vii ABSTRAK SRIWATI PALAGUNA, Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Kepuasan, Kepercayaan Dan Loyalitas Pasien RSIA ST Fatimah Makassar (Dibimbing oleh Widodo J.P dan Rahman Kadir). Ekuitas merek adalah salah satu kunci keberhasilan suatu produk baik berupa barang maupun jasa, rendahnya ekuitas merek suatu produk akan mempengaruhi kepuasan dan kepercayaan yang berakibat pada tinggi rendahnya loyalitas konsumen terhadap produk tersebut, Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap kepuasan, kepercayaan dan loyalitas, pasien RSIA ST Fatimah Makassar. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode cross sectional dengan survey. Metode ini adalah suatu metode untuk mengumpulkan informasi-informasi yang diperlukan dalam penelitian dari sampel yang telah ditentukan sebelumnya sebagai responden, dengan sampel sebanyak 150 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi responden baik yang pernah berkunjung/berobat maupun tidak tentang ekuitas merek RSIA ST Fatimah Makassar dalam kategori cukup/sedang dan mempengaruhi secara signifikan terhadap kepuasan, kepercayaan dan loyalitas pasien RSIA ST Fatimah, namun kepuasan pasien RSIA ST Fatimah tidak berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan dan loyalitas pasien, sedangkan kepercayaan pasien RSIA ST Fatimah berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pasien. Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lokasi penelitian serta dari hasil uji pengaruh ekuitas merek terhadap kepuasan, kepercayaan dan loyalitas pasien RSIA ST Fatimah Makassar, maka disarankan agar pihak manajemen RS meningkatkan kualitas secara keseluruhan, melakukan promosi tentang keberadaan RSIA ST Fatimah, berusaha meningkatkan kepercayaan masyarakat pada produk dan pelayanan serta untuk penelitian selanjutnya agar meneliti ekuitas merek berdasarkan banyak aspek. Kata kunci : Ekuitas merek, kepuasan, kepercayaan dan loyalitas pasien.
44
Embed
ABSTRAK - digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/...variabel asosiasi merek (brand association) dan terakhir adalah asset hak merek lainnya (brand other assets).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
vii
ABSTRAK SRIWATI PALAGUNA, Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Kepuasan, Kepercayaan Dan Loyalitas Pasien RSIA ST Fatimah Makassar (Dibimbing oleh Widodo J.P dan Rahman Kadir).
Ekuitas merek adalah salah satu kunci keberhasilan suatu produk baik berupa barang maupun jasa, rendahnya ekuitas merek suatu produk akan mempengaruhi kepuasan dan kepercayaan yang berakibat pada tinggi rendahnya loyalitas konsumen terhadap produk tersebut,
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekuitas merek terhadap kepuasan, kepercayaan dan loyalitas, pasien RSIA ST Fatimah Makassar.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode cross sectional dengan survey. Metode ini adalah suatu metode untuk mengumpulkan informasi-informasi yang diperlukan dalam penelitian dari sampel yang telah ditentukan sebelumnya sebagai responden, dengan sampel sebanyak 150 responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi responden baik yang pernah berkunjung/berobat maupun tidak tentang ekuitas merek RSIA ST Fatimah Makassar dalam kategori cukup/sedang dan mempengaruhi secara signifikan terhadap kepuasan, kepercayaan dan loyalitas pasien RSIA ST Fatimah, namun kepuasan pasien RSIA ST Fatimah tidak berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan dan loyalitas pasien, sedangkan kepercayaan pasien RSIA ST Fatimah berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pasien.
Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lokasi penelitian serta dari hasil uji pengaruh ekuitas merek terhadap kepuasan, kepercayaan dan loyalitas pasien RSIA ST Fatimah Makassar, maka disarankan agar pihak manajemen RS meningkatkan kualitas secara keseluruhan, melakukan promosi tentang keberadaan RSIA ST Fatimah, berusaha meningkatkan kepercayaan masyarakat pada produk dan pelayanan serta untuk penelitian selanjutnya agar meneliti ekuitas merek berdasarkan banyak aspek. Kata kunci : Ekuitas merek, kepuasan, kepercayaan dan loyalitas pasien.
viii
ABSTRACT
SRIWATI PALAGUNA, The influenced of brand equity to satisfaction, believability and loyality patient at Fatimah mother and child hospital Makassar (supervised by Widodo J.P and Rahman Kadir). Brand equity is the one of sucsessfull keys a products likes goods or services, reducing of brand equity ones product will be influenced to satisfaction and believability and also the consequenced to high-low the loyality consumer. The aims this research is to measure the influenced of brand equity to satisfaction, believability and loyality patient at Fatimah mother and child hospital Makassar. The research method used is cross sectional study with survey. The cross sectional study with survey method is one of method how to get information that research needs from 150 sample that was definite before. Result of this research to indicate were perseption of the patient ever visited or used and also not about brand equity RSIA ST Fatimah sufficient category and significant influential to satisfaction, believability and loyality patient at Fatimah mother and child hospital but patient satisfaction unsignificant influential to believability and loyality patient at Fatimah mother and child hospital, and believability significant influential to loyality patient at Fatimah mother and child hospital. Based on fact in research location and test result the influenced of brand equity to satisfaction, believability and loyality patient at Fatimah mother and child hospital Makassar, it is recommended to management of hospital to increase hospital quality of all and also promotion act and to extend the information about existention of Fatimah mother and child hospital, effort to increase the society believability at product and services and for next research in order to brand equity with more aspect. Key words : Brand equity, satisfaction, believability and loyality patient
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Laser (1995) mengatakan bahwa ekuitas merek
merupakan salah satu konsep yang sangat penting dalam menjalankan
bisnis. Hal ini karena merek yang sukses (suatu produk dikenal secara
luas oleh masyarakat) akan menyebabkan pemasarannya mencapai
keuntungan yang kompetitif termasuk kesempatan untuk berhasil dalam
melakukan kekuatan untuk melawan tekanan promosi dari pesaing lain.
