1 DASAR-DASAR GAGASAN AKUNTANSI ISLAM Sejak awal, Islam telah menanamkan ajaran accountable, transparency, dan responsible bagi setiap pelaku bisnis, baik dalam bentuk perorangan maupun lembaga. Dasar utamanya QS. Al-Baqarah: 282. DSN (Dewan Syariah Nasional) berada di bawah naungan MUI sejak 1999, mulai bergema secara nasional dan mewadahi seluruh kebutuhan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) terhadap bimbingan fatwa. Tugas DSN-MUI: - Mempublikasikan penerapan ekonomi Islam kepada masyarakat melalui fatwa-fatwanya sebagai pedoman pelaksanaan bagi para pelaku ekonomi Islam, serta - Mengawasi produk-produk LKS agar sesuai dengan syariah Islam. Untuk keperluan pengawasan tersebut, DSN membuat garis panduan syariah yang bersumber dari hukum-hukum Islam yang menjadi dasar dalam pengawasan dan pengembangan produk-produk yang akan dikeluarkan oleh DSN. DSN-MUI bekerjasama dengan BI (Bank Indonesia) dan Departemen Keuangan sebagai lembaga yang memiliki otoritas dalam hal yang terkait dengan kebijakan keuangan di Indonesia. Hal utama yang mendasari kehadiran sistem ekonomi syariah di Indonesia menjadi salah satu solusi pembangunan bangsa dan negara karena tuntutan atas kesadaran umat Islam terhadap ajaran agamanya, yang notabene menjadi bangsa muslim terbesar dengan jumlah penduduknya mayoritas beragama Islam, sehingga tuntutan penerapan sistem ekonomi Islam tidak bisa terelakkan lagi. Secara etimologi (lughawi), kata “akuntansi” berasal dari bahasa Inggris accounting, dalam bahasa Arabnya disebut “muhasabah”, yang berasal dari kata hasaba, hasibah, muhasabah, atau hasaba, hisban, hisabah menimbang, memperhitungkan, mengkalkulasi, mendata, atau menghisab. Yakni menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu. Kata “hisab” banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung pada jumlah atau angka, seperti firman Allah: 1. QS. Al-Isra’: 12. “…bilangan tahun-tahun dan perhitungan…” 2. QS. Al-Thalaq:8. “…maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras…” 3. QS. Al-Insyiqaq:8. “Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.” Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau perhitungan yang ketat, teliti, akurat, dan accountable. Oleh karena itu, akuntansi adalah mengetahui sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang, dan tidak pula lebih. Pengertian akuntansi secara terminology (ishtilaahii): a. Menurut buku A Statement of Basic Accounting Theories
understanding of accounting within free details of work and information inside
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
DASAR-DASAR GAGASAN AKUNTANSI ISLAM
Sejak awal, Islam telah menanamkan ajaran accountable, transparency, dan responsible bagi setiap
pelaku bisnis, baik dalam bentuk perorangan maupun lembaga. Dasar utamanya QS. Al-Baqarah: 282.
DSN (Dewan Syariah Nasional) berada di bawah naungan MUI sejak 1999, mulai bergema secara nasional
dan mewadahi seluruh kebutuhan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) terhadap bimbingan fatwa.
Tugas DSN-MUI:
- Mempublikasikan penerapan ekonomi Islam kepada masyarakat melalui fatwa-fatwanya sebagai
pedoman pelaksanaan bagi para pelaku ekonomi Islam, serta
- Mengawasi produk-produk LKS agar sesuai dengan syariah Islam.
Untuk keperluan pengawasan tersebut, DSN membuat garis panduan syariah yang bersumber dari
hukum-hukum Islam yang menjadi dasar dalam pengawasan dan pengembangan produk-produk yang akan
dikeluarkan oleh DSN.
DSN-MUI bekerjasama dengan BI (Bank Indonesia) dan Departemen Keuangan sebagai lembaga yang
memiliki otoritas dalam hal yang terkait dengan kebijakan keuangan di Indonesia.
Hal utama yang mendasari kehadiran sistem ekonomi syariah di Indonesia menjadi salah satu solusi
pembangunan bangsa dan negara karena tuntutan atas kesadaran umat Islam terhadap ajaran agamanya, yang
notabene menjadi bangsa muslim terbesar dengan jumlah penduduknya mayoritas beragama Islam, sehingga
tuntutan penerapan sistem ekonomi Islam tidak bisa terelakkan lagi.
Secara etimologi (lughawi), kata “akuntansi” berasal dari bahasa Inggris accounting, dalam bahasa
Arabnya disebut “muhasabah”, yang berasal dari kata hasaba, hasibah, muhasabah, atau hasaba, hisban, hisabah
� menimbang, memperhitungkan, mengkalkulasi, mendata, atau menghisab.
