PELANGGARAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DI PERAIRAN NATUNA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh: Adhi Pradana . B NIM:130200566 DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017 Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PELANGGARAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DI PERAIRAN
NATUNA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh:
Adhi Pradana . B
NIM:130200566
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Universitas Sumatera Utara
i
PELANGGARAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DI PERAIRAN NATUNA
DALAM PERSEPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL
SKRIPSI
Disusun untuk diajukan untuk melengkapi Persyaratan untuk meraih gelar sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh:
ADHI PRADANA.B
130200566
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2017
Universitas Sumatera Utara
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas selesainya makalah yang berjudul "Pelanggaran zona ekonomi
eksklusif di perairan Natuna oleh negara China dalam perspektif Hukum laut
internasional". Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
a) Pertama saya ingin bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan ide untuk mengangkat tema yang telah dipaparkan
dalam skripsi ini.
b) Prof.Dr.Suhaidi.S.H,M.Hum selaku Dosen pembimbing 1 yang telah memberi
masukan dan kritikan guna penyelesaian skripsi.
c) Bapak Arif S.H,M.Hum selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan waktu
dan memberi masukan dan penyempurnaan skripsi.
Universitas Sumatera Utara
iii
d) Kepada ketua Departemen Hukum Internasional pak Abdul Rahman
S.H,M,Hum yang telah menyetujui dan memilihkan judul yang sesuai.
e) Kepada Orang tua saya yang telah mendukung dan dan mengakomodir segala
kebutuhan yang diperlukan guna penyempurnaan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, kritik dan
saran sangat diharapkan demi kesempurnaan dalam pennyeleaian skripsi ini dan
dapat nantinya dapat dijadikan sebagai referensi untuk generasi,mendatang.Penulis
sadar bahwa karya ini tidak akan sempurna tanpa kritik dan saran dari semua para
pihak yang nantinya dapat membangun agar penulisan hukum ini menjadi sempurna
dan nantinya dapat bermanfaat dan membantu pihak-pihak yang memerlukan.
Medan, 26 November 2017
Hormat Penulis
Adhi Pradana .B
130200566
Universitas Sumatera Utara
iv
PELANGGARAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF DI PERAIRAN
NATUNA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL
ABSTRAK
Abdul Rahman S.H M.Hum *
Prof.Dr.Suhaidi S.H M.Hum **
Arif.S.H M.Hum ***
Wilayah Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara lain. Wilayah lautnya
dikelilingi oleh 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam,
Filipina, Australia, Timor Leste, Palau, dan Papua Nugini. Sementara itu, wilayah
daratnya berbatasan langsung dengan tiga negara, yaitu Malaysia, Timor Leste, dan
Papua Nugini sepanjang 2914,1 km, Disisi lain pemerintah China juga terlalu
percaya diri dengan pelanggaran yang dilakukannya atas wilayah Natuna.
Dimasukannya wilayah Natuna kedalam Zona Ekonomi Eksklusifnya China
memberikan masalah baru kepada Indonesia tidak lengkap untuk memahami
kebijakan maritim China saat ini bila tidak mencoba mengetahui apa yang disebut
“Nine-Dash Line”, karena hal ini sangat erat kaitannya dengan klaim teritorial
negara-negara lain yang terletak di kawasan Laut China Selatan. Penetapan
“sembilan garis terputus-putus” ini sebenarnya tidak dibuat oleh pemerintah China
yang sekarang, melainkan telah ada sejak tahun 1947, ketika pemerintahan
Koumintang berkuasa di daratan China.rumusan masalah antara lain:(1) Latar
belakang masalah pengaturan kawasan zona ekonomi eksklusif berdasarkan
UNCLOS 1982.(2) Pengamanan zona ekonomi eksklusif Indonesia. (3) Usaha
pengamanan zona ekonomi eksklusif dari Negara lain.
Dalam penulisan skripsi ini metode penelitian yang penulis gunakan adalah tipe
penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka (library
research) yang bersumber dari buku, jurnal, dokumen dan website yang
valid.Sedangkan untuk menganalisis data penulis menggunakan teknik analisis
kualitatif dengan teknik penulisan deduktif.Oleh dari karena itu Penulis memberikan
kesimpulan ;(1) Penetapan batas wilayah dan yurisdiksi negara merupakan hal yang
sangat penting dan strategis sekaligus sensitif, karena berkaitan dengan pengaturan
permasalahan kedaulatan (sovereignity) (2) ZEE dari negara lain juga dapat
diperkuat dengan kemampuan diplomasi dan mengisolasi ancaman dari negara lain
menggunakan kuasa ekonomi untuk melakukan atau memaksa kerja sama
,menjaga angkatan bersenjata .Saran dari penulis, Indonesia harus meninjau kembali
garis-garis pangkal laut wilayah dan menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan
dalam konvensi, baik dengan ketentuan-ketentuan dalam laut.
* Pembimbing I
** Pembimbing II
*** Mahasiswa Universitas Sumtara Utara
Kata Kunci ; Zona Ekonomi Eksklusif,Hukum Laut Internasional.
bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal.2
Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah sensitif. Tidak ada negara
yang rela kehilangan sejengkal wilayahnya. Karena itu, masalah perbatasan tidak
didiamkan. Masalah perbatasan berpotensi besar menimbulkan konflik. Hal ini
sebisa mungkin harus dihilangkan dengan menyelesaikan sengketa perbatasan.
1 Tirtamulia, Tjondro “Zona-Zona laut UNCLOS”, Bandung, PT. Brilian internasional, 2011 hal 17-23 2 Agoes, Etty R. Konsepsi “Economic Zone” Di Dalam Hukum Laut Internasional. Padjadjaran No. 4/1976 dan N0. 1/1977, hal 89-100
Universitas Sumatera Utara
2
Hilangnya sengketa perbatasan membuat kedaulatan lebih terjamin. Bagaimana
menyelesaikannya? Dibutuhkan upaya terkoordinasi dengan mekanisme lebih
sederhana dan bisa diterima semua pihak. Tanpa ini, penyelesaian masalah
perbatasan sering butuh waktu lama.3
Dengan dianggap pentingnya masalah perbatasan wilayah menjadikan
organisasi internasional membahasnya menjadi agenda bersama dan memberikan
solusi penyelesaian kasus perbatasan ini yakni ASEAN. Namun, dokumen-
dokumen ASEAN hanya sedikit menyinggung solusi soal sengketa wilayah. Ini
menegaskan jalan menuju komunitas ASEAN masih jauh. Di sisi lain, sebuah
komunitas membutuhkan ”pengorbanan” setiap anggota dengan ”membagi”
sebagian wilayah untuk dilebur ke dalam suatu nilai-nilai bersama. Namun, ada
pertanda baik. ASEAN sudah mulai menyerap unsur-unsur kedaulatan itu menjadi
suatu nilai bersama. Kemajuan lain, prinsip non- interferensi (tidak boleh campur
tangan) mulai ditembus. Akan tetapi, ada keengganan menyentuh lebih dalam
masalah sengketa perbatasan. Ini mengindikasikan masih besarnya resistensi
untuk melonggarkan urusan kedaulatan.4
Dalam kasus pelanggaran wilayah pulau Natuna yang secara sepihak oleh
pemerintah China mengindikasikan bahwa kekuatan dan pertahanan nasional
dalam hal kedaulatan Negara masih memiliki kekurangan dan celah yang bisa
dimanfaatkan oleh Negara lain. Disisi lain pemerintah China juga terlalu percaya
diri dengan pelanggaran yang dilakukannya atas wilayah Natuna. Dimasukannya
wilayah Natuna kedalam Zona Ekonomi Eksklusifnya China memberikan masalah
3 Ibid
4 ibid
Universitas Sumatera Utara
3
baru kepada Indonesia meskipun kasus ini sudah lama bergulit. Kasus ini semakin
membuat pemerintah Indonesia geram yakni dengan adanya kapal China yang
berlabuh dan memasuki wilayah laut Indonesia tanpa izin. Serta beberapa kasus
pencurian ikan yang dilakukan Negara ini diatas perairan wilayah
Indonesia.Kasus yang berawal pada tahun 2009 ini menurut versi China, mereka
memasukan wilayah Natuna kedalam peta wilayah mereka didasarkan pada
sembilan titik garis/ nine dash line yang selama ini diklaim Tiongkok dan
menandakan perbatasan maritimnya. Namun dari Sembilan titik garis ini
Indonesia tidak mengakuinya karena menurut Indonesia hal itu tidak memiliki
dasar hukum internasional apapun.5 Sembilan titik imaginer itu sendiri merupakan
salah satu penyebab munculnya konflik di wilayah Laut China Selatan. Klaim ini
memancing emosi sejumlah negara yang turut mengklaim memiliki hak di
wilayah yang jadi jalur perdagangan dunia itu. Usut punya usut, klaim yang
membuat repot enam negara ini dipicu kebijakan pemerintahan Partai
Kuomintang (kini berkuasa di Taiwan). Mazhab politik Kuomintang menafsirkan
wilayah China mencapai 90 persen Laut China Selatan.6
Adalah tidak lengkap untuk memahami kebijakan maritim China saat ini
bila tidak mencoba mengetahui apa yang disebut “Nine-Dash Line”, karena hal ini
sangat erat kaitannya dengan klaim teritorial negara-negara lain yang terletak di
kawasan Laut China Selatan. Penetapan “sembilan garis terputus-putus” ini
sebenarnya tidak dibuat oleh pemerintah China yang sekarang, melainkan telah
ada sejak tahun 1947, ketika pemerintahan Koumintang berkuasa di daratan China
5 Subagyo, P. Joko “Hukum Laut Indonesia”, Jakarta , PT. Rineka cipta, 2005 hal 76-90 6 Hasibuan, Rosmi.. Kaitan Permasalahan Rejim Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Dan Lintas Kontinen Dalam Konvensi Hukum Laut,Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1982,hal 66
Universitas Sumatera Utara
4
yang mengklaim wilayah teritorial yang mencakup hampir seluruh kawasan Laut
