ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF Pada Nn “N”Dengan ASMA di RUMAH SAKIT “A” PROPOSAL Oleh: AHMAD NUR KHARIRI NIM: 2011-49-010 PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH BERSIHAN JALAN NAFAS
TIDAK EFEKTIF Pada Nn “N”Dengan ASMA
di RUMAH SAKIT “A”
PROPOSAL
Oleh:
AHMAD NUR KHARIRI
NIM: 2011-49-010
PROGRAM DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI
JALAN PENANGGUNGAN KEDIRI, 64114, TELP/FAX. ( 0354 ) 772628
Website: akper-akbid-kediri.com
E-mail: [email protected]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang(INTRODUCTION, JUSTIFIKASI, KRONOLOGI, SOLUSI)
(Setiap paragraph dalam latar belakang harus memuat hal diatas,)
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan
oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas).
Istilah asma berasal dari kata yunani yang artinya terengah – engah dan berarti
serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan
gambaran klinis napas pendek tanpa memandang sebabnya, sekarang istilah ini hanya
ditunjukan untuk keadaan - keadaan yang menunjukan respon abnormal saluran napas
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan napas yang
meluas. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan obstruksi jalan napas terjadi pada
bronkus ukuran sedang dan bronkiolus yang berdiameter 1 mm. penyempitan jalan
napas disebabkan oleh bronkospasme,edema mukosa dan hipersekresi mucus yang
kental.
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah Ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan napas yang
bersih. Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk menjaga bersihan jalan napas
(Nanda, 2005)
Pemenuhan kebutuhan oksigen di tunjukkan untuk untuk menjaga
kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan kehidupanya, dan melakukan
aktifitas bagi berbagai organ dan sel (iqbal, 2008).Organisasi kesehatan dunia (WHO)
mencatat saat ini ada 300 juta penderita asma di seluruh dunia. Indonesia sendiri
memiliki 12,5 juta penderita asma. Sebanyak 95 persen di antaranya adalah penderita
asma tak terkontrol. Data ini di sampaikan oleh prof dr Faisal Yunus, PhD, SpP(K),
FCCP, ketua umum dewan Asma Indonesia (DAI). Mengenai angka kematian akibat
asma ternyata hal itu tidak bisa di anggap remeh, di Indonesia asma menjadi penyebab
kematian peringkat keenam. Di rumah sakit “A” kurang lebih ada 25 persen dari 20
pasien di ruang flamboyant mengalami asma (tahun berapa? Dan berapa persen yang
mengalamai gangguan jalan nafas?)
Kekurangan oksigen juga bias menyebabkan penurunan berat badan karena
nafsu makan yang berkurang. Tubuh akan sulit berkonsentrasi karena proses
metabolsme terganggu akibat kurangnya suplai oksigen dalam darah (darah akan
mengangkut sari-sari makanan). Hal ini membuktikan bahwa amat berperan dalam
proses metabolisme dan kelangsungan hidup manusia (Devint, 2011). Sumbatan jalan
nafas merupakan salah satu gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen penyebab
kematian utama yang kemungkinan masih dapat di atasi.Penolong harus dapat
mengenal tanda-tanda dan gejala gejala sumbatan jalan nafas dan menanganinya
dengan cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih (Rieja, 2010).dapat di
jumpai pada pasien dengan penyakit asma dan tubercolosis. Permasalahan
keperawatan yang timbul akaibat adanya penyakit asma atau tubercolosis adalah
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen karena bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi trakeobrocheal yang sangat banyak ( Wurner dan suddart
2002). Dengan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membuat riset tentang
bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret yang
kental.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Nn. ”N” bersihan jalan nafas tidak efektif
dengan asma (Studi kasus di RS “A”)
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mampu melakukanasuhan keperawatan pada klien Nn. ”N” bersihan jalan nafas
tidak efektif denganasma (studi kasus di RS ”A”)
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melakukan :
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dan interpretasi data prioritas klien
untuk masalah bersihan jalan nafas tidak efektif dengan asma.
2. Mahasiswa mampu menetapkan diagnose atau masalah keperawatan dari kasus
asma.
