AKTIVITAS DAN STABILITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE DARI EKSTRAK Deinococcus radiodurans YANG DIIMOBILISASI PADA ZEOLIT ALAM SEBAGAI BIOSENSOR ANTIOKSIDAN WASKITHO AJI ATMADI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
34
Embed
AKTIVITAS DAN STABILITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE … · Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari ekstrak Deinococcus radiodurans
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AKTIVITAS DAN STABILITAS SUPEROKSIDA DISMUTASE
DARI EKSTRAK Deinococcus radiodurans YANG
DIIMOBILISASI PADA ZEOLIT ALAM SEBAGAI
BIOSENSOR ANTIOKSIDAN
WASKITHO AJI ATMADI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas dan Stabilitas
Superoksida Dismutase dari ekstrak Deinococcus radiodurans yang Diimobilisasi
pada Zeolit Alam sebagai Biosensor Antioksidan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Waskitho Aji Atmadi
NIM G44090033
ABSTRAK
WASKITHO AJI ATMADI. Aktivitas dan Stabilitas Superoksida Dismutase dari Ekstrak
Deinococcus radiodurans yang Diimobilisasi pada Zeolit Alam sebagai Biosensor
Antioksidan. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK
NURHIDAYAT, dan DEDEN SAPRUDIN.
Imobilisasi superoksida dismutase (SOD) dari ekstrak Deinococcus radiodurans
telah dipelajari. D. radiodurans merupakan bakteri yang memiliki enzim Mn-SOD.
Kondisi optimum aktivitas antioksidan SOD dari ekstraknya adalah suhu 31 °C, pH 9,
dan zeolit 157 mg. Penentuan konstanta Michaelis-Menten berdasarkan metode
Lineweaver-Burk, Eadie-Hoofstee, dan Hanes. Nilai KMapp SOD dari ekstrak D.
radiodurans yang diimobilisasi pada zeolit lebih rendah dibandingkan tanpa
diimobilisasi. Elektrode yang dibuat stabil hingga 22 jam. Aktivitas antioksidan yang
menggunakan zeolit sebagai matriks imobilisasi lebih tinggi dibandingkan tanpa
imobilisasi. Aktivitas antioksidan pada elektrode dengan penggunaan zeolit pada jam ke-
22 sebesar 64.0%, sedangkan stabilitas elektrode tanpa zeolit pada waktu yang sama
hanya 49.3%. SOD dari D. radiodurans memiliki potensi sebagai biosensor antioksidan
karena menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi, tetapi masih memiliki stabilitas
rendah.
Kata kunci: biosensor antioksidan, Deinococcus radiodurans, superoksida dismutase,
zeolit alam
ABSTRACT
WASKITHO AJI ATMADI. Superoxide Dismutase Activity and Stability of
Deinococcus radiodurans Extract Immobilized on Natural Zeolites as Antioxidant
Biosensor. Supervised by DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK NURHIDAYAT,
and DEDEN SAPRUDIN.
Immobilization of superoxide dismutase (SOD) from extract of Deinococcus
radiodurans have been studied. D. radiodurans is a bacteria having an enzyme Mn-SOD.
The optimum condition of SOD antioxidant activity of the extract was at 31 °C, pH 9, and
157 mg zeolite. Determination of Michaelis-Menten constant was based on Lineweaver-
Burk, Eadie-Hoofstee, and Hanes methods. The KMapp of SOD of the extract immobilized
on zeolite was lower than that of without immobillization. Electrode stability was
relatively stable up to 22 hours. Antioxidant activity of using zeolite as the matrix was
higher than that of the unimmobilization. The antioxidant activity on electrode with
zeolite at 22nd
hour was 64.0 %, and the stability of electrodes without zeolite at the same
time was only 49.3 %. The SOD of D. radiodurans is potential as a biosensor for
antioxidants because of the high antioxidant activity despite of the low stability.
dan 1.0 mM sehingga dihasilkan hubungan linear antara arus dengan konsentrasi.
Linearitas ditentukan sebagai koefisien relasi r pada persamaan regresi linier y = a
+ bx.
Penentuan Stabilitas Elektrode
Penentuan stabilitas elektrode ditentukan dari pengukuran aktivitas ekstrak
sel D. radiodurans terimobilisasi pada konsentrasi xantina 2.1 mM. Nilai aktivitas
yang diperoleh pada pengukuran awal dianggap 100%. Aktivitas diukur ulang
setiap selang waktu tertentu untuk menentukan aktivitas yang tersisa.