China Selatan. Ketika itu klaim ini pada dasarnya tidak ada pertimbangan politik
dan strategik tertentu karena rezim yang berkuasa pada saat itu sibuk membenahi
keadaan paska pendudukan Jepang dan dan juga sesudah itu terlibat dalam perang
saudara dengan rezim komunis. Sepeninggal Jepang, pemerintah Koumintang
segera menerbitkan peta yang berisi 11 garis terputus, sebagai klaim teritorial
yang kenyataannya berlokasi jauh dari daratan China mencakup seluruh perairan
Laut China Selatan.7
Sekalipun peta ini tidak memuat secara spesifik dan akurat mengenai batas-
batasnya, peta ini pun diadopsi oleh pemerintahan komunis yang mengambil alih
kekuasaan dan mendirikan negara People’s Republic of China (PRC) sejak tahun
1949. Sejak saat itu peta ini dijadikan dasar klaim teritorial dan kebijakan politik
pemerintahan Beijing sampai pada era sekarang ini. Suatu perubahan dilakukan
pada tahun 1953, yaitu China menghapus dua garis sehingga tinggal sembilan,
kemungkinan dijadikan sebagai salah satu cara untuk menghindari atau
meredakan ketegangan dengan Vietnam sebagai negara tetangga dekat pada waktu
itu.8
Luas wilayah yang termasuk dalam batas sembilan garis terputus itu
mencapai 3,5 juta kilometer persegi, meliputi 90 persen luas keseluruhan Laut
China Selatan. Peta laut baru China pada awal diterbitkan, tidak mendapatkan
penentangan ataupun protes dari negara-negara sekawasan/ berbatasan, karena
negara-negara tersebut sebahagian besar sedang sibuk berjuang untuk
7 S.K Wahyono, Indonesia Negara Maritim, Yayasan Penerbit Nusantara, Jakarta, 2007.hal 30 8 N.H.T. Siahaan dan H. Suhendi, Hukum Laut Nasional, Djambatan, Jakarta,1989.hal 66-81
Universitas Sumatera Utara
5
kemerdekaan nasionalnya dari penjajah. Beijing menganggap sikap diam dari
negara-negara tetangga dan bahkan komunitas maritim internasional, sebagai
suatu pengakuan dan untuk mengimbanginya Beijing pun bersikap diam agar
tidak menimbulkan penentangan dari manapun.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan
mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Negara China di perairan pulau
Natuna tersebut dengan mengangkat judul “Pelanggaran Zona Ekonomi
Eksklusif di Perairan Natuna oleh Negara China dalam Perspektif Hukum
Laut Internasional.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka penulis merumuskan
masalah penelitian, yaitu:
1. Pengaturan kawasan Zona Ekonomi Eksklusif berdasarkan UNCLOS 1982.
2. Penegakan hukum terkait pelanggaran di sekitar Zona Ekonomi Eksklusif di
Indonesia.
3. Usaha pengamanan zona ekonomi eksklusif Indonesia dar Negara lain.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan skripsi sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
6
1. Untuk mengetahui dan mengerti apa yang jadi kebijakan di daerah lautan
perairan di Indonesia dan sekitarnya.
2. Untuk mengetahui bagaimana UNCLOS dan hukum yang berkaitan akan
mengatasi masalah pelanggaran yang ada di perairan Natuna.
3. Untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap negara yang
melanggar perairan Laut Indonesia khsusnya Perairan Pulau Natuna
menurut perspektif Hukum Laut Internasional.
2. Manfaat Penulisan
Seperti pada umumnya dalam setiap penulisan skripsi pasti ada manfaat
yang diambil dari penelitian yang dilakukan dalam penulisannya. Manfaat secara
umum yang dapat diambil dari penulisan ini terdiri dari manfaat yang bersifat
teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.
a. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dan penulisan skripsi ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan mendalami dan mempelajari hukum internasional
khusunya hukum laut internasional serta dapat bermanfaat untuk
memperluas wawasan mengenai wilayah perairan dan kepulauan dan
bagaimana jika terjadi suatu pelanggaran oleh negara lain jika oleh negara
asing menurut Hukum Internasional.9
9 Tedjo Edhy Purdijanto, Mengawal Perbatasan Negara Maritim, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.hal 88
Universitas Sumatera Utara
7
b. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penulisan skripsi ini adalah menjadi
acuan dalam kerangka berfikir bagi upaya dan penyelesaian di Wilayah
Laut Natuna.
D. Keaslian Penulisan
Judul skripsi ini adalah “Pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif di Perairan
Natuna oleh Negara China dalam perspektif Hukum Laut Internasional”.
Penelitian ini difokuskan pada cara penegakan hukum yang paling tepat atas
pelanggaran yang diakukan oleh Negara China di Wilayah Zona Ekonomi
Ekslusif Indonesia di Perairan Pulau Natuna yang dikaji menurut Hukum Laut
Internasional.Skripsi ini ditulis berdasarkan ide, gagasan, serta pemikiran Penulis
dengan menggunakan berbagai referensi10
, sehingga bukan hasil dari
penggandaan karya tulis orang lain dan oleh karena itu keaslian dari skripsi dapat
dipertanggungjawabkan. Penulisan skripsi ini juga diperoleh dari buku-
buku,jurnal ilmiah, media cetak, media elektronik. Dan jika ada suatu persamaan
maka itu hanya digunakan sebagai suatu referensi dan penunjang yang penulis
perlukan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.11
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif
Dalam UNCLOS (UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW
OF THE SEA) Zona ekonomi eksklusif adalah suatu daerah di luar dan
berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada rejim hukum khusus yang
10 Hasibuan, Rosmi.. Kaitan Permasalahan Rejim Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Dan Lintas Kontinen Dalam Konvensi Hukum Laut,Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1982 11
2. Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Menurut Undang-Undang ini di Zona Ekonomi Eksklusif, Indonesia
mempunyai hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya alam hayati dengan mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi.
Batas terluar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ditetapkan sejauh 200 mil-laut.
Sampai saat ini Indonesia belum mengumumkan zona tambahannya
maupun memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
penetapan batas terluar, maupun tentang penetapan garis batas pada zona
tambahan yang tumpang tindih atau yang berbatasan dengan zona tambahan
negara lain. Badan Pembinaan Hukum Nasional dari Departemen Kehakiman dan
HAM pernah melakukan pengkajian dan menghasilkan suatu naskah akademik
dan RUU tentang Zona Tambahan, namun sampai saat ini belum menjadi
Undang-Undang.
Menurut ketentuan Pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis pangkal
yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus
dicantumkan dalam peta atau peta-peta dengan skala atau skala-skala yang
memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya dapat dibuat daftar
koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik.36
Secara nasional pengaturan mengenai hak lintas damai terdapat dalam:
1) UU No 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
2) Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1962 tentang Hak Lintas Damai kendaraan
Air Asing.
36 Ibid,hlm,110
Universitas Sumatera Utara
42
3) UU No 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nation Convention of the
Law of the Sea 1982.
4) UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan
5) Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal
Asing dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia
6) PP no.19 tahun 1999 tentang pengendalian dan atau perusakan laut
Namun melihat peraturan yang ada mengatur tentang laut territorial
diindonesia masih banyak terdapat berbagai kekurangan diantaranya tidak adanya
pengaturan batas laut Indonesia.
Perkembangan zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone)
mencerminkan kebiasaan internasional (international customs) yang diterima
menjadi hukum kebiasaan internasional (customary international law) karena
sudah terpenuhi dua syarat penting, yaitu praktik negara-negara (state practice)
dan opinio juris sive necessitatis. Zona ekonomi eksklusif bagi negara
berkembang seperti Indonesia adalah vital karena di dalamnya terdapat kekayaan
sumber daya alam hayati dan nonhayati, sehingga mempuyai peranan sangat
penting bagi pembangunan ekonomi bangsa dan negara
Zona ekonomi eksklusif adalah daerah di luar dan berdamping dengan laut
territorial yang tunduk pada rejim hukum khusus di mana terdapat hak-hak dan
jurisdiksi Negara pantai, hak dan kebebasan Negara lain yang diatur oleh
Konvensimsedangkan dalam undang-undang No 5 Tahun 1983 Tentang Zona
Ekonomi Eksklusif disebutkan bahwa Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah
jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana
ditetapkan berdasarkan undang undang yang berlaku tentang perairan Indonesia
Universitas Sumatera Utara
43
yang meliputi dasar laut,tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar
200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwasanya Indonesia telah
berusaha memperjuangkan status Negara kepulauan sejak Deklarasi Djuanda 13
Desember 1957, walaupun beberapa Negara sudah ada yang mengakui hal
tersebut, namun pada waktu itu belumlah mendapatkan pengakuan secara resmi
dari masyarakat internasional. Diperjuangkannya Indonesia sebagai Negara
Kepulauan yang berwawasan nusantara untuk mewujudkan suatu kesatuan
wilayah Indonesia, ialah satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
pertahanan keamanan.