3. Mahasiswa mampu menetapkan rencana asuhan keperawatan untuk kasus
asma.
4. Mahasiswa mampu melakukan tindakan segera, konsultasi, kolaborasi dan
rujukan pada kasus asma.
5. Mahasiswa mampu mengevaluasi efektifitas asuhan yang diberikan atau
memperbaiki tindakan yang dipandang perlu
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan oleh institusi maupun profesi dalam
upaya penyempurnaan asuhan keperawatan masalah bersihan jalan nafas tidak
efektif dengan asma.
a. Institusi
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan penyempurnaan
penanganan kasus bersihan jalan nafas tidak efektif dengan asma.
b. Profesi
Sebagai sumbangan teoritis maupun aplikatif bagi profesi keperawatan dalam
asuhan keperawatan pada kasus asma. Selain itu agar dapat dijadikan sebagai
bahan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan asma,
sehingga dapat dilakukan tindakan segera untuk mengatasi masalah yang
terjadi pada pasien dengan asma.
c. Penulis
Diharapkan penulis dapat menambah pengetahuan pengalaman yang lebih
dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya masalah bersihan jalan
nafas tidak efektif pada penderita asma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Medis
1. DEFINISI
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
napasa yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas
dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya
bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009)
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu
(Smeltzer&Bare, 2002).
Asma Bronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh
spame akut otot polos bronkiolus.Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan
penurunan ventilasi alveolus (Huddak & Gallo, 1997).
Jadi dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif
yang disebabkan oleh berbagai stimulan, yang ditandai dengan spasme otot polos
bronkiolus.
2. FAKTOR PREDISPOSISI
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma
bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas
saluran pernafasannya juga bisa diturunkan
.
3. FAKTOR PRESIPITASI
a) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti : debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan,
logam dan jam tangan.
b. Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya.Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
d. Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
4. ETIOOGI
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernapasan merupakan respon
terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan memengaruhi saluran
pernapasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti
serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.
Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan
jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya
peradangan (inflamasi) dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan
memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan
penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya
dapat bernapas.
Sel-sel tertentu di dalam saluran udara, terutama mastosit diduga
bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Mastosit di
sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang
menyebabkan terjadinya: kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir -
perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Mastosit mengeluarkan bahan
tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing
(alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu
binatang.
Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi
yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam
cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan
leukotrien.
Sel lainnya yakni eosinofil yang ditemukan di dalam saluran udara penderita
asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan
penyempitan saluran udara.Asma juga dapat disebabkan oleh tingginya rasio
plasma bilirubin sebagai akibat dari stres oksidatif yang dipicu oleh oksidan.
5. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotik dan aspirin) dan spora jamur.Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika
ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan diatas, maka akan
terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Instrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi.Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
Berdasarkan tingkat keparahannya, asma dibedakan menjadi :
1. Asma Akut
Disebut asma akut apabila terjadinya bronkospasme sedemikian parah
sehingga pasien sulit bernafas pada kondisi istirahat dan tingkat stress
tertentu pada jantung. Asma akut ditandai dengan nafas yang cepat (>30
kali/menit), dan meningkatnya denyut nadi. Pasien dengan severe acute
asthma, denyut nadinya akan meningkat >110 denyut/menit. Pasien dengan
PER (peak expiratory flow rate <100L/menit akan kesulitan berbicara.
Prinsip pengobatan asma akut adalah mengurangi inflamasi, meningkatkan
brokodilatasi serta menghindari faktor-faktor pemicu asma.Sedangkan
tujuan pengobatan yaitu mengembalikan fungsi saluran pernafasan
(normal), dan mencegah serangan asma akut yang parah.
