Case Report Session
DERMATITIS KONTAK ALERGIEC SENDAL BAHAN DASAR KULIT
OLEH :AMIRUDDIN MUSTAQIM
PRESEPTOR:
Dr. QAIRA ANUM, Sp.KK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALASRSUP DR M DJAMIL PADANG2012BAB IPENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANGPerkembangan dan kemajuan yang telah dicapai
dalam bidang industri sangat pesat di negara ini. Masyarakat sangat
mudah memperoleh dan memanfaatkan hasil-hasil industri. Namun,
disamping itu terdapat pula dampak negatif akibat terjadinya kontak
kulit manusia dengan produk-produk industri atau pekerjaan yang
dilakukannya. Diantaranya adalah penyakit dermatitis kontak yang
merupakan respon peradangan terhadap bahan eksternal yang kontak
pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan yang merupakan respon non imunologik dan
dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme
imunologik spesifik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah bahan
kimia, bahan yang berhubungan dengan pekerjaan dan dapat pula oleh
bahan yang berada disekitarnya. Disamping bahan penyebab ada faktor
penunjang yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut
yaitu suhu udara, kelembaban, gesekan dan oklusi. Untuk menegakkan
diagnosis dermatitis kontak alergik perlu dilakukan uji tempel. Uji
tempel bila memungkinkan dilakukan 2 minggu setelah dermatitisnya
sembuh. Oleh karena bila baru saja sembuh, maka ambang rangsang
kulit terhadap iritasi maupun sensitasi menurun. Tujuan uji tempel
selain untuk membuktikan bahwa dermatitis yang terjadi adalah
dermatitis kontak alergik, juga untuk menemukan jenis bahan alergen
kontak. Supaya hasilnya dapat dipercaya uji tempel harus selalu
disesuaikan dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis serta
dilakukan dengan prosedur baku. 1.2. TUJUAN PENULISANLaporan kasus
ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan penyusun maupun
pembaca tentang patogenesis, bagaimana menegakan diagnosis, serta
penatalaksanaan dermatitis kontak alergi.1.3. BATASAN
MASALAHLaporan kasus ini membahas tentang bagaimana patogenesis,
gejala klinis, cara menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan
dermatitis kontak alergi.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFINISIDermatitis kontak alergi (DKA)
adalah peradangan pada daerah kulit akibat kontak langsung dengan
bahan kimia atau biologi yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (IV) pada seseorang yang telah
mengalami sensitisasi terhadap alergen. 1,13Dermatitis kontak
alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitisasi alergi
terhadap substansi yangberaneka ragam yang menyebabakan reaksi
peradangan pada kulit bagi mereka yang mengalami hipersensivitas
terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya.22.2
EPIDEMIOLOGIBila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan,
jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).
Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita
dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira
hanya 20%, tetapi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis
kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu
berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari satu penelitian
ditemukan frekuwnsi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering
daripada DKA akibat kerja. 12.3 ETIOLOGIPenyebab dermatitis kontak
alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya
rendah (< 1000 Dalton). 1Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnyapenetrasi
di kulit. Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau
senyawa sejenis menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada
paparan berulang. Dermatitis ini biasanya timbul sebagai dermatitis
vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak.
Perjalananpenyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam
2 hari bila tidak terjadipaparan ulang. Reaksi yang paling umum
adalah dermatitis rhus, yaitu reaksi alergi terhadappoison ivy dan
poison cak. Faktor predisposisi yang menyebabkan kontak alergik
adalah setiap keadaan yang menyebabakan integritas kulit terganggu,
misalnya dermatitis statis. 32.4 PATOGENESISMekanisme terjadinya
kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun yang
diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi
imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini
terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisai dapat
menderita DKA. Dermatitis kontak alergika merupakan suatu fenomenan
imunologi yang membutuhkan Anti gen Presenting Cells (APC) dan Anti
gen Processing Cells tanpa mempersoalkan keadaan pertahanan stratum
korneum, sehingga meskipun stratum korneum intak, tidak dapat
mencegah terjadinya dermatitis kontak alergi pada individu yang
sensitif.1Reaksi yang menimbulkan dermatitis kontak alergi ini di
bagi dalam dua fase : 1,4,5,9-121. Fase sensitisasiBahan kimia yang
dapat bersifat sebagai allergen biasanya mempunyai berat molekul
kecil, larut dalam lemak dan ini di sebut sebagai hapten. Hapten
akan berpenetrasi menembus lapisan korneum sampai mencapai lapisan
bawah epidermis. Hapten ini akan difagosit oleh sel Langerhans,
kemudian hapten akan diubah oleh enzim lisosom dan sitosolik yang
kemudian berikatan dengan HLA-DR membentuk anti gen. HLA-DR dan
anti gen ini akan di perkenalkan kepada sel limfosit T melalui CD4
(cluster of differentiation-4) yang akan mengenal HLA-DR dan CD3
(cluster of differentiation-3) yang akan mengenal anti gen yang
telah diproses. Perkenalan ini terjadi di kulit atau di kelenjar
limfe regional.Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi
Sel-T untuk mensekresi IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 (IL-2R).
Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi Sel-T spesifik, sehingga
menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel-T memori (sel-T
teraktivasi) akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke
seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi.
Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.2. Fase
elisitasiFase elisitasi ini dimulai saat terjadi pajanan ulang
allergen (hapten), setelah difagosit oleh sel Langerhans dengan
cepat akan di kenal oleh sel memori sehingga sel memori akan
mengeluarkan IFN- (interferon gamma) yang akan merangsang
keratinosit mengekspresikan ICAM-1 dan HLA-DR pada permukaan
keratinosit. ICAM-1 akan memungkinkan keratinosit berikatan dengan
Sel-T dan sel lekosit yang lain yang mengekspresikan LFA-1
(lymphocyte associated-1).Seperti telah kita ketahui HLA-DR akan
memungkinkan keratinosit berikatan dengan Sel-T limfosit dan Sel-T
sitotoksik. Di samping itu keratinosit akan memproduksi IL-1, IL-6,
TNF-, dan GM-CSF yang semua ini akan mengaktivasi sel limfosit T.
IL-1 memproduksi eicosanoid, di mana kombinasi antara eicosanoid
dan sitokin- sitokin yang dibentuknya akan mengaktifkan sel mast
dan makrofag, sehingga akan terbentuklah histamin yang menimbulkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Semua
proses yang telah disebut di atas menimbulkan reaksi radang yang
kita kenal sebagai dermatitis kontak alergika.2.5 GAMBARAN
KLINIKPenderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung
pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai
dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat
pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat
tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritem dan edema
lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur,
batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak iritan kronis, mungkin penyebabnya juga campuran.
1,62.6 DIAGNOSISDiagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang
cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti.Kriteria diagnosis DKA
antara lain : 1 Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali
tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah
atau sering kontak dengan bahan serupa. Terdapat tanda-tanda
dermatitis disekitar tempat kontak dengan gejala klinis lebih
ringan serta timbulnya lebih lambat. Polimorf, rasa gatal. Riwayat
penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang
bersangkutan maupun keluarganya. Lokasi lesi, misalnya : di ketiak
oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, di kedua kaki
oleh sepatu/sendal. Uji tempel (patch test) dengan bahan yang
dicurigai hasilnya positif.2.7 DIAGNOSIS BANDING Dermatitis kontak
iritan, sebagai berikut (lihat tabel).DKADKI
SeranganMendadak dalam 1-2 hari pada orang tersesitisasi.Lambat,
minggu, bulan, tahun
KeluhanGatal.Perih.
