vii ABSTRAK PENGARUH BOARD SIZE PADA NILAI PERUSAHAAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING Penelitian ini menguji pengaruh board size pada nilai perusahaan dengan manajemen laba sebagai variabel intervening. Memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin pada nilai pasar saham perusahaan merupakan salah satu tujuan perusahaan. Harga saham yang semakin tinggi mengindikasikan semakin meningkatnya nilai perusahaan. Board size dapat menjadi faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Board size di Indonesia menganut two-board system. Namun, penerapan model two-board system dalam struktur governance di Indonesia berbeda dengan model Continental Europe, di mana wewenang pengangkatan dan pemberhentian direksi berada di tangan RUPS. Dewan direksi bertanggung jawab atas kegiatan operasional perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertindak sebagai pengawas perusahaan. Konflik kepentingan juga sering terjadi pada keduanya karena dewan komisaris cenderung memiliki akses yang sangat minim pada informasi perusahaan. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2012 - 2015 sejumlah 150 perusahaan. Teknik penentuan sampel dengan metode stratified random sampling menghasilkan sampel sejumlah 84 perusahaan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah path anlysis. Hasil pengujian membuktikan bahwa variabel board size, dewan direksi, dewan komisaris independen dan dewan komisaris non independen berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Variabel board size dan dewan direksi berpengaruh positif pada manajemen laba. Sedangkan, variabel dewan komisaris independen dan dewan komisaris non independen berpengaruh negatif pada manajemen laba. Variabel manajemen laba berpengaruh negatif pada nilai perusahaan dan hasil pengujian mediasi menunjukkan bahwa manajemen laba tidak mampu memediasi hubungan board size dengan nilai perusahaan. Kata kunci: board size, nilai perusahaan, manajemen laba
23
Embed
ABSTRAK PENGARUH BOARD SIZE PADA NILAI PERUSAHAAN DENGAN ... · Nilai Perusahaan dengan memasukkan Variabel Kontrol..... 184 9 Hasil Regresi Analisis Jalur Pengaruh Board Size pada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
vii
ABSTRAK
PENGARUH BOARD SIZE PADA NILAI PERUSAHAAN DENGANMANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
Penelitian ini menguji pengaruh board size pada nilai perusahaan denganmanajemen laba sebagai variabel intervening. Memaksimalkan nilai perusahaanyang tercermin pada nilai pasar saham perusahaan merupakan salah satu tujuanperusahaan. Harga saham yang semakin tinggi mengindikasikan semakinmeningkatnya nilai perusahaan. Board size dapat menjadi faktor yangmempengaruhi nilai perusahaan. Board size di Indonesia menganut two-boardsystem. Namun, penerapan model two-board system dalam struktur governance diIndonesia berbeda dengan model Continental Europe, di mana wewenangpengangkatan dan pemberhentian direksi berada di tangan RUPS. Dewan direksibertanggung jawab atas kegiatan operasional perusahaan, sedangkan dewankomisaris bertindak sebagai pengawas perusahaan. Konflik kepentingan jugasering terjadi pada keduanya karena dewan komisaris cenderung memiliki aksesyang sangat minim pada informasi perusahaan.
Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftardi Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2012 - 2015 sejumlah 150perusahaan. Teknik penentuan sampel dengan metode stratified random samplingmenghasilkan sampel sejumlah 84 perusahaan. Teknik analisis data yangdigunakan dalam penelitian adalah path anlysis.
Hasil pengujian membuktikan bahwa variabel board size, dewan direksi,dewan komisaris independen dan dewan komisaris non independen berpengaruhpositif pada nilai perusahaan. Variabel board size dan dewan direksi berpengaruhpositif pada manajemen laba. Sedangkan, variabel dewan komisaris independendan dewan komisaris non independen berpengaruh negatif pada manajemen laba.Variabel manajemen laba berpengaruh negatif pada nilai perusahaan dan hasilpengujian mediasi menunjukkan bahwa manajemen laba tidak mampu memediasihubungan board size dengan nilai perusahaan.
