ANAK SEKOLAH DAN PENGEMIS Tantangan dan Harapan dalam
Pendidikan
Hendrison Baulu 147885010
ABSTRACK
Beggars were dominating on the road Ketintang Surabaya is
elementary school children who always do his job after school,
where children are walking from stall to stall to ask for
donations, school, due to the need to be dipenihinya. Based on the
above problem formulation, then the benefits of writing an article
entitled "School Children and the Beggar" Challenges and Hopes in
Education "is (1). Readers can find out the causes children to
become beggars. (2). Readers can find out the grief felt by
children for begging in Ketintang Surabaya. (3). The reader can
know the efforts that can be done to overcome the beggars who are
still minors. Research School Children and Beggars "Challenges and
Hopes in Education" uses positivistic paradigm being addressed by
BF Skinner, through his theory of operant conditioning brings
enormous influence understanding the behaviors of individuals in
the context of its environment. According to Skinner, the behavior
is shaped by the consequences posed by the behavior itself.
behavior arises as a result of the relationship between stimulus
and response. Beggars are people who earn money by begging in
public in various ways and reasons to get the mercy of others. Many
factors influence the onset of beggars on the streets or behind one
of them is economic factors, environmental factors also can not be
separated families and communities can also influence on the onset
of beggars under that age. Although beggars under the age feel good
because it can help the family economy, but sometimes they also
feel grief for becoming beggars. Harsh treatment too often they
receive, such as physical and psychological violence are inhuman.
Although their existence is very disturbing beauty of the city, but
they also can not be blamed entirely, because the role of the
various parties here are also very influential. The role of
government is essential for the welfare of the people whose
economic circumstances is low. People should also participate in
helping the government realize the city clean and beautiful. The
role of the school is also very necessary to guide their students
in order to be children in accordance with their functions or
duties in accordance with its development. Here the main role of
the parent. Parents should be able to educate and direct their
children to refrain from any activity or actions that they should
not do at the age of young. Parents should always supervise their
children and always control what is being done by children outside
their school hours.Keywords: Child Beggars
PENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahFenomena merebaknya anak
jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang kompleks.
Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang
menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa
depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi masalah
bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun,
perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar.
Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang
harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang
menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan
cerah.Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan hidup yang
diinginkan oleh siapapun. melainkan keterpaksaan yang harus mereka
terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun
telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara
psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum
mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat
yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan
cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan
kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek
sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang
dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh
sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan
dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah
masyarakat yang harus diasingkan. Pada taraf tertentu stigma
masyarakat yang seperti ini justru akan memicu
perasaanalienatifmereka yang pada gilirannya akan melahirkan
kepribadianintrovet,cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial.
Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus
bangsa untuk masa mendatang.Pengemis adalah orang-orang yang
mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta dimuka umum dengan
berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan dari orang
lain. Keberadaan anak jalanan tampak telah menjadi fenomena di
kota-kota besar Indonesia. Fenomena ini, selain dampak dari
derasnya arus urbanisasi dan perkembangan lingkungan perkotaan yang
menawarkan mimpi kepada masyarakat terutama masyarakat miskin atau
ekonomi lemah, juga dipicu oleh krisis ekonomi yang menjadikan
jumlah anak jalanan melonjak drastis. Aktivitas anak jalanan
beraneka ragam, diantaranya pengamen, pedagang koran, pedagang
rokok, pembersih kaca mobil, pengemis, sampai kepada pengedar kotak
amal. Mereka terutama beroperasi diperempatan jalan (traffic
light), dengan sasarannya adalah pengemudi dan penumpang kendaraan
roda empat. Kehadiran anak-anak jalanan adalah sesuatu yang
dilematis. Di satu sisi mereka dapat mencari nafkah dan mendapatkan
pendapatan (income), yang membuatnya bisa bertahan hidup (survival)
dan dapat menopang kehidupan keluarga. Namun, disisi lain mereka
bermasalah, karena sering kali tindakannya merugikan orang lain.
Mereka acapkali melakukan tindakan tidak terpuji seperti sering
berkata kotor, mengganggu ketertiban jalan, merusak body mobil dan
melakukan tindakan kriminal. Anak jalanan adalah anak yang
menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau
berkeliaran dijalanan dan tempat umum lainya. Pengemis atau
peminta-minta memang sudah menjadi istilah yang akrab di kota-kota
besar seluruh Indonesia, kehadiran mereka kerap dianggap menggangu
ketertiban sosial, namun sebenarnya kehadiran pengemis adalah
bentuk gagal dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah
dalam mensejahterakan rakyatnya. Jika diukur dari kacamata sosial,
pengemis memang bukan hal yang istimewa, perlu dihilangkan, bahkan
perlu mensejahterakan rakyatnya agar tidak ada lagi dari mereka
yang berprofesi sebagai pengemis atau peminta-minta.Pengemis yang
mendominasi di jalan Ketintang Surabaya adalah anak Sekolah Dasar
yang selalu saja melakukan pekerjaannya sesudah pulang sekolah,
dimana anak-anak tersebut berjalan dari warung ke warung untuk
meminta dana sumbangan sekolah, disebabkan karena kebutuhan yang
harus dipenihinya. Dari uraian di atas penulis tertarik untuk
melakukan riset. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah pada artikel yang
berjudul Anak Sekolah dan Pengemis Tantangan dan Harapan Dalam
Pendidikan sebagai berikut:1. Apa yang menyebabkan anak menjadi
pengemis?2. Apa saja duka yang dirasakan anak selama menjadi
pengemis di Di Jalan Ketinang Surabaya?3. Apa upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi pengemis yang masih dibawah umur?C.
Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka manfaat
dari penulisan artikel yang berjudul Anak Sekolah dan Pengemis
Tantangan dan Harapan Dalam Pendidikanadalah 1. Pembaca dapat
mengetahui penyebab-penyebab anak menjadi pengemis.2. Pembaca dapat
mengetahui duka yang dirasakan anak selama menjadi pengemis di Tugu
Muda Semarang.3. Pembaca dapat mengetahui upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi pengemis yang masih dibawah umur.BAB
IIPEMBAHASANA. KAJIAN PUSTAKA a. Pengertian AnakBerdasarkan
Undang-Undang Perkawinan No.1/1974 pasal 47 (1) dikatakan bahwa
anak adalah: seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan, ada dibawah kekuasaan orangtuanya
selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Dalam Undang-Undang
No.4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak disebutkan anak adalah
seorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah
menikah.Di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (UUPA), anak adalah seseorang yang belum berusia
18 tahun, termasuk anak juga yang masih dalam kandungan (UNICEF,
2003 : 23). Di dalam Keputusan Presiden No.36 Tahun 1990 tentang
hak-hak anak dinyatakan, anak-anak seperti juga halnya dengan orang
dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena
kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak
perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus.
b. Anak JalananPengertian anak jalanan adalah anak-anak berusia
dibawah 18 tahun, sebagian besar waktunya dihabiskan di
tempa-tempat umum untuk mencari nafkah atau berkeliaran, penampilan
mereka biasanya kumal, kotor serta tidak terawat dan memiliki
hubungan yang kurang dekat dengan keluarga (Depsos, 2006 dan
Garliah, 2004).Anak jalanan memiliki karakteristik sosial seperti
warna kulit yang kusam, penampilan yang tidak rapih serta kotor,
jumlah anak jalanan lebih banyak laki-laki pada usia 16 sampai 18
tahun dan pada perempuan pada usia 13 sampai 15 tahun, berada
ditempat-tempat keramaian dan banyak makanan, sangat rentan
mengalami tindak kekerasan dari lingkungan bekerja, berasal dari
keluarga yang kurang mampu dengan pendidikan kepala keluarga hanya
sampai SD, memiliki hubungan yang kurang baik dengan keluarga,
orang tua bukan merupakan orang terdekat bagi anak jalanan, dan
penyebab terjadinya anak jalanan dapat dibedakan menjadi tiga tipe
berdasarkan faktor ekonomi, keluarga, dan iseng (Sutinah, 2001;
Garliah, 2004; Handoyo, 2004; Depsos, 2006 dan Suhartini,
2008).Selain karakteristik sosial, anak jalanan juga memiliki
krakteristik ekonomi yang dapat dilihat dari lokasi bekerja,
aktivitas yang dilakukan, kondisi ekonomi keluarga, dan modal untuk
melakukan pekerjaan. Lokasi bekerja anak jalanan biasanya berada di
pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, daerah
lokalisasi WTS, perempatan jalanan atau jalan raya terutama daerah
lampu merah (traffic light), di kendaraan umum, dan tempat
pembuangan sampah (Depsos, 2006 dan Sutinah, 2001).Aktivitas yang
mereka lakukan biasanya hanya membutuhkan sedikit keterampilan dan
tidak membutuhkan banyak tenaga seperti, menyemir sepatu,
mengasong, menjual koran atau majalah, mencuci kendaraan, menjadi
pemulung, mengamen, menjadi kuli angkut, menjadi penghubung atau
penjual jasa, bersih-bersih makam, pekerja seks, pencari kerang (di
pantai), dan ojek payung (Depsos, 2006 dan Sutinah, 2001).Defenisi
anak jalanan terus meluas. Dari anak-anak yang baik siang dan
malamnya berada dijalanan, hingga anak-anak yang sebagian besar
waktunya ada di jalan, tetapi malamnya beristirahat di rumah.
Departemen Sosial Republik Indonesia mendefenisikan, anak jalanan
adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari
nafkah atau berkeliaran di jalanan dan di tempat-tempat umum
lainnya.Anak jalanan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:1. Berusia
antara 5-18 tahun. 2. Melakukan kegiatan atau berkeliaran di
jalanan. 3. Penampilannya kebanyakan kusam. 4. Pakaiannya tidak
terurus. 5. Dan mobilitasnya tinggi (high risk). Saat ini ada dua
macam kategori anak jalanan yang umum dibinakan oleh berbagai
lembaga yang berinteraksi langsung maupun tidak langsung dengan
anak jalanan. Pertama, anak yang bekerja atau mencari uang di
jalanan tetapi masih pulang kerumah dan masih berhubungan dengan
orangtuanya. Kedua, anak yang seluruh waktunya dihabiskan di
jalanan untuk bertahan hidup, serta tidak pernah berhubungan dengan
orangtuanya.Seseorang bisa dikatakan anak jalanan bila berumur
dibawah 18 tahun dan menggunakan jalan sebagai tempat mencari
nafkah dan berada dijalan lebih dari 6 jam sehari. Ada beberapa
tipe anak jalanan:1. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua dan
tinggal dengan orang tua. 2. Anak jalanan yang masih memiliki orang
tua tapi tidak tinggal dengan orang tua. 3. Anak jalanan yang sudah
tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan keluarga. 4. Anak
jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal
dengan keluarga. c. Konsep Kemiskinan Ada beberapa konsep
kemiskinan yang antara lain sebagai berikut:a. Menurut John
Friedman, kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk
mengakumulasikan basis kekuasaan sosial, meliputi modal yang
produktif, sumber keuangan, organisasi sosial dan politik
(Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan aspek sosial saja, tapi
juga aspek natural material). b. Menurut Wolf Scott, kemiskinan
pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan (Dalam jumlah uang)
ditambah dengan keuntungan non-material yang diterima seseorang,
cukup tidaknya memiliki aset seperti tanah, rumah, uang,emas dan
lain-lain dimana kemiskinan non-material yang meliputi kekebebasan
hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak. c. Menurut Bank Dunia,
bahwa aspek kemiskinan yaitu pendapatan yang rendah, kekurangan
gizi atau keadaan kesehatan yang buruk serta pendidikan yang
rendah. ( http://anthoine.multiply.com/journal/item/387)Sedangkan
menurut Roesmidi dan Riza Risyanti (2006) mengutip pendapat Sunyoto
Usman (2004 : 125-136) ada tiga macam konsep kemiskinan; yaitu:a.