Menurut Kim, (2005) mengatakan bahwa institusi medis dan rumah
sakit di Korea terbuka dalam kemampuan mereka untuk meningkatkan
kesetiaan merek karena mereka tidak diijinkan secara legal untuk
pemasangan iklan.
Untuk meningkatkan kesetiaan terhadap merek, ekuitas merek dan
memuaskan kebutuhan pelanggan, institusi medis dapat meningkatkan
aktifitas pemasaran mereka dengan cara meningkatkan keuntungan
pasien dan kebebasan dokter (Hansman 2004:1).
Penelitian menemukan bahwa (1) kepercayaan, kepuasan
pelanggan, dan komitmen hubungan secara keseluruhan memiliki
pengaruh yang positif terhadap kesetiaan merek dan kesadaran merek.
Hal ini menyatakan bahwa direktur rumah sakit dan seluruh staf harus
merawat pasien agar mereka dapat memiliki kepercayaan terhadap rumah
2
sakit, merasa puas dengan rumah sakit dan membuat komitmen, (2)
bahwa kesadaran merek secara signifikan sangat mempengaruhi ekuitas
merek secara positif, (3) ekuitas memiliki pengaruh positif yang penting
terhadap gambaran rumah sakit dimana menyatakan bahwa direktur
rumah sakit harus lebih memberi perhatian untuk mengatur ekuitas merek
mereka dalam menciptakan gambaran yang positif, (4) kepercayaan,
kepuasan pelanggan dan komitmen mempunyai juga pengaruh positif
terhadap gambaran rumah sakit.
Era informasi saat ini yang didukung perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat pesat, masalah
mutu layanan rumah sakit menjadi sesuatu hal yang mudah diduplikasi
oleh manajemen rumah sakit lainnya, misalnya dengan merekrut dokter
spesialis yang handal, akan tetapi ada hal penting dalam sebuah
organisasi yang sangat sulit ditiru adalah kekuatan merek yang memiliki
citra positif atau penilaian positif dari pasien dan mampu menarik pasien
dari semua kalangan pada sebuah rumah sakit tersebut, yang tentu saja
citra positif ini banyak dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut Rangkuti (2002) dilihat dari komponennya, merek
mempunyai dua unsur dasar yaitu brand name berupa susunan huruf atau
kata-kata yang dapat terbaca dan unsur brand mark berbentuk simbol
dengan desain dan warna tertentu yang spesifik, serta dapat dibedakan
dari persaingan. Lebih lanjut Kotler (1997) mengatakan merek sebenarnya
janji penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan
3
jasa tertentu kepada para pembeli. Keberadaan merek dapat dibangun
melalui pengelolaan brand equity yakni sekumpulan assets dan lialibilities
terkait dengan nama, merek dan simbol yang dapat menambah dalam
produk atau jasa Aaker, (1997) dalam Rangkuti (2004).
Selanjutnya konsep dasar ekuitas merek yang terdiri dari lima
elemen dimensi, pertama; adalah dimensi loyalitas merek (brand loyality),
kedua dimensi variabel kesadaran merek (brand awareness), ketiga
dimensi variabel kesan kualitas (perceived quality), keempat dimensi
variabel asosiasi merek (brand association) dan terakhir adalah asset hak
merek lainnya (brand other assets). Kelima dimensi variabel ekuitas
merek tersebut secara umum dapat menambah atau mengurangi nilai
bagi pelanggan (customers value) maupun perusahaan, sehingga
pengelolaan ekuitas merek juga sangat berpengaruh terhadap firm value.
Dalam menilai ekuitas merek tidak bisa terlepas dari pembahasan
mengenai perilaku konsumen (consumer behavior) menyangkut, sikap,
keyakinan kepercayaan dan kepuasan yang dipakai konsumen dalam
keputusan pilihan penggunaan suatu merek.
Peranan merek dalam pengelolaan rumah sakit sangat
menentukan keberhasilan dan kesuksesan suatu rumah sakit tersebut
dalam membangun kepuasan pasien maupun firm value-nya. Memulihkan
nama baik merek rumah sakit sulit dibangun, karena menyangkut unsur
kepercayaan, sehingga tidak cukup hanya bermodalkan dana yang besar
untuk meyakinkan masyarakat agar menilai positif dan untuk pengambilan
4
keputusan bahwa rumah sakit tersebut adalah pilihannya untuk berobat
dan untuk layanan medis lainya, banyak faktor disebutkan diatas yang
tidak tampak (intangible) justru sangat berperan suksesnya suatu rumah
sakit.
Untuk merespon tantangan kedepan pihak manajemen tentunya
harus meningkatkan fasilitas medis maupun sumber daya manusia
pengelolanya. Salah satu upaya untuk peningkatan kesan kualitas yang
merupakan sebagian dari ekuitas merek, para pengelola rumah sakit
didorong oleh pemerintah untuk mengupgrade sarana dan prasarana
medis maupun manajerialnya.
Dengan adanya dukungan dari pemerintah ini hendaknya dapat
digunakan sebaik-baiknya dan seefektif dan seefisien mungkin sehingga
akan tercipta peningkatan citra merek pada rumah sakit yang dikelola oleh
para tenaga professional kesehatan yang handal dan disertai dengan
promosi di bagian lainnya misalnya peningkatan layanan yang sudah ada
atau penambahan perlengkapan medis maupun manajerial rumah sakit.