Yakni menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu.
Kata “hisab” banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung
pada jumlah atau angka, seperti firman Allah:
1. QS. Al-Isra’: 12. “…bilangan tahun-tahun dan perhitungan…”
2. QS. Al-Thalaq:8. “…maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras…”
3. QS. Al-Insyiqaq:8. “Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.”
Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau perhitungan yang ketat, teliti,
akurat, dan accountable.
Oleh karena itu, akuntansi adalah mengetahui sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang, dan tidak pula
lebih.
Pengertian akuntansi secara terminology (ishtilaahii):
a. Menurut buku A Statement of Basic Accounting Theories
2
Akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai
bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya.
b. American Institute of Certified Public Accountant (AICPA)
Akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam
ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk
menafsirkan hasil-hasilnya.
c. Accounting Principles Board (APB)
Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa yang fungsinya memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam
ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam memilih
diantara beberapa alternatif.
Dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Syariah � suatu kegiatan identifikasi, klarifikasi, pendataan, dan
pelaporan melalui proses perhitungan yang terkait dengan transaksi keuangan sebagai bahan informasi dalam
mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung zhulum
(kezaliman), riba, maysir (judi), gharar (penipuan), barang yang diharamkan dan membahayakan.
Dengan demikian, keberadaan akuntansi dalam setiap lembaga, khususnya lembaga keuangan sangatlah
penting, karena melalui jasa akuntansi kita:
- Dapat menentukan hak dan kewajiban pihak-pihak terkait
- Dapat menyediakan informasi keuangan yang akurat dan bermanfaat dalam mengambil keputusan, serta
dapat
- Meningkatkan kepatutan dalam semua transaksi dan kegiatan usaha lainnya.
Dalam kaitannya dengan syariah, maka seorang akuntan harus memiliki sekurang-kurangnya empat (4)
dasar dalam melakukan perhitungan-perhitungan, yakni kejujuran, keadilan, kebijakan, dan kepatuhan terhadap
nilai-nilai syariah yang berimplikasi pada sebuah tanggung jawab, bukan hanya pada atasan dan masyarakat yang
terkait tetapi ganjaran Allah SWT, yang mengandung konsekuensi pertanggungjawaban dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang dibangun dalam akuntansi syariah adalah:
1) Amanah, dalam melakukan perhitungan dan neraca keuangan, serta informasi dan keterangan yang
diungkapkannya.
2) Mishdaqiah, yaitu sesuai dengan realitas. Dalam memberikan informasi neraca keuangan haruslah valid,
benar, dan sesuai dengan realita yang ada.
3) Diqqah, yaitu cermat dan sempurna.
4) Tauqit, yaitu penjadwalan yang tepat. Yaitu bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan batas waktu
yang telah ditetapkan.
5) Adil dan netral, yaitu dalam menyiapkan laporan keuangan haruslah bersikap adil tanpa tertekan karena
atas prinsip kebenaran, kejujuran, dan kemaslahatan.
6) Tibyan, yaitu transparansi dalam penyajian data-data yang jelas dan akurat.
Hal inilah yang membedakan penerapan sistem ekonomi syariah dengan sistem yang dibangun oleh ekonomi
konvensional.
3
Tujuan terpenting akuntansi menurut Islam:
a) Hifzul Amwal (memelihara uang)
Menjelaskan peranan akuntansi (pencatatan), yang tidak hanya memelihara harta, tetapi juga meneliti
dan merinci pendapatan, serta meredam konflik dan kezaliman.
b) Eksistensi al-Kitabah (pencatatan) ketika ada perselisihan
Kesaksian yang ada berupa kertas catatan atau pembukuan kontrak akan lebih kuat dan dipercaya.
c) Dapat membantu dalam mengambil keputusan
d) Menentukan hasil-hasil usaha yang akan dizakatkan
Dapat mengukur standard dan jumlah zakat hartanya. Sebaiknya alokasikan laba untuk membayar hutang
dahulu, barulah menzakati sisanya.
e) Menentukan dan menghitung hak-hak kawan yang berserikat
Hak-hak mitra bisnis, harta/uang, keuntungan-keuntungan, dalam keadaan bergabung ataupun terpisah.
f) Menentukan imbalan, balasan, atau sanksi
PSAK 59 � PAPSI 2003 � PSAK 100-106
4
SEJARAH DAN PEMIKIRAN AKUNTANSI SYARIAH
Sejarah dan pemikiran akuntansi syariah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan perekonomian Islam
termasuk nilai-nilai yang sesuai dengan Islam. Sedangkan di sisi lain akuntansi syariah sebagai cabang dari ilmu
akuntansi yang merupakan ilmu pengetahuan tentu harus melampaui proses dan tahapan tertentu. Akuntansi
syariah pada dasarnya merupakan bentuk aplikasi dari nilai-nilai Islam sebagai suatu agama yang tidak hanya
mengatur masalah keimanan tetapi juga mengatur masalah kehidupan sehari-hari.
