan kejadian plebitis
pada pasien di Ruang Melati RSUD Bangil.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang
penyebab, proses tejadinya dan upaya-upaya pecegahan plebitis
dalam pemasangan infus. Hasil penelitian juga dapat menjadi acuan
untuk penelitian-penelitian selanjutnya terutama terkait kejadian
plebitis dalam pemasangan infus.
1.4.2. Praktis
1. Bagi profesi keperawatan
Sebagai bahan masukkan tentang pentingnya pendidikan
kesehatan bagi pasien dan dapat memberikan gambaran kejadian
plebitis pada pasien yang mendapatkan terapi cairan intravena.
Page 26
6
2. Bagi penulis
Mengetahui dan menambah wawasan peneliti khusunya tentang
analisa faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang
mendapatkan terapi cairan intravena di ruang melati RSUD
Bangil sehingga dapat mempersiapkan diri dalam praktik
keperawatan di Rumah Sakit.
3. Bagi institusi pelayanan kesehatan RSUD Bangil
Sebagai bahan masukan yang di gunakan untuk penerapan
pendidikan kesehatan kepada pasien sehingga dapat
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Page 27
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Phlebitis
2.1.1. Pengertian ,karakteristik dan bahaya phlebitis
Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh
iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi
dari terapi intravena. Phlebitis merupakan suatu peradangan pada
pembuluh darah (vena) yang dapat terjadi karena adanya injury
misalnya oleh faktor (trauma) mekanikdan factor kimiawi,yang
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada endothelium dinding
pembuluh darah khususnya vena.
Phlebitis dikarakteristikkan dengan adanya dua atau lebih tanda
nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan serta mengeras dibagian vena
yang terpasang kateter intravena (Smeltzer& Bare,2011). Phlebitis juga
dikarakteristikkan dengan adanya rasa lunak pada area insersi atau
sepanjang vena. Insiden Phlebitis meningkat sesuai dengan lamanya
pemasangan jalur intravena,komposisi cairan atau obat yang diinfuskan
(terutamapH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula dimasukkan,
pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme
saat penusukan) (Smeltzer&Bare,2011). Phlebitis dapat menyebabkan
thrombus yang selanjutnya menjadi trombo Phlebitis ,perjalanan
penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika thrombus
terlepas dan kemudian diangkut ke aliran darah
Page 28
8
dan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti katup bola
yang menyumbat atrio ventikular secara mendadak dan menimbulkan
kematian. Hal ini menjadikan Phlebitis sebagai salah satu
permasalahan yang penting untuk dibahas di samping Phlebitis juga
sering ditemukan dalam proses keperawatan (Hidayat,2006).
2.1.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi Phlebitis.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya phlebitis, diantaranya
adalah faktor internal dan eksternal (Nurjanah,dkk,2011).
2.1.2.1. Faktor Internal Phlebitis:
1. Usia
Pada pasien yang berusia sangat muda atau lansia memiliki
vena yang rapuh, perawat harus menghindari vena yang dengan
mudah bergeser atau rapuh seperti vena dipermukaan dorsal
tangan.
2. Status nutrisi (status gizi)
Status gizi adalah suatu kondisi di dalam tubuh yang dapat
dipengaruhi oleh komsumsi makanan seseorang setiap hari ( Amalia,
Dachlan, & Santoso, 2014).
Tabel 1. Kategori status gizi berdasarkan IMT
IMT Status Gizi
<18,5 kg/m2 Gizi Kurang
18,5-25 kg/m2 Gizi Normal
>25 kg/m2 Obesitas
Sumber : Depkes (2006)
Page 29
9
3. Stres
Tubuh berespon terhadap stres dan emosi atau fisik melalui
adaptasi imun. Rasa takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi
diantara anak-anak,konsekuensi rasa takut ini dapat sangat
mendalam dimana anak-anak yang mengalami lebih banyak rasa
takut dan nyeri karena pengobatan akan merasa lebih takut terhadap
nyeri dan cenderung menghindari perawatan medis, dengan
menghindari pelaksanaan pemasangan infus/berontak saat dipasang
bisa mengakibatkan plebitis karena pemasangan yang berulang dan
respon imun yang menurun.
Respons stres juga timbul pada pasien bedah, respons stres
adrenokortikal, reaksi hormonal tersebut akan menyebabkan retensi
air dan natrium serta kehilangankalium dalam 2-5 hari pertama
setelah pembedahan. Stres mempengaruhi tingkat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.Semakin luas area
pembedahan maka semakin berat stres.
4. Keadaan vena
Kondisi vena yang kecil dan vena yang sering terpasang infus
mudah mengalami phlebitis. (Lyda Zoraya Rojas-Sánchez, et al,
2015).
2.1.2.2 Faktor Eksternal Phlebitis
Faktor eksternal phlebitis antara lain yaitu faktor kimiawi,
faktor mekanik dan bacterial. Antara lain adalah :
Page 30
10
2.1.2.2.1 Faktor Kimiawi
1.Jenis cairan
Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan
serum (konsentrasi ion Na+lebig rendah dibandingkan serum),
sehingga larutdalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke
osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju.Digunakan padakeadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya
pada pasien cuci darah, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula
darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba
cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan
kolapskardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam
otak) pada beberapa orang.( NaCl/ salin 0,45% , salin 0,33 % dan
Dekstrosa 2,5%).
Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati plasma darah/serum, sehingga terus berada di osmolaritas
cairannya mendekati serum, sehingga terus berada di dalam pembuluh
darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi.Memiliki
risiko terjadinya overload (kelebihan cairan) khususnya pada penyakit
Page 31
11
gagal jantung kongestif dan hipertensi. (cairan Ringer-Laktat (RL),
dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan
serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel
ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak).Penggunaannya kontradiktif dengan cairan
Hipotonik.Misalnya Dextrose 5% + salin 0,45% , salin 3%, Dextrose
5%+Ringer- Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah),
dan albumin (Perry & Potter, 2005).
Osmolalitas diartikan sebagai konsentrasi sebuah larutan
ataujumlah partikel yang larut dalam suatu larutan.Pada orang
sehat,konsentrasi plasma manusia adalah 285 ± 10 mOsm/kg
H20.Larutan sering dikategorikan sebagai larutan isotonik,
hipotonikatau hipertonik, sesuai dengan osmolalitas total larutan
tersebutdisbandingdengan osmolalitas plasma. Larutan isotonik adalah
larutanyang memiliki osmolalitas total sebesar 280 – 310 mOsm/L,
larutanyang memiliki osmolalitas kurang dari itu disebut
hipotonik,sedangkan yang melebihi disebut larutan hipertonik.
2. Jenis obat yang dimasukan melalui infus
Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang
hebat, antara lain Kalium Klorida, Vancomycin, Amphotrecin B,
Cephalosporins, Diazepam, Midazolam dan banyak obat kemoterapi.
Larutan infuse dengan osmolaritas > 900 mOsm/L harus diberikan
Page 32
12
melalui vena sentral. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat
tidak larut sempurna dalam pencampuran juga merupakan factor
kontribusi terhadap Phlebitis.Jadi,jika diberikan obat intravena
masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter sampai 5 µm.
Jenis obat–obatan yang bisa di berikan melalui infuse antara
lain seperti: Golongan antibiotic (Ampicicilin, amoxcicilin,
clorampenicol,dll) ,antidiuretic (furosemid,lasixdll)antihistamin atau
setingkatnya(Adrenalin,dexamethasone,dypenhydramin). Karena
kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga
diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh
balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai.
Misalnya pada orang yang mengami hipoglikemia berat dan
mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus.
Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika
melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak
antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu
mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
Dalam pemberian antibiotic melalui IV perlu diperhatikan
dalam pencampuran serbuk antibiotic tersebut, hal ini untuk
menghindari terjadinya komplikasi seperti trombo phlebitis karena
kepekatandan tidaktercampurnya obatsecarabaik.Biasanyauntuk
mencampur serbuk antibiotik / obat-obat yang lain diberikan secara IV
Adalah cairan aquades dengan perbandingan 4cc larutan aquades
berbanding1 vialantibiotic atau 6cc larutan aquades berbanding 1 vial
Page 33
13
serbuk antibiotic. Bilapen campuran obat terlalu pekat maka aliran
dalam infuset terhambat dan dapat menyebabkan Phlebitis
(Hankins,2000).
2.1.2.2.2 Faktor Mekanik
1. Lokasi pemasangan infuse
Penempatan kanula pada venaproksimal (kubiti atau
lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infuse dengan
osmolaritas >500mOsm/L. Misalnya Dextrose 5%, NaCl0, 9%,
produk darah, dan albumin. Hindarkan vena pada punggung tangan
jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut,karena akan
menganggu kemandirian lansia.( wayunah, 2011).
2.1.2.2.3 Faktor bakterial
Faktor- faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis
akibat faktor bacterial antara lain: teknik aseptik yang kurang pada
saat penusukan, pemasangan yang terlalu lama, pembungkusan
yang bocor atau robek dapat mengandung bakteri, tempat
penyuntikan yang jarang diinspeksi visual ( INS,2005), faktor yang
lain adalah frekuensi ganti balutan.
1. Lama infuse terpasang
The center for disease control and prevention telah
menyusun penggantian infuse tidak boleh lebih dari 72 jam,
kecuali untuk penanganan darah dan lipid emulsi diganti tiap 24
jam ( perry & potter, 2005).