Kemiskinan absolut; dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang
kongkret (afixed yard stick). Ukuran itu lazimnya berorientasi pada
Kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat seperti sandang,
pangan dan papan. Masing-masing negara mempunyai batasan kemiskinan
absolut yang berbeda-beda sebab kebutuhan hidup dasar masyarakat
yang dipergunakan sebagai acuan memang berlainan. Karena ukurannya
yang dipakai sudah pasti, konsep ini mengenal garis batas
kemiskinan. Pernah ada gagasan yang ingin memasukkan unsur
kebutuhan dasar kultur (basic cultural needs) seperti pendidikan,
keamanan, kesehatan dan sebagainya disamping kebutuhan fisik.
Konsep ini mendapatkan kritik antara lain dikatakan bahwa tidak
mungkin membuat satu ukuran untuk semua anggota masyarakat, seperti
kebutuhan hidup yang berbeda antara masyarakat kota dengan desa,
masyarakat tani dengan nelayan dan lain-lain. Konsep ini sangat
populer dalam program-program pengentasan kemiskinan.b. Kemiskinan
relatif; dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard,
yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar
asumsinya adalah kemiskinan disuatu daerah berbeda dengan daerah
lainnya, dan kemiskinan pada suatu waktu berbeda dengan waktu yang
lain. Konsep kemiskinan semacam ini lazimnya diukur berdasarkan
pertimbangan (in terms of judgement) anggota masyarakat tertentu
dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Konsep ini juga
dikritik, terutama karena sangat sulit menentukan bagaimana hidup
yang layak itu. Ukuran kelayakan ternyata beragam dan terus
berubah-ubah. Layak bagi komunitas tertentu boleh jadi tidak layak
bagi komunitas lain, demikian juga layak pada saat sekarang boleh
jadi tidak untuk mendatang.c. Kemiskinan subyektif; dirumuskan
berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak
mengenal a fixed yardstick, dan tidak memperhitungkan the idea of
relatives standard. Kelompok yang menurut ukuran kita berada di
bawah garis kemiskinan, boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri
miskin atau sebaliknya. Dan kelompok yang dalam perasaan kita
tergolong hidup dalam kondisi tidak layak, boleh jadi tidak
menganggap seperti itu. Oleh karenanya, konsep ini dianggap lebih
tepat apabila dipergunakan untuk memahami kemiskinan dan merumuskan
cara atau strategi yang efektif untuk penanggulangannya.d.
Faktor-Faktor Keberadaan Anak JalananMenurut Mulandar (1996:133)
kebanyakan anak jalanan mempunyai ceritatentang latar belakang
keluarga mereka sendiri sebelum mereka bekerja dan hidup di
jalanan, latar belakang tersebut antara lain dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:a. Terkait dengan permasalahan ekonomi sehingga
anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan bekerja. b. Kekurang
harmonisan hubungan dalam keluarga yang sering berakhir dengan
penganiyayaan dan kekerasan fisik orang tua terhadap anaknya
sehingga anak melarikan diri dari rumah. c. Orang tua (asal/angkat)
mengkaryakan anak sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran
yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa. d. Anak-anak mengisi
peluang ekonomi jalanan baik secara sendiri-sendiri maupun
diupayakan secara kelompok dan terorganisasi oleh orang yang lebih
tua. Sejalan dengan pendapat tersebut, Mulandar (1996:172)
berdasarkan dari pengalaman dari berbagai kasus, mengemukakan bahwa
yang menjadi penyebab munculnya anak jalanan antara lain adalah:a.
Keluarga berantakan sehingga anak memilih untuk hidup dijalanan. b.
Penyiksaan didalam keluarga sehingga anak lari dari rumah. c. Tidak
mempunyai keluarga (rumah, keluarga dsb). d. Pemaksaan orang tua
terhadap anak untuk mencukupi ekonomi keluarga. e. Kemiskinan
ekonomi, akses informasi dan sebagainya didalam keluarga, sehingga
mendorong anak untuk mandiri dengan hidup dijalanan. f. Budaya yang
menganggap anak harus mengabdi pada orang tua. Mulandar (1996:172)
mengatakan bahwa: Jelas terlihat bahwa keluarga yang melatar
belakangi lahirnya fenomena anak jalanan itu adalah juga karena
keluarga yang tidak mampu memenuhi fungsinya, dalam hal ini fungsi
ekonomi. Hal tersebut dapat dimengerti bahwa dengan fenomena
kemiskinan yang dialami oleh orang tuanya, maka anak terpaksa harus
bekerja dan harus ikut mencari nafkah baik itu untuk dirinya
sendiri maupun juga untuk keluarga. Jelas bahwa fungsi keluarga
untuk memenuhi kebutuhan anaknya tidak dapat dirasakan oleh
anak-anak yang harus menyandang sebutan sebagai anak jalanan. Dari
pendapat tentang penyebab atau latar belakang yang melahirkan
fenomena anak jalanan tersebut dapat dilihat bahwa penyebab
utamanya bersumber dari keluarga.