Perkembangan Awal Akuntansi
Pada awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti, yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah hukum alam dan perhitungan yang bersifat memiliki kebenaran absolute. Sebagai
bagian dari ilmu pasti yang perkembangannya bersifat akumulatif, maka setiap penemuan metode baru dalam
akuntansi akan menambah dan memperkaya ilmu akuntansi tersebut. Bahkan pemikir akuntansi pada awal
perkembangannya merupakan seorang ahli matematika seperti Luca Paciolli dan Al-Khawarizmy.
Penemuan metode baru dalam akuntansi senantiasa mengalami penyesuaian dengan kondisi setempat,
sehingga dalam perkembangan selanjutnya, ilmu akuntansi lebih cenderung menjadi bagian dari ilmu sosial
(social science), yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena keadaan masyarakat dengan
lingkungan yang bersifat lebih relatif.
Akuntansi dalam Islam merupakan alat (tool) untuk melaksanakan perintah Allah SWT (dalam QS. 2:282)
untuk melakukan pencatatan dalam melaksanakan transaksi usaha. Implikasi lebih jauh, adalah keperluan
terhadap suatu sistem pencatatan tentang hak dan kewajiban, pelaporan yang terpadu dan komprehensif.
Akuntansi yang kita kenal sekarang diklaim berkembang dari peradaban Barat (sejak Paciolli) padahal
apabila dilihat secara mendalam dari proses lahir dan perkembangannya, terlihat jelas pengaruh keadaan
masyarakat atau peradaban sebelumnya baik Yunani maupun Arab Islam.
Perkembangan akuntansi, dengan domain “arithmetic quality” nya, sangat ditopang oleh ilmu lain
khususnya arithmetic, algebra, mathematics, alghoritm pada abad ke-9 M. Ilmu ini lebih dahulu berkembang
sebelum perkembangan bahasa. Ilmu penting ini ternyata dikembangkan oleh filosof Islam yang terkenal yaitu
Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq Al Kindi yang lahir tahun 801 M. Juga Al Karki (1020), dan Al Khawarizmy yang
merupakan asal kata dari alGorithm, algebra juga berasal dari kata Arab yaitu “al Jabr”. Demikian juga sistem
nomor, decimal, dan angka “0” yang kita pakai sekarang yang disebut angka arab sudah dikenal sejak 874 M, yang
sudah diakui merupakan sumbangan Arab Islam terhadap Akuntansi.
Sejarah Akuntansi
Akuntansi merupakan salah satu bentuk profesi tertua. Dari sejak zaman prasejarah, keluarga memiliki
perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian yang harus mereka persiapkan dan mereka gunakan
pada saat musim dingin. Ketika masyarakat mulai mengenal adanya “perdagangan”, maka pada saat yang sama
mereka telah mengenal konsep nilai (value) dan mulai mengenal sistem moneter (monetary sistem). Bukti
tentang pencatatan (bookkeeping) tersebut dapat ditemukan dari mulai kerajaan Babilonia (4500 SM), Firaun
5
Mesir dan Kode-kode Hammurabi (2250 SM), sebagaimana ditemukan adanya kepingan pencatatan akuntansi di
Ebla, Syria Utara.
Walaupun akuntansi telah dimulai dari zaman prasejarah, saat ini kita hanya mengenal Luca Paciolli
sebagai Bapak Akuntansi Modern. Paciolli, seorang ilmuwan dan pengajar di beberapa universitas yang lahir di
Tuscany-Italia pada tahun 1445, merupakan orang yang dianggap menemukan persamaan akuntansi untuk
pertama kali pada tahun 1494 dengan bukunya Summa de Arithmetica Geometria et Proportionalita (A Review of
Arithmetic, Geometry, and Proportions). Dalam buku tersebut, beliau menerangkan mengenai double entry book
keeping sebagai dasar perhitungan akuntansi modern, bahkan juga hampir seluruh kegiatan rutin akuntansi yang
kita kenal saat ini seperti penggunaan jurnal, buku besar (ledger) dan memorandum. Pada penjelasan mengenai
buku besar sudah termasuk mengenai asset, utang, modal, pendapatan, dan beban. Ia juga telah menjelaskan
mengenai ayat jurnal penutup (closing entries) dan menggunakan neraca saldo (trial balance) untuk mengetahu
saldo buku besar (ledger). Penjelasan ini memberikan dasar yang memadai untuk akuntansi, etika, dan juga
akuntansi biaya.