Page 34
14
2.1.3. Skala Phlebitis
Menurut Dougherty, dkk (2010),skala Phlebitis dibagi menjadi enam
seperti terlihat dalam table2.1:
Tabel2.1Visual Infusion Phlebitis score
Sumber:Dougherty,dkk (2010)
Skor Visual Phlebitis VIP Score Visual Infusion Phlebitis score
Tempat suntikan tampak sehat 0 Tidak ada tanda Phlebitis Observasi
kanula
Salah satu dari berikut jelas:
1. Nyeri pada tempat suntikan
2. Eritema pada tempat suntikan
1 Mungkin tanda dini Phlebitis: Observasi
kanula
Dua dari berikut jelas:
1. Nyeri
2. Eritema
3. Pembengkakan
2 Stadium dini Phlebitis:
Ganti tempat kanula
Semua dari berikut jelas:
1. Nyeri sepanjang kanula
2. Eritema
3. Indurasi
3
Stadium moderat Phlebitis:
1. Ganti Kanula
2. Pikirkan terapi
Semua dari berikut jelas:
1. Nyeri sepanjang kanula
2. Eritema
3. Indurasi
4. Venous cord teraba
4
Stadium Lanjut atau awal
tromboPhlebitis
1. Ganti Kanula
2. Pikiran terapi
Semua dari berikut jelas:
1. Nyeri sepanjang kanula
2. Eritema
3. Indurasi
4. Venous cord teraba
5. Demam
5
Stadium Lanjut tromboPhlebitis
1. Lakukan
2. Ganti Kanula
2.1.4 Pencegahan Phlebitis
Menurut Darmawan (2008), pencegahan Phlebitis adalah:
a.Mencegah Phlebitis bakterial : Pedoman ini menekankan kebersihan
tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infuse sertaan tisepsis kulit.
Walaupun lebih disukai sediaan Chlorhexidine 2%, Tinctura Yodium,
Iodofor atau alcohol 70% juga bisa digunakan.
b.Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik: Stopcock
sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus
Page 35
15
IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk kuman yang
potensial kedalam tubuh. Pencemaran stopcocklazim dijumpai dan
terjadi kira-kira 45-50% dalam serangkaian besar kajian.
c. Rotasi kanula : Mengganti tempat (rotasi) kanula ke lengan kontra
lateral setiap hari ada 15 pasien menyebabkan bebas Phlebitis. Namun,
dalam uji kontrol acak kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih
dari 72 jam jika tidak ada kontra indikasi. The Center for Disease
Controland Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96
jam untuk membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini tidak
didasarkan atas bukti yang cukup.
d. Aseptic dressing : Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah
Phlebitis. Kasa steril diganti setiap 24 jam.
e. Laju pemberian:Para ahliumumnya sepakat bahwa makin lambat infus
larutan hipertonik diberikan makin rendah risiko Phlebitis. Namun, ada
para digma berbeda untuk pemberian infuse obat injeksi dengan
osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika
durasi hanya beberapa jam. Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam
untuk mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding
vena. Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150-330
mL/jam).Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan
sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang
diinginkan, dengan filter 0,45 mm. Kanula harus diangkat bila terlihat
tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relative cepat ini lebih relevan
Page 36
16
dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat,bukan terapi
cairan maintenance atau nutrisi parenteral
f.Titratable acidity : Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak
pernah dipertimbangkan dalam kejadian Phlebitis. Titratableacidity
mengukur jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pH
larutan infus. Potensi Phlebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir
hanya berdasarkan pH atau titratable acidity sendiri. Bahkan pada pH
4,0 larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena
titratable acidity sangat rendah (0,16mEq/L). Dengan demikian makin
rendah titratebleacidity larutan infus semakin rendah risiko Phlebitisnya.
g. Heparin dan hidrikortison: Heparin sodium,bila ditambahkan cairan
infus sampai kadar akhir 1 unitt/mL, mengurangi masalah dan
menambah waktu pasang kateter. Risiko Phlebitis yang berhubungan.
Dengan pemberian cairan tertentu (misal: Kalium Klorida, Lidocaine, dan
antimicrobial) juga dapat dikuangi dengan pemberian aditif intravena
tertentu seperti hidrokortison. Pada uji klinis dengan pasien penyakit
koroner, hidrokortison secara bermakna mengurangi kekerapan Phlebitis
pada vena yang diinfus lidokain, kalium klorida atau anti mikrobial.
Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi dengan
hidrokortison telah mengurangi kekerapan Phlebitis, tetapi penggunaan
heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan
pembentukan endapan kalsium.
Page 37
17
h. In-line Filter: In-line Filter dapat mengurangi kekerapan Phlebitis tetapi
tidak ada data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi
yang terkait dengan alat intravascular dan system infus.
2.2. Terapi Intra Vena
2.2.1. Pengertian
Terapi Intravena adalah salah satu cara atau bagian dari
pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh
pasien (Darmawan,2008). Sementara itu menurut Lukman (2007),
terapi intravena adalah memasukkan jarum atau kanula kedalam vena
( pembuluh balik) untuk dilewati cairan infus /pengobatan, dengan
tujuan agar sejumlah cairan atauobat dapat masuk ke dalam tubuh
melalui vena dalam jangka waktu tertentu..
Merupakan tindakan life saving seperti pada kehilangan
cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan
terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar
tentang keseimbangan cairan dan elektrolit sertaasam basa.
2.2.2. Tujuan utama terapi intravena
Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah
mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan
cairan dan elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa,
memberikan tranfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian
obat intravena,dan membantu pemberian nutrisi parenteral.
Page 38
18
2.2.3. Keuntungan dan Kerugian
Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan
kerugian terapi intravena adalah:
a. Keuntungan
Keuntungan terapi intravena antara lain: Efek terapeutik segera
dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung
cepat,, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi
lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol
sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi,
rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intra muskular
atau sub kutan dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat
diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau
ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.
b. Kerugian
Kerugian terapi intravena adalah: tidak bias dilakukan
“drugrecall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko
toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik
bisa menyebabkan “speedshock” dan komplikasi tambahan dapat
timbul, yaitu : kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi
dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya Phlebitis kimia, dan
inkom pabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.
2.2.4. Lokasi Pemasangan Terapi intravena
Menurut Perry danPotter (2005), tempat atau lokasi vena
perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena
Page 39
19
super visial atau perifer kutan terletak di dalam fasia sub cutan dan
merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah
tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan
(vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan
bagian dalam (vena basalika, venasefalika, vena kubital
median,vena median lengan bawah,dan vena radialis),permukaan
dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).
Gambar 2.1 menunjukan lokasi tempat pemasangan infus
Gambar 2.2.4 Lokasi Pemasangan Infus
Sumber: Dougherty, dkk (2010)
Page 40
20
Menurut Dougherty, dkk, (2010), Pemilihan lokasi pemasangan
terapi intravena mempertimbangkan beberapa factor yaitu:
a. Umur pasien: misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah
sangat penting dan mempengaruhi berapa lama intravena terakhir.
b. Prosedur yang diantisipasi: misalnya jika pasien harus menerima
jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti
pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh oleh apapun.
c. Aktivitas pasien: misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak,
perubahan tingkat kesadaran.
d. Jenis intravena: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan
sering memaksa tempat-tempat yang optimum (misalnya:
hiperalimentasi adalah sangat mengiritasi vena-vena perifer).
e. Durasi terapi intravena: terapi jangka panjang memerlukan
pengukuran untuk memelihara vena; pilih vena yang akurat dan
baik, rotasi sisi dengan hati-hati, rotasi sisi fungsi dari distal ke
proksimal (misalnya mulai ditangan dan pindah kelengan).
f. Ketersediaan vena perifer bila sangat sedikit vena yang ada,
pemilihan sisi dan rotasi yang berhati-hati menjadi sangat
penting; jika sedikit vena pengganti.
g. Terapi intravena sebelumnya : Phlebitis sebelumnya membuat
vena menjadi tidak baik untuk di gunakan, kemoterapi sering
membuat vena menjadi buruk (misalnya mudah pecaha atau
sklerosis).
Page 41
21
h. Pembedahan sebelumnya :jangan gunakan ekstremitas yang
terkena pada pasien dengan kelenjar limfe yang telah di angkat
(misalnya pasien mastektomi) tanpa izin dari dokter.
i. Sakit sebelumnya: jangan gunakan ekstremitas yang sakit pada
pasien dengan stroke.
j. Kesukaan pasien: jika mungkin, pertimbangkan kesukaan alami
pasien untuk sebelah kiri atau kanan dan juga sisi.
2.2.5. Jenis cairan intravena
Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter, (2005)
cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3,yaitu:
a. Cairan bersifat isotonis: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya
mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga
terus beradadi dalam pembuluh darah.Bermanfaat pada pasien
yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya
overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL),dannormal saline/larutan garam fisiologis
(NaCl0,9%).
b. Cairan bersifat hipotonis: osmolaritasnya lebih rendah
dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
Page 42
22
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci
darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis
diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan
tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolap kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya
adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
c. Cairan bersifat hipertonis: osmolaritasnya lebih tinggi
dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari
jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan
mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5% + Ringer- Lactate.
2.2.6. Standar Operasional Prosedur Pemasangan Terapi Intravena (Infus)
Menurut Perry dan Potter (2005), pemasangan infus yang
benar dapat mengurangi Phlebitis. Prosedur pemasangan terapi
intravena yaitu:
a. Tentukan lokasi pemasangan, sesuaikan dengan keperluan rencana
pengobatan, punggung tangan kanan/kiri, kaki kanan/kiri, 1 / 2
hari
Page 43
23
b. Lakukan tindakan aseptic dan antiseptic.
c. Lencangkan kulit dengan memegang tangan/ kaki dengan tangan
kiri, siapkan intravena kateter ditangan kanan.
d. Tusukkan jarum sedistal mungkin dari pembuluh vena dengan
lubang jarum menghadap keatas, sudut tusukan 30-40 derajat arah
jarum sejajar arah vena, lalu dorong.
e. Bila jarum masuk kedalam pembuluh vena, darah akan tampak
masuk kedalam bagian reservoir jarum.
f. Pisahkan bagian jarum dari bagian kanul dengan memutar bagian
jarum sedikit. Lanjutkan mendorong kanul kedalam vena
secara perlahan sambil diputar sampai seluruh kanul masuk.
g. Cabut bagian jarum seluruhnya perhatikan apakah darah keluar
dari kanul, tahan bagian kanul dengan ibu jari kiri.
h. Hubungkan kanula dengan transfusion set. Buka saluran
infus perhatikan apakah tetesan lancar. Perhatikan apakah lokasi
penusukan membengkak, menandakan elestravasasi cairan
sehingga penusukan harus diulang dari awal.
i. Bila tetesan lancar, tak ada ekstravasasi lakukan fiksasi dengan
plester dan pada bayi/balita diperkuat dengan spalk.
j. Kompres dengan kasa betadine pada lokasi penusukan.
k. Atur tetesan infuse sesuai instruksi.
l. Laksanakan proses administrasi, lengkapi berita acarap emberian
infus, catat jumlah cairan masuk dan keluar, catat balance cairan
selama 24 jam setiap harinya, catat dalam perincian harian
Page 44
24
ruangan. Bila sudah tidak diperlukan lagi, pemasangan infuse
dihentikan.