Kata kunci: board size, nilai perusahaan, manajemen laba
viii
ABSTRACT
THE EFFECT OF BOARD SIZE ON FIRM VALUE TOWARD EARNINGS
MANAGEMENT AS AN INTERVENING VARIABLE
This study aims to examined the effect of board size on firm value towardearnings management as an intervening variable. Maximizing firm value isreflected in the company's stock market is the one of the goals of the company.The higher the share price shows the increasing value of the company. Inaddition, board size also can be factor that affect firm value. Board size inIndonesia adheres to the two-board system. However, application of the model oftwo-board system in the structure of governance in Indonesia is different from themodel of Continental Europe, where the authority of appointment and removal ofDirectors is in the hands of the RUPS. The board of directors is responsible forthe company's operations, while the commissioners to act as a supervisor of thecompany. Conflicts of interest are also often occurs in tandem as commissionerstend to have a very minimal access to enterprise information.
The population of this research include all manufacturing companies thatlisted on Indonesia Stock Exchange in the 2012 - 2015 with total of 150companies. Sampling technique using stratified random sampling types thatproduced the study sample of 84 companies. Data analysis techniques used in thestudy is the path anlysis.
This research proves that board size, board of directors, board ofindependent commissioner, and board of non independent commissioner haspositive effect on firm value. Variable of board size and board of directors haspositive effect on earnings management. Meanwhile, board of independentcommissioner and board of non independent commissioner has negative effect onearnings management. Variable earnings management negatively affect firmvalue and the test results show that the mediation earnings management is notable to mediate the association board size on firm value.
1.1 Latar Belakang .......................................................... 11.2 Rumusan Masalah ..................................................... 111.3 Tujuan Penelitian ...................................................... 111.4 Manfaat Penelitian .................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Teori Keagenan ......................................................... 142.2 Nilai Perusahaan........................................................ 162.3 Board Size ................................................................. 182.4 Manajemen Laba....................................................... 212.5 Struktur Pendanaan ................................................... 222.6 Profitabilitas .............................................................. 242.7 Usia Perusahaan ........................................................ 252.8 Komite Audit............................................................. 262.9 Hasil Penelitian Sebelumnya..................................... 27
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESISPENELITIAN3.1 Kerangka Berpikir..................................................... 343.2 Konsep Penelitian...................................................... 363.3 Hipotesis.................................................................... 37
3.3.1 Pengaruh board size pada nilai perusahaan .. 373.3.2 Pengaruh board size yang diproksi dengan
dewan direksi, dewan komisaris indepedendan dewan komisaris non independenpada nilai perusahaan dengan manajemen labasebagai variabel intervening.......................... 40
3.3.3 Pengaruh board size pada manajemen laba .. 403.3.4 Pengaruh manajemen laba pada nilai
BAB IV METODE PENELITIAN4.1 Rancangan Penelitian ................................................ 464.2 Lokasi Penelitian....................................................... 474.3 Ruang Lingkup Penelitian......................................... 474.4 Penentuan Sumber Data ............................................ 484.5 Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel .......... 514.6 Analisis Data ............................................................. 55
4.6.1 Statistik deskriptif ......................................... 554.6.2 Metode analisis.............................................. 554.6.3 Uji asumsi klasik ........................................... 604.6.4 Pengujian hipotesis ....................................... 62
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN5.1 Statistik Deskriptif .................................................... 665.2 Uji Asumsi Klasik..................................................... 68
5.3 Analisis Pengaruh Board Size pada Nilai Perusahaan 745.4 Analisis Pengaruh Dewan Direksi pada Nilai
Perusahaan................................................................. 775.5 Analisis Pengaruh Dewan Komisaris Independen
pada Nilai Perusahaan ............................................... 785.6 Analisis Pengaruh Dewan Komisaris Non
Independen pada Nilai Perusahaan ........................... 805.7 Analisis Pengaruh Board Size pada Nilai
Perusahaan dengan Manajemen Laba sebagaiVariabel Intervening.................................................. 81
5.8 Analisis Pengaruh Dewan Direksi, DewanKomisaris Independen dan Dewan Komisaris NonIndependen pada Nilai Perusahaan denganManajemen Laba sebagai Variabel Intervening........ 82
5.9 Analisis Pengaruh Board Size pada Manajemen Laba 845.10 Analisis Pengaruh Dewan Direksi, Dewan Komisaris
Independen dan Dewan Komisaris Non Independenpada Manajemen Laba .............................................. 85