Sehubungan dengan diakuinya Indonesia sebagai Negara Kepulauan, maka
otomatis perairan Indonesia yang dahulunya merupakan bahagian dari Laut Lepas
kini menjadi wilayah perairan Indonesia, artinya kedaulatan Indonesia atas
wilayah perairannya semakin luas dibandingkan sebelum ditandatanganinya
Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982. Indonesia memiliki
pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km, sehingga
secara geografis Indonesia merupakan negara maritim, yang memiliki luas total
wilayah 7,9 Juta Kilometer Persegi, yang terdiri atas 1,9 Juta Kilometer Persegi
daratan dan 5,8 Juta Kilometer Persegi berupa Lautan. Bersamaan dengan
semakin luasnya wilayah perairan Indonesia tersebut juga berdampak kepada
keutuhan kesatuan wilayah Negara Republik Indonesia, yaitu sebelumnya ada
diantara wilayah Indonesia yang harus dipisahkan karena adanya laut lepas, tapi
setelah Konvensi Hukum Laut 1982 disepakati dan wilayah perairan Indonesia
Universitas Sumatera Utara
44
semakin bertambah menyebabkan wilayah laut lepas tadi tidak ada lagi, akan
tetapi bersatu menjadi satu kesatuan wilayah perairan Indonesia.
Status Negara kepulauan yang dimiliki Indonesia juga memiliki dampak
positif lainnya, yaitu memposisikan Indonesia berada pada posisi yang strategis
bagi kegiatan ekonomi, sosial dan budaya, karena sebagaimana yang diketahui
bahwasanya Indonesia berada di garis khatulistiwa , berada diantara dua benua (
Asia dan Australia), dan dua samudera (Pasifik dan India), serta Negara yang
menjadi tempat perlintasan kapal-kapal asing sebagai bentuk aktifitas-aktifitas
perekonomian.
Dengan meratifikasi UNCLOS III kedalam peraturan perundang-undangan
nasional membuat adanya kejelasan batas wilayah dari Negara Indonesia,
sehingga dapat dijadikan alat legitimasi dalam menjalin hubungan berbangsa dan
bernegara. Kejelasan batas-batas perairan suatu negara dengan Negara-negara
yang berbatasan langsung juga akan dapat membantu memperjelas fungsi
pertahanan negara, yaitu menjaga kemungkinan serangan atau penyusupan dari
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena dengan
meratifikasi UNCLOS 1982 merupakan sebagai bentuk langkah untuk
mempertahankan kedaulatan Negara, karena mengingat bahwasanya Indonesia
memiliki wilayah perairan yang sangat luas.
Dilihat dari sudut pengaturan rejim-rejim hukum laut juga banyak
memberikan keuntungan bagi Indonesia sebagai Negara kepulauan yang
berwawasan nusantara, diantaranya adalah: Pertama, pengaturan mengenai lebar
laut territorial yang sebelum diratifikasikannya UNCLOS III menunjukkan adanya
keanekaragaman dalam masalah lebar Laut territorial, dimana ada Negara yang
Universitas Sumatera Utara
45
mengukur lebar laut teritorialnya dari 3 mil sampai 200 mil jauhnya, namun
sekarang menemukan titik kejelasan bahwasanya lebar Laut Teritorial adalah
tidak boleh lebih dari 12 mil laut. Kedua, pengaturan mengenai lebar Zona
Tambahan adalah maksimal 24 mil laut diukur dari garis dasar Laut Teritorial,
Indonesia memiliki yurisdiksi pengawasan di zona tersebut untuk mencegah dan
menindak pelanggaran Bea Cukai, Imigrasi, Fiskal dan saniter. Ketiga, Zona
Ekonomi Eksklusif yang diatur memiliki lebar sampai 200 mil laut membuat
wilayah laut Negara Indonesia bertambah luas yaitu dengan diberikannya “Hak
Berdaulat” atas ZEE tersebut. Keempat, dalam hal pengaturan lebar Landas
Kontinen juga menunjukkan dampak yang positif bagi Negara-negara pantai -
khususnya Indonesia, yaitu dimana Landas Kontinen yang pada mulanya
termasuk kedalam rejim Zona Ekenomo Eksklusif, namun pada Konvensi Hukum
Laut PBB 1982 (UNCLOS III) Landas Kontinen diatur dalam Bab tersendiri dan
memberikan kesempatan yang memungkinkan suatu Negara panati (salah satunya
Indonesia) memiliki lebar Landas Kontinen melebihi lebar Zona Ekonomi
Eksklusif, yaitu dengan tidak melebihi dari 350 mil laut.
Kejelasan batas-batas rejim hukum laut yang diatur di dalam UNCLOS III di
atas tentunya dapat menciptakan kesejahteraan khususnya bagi warga negara
Indonesia melalui terjaminnya pemanfaatan potensi sumber daya alam seperti
kegiatan perikanan, eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai, wisata bahari,
transportasi laut dan berbagai kegiatan kelautan lainnya.Selain kelebihan atau
dampak positif yang didapatkan Indonesia dengan mengesahkan United Nations
Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Tentang Hukum Laut) melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, ternyata
Universitas Sumatera Utara
46
ada kelemahan yang dirasakan atau dampak negatif yang masih dapat dirasakan
oleh Negara Indonesia, walaupun dampak negatif itu berbanding lebih sedikit dari
pada dampak positif yang sangat banyak dirasakan.
Diantara kelemahannya itu adalah disamping keberadaan Indonesia pada
posisi yang strategis dalam kegiatan perekonomian, sosial dan budaya juga
berpengaruh terhadap Indonesia yang sangat rawan untuk mengalami konflik
dengan negara tetangga, baik yang berbatasan langsung dengan Indonesia maupun
berbatasan secara tidak langsung dengan Indonesia. Negara-negara tetangga akan
mengklaim suatu wilayah laut yang pada mulanya diklaim oleh Indonesia sebagai
wilayah kekuasaanya, hal ini terjadi karena Negara yang berbatasan langsung
dengan Negara indonesia tersebut juga berusaha memperluas wilayah lautnya
dengan pengukuran garis batas sebagaimana yang ditentukan di dalam UNCLOS
III. Selain itu konflik dapat saja terjadi ketika Indonesia sudah mengesahkan
UNCLOS III, kemudian mendasarkan pengaturan wilayah laut berdasarkan
UNCLOS tersebut, namun di lain pihak Negara tetangga dalam mengklaim suatu
wilayah laut malah tidak tunduk atau tidak didasarkan kepada UNCLOS akan
tetapi hanya dilakukan secara sepihak, seperti halnya contoh konflik yang terjadi
antara Indonesia dengan Malaysia terkait kasus perebutan blok Ambalat.
C. UNCLOS dan Hukum yang Berkaitan Mengatasi Masalah Pelanggaran
yang Ada di Perairan Natuna.
Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah sensitif. Tidak ada
negara yang rela kehilangan sejengkal wilayahnya. Karena itu, masalah
perbatasan tidak didiamkan. Masalah perbatasan berpotensi besar menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
47
konflik. Hal ini sebisa mungkin harus dihilangkan dengan menyelesaikan
sengketa perbatasan. Hilangnya sengketa perbatasan membuat kedaulatan lebih
terjamin. Bagaimana menyelesaikannya? Dibutuhkan upaya terkoordinasi dengan
mekanisme lebih sederhana dan bisa diterima semua pihak. Tanpa ini,
penyelesaian masalah perbatasan sering butuh waktu lama.37
Dalam kasus Natuna yang diklaim secara sepihak oleh pemerintah China
mengindikasikan bahwa kekuatan dan pertahanan nasional dalam hal kedaulatan
Negara masih memiliki kekurangan dan celah yang bisa dimanfaatkan oleh
Negara lain. Disisi lain pemerintah China juga terlalu percaya diri dengan
pengkklaiman yang dilakukannya atas wilayah Natuna. Dimasukannya wilayah
Natuna kedalam Zona Ekonomi Eksklusifnya China memberikan masalah baru
kepada Indonesia meskipun kasus ini sudah lama bergulit. Kasus ini semakin
membuat pemerintah Indonesia geram yakni dengan adanya kapal China yang
berlabuh dan memasuki wilayah laut Indonesia tanpa izin. Serta beberapa kasus
pencurian ikan yang dilakukan Negara ini diatas perairan wilayah Indonesia.38
Dalam kasus ini, sebenarnya Indonesia berada diposisi yang kuat daripada
China yang hanya mendasarkan pada aturan nine dash line itu. Apalagi ditambah
dengan polah China yang selama ini kerap melanggar zona eksklusif perairan
Indonesia, selain itu juga dengan beberapa kali tersangkut masalah illegal fishing
yang dilakukan oleh masyarakat China terhadap perairan Indonesia dan kapal
China yang masuk dalam wilayah perairan Indonesia dan tanpa seizin dari pihak
Indoensia dan tindakan ini jelas melanggar UU ZEE No 5 Tahun 1983 kita
khususnya dalam pasal 7. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa barangsiapa
37
Etty.R,Agoes,op,cit,hlm ,250 38 Ibid,hlm,200
Universitas Sumatera Utara
48
melakukan kegiatan di perairan wilayah Indonesia harus mendapat persetujuan
dari pemerintah Indonesia.39
Dari insiden illegal fishing oleh kapal China berbuntut protes resmi dari
pemerintah Indonesia karena upaya penindakan yang hendak dilakukan oleh tim
KKP dihalang-halangi oleh kapal patroli milik badan keamanan laut (coastguard)
Tiongkok.40
Kapal penjaga pantai (coast guard) milik Angkatan Laut China nekat
menerobos perbatasan. Tak hanya itu, mereka juga menabrak dan menarik paksa
kapal yang baru saja ditangkap operasi gabungan Kementerian Kelautan dan
Perikanan bersama TNI AL. Akibat ulah dari kapal coast guard China yang
menerabas wilayah perairan Natuna, Indonesia ini belum usai. Hal ini membuat
pemerintah Indonesia kini berencana meningkatkan pengamanan wilayah
perbatasan itu.