Sebenarnya Luca Paciolli bukanlah orang yang menemukan double entry book keeping sistem, mengingat
sistem tersebut telah dilakukan sejak adanya perdagangan antara Venice dan Genoa pada awal abad ke-13 M
setelah terbukanya jalur perdagangan antara Timur Tengah dan Kawasan Mediterania. Hal ini pun diakui oleh
Luca Paciolli bahwa apa yang dituliskannya berdasarkan apa yang telah terjadi di Venice 1 abad sebelumnya.
Menurut Vernon Kam, ilmu akuntansi diperkenalkan pada zaman Feodalisme Barat. Namun, setelah
dilakukan penelitian sejarah dan arkeologi ternyata banyak data yang membuktikan bahwa jauh sebelum
penulisan ini sudah dikenal akuntansi. Perlu diingat bahwa matematika dan sistem angka sudah dikenal Islam
sejak abad ke-9 M. Ini berarti bahwa ilmu matematika yang ditulis Luca Paciolli pada tahun 1491 bukan hal yang
baru lagi karena sudah dikenal Islam 600 tahun sebelumnya.
Hendriksen, dalam buku “Accounting Theory” menulis:
“…the introduction of Arabic Numerical greatly facilitated the growth of accounting.” (penemuan
angka Arab sangat membantu perkembangan akuntansi).
Kutipan ini menandai anggapan bahwa sumbangan Arab terhadap perkembangan disiplin akuntansi
sangat besar. Dapat kita catat bahwa penggunaan angka Arab mempunyai andil besar dalam perkembangan ilmu
akuntansi. Artinya besar kemungkinan bahwa dalam peradaban Arab sudah ada metode pencatatan akuntansi.
Bahkan mungkin mereka yang memulainya. Bangsa Arab pada masa itu sudah memiliki administrasi yang cukup
maju, praktik pembukuan telah menggunakan buku besar umum, jurnal umum, buku kas, laporan periodic, dan
penutupan buku.
Selain dari bangsa Eropa yang belajar ke Timur Tengah, pedagang-pedagang Muslim pun tak kalah
andilnya di dalam mensyiarkan (transformasi) ilmu pengetahuan. Ini dimungkinkan, mengingat kekuasaan Islam
saat itu telah menyebar hampir separuh daratan Eropa dan Afrika, dan daerah-daerah Asia Timur sampai
perbatasan Cina.
Apa yang dilakukan oleh Luca Paciolli memiliki kemiripan dengan apa yang telah disusun oleh pemikir
muslim pada abad ke 8-10 M. Kemiripan tersebut antara lain:
6
Tahun Luca Paciolli Islam
622 M
750 M
750 M
Abad 8 M
In the Name of God
Client
Cheque
Closing Book
Journal
General Journal
Journal Voucher
Collectible Debt
Auditing
Chart of Account
Bismillah (Dengan Nama Allah)
Mawla
Sakk
Yutbak
Jaridah
Daftar Al Yawmiah
Ash Shahad
Arra’ej Menal Mal
Hisab
Sabh Al Asha
Akuntansi sebagai bagian dari ilmu social memungkinkan terjadinya pengulangan (repetitive) diberbagai
masyarakat, sehingga keterlibatan akuntansi syariah dalam perkembangan akuntansi konvensional ataupun
sebaliknya masih diperdebatkan hingga kini.
Sekilas Prosedur dan Istilah yang Digunakan
Pelaksanaan akuntansi pada negara Islam terjadi terutama adanya dorongan kewajiban zakat, yang harus
dikelola dengan baik melalui Baitul Maal. Dokumentasi yang pertama kali dilakukan oleh Al-Mazenderany (1363
M) mengenai praktik akuntansi pemerintahan yang dilakukan selama Dinasti Khan II pada buku Risalah Falakiyah
Kitabus Syirkat. Namun dokumentasi yang baik mengenai sistem akuntansi negara Islam tersebut pertama kali
dilakukan oleh Al-Khawarizmy pada tahun 976 M.
Kontribusi besar yang diberikan oleh Al-Khawarizmy adalah membuat sistem akuntansi dan pencatatan
dalam negara Islam, dan membaginya dalam beberapa jenis daftar. Beliau juga menjelaskan tentang sistem
akuntansi termasuk tujuan serta praktik yang terjadi.