2.2.7. Perawatan Intravena (Infus)
Perawatan infuse merupakan tindakan yang dilakukan
dengan mengganti balutan/plester pada area insersi infuse
(PerrydanPotter,2005). Frekuensi penggantian balutanditentukan
oleh kebijakan institusi. Dahulu penggantian balutan dilakukan
setiap hari, tapi saat ini telah dikurangi menjadi setiap 48 sampai
72 jam sekali, yakni bersamaan dengan penggantian daerah
pemasangan IV (Gardner,2006). Tujuan perawatan infus yaitu
mempertahankan tehnik steril, mencegah masuknya bakteri ke
dalam aliran darah, pencegahan/ meminimalkan timbulnya infeksi,
dan memantau area insersi. Menurut Perry dan Potter (2005),
prosedur perawatan infuse yaitu:
a. Pakai hand scoon sekali pakai.
b. Lepaskan balutan trasparan searah dengan arah pertumbuhan
rambut klien atau lepaskan plester dan kasa balutan yang lama
selapis demi selapis. Untuk kedua balutan trasparan dan
balutan kasa, biarkan plester memfiksasi jarum IV atau kateter
tetap ditempat.
c. Hentikan infuse jika terjadi Phlebitis,infiltrasi,bekuan,atau
adainstruksi dokter untuk melepas.
Page 45
25
d. Apabila infuse mengalir dengan baik, lepaskan plester yang
memfiksasi jarum dan kateter. Stabilkan jarum dengan satu
tangan
e. Gunakan pinset dan kasa untuk membersihkan dan mengangkat
sisa plester.
f. Bersihkan tempt insersi dengan gerakan memutar dari dalam
kearah luar dengan menggunakan yodium povidon.
g. Pasang plester untuk fiksasi.
h. Oleskan salep atau yodium povidon ditempat insersi infus.
i. Letakkan kasa kecil diatas salep/ yodium povidon.
j.Tutup kasa dengan plester.
k. Tulis tanggal dan waktu penggantian balutan
l. Bereskan alat-alat yang telah digunakan
m. Lepas sarung tangan dan cuci tangan
n. Kaji kembali fungsi dan kepatenan infus
o. Kaji respon klien
p.Dokumentasikan waktu penggantian balutan, tipe balutan,
kepatenan system IV, kondisi daerah vena, respon klien.
2.2.8. Komplikasi Pemasangan Terapi Intravena
Terapi intravena diberikan secara terus-menerus dan dalam
jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya komplikasi. Komplikasi dari pemasangan
infuse yaitu Phlebitis, hematoma, infiltrasi, trombo Phlebitis,
emboliudara (Hinlay,2006).
Page 46
26
a. Phlebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia
maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya
daerah yang memerah dan hangat disekitar daerah insersi/
penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rassa lunak pada
area insersi atau sepanjang vena,dan pembengkakan.
b. Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang
sub kutan di sekeliling tempat fungsi vena. Infiltrasi
ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan
cairan dijaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang
menurun)di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan
penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah
dikenali jika tempat penusukan lebih besar dari pada tempat
yang sama diekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang
lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan
memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat
pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut
secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infuse tetap
menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltasi.
c. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama
diinfus,kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena
bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau
Page 47
27
osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin,
eritromycin,dan nafcillin).
d. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke
jaringan di sekitar areainsersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya
dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum
keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke
tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda
dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera
pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat
penusukan.
e. Trombo Phlebitis.
Trombo Phlebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah
peradangan dalam vena. Karakteristik trombo Phlebitis adalah
adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan
pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena,
imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan
pembengkakan, kecepatan aliran yang
tersendat,demam,malaise,dan leukositosis
f. Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri,kemerahan,bengkak pada
vena,dan aliran infuse berhenti. Trombosis disebabkan oleh
injuri sel endotel dinding vena.
Page 48
28
g. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan
aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah diselang
infus,dan tidak nyaman pada area pemasangan/insersi.
Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik
darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.
h. Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena,kulit pucatdi
sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka
maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah
atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat Atau cairan yang
mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.
i. Reaksi vasovagal
Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada
vena, dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan
penurunan tekanan darah. Reaksi vasovagal bias disebabkan
oleh nyeri atau kecemasan
j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem,kebas/matirasa,
Dan kontraksi otot .Efek lambat yang bisa muncul adalah
paralysis, matirasadan deformitas.Kondisiini disebabkan oleh
tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan
injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament.
Page 49
29
2.2.9. Pencegahan komplikasi pemasangan terapi intravena.
Menurut Hidayat (2008), selama proses pemasangan infus
perlu memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu:
a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan infuset baru.
b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24- 48 jam dan evaluasi
tanda infeksi.
c. Observasi tanda/ reaksi alergi terhadap infuse atau komplikasi
lain.
d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi
penusukan.
e. Kencangkan klem infuse sehingga tidak mengalir.
f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut
jarum infuse perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya
embolus.
g. Bersihkan lokasi penusukan dengan antiseptik. Bekas-bekas
plester dibersihkan memakai kapas alcohol atau bensin
(jikaperlu).
h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan
tehnik sterilisasi dalam pemasangan infus.
i. Hindarkan memasanginfus pada daerah-daerah yang infeksi, vena
yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak
stabil.
j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan
tepat.
Page 50
30
k. Penghitungan cairan yangsering digunakan adalah penghitungan
milli meter perjam (ml/h) dan penghitungan tetesan permenit.
Page 51
31
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori
yang akan menjadi pedoman dalam proses pelaksanakan penelitian.
Kerangka konsep merupakan konsep penelitian yang menggambarkan
kerangka hubungan antara konsep- konsep yang akan dilakukan
penelitian (Imron & Munif, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian
ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan variabel terikat
(dependent).
Keterangan : Diteliti
Tidak Diteliti
Gambar 3.1 .Kerangka konseptual penelitian tentang Analisa Faktor-faktor
Terhadap Kejadian Phlebitis Pada Pasien Yang Mendapatkan Terapi Cairan
Intravena di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil.
Faktor- faktor yang
mempengaruhi Plebitis:
1.Faktor Internal plebitis:
a. Status Gizi
b.Stress
c. Keadaan Vena
2. Faktor Eksternal phlebitis
terdiri dari 3 yaitu:
1. Faktor Kimia
a. Jenis Cairan
b. Obat yang masuk
2. Faktor Mekanik:
a. Lokasi
Pemasangan infus
3. Faktor Bakterial:
a. Lama pemasangan
infus
Kejadian plebitis
Page 52
32
3.2. Hipotesis Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2010), hipotesis penelitian adalah
jawaban sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang
kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut, hipotesis dalam
penelitian ini yaitu:
H1 : Terdapat hubungan antara jenis cairan dengan kejadian
plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil
H1 : Terdapat hubungan antara lokasi pemasangan infus dengan
kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Bangil
H1 : Terdapat hubungan antara lama pemasangan infuse dengan
kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Bangil
Page 53
33
BAB IV
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu. Pada penelitian dengan judul analisa faktor-
faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendaptkan terapi cairan
intravena di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil, Pasuruan. Dan
pada bab ini akan di uraikan tentang rancangan penelitian, waktu dan tempat
penelitian, populasi, sampel, dan sampling, jalannya penelitian (kerangka
kerja), identitas variabel, definisi operasional, pengumpulan data dan analisa
data, etika penelitian.
4.1. Jenis Rencana Penelitian
Rancangan penelitian adalah sesuatu yang vital dalam penelitian
yang memungkinkan memaksimalkan suatu kontrol beberapa faktor
yang bisa mempengaruhi validiti suatu hasil (Nursalam, 2013).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
deskriptif yaitu bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan
suatu fenomena yang terjadi dalam populasi. Penelitian ini
menggunakan pendekatan studi kasus yaitu sebuah penelitian yang
mendalam mengenai suatu aspek lingkungan social termasuk manusia
di dalamnya yang di lakukan dengan sedemikian rupa sampai
menghasilkan gambaran yang tertata dengan lengkap dan
baik.(Notoadmodjo, 2012).
Dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian phlebitis pada pasien yang
Page 54
34
terpasang infus.
4.2. Waktu Dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini di laksanakan mulai dari perencanaan
(penyusunan proposal) pada bulan Februari sampai dengan Juli
2018. Pengambilan data pada bulan Maret 2018 dilakukan di ruang
Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan.
2. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di Ruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Bnagil- Pasuruan.
4.3. Populasi Dan Sampel
4.3.1. Populasi
Keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
disebut populasi penelitian (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam
penelitan ini adalah semua pasien remaja dan dewasa yang dilakukan
pemasangan kanula intravena dan yang dirawat diruang Melati
RSUD Bangil .Rata-rata per bulan pasien remaja dan dewasa yang
dirawat diruang tersebut dari bulan Januari-Maret berjumlah 229
pasien. Dalam penelitian ini peneliti mengambil populasi rata-rata
perbulan yang dirawat di ruang melati sejumalah 76 pasien.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Sampel dalam
penelitian ini adalah sebagian pasien yang mendapatkan terapi
Page 55
35
cairan intravena dengan kejadian plebitis diruang Melati Rumah
Sakit Umum Daerah Bangil dengan 43 Respondem.