Sehingga dengan adanya berbagai usaha yang dilakukan untuk
pembangunan ekuitas merek yang disesuaikan dengan visi dan misi baru
bertujuan untuk memperoleh persepsi yang lebih baik di benak pasien
rumah sakit tersebut.
RSIA ST FATIMAH Makassar sesungguhnya sudah mendapatkan
tempat di hati pasien di Kota Makassar, hal ini dapat dilihat dengan
berdasarkan data kunjungan pasien mulai tahun 2003 sampai dengan
5
2007 yang cenderung meningkat berikut ini.
Table 1. Data kunjungan tahun 2003-2007 RSIA ST FATIMAH Makassar
rumah sakit, dan pesaing rumah sakit lain) berpengaruh signifikan
terhadap loyalitas pasien RSIA ST FATIMAH Makassar?
4. Apakah kepuasan pasien berpengaruh signifikan terhadap
kepercayaan pasien RSIA ST FATIMAH Makassar?
5. Apakah kepuasan pasien berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
pasien RSIA ST FATIMAH Makassar?
6. Apakah kepercayaan pasien berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
pasien RSIA ST FATIMAH Makassar?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dapat dipaparkan
dalam dua tujuan yakni tujuan umum dan tujuan khusus:
12
1.4.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis
pengaruh ekuitas merek terhadap kepuasan, kepercayaan dan
loyalitas, pasien RSIA ST FATIMAH.
1.4.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh ekuitas mersek (berdasarkan aspek
kesadaran merek, kualitas rumah sakit, dan pesaing rumah sakit
lain) terhadap kepuasan pasien RSIA ST Fatimah Makassar.
2. Untuk menganalisis pengaruh ekuitas merek (berdasarkan aspek
kesadaran merek, kualitas rumah sakit, dan pesaing rumah sakit
lain) terhadap kepercayaan pasien RSIA ST Fatimah Makassar.
3. Untuk menganalisis pengaruh ekuitas merek (berdasarkan aspek
kesadaran merek, kualitas rumah sakit, dan pesaing rumah sakit
lain) terhadap loyalitas pasien RSIA ST Fatimah Makassar.
4. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan pasien terhadap
kepercayaan pasien RSIA ST Fatimah Makassar?
5. Untuk menganalisis pengaruh kepuasan pasien terhadap loyalitas
pasien RSIA ST Fatimah Makassar?
6. Untuk menganalisis pengaruh kepercayaan pasien terhadap
loyalitas pasien RSIA ST Fatimah Makassar?
13
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Adapun manfaat secara teoritis penelitian ini adalah bahwa
penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan referensi penelitian
selanjutnya untuk pengembangan model yang lebih kompleks khususnya
berkaitan dengan ekuitas merek.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Penelitian dapat memberikan evaluasi bagi manajemen dalam
mengelola ekuitas merek RSIA ST Fatimah Makassar.
2. Hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang kepuasan
pasien, yaitu nilai-nilai yang diharapkan pasien RSIA ST Fatimah
pada saat ini dan masa mendatang, yang dapat digunakan untuk
bahan kajian bagi manajemen dalam menyusun strategi bisnis
kedepan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemasaran Dan Pemasaran Rumah Sakit
Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa hal yang berkenaan
dengan pengertian pemasaran secara umum dan pemasaran rumah sakit
secara khusus adalah sebagai berikut:
2.1.1 Pengertian dan Konsep Pemasaran
Kotler (1997) menyatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses
sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain.
Menurut Stanton (1995) dalam Erwina Tandirerung (2005)
menyatakan bahwa “pemasaran” adalah suatu system keseluruhan dari
kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan
jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun
pembeli potensial.
Payne (1993) dalam Erwina Tandirerung (2005) menyatakan
bahwa pemasaran merupakan sesuatu proses mempersiapkan,
memahami, menstimulasi dan memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang
dipilih secara khusus dengan menyalurkan sumber daya sebuah
15
organisasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Lebih jauh tentang pemasaran tentu saja dalam proses pemasaran
ada objek yang dituju yakni pasar. Menurut Staton (1995) dalam Erwina
Tandirerung (2005) menyatakan bahwa pasar adalah orang-orang yang
mempunyai keinginan untuk kepuasan, uang untuk belanja dan kemauan
untuk membelanjakannya. Meskipun seseorang mempunyai keinginan
untuk membeli suatu barang tetapi tanpa ditunjang oleh daya beli dan
kemauan untuk membelanjakan uangnya, maka orang tersebut bukan
bagian dari pasar.
Kotler (1997) menambahkan bahwa pasar terdiri atas semua
pelanggan potensial yang memiliki kebutuhan atau keinginan tertentu
yang sama, yang mungkin bersedia dan mampu melaksanakan
pertukaran untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
Sehingga ukuran pasar tergantung pada jumlah orang yang menunjukkan
kebutuhan dan keinginan, memiliki sumber data yang menarik pihak lain,
serta bersedia dan mampu menawarkan sumber daya menarik pihak lain,
serta bersedia dan mampu menawarkan sumber daya ini untuk ditukar
dengan apa yang mereka inginkan.
Dengan berbagai macam pengertian pemasaran dan pasar sebagai
objek pemasaran, perusahaan atau organisasi hendaknya mampu
memahami dengan lebih mendalam sehingga apa yang ingin ditawarkan
perusahaan atau organisasi dapat diterima oleh pasarnya. Demikian pula
untuk memasarkan jasa layanan rumah sakit, harus mampu
16
memperhatikan apa yang sesungguhnya dijual atau ditawarkan dan siapa
yang menjadi pasar sasarannya.
2.1.2 Prinsip Pemasaran Jasa
Sebelum kita melanjutkan pada prinsip pemasaran jasa terlebih
dahulu perlu kita ketahui apa itu jasa. Kotler (1997) menyatakan bahwa
jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh
satu pihak kepada pihak lain, yang ada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau
tidak dikaitkan pada satu produk fisik.