Aktivitas D. radiodurans (%) =
x 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sel dan Ekstrak Protein Sitoplasma D. radiodurans
D. radiodurans merupakan bakteri gram positif dan termasuk dalam
keluarga Deinococcales. Bakteri ini bersifat nonmotil, berespirasi secara aerob,
metabolism kemoorganotropik, dan memproduksi katalase. Bakteri ini juga resistan terhadap radiasi ultraviolet, ionisasi, desikasi, dan spesi oksigen reaktif
(ROS) karena memiliki enzim Mn-SOD dan katalase yang merupakan sistem
antioksidan.
Proses diawali dengan menempatkan D. radiodurans dalam media LB, yaitu
campuran tripton, NaCl, dan ekstrak khamir (2:1:1). Media ini berfungsi sebagai
vitamin, mineral, dan nutrisi bagi pertumbuhan D. radiodurans. Setelah 2 x 24
jam inkubasi, isolat dipindahkan ke dalam media LB yang lebih besar untuk
peremajaan. Selanjutnya, bakteri dipisahkan dengan cara disentrifugasi pada
kecepatan 7000 rpm. Bakteri lalu disuspensikan kembali menggunakan bufer
fosfat dengan pH 9.
Dinding sel D. radiodurans mengandung peptidoglikan yang tebal sehingga
perlu dipecah agar ekstrak protein di dalam sitoplasma dapat diambil. Dinding sel
dipecah menggunakan penghomogen ultrasonik. Konsentrasi ekstrak protein yang
diperoleh sebesar 7257,5 ppm. Ekstrak lalu diencerkan hingga konsentrasinya
2000 ppm sebelum diimobilisasi pada zeolit dan diteteskan pada permukaan
elektrode.
6
Karakterisasi Elektrode Pasta Karbon
Voltammetri siklik merupakan salah satu teknik elektrokimia dengan prinsip
mengukur perubahan arus akibat reaksi redoks. Dalam voltammetri, potensial
yang diberikan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Kelebihan teknik ini adalah
sensitivitasnya yang tinggi, limit deteksi yang rendah, dan daerah linier yang lebar
(Mulyani 2012). Sinyal berupa potensial diaplikasikan pada elektrode kerja,
mengubah potensialnya relatif terhadap potensial tetap dari elektrode rujukan.
Arus yang dihasilkan antara elektrode kerja dan pembantu diukur (Harvey 2000).
Voltammetri siklik bekerja dengan cara memberikan range potensial pada
analat yang menyebabkan terjadinya arus akibat adanya elektron dari reaksi
redoks analat. EPC yang telah dibuat dikarakterisasi menggunakan larutan
K3Fe(CN)6. Pada Gambar 1, terlihat puncak oksidasi akibat oksidasi larutan
[Fe(CN)6]4-
menjadi [Fe(CN)6]3-
dengan arus oksidasi sebesar 0.3667 mA. Pada
voltamogram juga muncul puncak reduksi akibat larutan [Fe(CN)6]3-
tereduksi
menjadi [Fe(CN)6]4-
. EPC yang menghasilkan puncak oksidasi dan reduksi
selanjutnya digunakan untuk pengukuran sebagai biosensor.
Gambar 1 Voltamogram siklik K3Fe(CN)6 dengan menggunakan elektroda pasta
karbon
Optimasi Aktivitas Ekstrak Protein D. radiodurans
Pada umumnya, enzim bekerja pada suhu dan pH tertentu sehingga perlu
dicari kondisi optimum ekstrak protein D. radiodurans agar kinerja yang
dihasilkan optimum. Ada 3 parameter yang dicari kondisi optimumnya, yaitu suhu
(20-40 °C), pH (7-9), dan zeolit (25-250 mg). Ketiga parameter dianalisis
menggunakan RSM pada perangkat lunak Minitab dan dihasilkan 20 kombinasi
(Lampiran 2).
I (m
A)
V (volt)
-1.5
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
puncak
oksidasi
puncak
reduksi
7
Aktivitas SOD D. radiodurans ditentukan dengan menggunakan metode
voltammetri siklik. Pengukuran dilakukan dengan mengukur bufer fosfat dengan
berbagai variasi pH, lalu ditambahkan ferosena (hasil pengukuran sebagai
blangko), XO, dan xantina. Pada Gambar 2, voltamogram dari bufer fosfat
menunjukkan adanya puncak oksidasi dengan arus 0.57 µA. Hal ini terjadi karena
diduga adanya oksigen terlarut pada bufer fosfat yang dapat mengalami reaksi
redoks sehingga mengahasilkan puncak-puncak oksigen (Mulyani 2012).