2. Asma Kronis
Penanganan asma tergantung pada frekuensi dan keparahan gejala asma yang
muncul.Serangan asma yang jarang terjadi dapat ditangani dengan mengobati
setiap serangan bila serangan asma tersebut muncul (hanya jika perlu), tetapi
untuk serangan asma yang lebih sering maka terapi pencegahan perlu
dilakukan.Rute pemberian obat yang lebih disukai adalah inhalasi, sebab
inhalasi memungkinkan obat langsung mencapai organ sasaran dengan dosis
yang lebih kecil, sehingga kemungkinan efek sampng lebih sedikit dan
mempunyai mula kerja yang cepat dan lebih efektif mencegah
bronkokonstriksi.Ada dua macam obat yang digunakan sebagai bronkodilator,
penyekat β 2 selektif (salbutamol dan terbutaline) dan non selektif (adrenaline,
isoprenaline, orciprenaline).Pemakaian bronkodilator non selektif saat ini
dihindari karena obat-obat tersebut dapat menimbulkan toksisit; kardia,
meskipun pemakaian bronkodilator yang penyekat β2 selektif juga dapat
menyebabkan takikardi dan palpitasi tergantung pada dosis yang digunakan.
6. PATOFISIOLOGIS
Asma bronchial adalah obstruksi jalan nafas difusi reversible obstruksi
disebabkan oleh hal-hal seperti : kontraksi otot yang mengelilingi bronki yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas, pembengkakan membran yang melapisi
bronki dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental banyak dihasilkan
dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara yang terperangkap di dalam
jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui tetapi ada
yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf
otonom.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru.Tonus otot bronchial diatur oleh influs
saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi,
ketika ujung saraf pada ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor-faktor
seperti infeksi, latihan, daging, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolon
yang dilepaskan meningkat menyebabkan berkonstruksi juga merangsang,
pembentukan mediator kimiawi.
Selain itu, reseptor α dan β adrenerik dari sistem saraf simpatik terletak pada
bronki ketika reseptor α adrenerik dirangsang, bronkokontriksi dan
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β adrenergik dirangsang.Keseimbangan
antara reseptor α dan α adrenergic dikendalikan terutama oleh siklik adenosine
monofosfat (cAMP) stikulasi reseptor α mengakibatkan penurunan cAMP yang
mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi stimulasi reseptor β mengakibatkan peningkatan cAMP, yang
menghambat pelepasan mediator kimiawi yang menyebabkan
bronkodilatasi.Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β adrenergik terjadi
pada individu dengan asma akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan
pelepasan mediator otot kolus. (Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, hal 611.)
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan
psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-
otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya
kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga
terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh
berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan
ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi
darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi
dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel
mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody
Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai
macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan
saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi menekan
bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan
obstruksi berat terutama selama ekspirasi.Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan
ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea.Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
7. TANDA DAN GEJALA (Manifestasi Klinis)
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronkhial adalah :
Batuk kering (tidak produktif) karena secret kental dan saluran jalan nafas
sempit.
Dispnea ditandai dengan pernafasan cuping hidung, retraksi dada.
Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama saat
mengeluarkan nafas (exhalation).
Rasa berat dan kejang pada dada sehingga napas jadi terengah-engah
Biasanya disertai batuk dengan dahak yang kental dan lengket
Tachypnea, orthopnea.
Gelisah dan cemas.
Diaphorosis.
Nyeri di abdomen karena terlibat otot abdomen dalam pernafasan.
Lelah.
Fatigue.
Tidak toleren terhadap aktivitas : makan, berjalan, bahkan berbicara.
Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,
disertai pernafasan lambat.
Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi.
Kecemasan labil dan perubahan tingkat kesadaran.
Sianosis sekunder.
Duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras.
Gerak-gerik retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardi dan
pelebaran tekanan nadi.
Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan
dapat hilang secara spontan. (Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, hal 612).
8. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah :
Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetus serangan asma.
Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya
sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama
dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
e. Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan:
Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered
dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi
cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan
efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin /
aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan
langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk
tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika
penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah
atau lambungnya kering).
b. Kromolin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma.Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang
lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaiansatu bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari.Keuntungan obat ini adalah
dapat diberikan secara oral.
9. PENGOBATAN ASMA
Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas :
a. Pengobatan asma jangka pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan
terus diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan
yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.Tujuan pengobatannya
untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir
jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan.
b. Pengobatan asma jangka panjang
Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan
pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma.Pengobatan asma diberikan
dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,
dan harus diberikan secara teratur.Penghentian pemakaian obat ditentukan
oleh dokter yang merawat. Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai
immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang diterapkan pada penderita
asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita
alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan
dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau
mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).