Tujuan sistem akuntansi adalah untuk memastikan akuntabilitas, mendukung proses pengambilan
keputusan serta mempermudah proses evaluasi atas program yang telah selesai. Tujuan ini tidak hanya berlaku di
pemerintahan tetapi juga pada perusahaan. Orientasi sistem akuntansi ini adalah melaporkan kegiatan yang
menghasilkan laba/rugi atau surplus/deficit, dan menyelesaikan seluruh kebutuhan dari negara, namun
perhitungan dari sistem akuntansi ini masih memasukkan transaksi yang bersifat moneter dan nonmoneter. Ada
tujuh hal khusus dalam sistem akuntansi yang dijalankan oleh negara Islam sebagaimana dijelaskan oleh Al-
Khawarizmy dan Al-Mazenderany, yaitu:
1. Sistem akuntansi untuk kebutuhan hidup, sistem ini di bawah koordinasi seorang manajer. Sistem ini
untuk memenuhi kebutuhan hidup perorangan dan negara, namun tidak menutup kemungkinan
digunakan pada sector private terutama yang terkait dalam perhitungan pembayaran zakat.
2. Sistem akuntansi untuk konstruksi merupakan sistem akuntansi untuk proyek pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah. Pada sistem ini mengatur pencatatan (baik dalam bentuk material maupun
pengeluaran kepada pihak lain), pengendalian dan akuntabilitas untuk masing-masing proyek serta
berdasarkan anggaran (budget). Sistem ini di bawah tanggung jawab seorang koordinator proyek.
7
3. Sistem akuntansi untuk pertanian merupakan sistem yang berbasis non-moneter. Sistem ini lebih
memfokuskan diri untuk mencatat dan mengelola persediaan pertanian dalam bentuk fisik, hal ini
didorong oleh kewajiban dalam zakat pertanian. Sistem ini tidak memisahkan antara fungsi pencatatan
dan pemegang persediaan.
4. Sistem akuntansi gudang merupakan sistem untuk mencatat pembelian barang negara. Sistem ini bukan
hanya mencatat barang masuk dan keluar saja tetapi juga dalam nilai uang, sehingga akan ada pemisahan
tugas antara orang yang memegang barang dan yang mencatat sehingga hal ini menunjukkan sistem
pengendalian internal (internal control) telah ada.
5. Sistem akuntansi mata uang, sistem ini telah dilakukan oleh negara Islam sebelum abad ke-14 M. Sistem
ini memberikan hak kepada pengelolanya untuk mengubah emas dan perak yang diterima pengelola
menjadi koin sekaligus mendistribusikannya. Dengan fungsi tersebut, maka dapat dikatakan sistem
perbendaharaan negara telah berjalan. Sistem akuntansi ini dijalankan dengan tiga jurnal khusus, yaitu:
untuk mencatat persediaan (inventory), pendapatan (revenue), dan beban (expense).
6. Sistem akuntansi peternakan merupakan sistem untuk mencatat seluruh binatang ternak. Pencatatan ini
dilakukan dalam sebuah buku khusus dengan mencatat keluar dan masuknya ternak berdasarkan
pengelompokan binatang serta nilai uang. Namun penjelasan yang dilakukan oleh Al-Mazenderany dan
Al-Khawarizmy kurang detail.
7. Sistem akuntansi perbendaharaan merupakan sistem untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran
harian negara baik dalam nilai uang atau barang. Untuk pencatatan ini digunakan sistem Arab di mana
barang dan uang masuk dicatat di sisi kanan dan uang keluar di sisi kiri.
Pencatatan dalam negara Islam telah memiliki prosedur yang wajib diikuti, serta pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan pengawasan atas aktifitas dan menemukan surplus dan deficit atas pencatatan yang tidak
seimbang. Jika ditemukan kesalahan maka orang yang bertanggung jawab harus menggantinya. Hal ini
merupakan salah satu bentuk pengendalian internal (internal control), penerapan prosedur audit (audit
procedure) serta akuntansi berbasis pertanggungjawaban (responsibility accounting). Bahkan pengendalian intern
yang paling penting adalah pengendalian diri sendiri (self control) di mana Allah mengetahui seluruh pikiran dan
perbuatan semua makhluk-Nya.
Prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Transaksi harus dicatat setelah terjadi.
2) Transaksi harus dikelompokkan berdasarkan jenisnya (nature). Semua transaksi yang sejenis dan sama
harus dikelompokkan dalam pengelompokan yang sama.
Butir 1 dan 2 diatas menjelaskan adanya pencatatan dan penggolongan serta adanya periodisasi (khususnya
Zakat-dikenal dengan Az-houl) dan pengelompokan piutang.
3) Penerimaan akan dicatat di sisi sebelah kanan dan pengeluaran dicatat di sebelah kiri. Sumber-sumber
penerimaan harus dicatat dan dijelaskan.