B. LANDASAN TEORIPenelitian Anak Sekolah dan Pengemis Tantangan
dan Harapan Dalam Pendidikan ini menggunakan paradigma positifistik
yang di kemukakan oleh B.F. Skinner, melalui teori Operant
Conditioning-nya membawa pengaruh yang sangat besar memahami
perilaku-perilaku individu dalam konteks lingkungannya. Menurut
Skinner, Perilaku tersebut terbentuk oleh konsekuensi yang
dimunculkan oleh perilaku itu sendiri. perilaku muncul sebagai
akibat adanya hubungan antara perangsang dan respons.Asumsi teori
1. Pembelajaran adalah perubahan perilaku.2. Perubahan perilaku
atau pembelajaran secara fungsional berkaitan dengan perubahan
dalam peristiwa-peristiwa atau kondisi-kondisi lingkungan.3.
Hubungan hukum-hukum antara perilaku dan lingkungan dapat
ditentukan hanya jika properti perilaku dan kondisi-kondisi
eksperimental didefinisikan dalam istilah-istilah fisik serta dapat
diamati dalam kondisi-kondisi yang terkontrol.4. Data dari dari
studi eksperimen atas perilaku adalah satu-satunya sumber informasi
yang dapat diterima tentang penyebab munculnya perilaku tertentu.5.
Perilaku organisme individual adalah sumber data yang tepat.6.
Dinamika interaksi organisme dengan lingkungannya adalah berlaku
sama untuk semua spesies.Beberapa literatur yang berkaitan dengan
tema penelitian ini adalah buku Five Families, Mexican Case Studies
in the Culture of Poverty, karya Oscar Lewis (1959). Buku ini
adalah salah satu hasil penelitian yang dilakukan tentang kehidupan
lima keluarga miskin di Mexico, yaitu keluarga Martinez, Gomez,
Guiterrez, Sanchez dan Castro. Menurut Oscar Lewis, kemiskinan
bukanlah semata-mata berupa kekurangan dalam ukuran ekonomi, tetapi
juga melibatkan kekurangan dalam ukuranukuran kebudayaan dan
kejiwaan (psikologi) dan memberikan corak tersendiri pada
kebudayaan yang ada serta diwariskan dari suatu generasi ke
generasi berikutnya sehingga terciptalah budaya kemiskinan
(Suparlan, 1993:29-48).Kebudayaan kemiskinan sebagai bagian dari
kebudayaan dari masyarakat yang ditandai dengan rendahnya integrasi
mereka dalam kehidupan masyarakat luas. Munculnya keadaan ini
adalah sebagai reaksi terhadap kurangnya sumber-sumber ekonomi,
ketakutan dan kepercayaan pada orang lain, upah yang rendah, dan
pengangguran. Kondisi ini akan mengurangi kemungkinan
individu/kelompok untuk berpartisipasi secara efektif dalam situasi
ekonomi yang lebih besar. Akibatnya adalah masyarakat yang
terpinggirkan, merasa tidak punya peran sosial dan kehilangan
kepekaan solidaritas sosial, yang mengakibatkan sikap eksklusif
individualis. MenurutThelma Mendoza (1981:4-5), ada beberapa faktor
yang menyebabkan seseorang tidak dapat berfungsi sosial yaitu:a.
Personal in adequacies of some times pathologies which may make it
difficult for man to cope with the demands of his environment.b.
Situational in adequacies and other conditions which are beyond
mans coping capacities, andc. Both personal and situational in
adequacies.Menurut Mendoza, ketidakmampuan individu dimungkinkan
karena faktor-faktor psikologis seperti keadaan psikis yang miskin,
sikap dan nilai-nilai yang salah, persepsi yang miskin dan tidak
realistis, kebodohan dan kurang keahlian. Sedangkan situasi ketidak
mampuan misalnya kurangnya sumber daya dan kesempatan di dalam
masyarakat, seperti keterbatasan lapangan kerja. Paling tidak,
keberadaan budaya kemiskinan sangat ditentukan oleh konteks di mana
masyarakat miskin menjadi bagian dalam sistem sosial. Sementara itu
Artijo Alkostar (1984: 120-121) dalam penelitiannya tentang
kehidupan gelandangan melihat bahwa terjadinya gelandangan dan
pengemis dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebab, yaitu factor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi sifat-sifat
malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, adanya cacat
fisik ataupun cacat psikis. Sedangkan faktor eksternal meliputi
faktor sosial, kultural, ekonomi, pendidikan, lingkungan, agama dan
letak geografis.Jacob Rebong, Anthony Elena dan Masmiar Mangiang
dalam karyanya Ekonomi Gelandangan: Armana Murah untuk Pabrik
(1984) memperlihatkan perhatiannya pada sepak terjang ekonomi para
gelandangan, yang ternyata tidak seburuk sebagaimana dilihat oleh
para pejabat pemerintah sebagai sampah yang mengotori keindahan
kota, dan menjadi pusat tindak kejahatan. Oleh para peneliti
digambarkan bahwa di balik semua pandangan negatif, kaum
gelandangan mempunyai mekanisme ekonomi sendiri yang cukup jelas
dengan lapak sebagai pusatnya, yang dalam beberapa hal
menguntungkan pabrik pabrik tertentu. Mereka mencatat: Lapak telah
mempertemukan kepentingan modal besar yang datang dari dunia
industry dengan kepentingan kaum gelandangan yang menjalani hidup
bebas bagaikan tanpa tujuan (Rebong dkk, dalam Suparlan,
1986:187).C. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah penggambaran secara kualitatif
fakta, data atau objek material yang bukan berupa rangkaian angka,
melainkan berupa ungkapan bahasa atau wacana (apapun itu bentuknya)
melalui interpretasi yang tepat dan sistematis (Wibowo, 2011: 43).