Besaran sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus
dari Slovin .Dalam penelitian ini sampel yang diambil dengan error
10%,(Notoatmodjo, 2010:115), sebagai berikut:
Keterangan
n= banyak sampel
N= banyak populasi
ɑ = persentase kesalahan yang diinginkan/ditolerir (10% / 0,1) Maka
besar sampel dapat dihitung sebagai berikut :
n = 76
1+(76x(0,1)²)
= 76
1+(76x0,01)
= 76
1,76
= 43
4.3.3. Sampling
Sampling adalah proses penyeleksi porsi dari populasi untuk
dapat mewakili populasi (Nursalam, 2013). Berdasarkan perhitungan
diatas, maka jumlah sampel adalah 43 orang yang tersebar di ruang rawat
Inap Melati RSUD Bangil .Adapun cara pengambilan sampel pasien
Page 56
36
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
berdasarkan ciri-ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya. Peneliti sengaja mengambil atau memilih kasus/ responden
(Notoatmodjo,2012).
Dalam menentukan populasi penelitian ini menggunakan kriteria
inklusi. Kriteria inklusi yaitu kriteria/ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2012). Yang termasuk kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah:
1. Pasien yang bersediah menjadi respondem
2. Pasien yang terpasang infuse
3. Pasien yang mendapatkan hanya 1 suntikan antibiotik
Sedangkan kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak
dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria ekslusi dalam
penelitian adalah :
1. Pasien yang tidak bersediah berpartisipasi dalam penelitian dengan
alasan tertentu
2. Pasien yang mendapatkan terapi infuse dari 3 atau 4 suntikan
Page 57
37
4.4. Jalannya penelitian (Kerangka kerja)
Gambar 4.4 kerangka kerja analisa faktor-faktor terhadap kejadian phlebitis pada
pasien yang mendapatkan terapi cairan intravena di ruang melati RSUD Bangil
Pengajuan proposal
Populasi
Seluruh Pasien diberikan terapi intravena yang dirawat di RSUD Bangil Bangil
adalah 76 orang
Sampel
Pasien yang diberikan terapi intravena yang dirawat di RSUD Bangil adalah
43 orang
Teknik sempling
purposive sampling
Pengumpulan data
Pengelolaan data
Editing, coding, scoring, tabulating
Analisa data
Chi quare test
Penyajian data
Kesimpulan
Pembuatan Laporan
Page 58
38
4.5. Variabel Penelitian
Variabel- variable dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Variabel Independen
Menurut Sugiyono (2016) variabel bebas (independen)
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel
independen pada penelitian ini yaitu, jenis cairan, lokasi pemasangan
infuse, lama pemasangan infus.
2. Variabel dependen
Variabel terikat (dependen) merupakan variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas
(Sugiyono,2016).
Variabel dependen pada penelitian ini yaitu kejadian plebitis
di ruang Melati RSUD Bangil .
4.6. Defenisi Operasional
Operasional variabel adalah mengidentifikasi variabel secara
operasional berdasarkan karesteristik yang di amati, memungkinkan peneliti
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter
yang disajikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran
merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan
karesteristiknya (Hidayat, 2007).
Page 59
39
Tabel 4.6 Definisi operasional penelitian hubungan analisa faktor- faktor terhadap kejadian
plebitis pada pasien yang mendaptkan terapi cairan intravena di ruang melati
Rumah Sakit Umum Daerah Bangil Pasuruan
Variabel Definisi
opersional
Parameter alat ukur skala Skor
Kejadian
plebitis
Merupakan
inflamasi vena
yang disebabkan
baik oleh iritasi
kimia maupun
mekanik yang
sering disebabkan
oleh komplikasi
dari terapi
intravena
Tanda- tanda
plebitis
(Hanskins,Lons
way,Hedrick,Pe
rdue,2004):
nyeri,
Kekakuan vena,
eritema,
bengkak, hangat
dan panas,
lokais
peradangan
Observasi Nominal
terjadi
plebitis =1
tidak
plebitis= 0
Jenis
cairan
Jenis cairan infuse
yang diterima oleh
pasien pada saat
menjalani terapi
infuse
Isotonik
Hipotonik
Hipertonik
Observasi Ordinal Ya
Tidak
Lokasi
pemasang
an infuse
Tempat atau
lokasi vena
perifer yang
digunakan
pemasangan
infuse sejak di
rawat di Rumah
Sakit
Vena
metarcapal
Vena sefalika
Observasi Nominal Ya
Tidak
Lama
pemasang
an infuse
Waktu
pemasangan
infuse sejak
dipasang sampai
terjadinya plebitis
≤ 3 hari
> 3 hari
Check list Nominal Ya
Tidak
4.7. Etika Penelitian
Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang menggunakan
metode ilmiah, dimana terdapat aspek etis di dalamnya. Kebenaran
adalah inti sari etika dalam ilmu pengetahuan. Tujuan penerapan etik
dalam penelitian untuk melindungi hak subjek dan peneliti selama
kegiatan penelitian. Etika yang sangat penting dalam penelitian
adalah:
1. Perlindungan terhadap hak asasi subjek penelitian
Page 60
40
2. Keseimbangan antara manfaat dan risiko
3. Menyertakan informed consent
Mengumpulkan proposal penelitian sebagai pertimbangan institusi (Burn &
Grove,2001).
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat izin kepihak
STIKES Insan Cendekia Medika Jombang untuk melakukan penelitian di
Melati RSUD Bangil Setelah itu peneliti mengajukan surat izin ke Ruang
Melati RSUD Bangil dan melakukan penelitian di waktu yang ditentukan
rumah sakit dan didampingi oleh perawat.
4.8. Pengumpulan Dan Analisis Data
4.8.1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan
tersebut menjadi sitematis (Arikunto, 2010).
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah laporan kejadian plebitis, pedoman observasi. Laporan
kejadian phlebitis digunakan untuk mengetahui kejadian phlebitis per
bulannya di ruang Melati .Untuk mengetahui pasien, jenis cairan,
dilakukan dengan melihat buku laporan keperawatan di masing-
masing ruangan. Sedangkan lokasi pemasangan infuse, lama
pemasangan infuse dan kejadian phlebitis dilakukan dengan cara
observasi pada pasien.
Untuk mengetahui variabel kejadian phlebitis dilakukan
observasi dari hari pertama sampai hari ketiga dengan menunjukan
Page 61
41
tanda gejala seperti kemerahan, pembengkakan disekitar area insersi,
nyeri dan terasa panas/hangat.
4.8.2. Prosedur Penelitian
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek
dan proses pengumpulan karesteristik subyek yang di lakukan dalam suatu
penelitian (Nursalam,2013).
Prosedur pengumpulan data dengan beberapa tahapan. Berikut ini
merupakan tahapan – tahapan yang dilalui oleh peneliti, diantaranya
sebagai berikut :
Langkah – langkah yang ditempuh dan tekhnik yang digunakan
untuk mengumpulkan data (prosedur penelitian).
4.8.1.1. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data dan penelitian dari
Program Studi S1 Keperawatan STIKES Insan Cendekia medika
Jombang,
4.8.1.2. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data dan penelitian RSUD
Bangil.
4.8.1.3. Data diperolehdari RSUD Bangil di bagian rekam medik dan
perawat.
4.8.1.4. Peneliti melakukan studi pendahuluan di ruang Melati RSUD
Bangil ,
4.8.1.5. Peneliti menyamakan persepsi dengan rekan-rekan yang membantu
penelitian terkait cara pengobservasian,
4.8.1.6. Calon responden diambil dari pasien yang masuk ke IGD sampai
dengan pasien berada di ruangan rawat inap,
Page 62
42
4.8.1.7. Proses pengambilan data dimulai dari mengamati kesterilan
tindakan perawat, ukuran kanula, dan lokasi terpasangnya kateter
intavena yang dilakukan di IGD, serta untuk jenis cairan,
penggantian balutan, umur dan penyakit dilakukan pengamatan di
ruangan rawat inap,
4.8.1.8. Penilaian kejadian phlebitis dilakukan mulai dari hari pertama
pemasangan kateter intravena sampai dengan hari ketiga pada saat
pasien berada di ruangan rawat inap,
4.8.1.9. Penelitian dilakukan sampai batas waktu yang ditentukan
4.9. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2012) kegiatan dalam proses pengolahan
data meliputi :
1. Editing (pemeriksaan data)
Pada tahap ini dilakukan pengecekan untuk memastikan
kelengkapan jawaban, kejelasan, dan relevansi hasil observasi.
2. Coding (memberikan kode)
Untuk memudahkan memasukan data pada saat
dilakukan perhitungan maka dilakukan coding yaitu dengan
mengganti data yang ada dalam lembar observasi kedalam
bentuk yang mudah dibaca oleh mesin pengolah data.
3. Skoring data yaitu selanjutnya menetapkan pemberian skor pada
angket atau kuisoner.
Page 63
43
4. Tabulating yaitu kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung
data dari jawaban kuisoner responden yang sudah diberi kode,
kemudian dimasukkan kedalam tabel.
Data tentang karakteristik umum responden dirubah dalam
bentuk prosentase dengan rumus :
∑ f
P = x 100%
N
Keterangan:
P = Persentase
F = Frekuensi Variabel
N = Jumlah jawaban yang dikumpulkan
4.11. Analisis Data
4.12.1. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis
ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari setiap variable
(Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan
atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yaitu jenis cairan, lokasi
pemasangan, lama pemasangan infus dan kejadian plebitis.
4.12.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012).
Dalam penelitian ini untuk melihat hubungan antara jenis cairan dengan
Page 64
44
kejadian plebitis, hubungan antara lokasi pemasangan infus dengan
kejadian phlebitis, hubungan antara lama pemasangan infus dengan
kejadian plebitis. Uji yang dipakaia dalah chi-square dengan batas
kemaknaan α = 0,05. Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara
membandingkan nilai p (p value) dengan nilai α = 0,05 pada taraf
kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 1 dengan kaidah keputusan
sebagai berikut :
Keputusan uji statistic Nilai p (p value) ≤ 0,05 maka H1 diterima, yang
berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel bebas dengan
variabel terikat.