Dilihat dari segi ZEE (Zona Economy Exlucive) Pasal 3 UU ZEE No. 5
tahun 1983 ayat (1) dijelaskan bahwa Apabila Zona Ekonomi Eksklusif Indo nesia
tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif negara-negara yang antainya
saling berhadapan atau berdampingan dengan Indonesia, maka batas zona
ekonomi eksklusif antara Indonesia dan negara tersebut ditetapkan dengan
persetujuan antara Republik Indonesia dan negara yang bersangkutan. Dari segi
ini maka sudah jelas tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Indoensia, yakni
dengan tegas untuk menyelesaikan kasus ini. Apalagi apabila dikaitkan dengan
hak kedaulatan Negara. Dijelaskan pula dalam Pasal (5) UU ini bahwa Dengan
tidak mengurangi ketentuan ayat (1), eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya
39
Ibid,hlm,278 40 Ibid,hlm,245
Universitas Sumatera Utara
49
alam hayati harus mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Dengan adanya tindakan China yang melakukan illegal fishing—kasus ini
masih berhubungan dengan pengklaiman Natuna—maka sudah jelas bahwa China
harus mengikuti dan mematuhi segala aturan yang berlaku dalam pemerintahan
Indonesia.
Dan jika kita ingin mengacu pada UNCLOS 1982 maka ada peraturan
yang mengatur segala macam peraturan mengenai wilayah kedaulatan Perairan
dan wilayah laut Indonesia berdasarkan Pasal 73 UNCLOS Indonesia sebagai
"coastal state" memiliki hak untuk mengekplorasi, ekploitasi, konservasi dan
mengkontrol sumber daya alam pada wilayah ZEE."Indonesia juga berhak untuk
melakukan tindakan seperti "boarding", inspeksi penahanan dan melakukan proses
hukum untuk menegakkan hukum penangkapan ikan," kata dia. Sementara,
berdasarkan Pasal 58 ayat 3 UNCLOS, negara-negara lain harus menghormati dan
melaksanakan aturan yang diterapkan oleh Indonesia sebagai 'coastal state'.
untuk menggunakan lautnya sebagai mata pencaharian pokok yang sudah
berlangsung puluhan atau ratusan tahun. Namun, jika wilayah tradisional tersebut
melampaui teritorial wilayah negara lain, maka harus ada agreement atau
persetujuan bilateral lebih dahulu dari negara-negara tersebut agar teritorialnya
boleh digunakan oleh nelayan tradisional tersebut. Sepanjang tidak
ada agreement atau persetujuan bilateral antar-negara maka hak nelayan
tradisional (traditional fishing rights) untuk melaut di teritorial negara lain tetap
dikategorikan sebagai perbuatan illegal fishing.
Universitas Sumatera Utara
50
BAB III
PENGAMANAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
A. Masalah yang Berkaitan dengan “Traditional Fishing Zone”
Indonesia adalah Negara kepulauan dan Nelayan Republik Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Semua fakta geografis yang
menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara pantai,
menempatkannya juga sebagai negara dengan populasi nelayan yang patut
diperhitungkan. Nelayan adalah suatu komunitas yang harus ada di dalam negara
kepulauan. Sehingga, tanpa nelayan, negara kepulauan akan kehilangan hak
tradisional yang diamanatkan UNCLOS 1982. Karena, dengan keberadaan
nelayan, negara kepulauan dapat mengklaim hak tradisionalnya terhadap negara
tetangganya apabila perlu untuk mendapatkan hak tradisional melintasi wilayah
laut yurisdiksi negara tetangga. Dengan demikian, menjadi penting dan berjalin-
kelindan hubungan atau pengaruh nelayan terhadap negara kepulauan.
Hak Penangkapan Ikan Secara Tradisional (Traditional Fishing Right),
yaitu hak yang diberikan kepada nelayan-nelayan tradisonal negara tetangga untuk
menangkap ikan secara tradisional di perairan kepulauan tertentu berdasarkan
perjanjian bilateral. Mengenai hal ini sudah diatur berdasarkan perjanjian bilateral
sesuai ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut dan ketentuan Hukum Laut
Internasional (HLI).
Pemerintah china telah menyampaikan pendapat lisannya soal kapal
nelayan dan coastguard-nya di perairan Natuna, yang memasuki wilayah
Indonesia. Menurut mereka, wilayah itu merupakan area tangkapan ikan
Universitas Sumatera Utara
51
tradisional. Pendapat tersebut diungkapkan kuasa usaha sementara Kedutaan di
Jakarta kepada Menteri Luar Negeri insiden di Natuna.
"Dalam komunikasi lisan yang disampaikan kuasa usaha kedutaan besar
Tiongkok yang di Jakarta, mereka menyampaikan, kejadian itu berada
di traditional fishing zone-nya negara Tiongkok," ujar Retno di Kemenko
Polhukam, Kamis (24/3/2016).41
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan pemerintah
Indonesia dan Cina tak pernah membuat perjanjian apa pun tentang traditional
fishing zone. Perjanjian semacam itu hanya dilakukan Cina dengan Malaysia. “Itu
pun hanya di Selat Malaka dan wilayah terbatas yang telah ditentukan bersama,”
ucap Susi dalam konferensi pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta
Pusat, Selasa, 21 Juni 2016. Susi menegaskan, tindakan TNI Angkatan Laut yang
mengusir dan menangkap kapal berbendera Cina di perairan Natuna pada 17 Juni
2016 sudah benar. Sebab, kapal-kapal itu menangkap ikan di zona ekonomi
eksklusif milik Indonesia. “Itu adalah illegal unreported unregistered fishing,”
ujarnya.
Bagi Susi, penegakan hukum yang dilakukan Indonesia terhadap kapal-
kapal ikan asing yang mencuri ikan haruslah dihormati negara lain, karena itu
bagian dari hubungan bilateral. Ia menganggap, kalau hal itu saja tak dihormati,
tak ada hubungan baik di antara kedua negara. “Saya hanya tegakkan hukum
pencuri ikan di wilayah kita.” Susi menilai, klaim wilayah perairan tersebut
merupakan traditional fishing zone tersebut tidak diakui secara global. Selain itu
Indonesia juga tidak memiliki perjanjian dengan Tiongkok terkait hal tersebut.
41 Dheri Agriesta/MTVN,http://www.mediaindonesia.com/news Kamis, 24 March 2016 20:20
Universitas Sumatera Utara
52
"Traditional fishing zone tidak di-recognize (diakui) di perjanjian apapun.
Apa yang diklaim pemerintah Tiongkok sebagai traditional fishing zone itu hanya
diakui sepihak, tidak diakui dunia. Yang diratifikasi oleh semua
negara tradisional fishing right. Jadi traditional fishing zone itu tidak
ada. International community hanya me-recognize traditional fishing right itu pun
harus disetujui dua atau lebih negara,"
Demikian kata pakar hukum laut internasional Profesor Hasyim Djalal
seperti dilaporkan Antara, Jumat (1/7). “Zona Ekonomi Ekskusif Indonesia
(ZEEI) sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional. Di dalam ZEEI tidak
ada traditional fishing ground China,” kata Hasyim Djalal dalam sebuah forum
diskusi. Untuk itu, ia mengingatkan bahwa dalam Konvensi PBB tentang hukum
laut tidak muncul istilah traditional fishing ground, akan tetapi yang ada
adalah traditional fishing rights.
Lebih lanjut, menurut Hasyim Jalal, traditional fishing rights harus
dirumuskan dengan negara terkait yang memiliki zona ekonomi sehingga
kedaulatan sumber daya dapat dimiliki. “Makanya konvensi hukum laut mengatur
hak-hak atas zona ekonomi itu,” terang dia.
Dan juga dari peraturan yang tertulis dalam UNCLOS 1982 dalam Pasal
51 ayat 1 yang menyebutkan”Tanpa mengurangi arti ketentuan pasal 49, Negara
kepulauan harus menghormati perjanjian yang ada dengan Negara lain dan harus
mengakui hak perikanan tradisional dan kegiatan lain yang sah Negara tetangga
yang langsung berdampingan dalam daerah tertentu yang berada dalam perairan
kepulauan. Syarat dan ketentuan bagi pelaksanaan hak dan kegiatan demikian
Universitas Sumatera Utara
53
termasuk sifatnya, ruang lingkup dan daerah dimana hak akan kegiatan demikian,
berlaku, atas permintaan salah satu Negara yang bersangkutan harus diatur dengan
perjanjian bilateral antara mereka. Hak demikian tidak boleh dialihkan atau dibagi
dengan Negara ketiga atau warga negaranya.”