Penambahan ferosena menyebabkan puncak oksidasi dan reduksi meningkat
menjadi 0.99 µA. Ini terjadi karena ferosena menghasilkan puncak oksidasi dan
reduksi (Trivadila 2011). Penambahan XO dan xantina akan menimbulkan reaksi
enzimatis XO dengan xantina yang menghasilkan radikal bebas superoksida
dengan reaksi:
xantina + H2O + O
2
XO
asam urat + 2H+
+ 2O2
•−
(Antiochia et al. 2012) Radikal superoksida yang dihasilkan akan bereaksi dengan enzim SOD yang
diimobilisasi pada zeolit di permukaan elektrode. Reaksi yang terjadi adalah
dismutasi, dimana radikal bebas akan bereaksi dengan radikal bebas yang lain.
Satu radikal superoksida akan teroksidasi menjadi oksigen, dan radikal lain
tereduksi menjadi hidrogen peroksida (Kohen and Nyska 2002). Reaksi yang
terjadi melibatkan pertukaran elektron sehingga menghasilkan arus oksidasi dan
reduksi. Elektron ini akan dideteksi oleh elektrode pada transduser kimia yang
selanjutnya diubah menjadi arus. Arus yang dihasilkan sebanding dengan
konsentrasi SOD. Arus oksidasi yang dihasilkan sebesar 2.91 µA. Arus ini
dikurangi dengan arus blanko dan menghasilkan arus sebesar 1.92 µA yang
merupakan hasil reaksi enzimatis radikal superoksida dengan SOD.
2O2
•−
+ 2H+ SOD
O2 + H2O2
(Wang et al. 2012)
Arus yang dihasilkan dari 20 kombinasi merupakan respon dari ketiga
parameter yang selanjutnya akan dicari kondisi optimumnya menggunakan
Response Optimizer pada Minitab. Kondisi optimum aktivitas SOD dari D.
radiodurans adalah suhu 30 °C, pH 9, dan zeolit 157 mg. Hasil ini tidak jauh
berbeda dari Weniarti (2011) yang mengimobilisasi SOD dari D. radiodurans
pada nanokomposit zeolit, yaitu suhu 30 °C, pH 9, dan zeolit 137.5 mg. Trivadila
(2011) mengimobilisasi SOD D. radiodurans pada permukaan pasta karbon dan
dihasilkan kondisi optimum pada suhu 27.5 °C dan pH 9.
8
Gambar 2 Voltamogram Siklik pada suhu 36 °C. bufer fosfat pH 7.8, dan zeolit
204 mg
Gambar 3 menunjukkan plot kontur ketiga parameter dengan respon berupa
arus. Dari kontur dapat dilihat bahwa peningkatan suhu, pH, dan zeolit pada
awalnya meningkatkan arus, namun arus turun pada kondisi tertentu. Ini
disebabkan karena enzim bekerja optimum pada suhu dan pH tertentu. Suhu yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga rusak, sedangkan
suhu yang rendah dapat menyebabkan enzim tidak dapat bekerja dengan optimum.
Begitu juga dengan pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan
penurunan kinerja enzim yang berakibat pada penurunan arus. Penggunaan zeolit
yang terlalu banyak dapat menyebabkan sulitnya interaksi antara substrat dengan
enzim karena terhalangi oleh partikel-partikel zeolit sehingga arus menjadi turun.
Penggunaan zeolit yang terlalu sedikit juga akan memberikan respon arus yang
kecil.
pH
Su
hu
1110987
40
35
30
25
20
[Zeolit] 156.8
Hold Values
>
–
–
–
< 0.0
0.0 0.5
0.5 1.0
1.0 1.5
1.5
Arus (uA)
Contour Plot of Arus (uA) vs Suhu, pH
pH
[Ze
olit
]
1110987
250
200
150
100
50
Suhu 30.91
Hold Values
>
–
–
–
–
< -0.5
-0.5 0.0
0.0 0.5
0.5 1.0
1.0 1.5
1.5
Arus (uA)
Contour Plot of Arus (uA) vs [Zeolit], pH
I (µ
A)
E (V)
bufer
bufer +ferosena
bufer +ferosena +XO +xantina
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
-1.2
-0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2
Plet kontur arus (µA) vs suhu, pH Plet kontur arus (µA) vs [zeolit], pH
9
Suhu
[Ze
olit
]
4035302520
250
200
150
100
50
pH 8.778
Hold Values
>
–
–
–
–
< 0.0
0.0 0.4
0.4 0.8
0.8 1.2
1.2 1.6
1.6
Arus (uA)
Contour Plot of Arus (uA) vs [Zeolit], Suhu
Gambar 3 Plot kontur SOD dari ekstrak D. radiourans dengan penambahan zeolit
Linearitas dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak D.radiodurans
Linearitas dan aktivitas ekstrak D. radiodurans dilakukan pada konsentrasi
xantina 0.1-1.0 mM (rentang 0.1 mM) pada kondisi optimum (suhu 30 °C, pH 9,
dan zeolit 157 mg). Ada 2 elektroda yang digunakan, yaitu SOD ekstrak D.
