-
1
BIAYA PRODUKSI ISLAMI :
ALTERNATIF SOLUSI BAGI UKM MENGHADAPI ERA ACFTA
Hikmah Endraswati
STAIN Salatiga
Abstract
The membership of Indonesia in ACFTA made the businessman
primarly
in UKM felt to worry. Because China's product had flooded market
in Indonesia
with better quality and relative cheaper price. But actually,
this trade agreement
opened exports opportunity to China will be bigger. China with
the 1,3 milliar
population in those country was interested for cooperation in
the international
trading. Various efforts were done to increase product
competitiveness of UKM in
Indonesia. One of [the] alternative solution was islamic
production cost
application, where total cost did not increase because used of
capital not be
charged with the interest rate.
Key words : ACFTA, free trade, islamic production cost
I. PENDAHULUAN
Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation
between The Association of Southeast Asian Nations and The
Peoples Republic
of China (ACFTA) telah ditandatangani pada tanggal 4 November
2004 di Phnom
Penh, Kamboja oleh para Kepala Negara ASEAN dan RRC.
Keikutsertaan
Indonesia dalam ACFTA membuat banyak pelaku usaha terutama UKM
di
Indonesia merasa khawatir. Karena produk China sudah membanjiri
pasar di
Indonesia dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang relatif
murah.
Namun sebetulnya, perjanjian perdagangan ini membuka peluang
ekspor
ke China menjadi lebih besar lagi. Sebagai negara berpenduduk
1,3 miliar jiwa,
menjalin kerja sama perdagangan dengan China menjadi menarik.
Dalam setahun,
-
2
produksi domestik bruto (PDB) China bisa mencapai 6,9 triliun
dollar AS. Selain
itu, produk Indonesia yang semula banyak diekspor ke Amerika dan
Uni Eropa
setiap tahunnya semakin berkurang. Di sisi lain, tren ekspor
produk ke China
semakin bertambah. Nilai ekspor Indonesia Maret 2010 mencapai
US$12,63
miliar atau mengalami peningkatan sebesar 13,11 persen dibanding
ekspor
Februari 2010. Sementara bila dibanding Maret 2009 mengalami
peningkatan
sebesar 46,61 persen. Ekspor nonmigas ke Jepang Maret 2010
mencapai angka
terbesar yaitu US$1,35 miliar, disusul Cina US$1,09 miliar, dan
Amerika Serikat
US$1,09 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 33,20
persen. Sementara
ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$1,41 miliar. Menurut
sektor, ekspor
hasil industri periode Januari-Maret 2010 naik sebesar 37,54
persen dibanding
periode yang sama tahun 2009, demikian juga ekspor hasil
pertanian naik 15,19
persen serta ekspor hasil tambang dan lainnya naik 96,09
persen.
-
3
Tabel 1
Tabel 2
-
4
Tabel 3
Tabel 4
-
5
Dewasa ini, banyak negara di dunia sudah mengikatkan diri
pada
perjanjian perdagangan seperti ini, karena jika tidak mengikuti
pola perdagangan
ini, maka tidak akan menikmati bea masuk yang lebih murah ketika
mengekspor
barang ke negara lain. Indonesia akan merugi jika secara sepihak
memutuskan
mundur dari Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China. Apabila
Indonesia
mundur dari kesepakatan itu, produk Indonesia akan semakin tidak
kompetitif jika
dipasarkan di kawasan ASEAN dan China. Jika Indonesia menolak
pelaksanaan
Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN- China (ACFTA), ekspor
Indonesia akan
dikenai tarif standar oleh China yakni 10-20 persen. Pada saat
negara-negara
ASEAN lainnya bisa memperoleh fasilitas bea masuk 0 persen,
Indonesia dikenai
tarif standar. Karena itulah produk Indonesia akan semakin tidak
kompetitif.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
Perdagangan, Diah Maulida, nilai ekspor China ke ASEAN sepanjang
sepuluh
bulan 2009 mencapai 102,67 miliar dollar AS. Barang-barang
ekspor China
sebagian besar berupa komputer dan perkakasnya serta ponsel.