5.11 Analisis Pengaruh Manajemen Laba padaNilai Perusahaan........................................................ 87
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN6.1 Simpulan ................................................................... 896.2 Keterbatasan.............................................................. 906.3 Saran.......................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 92LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................... 102
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1 Metode Pengambilan Sampel dengan Rumus Slovin ............ 504.2 Metode Penentuan Jumlah Sampel Akhir .............................. 514.3 Ketentuan Uji Durbin-Watson (DW test) .............................. 614.4 Pengujian Hipotesis................................................................ 645.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Perusahaan Sampel.. 655.2 Statistik Deskriptif Variabel Kontrol Penelitian
Perusahaan Sampel................................................................. 675.3 Hasil Regresi OLS Board Size pada Nilai perusahaan........... 755.4 Hasil Regresi OLS Dewan Direksi pada Nilai perusahaan .... 78
5.5 Hasil Regresi OLS Dewan Komisaris Independenpada Nilai perusahaan ............................................................ 79
5.6 Hasil Regresi OLS Dewan Komisaris Non Independenpada Nilai perusahaan ............................................................ 81
5.7 Hasil Regresi OLS Board Size pada Manajemen Laba.......... 855.8 Hasil Regresi OLS Dewan Direksi, Dewan Komisaris
Independen dan Dewan Komisaris Non Independenpada Manajemen Laba ........................................................... 86
5.9 Hasil Regresi OLS Manajemen Laba padaNilai perusahaan ..................................................................... 88
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
3.1 Kerangka Berpikir............................................................. 353.2 Konsep Penelitian.............................................................. 364.1 Rancangan Penelitian ........................................................ 47
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 Metode Pengambilan Sampel dengan Rumus Slovin ........................ 102
2 Daftar Nama Perusahaan yang Dijadikan Sampel Penelitian ............ 107
4 Perubahan Revenue dan Piutang ........................................................ 132
5 Hasil Manajemen Laba....................................................................... 146
6.1 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Board Size .......................... 164
6.2 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen dan Dewan KomisarisNon independen.................................................................................. 164
6.3 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Manajemen Laba ................ 165
6.4 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Nilai Perusahaan................. 165
6.5 Hasil Analisis Deskriptif pada Variabel Kontrol ............................... 166
7.1 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Board Size padaNilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol ................. 167
7.2 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan Komisaris NonIndependen pada Nilai Perusahaan dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 167
7.3 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Board Size padaManajemen Laba dengan Memasukkan Variabel Kontrol................. 168
7.4 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Manajemen Laba denganMemasukkan Variabel Kontrol .......................................................... 168
7.5 Hasil Analisis Uji Normalitas Pengaruh Manajemen Laba padaNilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol ................. 169
7.6 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Board Size padaNilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol ................. 170
xvi
7.7 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Nilai Perusahaan denganMemasukkan Variabel Kontrol .......................................................... 171
7.8 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Board Size padaManajemen Laba dengan Memasukkan Variabel Kontrol................. 172
7.9 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Manajemen Laba dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 173
7.10 Hasil Analisis Uji Multikolinieritas Pengaruh Manajemen Labapada Nilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol......... 174
7.11 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Board Size padaNilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol ................. 175
7.12 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Nilai Perusahaan denganMemasukkan Variabel Kontrol .......................................................... 175
7.13 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Board Size padaManajemen Laba dengan Memasukkan Variabel Kontrol................. 176
7.14 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Manajemen Laba denganMemasukkan Variabel Kontrol .......................................................... 176
7.15 Hasil Analisis Uji Autokorelasi Pengaruh Manajemen Labapada Nilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol......... 177
7.16 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh Board Sizepada Nilai Perusahaan dengan Memasukkan Variabel Kontrol......... 178
7.17 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Nilai Perusahaan dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 178