Ada beberapa macam terapi untuk menghindari asma, seperti :
a. Terapi herba
Penggunaan herba untuk menyembuhkan penyakit.Misalnya astragalus
membranacious, glycyrrhza glabara dan tanacetum parthenium.
b. Terapi nutrisi
Pemilihan nutrisi atau zat makanan untuk membantu
penyembuhan.Misalnya, vitamin C untuk menaikkan imunitas dan sebagai
anti oksidan serta anti radang.Vitamin E sebagai antioksidan dan
memperlambat degenerasi.Srta selenium untuk meningkatkan fagositik sel
darah putih dan menghambat produksi prostaglandin.
c. Berenang
Udara kolam renang yang lembab dan basah baik untuk penderita asma.
d. Aromaterapi
Minyak atsiri untuk melegakan pernafasan, merelaksasi dan melebarkan
saluran pernafasan.
e. Akupuntur
Merupakan terapi dengan menusukkan jarum ke titik-titik tubuh tertentu.
f. Akupresur
Menggunakan pemijatan benda tumpul dan keras atau dengan jari sebagai
pengganti jarum. Prinsipnya sama dengan akupuntur.
2.2 Teori Manajemen Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Pengkajian
Pengkajian pada asma terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan
fisik.Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah sesak secara akut dengan bunyi
nafas mengi. (Muttaqin, 2011: 464)
Pengkajian pada Klien Asma
a. Anamnesa
Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
Register, tanggal MRS,diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang membuat klien dibawa kerumah sakit.Manifestasi klinis
berupa sesak, bunyi nafas mengi, sianosis, retraksi intercosta (+), perubahan
tingkat kesadaran, dan peningkatan ansietas.
c. Riwayat Penyakit sekarang
1) Paliatif, apakah yang menyebabkan gejala sesak dan apa yang telah
dilakukan .
2) Kuatitatif, gejala yang dirasakan akibat sesak akut menjadi teras lebih
berat karena pasien cemas.
3) Kualitas, seberapa sesak, awitan,badan terasa lemah, sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
4) Regional, Batuk keras, kering : batuk produktif sulit. Skala atau
keparahan, kondisi lemah dapat menurunkan daya tahan tubuh dan
aktivitas sehari-hari.
5) Timing, gejala sesak ini dapat terjadi secara mendadak yang terjadi karena
alergi atau faktor lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ factor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas :
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan :
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi :
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego :
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
Asupan nutrisi :
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosial :
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
Seksualitas :
Penurunan libido
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang penting
karena setiap individu mempunyai ciri-ciri struktur dan fungsi yang berbeda,
sehingga pendekatan pengkajian fisik dan tindakan harusnya disesuaikan
dengan pertumbuhan dan perkembangan.
f. Riwayat kesehatan keluarga
1) Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yang menderita asma atau tidak.
2) Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan dan komunitas bisa menjadi factor gejala jika terdapat
sumber-sumber alergen.
3) Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Stres dan kelelahan aktifitas yang berlebihan akan memicu terjadinya
sesak secara akut.
4) Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan sesak yang akut perlu suatu keputusan untuk
penanganan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga (orang tua).
g. Pola fungsi kesehatan
1) Pola nutrisi
Makanan yang dapat memicu terjadinya alergi sebaiknya di hindari untuk
mengurangi resiko terjadinya sesak secara akut.
2) Pola eliminasi
BAB (frekuensi, banyak, warna dan bau).BAK perlu dikaji untuk output.
3) Pola istirahat
Susah untuk beristirahat karena merasakan kecemasan akibat sesak.
h. Pola aktivitas
Klien nampak lemah, gelisah, untuk beraktivitas.
Pemeriksaan Fisik
a. Sistem neurologi
1) Subjektif: klien sadar, merasa gelisah.
2) Inspeksi: keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu
dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau
tidak tampak sakit. Kesadaran diamati komposmentis, apatis, samnolen,
delirium, stupor dan koma.