Pertanyaannya adalah, apakah claim Tiongkok terhadap traditional fishing
zone dapat membebaskan nelayan tersebut dari pelanggaran atas dua konvensi
tersebut? Atau apakah traditional fishing zone dapat dijadikan
sebagai accused (alasan pemaaf) untuk menghapus kesalahan yang dilakukan oleh
KM Kway Fey 10078? Kedua konvensi tersebut tidak mengenal
terminologi traditional fishing zone sebagaimana yang di-claim oleh Tiongkok.
Dalam Pasal 47 (6) dan pasal 51 (1) UNCLOS ada satu terminologi yang
memiliki kemiripan dengan “traditional fishing zone” tetapi memiliki makna yang
berbeda. Terminologi tersebut adalah “traditional fishing rights”. Traditional
fishing rights ini adalah hak-hak nelayan tradisional untuk melakukan
penangkapan ikan yang sudah dilakukan secara tradisional dan turun temurun atas
teritorial suatu negara tertentu. Hak ini diberikan untuk menghormati hak-hak
penduduk asli (indigenous people) untuk menggunakan lautnya sebagai mata
pencaharian pokok yang sudah berlangsung puluhan atau ratusan tahun. Namun,
jika wilayah tradisional tersebut melampaui teritorial wilayah negara lain, maka
harus ada agreement atau persetujuan bilateral lebih dahulu dari negara-negara
tersebut agar teritorialnya boleh digunakan oleh nelayan tradisional tersebut.
Sepanjang tidak ada agreement atau persetujuan bilateral antar-negara maka hak
nelayan tradisional (traditional fishing rights) untuk melaut di teritorial negara
lain tetap dikategorikan sebagai perbuatan illegal fishing.
Universitas Sumatera Utara
54
Aturan mengenai hak perikanan tradisional yang tertuang dalam UNCLOS
1982 sangat sedikit, yaitu dalam satu pasal, yaitu Pasal 51 yang isinya “Tanpa
mengurangi arti pasal 49, negara kepulauan harus menghormati perjanjian yang
ada dengan negara lain dan harus mengakui hak perikanan tradisional dan
kegiatan lain yang sah negara tetangga yang langsung berdampingan dalam
daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan. Syarat dan ketentuan bagi
pelaksanaan hak dan kegiatan demikian, termasuk sifatnya, ruang lingkup dan
daerah di mana hak dan kegiatan demikian berlaku, atas permintaan salah satu
negara yang bersangkutan harus diatur dengan perjanjian bilateral antara mereka.
Hal demikian tidak boleh dialihkan atau dibagi dengan negara ketiga atau warga
negaranya”.
Dapat disimpulkan bahwa konsep traditional fishing rights harus melalui
mekanisme bilateral kedua negara yang berbatasan perairan. Perlu diingat, bahwa
konsep traditional fishing rights tidak sama dengan traditional fishing area.
Traditional fishing rights adalah mekanisme antarnegara yang mengatur hak-hak
nelayan di perairan yang berbatasan/berdampingan. Sedangkan traditional fishing
area adalah daerah penangkapan ikan yang diberikan kepada nelayan tradisional
dalam batas-batas konservasi laut diperairan nasional ataupun daerah.
Universitas Sumatera Utara
55
B. Dampak Kasus Pelanggaran Perairan Natuna Terhadap Peraturan
Hukum Laut Internasional
Perairan Natuna bagi Indonesia memiliki arti sangat penting dan strategis,
sebab perairan dan kepulauannya merupakan batas terluar dari NKRI yang
menjadi penentu keberdaulatan negara. Apabila kemudian wilayah ini menjadi
objek sengketa atau dilanggar batas wilayahnya maka kedaulatan NKRI kembali
dipertaruhkan, dan tentunya kita tidak ingin kembali mengulangi kesalahan
beberapa tahun lalu ketika harus kehilangan Sipadan dan Ligitan.
Masuknya kapal-kapal Tiongkok ke wilayah perairan Indonesia dan
adanya perlindungan dari kapal patroli mereka, telah menunjukkan adanya upaya
untuk menentang hukum laut internasional, khususnya terkait dengan Zona
Ekonomi Eksklusif milik Indonesia. Atas dasar kondisi itu memang sudah
sewajarnya pemerintah Indonesia kemudian memberikan teguran yang keras
kepada pemerintah Tiongkok. Sensitivitas persoalan Laut China Selatan kini
dengan kata lain tidak lagi menyangkut persoalan Tiongkok dengan negara-negara
seperti Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia.
Keikutsertaan Indonesia secara aktif dalam mengatasi persoalan di Laut
China Selatan seharusnya juga tidak lagi hanya sebatas sebagai penengah, namun
juga aktif menjadi aktor yang mencegah negeri tirai bambu untuk memperluas
wilayah kekuasaannya secara sewenang-wenang. Untuk mengatasi persoalan itu
maka upaya diplomasi melalui komunikasi dengan negara-negara lain di Asia
Tenggara, termasuk dengan negara peng-klaim yaitu Tiongkok, mutlak segera
dihidupkan kembali. Upaya ini merupakan cara awal yang dapat ditempuh untuk
menghindari adanya gesekan yang lebih parah di wilayah perairan.
Universitas Sumatera Utara
56
United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut) melalui Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 1985, ternyata ada kelemahan yang dirasakan atau dampak
negatif yang masih dapat dirasakan oleh Negara Indonesia, walaupun dampak
negatif itu berbanding lebih sedikit dari pada dampak positif yang sangat banyak
dirasakan.
Diantara kelemahannya itu adalah disamping keberadaan Indonesia pada
posisi yang strategis dalam kegiatan perekonomian, sosial dan budaya juga
berpengaruh terhadap Indonesia yang sangat rawan untuk mengalami konflik
dengan negara tetangga, baik yang berbatasan langsung dengan Indonesia maupun
berbatasan secara tidak langsung dengan Indonesia. Negara-negara tetangga akan
mengklaim suatu wilayah laut yang pada mulanya diklaim oleh Indonesia sebagai
wilayah kekuasaanya, hal ini terjadi karena Negara yang berbatasan langsung
dengan Negara indonesia tersebut juga berusaha memperluas wilayah lautnya
dengan pengukuran garis batas sebagaimana yang ditentukan di dalam UNCLOS
III. Selain itu konflik dapat saja terjadi ketika Indonesia sudah mengesahkan
UNCLOS III, kemudian mendasarkan pengaturan wilayah laut berdasarkan
UNCLOS tersebut, namun di lain pihak Negara tetangga dalam mengklaim suatu
wilayah laut malah tidak tunduk atau tidak didasarkan kepada UNCLOS akan
tetapi hanya dilakukan secara sepihak, seperti halnya contoh konflik yang terjadi
antara Indonesia dengan Malaysia terkait kasus perebutan blok Ambalat.
Selain itu, wilayah Indonesia yang sebagian besar adalah wilayah perairan
mempunyai banyak celah kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh negara lain
yang pada akhirnya dapat meruntuhkan bahkan dapat menyebabkan disintegrasi
Universitas Sumatera Utara
57
bangsa Indonesia. wilayah/zona tersebut mempunyai hak untuk memanfaatkan
batas ZEE-nya baik kekayaan alam didalamnya, juga berhak melintasi wilayah
udara diatasnya, menggunakan kebebasan bernavigasi, melakukan penanaman
kabel dan pipa juga menggunakan kebijakan hukumnya. Selain itu,mengadakan
penelitian mengenai sumber daya hayati maupun sumber daya laut. Dasar Hukum
yang mengatur ZEE adalah UU RI No.5 tahun 1983. Seorang pengamat kelautan,
Diah S Koesdinar mengatakan pengelolaan wilayah laut ZEE, harus
mengedepankan kedaulatan negara untuk dimanfaatkan sebagai cara
memakmurkan dan mensejahterakan rakyat dan negara. Tanpa adanya kedaulatan,
satu negara tidak ada artinya.
Permasalahan yang terjadi pada wilayah laut ZEE Indonesia yaitu adanya
potensi ancaman yang dapat merugikan Indonesia sendiri dalam segala macam
aspek kehidupan baik dalam bidang ekonomi, kebudayaan, pertahanan dan
keamanan. Karena, tidak mudah untuk mengelola wilayah laut NKRI yang luas
dengan dana terbatas juga koordinasi terpadu dari berbagai instansi pemerintah
terkait yang belum efektif. Padahal, pembangunan kelautan merupakan satu
kesatuan dengan pembangunan negara. Selain itu, pengembangannya yang tidak
begitu maksimal, dan adanya keterbatasan SDM, Infrastruktur, Pengetahuan dan
Teknologi yang dianggap sebagai faktor utama menyebabkan mudahnya negara-
negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia masuk kewilayah kedaulatan
Indonesia secara bebas.
Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam lalu lintas laut.
Dengan posisi laut yang strategis dapat memberikan dampak yang bisa
menguntungkan juga merugikan bangsa Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
58
C. Dampaknya pada Pertahanan Wilayah Perairan Indonesia
Ketegangan sejumlah Negara di wilayah Kepulauan Natuna dimulai sejak
China mereklamasi dan memperluas pulau-pulau kecil Mischief Reef dan Pulau
Subi sebagai bagian dari Kepulauan Spratly di Laut China Selaatan. Kepulauan
Natuna yang berada di antara ujung barat laut indonesia di Kalimantasn dan ujung
selatan Vietnam, memiliki 270 pulau menjadi bagian Provinsi Kepelauan Riau
dengan 70.000 penduduk.