Sementara itu, produk impor China umumnya berupa hasil bumi dan
komoditas.
Impor dari ASEAN ke China bernilai hingga 105,06 miliar dollar
AS. Berarti,
China sebetulnya defisit 2,38 miliar dollar AS. Meskipun
defisit, pengusaha
Indonesia tetap merasa terancam dengan banjirnya produk China di
pasar
domestik. Karena nilai ekspor Indonesia ke China kecil sekali,
hanya 13,55 miliar
dollar AS atau 1,35 persen dari total impor China.
Dari total nilai ekspor ini, ekspor produk pertanian mencapai
4,8 miliar dollar AS.
Produk pertambangan mencapai 1,8 miliar dollar AS, dan produk
industri
-
6
mencapai 109,6 juta dollar AS. Karena itulah ACFTA menjadi
peluang besar
untuk meningkatkan ekspor ke China.
ACFTA bisa membuka peluang pasar produk Indonesia ke China.
Namun,
hal itu harus diiringi dengan penguatan daya saing usaha kecil
dan menengah
(UKM) Indonesia, terutama untuk tekstil, alas kaki, dan mainan
anak. Selain itu
pemerintah perlu memberikan kesiapan sarana infrastruktur yang
memadai seperti
kecukupan kebutuhan listrik sehingga UKM menjadi kompetitif.
II. PEMBAHASAN
1. Definisi ACFTA
Definisi ACFTA menurut Departemen Keuangan RI adalah
kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu
kawasan
perdagangan bebas dengan negara China.
2. Tujuan ACFTA
Tujuan Framework Agreement ACFTA adalah (a) memperkuat dan
meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak; (b)
meliberalisasikan
perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau
penghapusan
tariff; (c) mencari area baru dan mengembangkan kerjasama
ekonomi yang
saling menguntungkan kedua pihak; (d) memfasilitasi integrasi
ekonomi
yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan
menjembatani
gap yang ada di kedua belah pihak. Untuk melaksanakan ACFTA,
ada
beberapa barang yang masuk dalam EHP. Tujuan The Early
Harvest
-
7
Programme (EHP) adalah mempercepat implementasi penurunan
tariff
barang.
Tabel 3. Cakupan Produk yang Masuk EHP ACFTA
Chapter Deskripsi
01 Hewan hidup
02 Daging dan produk daging dikonsumsi
03 Ikan
04 Produk susu
05 Produk hewan lainnya
06 Pohon hidup
07 Sayuran dikonsumsi
08 Buah-buahan dikonsumsi dan nuts
3. Teori Perdagangan Internasional
Menurut David Ricardo dalam Samuelson (2000), suatu negara
masih memungkinkan untuk meraih keuntungan dari perdagangan
internasional meskipun secara absolut produknya tidak unggul.
Sebab
keuntungan dari perdagangan internasional bisa diciptakan
dengan
memproduksi dan mengekspor barang yang memiliki produktivitas
tinggi
atau keunggulan komparatif. Sebaliknya, negara yang bersangkutan
lebih
baik mengimpor produk yang tidak memiliki keunggulan
komparatif.
Pendapat ini dipertegas oleh pemikiran Hecksher Ohlin, yaitu
suatu
negara hendaknya berspesialisasi pada produk yang dibuat
dengan
kelimpahan sumber daya. Jadi, negara yang dilimpahi sumber daya
alam
hendaknya mengekspor produk yang diproduksi dengan sumber daya
alam
berlimpah. Sebaliknya, negara itu sebaiknya mengimpor produk
yang
dihasilkan dengan sumber daya alam yang langka.
-
8
Meskipun kenyataannya kedua teori ini mengandung kelemahan,
seperti bersifat statis dan mengabaikan aspek mobilitas sumber
daya, kita
bisa mengambil sedikit kelebihan dari teori ini. Teori ini
kemudian
dipadukan dengan teori perdagangan lain yang lebih komprehensif,
seperti
keunggulan kompetitif dan daya saing ekspor.
Bagaimana jika terjadi liberalisasi yang memungkinkan sumber
daya bergerak dengan mudah lintas negara? Mungkinkah suatu
negara
masih bisa menciptakan keuntungan dari perdagangan
internasionalnya?