7.18 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh Board Sizepada Manajemen Laba dengan Memasukkan Variabel Kontrol ........ 179
xvii
7.19 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen, dan Dewan KomisarisNon Independen pada Manajemen Laba dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 179
7.20 Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas Pengaruh ManajemenLaba pada Nilai Perusahaan dengan MemasukkanVariabel Kontrol................................................................................. 180
8.1 Hasil Regresi OLS Board Size pada Nilai Perusahaan denganmemasukkan Variabel Kontrol........................................................... 181
8.2 Hasil Regresi OLS Dewan Direksi pada Nilai Perusahaan denganmemasukkan Variabel Kontrol........................................................... 182
8.3 Hasil Regresi OLS Dewan Komisaris Independen pada NilaiPerusahaan dengan memasukkan Variabel Kontrol........................... 183
8.4 Hasil Regresi OLS Dewan Komisaris Non Independen padaNilai Perusahaan dengan memasukkan Variabel Kontrol.................. 184
9 Hasil Regresi Analisis Jalur Pengaruh Board Size padaNilai Perusahaan dengan Manajemen Laba sebagaiVariabel Intervening........................................................................... 185
10 Hasil Regresi Analisis Jalur Pengaruh Dewan Direksi,Dewan Komisaris Independen dan Dewan KomisarisNon independen pada Nilai Perusahaan denganManajemen Laba sebagai Variabel Intervening................................. 187
11.1 Hasil Regresi OLS Board Size pada Manajemen Laba denganmemasukkan Variabel Kontrol........................................................... 189
11.2 Hasil Regresi OLS Dewan Direksi, Dewan Komisaris Independendan Dewan Komisaris Non Independen pada Manajemen Labadengan memasukkan Variabel Kontrol .............................................. 189
12.1 Hasil Regresi OLS Manajemen Laba pada Nilai Perusahaandengan memasukkan Variabel Kontrol .............................................. 191
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan
yang tercermin pada nilai pasar saham perusahaan. Nilai pasar saham yang
semakin tinggi menunjukkan semakin meningkatnya nilai perusahaan. Hal ini
digunakan sebagai pengukur keberhasilan perusahaan karena dengan tingginya
nilai perusahaan berarti kemakmuran pemegang saham perusahaan juga semakin
tinggi (Martono, 2010). Tujuan perusahaan akan tercapai secara optimal apabila
keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen dapat
dilaksanakan sebaik mungkin (Sutrisno, 2012). Keputusan investasi merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan sebab keputusan investasi
berkaitan dengan keputusan tentang pengalokasian dana yang bersumber dari
dalam atau luar perusahaan. Investasi akan memberikan sinyal positif tentang
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang sehingga akan meningkatkan
harga saham perusahaan yang merupakan indikator nilai perusahaan (Wahyudi,
2006).
Keputusan investasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dana yang
bersumber dari pendanaan internal atau pendanaan eksternal. Penentuan sumber
dana sangat penting guna mendanai berbagai alternatif investasi sehingga dengan
optimalnya sumber dana yang digunakan maka harga saham perusahaan juga akan
ikut meningkat (Haruman, 2008). Pertumbuhan perusahaan secara terus menerus
dan pengembalian dalam bentuk dividen maupun capital gain merupakan tujuan
utama pemegang saham dalam upaya meningkatkan kesejahteraannya. Oleh
2
karena itu, kebijakan dividen sangat penting untuk memenuhi tujuan-tujuan
tersebut (Prihantoro, 2003).
Pasar modal Indonesia yang di dalamnya mayoritas perusahaan manufaktur
dikategorikan sebagai pasar modal yang sedang tumbuh memiliki kontribusi besar
dalam ekonomi Indonesia. Krisis yang terjadi awal tahun 1997 pada dasarnya
adalah gagalnya pengelolaan hutang yang berimplikasi pada keputusan investasi
dan pembagian laba, sebab ketiga keputusan tersebut saling berhubungan satu
dengan lainnya (Haruman, 2008). Fenomena yang terjadi di Bursa Efek Indonesia
menunjukkan bahwa nilai perusahaan yang diproksi melalui nilai pasar saham
mengalami perubahan meskipun tidak ada kebijakan keuangan yang dilakukan
perusahaan. Perubahan pada nilai perusahaan lebih disebabkan oleh situasi sosial
dan politik (Wijaya, 2010). Pada umumnya perusahaan yang berjalan dengan baik
memiliki rasio Price to Book Value (PBV) di atas satu, yang menunjukkan bahwa
nilai pasar saham lebih besar daripada nilai bukunya. Rasio PBV yang semakin
tinggi menunjukkan semakin tingginya perusahaan dinilai oleh investor
(Wardjono, 2010). Namun, pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia masih ada beberapa perusahaan yang memiliki rasio PBV di
bawah satu.
Rasio PBV digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan rasio
ini juga digunakan untuk mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada
manajemen dan organisasi sebagai perusahaan yang terus tumbuh. Rasio PBV
yang semakin tinggi menunjukkan bahwa semakin berhasil perusahaan
menciptakan nilai bagi pemegang saham. Nilai buku menjadi ukuran rasional
3
untuk menilai perusahaan. Oleh sebab itu, rasio PBV dapat digunakan untuk
semua jenis perusahaan (Reilly, 2000).
Proses pengambilan keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan
dividen yang dilakukan manajemen baik dalam organisasi publik atau bisnis
menggunakan konsep tata kelola perusahaan. Tata kelola perusahaan diterapkan
secara formal di Indonesia dengan diterbitkannya “Pedoman umum Good
Corporate Governance” oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).