3) Palpasi: adakah parese, anastesia
4) Perkusi: refleks fisiologis dan refleks patoligis
b. Sistem penginderaan
1) Subyektif: klien merasa mata berkunang-kunang.
2) Inspeksi:
Kepala, ekstremitas muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-)
warna dan distribusi rambut serta kondisi kulit kepala.
Mata, amati mata konjungtiva adakah enemis, sklera adakah
icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau
midriasis.
Hidung, nampak adanya pernafasan cuping hidung.
Telinga, adakah infeksi telinga (OMA,OMP) berpengaruh pada
kemungkinan infeksi parenteral yang pada akhirnya menyebabkan,
terjadinya Asma.
Telinga, nyeri tekan, mastoiditis.
c. Sistem integumen
1) Subyektif: kulit lembab
2) Inspeksi: lembab, sekresi sedikit, selaput mukosa kering.
3) Palpasi: berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1 detik
= dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan >2 detik = dehidrasi
berat.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi : pekak jantung mengecil, takikardi.
e. Sistem pernafasan
1) Subyektif: sesak
2) Inspeksi: dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke
bawah.
3) Palpasi: Vokal Fremitus kanan=kiri
4) Perkusi: Hipersonor
5) Auskultasi: terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.
f. Sistem pencernaan
1) Subyektif: haus
2) Inspeksi: BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3
kali dalam sehari, adakah bau, disertai lendir atau darah. Kontur
permukaan kulit menurun, retraksi (-) dan kesimetrisan abdomen.
3) Auskultasi: bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope),
peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi detik.
4) Perkusi: mendengar adanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak
membesar suara tymphani.
5) Palpasi: adakah nyeri tekan, superfisial pembuluh darah, massa (-)
6) Hepar dan lien tidak teraba.
g. Sistem perkemihan
1) Subyektif: kencing sedikit lain dari biasanya atau tidak.
2) Inspeksi: testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labia mayor
menutupi labia minor, pembesaran scrotum (-), rambut (-). BAK,
frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan atau
menggunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
3) Palpasi: adakah pembesaran scrotum, infeksi testis atau femosis.
h. Sistem muskuloskeletal
1) Subyektif: lemah
2) Inspeksi: klien tampak lemah, aktivitas menurun
3) Palapasi: hipotoni, kulit lembab, kemudian dilanjutkan dengan
pengukuran berat badan dan tinggi badan.
A. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret berlebih.
a. Definisi
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah Ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna
mempertahankan jalan napas yang bersih
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk menjaga bersihan jalan
napas (Nanda, 2005)
b. Batasan karakteristik:
1) Mayor (mungkin ada)
Batuk tidak efektif atau tidak ada batuk
Ketidakmampuan mengeluarkan sekresi jalan nafas
2) Minor (mungkin ada)
Bunyi napas tambahan
Perubahan dalam frekuensi napas
Perubahan dalam irama pernapasan
Sianosis
Kesulitan bersuara
Penurunan bunyi napas
Dyspnea
Sputum terlalu banyak
Batuk tidak efektif
Orthopnea
Kegelisahan
Mata terbelalak ( melihat )
B. Intervensi Dan Rasional keperawatan
Intervensi dan Rasional :
1. Catat tanda-tanda vital pasien seperti nadi dan nafas
R : mengetahui keadaan umum pasien dan perkembangannya
2. Catat perubahan upaya dan pola nafas
R : penggunaan otot intercostal/abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan
peningkatan upaya pola bernafas
3. Kaji frekuensi/kedalamam pernafasan dan gerakan dada
R : takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris, sering terjadi
karena ketidaknyamanan gerakan dinding dan atau cairan paru
4. Auskultasi bunyi nafas, catat adaanya nafas tambahan, misal : whezzing, ronchi
R : whezzing, ronchi terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap
pengumpulan cairan, sekret kental dan spasme jalan nafas/obstruksi
5. Berikan posisi nyaman/semi flower
R : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
6. Bantu jalan nafas dalam dan batuk efektif
R : nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru, batuk efektif