Page 65
45
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan analisa
faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang mendaptkan terapi
cairan intravena di ruang melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil,
Pasuruan
Hasil penelitian ini dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu data
umum dan data khusus. Dalam data umum memuat karakteristik responden
berdasarkanusia, jenis kelamin, penyakit penyerta dan pendidikan
responden. Sedangkan data khusus meliputi jenis cairan, tempat
pemasangan infus, lama infus terpasang dan kejadian plebitis.
5.1.1 Gambaran Wilayah Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di RSUD Bangil jl. Raya Raci Masangan
Bangil Pasuruan. RSUD Bangil merupakan rumah sakit tipe B dengan
akreditasi peripurna. Peneliti melakukan penelitian di ruang melati. Ruang
melati merupakan ruang kelas 3 dengan jumlah ruangan sebanyak 16
ruangan. Dibagi menjadi ruang penyakit dalam, ruang bedah dan ruang
paru. Setiap ruangan berisi 12 tempat tidur dan 1 tempat tidur ekstra.
Dengan jumlah perawat sebanyak 43, tenan non perawat sejumlah 3,
cleaning service 6 orang, dokter jaga sebanyak 1 orang dan dokter spesialis
ada 3 orang. Peneliti melakukan penelitian pada pasien yang berada di
seluruh ruang melati.
Page 66
46
5.1.2 Data Umum Responden
Data umum menggambarkan karakteristik responden
a. Usia responden
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan usia di Ruang Melati RSUD Bangil
tahun 2018. No Umur F Presntase
1 >20 tahun 2 5%
2 21 -40 tahun 11 26%
3 >41 tahun 30 70%
Total 43 100%
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden berusia >41 tahun dengan jumlah 30responden (70%).
b. Jenis kelamin
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan jenis kelamindi Ruang Melati RSUD
Bangil tahun 2018.
No Jenis Kelamin F Presntase
1 Laki-laki 14 33%
2 Perempuan 29 67%
Total 43 100%
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 29 responden
(67%).
c. Penyaki penyerta
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan penyakit penyerta di Ruang Melati
RSUD Bangil tahun 2018.
No Penyakit Penyerta F Presntase
1 Hipertensi 7 16%
2 DM 11 26%
3 CA
0%
4 Gagal Ginjal
0%
5 Penyakit lainya 25 58%
Total 43 100%
Sumber : Data Primer 2018
Page 67
47
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden mempunyai penyakit penyerta penyakit lain dengan jumlah
25 responden (58%).
d. Pendidikan
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan pendidikan di Ruang Melati RSUD
Bangil tahun 2018.
No Pendidikan F Presntase
1 Pendidikan Dasar 11 26%
2 Pendidikan Menengah 26 60%
3 Perguruan Tinggi 6 14%
Total 43 100%
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden adalah berpendidikan menengah dengan jumlah 26 responden
(60%).
5.1.3 Data Khusus
1. Jenis cairan
Tabel 5.5Karakteristik Responden Berdasarkan jenis cairan di Ruang Melati RSUD
Bangil tahun 2018.
No Jenis Cairan F Presntase
1 Isotonik 27 63%
2 Hipotonik 11 26%
3 Hipertonik 5 12%
Total 43 100%
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden menggunakan jenis cairan Isotonik sebanyak 27responden
(63%).
Page 68
48
2. Tempat pemasangan infus
Tabel 5.6Karakteristik Responden Berdasarkan Tempat pemasangan infus di Ruang
Melati RSUD Bangil tahun 2018.
No Tempat pemasangan F Presntase
1 Vena metarcapal 21 49%
2 Vena sefalika 22 51%
Total 43 100%
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden terpasang infus pada Vena sefalika sebanyak 22 responden
(51%).
3. Lama infus terpasang
Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan lama infus terpasang di Ruang
Melati RSUD Bangil tahun 2018.
No Lama Pemasangan F Presntase
1 ≤3 hari 27 63%
2 >3 hari 16 37%
Total 43 100%
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden terpasang infus selama ≤3 hari sebanyak 27 responden
(63%).
4. Kejadian Plebitis
Tabel 5.8Karakteristik Responden Berdasarkan kejadian plebitis di Ruang Melati
RSUD Bangil tahun 2018.
No Kejadian Plebitis F Presntase
1 Terjadi 22 51%
2 Tidak Terjadi 21 49%
Total 43 100%
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden terjadi plebitis sebanyak 22 responden (51%).
Page 69
49
5. Distribusi Frekuensi hubungan antara Jenis cairan dengan kejadian plebitis
di ruang Melati RSUD Bangil 2018
Tabel 5.9 Tabulasi Silang hubungan antara jenis cairan dengan kejadian plebitis di
ruang Melati RSUD Bangil 2018
Jenis cairan IV
Kejadian Plebitis
Total Tidak terjadi
Plebitis Terjadi plebitis
f % f % f %
Isotonik 19 44% 8 19% 27 63%
Hipotonik 2 5% 9 21% 11 26%
Hipertonik 0 0% 5 12% 5 12%
Total 21 49% 22 51% 43 100%
T-test p = 0,003
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwah responden
responden yang menggunakan jenis cairan isotonik lebih banyak tidak
terjadi plebitis yaitu sebesar 19 responden (44%), dan terjadi plebitis
sebesar 8 responden (19%) sedangkan yang menggunakan hipotonik 2
responden (5%) tidak terjadi plebitis dan 9 responden (21%) terjadi
plebitis dan pada jenis cairan Hipertonik seluruhnya terjadi plebitis
sejumlah 5 responden (12%).
Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan
menggunakan uji statistik T-testdidapatkan nilai p<0,05 yaitu p=0,003
hasil dimana p<0,05 yaitu 0,003<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak
yang berarti terdapat hubungan antara jenis cairan dengan kejadian
plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil.
Page 70
50
6. Distribusi Frekuensi hubungan antara Tempat pemasangan infus dengan
kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018
Tabel 5.10 Tabulasi Silang hubungan antara tempat pemasangan infus dengan kejadian
plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018
Tempat
pemasangan infus
Kejadian Plebitis
Total Tidak terjadi
Plebitis Terjadi plebitis
f % f % f %
V Metacarpal 5 12% 16 37% 21 49%
V Sefalika 16 37% 6 14% 22 51%
Total 21 49% 22 51% 43 100%
Chi-Square Test p = 0,001
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwah responden yang
terpasang infus pada vena metacarpal 16 responden (37%) terjadi plebitis
dan 5 responden (12%) tidak terjadi plebitis, sedang pada responden yang
terpasang pada Vena sefika 16 responden (37%) tidak terjadi plebitis dan 6
responden (14%) terjadi plebitis.
Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan
menggunakan uji statistik Chi-Squar Test didapatkan nilai p<0,05 yaitu
p=0,001 hasil dimana p<0,05 yaitu 0,001<0,05, sehingga H1 diterima H0
ditolak yang berarti terdapat hubungan antara tempat pemasangan infus
dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Bangil.
Page 71
51
7. Distribusi Frekuensi hubungan antara lama terpasang infus dengan
kejadian plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018
Tabel 5.11 Tabulasi Silang hubungan antara lama terpasang infus dengan kejadian
plebitis di ruang Melati RSUD Bangil 2018
Lama Pemasangan
infus
Kejadian Plebitis
Total Tidak terjadi
Plebitis Terjadi plebitis
f % F % f %
≤3 hari 18 42% 9 21% 27 63%
>3 hari 3 7% 13 30% 16 37%
Total 21 26% 22 51% 43 100%
Chi-Square Test p = 0,002
Sumber : Data Primer 2018
Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwah responden yang
terpasang infus selama ≤3 hari 18 responden (42%) tidak terjadi plebitis
dan 9 responden (21%) terjadi plebitis, sedang responden yang terpasang
infus >3 hari 3 responden (7%) tidak terjadi plebitis dan 13 responden
(30%) terjadi plebitis.
Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan
menggunakan uji statistik Chi-Square Test didapatkan nilai p<0,05 yaitu
p=0,002 hasil dimana p<0,05 yaitu 0,002<0,05, sehingga H1 diterima H0
ditolak yang berarti terdapat hubungan antara lama pemasangan infus
dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Bangil
5.2 Pembahasan
5.2.1 Jenis cairan
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden menggunakan jenis cairan Isotonik sebanyak 27 responden
(63%).
Page 72
52
Cairan isotonik merupakan cairan yang secara fisiologis sesuai
dengan cairan tubuh, cairan ini di gunakan untuk mengganti serta
mempertahankan cairan tubuh. Osmolaritas (tingkat kepekatan)
cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga
terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi.
Cairan yang diklasifikasikanisotonis mempunyai osmolalitas
totalyang mendekati cairan ekstraseluler dantidak menyebabkan sel
darah merahmengkerut atau membengkak. Hal inimenunjukkan bahwa
jenis cairan isotonislebih aman digunakan karena osmolalitastotalnya
hampir sama dengan osmolalitas darah (Smeltzer dan Bare, 2001)
5.2.2 Tempat pemasangan infus
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden terpasang infus pada Vena sefalika sebanyak 22 responden
(51%).
Pada vena yang lebih besar dan sedikit cabang akan
memudahkan dalam pemasangan cairan infus, menghindari resiko
pecahnya pembuluh darah dan trauma/injury.
Trauma/injurypada pemasangan infus bisa dilakukan dengan cara
memilihvena yang besar dan lurus sesuai denganukuran jarum. Vena
tangan lebih baik daripada vena lengan karena bila terjadisesuatu dapat
di pindahkan kelengan danvena lengan lebih baik daripada venakaki
dan paha karena pemasangan divena kaki dan paha lebih
berisikoterjadinya inflamasi/ phlebitis (Rohani, 2010),
Page 73
53
5.2.3 Lamanya infus terpasang
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden terpasang infus selama ≤3 hari sebanyak 27 responden (63%).
Infus yang terpasang dalam waktu lama akan memicu terjadinya
reaksi alergi ataupun reaksi plebitis. Hal ini bisa terjadi karena terpapar
oleh agen infeksi ataupun karena faktor lainya.