4) Pembayaran harus dicatat dan diberikan penjelasan yang memadai di sisi kiri halaman.
8
Butir 3 dan 4 diatas memberikan penjelasan awal dari debit dan kredit, karena catatan dari Yunani dan Persia
melakukannya dengan pengelompokan penerimaan dan pengeluaran, bukan istilah kanan dan kiri.
5) Pencatatan transaksi harus dilakukan dan dijelaskan secara hati-hati.
6) Tidak diberikan jarak penulisan di sisi sebelah kiri, dan harus diberi garis penutup. Garis ini disebut
sebagai Attarkeen.
7) Koreksi atas transaksi yang telah dicatat tidak boleh dengan cara menghapus atau menulis ulang. Jika Al-
Kateb melakukan kesalahan maka harus mengganti.
8) Jika akun telah ditutup, maka akan diberi tanda tentang hal tersebut.
9) Seluruh transaksi yang dicatat di buku jurnal (Al Jaridah) akan dipindahkan pada buku khusus berdasarkan
pengelompokan transaksi.
10) Orang yang melakukan pencatatan untuk pengelompokan berbeda dengan orang yang melakukan
pencatatan harian.
Butir 5-10 lebih menjelaskan pengendalian internal (internal control) serta bentuk penerapan cut off, buku
besar pembantu (subsidiary ledger) dan periodisasi akuntansi (accounting period).
11) Saldo (disebut Al Haseel) diperoleh dari selisih.
12) Laporan harus disusun setiap bulan dan setiap tahun. Laporan harus cukup detail dan memuat informasi
yang penting.
13) Pada setiap akhir tahun, laporan yang disampaikan oleh Al Kateb harus menjelaskan seluruh informasi
secara detail barang dan dana yang berada di bawah wewenangnya.
14) Laporan tahunan yang disusun Al Kateb akan diperiksa dan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan
akan disimpan di Diwan Pusat.
Dihubungkan dengan prosedur tersebut, terdapat beberapa istilah sebagai berikut:
a. Al Jaridah merupakan buku untuk mencatat transaksi yang dalam bahasa Arab berarti Koran atau jurnal.
b. Daftar Al Yaumiah (Buku Harian/ dalam bahasa Persia dikenal dengan nama: Ruznamah). Daftar sendiri
didefinisikan sebagai “a stitched or bound booklet, or register, more especially an account or letter-book
used in administrative offices”.
c. Beberapa jenis laporan keuangan diantaranya:
- Al Khitmah: Merupakan laporan yang dibuat setiap akhir bulan yang menunjukkan total penerimaan
dan pengeluaran. Al Khitmah dalam bahasa Arab berarti: lengkap atau akhir, dan dapat juga
disiapkan untuk akhir tahun.
- Al Khitmah Al Jameeah: Merupakan laporan yang disiapkan oleh Al Khateb tahunan dan diberikan
kepada atasannya (biasa disebut Al Mawafaka-Penerima) berisi: pendapatan, beban, dan
surplus/deficit setiap akhir tahun. Al Khitmah Al Jameeah dalam bahasa Arab berarti laporan akhir
yang lengkap.
9
- Bentuk perhitungan dan laporan zakat pada laporan keuangan akan dikelompokkan kedalam 3
kelompok, yaitu:
• Ar-Raj Minal Mal (yang dapat tertagih)
• Ar-Munkasir Minal Mal (piutang tidak dapat tertagih) dan
• Al Muta’adhir Wal Mutahayyer wal Muta’akkid (piutang yang sulit dan piutang bermasalah
sehingga tidak tertagih)
Perkembangan akuntansi tidak berhenti pada zaman Khalifah, tetapi dikembangkan oleh filsuf Islam
antara lain: Imam Syafi’i (768 M-820 M) dengan menjelaskan fungsi akuntansi sebagai Review Book atau Auditing.
Menurut Imam Syafi’i, seorang auditor harus memiliki kualifikasi tertentu yaitu orang yang hafal Qur’an (sebagai
value judgement), intelektual, dapat dipercaya, bijaksana, dan kualitas manusia yang baik lainnya.
Itulah sejarah perkembangan praktik akuntansi dengan teknik tata buku berpasangan yang sebenarnya, di
mana akuntansi sudah dikenal pada masa kejayaan Islam. Artinya, peradaban Islam tidak mungkin tidak memiliki
akuntansi. Permasalahannya adalah pemalsuan sejarah yang dilakukan beberapa oknum di Barat dan
ketidakmampuan umat Islam untuk menggali khazanah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya sendiri.
Kesimpulan, akuntansi sudah ada sebelum Paciolli dan bahkan sebelum peradaban Islam, dan akuntansi sudah
ada sejak masa kejayaan Islam dari 610 M-1250 M.