meningkatkan pengeluaran sekret
7. Bantu dengan memberikan fisioterapi dada misalnya : drainase postural,
clapping/vibrasi
R : meningkatkan eliminasi sekret paru kedalam sentral bronchus, dimana dapat lebih
siap dibatukkan atau dihisap keluar
8. Beri minum hangat
R : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronchus, memobilisasi dan
mengeluarkan sekret
9. Observasi karakteristik batuk
R : batuk dapat menetap tetapi tidak efektifkhususnya bila pasien lansia
10. Catat jumlah, warna dan konsistensi sekret
R : perubahan karakter sekret dapat menunjukkan terjadinya masalah
11. Awasi nadi oksimetri dan foto dada
R : mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit serta memudahkan pilihan terapi
yang diperbolehkan
C. Evaluasi (Tarwoto,2006:18)
1. Saluran pernafasan pasien menjadi baik
2. Pasien dapat mengeluarkan sekret
3. Suara nafas dan keadaan kulit menjadi normal
BAB III
METODEOLOGI PENULISAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian diskiptif
dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan
utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif. Studi
kasus yaitu studi yang dilaksanakan dngan cara meneliti suatu permasalahan
melalui suatu kasus yeng terdiri unit tunggal. Unit tunggal disini dapat berati satu
orang. Unit yang menjadi masalah tersebut secara mendalam dianalisa baik dari
segi yang berhubungan dengan kasusnya sendiri, faktor resiko, yang
mempengaruhi, kejadian yang berhubungan dengan kasus maupun tindakan, dan
reaksi dari kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus terhadap suatu perilaku
atau pemaparan tertentu. Meskipun yang diteliti dalam kasus tersebut hanya
berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam. Tujuan dari penelitian
studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
keadaan sekarang sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial, individu,
kelompok, lembaga atau masyarakat, (Setiadi, 2007:131). Dalam penelitian ini
menggunakan penelitian deskriptif untuk membuat gambaran tentang asuhan
keperawatan pada pasien Demam Tifoid dengan masalah resiko tinggi kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian diskiptif
dengan pendekatan studi kasus. Metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan
utama untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif. Studi
kasus yaitu studi yang dilaksanakan dngan cara meneliti suatu permasalahan
melalui suatu kasus yeng terdiri unit tunggal. Unit tunggal disini dapat berati satu
orang. Unit yang menjadi masalah tersebut secara mendalam dianalisa baik dari
segi yang berhubungan dengan kasusnya sendiri, faktor resiko, yang
mempengaruhi, kejadian yang berhubungan dengan kasus maupun tindakan, dan
reaksi dari kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus terhadap suatu perilaku
atau pemaparan tertentu. Meskipun yang diteliti dalam kasus tersebut hanya
berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam. Tujuan dari penelitian
studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
keadaan sekarang sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial, individu,
kelompok, lembaga atau masyarakat, (Setiadi, 2007:131). Dalam penelitian ini
menggunakan penelitian deskriptif untuk membuat gambaran tentang asuhan
keperawatan pada pasien Asma dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat : RSUD ”A”
2. Ruang : ruang Teratai
3. Waktu : 21 april 2013
C. Subjek penelitian:Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh
peneliti atau subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti
(Arikunto,2006). Subjek dalam penelitian ini adalah klien Nn N dengan penyakit
Asma dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif.
D. Jenis Data:
1. Data primer
Data yang didapatkan langsung dari klien dan keluarga dengan
menggunakan metode wawancara secara lisan atau bercakap cakap berhadapan
muka dengan klien dan keluarga klien.
2. Data sekunder
dilakukan dengan cara melihat atau mencatat hasil dokumentasi dari
rekam medic yang ada dan catatan perkembangan harian klien (Setiadi,
2007:132).
(Nursalam, 2008 : 31)
3. Teknik Pengambilan Data :
wawancara
observasi langsung
studi dokumen rekam medik.