PemeriksaanPredominan efloresensi akut dan sub akut. Eritema,
edema, vesikel, eksudasiPredominan efloresensi khronis : kering,
ragaden. Selanjutnya eritem likhenifikasi, ekskoriasi
PenyebabNikel, khrom, tumbuhan, karet, plastik, cat, kosetik,
obatAir, sabun, deterjen, pelarut
Perjalanan penyakitSensitifitas bertahan lama, dapat terjadi
toleransiCondong khronis
Tes tempel+-
Reaksi setelah tes tempelReaksi meningkat (crecendo)Jika terjadi
iritasi reaksi menurun (decrecendo)
SpongiosisMulai bagian bawah stratum spinosumMulai lebih
kepermukaan
Dermatitis nummularis jika tampilan klinis agak basah, tes
tempel negatif. Dermatitis atopik, terdapat tanda-tanda atopik.
Dermatitis seboroik terutama jika mengenai aksila, tidak ada
memakai kontaktan seperti deodoran. Psoriasis terutama jika
mengenai telapak tangan, yang dominan merah, skuama tebal seperti
lilin dan pustula, kebanyakan tidak gatal. Tinea pedis jenis
hiperkeratosis, jamur positif. 1,6,82.8 PEMERIKSAAN PENUNJANGUji
tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitifitas kulit ketika
kontak dengan suatu zat. Dasar teori dari uji tempel ini ada memicu
respon imun dengan memberikan sejumlah allergen kepada orang yang
sudah tersensitisasi dan menilai derajat respon yang timbul.
Terdapat banyak allergen yang dapat menyebabkan DKA sehingga tidak
mungkin untuk menguji seseorang dengan semua allergen tersebut.
Riwayat yang jelas dan observasi pola dermatitis, lokalisasi pada
tubuh, dan tahap perkembangan penyakitnya sangat membantu dalam
menentukan penyebab. Uji tempel dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis, namun harus disertai dengan riwayat penyakit dan gejala
klinis penyakitnya.1Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan
dalam pelaksanaan uji tempel : 11. Dermatitis harus sudah tenang
(sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi
reaksi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu, dapat
juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.2.
Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji
tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20
mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat
menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian kortikosteroid topikal
di punggung dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes
dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sun burn) yang terjadi 1-2
minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negatif
palsu. Sedangkan anti histamin sistemik tidak mempengaruhi hasil
tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.3. Uji tempel dibuka
setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada
hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.4. Penderita dilarang
melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar
(tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif
palsu.Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya 48 jam, dan
menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya
sampai pembacaan terakhir selesai.5. Uji tempel dengan bahan
standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat
tipe urtikaria dadakan (immediate urticarial type), karena dapat
menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada
penderita semacam ini dilakuka tes prosedur khusus.Setelah
dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan
pertama dilakukan 15 30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan
bahan yang diui telah meghilang atau minimal. Hasilnya dicatat
sebagai berikut : 11 = reaksi lemah (non vesikular) : eritema,
infiltrat, papul (+)2 = reaksi kuat : edema atau vesikel ++3 =
reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)4 = meragukan
hanya makula eritematosa (?)5 = iritasi : seperti terbakar ,
pustul, atau purpura (IR)6 = reaksi negatif (-)7 = excited skni8 =
tidak dites (NT=not tested)Pembacaan kedua dilakukan sampai satu
minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi.
Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara
respons alergik dan respons iritasi, dan juga mengidentifikasi
lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat
bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan
kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai sat minggu
setelah aplikasi. 1Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain
bila konsentrasi terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat
iritan bila dalam keadaan tertutup (oklusi), efek pinggir uji
tempel, umumnya karena iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi
lebih kuat, sedang di bagian tengahnya reaksi ringan atau sama
sekali tidak ada. Ini desebankan karena meningkatnya konsentrasi
iritasi cairan dibagian pinggir. Sebab lain oleh karena efek tekan,
terjadi bila menggunakan bahan padat. 1Reaksi negatif palsu dapat
terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat,
bahan uji tempel tidak melekat dengan baik, atau longgar akibat
pergerakan, kurang cukup waktu penghentian pemkaiaan kortikosteroid
sistemik atau topikal poten yang lama dipakai pada area uji tempel
dilakukan. 12.9 PENATALAKSANAANPenatalaksanaan yang terpenting
adalah mencari penyebab, yang kadang-kadang agak sukar, apalagi
kalau ada hubungan dengan pekerjaan. Setelah diketahui penyebabnya
maka penyebab harus dihindari.Obat yang digunakan : 1,4-81. DKA
akut 3 x 10 mg prednison selama 5 hari dan topical salep / krim
kortikosteroid.2. Jika basah di kompres terlebih dahulu dengan
larutan garam faal atau larutan air salisil 1:1000, setelah kering
di beri salep / krim kortikosteroid.3. Jika terjadi infeksi
sekunder diberikan anti biotika.4. Mengganggu proses patogenesis
misalnya : penyinaran dengan sinar ultra violet B (UV-B) yang
menurunkan kemampuan fungsi sel Langerhans dan limfosit, pemberian
Cyclosporine A yang menurunkan fungsi sel Langerhans tanpa efek
sitotoksit terhadap sel Langerhans dan limfosit T.2.10
PROGNOSISPrognosis umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat
disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadikronis bila terjadi
bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopi,
dermatitis numularis, atau psoriasis), atau terpajan oleh alergen
yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan
terentu atau terdapat di lingkungan penderita.1
BAB IIIPRESENTASI KASUS
IDENTITAS PASIENNama: Ny. NUmur/tanggal lahir: 50 tahun/ 15
Maret 1958Jenis kelamin: Wanita Pekerjaan: Ibu rumah tangga Alamat:
Perumnas Panggambiran, PadangStatus perkawinan: Sudah menikahNegeri
asal: PadangAgama: IslamSuku: Jambak
ANAMNESISSeorang pasien wanita berusia 50 tahun datang ke poli
kulit kelamin RS DR M. Djamil dengan :
KELUHAN UTAMABercak merah yang terasa gatal di kedua punggung
kaki sejak 3 minggu yang lalu
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Bercak merah yang terasa gatal di
kedua punggung kaki sejak 3 minggu yang lalu. Bercak muncul pertama
kali 2 bulan yang lalu setelah pasien memakai sendal berbahan dasar
kulit yang baru dibeli, dua hari kemudian timbul bercak kemerahan
dan gatal pada kedua punggung kaki. Pasien seorang ibu rumah
tangga. Pasien tinggal bersama 8 orang anggota keluarga (3 orang
anak, ayah, 2 orang adik, suami), di perumnas dengan luas bangunan
sekitar 30 m2. Riwayat bersin-bersin di pagi hari ada. Pasien
selalu memakai sendal bahan dasar kulit jika keluar rumah. Rasa
gatal dirasakan tidak bertambah sewaktu istirahat. Rasa gatal tidak
berkurang meskipun sandal sudah dilepas. Rasa perih pada daerah
punggung kaki tidak ada. Tidak ada riwayat kontak dengan detergen
dalam waktu lama. Tidak ada riwayat kontak dengan hewan peliharaan
sebelumnya. Tidak ada riwayat berkebun, bersawah sebelumnya. Pasien
mandi dua 2 kali sehari dan selalu mengganti pakaiaan bersih setiap
habis mandi. Riwayat memakai handuk, sabun, dan pakaiaan bersama
tidak ada. Riwayat merokok dan minum-minuman keras tidak ada.
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Sebelumnya pasien tidak pernah menderita
rasa gatal dan kemerahan pada punggung kaki. Riwayat menderita DM
disangkal. Riwayat Hipertensi disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA/RIWAYAT ATOPI/ALERGI Tidak ada anggota
keluarga yang menderita rasa gatal dan kemerahan pada punggung
kaki. Tidak ada riwayat alergi obat.