Pengklaiman kepulauan Natuna terletak pada daerah perairan di sekitar
kepulauan yang berpotensi tumbang tindih pada batas garis imajiner Nine Dash
Line yang ditetapkan oleh China. Dalan kasus ini permasalahan bukan pada klaim
kepulauannya saja tapi pada perariran sekitar Kepulauan Natuna juga. Klaim ini
akan berdampak pada hak daulat pada wilayah kedaulatan Indonesia. Dengan
Nine Dash Line yang tidak jelas batasnya mengakibatkan timbulnya masalah atas
hak berdaulat. Ketidakjelasalan NDL ini berdampak pada hak daulat kawasan
ZEE Dalam kasus Natuna yang diklaim secara sepihak oleh pemerintah China
mengindikasikan bahwa kekuatan dan pertahanan nasional dalam hal kedaulatan
Negara masih memiliki kekurangan dan celah yang bisa dimanfaatkan oleh
Negara lain. Disisi lain pemerintah China juga terlalu percaya diri dengan
pengkklaiman yang dilakukannya atas wilayah Natuna. Dimasukannya wilayah
Natuna kedalam Zona Ekonomi Eksklusifnya China memberikan masalah baru
kepada Indonesia meskipun kasus ini sudah lama bergulit. Kasus ini semakin
membuat pemerintah Indonesia geram yakni dengan adanya kapal China yang
berlabuh dan memasuki wilayah laut Indonesia tanpa izin. Serta beberapa kasus
pencurian ikan yang dilakukan negara ini diatas perairan wilayah Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
59
Kasus yang berawal pada tahun 2009 ini menurut versi China, mereka
memasukan wilayah Natuna kedalam peta wilayah mereka didasarkan pada
sembilan titik garis/ nine dash line yang selama ini diklaim Tiongkok dan
menandakan perbatasan maritimnya. Namun dari sembilan titik garis ini Indonesia
tidak mengakuinya karena menurut Indonesia hal itu tidak memiliki dasar hukum
internasional apapun. Sembilan titik imaginer itu sendiri merupakan salah satu
penyebab munculnya konflik di wilayah Laut China Selatan. Klaim ini
memancing emosi sejumlah negara yang turut mengklaim memiliki hak di
wilayah yang jadi jalur perdagangan dunia itu. Usut punya usut, klaim yang bikin
repot enam negara ini dipicu kebijakan pemerintahan Partai Kuomintang (kini
berkuasa di Taiwan). Mazhab politik Kuomintang menafsirkan wilayah China
mencapai 90 persen Laut China Selatan.
Dalam kasus ini, sebenarnya Indonesia berada diposisi yang kuat daripada
China yang hanya mendasarkan pada aturan nine dash line itu. Apalagi ditambah
dengan polah China yang selama ini kerap melanggar zona eksklusif perairan
Indonesia, selain itu juga dengan beberapa kali tersangkut masalah illegal fishing
yang dilakukan oleh masyarakat China terhadap perairan Indonesia dan kapal
China yang masuk dalam wilayah perairan Indonesia dan tanpa seizin dari pihak
Indoensia dan tindakan ini jelas melanggar UU ZEE No 5 Tahun 1983 kita
khususnya dalam pasal 7. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa barangsiapa
melakukan kegiatan di perairan wilayah Indonesia harus mendapat persetujuan
dari pemerintah Indonesia.
Dengan melihat betapa seriusnya negara dalam hal mempertahankan
wilayah kita dan menyelesaikan konflik ini, maka bisa disimpulkan bahwa dengan
Universitas Sumatera Utara
60
adanya pengklaiaman wilayah Kepulauan Natuna ini berdampak sangat besar
pada ketahanan dan keamanan negara. Selain itu yang terpenting adalah
kedaulatan negara yang dilanggar oleh China. Dengan beraninya mereka
melanggar kedaulatan negara yang dapat diasumsikan itu merupakan rumah atau
kekuasaan Indoensia. Bisa dibayangkan bagaimana kacaunya apabila suatu negara
wilayahnya diambil dan diklaim oleh negara tetangga yang itu merupakan sudah
jelas miliknya negara tersebut.
Sama halnya dengan tujuan diselenggarakannya Konvensi Hukum Laut
PBB 1982, Indonesia meratifikasi United Nations Convention On The Law Of The
Sea(UNCOLS III) ialah atas suatu keinginan dan ketekadan yang kuat untuk
memperkokoh perdamaian, keamanan, kerjasama dan hubungan bersahabat antara
semua bangsa sesuai dengan asas keadilan dan persamaan hak dan akan
memajukan peningkatan ekonomi dan sosial segenap rakyat dunia, sesuai dengan
tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaiamana yang telah ditetapkan.
Kemudian daripada itu secara khusus Indonesia meratifikasi UNCLOS III adalah
sebagai suatu bentuk upaya untuk memperkuat, memperjelas, menjaga kekuasaan
Indonesia atas kedaulatan wilayah lautnya.
Dengan Indonesia meratifikasi UNCLOS III, secara garis besar hal
tersebut sangat bermanfaat dan memberikan lebih banyak dampak positif bagi
Indonesia dalam hal penguasaan atas wilayah laut. Diantaranya yang sangat
menguntungkan dari sisi Indonesia adalah sebagaimana yang dijelaskan di dalam
penjelasan umum Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tersebut menyebutkan
bahwasanya konvensi ini ( Konvensi Hukum Laut PBB 1982) mempunyai arti
yang sangat penting bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia karena untuk
Universitas Sumatera Utara
61
pertama kalinya asas Negara Kepulauan yang selama dua puluh lima tahun secara
terus menerus diperjuangkan oleh Indonesia pada akhirnya telah membuahkan
hasil, yaitu berhasil memperoleh pengakuan resmi masyarakat internasional.
Dimana pengakuan resmi asas Negara Kepulauan tersebut sangatlah penting bagi
Indonesia dalam mewujudkan satu kesatuan wilayah Negara Republik Indonesia.
Pola ancaman yang dapat terjadi dari dampak ZEE salah satunya pola
ancaman berbentuk keamanan perairan Indonesia yang harus dihadapi oleh TNI
yang merupakan kejahatan trans nasional yang memiliki aspek politik ekonomi
bahkan melibatkan keterkaitan antara Negara-negara ASEAN dengan berupa
perompakan juga penyeludupan manusia yang terjadi di perairan pasifik yang
hingga saat ini menjadi kasus dengan persentase tertinggi di dunia. Ancaman
lainnya berupa eksploitasi hasil laut contohnya penangkapan ikan juga sumber
kekayaan alam didalamnya secara illegal. Adanya penyeludupan kayu
gelondongan, senjata, amunisi, bahan peledak maupun harta karun. Pola ancaman
lainnya terlihat pada letak batas ZEE yang bersinggungan dengan ZEE ataupun
perbatasan Negara-negara lain. Contoh kasusnya ada pada Perbatasan antara
Indonesia dan India. Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo yang
berada di Aceh dan Pulau Nicobar di India. Kesepakatan kedua Negara mengenai
Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat
tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah ada.
Tetapi, masalah di antara kedua negara masih sering muncul dikarenakan sering
terjadinya pelanggaran wilayah oleh kedua pihak,
Dengan banyaknya cara untuk mempertahankan Negara dan berbagai trik
diplomasi lainnya maka dalam hal ini deetterence dapat dijadikan suatu hal yang
Universitas Sumatera Utara
62
dapat diandalkan dan jadi suatu pertahanan yang mumpuni dan dapat di jadikan
landasan dalam berdiplomasi di kancah Internasional dan dapat dijadikan contoh
untuk Negara yang punya masalah yang sama dan bermanfaat.
Masalah kedaulatan wilayah merupakan masalah sensitif. Tidak ada negara
yang rela kehilangan sejengkal wilayahnya. Karena itu, masalah perbatasan tidak
didiamkan. Masalah perbatasan berpotensi besar menimbulkan konflik. Hal ini
sebisa mungkin harus dihilangkan dengan menyelesaikan sengketa perbatasan.
Hilangnya sengketa perbatasan membuat kedaulatan lebih terjamin. Bagaimana
menyelesaikannya? Dibutuhkan upaya terkoordinasi dengan mekanisme lebih
sederhana dan bisa diterima semua pihak. Tanpa ini, penyelesaian masalah
perbatasan sering butuh waktu lama. Dengan dianggap pentingnya masalah
perbatasan wilayah menjadikan organisasi internasional membahasnya menjadi
agenda bersama dan memberikan solusi penyelesaian kasus perbatasan ini yakni
ASEAN. Namun, dokumen-dokumen ASEAN hanya sedikit menyinggung solusi
soal sengketa wilayah. Ini menegaskan jalan menuju komunitas ASEAN masih
jauh. Di sisi lain, sebuah komunitas membutuhkan ”pengorbanan” setiap anggota
dengan ”membagi” sebagian wilayah untuk dilebur ke dalam suatu nilai-nilai
bersama. Namun, ada pertanda baik. ASEAN sudah mulai menyerap unsur-unsur
kedaulatan itu menjadi suatu nilai bersama. Kemajuan lain, prinsip non-
interferensi (tidak boleh campur tangan) mulai ditembus. Akan tetapi, ada
keengganan menyentuh lebih dalam masalah sengketa perbatasan. Ini
mengindikasikan masih besarnya resistensi untuk melonggarkan urusan
kedaulatan.