10
SISTEM KEUANGAN SYARIAH
Konsep Kepemilikan
Harta yang baik harus memenuhi dua criteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan benar (legal and fair),
serta dipergunakan dengan dan untuk hal-hal yang baik di jalan Allah SWT.
Allah SWT adalah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di dunia ini (QS. 57: 2), sedangkan manusia adalah wakil
(khalifah) Allah di muka bumi ini yang diberi kekuasaan untuk mengelolanya.
Jadi, menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya
selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak. Saat dia meninggal, kepemilikan tersebut
berakhir dan harus didistribusikan kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan syariah.
Penggunaan dan Pendistribusian Harta
Dalam penggunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan kebutuhannya di dunia, namun di sisi lain juga harus
cerdas dalam menggunakan hartanya untuk mencari pahala akhirat. Ketentuan syariah berkaitan dengan
penggunaan harta, antara lain:
1. Tidak boros dan tidak kikir
2. Memberi infak dan shadaqah
3. Membayar zakat sesuai ketentuan
4. Memberi pinjaman tanpa bunga (Qardhul Hasan)
5. Meringankan kesulitan orang yang berutang
Memperoleh Harta
Memperoleh harta adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan salah satu aspek dari muamalah
(mengatur hubungan manusia dengan manusia). Kaidah fiqh dari muamalah adalah semua halal dan boleh
dilakukan kecuali yang diharamkan/dilarang dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Hukum dasar muamalah adalah boleh, karena Allah tidak mungkin menciptakan segala sesuatu dan
menundukkannya bagi manusia kalau akhirnya semua itu diharamkan atau dilarang. Harta dikatakan baik atau
halal, apabila niatnya benar, tujuannya benar dan cara atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai
dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Akad/Kontrak/Transaksi
Akad dalam bahasa Arab ‘al-‘aqd, jamaknya al-‘uqud, berarti ikatan atau mengikat (al-rabath). Menurut
terminology hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang
dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Akad yang sudah terjadi
(disepakati) harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari. “Wahai orang-orang beriman penuhilah janji (akad) mu…”
(QS. 5: 1)
11
Jenis Akad
Adiwarman Karim mengelompokkan akad menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1. Akad tabarru’ (gratuitous contract) � segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba (not
for profit transaction). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan
komersial. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan.
Tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang berarti kebaikan.
Contoh akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, kafalah, wadiah, hibah, waqaf, shadaqah, hadiah, dan
lain-lain. Dengan demikian, kita mempunyai tiga bentuk umum akad tabarru’: meminjamkan uang
(lending money), meminjamkan jasa kita (lending yourself), dan memberikan sesuatu (giving something).
2. Akad tijarah/muawadah (compensational contract) � segala macam perjanjian yang menyangkut
transaksi untuk laba (for profit transaction). Akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan,
karena itu bersifat komersial. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa,
dan lain-lain.
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu:
a. Natural uncertainty contract � suatu jenis kontrak transaksi yang secara alamiah mengandung
ketidakpastian dalam perolehan keuntungan. Contoh: musyarakah, mudharabah, muzara’ah,
musaqah, dan mukhabarah, bentuknya adalah akad kerjasama untuk melakukan bisnis. Untuk akad
jenis ini dilarang meminta hasil yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu, karena hal ini
sama dengan riba.
b. Natural certainty contract � suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian
keuntungan dan pendapatannya, baik dari segi jumlah dan waktu penyerahannya. Contoh:
murabahah, salam, istishna’, dan ijarah; bentuknya adalah akad pertukaran (jual-beli, sewa-menyewa,
upah mengupah). Dalam akad jenis ini keuntungan dan pendapatan sudah pasti sehingga secara
syariah tidak boleh dibuat menjadi tidak pasti, karena hal ini akan menimbulkan gharar atau
ketidakpastian.
Rukun dan Syarat Akad
Rukun dan syarat sahnya suatu akad ada (3) tiga, yaitu:
1) Pelaku, yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual dan pembeli, penyewa dan yang
menyewakan, karyawan dan majikan, shahibul mal dan mudharib, mitra dengan mitra dalam
musyarakah, dan lain sebagainya). Untuk pihak yang melakukan akad harus memenuhi syarat yaitu
orang yang merdeka, mukalaf, dan orang yang sehat akalnya.
2) Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu transaksi
tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan, objek mudharabah dan musyarakah adalah modal
dan kerja. Objek sewa menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan seterusnya.
3) Ijab Kabul merupakan suatu kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka saling ridha.