E. Pengumpulan Data dan Analisa Data
a. Instrumen Penelitian
Adalah alat atau fasilitas yang digunakan penelitian dalam mengumpulkan data
penelitian (Arikunto, 2006). Format yang dimaksud terdiri dari pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
b. Pengumpulan Data
1) Proses pengumpulan data didahului dengan prosedur birokrasi atau surat
perijinan dari Direktur Dharma Huasada Kediri ditujukan kepada ......
Setelah itu menunggu balasan dari ....
2) Cara pengumpulan data dimulai dari peneliti mencari klien yang sesuai
dengan kasus atau judul penelitiannya. Setelah klien yang sesuai ditemukan,
peneliti melakukan tindakan preorientasi atau memperkenalkan diri serta
menjelaskan maksud dan tujuan pada klien. Kemudian lebih lanjut peneliti
melakukan inform consent berkaitan dengan meminta kesediaan klien untuk
dijadikan subyek peneliti secara sukarela tanpa keterpaksaan. Setelah klien
menyatakan kesediannya untuk menjadi subyek penelitian maka peneliti
harus meminta bukti kesediaan kien secara tertulis dengan menandatangani
surat persetujuan menjadi subyek penelitian. Setelah persetujuan
didapatkan, peneliti mulai melakukan pengkajian pada klien kemudian
merumuskan diagnosa keperawtan, menyusun rencana keperawatan,
melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana dan mengevaluasi hasil
dari tindakan keperawatan.
c. Analisa Data
Analisa data dilakukan secara diskriptif menggunakan prinsip-prinsip
manajemen asuhan keperawatan.
F. Etika Penelitian
Etika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Informed concent ( surat persetujuan )
Sebelum pengambilan data dilakuka, peneliti memperkenalkan diri,
memberikan penjelasan tentang judul studi kasus. Deskripsi tentang tujuan
pencatatan, menjelaskan hak dan kewajiban responden. Setelah dilakukan
penjelasan pada responden peneliti melakukan persetujuan sesuai dengan
responden tentang dilakukanya penelitian.
b. Anominity ( tanpa nama )
Peneliti melindungi hak-hak dan privasi responden, nama tidak digunakan
serta menjaga kerahasiaan responden, peneliti hanya menggggunakan inisial
sebagai identitas.
c. Confidentiality ( kerahasiaan )
Semua informasi yang diberikan responden kepada peneliti akan tetap
dirahasiakan.
d. Bebas dari penderitaan ( peneliti ini dalaksanakan tanpa mengakibatkan
penderitaan pada subjek).
Peneliti harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada sunjrk
khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
e. Bebas dari eksploitasi ( partisipasi responden dalam penelitian tindakan
digunakan untuk hal-hal yang dapat merugikan dalam bentuk apapun ).
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindari dari keadaan yang
tidak menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam
penelitian atau informasi yang telah diberikan, tindakan dipergunakan dalam
hal-hal yang dapat merugikan dalam bentuk apapun.
f. Resiko ( peneliti telah mempertimbangakan resiko dan keuntungan setiap
tindakan yang dilakukan responden).
Peneliti harus berhati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan
yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
g. Right to selt determination ( subjek penelitian tidak boleh dipaksa untuk
menjadi responden tanpa ada sanksi apapun ).
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak
memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa
adanya sanksi apapun atau akan berakibat terhadap kesembuhannya, jika
mereka seorang klien.
h. Right to full disclosure ( subjek memiliki hak untuk mendapatkan jaminan dari
perlakuan yang diberikan).
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci dan
bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.
i. Right in fair treatment ( subjek harus diperlakukan secara adil sebelum,
selama, dan setelah penelitian dilaksanakan tanpa ada diskriminasi walau klien
drop out dar ipenelitian).
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selam, dan
sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila
ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.
j. Right to privacy ( hak untuk dijaga kerahasiaanya).
Sunjek mempunyai hak untuk menerima bahwa data yang diberikan
harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama dan rahasia. (Hidayat,
2006:95)
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media
Acsulapius. FKUI. Jakarta.
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
BalaiPenerbit FKUI. Jakarta
Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.
Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
Carpenito, Lynda Juall ( 1998). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Tarwoto(2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta :
salemba Medika
Brunner and Sudarth. ( 2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC