BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi
kronik yang tidak diketahui pasti penyebabnya yang ditandai dengan
poliarthritis perifer dan simetris. Keduanya pada umumnya merupakan
akibat dari inflamasi arthritis dan kerusakan sendi, serta gangguan
fisik. Karena RA merupakan penyakit sistemik, RA menimbulkan
berbagai manifestasi ekstraarticular, termasuk kelelahan, nodul
pada lapisan subcutaneous, lung involvement, pericarditis,
neuropati perifer, vaskulitis, dan keabnormalan dari hematologi
(Braunwald, et.al., 2012).Rheumatoid arthritis merupakan bentuk
arthritis inflamasi yang menyebabkan nyeri sendi dan kerusakan.
Rheumatoid arthritis menyerang lapisan sendi (sinovium) menyebabkan
pembengkakan yang dapat menyebabkan sakit, berdenyut-denyut dan
akhirnya cacat (Suryana, 2010).
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi1. Faktor GenetikPenyebab
penyakit rheumatoid arthritis (RA) belum diketahui secara pasti.
Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian RA,
dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan
HLA class II histocompatibility antigen, DRB1-9 beta chain
(HLA-DRB1) dengan kejadian RA telah diketahui dengan baik, walaupun
beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan RA seperti daerah
18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode aktivator reseptor nuclear
factor kappa B (NF-B) (Suarjana, 2009).Gen ini berperan penting
dalam resorpsi tulang pada RA. Faktor genetik juga berperanan
penting dalam terapi RA karena aktivitas enzim seperti
methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine
methyltransferase untuk metabolisme methoraxate dan azathioprine
ditentukan oleh faktor genetik. Pada kembar monozigot mempunyai
angka kesesuaian untuk berkembangnya RA lebih dari 30% dan pada
orang kulit putih dengan RA yang mengekspresikan HLA-DL1 atau
HLA-DR4 mempunyai angka kesesuain sebesar 80% (Suarjana, 2009).2.
Hormon SeksPrevelansi RA lebih besar pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki, sehingga diduga hormon seks berperanan dalam
perkembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi
perbaikan gejala RA selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena
adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR
sehingga terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan
perbaikan penyakit. Selain itu, terdapat juga perubahan profil
hormon. Placental corticotropin releasing hormone secara langsung
menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan
androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal
fetus (Suarjana, 2009).Androgen bersifat imunosupresi terhadap
respon imun selular dan humoral. DHEA merupakan substrat penting
dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan progesteron
menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon imun
selular (Th1). Oleh karena pada RA respon Th1 lebih dominan
sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan
terhadap perkembangan RA. Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan
mencegah kemungkinan RA atau berhubungan dengan penurunan insiden
RA yang lebih berat (Suarjana, 2009).
3. Faktor InfeksiBeberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen
penyebab. Organisme diduga menginfeksi sel induksi sel (host) dan
merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan
timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang
secara nyata terbukti sebagai penyakit (Suarjana, 2009).Tabel 1.
Agen Infeksi yang Diduga sebagai Penyebab RA Agen infeksiMekanisme
patogenik
MycoplasmaInfeksi sinovial langsung, superantigen
Parvovirus B19Infeksi sinovial langsung
RetrovirusInfeksi sinovial langsung
Enteric bacteriaKemiripan molekul
MycobacteriaKemiripan molekul
Epstein-Barr VirusKemiripan molekul
Bacterial Cell WallsAktivasi mikrofag
4. Protein heat shock (HSP)HSP adalah protein yang diproduksi
oleh sel pada semua spesies sebagai respon terhadap stress. Protein
ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. HSP tertentu
manusia dan HSP mikobacterium tuberkulosis mempunyai untain 65%
yang homolg. Hipotesisnya dalah antibodi dan sel T mengenali epitop
HSP pad agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi
silang limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi
imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul
(molecular mimcry) (Suarjana, 2009).
C. Anatomi sendiBeberapa komponen penunjang sendi Velyn C.
Pearce. 2006):1. Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang
melapisi sendi. Di bagian dalamnya terdapat rongga.1. Ligamen
(ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung
tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi
mencegah dislokasi.1. Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah
jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang. Berguna
untuk menjaga benturan.1. Cairan sinovial adalah cairan pelumas
pada kapsula sendi.Macam-macam persendian berdasarkan pergerakannya
:1. SinartrosisAdalah persendian yang tidak memperbolehkan
pergerakan. Dapat dibedakan menjadi tiga:1. Sinartrosis sinfibrosis
(sindemosis): sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat
fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak, antara gigi dan
rahang, antara radius dan ulna1. Sinartrosis sinkondrosis:
sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan. Contoh: hubungan
antarsegmen pada tulang belakang.1. Sinostosis : Persambungan
tulang dipisahkan olehjaringan tulang misalnya persambungan pada os
ilium, os iskium,dan os pubikum1. DiartrosisDiartrosis adalah
persambungan antara dua tulang atau lebih yang memungkinkan
tulang-tulang bergerak satu sama lain. Diantara tulang-tulang yang
bersendi tersebut terdapat rongga yang disebut kavum artikulare.
Diartrosis ini juga disebut sebagai sendi sinovial yang tersusun
atas bonggol sendi (kapsul retikuler), bursa sendi dan ikat sendi
(ligamentum).Dapat dikelempokkan menjadi:1. Sendi peluru:
persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah. Contoh:
hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.1. Sendi pelana:
persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak
ke segala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan jari
tangan.1. Sendi putar: persendian yang memungkinkan gerakan
berputar (rotasi). Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang
belakang I (atlas).1. Sendi luncur: persendian yang memungkinkan
gerak rotasi pada satu bidang datar. Contoh: hubungan tulang
pergerlangan kaki.1. Sendi engsel: persendian yang memungkinkan
gerakan satu arah. Contoh: sendi siku antara tulang lengan atas dan
tulang hasta.1. AmfiartosisPersendian yang dihubungkan oleh
jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya sedikit
gerakan. Misalnya sendi sacro iliaka dan sendi- sendi antara corpus
vertebra. Sendi sinovial umumnya dijumpai pada ekstremitas. Pada
sendi ini ditemukan adanya celah sendi, rawan sendi, membran
sinovium serta kapsul sendi.1. Simfisis Tulang dihubungkan oleh
jaringan tulang rawan yang berbentuk seperi cakram. Contoh:
hubungan antara ruas-ruas tulang belakang (Velyn C. Pearce.
2006)
Gambar 1. Sendi synovialD. PatofisiologiPeranan sinovial
mediator pada ARSynovial mediator ataupun sitokin yang dihasilkan
akibat adanya aktivasiberbagai sel imunokompeten mengaktivasi
endotel vaskuler, dan sel-sel inflamasi lainnya yang akhirnya
sel-sel tersebut mensekresi sitokin. Pada AR tampak gangguan
keseimbangan sitokin pro inflamasi dan anti inflamasi yang
menyebabkan otoimunitas berjalan. Berbagai sitokin terlibat pada
kerusakan dan inflamasi sinovium. Interleukin-1 dan TNF- merupakan
sitokin yang memiliki peran penting dalampathogenesis AR. Kedua
sitokin ini merupakan stimulator yang kuat sel-sel
fibroblastsinovium, osteoklas dan kondrosit ( Kumar, V., Cotran, R.
S., Robbins, S. L., 2007).
Tabel 1. Sitokin- sitokin yang terlibat dalam patologi RASuatu
antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan
diproses oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari
berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik atau
makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran
selnya. Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh
sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat pada
permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks
trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan
interleukin-1 (IL-1) yang dibebaskan oleh monosit atau makrofag
selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel CD4+ (Suryana,
2010).Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut
akan mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan
CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada
reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan
terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel
CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam
lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga
mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor
necrosis factor (TNF-), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4),
granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta
beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk
meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi
dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi antibodi
oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4 (Suryana,
2010).Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang
dihasilkan akan membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara
bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan kompleks imun akan
mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan
komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor
kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular juga
dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit
ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran
sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR
adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran sinovial,
infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial
(Suryana, 2010). Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan
disertai oleh pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas,
leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan
stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.
Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi
hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas
cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen
dan proteoglikan rawan sendi (Suryana, 2010).Prostaglandin E2(PGE2)
memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya
resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF. Rantai
peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen
penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi
pada AR, antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada
struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan
berlangsung terus. Tidak terhentinya destruksi persendian pada AR
kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid.
Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop fraksi
Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan
berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri,
sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan
kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell
yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim
proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat (Suryana, 2010).
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan
kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen
yang paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus merupakan
jaringan granulasi yang terbentuk dari makrofag dan sel-sel radang
lainnya, factor pertumbuhan (Fibroblast Growth Factor, FGF) yang
menyebabkan proliperasi fibroblast serta faktor angiogenesis
(Vascular Endothelial Growth Factor, VEGF) yang membentuk pembuluh
darah baru ( neovaskularisasi) (Suryana, 2010).
Gambar 2. Mekanisme erosi sendi oleh osteoklast pada AR
Gambar 3. Peran sentral IL-1 dan TNF- dalam pathogenesis AR
E. Klasifikasi Sumariyono (2010) mengklasifikasikan rheumatoid
arthritis menjadi 4 tipe, yaitu: 1. Rheumatoid arthritis klasik
pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat
5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus
menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.3. Probable rheumatoid
arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus
terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
F. Diagnosis1. Anamnesis Anamnesis yang terarah dan mendetail
memegang peran penting dalam menentukan asal/sumber keluhan pasien
dan membantu memfokuskan evaluasi lanjutan yang diperlukan.
Terdapat 3 pertanyaan penyaring adanya kelainan muskuloskeletal
yaitu: 1. adakah nyeri atau kakaku pada otot, sendi atau tulang
belkang, 2. apakah dapat mengenakan pakaian secara lengkap tanpa
kesulitan, 3. bisakah naik atau turun tangga tanpa kesulitan
(Sumariyono, 2010). Terdapat beberapa hal yang harus ditentukan
oleh dokter / mendapat jawaban pada anamnesis (Sumariyono, 2010):
Apakah masalah pada pasien regional atau general, simetris atau
asimetris, perifer atau sentral? Apakah akut atau kronis? Apakah
progresif? Apakah gejalanya mengesankan inflamasi atau bukan
inflamasi atau kerusakan struktural? Apakah ada gejala atau proses
sistemik? Apakah ada penyakit yang mendasari, yang merupakan
predisposisi masalah reumatik tertentu? Apakah terdapat gangguan
fungsional atau kecacatan? Adakah riwayat keluarga yang memiliki
keluhan yang sama atau berlebihan.Melalui anamnesis yang terarah
dan mendetail tersebut sebagian besar keluhan reumatik sudah dapat
dikelompokkan bahkan diagnosispun sering bisa ditegakan. Pada
artritis rheumatoid gejala utama adalah nyeri sendi, perlu diingat