Dalam Erwina Tandirerung (2005) Zeithalm & Bitner, 2000)
menyatakan bahwa jasa secara sederhana didefinisikan sebagai deeds,
processes, and performances. Berdasarkan definisi sederhana jasa tidak
saja dihasilkan oleh perusahaan jasa tetapi merupakan bagian yang
integral dengan penawaran produk berwujud lainnya.
Lebih lanjut Kotler (1997) menyatakan bahwa jasa memiliki empat
karakteristik utama yang sangat mempengaruhi rancangan program
pemasaran: tidak berwujud (intangibility), tidak terpisah (inseparability,
bervariasi (variability), dan mudah lenyap (perishability).
2.1.3 Pemasaran Jasa Rumah Sakit
Pemasaran jasa rumah sakit tentunya menyangkut jasa yang
disediakan rumah terutama sakit kepada pasiennya. Dalam Erwina
Tandirerung (2005) Zeithml dan Bitner; Goonros, 1990; Fitzmmons: 2001
menyatakan bahwa pemasaran rumah sakit berarti pemasaran kinerja
17
yang ditunjukkan oleh rumah sakit, maka kualitas jasa rumah sakit
tergantung pada kualitas kinerjanya. Sama seperti produk jasa lainnya,
maka jasa kesehatan yang dihasilkan oleh rumah sakit juga merupakan
bagian yang terintegral dengan penawaran produk berwujud lainnya.
Masih dalam Erwina Tandirerung (2005) menurut Lumenta (1992)
mempertegas bahwa jika diamati dari keluaran yang dihasilkan maka
manajemen rumah sakit adalah jasa pelayanan. Ciri pokok rumah sakit
sebagai manajemen jasa pelayanan adalah :
a. Terdapat penumpukan kegiatan produksi, kegiatan penyerahan
produk (jasa) dan kegiatan konsumsi yang terjadi pada saat yang
sama.
b. Pasien sebagai konsumen merupakan unsur pokok yang terlibat sejak
mulai dari komponen input, proses dan output yang dihasilkan. Terjadi
kontak langsung antara produsen dan konsumen, sehingga kualitas
pelayanan langsung dinilai dan diawasi oleh konsumen. Pada
produksi barang jadi, konsumen tidak terlibat dalam proses produksi.
c. Kegiatan layanan berupa pelayanan medis perawatan di rumah sakit
yang hampir seluruhnya dilakukan oleh manusia.
d. Jasa yang dihasilkan oleh rumah sakit bukanlah benda konkrit,
karenanya tidak dapat disimpan dan didistribusikan ke pasaran bila
situasi menguntungkan. Jasa pelayanan yang diberikan bersifat tailor
made, spesifik untuk setiap pasien, yang berbeda dengan baju ukuran
18
S, M, L, dan XL.
e. Selain keempat karakteristik di atas, berdasarkan criteria Lovelock
(1996), maka karakteristik lain rumah sakit dapat diamati pada sifat
produk. Jasa rumah sakit adalah kinerja, aktifitas, dan upaya-upaya
kesehatan yang dilakukan rumah sakit.
f. Pasien sulit untuk menilai kualitas pelayanan jasa kesehatan untuk
rumah sakit. Disisi lain, rumah sakit sulit untuk membakukan standar
mutu pelayanan.
g. Faktor waktu sangat penting dan vital terhadap hasil perawatan
kesehatan.
2.2 Merek
Peran penting dari sebuah merek rumah sakit merupakan nilai
prestisitas. Saat ini pemasaran sudah masuk dalam tatanan perang
persepsi konsumen, yang bukan sekedar persaingan produk atau jasa.
Beberapa produk dan layanan dengan kualitas, model, features
(karakteristik tambahan dari produk), serta kualitas yang relatif sama
dapat memiliki kinerja yang berbeda-beda dipasar karena perbedaan
persepsi dari produk tersebut dibenak konsumen.
Merek merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam
sebuah merek dagang yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh
tersendiri dipasar bila dikelola dengan tepat. Saat ini merek sudah menjadi
konsep yang kompleks dengan sejumlah ratifikasi teknis dan psikologis
antara lain merek memiliki kuantitas dan kualitas yang kuat, potensi ini
19
akan meningkatkan citra merek (Durianto, 2004).
Menurut Kafferer (Rangkuti, 2002) apabila suatu konsep merek
yang kuat dapat dikomunikasikan dengan tepat pada pasar sasaran, akan
menghasilkan brand image mencerminkan identitas merek yang baik.
2.2.1 Tahap-tahap Perkembangan Merek
a. Tahap unbranded goods and services
Tahap dimana produk atau jasa diperlakukan suatu komoditi dan
jumlah demand jauh lebih besar terhadap supply, sehingga merek
tidak dipedulikan contohnya bahan kebutuhan pokok dan barang
berfungsi hampir sama dan relatif sederhana.
b. Tahap Brand as reference
Dengan meningkatkan supply melebihi demand dan meningkatkan
daya beli, maka konsumen mulai memilih produk atau jasa yang
mempunyai kualitas, tahap inilah produsen berusaha melakukan
diferensiasi terhadap atributnya dan merek sudah diperlukan
sebagai pembeda dan kosistensi, sesuai, konsep utilitarian yaitu
ketergantungan pada features produk dan strategi analisis
pengetahuan terhadap merek (brand knowledge). Komponen
utama dari pengetahuan merek adalah kesadaran merek (brand
awareness) dan kesan merek (brand image). Kesadaran merek
dibagi menjadi dua; brand recall dan brand recognition, sedang
kesan merek dibagi menjadi empat, yaitu : jenis asosiasi merek,
kekuatan merek dan keunikan merek, jenis asosiasi merek masih
dibagi lagi menjadi atribut, keuntungan dan perilaku. Pembagian
20
diatas merupakan faktor-faktor pembentukan asosiasi merek.