Universitas Sumatera Utara
63
BAB IV
USAHA PENGAMANAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
DARI NEGARA LAIN
A. Langkah Diplomatis dengan Cara “Preventif Diplomacy”
Tujuan PBB seperti yang diamatkan dalam Pasal 1 Piagam PBB, adalah
untuk menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Adalah kewajiban
PBB untuk mendorong agar sengketa- sengketa diselesaikan secara damai. Dua
tujuan tersebut adalah sebuah reaksi yang terjadi akibat pecahnya Perang Dunia II.
Adalah upaya PBB agar perang dunia baru tidak kembali terjadi. Adalah kerja
keras PBB agar sengketa yang terjadi antar negara dapat diselesaikan sesegera
mungkin secara damai.
Langkah-langkah lebih lanjut tentang yang harus dilakukan oleh negara –
negara anggota PBB guna penyelesain sengketa secara damai diuraikan dalam
Bab IV (Pacific Settlement of Disputes). Terkait hal –hal tersebut PBB
mempunyai berbagai cara yang terlembaga dan termuat didalam Piagam PBB. Di
samping itu PBB mempunyai cara informal yang lahir dan berkembang dalam
pelaksanaan tugas PBB sehari –hari. Cara –cara ini kemudian digunakan dan
diterapkan dalam menyelesaikan sengketa yang timbul diantara negara
anggotanya.42
Dalam upayanya menciptakan perdamaian dan keamanan internasional,
PBB memiliki empat kelompok tindakan, yang saling berkaitan satu sama lain dan
dalam pelaksanaanya memerlukan dukungan dari semua anggota PBB agar dapat
42
Rosmi Hasibuan, Kaitan Permasalahan Rezim Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Lintas kontinen dalam Konvensi hukum laut,hlm, 150, Jakarta,Raja Grafindo Persada, hal 85
Universitas Sumatera Utara
64
terwujud. Dan salah satu tindakannya adalah dalam bentuk “Preventive
Diplomacy”
Preventive Diplomacy adalah suatu tindakan untuk mencegah timbulnya
suatu sengkta di antara para pihak, mencegah meluasnya suatu sengketa, atau
membatasi perluasan suatu sengketa. Cara ini dapat dilakukan oleh Sekjen PBB,
Dewan Keamanan, Majelis Umum, atau oleh organisasi –organisasi regional
berkerjasama dengan PBB. Misalnya upaya yang dilakukan oleh Sekjen PBB
sebelumnya Kofi Annan dalam mencegah konflik Amerika Serikat – Irak menjadi
sengketa terbuka mengenai keenganan Irak mengizinkan UNSCOM memeriksa
dugaan adanya senjata pemusnah massal di wilayah Irak, walaupun upaya tersebut
akhirnya menemui jalan buntu.
Michael S. Lund, penulis "Mencegah Konflik Kekerasan: Strategi untuk
Pencegahan Diplomasi", mengidentifikasikannya sebagai "tindakan yang diambil
di tempat dan waktu yang rentan untuk menghindari ancaman atau penggunaan
angkatan bersenjata dan bentuk pemaksaan yang terkait oleh negara bagian atau
kelompok untuk Menyelesaikan perselisihan politik yang bisa timbul dari efek
destabilisasi perubahan ekonomi, sosial, politik, dan internasional. "
Sejak berakhirnya Perang Dingin, masyarakat internasional melalui
institusi internasional telah fokus pada diplomasi preventif. Karena Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan organisasi regional serta kekuatan global dan regional
menemukan tingginya biaya pengelolaan konflik, ada persepsi umum yang kuat
mengenai kebajikan diplomasi preventif. Tindakan diplomasi preventif dapat
dilakukan oleh PBB, organisasi regional, jaringan LSM dan negara bagian. Salah
Universitas Sumatera Utara
65
satu contoh diplomasi preventif adalah misi penjaga perdamaian PBB di
Macedonia (UNPREDEP) pada tahun 1995-1999. Ini adalah tindakan pencegahan
pertama PBB.
Di era seperti sekarang ini masih terdapat atau dijumpai negara yang
masih belum menyadari akan pentingnya keamanan dan perdamaian di sekitar
negaranya. Hal inilah yang memunculkankekurangan bagi diplomasi preventif
yaitu diplomasi preventif masih sering diragukan dan belum semua negara
menyadari adanya diplomasi preventif oleh karenanya diplomasi preventif masih
sulit dalam perkembanganya. Selain itu kekurangannya ialah dalam bentuk tidak
bisa diseleseikannya semua masalah yang ada contohnya kasus politik yang
tentunya membutuhkan penyelesaian secara politik, adanya ketidakpercayaan
dianatara pihak yang berkonflik, keterbatasan sumber daya di PBB dan adanya
anggapan jika diplomasi ini merupakan cara lama yang sudah tidak relevan
sehingga menghambat proses penyeleseian konflik. Disisi positifnya PBB
mengutarakan bahwa diplomasi ini dianggap sebagai cara yang efektif untuk
menyeleseikan krisis di dunia, dan penggunaan mediator juga menjadikan
diplomasi ini sebagai diplomasi yang mengalami perluasan konflik paling
mustahil. Karena pihak ketiga berusaha untuk mengakhiri konflik..
Dalam implementasinya diplomasi preventif meliputi beberapa aktivitas
yakni penemuan fakta mengenai konflik yang sedang terjadi antar negara,
melakukan mediasi dan tindakan pencgahan sengketa. Mengenai penyelidikan
diplomasi ini dilakukan dengan menyelidiki sebab dari konflik kemudian
diadakan pendekatan kepada para pihak yang sedang bersengketa agar konflik
tidak memanas dan menjadi perang terbuka. Untuk menjaga agar terhindar dari
Universitas Sumatera Utara
66
sengketa maka dibutuhkan mediator sebagai penengah antar negara yang
berkonflik. Contohnya ialah pada kasus Kosovo dimana kasus yang terjadi alah
pertiakaian antara etnis Albania dan etnis Serbia. Diawali dari Milosevic yang
melakukan pembersihan etnis Albania, karena etnis ini memerangi etnis Serbia.
PBB mengirimkan UNMIK yang dibentuknya pada 10 juni 1999, mediator ini
berasal dari dewan keamanan PBB no 1244. UNMIK melakukan pemulihan
keadaan dengan membentuk pemerintahan sementara pasca lengsernya Milosevic,
selain itu melakukan pembangunan disegala bidang. Dan sebelum PBB
mengirimkan UNMIK, PBB sebelumnya menggirimkan KFR (kosovo force)
untuk melakukan pendekatan dengan cara diplomasi preventif kepada para pihak
yang bertikai di Kososvo.
Selanjutnya dalam diplomasi preventif terdapat 3 formula dalam menjaga
perdamaian, yang pertama ialah peacemaking. Peacemaking merupakan tindakan
penegakan kembali perdamaian pasca konflik yang meliputi pembentukan
perdamaian dengan cara penyeleseian sengketa melalui konsolidasi, mediasi dan
arbritasi. Namun pihak ketiga tidak memiliki hak unutk memutuskan dan pihak
ketiga hanya menengahi bila terjadi suasana yang memanas.
Kemudian peacekeeping, merupakan tindakan penjagaan peridak pecah kembali
damaian agar tidak pecah kembali perang terbuka antara ppihak yang bertikai
dengan cara penempatan tentara untuk menjaga perdamaian di daerah konflik.
Pasukan untuk menajga perdamaian ini biasanya dilakukan oleh negara-negara
yang emmeilii tentara kuat dan di bawah pimpinan PBB. Yang terakhir
ialah peacebulding, merupakan kegiatan pembangunan kembali daerah-daerah
yang mengalami kehancuran akibat terjadinya konflik. Sebelumnya harus
Universitas Sumatera Utara
67
dilakukan identifikasi struktur-struktur lokal yang dapat digunakan untuk
memperkuat perdamaian untuk mengahindari agar tidak terjadi konflik.
Selain implementasi diplomasi preventif yang dapat dilihat dari kasus
Kosovo, implementasi lain ialah dalam usaha preventif yang dilakukan pada
masa damai yakni dengan membangun hubungan baik dan masa krisis dilakukan
dengan pencarian fakta, memberikan jasa-jasa baik, mengurangi aksi kekerasan
dan penempatan unit-unit yang ditunjuk untuk mencegah eskalasi konflik. Contoh
lain dari implementasi diplomasi preventif ialah negara-ASEAN dalam
menyikapi adanya diplomai prevenyif yang difungsikan untuk menjaga
perdamaian di kawasan Asia Tenggara. “Namun hingga kini implementasi
diplomasi ini di wilayah ASEAN masih terhambat sikap saling curiga negara-
negara peserta ASEAN Reginonal Forum (ARF)”, hal tersebutlah yang dikatakan
oleh Direktur Politik dan Keamanan Ditjen Kerjasama ASEAN Kementrian Luar
Negeri, Ade Padmo Sarwono, dari hasil rapat yang diadakan di Surabaya. Dari 27
negara hanya sembilan dan termasuk Indonesia yang menyerahkan draf “ARF
Security Outlook” sebagai implementasi dari diplomasi preventif. Sikap saling
curiga ini didasari karena diplomasi preventif selalu mengandung unsur intervensi
yang dilakukan oleh negara yang sudah maju diantara negara-negara ASEAN.
Hal tersebut juga yang menjadikan hambatan dalam penerapan secara utuh dari
diplomasi preventif.