bahwa RA adalah penyakit sistemik sehingga memberikan manifestasi
berupa demam, berat badan turun dan fatique. Pada umumnya onset
nyeri dan bengkak sendi perlahan-lahan selama beberapa minggu
sampai bulan, tetapi sebagian kecil kasus ada yang memberikan
gejala poliartritis yang mendadak berat. Kadang kadang ada yang
memberikan gejala awal self-limites episode mono atau
oligoartikular selama beberapa hari atau minggu yang kemudian
berulang kembali, yang sering disebut sebagai palindromic
rheumatism (Sumariyono, 2010). Sendi yang umumnya terlibat pada RA
adalah sendi kecil seperti sendi pergelangan tangan, MCP, PIP, dn
MTP. Sendi besar seperti ankle, lutut, siku dan bahu juga sering
terlibat. Sendi DIP dan thoracolumbal hampir tidak pernah terlibat
RA. Sendi yang terlibat umumnya simestris dan kaku pagi biasanya
lebih dari 1 jam. Hal ini merupakan ciri khas RA dan dimasukan
kriteria klasifikasi menurut ACR 1987. Pada sebagian besar kasus RA
perjalanannya kronik dan progresif dan bila tidak mendapatkan
pengobatan adekuat akan mengakibatkan kerusakan sendi (Sumariyono,
2010).2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik pada keluhan
muskuloskeletal meliputi sendi beserta struktur yang mendukungnya,
tulang dan otot yang menggerakannya. Inspeksi meliputi penilaian
ada tidaknya pembengkakan, perubahan warna kulit (kemerahan),
atrofi otot, apakah deformitas serta apakah simetris dengan sisi
kontralateral. Palpasi menilai apakah lebih hangat dan apakah
terdapat nyeri. Untuk menilai fungsi pergerakan sendi dapat
dilakukan secara aktif maupun pasif. Lingkup gerak sendi bisa
akibat peradangan tetapi bisa juga akibat kerusakan struktural pada
sendi (Sumariyono, 2010).Pada artritis rheumatoid manifestasi
artikular merupakan penemuan pemeriksaan fisik yang paling banyak
ditemukan. Biasanya didapatkan bengkak, nyeri hangat dan kemerahan
yang simetris. Pada penyakit yang lanjut sering didapatkan
deformitas, seperti deviasi ulnar jari-jari, subluksasi sendi MCP,
hiperekstensi (swan neck) atau hiperefleksi (boutonniere) pada
sendi PIP. Berkurangnya lingkup gerak sendi pada pergelangan tangan
dan siku bisa terjadi akibat sinovitis atau karena kerusakan rawan
sendi (Sumariyono, 2010). Pada RA yang disertai keterlibatan
vertebrata servikal biasanya memberikan gejala kekakuan leher.
Manifestasi ekstraartikular bisa ditemukan pada 50% kasus selama
perjalanan penyakit AR. Manifestasi ekstrartikuler yang paling
sering ditemukan adalah sjogren syndrome. Manifestasi
ekstraartikuler lainnya bisa berupa skleritis dan perikarditis,
uveitis, keratitis, nodul rheumatoid, episkleritis, sindrom felty,
interstitiel lung disease, neuropati akibat jepitan saraf,
vaskulitis serta ganggguan hematologi, ginjal, dan hati
(Sumariyono, 2010).3. Pemeriksaan penunjanga. Pemeriksaan
LaboratorisTidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
mendiagnosis artritis reumatoid. Beberapa hasil uji serologis
laboratorium menunjukan adanya kenaikan titer antibodi IgM yang
bereaksi terhadap perubahan IgG -1 dan IgG -2 yang juga meningkat.
Faktor reumatoid (RF) ditemukan negatif (0,7 pg/mL (Suarjana,
2009).Pada pemeriksaan darah rutin sering ditemukan kenaikan laju
endap darah (LED) hingga >30mm/jam. Kenaikan CRP atau LED dapat
digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit (Suarjana, 2009).
Pada AR sering pula ditemukan penurunan kadar Hb yang bila kemudian
diperiksa melalui apusan darah tepi menunjukan anemia normositik
normokrom akibat pengaruhnya pada sumsum tulang (Price, 2005).