c. Tahap merek sebagai personality
Terdapat hal sangat prinsip pada tahap ketiga dari perkembangan
merek, dimana pada tahap pertama dan kedua, konsumen sebagai
subjek dan merek sebagai objek. Pada tahap ketiga jarak antara
pelanggan dan merek menjadi dekat bahkan menyatu, karena
karakter merek telah dimunculkan lebih personal, sehingga
terkesan lebih pribadi yang mengakibatkan nilai yang dimiliki merek
mencerminkan citra diri penggunanya (personality). Agar tetap tidak
ketinggalan jaman, sehingga nilai melekat pada merek tetap
menjadi ekspresi diri, gaya hidup, status sosial.
d. Tahap merek sebagai simbol (icon)
Pada tahap ini biasanya pelanggan mempunyai pengetahuan yang
lebih mendalam mengenai merek yang digunakannya, umumnya
perusahaan yang sudah bersifat internasional menggunakan suatu
icon atau tanda tertentu pada mereknya dan pelanggannya merasa
bangga menggunakan dengan simbol tersebut karena mampu
mengekspresikan dirinya. Penekanan penggunaan simbol harus
mampu memberikan asosiasi primer dan sekunder, sehingga
positioning produk lebih menancap dibenak pelanggan. Semakin
banyak asosiasi yang muncul semakin besar kemungkinan
pelanggan akan mengingat pesan yang ingin disampaikan oleh
suatu merek.
21
e. Tahap merek sebagai perusahaan
Dalam tahap ini merek sudah menjadi wakil perusahaan
menjadikan komunikasi yang keluar dari perusahaan telah
terintegrasi kesemua lini kegiatan operasional, sehingga customers
dapat dengan mudah menghubungi merek.
f. Tahap merek sebagai kebijakan moral
Pada tahap keenam, hanya beberapa perusahaan saja yang
mampu untuk mencapainya, karena hanya perusahaan yang sudah
mampu mengoperasikan kegiatannya dengan benar-benar
transparan kepada publik sehingga tidak ada secara etika bisnis
aktivitas yang ditutupi, dampak sosial maupun politisnya, akibatnya
customer merasa percaya dan mempunyai komitmen yang tinggi
pada merek. Pada kondisi ini perusahaan dapat memasukkan
merek sebagai kebijakan moral dalam misinya, seperti kepedulian
perusahaan terhadap lingkungan. Melalui komitmen ini, pelanggan
merasa merekalah yang mempunyai merek dan telah mewakili
kepuasan moralnya baik secara etis maupun spiritual.
Perkembangan merek pada tahap lima dan enam juga
dibarengi penggunaan iklan yang mengalami perubahan paling
drastis, karena pada tahap merek hanya untuk tujuan terbatas,
namun pada tahap lima dan enam atau disebut tahap
perkembangan moderen, iklan yang diterapkan membawa misi
merek dan dibuat untuk tujuan yang tidak terbatas, didasari akan
22
keinginan manusia yang tanpa batas (Rangkuti, 2002) .
2.2.2 Merek Sejati
Beberapa anggapan mengatakan bahwa merek adalah nama cap
dagang, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa merek adalah
produk bahkan sebuah komitmen. Salah satu pendapat dari Stephen King
(Rangkuti, 2002) yang berguna untuk membedakan antara merek dan
produk menyatakan bahwa :
“Produk adalah sesuatu yang di dalam pabrik, merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen. Produk dapat ditiru, pesaing, sedangkan merek adalah sesuatu yang unik. Produk dapat kadaluarsa karena waktu, namun merek yang berhasil dan dikelola dengan benar bisa menjadi abadi”. Apabila kekhususannya selalu ada dalam benak konsumen, maka
merek tersebut telah mendekati defenisi merek sejati (Duane, 2001)
adalah internalisasi jumlah semua kesan yang diterima oleh pelanggan
dan konsumen yang dihasilkan dalam posisi khusus di dalam pikiran
manusia, berdasarkan manfaat-manfaat emosional dan fungsional yang
dapat dirasakan.
2.3 Ekuitas Merek
Aaker (1997) menyatakan ekuitas merek adalah “Seperangkat aset
dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek dan nama yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa
kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan". Pendapat lainnya
Keller (1993) dalam Kim, dkk (2006) menyatakan bahwa ekuitas merek
dapat dipandang sebagai nilai tambah terhadap suatu produk.
23
Selanjutnya agar aset dan liabilitas dapat berperan mendasari
ekuitas merek, keduanya dihubungkan dengan nama dan symbol merek
yang secara bersama-sama keduanya dikelompokkan ke dalam lima
dimensi kategori, yaitu; pertama loyalitas merek (brand loyality), kedua
kesadaran merek (brand awareness), ketiga kesan kualitas (perceived
quality), keempat assosiasi merek (brand association) dan yang terakhir
adalah asset hak milik lainnya (otherbrand assets).
Namun perlu diketahui bahwa dimensi loyalitas merek merupakan
inti dari ekuitas merek dan keempat dimensi ekuitas merek lainnya bisa
berperan menguatkan loyalitas merek karena terdapat interelasi diantara
dimensi-dimensi ekuitas merek tersebut. Pengertian contoh interaksi
tersebut adalah kesan kualitas bisa dipengaruhi oleh kesadaran merek,
loyalitas dapat dipengaruhi oleh kesadaran merek, loyalitas dapat
dipengaruhi kesan kualitas dan seterusnya sating terkait satu dengan
lainnya diantara dimensi-dimensi ekuitas merek lain.