PEMERIKSAAN FISIKSTATUS GENERALISKeadaan Umum: baik Kesadaran:
komposmentis kooperatif, GCS 15Status gizi: baik Tekanan darah:
tidak diukurNadi: 80x/menitRR: 19x/menitBerat badan: 50 kg, BMI :
19,5Tinggi badan: 160 cmPemeriksaan Thoraks: tidak
diperiksaPemeriksaan KGB inguinal lateral : tidak diperiksa
STATUS DERMATOLOGIKUSLokasi : kedua punggung kakiDistribusi:
terlokalisir, bilateralBentuk/ Susunan : mengikuti pola
sandal/tidak khasBatas : tidak tegas Ukuran: plakatEfforesensi:
plak eritema, skuama putih, likenifikasi, fisur
Status Venereologikus: tidak diperiksaKelainan selaput lendir:
tidak ditemukan kelainan Kelainan kuku: ditemukan kelainanKelainan
rambut: ditemukan kelainan
DIAGNOSIS KERJADermatitis kontak alergi ec (suspek sandal bahan
dasar kulit).
DIAGNOSIS BANDING Tinea pedis. Dermatitis kontak iritan.
Neurodermatitis.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah rutin: Diharapkan eosinofilia
Urin Rutin: Diharapkan dalam batas normal Feces: Diharapkan dalam
batas normal Kerokan Kulit punggung kaki dg KOH : Tidak ditemukan
hifa atau sporaPEMERIKSAAN ANJURANUji Tempel (skin patch test).
TERAPI Umum Hindari kontak dengan alergen penyebab. Hindari
garukan dan pengelupasan lesi. Kontrol berobat.Khusus Sistemik:
Prednison 3x10 mg, CTM 3x4 mg. Topikal: Betametason 0,1 % salap, 2
x sehari, setelah mandi.
PROGNOSIS Quo ad sanam : bonam Quo ad vitam : bonam Quo ad
kosmetikam : bonam Quo ad fungsionam : bonam
GAMBAR
DAFTAR PUSTAKA
1. Sri Adi Sularsito, Suria Djuanda. Dermatitis. In: Prof. Dr.
dr. Adhi Djuanda, dr. Mochtar Hamzah, Prof. Dr. dr. Siti Aisah
(eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007; p. 129-138.2. Dorland, W.A. Newman.
2002. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC3. Baratawijaya, Karnen Garna.
2006. Imunologi Dasar. Jakarta: FKUI.4. Bos JD, Ed. Skin immune
sistem (SIS). Boca Raton Florida: CRP Press, 1990.5. Rietschel RL,
fowler JF. Fishers Contact dermatitis, 4th ed. Philadelphia :
Lippingcott William & Wilkins, 2001.6. Bernhard JD, Ed. Itch
mechanism and management of pruritus. New York: Mc Graw Hill,
19947. Atlas of contact dermatitis. USA, Schering Coorporation,
1985.8. Leok GS. Contact dermatitis an update. Dalam Eksema
permasalahan dan penanggulangannya. Kumpulan Makalah Ilmiah.
Jakarta: Perdoski Jaya 1990:53-59. 9. Subowo. Immunologi klinik.
Bandung : Angkasa, 1993.10. Lidadari D, Pohan SS. Dermatitis akibat
pemakaian kosmetika muka. Berkala Ilmu Penyakit Kulit &
Kelamin, 1998; 10: 51-59.11. Abbas AK, Lichtmana AH, Pober JS.
Cellular and moleculer imunulogy, 4th ed. Philadelphia : WB
Saunders, 2000.12. Lalita, Cipto H, Subaryo RW. Siste imun kulit.
MDVI, 1998: 25: 86-94.13.
http://www.comlaw.gov.au/Details/F2011L01753, diakses tanggal 12
Okt. 12 pukul 15.10 WIB
13