12
Transaksi yang Dilarang
- Semua aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang
diharamkan Allah
- Riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Al-Ziyadah), berkembang (An-Nuwuw), meningkat
(Al-Irtifa’), dan membesar (Al-‘Uluw). Setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu penyeimbang
atau pengganti (‘iwad) yang dibenarkan syariah adalah riba. Hal yang dimaksud transaksi penyeimbang
atau pengganti yaitu transaksi bisnis atau komersil yang melegitimasi adanya penambahan secara adil,
seperti jual beli, sewa menyewa, atau bagi hasil proyek, dimana dalam transaksi tersebut ada faktor
penyeimbangnya berupa ikhtiar/usaha, risiko, dan biaya.
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an, riba dan shadaqah dipertentangkan. Kecaman, ancaman keras dan
pengharaman riba dipertentangkan dengan seruan shadaqah sebagai tindakan terpuji. Praktik riba yang
dapat memberikan keuntungan secara berlipat ganda dipertentangkan dengan pahala shadaqah yang
spektakuler. Riba karena pinjaman kepada manusia dipertentangkan dengan shadaqah yang dinyatakan
sebagai pinjaman kepada Allah yang pasti akan diganti secara berlipat ganda.
Jenis Riba
1. Riba Nasi’ah � riba yang muncul karena utang-piutang, riba nasi’ah dapat terjadi dalam segala jenis
transaksi kredit atau utang piutang di mana satu pihak harus membayar lebih besar dari pokok
pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya dengan nama apapun (bunga/interest/bagi hasil),
dihitung dengan cara apapun (fixed rate atau floating rate), besar atau kecil semuanya tergolong riba,
sesuai QS. 2: 278-280.
2. Riba Fadhl � riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. Riba fadhl dapat terjadi
apabila ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang ribawi/barang sejenis yang
dipertukarkan baik pertukaran dilakukan dari tangan ke tangan (tunai) atau kredit. Yang dimaksud
dengan barang ribawi/barang sejenis adalah barang yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan
satu dan lainnya. Para ahli fiqh sepakat ada tujuh macam barang ribawi, yaitu: emas, perak, jenis
gandum, kurma, zabib/tepung, anggur kering, dan garam.
Pengaruh Riba pada Kehidupan Manusia
a. Riba merupakan transaksi yang tidak adil dan mengakibatkan peminjam jatuh miskin karena
dieksploitasi, karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan.
b. Riba akan menghalangi orang untuk melakukan usaha karena pemilik dapat menambah hartanya
dengan transaksi riba baik secara tunai maupun berjangka.
c. Riba akan menyebabkan terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam bidang pinjam
meminjam.
d. Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya, sedang yang meminjam adalah
orang miskin. Riba memberikan jalan bagi orang kaya untuk memperoleh tambahan hasil dari orang
miskin yang lemah.
- Penipuan
13
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain (incomplete
information) dan dapat terjadi dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
penyerahan.
- Perjudian
Berjudi atau maisir dalam bahasa Arab arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau mendapat
keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras.
- Transaksi yang mengandung ketidakpastian/gharar
Gharar terjadi ketika terdapat incomplete information, sehingga ada ketidakpastian antara dua belah pihak
yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada pihak yang
dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu
penyerahan, dan akad.
- Penimbunan barang/ihtikar
- Monopoli
- Rekayasa permintaan (bai’ an najsy)
- Suap
- Penjual bersyarat/ta’alluq
Ta’alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di mana berlakunya akad pertama tergantung pada
akad kedua; sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun, yaitu objek akad.
- Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli
- Jual beli dengan cara talaqqi al-rukban
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan dan
membelinya, di mana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang dagangan yang dibawanya
sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidaktahuan
mereka.
Prinsip Sistem Keuangan Syariah
1. Pelarangan riba.
2. Pembagian risiko.
3. Tidak menganggap uang sebagai modal potensial.
4. Larangan melakukan kegiatan spekulatif.
5. Kesucian kontrak.
6. Aktivitas usaha harus sesuai syariah.
Jadi, prinsip keuangan syariah merupakan ikhtisar transaksi bisnis yang dibolehkan syariah, yang mengacu pada
prinsip rela sama rela (antariddin minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la
14
tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al
ghunmu bi al ghurmi).
Instrumen Keuangan Syariah
Instrument keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Akad investasi di mana akad ini merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract. Kelompok
akad ini adalah sebagai berikut:
� Mudharabah, yaitu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih, di mana pemilik modal (shahibul mal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan
nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedangkan apabila
terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian
oleh mudharib. Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan
keahlian dari pengelola.
� Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi antara pemilik modal (mitra musyarakah) untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi
hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal. Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang dagangan