Pandangan kedua dari brand equity adalah korelasi antara brand
dan brand extension (Pitta and Katsanis, 1995; Rangkuti 2004)
mengatakan bahwa brand equity diukur berdasarkan kemampuan merek
tersebut mendukung perluasan merek yang dilakukan.
Pandangan ketiga berkaitan dengan perspektif konsumen tentang
brand equity (Pokorny, 1995; Rangkuti, 2004) dengan melihat perilaku
pengambilan keputusan pembelian, manajer pemasaran dapat
24
menentukan seberapa jauh persepsi brand equity yang dimiliki oleh
pelanggan terhadap suatu merek.
Menurut Durianto (2004) defenisi merek adalah nama, istilah,
tanda, symbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan
suatu produk/jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan.
2.3.1 Pendekatan Pengukuran Ekuitas Merek
Sedikitnya ada lima pendekatan lain (Aaker, 1996) untuk mengukur
nilai ekuitas suatu merek, yaitu :
a. Pengukuran dengan harga optimum
Pendekatan ini juga dikenal dengan dollarmatric, di dapat dari
pengamatan tingkat harga suatu merek di pasar, sangat
dipengaruhi oleh selisih harga yang dikeluarkan oleh
kompetitornya, tingkat depresiasi dalam setahun, elastisitas harga
yang direspon oleh konsumen. Adanya kenyataan bahwa harga
optimum aset tahun bisa diperoleh dari rata-rata setahun dikalikan
volume unit penjualan setahun, dengan mengabaikan neraca kas
jangka waktu yang sama.
b. Pengukuran dengan merek dan preferensi konsumen
Untuk kelas produk dan jasa tertentu pengukuran harga optimum
tidak bisa menjadi cara yang jitu, sehingga perlu digunakan
pendekatan lain yang lebih objektif, salah satunya dengan
menghitung dampak merek terhadap evaluasi konsumen atas
merek yang diukur dari referensi konsumen, menyangkut sikap,
25
tujuan membeli dan menggunakan suatu merek.
c. Pengukuran dengan penggantian biaya
Perspektif yang digunakan adalah berapa jumlah biaya yang sudah
dikeluarkan untuk suatu produk atau merek dengan tingkat
kemungkinan sukses ditentukan lebih dahulu, biaya yang sudah
dikeluarkan dan mencapai kemungkinan sukses tersebut sebagai
nilai dari ekuitas merek.
d. Pengukuran pada nilai harga saham
Penggunaan harga saham sebagai dasar untuk mengevaluasi nilai
ekuitas merek, asumsinya pasar modal akan menyesuaikan harga
perusahaan untuk proyeksi prospek masa depan atas merek
tersebut. Pendekatan dimulai dengan nilai pasar sebuah
perusahaan yang merupakan fungsi dari harga saham dan jumlah
saham yang beredar dan model ini beroperasi pada perusahaan
publik dengan merek dominan.
e. Pengukuran perolehan laba bersih masa depan
Pendekatan ini menggunakan estimasi laba bersih lancar (current
earnings) dan menerapkan, multiplier laba bersih (earning
multiplier) keduanya kemudian diestimasikan pada penilaian laba
bersih masa depan, dengan mencari nilai multiplier actual dalam
suatu periode tertentu dan dibandingkan, industri dikelasnya,
dengan mengabaikan hutanghutang yang sangat besar.
26
2.3.2 Pengelolaan Ekuitas Merek
Beberapa faktor (Acker, 1996) yang dapat dilihat indikator kurangnya
perhatian serius dari para manajer dalam upaya membangun dan
mengelola ekuitas merek perusahaan, indikator tersebut adalah
a. ketidakmampuan manajer untuk mengidentifikasi asosiasi
merek dengan kekuatan asosiasi perusahaan itu sendiri dengan
tepat
b. Rendahnya tingkat pengetahuan mengenai kesadaran merek
dari sebagian besar karyawannya.
c. Tidak adanya ukuran yang sistematis, handal, peka dan valid
mengenai kepuasan serta loyalitas customer.
d. Tidak adanya kesungguhan dalam upaya melindungi ekuitas
merek itu sendiri.
e. Tidak adanya mekanisme yang dapat mengukur serta
mengevaluasi elemen program pemasaran merek.
f. Belum adanya strategi jangka panjang dalam upaya
pengembangan manajemen merek.
g. Belum adanya strategi jangka panjang dalam upaya
pengembangan manajemen merek.
Philip Kotler (2000) sebagai analis melihat umur merek melebihi
produk, karena merek selalu dilihat sebagai aktiva perusahaan yang
paling bertahan lama dan semua merek yang kuat mewakili sekelompok
pelanggan yang setia, oleh karenanya aktiva dasar yang menjadi fondasi
27
utama ekuitas merek adalah ekuitas pelanggan (customer equity), hal ini
menunjukkan bahwa fokus dari perencanaan pemasaran yang tepat
adalah memperpanjang nilai seumur hidup pelanggan setia (loyal
customer lifetime value), dengan pengelolaan merek berperan sebagai
alat pemasar utama.
Selanjutnya penjelasan mengenai skema konsep ekuitas merek
menurut Aaker (1996) terdapat lima elemen dimensi kategori yang
membentuknya, seperti tampak pada Gambar 2.1 menunjukkan ekuitas
merek mempunyai hubungan kausal komparatif terhadap dimensinya dan
dirumuskan sebagai sebuah variabel yang bersifat multidimensional yang
telah ada dulu sebagai dasar menentukan arah kausalitasnya (Kuncoro,
2003). Variabel ekuitas merek tidak bisa diukur secara langsung, tetapi
dibentuk melalui pengukuran dimensinya.