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi,
untuk melihat fenomena yang ada di lapangan sesuai dengan masalah
yang di hadapi dan penelitian ini. Lokasi yang di gunakan dalam
penelitian ini adalah jalan Ketintang Surabaya dengan subjek
penelitian ini adalah pengemis yang ada di jalan Ketintang
SurabayaTeknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara mendalam kepada informan, observasi dengan
mengamati mengamati keseharian pengemis anak dalam melakukan
kegiatan mengemis, dan dokumentasi berupa foto kegiatan mengemisBAB
III PEMNAHASANA. Alasan Anak Menjadi PengemisAlasan utama anak
dibawah umur atau anak SD menjadi pengemis adalah faktor ekonomi.
Sebagian besar dari mereka mengaku, kalau mereka menjadi pengemis
karena ingin membantu kedua orangtua membiayayai sekolah, untuk
makan setiap hari dan untuk tabungan masa depan. Tidak hanya faktor
ekonomi saja yang perperan tetapi juga adanya faktor orangtua dan
lingkungan. Dari pihak orangtua membiarkan mereka menjadi pengemis
dan berkeliaran dijalanan. Mereka melakukan kegiatan tersebut juga
dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya. Pengemis sudah
dimulai dari mereka masih duduk dibangku kelas 1 SD. Mereka
melakukan kegiatan tersebut untuk mengisi waktu luang dimalam hari
dan untuk bermain-main sambil mencari uang. Mereka mengaku senang
melakukan kegiatan tersebut karena disamping mereka bisa mempunyai
uang sendiri mereka juga dapat bermain sesuka hati mereka.Setiap
hari dimulai dari jam 19.00 mereka berkumpul dan bersama-sama
berangkat menuju untuk pengemis di jalan ketintang. Disana mereka
memulai aksi dengan meminta-minta kepada pengunjung yang ada disana
dan sebagian dari mereka juga meminta-minta di sepanjang jalan dan
di warung-warung. Aksi mereka tersebut berakhir pada jam 23.00.
Walaupun tidak banyak dari mereka yang masih disana untuk sekedar
bermain-main saja. Kutipan dialog peneliti dengan salah satu anak
yang menjadi pengemis : Saya : gimana adik harus melakukan
pekerjaan ini?Pengemis : saya harus mencari tambahan uang jajan dan
uang sekolah karena orang tua saya tidak mampu, dan saya juga
membantu orang tua untuk mencari uang buat makan kalau saya tidak
mencari uang saya tidak akan makan. Dari dialog dia atas maka dapat
disimpulkan bahwa anak tersebut harus melakukan pekerjaan ini
supaya pengemis tersebut mendapat makanan, uang jajan dan uang
sekolah di lain sisi anak tersenut ditekan oleh orang tunanya untuk
mencari uang sendiri kalau tidan mencari uang sendiri pengemis
tersebut tidak mendapat makanan untuk bisa bertahan. Tekanan dari
dalam keluarga yang sangat terlihat jelas disebabkan orang tua
harus memaksa anak tesebut untuk melakoni pekerjaan tersebut. Anak
tersebut harus mengikuti perintah orang tua untuk mencari uang demi
kelangsungan hidup ini, dan ketika anak tersebut membangkan orang
tuanya maka anak tersebut tidak diberi makan atau tidak diberi uang
jajan dan uang sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi atau
melatar belakangi timbulnya pengemis dijalanan salah satunya adalah
faktor ekonomi, tidak lepas juga faktor lingkungan masyarakat dan
keluarga juga dapat berpengaruh atas timbulnya pengemis dibawah
umur tersebut. Walaupun pengemis dibawah umur tersebut merasa
senang karena dapat membantu perekonomian keluarga tetapi terkadang
mereka juga merasakan kesedihan selama menjadi pengemis. Perlakuan
kasar juga sering mereka terima seperti kekerasan fisik dan psikis
yang tidak manusiawi.Walaupun keberadaan mereka sangat menganggu
keindahan kota, tetapi mereka juga tidak bisa disalahkan
sepenuhnya, karena peran berbagai pihak disini juga sangat
berpengaruh. Peran pemerintah sangatlah penting untuk
menyejahterakan rakyat yang keadaan ekonominya rendah. Masyarakat
juga harus ikut berpartisipasi dalam membantu pemerintah mewujudkan
kota yang bersih dan indah. Peran sekolah juga sangat diperlukan
untuk membimbing anak didiknya agar dapat menjadi anak-anak yang
sesuai dengan fungsinya atau sesuai dengan tugas perkembangannya.
Disini peran orangtualah yang utama. Orangtua harus mampu mendidik
dan mengarahkan anaknya agar tidak melakukan kegiatan atau
perbuatan yang seharusnya tidak mereka lakukan diusianya yang masih
belia. Orangtua harus selalu mengawasi anaknya dan selalu
mengontrol apa saja yang dilakukan oleh anak diluar jam sekolah
mereka. B. Duka Anak yang Menjadi Pengemis di jalan Ketintang
Disamping mereka bisa mendapatkan uang sendiri dan dapat membantu
kedua orangtuanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, mereka
juga merasakan duka yang cukup mendalam selama menjadi pengemis.