Diplomasi preventif dapat dilakukan oleh Sekjen PBB pribadi atau melalui
pejabat senior atau badan-badan khusus atau program, oleh Dewan Keamanan
maupun Majelis Umum dan oleh organisasi-organisasi regional bekerjasama
dengan PBB. Diplomasi preventif memerlukan langkah-langkah untuk
Universitas Sumatera Utara
68
menciptakan kepercayaan, membuat satu peringatan dini dengan pengumpulan
informasi dan misi pencarian fakta baik secara resmi maupun tidak resmi, di
samping juga harus melibatkan penempatan pasukan preventif, dan dalam
keadaan tertentu menempatkan wilayah bebas militer.
Sampai saat ini PBB menganggap diplomasi ini sebagai cara yang
efektif untuk menyelesaikan krisis di seluruh dunia (http://www.unic-jakarta.org).
Contohnya adalah kekerasan paska pemilihan yang dipicu oleh sengketa
pemungutan suara di Kenya tahun 2008, menurut Pascoe saat itu mantan
Sekretaris-Jenderal Kofi Annan secara cepat menempatkan pejabat politik, ahli
pemilu, konstitusional dan keamanan yang menjadi staf pendukung utama untuk
mediator untuk membantu pihak-pihak membentuk perjanjian untuk mengakhiri
krisis (http://www.unic-jakarta.org). Pascoe juga menyatakan bahwa, Sekretaris-
Jenderal Ban Ki-moon telah dari awal beliau menjabat, menjadikannya sebagai
prioritas untuk memfokuskan kembali kemampuan PBB sehingga para diplomat
dan mediator dapat dimobilisasi sebagai responden pertama titik masalah.
Namun di sisi lain, kekurangan dari diplomasi preventif ini adalah
tidak bisa menyelesaikan semua masalah yang ada contohnya kasus politik yang
tentunya membutuhkan penyelesaian secara politik, adanya ketidakpercayaan
dianatara pihak yang berkonflik, keterbatasan sumber daya di PBB dan adanya
anggapan jika diplomasi ini merupakan cara lama yang sudah tidak
relevan(http://www.unic-jakarta.org). Namun apapun upaya yang ditempuh untuk
penyelesaian konflik, diplomasi preventif dapat dipertimbangkan sebagai suatu
varian yang bisa dipilih dengan kelebihan dan kekurangan yang mewarnainya.
Universitas Sumatera Utara
69
B. Mempertahankan Perairan Indonesia dengan Konsep “Detterence” atau
Penangkalan Guna Memberi Dampak Psikologis bagi Negara Lain
Realis melihat bahwa sistem internasional adalah anarki, untuk “survive”
di dunia yang sangat berbahaya dengan tidak adanya pemerintah yang baik,
sehingga harus ada pemimpin yang mampu membuat keamanan untuk negaranya.
Untuk bertahan di sistem internasional, negara membangun pertahanan guna
mengamankan negaranya agar tidak ada negara yang mungkin akan menginvasi.
“Deterrence” bertujuan untuk menunjukkan pada musuh untuk tidak melakukan
suatu aksi. Kita yang menentukan, berusaha menunjukkan pada musuh
konsekuensi jika mereka bertindak, dan menunggu (suksesnya deterrence dapat
dihitung dengan apakah sesuatu terjadi); jika musuh “melewati batas” yang telah
kita gambarkan, kita akan memberikan hukuman atas aksi yang mereka lakukan.
Deterrence dianggap sukses bila tidak ada satupun musuh yang memasuki batas
suatu negara. “Deterrence is conservative: it seeks to protect the status quo”.
Deterrence sama seperti bertahan atau bisa dibilang menunggu, musuh harus
bergerak menjauh sebelum ada reaksi dari negara yang mempertahankan
negaranya.
Konsep deterrence biasa diasosiasikan dengan kekuatan nuklir, tetapi
penerapannya diperluas dalam berbagai situasi dimana salah satu pihak mencoba
untuk mencegah pihak lain untuk melakukan tindakan yang belum dilakukan.
Deterrence dapat pula digunakan dengan kekuatan untuk mencegah kelemahan
dari percobaan penggulingan suatu negara. Para ahli strategi mengidentifikasikan
4 macam deterrence. Dua jenis pertama yaitu general dan immediate, dilakukan
sesuai dengan kerangka waktu strategi. General deterrence adalah strategi jangka
Universitas Sumatera Utara
70
panjang yang dimaksudkan untuk “mengecilkan hati dengan pertimbangan yang
serius atas segala bentuk ancaman kepentingan negara lain”. General deterrence
berjalan setiap waktu, berusaha untuk mencegah negara lain yang mencoba
menyerang dengan berbagai cara militer karena konsekuensi yang diinginkan.
Immediate deterrence, sebaliknya, adalah suatu tanggapan terhadap yang ancaman
yang jelas dan tegas atas kepentingan negara. Ketika aggressor mulai menyerang
General deterrence dinyatakan gagal, tetapi immediate deterrence mungkin masih
dapat dilakukan untuk meyakinkan aggressor untuk menghentikan dan tidak
melanjutkan serangan. Dua jenis deterrence yang lain berhubungan dengan
lingkup geografis dari strategi yang dimaksud. Primary deterrence dimaksudkan
untuk meminta negara lain untuk tidak menyerang wilayah suatu negara, selain itu
extended deterrence adalah “mengecilkan hati” negara lain untuk tidak menyerang
partner atau sekutu suatu negara.
Korea Utara membangun program nuklir untuk melakukan deterrence
kepada lawan-lawannya, baik yang berada di kawasan Asia Timur ataupun
Amerika Serikat.Senjata nuklir yang dibuat oleh Pyongyang adalah sebuah sarana
pertahanan yang digunakan untuk mengamankan negaranya dan menakut-nakuti
Amerika Serikat serta negara-negara dengan perekonomian maju di sekitarnya.
Jika negara-negara tersebut mengusik Korea Utara, maka senjata nuklir yang
dikembangkan oleh Korea Utara akan meluncur ke negara mereka masing-
masing.
karena kita mengutamakan hubungan dan penyelesaian damai, maka kita
wajib mempergiat usaha diplomasi. Dalam hal ini kita mengajak semua pihak
yang bersangkutan dengan LCS melaksanakan Code of Conduct yang telah
Universitas Sumatera Utara
71
ditetapkan. Kita tidak hendak mempertajam pertentangan antara China dan
negara-negara ASEAN , karena tidak ada yang beruntung kalau terjadi sengketa
perang terbuka di Asia Tenggara. Akan tetapi di pihak lain China harus
disadarkan bahwa ia tidak akan beruntung kalau menggunakan kekuatan
militernya untuk memaksakan kehendaknya . Ia harus kita sadarkan untuk
melaksanakan tata cara bertindak yang telah dimufakati dan ditetapkan.
Akan tetapi diplomasi hanya ada harapan berhasil kalau ASEAN bersatu
kompak menyatakan sikapnya. Hal ini sekarang masih menghadapi kelemahan
karena Kambodia dan Laos tidak bersedia bersatu dalam ASEAN menunjukkan
satu sikap terhadap China. Rupanya China berhasil merebut dukungan dua negara
itu dengan memberikan dukungan ekonomi untuk pembangunan negara mereka.
Selain itu China selalu berkehendak untuk menghadapi negara ASEAN secara
bilateral dan tidak bersedia menghadapi ASEAN sebagai gabungan negara Asia
Tenggara. Selama China merasa kuat ia akan tetap bersikap demikian. Dengan
begitu diplomasi menghadapi cukup banyak hambatan.
Sebab itu diplomasi harus didukung oleh kekuatan fisik yang nyata.
Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN harus mengembangkan kekuatan
militernya sesuai dengan status itu. Harus diwujudkan satu TNI yang merupakan
kekuatan harmonis di darat-laut-udara pada tingkat kekuatan yang makin tinggi.
Harmoni itu perlu disempurnakan dengan mempertinggi kekuatan AL dan AU
serta dibangunnya Pengawal Pantai (Coast Guard) yang tinggi kemampuannya. Di
Natuna perlu dibangun pangkalan AL dan AU yang makin tinggi kemampuannya
sehingga lebih mampu menjamin kedaulatan RI.
Universitas Sumatera Utara
72
Dampak dan sumbangan teori deterrence .Bila diamati penerapan konsep
deterrrence yang telah dilakukan oleh berbagai negara seperti Amerika Serikat,
Uni Soviet, dapat dikatakan bahwa deterrence telah memberikan dampak positif
terhadap terciptanya keamanan nasional negara-negara tersebut serta berperan
besar dalam menciptakan keamanan dunia. Alasan yang dapat diajukan adalah
selama perang dingin tidak pernah terjadi perang terbuka (perang dalam arti
sebenarnya) antara AS maupun Uni Soviet. Kekuatan nuklir yang dimiliki oleh
kedua negara tidak pernah digunakan untuk saling menyerang, bahkan sampai hari
ini. Karena masing-masing pihak merasa bahwa tidak akan mendapatkan
keuntungan (politis maupun militer) apapun juga, sebaliknya akan sama-sama
mengalami kehancuran jika persenjataan nuklir mereka digunakan untuk saling
menyerang. Jadi pada dasarnya kekuatan nuklir Amerika Serikat dan Uni Soviet
hanya sebagai alat untuk menciptakan efek psikologis yaitu masing-masing pihak
takut untuk melakukan first strike’ 43
Hal ini dikarenakan, dengan menggunakan diplomasi ofensif maka negara
dapat mengukur tingkat deterrence mereka terhadap negara lain sekaligus melatih
kemampuan negara untuk mempertahankan konsistensi dalam menghadapi isu-isu