Gambar 2.1 Ekuitas Merek Nilai Pelanggan dan Perusahaan
Kesan Kualitas
Kesadaran merek Asosiasi Merek
Ekuitas
Aset Hak Milik Loyalitas Merek
Aset Hak Milik
Loyalitas Merek
Nilai Perusahaan Efisiensi & Efektifitas
program pemasaran Loyalitas merek Harga/laba Perluasan merek
Nilai Pelanggan Interpretasi/proses
Informasi Rasa percaya
diri/keputusan pembelian
28
Ekuitas merek yang tinggi (Kotler, 2000) memberikan sejumlah
keuntungan kompetitif diantaranya adalah :
a Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil
karena kesadaran dan kesetiaan merek konsumen yang tinggi.
b Posisi perusahaan menjadi lebih kuat dalam negosiasi dengan
mitra bisnis.
c Perusahaan dapat menetapkan premium price, daripada
pesaingnya karena merek tersebut memiliki kualitas yang diyakini
lebih tinggi oleh pelanggan.
d Perusahaan lebih mudah untuk melancarkan perluasan merek
karena merek yang mempunyai kredibilitas tinggi.
e Merek yang kuat dapat melindungi perusahaan dari persaingan
harga yang tidak sehat atau stabil.
2.3.3 Dimensi Ekuitas Merek
a. Kesadaran Merek
Masyarakat cenderung bertransaksi dengan produk atau merek
yang dikenal karena di bawah sadar merek yang tidak terkenal
mempunyai sedikit peluang untuk diingat konsumen, sesuai pendapat
Aaker (1996) mendefenisikan brand awareness sebagai: “The ability of
a potential buyer to recognize or recall that a brand is number of a
certain product category"
29
Gambar 2.2. Kesadaran Merek
Gambar 2.2. menunjukkan sedikitnya ada empat cara kesadaran
menciptakan nilai bagi pelanggan karena peranan kesadaran merek
terkait dengan asosiasi-asosiasi bagi pelanggan karena peranan
kesadaran merek terkait dengan asosiasi-asosiasi merek yang sangat erat
kaitannya, artinya kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali
atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari
kategori produk tertentu.
Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut:
1) Tempat kaitan (jangkar) asosiasi-asosiasi lain
Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu
asosiasi-asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya
jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi dibenak
konsumen.
2) Familiar/rasa suka
Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat
Tempat kaitan asosiasi-asosiasi lain
Sebagai tanda substansi / komitmen
Bahan pertimbangan merek
Familiaritas menimbulkan rasa suka Kesadaran
Merek
30
akrab dengan merek kita, dan lama kelamaan akan timbul rasa
suka yang tinggi terhadap merek yang kita pasarkan.
3) Sebagai tanda substansi.
Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen,
dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika
kesadaran akan merek tinggi, kehadiran mereka akan selalu
dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran
konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain; (1) diiklankan secara luas, (2) eksistensi yang sudah
teruji oleh waktu, (3) jangkauan distribusi yang sangat luas, (4)
merek tersebut dikelola dengan baik. Oleh karena itu jika
kualitas merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam
keputusan pembelian.
4) Mempertimbangkan merek
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah
menyeleksi merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk
dipertimbangkan dan diputuskan merek mana akan dibeli.
Merek dengan top mind yang tinggi mempunyai nilai
pertimbangan yang tinggi, jika suatu merek tidak tersimpan
dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan,
dalam benak konsumen.
Kesadaran merek menggambarkan keberadaan merek di dalam
pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori
31
dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity.
Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas
pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku.
Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka
untuk masuk keadaan lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah
maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.
Menurut Aaker (Dudanto, 2004) piramida kesadaran mereka dari
tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut :
1) Unaware of brand (tidak menyadari merek) adalah tingkat paling
rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen
tidak menyadari suatu merek.
2) Brand recognition (pengenalan merek) adalah tingkat minimal
kesadaran merek, dimana pengenalan suatu merek muncul lagi
setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided
recall).
3) Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek) adalah
pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan (unaided
recall).
4) Top of mind (puncak pikiran adalah merek yang disebutkan
pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul
dalam benak konsumen. Dengan kata lain, merek tersebut
merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam
benak konsumen.
32
b. Kesan Kualitas Merek (Brand Perceived Quality)
Cleland dan Brono (Simamora, 1996) memberikan pengertian tiga
prinsip tentang perceived quality yaitu:
1) Pertimbangan konsumen atas suatu produk berdasarkan multi-
atribut mencakup tiga aspek utama yaitu sensivitas terhadap
tingkat harga, ukuran produk standar, dan kelengkapan fungsi,
desain, garansi, reputasi dan layanan.
2) Quality exists only is perceived by customers (kualitas itu ada
jika ada dalam persepsi konsumen), sehingga jika persepsi
konsumen rendah atas suatu produk, maka kualitas produk
menjadi rendah apapun realitanya.
3) Perceived quality diukur secara relative terhadap pesaingnya,
artinya apabila produk A bentuknya sederhana, namun ternyata
kompetitornya jauh lebih sederhana maka A dianggap
mempunyai kualitas relative lebih baik.
Aaker (1997) mengungkapkan umumnya merek yang mempunyai
perceived quality yang tinggi memiliki return of investment yang tinggi
pula. Namun demikian komponen yang dipertimbangkan sebagai kesan
kualitas tampak seperti Gambar 2.3.
33
Gambar 2.3. Nilai dari kesan kualitas
Untuk penerapan strategi jangka panjang, faktor tunggal yang
paling penting dalam mempengaruhi kinerja suatu unit bisnis adalah
kesan kualitas dari produk dan jasa, terhadap kinerja dari pesaing (Buzzell
and Gale, 1987).