Mereka sering menerima perlakuan yang bersifat kekerasan fisik
maupun psikis dari para pengunjung warung-warung maupun dari
pengguna jalan.Kutipan dialog percakapan saya dengan salah satu
anak yang sedang meminta-minta.Saya: Apa yang di rasakan ketika
hidup seperti ini ?Pengemis : Sukanya ya saya bisa dapat uang
sendiri untuk tambahan uang jajan dan tambahan uang sekolah,
dukanya kadang dimarahi pengunjung warung.Saya : Apakah kamu
mempunyai keinginan untuk berhenti mengemis?Pengemis: Iya saya
ingin berhenti mengemis, tapi kalau saya berhenti mengemis saya
tidak mempunyai uang untuk jajan dan tambahan uang sekolah .Saya :
Apakah semua pengunjung yang pernah kamu datangi semuanya dapat
bersikap baik sama kamu?Pengemis: Tidak, kadang ada yang baik
langsung memberi, kadang juga ada yang memarahi kami.Berdasarkan
dialog di atas dapat disimpulkan bahwa anak-anak yang menjadi
pengemis di jalan raya Ketintang sering kali mengalami beban psikis
dan fisik yang seharusnya tidak mereka terima apalagi di usianya
yang masih anak-anak. Keinginan anak untuk tidak melakoni pekerjaan
ini sangat bersar tetapi anak tersebut harus menerima konsekwesi
yang sangat yaitu tidak di beri uang jajan dan uang sekolah. Begitu
banyak tekanan yang di terimah oleh anak tersebut daik dari
kalangan lingkungan keluarga maupun lingkungan di luar sana. C.
Upaya Mengatasi Pengemis yang Masih Dibawah UmurBanyak upaya yang
dapat dilakukan untuk mengatasi pengemis-pengemis yang masih
dibawah umur. Tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak
seperti pemerintah, sekolah, masyarakat, dan orangtua.1. Pemerintah
a. Pemerintah dapat memberikan penyuluhan kepada anak-anak yang
mengemis tentang dampak menjadi pengemis, dan tentang menfaat
ketrampilan bagi masa depan anak.b. Pemerintah dapat memberikan
bimbingan-bimbingan seperti bimbingan ketertiban agar anak-anak
yang mengemis tersebut dapat mengetahui tata tertib yang ada
dijalanan.c. Pemerintah dapat memberikan kebijakan atau peraturan
tegas untuk menindak anak-anak yang mengemis dijalanan.2. Sekolaha.
Dari pihak sekolah harus membimbing anak didik yang bersangkutan
agar tidak menjadi pengemis lagi.b. Sekolah dapat memberi
ketrampilan yang mudah dipelajari oleh anak supaya anak dapat
mengembangkan ketrampilannya sesuai dengan kemampuan yang telah
dimiliki, misalnya ketrampilan memanfaatkan barang bekas.c. Sekolah
memberikan bimbingan dan pengarahan supaya anak tersebut kembali
kemasyarakat dan tidak mengganggu fasilitas umum.d. Supaya anak
tidak mengemis lagi sekolah dapat memberikan arahan agar waktu yang
digunakan untuk mengemis tersebut dapat digunakan untuk belajar.3.
Masyarakat a. Masyarakat harus dapat bekerja sama dengan pemerintah
dan sekolah untuk membantu anak-anak agar tidak mengemis lagi.b.
Masayarakat harus memberi dukungan dan dorongan kepada anak-anak
yang mengemis untuk melakukan kegiatan yang positif, untuk itu
masyarakat harus mau ikut terjun menekuni ketrampilan yang sama
seperti yang diberikan kepada anak-anak pengemis.c. Masyarakat
harus mau menjembatani atau memasarkan hasil karya anak jalanan
supaya anak jalanan lebih giata dan berkreasi didalam berkarya.4.
Orangtuaa. Orangtua juga harus mau mendukung program sekolah dan
pemerintah maupun memberi dorongan kepada anak-anaknya untuk
berkarya dan meninggalkan kegiatan sebagai pengemis.b. Orangtua
juga harus menjaga dan menginggatkan selalu anak-anaknya untuk
mengikuti pelatihan ketrampilan.c. Orangtua harus mau ikut
memanfaatkan hasil karya anak.d. Orangtua harus mendorong dan
mengarahkan anak agar tidak turun kejalanan lagi.D. Faktor Internal
Faktor internal dan keluarga yang dimaksudkan dalah suatu keadaan
di dalam diri individu dan keluarga Gepeng yang mendorong mereka
untuk melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis. Faktor-faktor
tersebut diuraikan secara ringkas berikut ini.1. Mengemis Sebagai
Bentuk Kebudayaan Kemiskinan Bagi pengemis anak, kegiatan mengemis
merupakan suatu cara atau reaksi untuk menyesuaikan diri di
lingkungan perkotaan yang penuh dengan kemewahan. Kegiatan mengemis
yang cenderung mudah dan cepat menghasilkan uang dinilai sebagai
cara penyesuaian diri yang efektif, karena dengan mengemis anak
dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan dan tuntutan gaya hidup di
perkotaan . Terpenuhinya kebutuhan dan tuntutan gaya hidup dengan
mudah dan cepat melalui kegiatan mengemis menjadikan pengemisHasil
penelitian, pengemis anak, kegiatan mengemis juga merupakan suatu
kegiatan untuk membantu orang tua, karena pengemis anak merasa
bahwa penghasilan orang tua mereka yang tidak dapat mencukupi
kebutuhan sehingga pengemis anak pun akhirnya melakukan kegiatan
mengemis. Dari data yang diperoleh, penghasilan pengemis anak di
Jalan Ketintang, cukup menguntungkan. Hasil mengemis yang diperoleh
digunakan untuk mencukupi kebutuhan seperti biaya makan, uang saku
sekolah, dan uang jajan. Pengemis anak dapat beraksi dengan bebas
di sekitar pasar terutama di area PKL semua kegiatan dan perilaku
yang dilakukan, memiliki dampak tersendri bagi pelakunya. Begitu
pula dengan kegiatan mengemis yang dilakukan oleh anak-anak yang
dapat menimbulkan dampak tersendiri bagi mereka. Dampak negatif
kegiatan mengemis yang dilakukan oleh anak-anak antara lain yaitu
dapat menyebabkan rasa minder di hadapan teman-teman sekolahnya dan
mengemis dapat menjadikan pengemis anak ketagihan. Sedangkan dampak
positif mengemis adalah pengemis anak mampu menyisihkan
uang/menabung dan pengemis anak dapat memenuhi kebutuhan.2. Ijin
Orang TuaSeluruh anak-anak yang melakukan kegiatan menggelandang
dan mengemis yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka telah
mendapat ijin dari orang tuanya dan bahkan disuruh oleh orang
tuanya. Melalui wawancara dengan beberapa pengemis, alasan tersebut
di atas juga dibenarkan mengingat kondisi sosial ekonomi orang tua
anak-anak yang menjadi pengemis digolongkas sebagai kaum proletar.