Liberalisasi perdagangan dapat menciptakan dua efek, yaitu trade
creation
dan trade divertion. Tulisan ini hanya fokus pada trade
creation. Trade
creation terjadi jika ada pengalihan perdagangan dari negara
anggota yang
biayanya mahal ke negara anggota yang biayanya murah.
Artinya,
kegiatan impor akan beralih ke negara-negara yang struktur
biayanya
murah.
Bagaimana caranya memiliki struktur biaya murah? Jika kita
merunut lagi teori di atas, solusinya adalah berspesialisasi
pada produk
yang bisa dihasilkan dengan kelimpahan sumber daya alam dan
sumber
daya manusia yang produktif. Struktur biaya rendah sebenarnya
dapat
diciptakan dengan melakukan spesialisasi pada produk unggul
tersebut.
Dengan spesialisasi, seluruh sumber daya akan dikerahkan
untuk
menciptakan produk tersebut. Hasilnya, akan tercipta skala
ekonomi.
Dengan skala ekonomi, struktur biaya akan menurun seiring
peningkatan
hasil yang lebih besar.
-
9
4. Biaya Produksi Islami
Abdurrahman Ibnu Khaldun atau Abu Zayd menyatakan bahwa
kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di
negara
tersebut. Kekayaan suatu negara ditentukan oleh tingkat
produksi
domestik dan neraca pembayaran yang positif dari negara
tersebut.
a. Tingkat Produksi Domestik
Sektor produksi menjadi motor pembangunan yang menyerap
tenaga kerja, meningkatkan pendapatan pekerja, dan
menimbulkan
permintaan atas faktor produksi lainnya. Menurut Lipsey (2000)
dalam
teori ekonomi kemampuan untuk memproduksi sesuatu digambarkan
oleh
grafik Production Possibility Frontier (PPF). Misalnya orang
memiliki
pilihan untuk memproduksi dua jenis barang yaitu beras dan
jagung
dengan sumber daya yang dimilikinya. Sumbu X menggambarkan
kemampuan memproduksi beras, sedang sumbu Y untuk jagung.
Kurva
PPF menggambarkan tingkat produksi maksimal yang mungkin
dicapai
dengan sumber daya yang dimiliki. Semakin besar PPF berarti
semakin
tinggi tingkat produksinya, semakin tinggi tingkat kekayaan
negara
tersebut.
b. Neraca Pembayaran Positif
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa neraca pembayaran yang positif
akan meningkatkan kekayaan negara tersebut. Neraca pembayaran
yang
positif menggambarkan dua hal yaitu (1) tingkat produksi negara
tersebut
-
10
untuk suatu jenis komoditi lebih tinggi daripada tingkat
permintaan
domestik negara tersebut atau supply lebih besar dibanding
demand,
sehingga memungkinkan negara tersebut melakukan ekspor, (2)
tingkat
efisiensi negara tersebut lebih tinggi dibandingkan negara lain.
Dengan
efisiensi yang lebih tinggi maka komoditi suatu negara mampu
masuk ke
negara lain dengan harga yang lebih kompetitif. Dalam level
makro
bahasan kita adalah kemampuan suatu produksi suatu negara,
sedangkan
dalam level mikro bahasan kita adalah kemampuan produksi
suatu
produsen. Secara grafis, pendapat Ibnu Khaldun dapat
digambarkan
dengan tingkat utilitas yang berada di luar PPF. Hal ini berarti
negara yang
melakukan perdagangan internasional akan menikmati tingkat
kesejahteraan yang lebih baik dibandingkan dengan tidak
melakukan
perdagangan internasional.
Dalam ilmu ekonomi konsep ini dikenal dengan gain from
trade.
Tanpa adanya perdagangan, maka tingkat kesejahteraan tertinggi
dicapai
ketika kurva utilitas bersinggungan dengan PPF yaitu pada titik
autarky
(titik memenuhi kebutuhan sendiri). Sedangkan adanya perdagangan
akan
mendorong kurva utilitas ke tingkat yang lebih tinggi yang tidak
mungkin
dicapai oleh PPF.