radiourans yang terimobilisasi pada zeolit dan diteteskan pada elektrode dan SOD
ekstrak D. radiourans yang diteteskan langsung pada elektrode tanpa
diimobilisasi terlebih dahulu pada zeolit. Gambar 4 menunjukkan hubungan
antara konsentrasi substrat dengan aktivitas ekstrak D. radiodurans. Arus
meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Namun, pada konsentrasi
0.9 dan 1.0 arus menurun untuk kedua elektroda. Hal ini terjadi karena pada
konsentrasi rendah, tapak aktif pada enzim masih belum terikat semua sehingga
peningkatan konsentrasi substrat hingga konsentrasi 0.8 mM akan mengikat
semua tapak aktif enzim yang menyebabkan peningkatan pembentukan hidrogen
peroksida dan oksigen dan arus terdeteksi semakin besar.
Gambar 5 menunjukkan linieritas dari kedua elektroda pada rentang
konsentrasi 0.1-0.8 mM. Rentang linier yang dihasilkan lebih pendek
dibandingkan biosensor superoksida yang dibuat oleh Campanella et al. (2004)
dengan nilai 0.02-2 mM. Regresi linier yang dihasilkan oleh ekstrak D.
radiodurans yang diimobilisasi pada zeolit adalah R²= 0.9914 dan lebih besar
dibandingkan ekstrak D. radiodurans tanpa penambahan zeolit dengan R²=
0.9546. Selain itu, aktivitas ekstrak D. radiodurans dengan penambahan zeolit
lebih besar dibandingkan tanpa penambahan zeolit. Hal ini menunjukkan bahwa
zeolit sebagai matriks imobilisasi dapat meningkatkan arus puncak oksidasi.
Pada penelitian Varvari et al. (2010), arus yang dihasilkan dari biosensor
G/Os-HRP (graphite electrode with Ospolymer wired horseradish peroxidase)
dengan mendeteksi H2O2 adalah 0.9 µA pada konsentrasi xantina 0.41 mM. Arus
yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan arus yang dihasilkan pada percobaan
dengan menggunakan zeolit dan tanpa menggunakan zeolit berturut-turut yaitu
1.68 µA (Lampiran 3) dan 1.46 µA (Lampiran 4). Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan ekstrak D. radiodurans sebagai biosensor menghasilkan aktivitas
yang lebih baik dibandingkan biosensor G/Os-HRP pada penelitian Varvari.
Plet kontur arus (µA) vs [zeolit], suhu
10
Gambar 4 Hubungan antara konsentrasi xantina dan aktivitas ekstrak D.
radiodurans
Gambar 5 Linearitas antara konsentrasi xantina dan aktivitas ekstrak D.
radiodurans
Kinetika enzimatis SOD dari ekstrak D. radiourans
Untuk melihat kespesifikan dari ekstrak D. radiodurans maka perlu
ditentukan parameternya, yaitu konstanta Michaelis-Menten nyata (KM app) dan laju
reaksi maksimum nyata (Vmaks app) yang dianalogikan sebagai arus maksimum nyata
(Imaks app). Parameter ini ditentukan dengan 3 metode, yaitu Lineweaver-Burk, Eadie-
Hoofstee, dan Hanes (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Kinetika Lineweaver-Burk
merupakan hubungan 1/[xantina] dengan 1/arus (Gambar 6), kinetika Eadie-Hofstee
merupakan hubungan arus/[xantina] dengan arus (Gambar 7), dan kinetika Hanes
merupakan hubungan [xantina] dengan [xantina]/arus (Gambar 8).
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
I (µ
A)
[xantina] (mM) penambahan zeolit tanpa penambahan zeolit
y = 2.7381x + 0.5854 R² = 0.9914
y = 2.2714x + 0.5491 R² = 0.9546
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
I (µ
A)
[xantina] (mM)
penambahan zeolit tanpa penambahan zeolit
11
Gambar 6 Plot Lineweaver-Burk ekstrak D. radiodurans
Gambar 7 Plot Eadie-Hofstee ekstrak D. radiodurans