Sehingga pada pulang sekolah, mereka terpaksa membiarkan anaknya
dan menyuruh anaknya untuk ikut mencari penghasilan guna membantu
memenuhi kebutuhan rumah tangganya.3. Sikap MentalKondisi ini
terjadi karena di pikiran para pengemis muncul kecendrungan bahwa
pekerjaan yang dilakukannya tersebut adalah sesuatu yang
biasa-biasa saja, selayaknya pengemis lain yang bertujuan untuk
memperoleh penghasilan. Selain itu, pekerjaan yang dilakoninya
halal daripada mencuri (Raisa). Mental yang selalu tabah dan sabar
membuat anak-anak tetap semangat mencari uang buat tambahan uang
sekolah dan membantu orang tua mereka. Dari hasil wawancara dengan
pengemis di lapangan sebagai berikut: Saya : Gimana ketika waktu
meminta uang di lihat oleh Guru kamu?Pengemis : Biasa jasa, karena
guru sudah tauh bahwa saya orang miskin jadi saya harus mengemis
biar tambah uang jajan aku dan uang sekolah. Saya : Ketika pada
saat meminta uang dilihat oleh teman-teman sekolah kamu?Pengemis :
Aku senyum tetapi aku merasa malu pada mereka. Berdasarkan diaog di
atas maka dapat di simpulkan bahwa pengemis hanya menyadari
kekurangan dan terbeban dengan apa yang di lakoninya disebabkan
karena kekurangan dan keterbatasan yang ada pada keluarganya. Dari
jawaban yang di berikan oleh pelakon pekerjaan jalan-jalan ini
terbeban dengan tantangan yang harus dihadapinya dengan senyuman
yang penuh makna bahwa penjadi pelakon emperan tidak mudah dan
harus membutuhkan keinginan yang kuat guna mendapatkan uang jajan,
uang sekolah dan juga dapat membatu orang tua mereka.
Menjadi lebih baik adallah keinginan semua orang. Anak merupakan
penerus bangsa. Namun, ekonomi juga menentukan seorang anak
mendapat pendidikan yang lebih baik. Dari gambar di atas terlihat
jelas bahwa anak-anak yang seharusnya belajar atau mendapat
pendidikan, harus bekerja keras untuk mendapatkan uang. Segala cara
dilakukakan seseorang untuk mendapatkan uang. Hal itu jelas bahwa
uang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan keluaga, dan untuk
pendidikan.Tatapan polos kadang mencerminkan harapan dan isi hati
seorang anak. Sorotan mata anak pada gambar mencirikan suatu
harapan dan memerlukan sentuhan tangan orang-orang yang dapat
membantu menyatakan segala harapan dan impian anak. Sinar mata yang
di pancarkan mengandung makna yang sangat mendalam dimana mereka
sangat terbeban dengan pekerjaan yang dilakoninya. Begitupun dengan
perasaan mereka yang polos untuk membantu orang tua mereka untuk
mencari tambahaan uang jajan dan uang sekolah.Sekalipun mimpi
seakan jauh dari kenyataan yang ada, usaha menjadi satu-satunya
pilihan yang tak dapat dipungkiri. Jika anak saja tak pernah
berhenti menyerah, mereka tetap berjuang sebagai orang muda, maka
sebagai generasi muda, kita diharapkan akan tetap dapat menjadi
lebih baik. Berusaha berjuang untuk lebih maju. Tidak hanya
berpangku tangan tetapi bekerja keras untuk mencapai kesuksesan.4.
Lingkungan yang Mempengaruhi Lingkungan keluarga sangat berperan
penting dalam kehidupan seseorang dimana harus berusaha untuk
mempertahankan hidupnya. Operant Conditioning-nya membawa pengaruh
yang sangat besar memahami perilaku-perilaku individu dalam konteks
lingkungannya. Menurut Skinner, Perilaku tersebut terbentuk oleh
konsekuensi yang dimunculkan oleh perilaku itu sendiri. perilaku
muncul sebagai akibat adanya hubungan antara perangsang dan
respons. Lingkunggan merupakan factor penyebab terjadinya pengemis
itu sendiri dimana keluarga merupakan lingkuangan yang sanagat
sempit yang mempengaruhi kehidupan dan mental seseorang untuk
berlakon sedemikian rupa untuk menafkahi kehidupan mereka. Skinner
dengan teotinya Operant Conditioning sangat terbukti akan dampak
lingkungan yang sangat berpengharu terhadap perilaku seserang
dimana anak-anak sekolah serebut terpengharuh oleh lingkungan
tempat tinggal mereka terlebih kusus dari kalangan keluarganya.
Keluarga merupakan lingkunang yang sangat sempit untak anak
tersebut berkembang dan terbentuk, akan tetapi penghasilan orang
tua yang tidak menentu sehingga anak-anak tersebut harus berusaha
untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan uang jajannya. PENUTUPA.