Dijelaskan bahwa kualitas merek dapat menciptakan profitabilitas,
karena dapat mempengaruhi pasar, harga mempunyai dampak langsung
pada profitabilitas, tidak memberikan pengaruh negatif pada biaya.
Terdapat perbedaan kesan kualitas dan kepuasan, dimana kesan
kualitas lebih kepada persepsi customer dibandingkan dengan
keseluruhan kualitas atau keunggulan produk, (Zeithamal, 1998)
mendefenisikan perceived quality sebagai “The customer's perceptionof
the overall quality or superioty of a product or services with respect or its
intended purpose, relative to altematives", berarti perceived quality tidak
dapat ditentukan secara obyektif, karena menyangkut penilaian atas
Sebagai alasan untuk membeli
Diferensiasi / posisi merek
Perluasan merek
Harga optimal / premium
Minat pada saluran distribusi
Kesan
Kualitas
34
persepsi yang dianggap penting oleh pelanggan dan sifatnya sangat relatif
terhadap suatu keinginan.
c. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Pengertian loyalitas merek (Rangkuti, 2004) adalah ukuran dari
kesetiaan konsumen terhadap suatu merek, karena loyalitas adalah inti
dari brand equity dan selalu menjadi gagasan sentral dalam pemasaran.
Peningkatan loyalitas akan mengurangi kerentanan pelanggan dari
serangan kompetitor, sehingga dapat dipakai sebagai indikator tingkat
perolehan laba mendatang, karena loyalitas merek dapat diartikan
penjualan di mesa depan.
Dalam Tjipto (2005) menurut pandangan aliran stokastik atau
perspektif behaviorial loyalitas merek diartikan sebagai pembelian ulang
suatu merek secara konsisten oleh pelanggan. Acker (1997) perasaan
suka terhadap merek dan komitmen dapat digunakan untuk mengukur
loyalitas merek, untuk perasaan suka tersebut diukur dari liking, respect,
friendship dan trust, Loyalitas erat kaitannya pengalaman dari pengguna
merek dan tidak bisa terjadi tanpa adanya pengalaman sebelumnya,
penekanan loyalitas merek hanya tertuju pada merek tertentu dan sulit
dialihkan perhatiannya pada simbol lain tanpa adanya pengorbanan dalam
nilai yang besar.
Beberapa hal dibangun untuk meningkatkan nilai loyalitas (Aaker,
1996), tampak pada Gambar 2.4.
35
Gambar 2.4.
Menciptakan dan memelihara loyalitas merek
d. Kepercayaan
Doney dan Cannon (1997) dalam Kim, dkk (2006) menyatakan
bahwa kepercayaan adalah keadaan yang dapat dipercaya (kredibilitas)
dan kebaikan dari pihak sasaran. Dimensi pertama memfokuskan pada
tingkat kepercayaan yang objektif dari mitranya, sebagaimana dalam
suatu ekspektansi yang mana kita dapat menyandarkan perkataan mitra
kita atau pernyataan tertulis mitra kita. Dimensi kedua merupakan tingkat
dimana mitra sungguh tertarik dalam motivasi untuk mencari kemanfaatan
Memperlakukan pelanggan dengan layak
Menjalin kedekatan dengan pelanggan
Memberikan pelayanan ekstra
Mengelola kepuasan pelanggan
Menciptakan biaya peralihan
Loyalitas
Merek
36
e. Kepuasan pasien
Ekuitas merek dapat menambah atau sebaliknya jika salah
pengelolaannya justru mengurangi kepuasan pasien. Aset-aset bisa
membantu pasien menafsirkan, berproses dan menyimpan informasi
dalam jumlah besar mengenai layanan rumah sakit.
Hal senada dikemukankan oleh Simamora: 2001 yang menyatakan
bahwa merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam
mengambil keputusan karena masa lalu dalam menggunakannya maupun
kedekatan terhadap merek dengan aneka ragam karakteristiknya.
2.4 Sikap dan Perilaku Konsumen
Pembahasan teori mengenai ekuitas merek erat sekali
hubungannya dengan sikap dan perilaku. Sikap konsumen (Paul & Olson,
1999) telah diteliti para periset dengan sangat intensif, tetapi pemasar
cenderung lebih memperlihatkan perilaku nyata konsumen, khususnya
saat terjadinya perilaku pembelian.
Sejumlah besar riset mencoba hubungan antara sikap dan perilaku.
Berkaitan erat dengan perilaku terhadap obyek tersebut, tetapi dengan
asumsi bahwa dengan semakin baik sikap seseorang terhadap produk
atau merek, semakin tinggi kemungkinan orang tersebut melakukan
pembelian dan menggunakan produk atau merek tersebut.
37
2.4.1 Fungsi Sikap
Sikap seseorang memiliki empat fungsi yang mendorong orang
untuk mempertahankan atau meningkatkan image-nya yang dibentuknya
sendiri. Secara lebih luas, fungsi-fungsi sikap tersebut menjadi dasar
membentuk motivasi dan penguatan sikap positif terhadap objek yang
merugikannya. Fungsi-fungsi sikap (Simamora, 2002) tersebut antara lain:
a Fungsi Penyesuaian, diarahkan pada objek yang
menyenangkan atau yang mendatangkan manfaat dan
berusaha menjauhkan konsumen dari objek tidak disukai.
Dalam konteks ini berlaku konsep maksimalisasi manfaat dan
meminimalkan kerugian.
b Fungsi Pertahanan Ego, terdapat sikap untuk mempertahankan
ego yang merupakan wujud fungsi pertahanan ego. Umumnya
ekspresi sikap seringkali mencerminkan kebalikan dari yang