Pada titik autarky, relative price antara beras dan jagung
digambarkan oleh garis harga (price line-Pau). Sekarang
seandainya
produsen ini mempunyai tingkat efisiensi yang relatif lebih
tinggi dalam
memproduksi beras dari produsen lain, maka ia akan
mengalokasikan
-
11
lebih banyak sumber daya untuk memproduksi beras. Sehingga
jumlah
beras yang diproduksinya menjadi Qb2, dan jumlah jagung yang
diproduksinya menjadi turun menjadi Qj2. Kelebihan produksi
beras ini
diperdagangkan dengan harga yang berlaku Pp. Dengan price line
yang
baru ini, produsen dapat menaikkan utilitasnya.
Gambar 1 Kurva Teori Produksi Ibn Khaldun (Sumber :
Adiwarman,
2001)
c. Faktor Produksi
Menurut pandangan Baqir Sadr (1979) ilmu ekonomi dapat
dibagi
menjadi dua bagian yaitu Philosophy of Economics dan Science
of
Economics. Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi
konvensional
terletak pada philosophy of economics, bukan pada science of
economics.
Philosophy of Economics memberikan ruh pemikiran dengan
nilai-nilai
Beras
Pau
Beras
Jagung
Qb1 Qb2 pp
Jagung
Qj1
Qj2
-
12
Islam dan batasan-batasan syariah. Sedangkan science of
economics berisi
alat-alat analisa ekonomi yang dapat digunakan. Dengan
kerangka
pemikiran ini, maka faktor produksi dalam ekonomi islam tidak
berbeda
dengan faktor produksi dalam ekonomi konvensional yaitu tenaga
kerja,
bahan baku dan bahan penolong dan modal. Diantara ketiga
faktor
produksi ini, faktor modal menjadi berbeda karena ekonomi
konvensional
menetapkan bunga sedangkan ekonomi islam tidak. Pengenaan
bunga
pada faktor produksi memberikan dampak yang luas bagi tingkat
efisiensi
produksi. Kurva berikut ini sumbu X mencerminkan kuantitas dan
sumbu
Y mencerminkan penerimaan (Rp)
Gambar 2 Kurva Total Cost (Sumber : Lipsey, 2000)
d. Kurva Biaya
Biaya yang dikeluarkan oleh produsen terdiri dari biaya
variabel
dan biaya tetap. Sehingga TC = FC + VC. Fixed cost (FC) besarnya
tidak
dipengaruhi oleh berapa banyak output atau produk yang
dihasilkan.
Karena itu, FC digambarkan sebagai garis horizontal dimana
berapapun
output yang dihasilkan, biayanya tetap. Salah satunya adalah
biaya bunga.
Q
Rp
FC
TC TR
-
13
Besarya bunga tergantung pada berapa banyak kredit yang
diterima
produsen dan bukan pada berapa banyak ouput yang dihasilkan.
Variable cost (VC) ditentukan oleh berapa banyak output yang
dihasilkan. Misalnya untuk setiap 1 kg beras yang dihasilkan
membutuhkan biaya Rp. 1000,- berarti untuk menghasilkan 2 kg
beras
dibutuhkan biaya Rp. 2000,-. Dengan adanya beban bunga, maka FC
akan
naik dan demikian pula dengan TC. Hal ini tidak terjadi pada
sistem bagi
hasil. Naiknya TC akan mendorong BEP dari titik Q menjadi
Q1.