Hitung sel leukosit (WBC) meningkat mencapai 2000/L dengan lebih
dari 75% leukosit PMN, hal ini merupakan karakteristik peradangan
pada artritis, namun hal tersebut tidak mendiagnosis RA
(Sumariyono, 2010).Pemeriksaan cairan sinovial diperlukan bila
diagnosis meragukan. Pada AR tidak ditemukan kristal, kultur
negatif, dan kadar glukosa rendah (Suarjana, 2009). Analisi cairan
sinovial tidak menunjukkan satupun temuan spesifik untuk artritis
reumatois, namun menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi. Cairan
sinovial biasanya keruh, dengan kekentalan yang menurun, dan
peningkatan kandungan protein (Sumariyono, 2010).b. Pemeriksaan
RadiologisFoto polos sendi mungkin normal atau tampak adanya
osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit,
Foto pergelangan tangan dan pergelangan kaki penting untuk data
dasar, sebagai pembanding dalam penelitian selanjutnya (Suarjana,
2009). Setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, dapat
terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya struktur rawan
sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan
penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya
irreversibel (Price, 2005).c. Pemeriksaan MRIMagnetic Resonance
Imaging (MRI) memberikan gambaran yang jelas dari perubahan
jaringan lunak, kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang yang
dihubungkan dengan artritis reumatoid. MRI mampu mendeteksi adanya
erosi sendi lebih awal dibandingkan dengan foto polos dan
dilengkapi dengan tampilan struktur sendi yang lebih rinci
(Suarjana, 2009).
Gambar 1. Pasien RA menunjukkan adanya penebalan jaringan ikat
dan penyempitan celah sendi interphalanx proksimal (sumber:
American Journal of Roentgenology)Gambaran patognomonik artritis
reumatoidPatognomonik RA adalah munculnya nodul-nodul reumatoid
yang merupakan massa jaringan lunak yang biasanya tampak diatas
permukaan ekstensor pada aspek ulnar pergelangan tangan atau pada
olekranon, namun adakalanya terlihat diatas prominensia tubuh,
tendon, atau titik tekanan. Karakteristik nodul ini berkembang
sekitar 20% pada penderita artritis reumatoid dan tidak terjadi
pada penyakit lain, sehingga membantu dalam menegakkan diagnosis
(Eisenberg RL, Johnson NM, 2003). Kekakuan selama minimal 1 jam dan
artritis yang simetris juga menjadi gejala khas dari RA (Suarjana,
2009).
Gambar 2. Nodul reumatoid di zona persendian lutut (sumber:
University of California, Sandiego)
Kriteria Diagnosis Artritis Reumatoid menurut American
Rheumatism Association (ARA) Revisi 1987 (Sumariyono, 2010) dapat
dilihat pada Tabel 2. dibawah ini.Tabel 2. Kriteria Diagnosis RA
menurut ARA (1987)KriteriaDefinisi
1. Kaku pagi hariKekakuan pada pagi hari pada persendian dan
disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan
maksimal
2. Artritis pada 3 daerahPembengkakan jaringan lunak atau
persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada
sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh
seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang
memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku
pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.
3.Artritis padapersendian tanganSekurang-kurangnya terjadi
pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera
diatas.
4. Artritis simetrisKeterlibatan sendi yang sama (seperti yang
tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP,
MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak
bersifat simetris.
5. Nodul rheumatoidNodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi
oleh seorang dokter.
6.Faktor rheumatoid serumTerdapatnya titer abnormal faktor
reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil
positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.
7. Perubahan gambaranPerubahan gambaran radiologis yang
radiologis khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan sinar X
tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus
menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang
berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi
(perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi
persyaratan).
Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita
artritis reumatoid jika ia sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7
kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama
6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan.
Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit,
probable atau possible tidak perlu dibuat.
* PIP :Proximal Interphalangeal, MCP :Metacarpophalangeal,
MTP:Metatarsophalangeal.
G. DIAGNOSIS BANDINGArtritis reumatoid harus dapat dibedakan
dengan kelainan-kelainan yang menyebabkan poliartritis berdasarkan
tanda dan gejala serta hasil pemeriksaan radiologi dapat dilihat
pada Tabel 3 dan Tabel 4. dibawah ini (Setyohadi, 2010).