The center for disease control and prevention telah menyusun
penggantian infus tidak boleh lebih dari 72 jam, kecuali untuk penanganan
darah dan lipid emulsi diganti tiap 24 jam (Perry & Potter, 2005).
5.2.4 Kejadian plebitis
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden terjadi plebitis sebanyak 22 responden (51%).
Plebitis merupakan suatu peradangan pada pembuluh darah (vena)
yang dapat terjadi karena adanya injury misalnya oleh faktor
(trauma)mekanik dan faktor kimiawi yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada endothelium dinding pembuluh darah khususnya vena.
Plebitis dapat menyebabkan thrombus yang selanjutnya menjadi
trombo Plebitis,perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun
demikian jika thrombus terlepas dan kemudian diangkut ke aliran
darahdan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti katup bola
yang menyumbat atrio ventikular secara mendadak dan menimbulkan
kematian. Hal ini menjadikan Plebitis sebagai salah satu permasalahan
yang penting untuk dibahas di samping Plebitis juga sering ditemukan
dalam proses keperawatan (Hidayat,2006).
Page 74
54
5.2.5 Hubungan antara Jenis cairan dengan kejadian plebitis di ruang
Melati RSUD Bangil 2018
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat diketahui bahwah responden
responden yang menggunakan jenis cairan isotonik lebih banyak tidak
terjadi plebitis yaitu sebesar 19 responden (44%), dan terjadi plebitis
sebesar 8 responden (19%) sedangkan yang menggunakan hipotonik 2
responden (5%) tidak terjadi plebitis dan 9 responden (21%) terjadi
plebitis dan pada jenis cairan Hipertonik seluruhnya terjadi plebitis
sejumlah 5 responden (12%).
Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan
menggunakan uji statistik T-test didapatkan nilai p<0,05 yaitu p=0,003
hasil dimana p <0,05 yaitu 0,003<0,05, sehingga H1 diterima H0 ditolak
yang berarti terdapat hubungan antara jenis cairan dengan kejadian
plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil.
Pemberian cairan intravena merupakan salah satu tindakan invasif
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pemberian cairan intravena
disesuaikan dengan kondisi kehilangan cairan pada klien, seberapa besar
cairan tubuh yang hilang.
Menurut Perry & Potter (2006) pemberian cairan intravena adalah
pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh masuk ke pembuluh darah
vena untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairandan elektrolit,
darah, maupun nutrisi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Ari, et al (2010) bahwa jenis cairan
yang di gunakan mempengaruhi terjadinya plebitis, Hal ini terjadi akibat
Page 75
55
cairan tersebut masuk selendotelial sehingga terjadi ruptur. Iritasi dapat
jugaterjadi ketika cairan hipotonik seperti NaCl 0,45% dicampurkan
dengan air yang dimasukan dalamterapi intravena. Cairan hipertonik
seperti D5% dalam NaCl dan D5% dalam RL dapat menyebabkan
phlebitis dengan sel endotelial terjadi kerusakan yaitu membran pembuluh
darah menyusut dan terbuka. Kedua cairan (hipotonik dan hipertonik)
dapat mengakibatkan iritasi pada pembuluh darah (Wahyunah, 2011).
5.2.6 Hubungan antara Tempat pemasangan infus dengan kejadian plebitis
di ruang Melati RSUD Bangil 2018
Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwah responden yang
terpasang infus pada vena metacarpal 16 responden (37%) terjadi plebitis
dan 5 responden (12%) tidak terjadi plebitis, sedang pada responden yang
terpasang pada Vena sefika 16 responden (37%) tidak terjadi plebitis dan 6
responden (14%) terjadi plebitis.
Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan
menggunakan uji statistik Chi-Square Test didapatkan nilai p<0,05 yaitu
p=0,001 hasil dimana p <0,05 yaitu 0,001<0,05, sehingga H1 diterima H0
ditolak yang berarti terdapat hubungan antara tempat pemasangan infus
dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Bangil.
Ukuran vena sefalika yang besar dan lurus lebih dominan dipilih
sebaga ilokasi pemasangan infus dibandingkan vena metakarpal yang
berukuran kecil dan tidak lurus. Selain itu pada orang dewasa bagian
metacarpal sering digunakan untuk beraktifitas sehingga resiko terjadi
Page 76
56
injur yatau plebitis lebih besar.Penelitian Yasir (2014) menyatakan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara lokasi pemasangan infus dengan
kejadian plebitis.
Nurjanah (2004) menyatakan bahwa lokasi atau penempatan
kateter intravena pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian
flebitis, oleh karena saat ekstremitas digerakkan kateter yang terpasang
ikut bergerak dan menyebabkan trauma pada dinding vena. Pemilihan
vena yang terlalu dekat dengan pergelangan tangan yang memudahkan
untuk terjadinya aliran balik balik darah sehingga terjadi flebitis.
Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa posis iekstremitas yang
berubah, khususnya pada pergelangan tangan atau siku dapat mengurangi
kecepatan aliran infus dan mempengaruhi aliran dalam darah. Pemasangan
infus pada vena sefalika lebih baik digunakan.
5.2.7 Hubungan antara lama terpasang infus dengan kejadian plebitis di
ruang Melati RSUD Bangil 2018
Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui bahwah responden yang
terpasang infus selama ≤3 hari 18 responden (42%) tidak terjadi plebitis
dan 9 responden (21%) terjadi plebitis, sedang responden yang terpasang
infus >3 hari 3 responden (7%) tidak terjadi plebitis dan 13 responden
(30%) terjadi plebitis.
Berdasarakan data diatas hasil perhitungan data dengan
menggunakan uji statistik Chi-Square Test didapatkan nilai p<0,05 yaitu
p=0,002 hasil dimana p <0,05 yaitu 0,002<0,05, sehingga H1 diterima H0
ditolak yang berarti terdapat hubungan antara lama pemasangan infus
Page 77
57
dengan kejadian plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Bangil
kejadian phlebitis diakibatkan karena seringnya pasien melakukan
pergerakan pada daerah yang terpasang infus. Pasien yang sering
melakukan pergerakan seperti fleksi dengan lokasi pemasangan kateter
intravena di daerah lekukan dapat beresiko mengakibatkan plebitis
mekanik. Selain itu waktu yang lama menyebabkan resiko terpaparnya
agen infeksi lebih tinggi.
Menurut Masiyati (2002) bahwa angka kejadian plebitis paling
banyak dalam waktu pemasangan infus 4-5 hari sebesar 60%. Begitu juga
dalam Darmawan (2008) bahwa the Centers for Disease Control and
Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap 72-96 jam untuk
membatasi potensi infeksi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Hartini (2016) bahwa terdapat
hubungan antara jangka waktu pemasangan kateter dengan kejadian
plebitis, begitu juga penelitian Yasir (2014) menyatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara lama waktu pemasangan infus dengan
kejadian phlebitis
Page 78
58
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.3 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian dan pembahasan maka dapat
disimpulkan :
1. Sebagian besar responden di Ruang Melati RSUD Bangil.menggunakan
jenis cairan Isotonik.
2. Sebagian besar respondendi Ruang Melati RSUD Bangil terpasang infus
pada Vena sefalika
3. Sebagian besar respondendi Ruang Melati RSUD Bangil terpasang infus
selama ≤3 hari.
4. Sebagian besar responden di Ruang Melati RSUD Bangil terjadi plebitis
5. Terdapat hubungan antara jenis cairan dengan kejadian plebitis di ruang
Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil.
6. Terdapat hubungan antara tempat pemasangan infus dengan kejadian
plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil.
7. Terdapat hubungan antara lama pemasangan infus dengan kejadian
plebitis di ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah Bangil.
5.4 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dapat disampaikan
beberapa saran sebagai berikut :
Page 79
59
1. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan nmeningkatkan serta menmbah khasanah keilmuan pada
profesi keperawatan khususnya tentang kejadian plebitis pada pasien yang
mendapatkan terapi cairan intravena.
2. Bagi Penulis
Diharapkan penulis bisa terus mengasah pengetahuan dan skill untuk
menambah wawasan peneliti khususnya tentang kejadian plebitis pada
pasien yang terpasang terapi cairan intravena.
3. Bagi Intisusi Pelayanan Kesehatan RSUD Bangil
Diharapakan dapat memberikan masukan pada Rumah Sakit dalam
membuat kebijakan mengenai kejadian plebitis. Sehinggakejadian plebitis
bisa dicegah untuk peningkatakan pelayanan kepada pasien.
Page 80
60
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, C., Utomo, W., Agrina. (2014). Analisis faktor yang berhubungan
dengan kejadian plebitis pada pasien yang terpasang infus di ruang
medical chrysant rumah sakit Awal Bross Pekan Baru. Program Studi
Ilmu Keperawatan Univrsitas Riau.
Alexander, M., Corrigan, A., Gorski, L., Hanskin, J., & Perruca, R. (2010).
Infusion nursing society, Infusion nursing: An evidence-based
approach. Third Edition. St. Louis: Dauders Elsevier.
Asrin, T,E., & Upoyo, A.S., (2016). Analisis faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian plebitis di RSUD Purbalingga. Jurnal Keperawatan
Soedirman, Volume 1.
Barker, P., Anderson, A.D., & MacFie, J., (2008). Randomised clinical of
elective re-siting of intravenous canule. Annals of the Royal College of
Surgeon of England, 86(4), 281-283.
Barker, P., Anderson, A.D., & MacFie, J., (2008). Randomised clinical of
elective re-siting of intravenous canule. Annals of the Royal College of
Surgeon of England, 86(4), 281-283.
Darmadi. (2015). Rata-Rata Lama Hari Pemasangan Infus Dalam
Terjadinya Flebitis Pada Pasien Yang Dipasang Infus Di Rsup Haji
Adam Malik Medan.
Darmadi. (2008). Infeksi Nasokomial Problema dan Pengendaliannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Darmawan, I. Plebitis, apa penyababnya dan bagaimana cara mengatasinya.
[Internet]. 2008 [cited 2017 Juli 30]. Available
from:http://www.otsuka.co.id/? content=article_detail&id=68&lang=id
Daugherty, L. (2008). Standard For Infusion Therapy. The RCN IV Therapy
Forum.
Departemen Kesehatan RI & Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia
(PERDALIN). (2007). Pedoman manajerial pencegahan dan
Page 81
61
pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Jakarta.
Direktorat Pelayanan Keperawatan & Medik. (2002). Standar tenaga
keperawatan di rumah sakit. Cetakan I. Jakarta: Depkes RI.
Gabriel, J., Bravery, K., Daugherty, L., Kayley, J., Malster, M. (2005).
Vascular access: Indication and implication for patient care. Nursing
Standard, 19(26), 45-52.
H.P.Sutanto. (2017). Analisis Data kesehatan. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
H.Riwidigdo. (2016). Statistik Kesehatan. Mitra Cendekia : Yogyakarta.
http://www.scribd.com/Inveksi-nosokomial-jurnal kesehatan-1April
2012 Di akses tanggal 30 Januari 2018.
Haji Medan [Internet]. 2008 [cited 2017 Juli 30]. Available from:
http://repository.usu. sc.id/handle/123456789/6809
Hankinz. (2013). Prosedur Pemasangan Infus Intravena dan Kejadian
Plebitis.http:www.epository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31795/.../C
hapter%20II.p df. Di akses tanggal 14 Januari 2018
Hanskin, J., Lonway, R.A.W., Hedrick, J., & Perdue, M.B. (2001). The
infusion nurses society: infusion therapy, in clinical practice. Second
Edition. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
Ignatavicius, D., & Workman, M. L. (2010). Medical Surgical Nursing :
Patient Centered Collaborative care. 6 th Edition. Canada: WB
Saunders Company.
NHS Country and Darlington Community Health Service. (2010). Cl.007
peripheral intravenous cannulation policy (adults).
NHS Lanarkshire. (2010). Peripheral intravenous cannulation workbook.
Seventh Edition.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta. Parasibu M. Analisis Pelaksanaan Standar Operasional Prosedur
Page 82
62
Pemasangan Infus Terhadap Kejadian Plebitis di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit
Nurjanah, Kristiyawati dan Solechan. (2011). Hubungan antara lokasi
penusukan infus dan tingkat usia dengan kejadian phlebitis di ruang
rawat inap dewasa RSUD Tugurejo Semarang.
Patterson, S.J., & Bredow, T.S. (2008). Middle range theories, Aplication to
nursing research. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Philips, R.D. (2005). Manual of iv therapeutics. Fourth edition. Philadelphia:
FA Davis Company.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamental Of Nursing 7 th Ed. Canada:
Elsavier.
Pujasari, H. & Sumarwati, M. (2010). Angka kejadian plebitis dan tingkat
keparahannya di ruang penyakit dalam di sebuah rumah sakit di Jakarta.
Jurnal Keperawatan Indonesia, 6(1), 1-5.
Rizky, W. (2016). Analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian plebitis
pada pasien yang terpasang kateter intravena di ruang bedah rumah
sakit Ar. Bunda Prabumulih. Journal Ners And Midwifery Indonesia,
4(2), 102-108.
Rohani. dan Hingawati Setio. (2010). Panduan Praktik Keperawatan
Nasokomial. PT Citra Aji Parama: Yogyakarta
Royal College of Nursing. (2005). Standard for infusion therapy. London:
RCN IV Therapy Forum.
Scales, K. (2009). Intravenous therapy: the legal and professional aspects of
practice. Nursing Standard, 23(33), 51-57.
Smeltzer, C and Bare, G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal –Bedah
runner & Suddarth. Editor Suzanne C. smeltzer. Alih Bahasa Monika
Ester. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal edah
Brunner & Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Page 83
Lampiran 1
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth:
Bapak/ Ibu sebagai calon Responden
Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangil- Pasuruan
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Sevika Dwi Anggita
NIM : 143210141
Mahasiswa : S1 Keperawatan STIKES Insan Cendekia Media Jombang
Bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “Analisa Faktor- Faktor
Terhadap Kejadian Plebitis Pada Pasien Yang Mendapatkan Terapi Cairan
Intravena”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Analisa Faktor- Faktor
Terhadap Kejadian Plebitis Pada Pasien Yang Mendapatkan Terapi Cairan
Intravena.
Untuk keperluan tersebut, Bapak/Ibu bersedia/tidak bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini. Selanjutnya mengisi kuesioner yang saya sediakan
dengan kejujuran dan apa adanya. Jawaban Bapak/Ibu dijamin kerahasiaannya.
Demikian lembar persetujuan ini saya buat, atas bantuan dan partisipasinya
saya ucapkan terima kasih.
Jombang, Juni 2018
Hormat Saya,
Sevika Dwi Anggita
NIM 143210141
Page 84
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Yang bertanda tangan dibawah ini , saya,
Menyatakan bahwa:
1. Telah mendapat penjelasan tentang penelitian “Analisa Faktor- Faktor
Terhadap Kejadian Plebitis Pada Pasien yang Mendapatkan Terapi Cairan
Intravena”
2. Telah diberi kesempatan untuk bertanya dan mendapatkan jawaban dari
peneliti
3. Keputusan bersedia atau tidak bersedia mengikuti penelitian ini
Dengan ini saya memutuskan secara sukarela tanpa paksaan dari pihak
manapun dan dalam keadaan sadar, bahwa saya (bersedia/tidak bersedia *)
berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini, dengan catatan apabila
suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan
persetujuan. Saya percaya informasi yang diberikan terjamin kerahasiaannya.
Jombang, Juni 2018
Peneliti Responden
(Sevika Dwi Anggita) ( )
NIM : 143210141
Keterangan :
*) Coret yang tidak perlu
Page 85
Lampiran 3
LEMBAR CHEK LIST
Judul: Analisa faktor- faktor terhadap kejadian plebitis pada pasien yang
mendaptkan terapi cairan intravena
A. PETUNJUK PENGISIAN SOAL
a. Pertanyaan dibawah ini berisi tentang kegiatan yang berkaitan
dengan pemasangan infus yang telah dilakukan pada pasien
b. Bacalah dengan seksama semua pertanyaan yang ada dibawah ini
c. Beri tanda ( √ ) atau lingkarilah pada salah satu jawaban
1. DATA UMUM
A. Kode Respondem :
B. Nama Inisial :
C. Umur :
D. Jenis Kelamin :
2. DATA KHUSUS
1. Jenis cairan
Jenis cairan Ya Tidak
Isotonik
Hipertonik
Hipotonik
Page 86
2. Lokasi pemasangan infus
□ Pergelangan tangan □ Punggung tangan
□ Kanan □ Kiri □ Kanan □ Kiri
Jenis vena Ya Tidak
Vena metacarpal
Vena sefalika
3. Lama pemasangan infus
Hari dan waktu Ya Tidak
≤ 3 hari
≥ 3 hari
Page 96
Lampiran 9
No Responden
Data Umum
Umur Jenis Kelamin Penyakit penyerta
Pendidikan
1 3 1 5 1
2 3 2 5 2
3 2 2 5 1
4 3 2 5 2
5 3 2 1 2
6 2 2 5 2
7 3 1 5 1
8 2 2 5 2
9 3 2 5 2
10 3 1 5 1
11 3 2 2 1
12 3 2 1 1
13 3 1 1 2
14 2 2 5 3
15 3 2 2 2
16 1 2 5 2
17 3 2 1 3
18 3 1 2 2
19 3 2 5 2
20 2 1 5 1
21 3 2 1 2
22 3 2 5 2
23 2 1 2 2
24 3 2 1 3
25 2 2 5 2
26 3 2 1 1
27 3 1 5 2
28 1 2 2 2
29 3 1 5 3
30 3 2 2 2
31 2 2 5 1
32 3 2 5 2
33 3 1 2 2
34 3 2 5 2
35 2 2 5 1
36 3 2 2 2
37 3 1 5 3
Page 97
38 3 2 2 2
39 2 1 5 2
40 3 1 2 3
41 3 2 5 1
42 2 2 5 2
43 3 1 2 2
Coding :
Jenis Kelamin Umur Coding Laki-laki : 1 >20 tahun : 1 Perempuan : 2 21 -40 tahun : 2
>41 tahun : 3
Penyakit Penyerta Pendidikan Hipertensi : 1 Pendidikan Dasar : 1
DM : 2 Pendidikan Menengah : 2
CA : 3 Perguruan Tinggi : 3 Gagal Ginjal : 4
Penyakit lainya : 5
Page 98
No Responden
Tanda Plebitis Total skor Prosentase Katagori Coding
Kemerahan Pembengkaan Nyeri Rasa Panas
1 1 0 0 0 1 25% Plebitis 2
2 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
3 1 1 1 0 3 75% Plebitis 2
4 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
5 1 0 0 0 1 25% Plebitis 2
6 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
7 0 0 0 1 1 25% Plebitis 2
8 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
9 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
10 1 1 0 0 2 50% Plebitis 2
11 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
12 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
13 0 0 1 0 1 25% Plebitis 2
14 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
15 0 1 1 0 2 50% Plebitis 2
16 1 0 1 0 2 50% Plebitis 2
17 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
18 0 1 1 1 3 75% Plebitis 2
19 0 0 1 1 2 50% Plebitis 2
20 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
21 0 0 1 1 2 50% Plebitis 2
22 0 0 1 1 2 50% Plebitis 2
23 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
24 0 0 1 0 1 25% Plebitis 2
Lampiran 10
Page 99
25 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
26 0 0 0 1 1 25% Plebitis 2
27 0 0 1 1 2 50% Plebitis 2
28 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
29 0 0 1 1 2 50% Plebitis 2
30 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
31 0 1 1 1 3 75% Plebitis 2
32 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
33 0 0 1 1 2 50% Plebitis 2
34 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
35 0 0 1 1 2 50% Plebitis 2
36 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
37 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
38 1 0 1 1 3 75% Plebitis 2
39 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
40 0 1 1 0 2 50% Plebitis 2
41 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
42 1 0 1 0 2 50% Plebitis 2
43 0 0 0 0 0 0% Tidak Plebitis 3
Total 7 6 17 12 Terjadi Plebitis 22
Prosentase 16% 14% 40% 28% Tidak Terjadi Plebitis 21
Skor :
Katagori
Katagori Coding 0 : Tidak
Plebitis : 1-100%
Plebitis : 2
1 : Iya
Tidak Plebitis : 0%
Tidak Plebitis : 3
Page 100
Lampiran 11
Tabulasi data berdasarkan Cairan yang digunakan
No Responden cairan yang digunakan
Katagori Coding
Isotonik Hipotonik Hipertonik
1 0 0 1 Hipertonik 4
2 0 1 0 Hipotonik 3
3 0 1 0 Hipotonik 3
4 0 1 0 Hipotonik 3
5 0 0 1 Hipertonik 4
6 1 0 0 Isotonik 2
7 0 0 1 Hipertonik 4
8 1 0 0 Isotonik 2
9 1 0 0 Isotonik 2
10 1 0 0 Isotonik 2
11 1 0 0 Isotonik 2
12 1 0 0 Isotonik 2
13 1 0 0 Isotonik 2
14 1 0 0 Isotonik 2
15 0 0 1 Hipertonik 4
16 0 1 0 Hipotonik 3
17 1 0 0 Isotonik 2
18 0 1 0 Hipotonik 3
19 1 0 0 Isotonik 2
20 1 0 0 Isotonik 2
21 1 0 0 Isotonik 2
22 1 0 0 Isotonik 2
23 1 0 0 Isotonik 2
24 0 1 0 Hipotonik 3
25 1 0 0 Isotonik 2
26 0 0 1 Hipertonik 4
27 0 1 0 Hipotonik 3
28 1 0 0 Isotonik 2
29 1 0 0 Isotonik 2
30 1 0 0 Isotonik 2
31 0 1 0 Hipotonik 3
32 1 0 0 Isotonik 2
33 0 1 0 Hipotonik 3
34 1 0 0 Isotonik 2
35 1 0 0 Isotonik 2
36 1 0 0 Isotonik 2
37 1 0 0 Isotonik 2
Page 101
38 1 0 0 Isotonik 2
39 1 0 0 Isotonik 2
40 0 1 0 Hipotonik 3
41 1 0 0 Isotonik 2
42 0 1 0 Hipotonik 3
43 0 1 0 Hipotonik 3
Total 26 12 5 Isotonik 27
Prosentase 60% 28% 12% Hipotonik 11
Hipertonik 5
Skor Keterangan Katagori Coding 1 : Ya Isotonik : 2 0 : Tidak hipotonik : 3
Hipertonik : 4
Page 102
Lampiran 12
Tabulasi data berdasarkan tempat pemasangan yang digunakan
No Responden
Tempat yang digunakan
Katagori Coding
Vena
metarcapal Vena sefalika 1 1 0 Vena metarcapal 2
2 0 1 Vena sefalika 3
3 1 0 Vena metarcapal 2
4 0 1 Vena sefalika 3
5 1 0 Vena metarcapal 2
6 0 1 Vena sefalika 3
7 1 0 Vena metarcapal 2
8 0 1 Vena sefalika 3
9 1 0 Vena metarcapal 2
10 0 1 Vena sefalika 3
11 1 0 Vena metarcapal 2
12 0 1 Vena sefalika 3
13 1 0 Vena metarcapal 2
14 1 0 Vena metarcapal 2
15 1 0 Vena metarcapal 2
16 1 0 Vena metarcapal 2
17 0 1 Vena sefalika 3
18 1 0 Vena metarcapal 2
19 1 0 Vena metarcapal 2
20 0 1 Vena sefalika 3
21 1 0 Vena metarcapal 2
22 1 0 Vena metarcapal 2
23 0 1 Vena sefalika 3
24 0 1 Vena sefalika 3
25 0 1 Vena sefalika 3
26 1 0 Vena metarcapal 2
27 0 1 Vena sefalika 3
28 0 1 Vena sefalika 3
29 1 0 Vena metarcapal 2
30 1 0 Vena metarcapal 2
31 1 0 Vena metarcapal 2
32 0 1 Vena sefalika 3
33 1 0 Vena metarcapal 2
34 0 1 Vena sefalika 3
35 0 1 Vena sefalika 3
Page 103
36 0 1 Vena sefalika 3
37 0 1 Vena sefalika 3
38 0 1 Vena sefalika 3
39 0 1 Vena sefalika 3
40 1 0 Vena metarcapal 2
41 0 1 Vena sefalika 3
42 0 1 Vena sefalika 3
43 1 0 Vena metarcapal 2
Total 21 22 Vena metarcapal 21
Prosentase 49% 51% Vena sefalika 22
Keterangn Skor Katagori Coding
Ya : 1 Vena
metarcapal : 2 Tidak : 0 Vena sefalika : 3
Page 104
Lampiran 13
Tabulasi data berdasarkan terpasang infus
No Responden Lama Terpasang Infus
Katagori Coding
≤3 hari >3 hari 1 1 0 ≤3 hari 2
2 1 0 ≤3 hari 2
3 1 0 ≤3 hari 2
4 1 0 ≤3 hari 2
5 0 1 >3 hari 3
6 1 0 ≤3 hari 2
7 0 1 >3 hari 3
8 1 0 ≤3 hari 2
9 1 0 ≤3 hari 2
10 0 1 >3 hari 3
11 1 0 ≤3 hari 2
12 1 0 ≤3 hari 2
13 0 1 >3 hari 3
14 1 0 ≤3 hari 2
15 0 1 >3 hari 3
16 1 0 ≤3 hari 2
17 1 0 ≤3 hari 2
18 0 1 >3 hari 3
19 1 0 ≤3 hari 2
20 0 1 >3 hari 3
21 0 1 >3 hari 3
22 1 0 ≤3 hari 2
23 1 0 ≤3 hari 2
24 0 1 >3 hari 3
25 1 0 ≤3 hari 2
26 0 1 >3 hari 3
27 1 0 ≤3 hari 2
28 1 0 ≤3 hari 2
29 0 1 >3 hari 3
30 1 0 ≤3 hari 2
31 0 1 >3 hari 3
32 1 0 ≤3 hari 2
33 0 1 >3 hari 3
34 1 0 ≤3 hari 2
35 1 0 ≤3 hari 2
36 0 1 >3 hari 3
37 1 0 ≤3 hari 2
Page 105
38 0 1 >3 hari 3
39 1 0 ≤3 hari 2
40 1 0 ≤3 hari 2
41 1 0 ≤3 hari 2
42 1 0 ≤3 hari 2
43 0 1 >3 hari 3
Total 27 16 ≤3 hari 27
Prosentase 63% 37% >3 hari 16
Keterngan Skor Katagori Coding Ya : 1 ≤3 hari : 2 Tidak : 0 >3 hari : 3
Page 106
Lampiran 13
Crosstabs
Case Processing Summary
43 100,0% 0 ,0% 43 100,0%Jenis Cairan *
Kejadian plebitis
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
Jenis Cairan * Kejadian plebitis Crosstabulation
Count
19 8 27
2 9 11
0 5 5
21 22 43
isotonik
hipotonik
hipertonik
Jenis
Cairan
Total
Tidak terjadi
plebit is
Terjadi
plebit is
Kejadian plebitis
Total
Crosstabs
Case Processing Summary
43 100,0% 0 ,0% 43 100,0%Tempat pemasangan
infus * Kejadian plebitis
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
Tempat pemasangan infus * Kejadian plebitis Crosstabulation
Count
5 16 21
16 6 22
21 22 43
V metacarpal
V sef alika
Tempat pemasangan
infus
Total
Tidak terjadi
plebit is
Terjadi
plebit is
Kejadian plebitis
Total
Page 107
Chi-Square Tests
10,290b 1 ,001
8,425 1 ,004
10,753 1 ,001
,002 ,002
10,050 1 ,002
43
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Value df
Asy mp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
10,26.
b.
Crosstabs
Case Processing Summary
43 100,0% 0 ,0% 43 100,0%
43 100,0% 0 ,0% 43 100,0%
43 100,0% 0 ,0% 43 100,0%
Lama Waktu
pemasangan *
Kejadian plebitis
Jenis Cairan *
Kejadian plebitis
Tempat Pemasangan
IV * Kejadian plebit is
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
Lama Waktu pemasangan * Kejadian plebitis Crosstabulation
Count
18 9 27
3 13 16
21 22 43
=3 hari
>3 hari
Lama Waktu
pemasangan
Total
Tidak terjadi
plebit is
Terjadi
plebit is
Kejadian plebitis
Total
Page 108
Jenis Cairan * Kejadian plebitis Crosstabulation
Count
19 8 27
2 9 11
0 5 5
21 22 43
isotonik
hipotonik
hipertonik
Jenis
Cairan
Total
Tidak terjadi
plebit is
Terjadi
plebit is
Kejadian plebitis
Total
Tempat Pemasangan IV * Kejadian plebitis Crosstabulation
Count
5 16 21
16 6 22
21 22 43
V metacarpal
V sef alika
Tempat Pemasangan
IV
Total
Tidak terjadi
plebit is
Terjadi
plebit is
Kejadian plebitis
Total
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
43 43
1,49 ,51
,703 ,506
,384 ,345
,384 ,332
-,244 -,345
2,520 2,259
,000 ,000
N
Mean
Std. Dev iat ion
Normal Parameters a,b
Absolute
Positive
Negativ e
Most Extreme
Dif f erences
Kolmogorov-Smirnov Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
Jenis Cairan
Kejadian
plebit is
Test distribution is Normal.a.
Calculated f rom data.b.
Page 109
Lampiran 14
T-Test [DataSet0]
Independent Samples Test
2,515 ,121 -3,248 36 ,003 -,522 ,161 -,848 -,196
-3,449 21,306 ,002 -,522 ,151 -,836 -,207
Equal variances
assumed
Equal variances
not assumed
Kejadian plebitis
F Sig.
Levene's Test f or
Equality of Variances
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Dif f erence
Std. Error
Dif f erence Lower Upper
95% Conf idence
Interv al of the
Dif f erence
t-test for Equality of Means