Gambar 3 Kurva Biaya Produksi dengan Suku Bunga (Sumber :
Adiwarman, 2001)
e. Kurva Penerimaan
Jika harga beras 1 kg adalah Rp. 5500,- maka penerimaan untuk
2
kg beras adalah Rp. 11.000,-. Dengan adanya beban bunga yang
harus
dibayar tidak akan mempengaruhi penerimaan. Oleh karena itu
kurva
penerimaan dalam sistem bunga Tri = TR. Sementara dalam sistem
bagi
hasil yang terpengaruh adalah penerimaannya. Misalnya, telah
terjadi
Q
Rp
FC
FCi
TC
TCi TR
Q Qi
-
14
kesepakatan bagi hasilnya adalah 70 : 30 dari penerimaan (70%
untuk
produsen dan 30% untuk pemodal). Bila terjual satu kg maka bagi
hasil
yang diterima produsen adalah Rp 3850,- dan bila dua kg maka
menjadi
Rp. 7700,-
Jadi dalam sistem bunga yang berubah adalah TC dimana kurva
TC akan bergeser pararel ke kiri atas, sedangkan dalam sistem
bagi hasil
yang berubah adalah kurva TR. Kurva TR akan berputar ke arah
jarum
jam dengan titik 0 sebagai sumbu putarannya. Semakin besar
nisbah bagi
hasil yang diberikan kepada pemodal (ekstrimnya limit dari
nisbah 0:100)
semakin kurva TR mendekati sumbu horizontal sumbu X.
Titik BEP adalah titik impas yaitu ketika kurva TR
berpotongan
dengan kurva TC, atau secara matematis titik BEP terjadi ketika
TR = TC.
Dengan berputarnya kurva total penerimaan dari TR menjadi TRrs,
titik
BEP yang tadinya ada pada jumlah output Q sekarang menjadi
pada
jumlah output Qrs.
Dari sisi BEP, kita tidak dapat mengatakan bahwa sistem
bunga
akan berproduksi pada tingkat output yang lebih kecil, lebih
besar atau
sama dengan tingkat output sistem bagi hasil. Di kedua sistem
ini kita
mendapatkan bahwa Qi > Q dan Qrs > Q. Apakah Qi > Qrs
atau Qi < Qrs
atau Qi = Qrs ditentukan dari berapa besar bunga dibandingkan
dengan
berapa besar nisbah bagi hasil. Perbedaannya adalah pada
penyebabnya,
bila Qi disebabkan naiknya TC, maka Qrs disebabkan berputarnya
TR.
-
15
Dalam akad muamalat Islam, dikenal akad mudharabah yaitu
akad
antara si pemodal dengan si pelaksana. Antara si pemodal dan si
pelaksana
harus disepakati nisbah bagi hasil yang akan menjadi pedoman
pembagian
apabila usaha tersebut menghasilkan keuntungan. Namun apabila
usaha
tersebut menimbulkan kerugian, maka pemodal akan menanggung
sesuai
penyertaan modalnya. Jika pelaksana menanggung rugi, maka
disebabkan
karena ia lalai atau melanggar syarat yang telah disepakati
bersama.
Selain menyepakati nisbah bagi hasil, mereka juga harus
sepakat
siapa yang menanggung biaya. Apabila biaya ditanggung oleh
pelaksana,
maka yang dilakukan adalah revenue sharing. Dan sebaliknya
jika
disepakati yang menanggung biaya adalah pemodal, maka yang
dilakukan
adalah profit sharing. Berputarnya TR ke arah jarum jam dengan
titik 0
sebagai sumbu putarannya, adalah keadaan yang menggambarkan
akad
revenue sharing.
Gambar 4 Kurva Produksi Dengan Revenue Sharing (Sumber :
Adiwarman, 2001)
Rp
Q
FC
TC
TR TRrs
Q Qrs
-
16
Apabila yang disepakati adalah mudarabah yang biaya-biayanya
ditanggung oleh si pemodal, atau dengan kata lain, dengan system
profit
sharing, maka kurva total penerimaan berputar ke arah jarum jam
dengan
titik BEP sebagai sumbu putarannya. Tingkat produksi sebelum
titik BEP
tercapai (Q < Qps) adalah keadaan dimana total biaya lebih
besar daripada
total penerimaan (TC > TR). Dalam keadaan ini belum ada
keuntungan
yang dapat dibagihasilkan. Sesuai kesepakatan bahwa biaya
ditanggung
pemodal, maka kerugian menjadi tanggung jawab pemodal. Karena
itu,
kurva TR berputar ke arah jarum jam dengan titik BEP sebagai
sumbu
putarannya.
Perbedaan kedua antara system revenue sharing dengan system
profit sharing dalam akad mudarabah adalah pada seberapa jauh
kurva TR
berputar. Pada system revenue sharing, kurva TR akan berputar
sampai
mendekati garis horizontal sumbu X. Sedangkan dalam system
profit
sharing, kurva TR hanya akan berputar di dalam TR dan TC, yaitu
area
yang menggambarkan besarnya keuntungan. Dalam system profit
sharing,
TR tidak dapat berputar melewati TC, karena pada area itu sudah
tidak ada
lagi keuntungan yang akan dibagihasilkan.
Apabila di dalam akad mudarabah ditentukan bahwa penyertaan
si
pelaksana harus nihil, maka penyertaan pemodal harus 100%, maka
dalam
akad musyarakah penyertaan modal berasal dari dua orang.
Keduanya
harus menyepakati nisbah bagi hasil yang akan menjadi
pedoman
pembagian apabila usaha tersebut menghasilkan keuntungan.
Namun,
-
17
apabila usaha tersebut menghasilkan kerugian, maka kerugian
ditanggung
sesuai dengan penyertaan modalnya. Jika A memberikan modal 100
juta
dan B memberikan modal 200 juta, maka dengan nisbah 50:50,
jika
keuntungan yang diperoleh adalah 10 juta, maka masing-masing
akan
memperoleh 5 juta, sedangkan jika menderita kerugian, misalnya
Rp. 9
juta, maka masing-masing A akan memikul kerugian Rp. 3 juta dan
B
memikul kerugian Rp. 6 juta.
Secara grafis, keadaaan merugi digambarkan oleh area sebelum
tercapainya BEP dimana Q < Qps, sedangkan keadaan
keuntungan
digambarkan oleh area setelah tercapainya BEP. Pembagian
keuntungan
tidak perlu simetris seperti pada pembagian kerugian karena
pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah sementara pembagian kerugian
berdasarkan penyertaan modal.
Gambar 5 Kurva Produksi dengan Profit Sharing (Sumber :
Adiwarman,
2001)
Q
Rp
TR
TC
TRps
Qps
-
18
5. Keterkaitan ACFTA dengan Biaya Produksi Islami
ACFTA seakan membuka tabir keterlenaan diri kita akan konsep
efisiensi, konsistensi kebijakan, koordinasi kebijakan,
keberlanjutan
program, kepatuhan pada hukum, itikad politik, pelestarian
budaya lokal,
serta jati diri. Agar produk UKM di Indonesia dapat bersaing
dengan
produk dari China maupun dari negara ASEAN lainnya, maka
implementasi biaya produksi islami merupakan salah satu
solusinya karena
pengenaan bunga pada faktor produksi memberikan dampak yang
luas
bagi tingkat efisiensi produksi.. Dengan biaya produksi islami,
total cost
tidak akan berubah (atau meningkat), tetapi yang berubah adalah
total
revenue yang diterima pengusaha apakah berdasarkan revenue
sharing
atau profit sharing. Karena total cost tidak naik, maka harga
produk juga
tidak akan mengalami peningkatan. Kalau harga produk menjadi
lebih
rendah dengan menggunakan konsep biaya produksi islami, maka
akan
meningkatkan daya saing produk UKM. Total cost yang tidak
meningkat
ini harus pula diimbangi dengan peningkatan kualitas dan
kreativitas
pengusaha UKM agar memiliki ciri unik yang tidak dimiliki atau
sulit
ditiru oleh pengusaha lainnya.