Tabel 3. Diagnosis Banding Artritis Rheumatoid Berdasarkan Tanda
Dan GejalaArtritis ReumatoidGoutOsteoartritis
Tanda dan Gejala
Kaku sendi Kaku sendi di pagi > 1jam dan berlangsung minimal
6 mingguJarang Kaku sendi< 30 menit
Nyeri sendiMembaik dengan aktifitasTidak khasMemberat dengan
aktifitas dan membaik dengan istirahat
Awitan Gradual Akut Gradual
Inflamasi ++-
Jumlah sendiPoli Mono>poliPoli
Tipe sendiKecil Kecil-besarKecil-besar
Predileksi MCP, PIP, Pergelangan tangan/kakiMTP, Kaki,
pergelangan tangan dan kakiIst, CMC, DIP, PIP
PatologiPannusMikrotofiDegenerasi
Temuan sendiUlnar def, Swan neck, BoutonniereKristal
uratBouchardis nodes, Heberdenis node
Tabel 3. Diagnosis Banding Artritis Rheumatoid Berdasarkan Hasil
Pemeriksaan Radiologi Artritis ReumatoidGoutOsteoartritis
Gambaran Radiologi
Soft tissue swellingPeriartrikular, simetrisEsentrik,
tophiIntermitten, tidak sejelas yang lain
SubluksasiYaTidak biasaKadang-kadang
MineralisasiMenurun di periartrikularBaikBaik
KalsifikasiTidakKadang-kadang pada tophiTidak
Celah sendiMenyempitBaik hingga menyempitMenyempit
ErosiTidakPunched out dengan garis sklerotikYa, pada
intraartikular
Produksi tulangTidakMenjalar ke tepi korteksYa
SimetriBilateral, simetriAsimetriBilateral, simetri
LokasiProksimal ke distalKaki, pergelangan kaki, tangan dan
sikuDistal ke proksimal
Karakteristik yang membedakanPoliartrikularPembentukan
kristalSeagull appearance pada sendi interfalangeal
H. Penatalaksanaan1. Non-farmakologisa. Edukasi Edukasi yang
cukup penting bagi pasien, keluarga, dan orang-orang yang
berhubungan dengan penderita.:1) Pengertian tentang patofisiologi2)
Penyebab penyakit3) Prognosis penyakit4) Semua komponen program
penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks5) Sumber-sumber
bantuan untuk mengatasi penyakit ini6) Metode-metode efektif
tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
(Suarjana, 2009)b. IstirahatPerencanaan aktivitas mutlak diperlukan
bagi pasien rheumatoid arthritis karena penderita biasanya disertai
dengan rasa lelah yang hebat. Kekakuan dan rasa kurang nyaman
biasanya dapat diperingan dengan beristirahat (Price,2005).c.
Latihan-latihan spesifikLatihan spesifik ini bertujuan untuk
mempertahankan fungsi sendi (Price,2005). Latihan ini dapat berupa
:1) Gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, minimal
dua kali dalam sehari.2) Kompres panas pada sendi. Tujuan dari
kompres panas ini untuk mengurangi nyeri pada sendi.3) Mandi
parafin dengan suhu yang dapat diatur. Latihan ini paling baik
diatur dan diawasi oleh tenaga kesehatan yang sudah mendapat
latihan khusus, seperti fisioterapi atauterapis kerja.d. Alat
pembantu dan adaptifAlat pembantu dan adaptif ini mungkin
diperlukan saat melakukan aktivitas sehari-hari, seperti tongkat
untuk membantu berdiri dan berjalan (Price,2005)2. Farmakologis a.
Aspirin dan semua golongan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid
(OAINS) dengan tujuan : terapi awal untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan (Suarjana, 2009).b. GlukokortikoidSteroid dengan
prednisone dengan dosis kurang 10 mg/hari.Mekanisme kerja : untuk
meredakan gejala dan memperlambat kerusakan sendi. Pemberian
glukokortikoid harus disertai pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin
D 400-800 IU/hari (Suarjana, 2009).c. DMARD (Disease Modifying Anti
Rheumatic Drugs)Pemberian DMARD harus mempertimbangkan aspek :1)
Kepatuhan pasien2) Beratnya penyakit3) Pengalaman dokter 4) Adanya
penyakit penyertaPemilihan terapi DAMRD pada AR. Target terapi
adalah remisi atau (minimal) aktifitas penyakitnya menjadi ringan
(DAS28