SimpulanYang menjadikan anak dibawah umur menjadi pengemis adalah
karena adanya faktor ekonomi, lingkungan dan orangtua. Sebagian
besar dari mereka menjadi pengemis sudah dimulai dari mereka masih
duduk dibangku kelas 1 SD. Mereka melakukan kegiatan tersebut untuk
mengisi waktu luang dimalam hari dan untuk bermain-main sambil
mencari uang.Disamping mereka bisa mendapatkan uang sendiri dan
dapat membantu kedua orangtuanya untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari, mereka juga merasakan duka yang cukup mendalam selama
menjadi pengemis. Mereka sering menerima perlakuan yang bersifat
kekerasan fisik maupun psikis dari para pengunjung. Banyak upaya
yang dapat dilakukan untuk mengatasi melonjaknya jumlah pengemis
yang berkeliaran dijalanan. Adanya kerja sama dari pihak
pemerintah, sekolah, masyarakat, dan orangtua sangat diperlukan
demi mengurangi jumlah pengemis dibawah umur. Operant
Conditioning-nya membawa pengaruh yang sangat besar memahami
perilaku-perilaku individu dalam konteks lingkungannya. Menurut
Skinner, Perilaku tersebut terbentuk oleh konsekuensi yang
dimunculkan oleh perilaku itu sendiri. perilaku muncul sebagai
akibat adanya hubungan antara perangsang dan respons.
DAFTAR PUSTAKAIsti Rochatun / Unnes Civic Education Journal 1
(1) (2012Dewi, R.A. 2008. Bentuk Eksploitasi Terhadap Anak Jalanan.
Kompas. Malang 23 Juli 2009Lexy, Moleong. 2010. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja RosdakaryaRosdalina. 2007. Aspek
Keperdataan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan. Jurnal Anak
Jalanan. 4 (1):71-72Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak.
Jakarta: KencanaIsti Rochatun,Suprayogi, dan Hamonangan
Sigalingging. 2012. Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengemis Di
Kawasan Simpang Lima Semarang http://journal.unnes.
ac.id/sju/index.php/ucej Alan Gilbert & Joseph Gugler (terj.
Anshori Juanda), Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1996), 14. Hanindita, Wiyono, Nurhadi.
1994. Anak-anak Jalanan dalam Warta Demografi Tahun ke 24. Jakarta:
Universitas Indonesia
ANAK SEKOLAH DAN PENGEMIS Tantangan dan Harapan dalam
Pendidikan
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Masalah-masalah Sosial
Yang Di Bimbing Oleh Dosen: Prof. Dr. Sarmini, M.Hum
OLEH:Hendrison Baulu 147885010
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIALUNIVERSITAS
NEGERI SURABAYA2015ANAK SEKOLAH DAN PENGEMIS Tantangan dan Harapan
dalam Pendidikan
Hendrison Baulu 147885010
ABSTRAK
Pengemis mendominasi di jalan Ketintang Surabaya adalah
anak-anak SD yang selalu melakukan pekerjaannya setelah sekolah, di
mana anak-anak berjalan dari warung ke warung untuk meminta
sumbangan, sekolah, karena kebutuhan untuk menjadi dipenihinya.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka manfaat menulis sebuah
artikel berjudul "Anak Sekolah dan Pengemis" Tantangan dan Harapan
Pendidikan "adalah (1). Pembaca dapat mengetahui penyebab anak
menjadi pengemis. (2). Pembaca dapat mengetahui kesedihan yang
dirasakan oleh anak-anak untuk mengemis di Ketintang Surabaya. (3).
Pembaca dapat mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
pengemis yang masih di bawah umur. Sekolah Penelitian Anak-anak dan
Pengemis "Tantangan dan Harapan dalam Pendidikan" menggunakan
positivistik paradigma ditangani oleh BF Skinner, melalui teori
pengkondisian operan membawa pengaruh yang sangat besar memahami
perilaku individu dalam konteks lingkungannya. Menurut Skinner,
perilaku dibentuk oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku
itu sendiri. perilaku muncul sebagai hasilnya hubungan antara
stimulus dan respon. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan
uang dengan mengemis di depan umum dengan berbagai cara dan alasan
untuk mendapatkan belas kasihan orang lain. Banyak faktor yang
mempengaruhi onset pengemis di jalanan atau di belakang salah
satunya adalah faktor ekonomi, lingkungan faktor juga dapat
keluarga dan masyarakat tidak lepas juga dapat mempengaruhi pada
timbulnya pengemis di bawah umur itu. Meskipun pengemis di bawah
umur merasa baik karena dapat membantu perekonomian keluarga, tapi
kadang-kadang mereka juga merasa sedih untuk menjadi pengemis.
Perlakuan kasar terlalu sering mereka terima, seperti kekerasan
fisik dan psikologis yang tidak manusiawi. Meskipun keberadaan
mereka sangat mengganggu keindahan kota, tetapi mereka juga tidak
bisa disalahkan sepenuhnya, karena peran dari berbagai pihak di
sini juga sangat berpengaruh. Peran pemerintah sangat penting untuk
kesejahteraan orang-orang yang keadaan ekonomi rendah. Orang juga
harus berpartisipasi dalam membantu pemerintah mewujudkan kota
bersih dan indah. Peran sekolah juga sangat diperlukan untuk
membimbing siswanya agar anak sesuai dengan fungsi atau tugasnya
sesuai dengan perkembangannya. Di sini peran utama orangtua. Orang
tua harus mampu mendidik dan mengarahkan anak-anak mereka untuk
menahan diri dari setiap kegiatan atau tindakan yang seharusnya
tidak mereka lakukan di usia muda. Orang tua harus selalu mengawasi
anak-anak mereka dan selalu mengontrol apa yang sedang dilakukan
oleh anak-anak di luar jam sekolah mereka.
Kata kunci: Anak Pengemis1