6. Perkembangan Implementasi ACFTA
a. Penolakan ekspor buah-buahan Indonesia. Pada bulan April
2006,
perusahaan eksportir buah-buahan nasional PT Friendship Prima
telah
melayangkan complain adanya penolakan ekspor produk papaya,
-
19
mangga dan salak oleh Kepabeanan RRC, alasannya Indonesia
hanya
diperbolehkan mengekspor manggis, pisang, dan longan. Pada
konsultasi bilateral RI RRC di Hanoi, Vietnam, Indonesia
telah
meminta klarifikasi dari pihak China atas penolakan ekspor
buah-
buahan tersebut., tetapi tidak mendapatkan jawaban yang
memuaskan
karena instansi yang berwenang tidak ikut serta dalam
sidang.
b. Konsesi Tariff Bea Masuk Cocoa Powder dan Chili Powder
China-
Indonesia. Pada pertemuan bilateral disela sidang ke 21
TNC/TNG
ACFTA, Delegasi China menawarkan konsesi tariff bebas bea
masuk
(0%) atas produk cocoa powder Indonesia ke China atau turun dari
15
%.yang berlaku saat ini. Sebagai kompensasinya China
mengusulkan
agar Indonesia dapat memberikan preferensi tarif (0%) untuk
produk
chili powder, atau turun dari 5% yang berlaku saat ini
7. Solusi terhadap Pelaksanaan ACFTA yang Sudah dan Harus
Dilakukan Pemerintah Bagi UKM
a. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) mampu menjadi jalan
keluar
bagi KUKM dalam menghadapi perdagangan bebas ASEAN-China
(ACFTA). Dana sekitar Rp 20 triliun tiap tahunnya selama
lima
tahun ke depan dapat dipinjamkan kepada rakyat melalui KUR.
Relaksasi untuk mempermudah pelaku KUKM mengakses KUR
seperti bagi kredit mikro di bawah Rp 5 juta tidak
dipersyaratkan
-
20
agunan dan BI checking serta bagi calon debitur yang
memiliki
kredit konsumtif tetap dimungkinkan mengakses KUR.
Penyaluran
KUR sejak Januari 2008 sampai Januari 2010 mencapai Rp
17,542
triliun melayani 2,4 juta debitur dengan rata-rata kredit Rp
7,24
juta/orang. Bank Indonesia mencatat bahwa perbaikan dalam
penyaluran kredit perbankan mulai ada, terutama untuk kredit
modal kerja atau KMK. Berdasarkan data Februari 2010, nilai
kredit yang disalurkan perbankan rata-rata sekitar Rp 7 triliun
per
minggu. Pertumbuhan kredit masih sekitar 10 persen secara
yoy
(year on year) dan belum berubah. Penyaluran kredit yang
terus
membaik diharapkan akan mendongkrak kegiatan perekonomian
sehingga hal itu bisa menyejahterakan rakyat. Pertumbuhan
kredit
yang terus membaik tersebut terutama untuk KMK dan kredit
investasi.
b. Mendorong UKM untuk menghasilkan produk dengan kandungan
lokal yang tinggi karena lebih tahan terhadap krisis.
Sementara
pertumbuhan produk yang kandungan impornya tinggi malah
negatif. Karena komponen impor sangat terpengaruh oleh
fluktuasi
nilai tukar.
c. Setidaknya ada empat produk yang akan terdampak
perdagangan
bebas ASEAN-China, yaitu tekstil, manufaktur, kendaraan, dan
besi. Pemerintah daerah perlu memetakan daerah yang memiliki
kemampuan memproduksi keempat macam produk itu, untuk
-
21
kemudian diperkuat kemampuannya guna mengimbangi produk
yang sama dari negara-negara ASEAN dan China.
d. Dalam menghadapi ACFTA, pemerintah pusat dan daerah terus
meningkatkan keterampilan tenaga kerja sehingga proses
produksi
dapat lebih efisien.
e. Kerja sama perdagangan antar pemerintah kabupaten semakin
diperkuat. Seiring itu, masing-masing daerah perlu
mengembangkan one village one product. Spesialisasi produk
pada
satu daerah akan membuat perdagangan lebih mudah terjangkau
dan tersentral.
f. Pemasaran produk lokal lewat internet agar jangkauan area
pemasaran menjadi lebih luas. Pemasaran lewat internet sudah
dilakukan oleh beberapa pemerintah kabupaten untuk
mempromosikan produk unggulan masing-masing daerah.
g. Efisiensi biaya lebih diperlukan untuk memenangkan
persaingan
dalam ACFTA daripada melakukan proteksi terhadap produksi
dalam negeri.
h. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang pro pengusaha
nasional.
Salah satu langkah konkret menghadapi persaingan ACFTA
adalah
soal pengadaan barang dan jasa dengan penggunaan produk
dalam
negeri.
-
22
i. Pemerintah mendorong pengrajin untuk menghasilkan produk
handmade dan meningkatkan kreativitas perajin. Karena meniru
kerajinan handmade akan lebih sulit daripada produksi
massal.
j. Meningkatkan kebersamaan antara perajin untuk mempermudah
permodalan misalnya dengan cara membentuk koperasi.
k. Regulasi sangat diperlukan untuk keberlangsungan UKM yang
mengatur tentang keadilan berbisnis. Sejak tahun 2008,
regulasi
tentang hal ini sudah digagas, yaitu UU No 20 Tahun 2008
tentang
UMKM. Undang-undang tersebut mengatur perizinan, kemitraan
usaha, tat acara sanksi administrasi, dan pengembangan usaha
UMKM. UU Nomor 20 Tahun 2008 mengatur tentang perizinan
UMKM mudah, murah, cepat dengan penyelenggaraan satu pintu.
Keberadaan undang-undang ini berusaha untuk melindungi
UMKM agar tidak terimbas dengan perusahaan besar.
l. Masalah kemitraan seringkali mematikan industri UKM. Hal
ini
disebabkan perusahaan besar lebih mudah mendapatkan mitra
karena secara kualitas pasti sudah terjamin, tetapi tidak
berarti
UKM tidak berkualitas. Karena itu, dibentuk pula Komisi
Pengawas Persaingan Usaha untuk mengawasi jalannya hubungan
kemitraan usaha. Ada beberapa produk yang termasuk dalam
`early
harvest` program seperti produk hortikultura dan daging yang
akan
segera dihapuskan tarifnya sampai nol persen.
-
23
m. Pemerintah dan pelaku bisnis diharapkan dapat bermain
cerdik
dalam perdagangan bebas. Misalnya, untuk mengurangi laju
barang-barang China yang masuk Indonesia khususnya makanan
dan daging, pemerintah bisa menggunakan alibi kondisi sosial
religius masyarakat Indonesia sebagai rem. produk-produk
China
khususnya daging, makanan, dan minuman harus dijamin
kehalalannya melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI), katanya.
Jika tidak halal berarti barang tersebut tidak bisa masuk
Indonesia.
Pemerintah juga bisa menggunakan alibi barang-barang itu
harus
memenuhi kualifikasi standar nasional Indonesia (SNI).
III. SIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ACFTA
merupakan peluang besar bagi produk Indonesia untuk meningkatkan
pangsa
pasarnya khususnya di kawasan ASEAN dan China. Kerjasama
perdagangan
ini sangat menguntungkan karena adanya pembebasan tariff untuk
beberapa
produk yang telah disepakati, sehingga produk dapat dijual
dengan harga
relatif lebih murah. Apabila Indonesia mundur dari perjanjian
perdagangan
ini, justru akan merugikan produk Indonesia sendiri, karena
tidak dapat
menikmati bebas tariff perdagangan antara Negara ASEAN dengan
China
sehingga produk Indonesia menjadi semakin tidak kompetitif.
Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan daya saing
produk
Indonesia salah satunya adalah dengan implementasi biaya
produksi islam
-
24
yang fokus pada faktor produksi modal. Konsep ini menawarkan
penggunaan
modal tanpa bunga, sehingga total cost tidak akan naik, dan
selanjutnya harga
juga tidak akan naik, dan pada akhirnya akan mendorong pada daya
saing
yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Karim., Adiwarman Azwar, 2001, Islamic Microeconomics, Muamalat
Institute,
IIIT, Jakarta
Lipsey, 2000, Introduction to Micro Economics, John Willey &
Sons, New York
Samuelson, 2000, Introduction to Macro Economics, John Willey
& Sons, New
York
.., 2010, Data Perkembangan Ekspor Impor Indonesia, Biro Pusat
Statistik,
Jakarta
, 2008, ACFTA, Departemen Keuangan Republik Indonesia,
Jakarta
www. Kompas.com