Tata kelola perusahaan diperlukan untuk mengatur hubungan antara pemilik,
komisaris, dan direksi untuk menentukan tujuan perusahaan dan pengukuran
kinerja serta kewenangan dan pengendalian manajemen (Daniri, 2005 dan Haron,
2009). Corporate Governance memiliki struktur yang merupakan gambaran dan
berguna dalam menentukan arahan strategis, kinerja sistematis dan pengawasan
kinerja perusahaan. Struktur didefinisikan sebagai satu cara bagaimana aktivitas
dalam organisasi dibagi, diorganisir dan dikoordinasi (Stoner et al., 1996). Model
struktur internal corporate governance secara umum terbagi menjadi 2 (dua),
yaitu The Anglo-American System dan The Continental Europe System. Model
Anglo-Saxon ini disebut dengan Single-board System. Model ini memiliki struktur
governance yang terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Board of
Directors (executive directors non-executive directors), serta executive managers
yang dipimpin oleh CEO. Single board system merupakan struktur corporate
governance yang tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan
direksi. Anggota dewan komisaris (board of commissioners) juga merangkap
anggota dewan direksi dan tidak ada pemisahan antara kedua dewan ini. Kedua
dewan tersebut sama-sama disebut sebagai board of directors. Perusahaan-
4
perusahaan di Inggris, Amerika, Kanada serta negara-negara lain umumnya
berbasis single-board system yang dipengaruhi langsung oleh model Anglo-Saxon.
Sedangkan pada Model Continental Europe, struktur corporate governance terdiri
dari RUPS, dewan komisaris, dewan direktur, dan manajer eksekutif
(manajemen). Struktur dari Continental Europe ini disebut two-board system atau
dual-board system, yaitu struktur Corporate Governance (CG) yang dengan tegas
memisahkan keanggotaan dewan direksi dan dewan komisaris. Dalam struktur ini
keanggotaan board of commissioners (dewan komisaris) sebagai dewan
pengawas, dan board of directors (dewan direksi) atau manajemen sebagai
eksekutif perusahaan. Model Continental Europe merupakan model yang
digunakan di Jepang, Jerman, Prancis, Denmark dan Belanda (Arifin, 2005).
Kepengurusan Perseroan Terbatas di Indonesia menganut two-board system.
Pada sistem ini, dewan komisaris dan direksi mempunyai wewenang dan
tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana
diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.
Penerapan model two-board system dalam struktur governance di Indonesia
berbeda dengan model Continental Europe yang menempatkan wewenang
pengangkatan dan pemberhentian direksi berada di tangan RUPS. Kedudukan
direksi pada model two-board system di Indonesia sejajar dengan kedudukan
dewan komisaris. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi perseroan di
Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Pada sistem ini dewan direksi bertanggung jawab atas kegiatan
operasional perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertindak sebagai pengawas
perusahaan. Konflik kepentingan juga kerap terjadi pada keduanya walaupun
5
kedua dewan ini memiliki tanggung jawab penuh pada keberlangsungan
perusahaan yang sesuai dengan tujuan dari perusahaan itu sendiri. Dewan
komisaris memiliki posisi hukum yang lebih kuat dari dewan direksi. Namun,
dewan komisaris cenderung memiliki akses yang sangat minim terhadap informasi
perusahaan. Oleh karena itu, instrumen laporan keuangan digunakan sebagai
solusi dalam konflik kepentingan antara keduanya.
Laporan keuangan digunakan sebagai tujuan untuk menilai kinerja dari dewan
direksi. Laporan keuangan dimanipulasi dengan menggunakan metode khusus
oleh dewan direksi yang biasa disebut dengan manajemen laba. Praktik
manajemen laba bukan merupakan praktik berbahaya melainkan hal ini dilakukan
berdasarkan pada keyakinan bahwa dewan direksi harus menyajikan laporan
keuangan yang baik dengan catatan yang baik pula di setiap periodenya (Nugroho,
2011). Selain itu, praktik manajemen laba bisa terjadi karena investor itu sendiri
dengan cara menambahkan modalnya kepada suatu perusahaan apabila kinerja
perusahaan itu bagus yang ditunjukkan dengan laporan keuangan. Indikator laba
dinilai sangat penting oleh investor sehingga dapat memicu terjadinya manajemen
laba oleh dewan direksi.
Informasi laba merupakan unsur utama dalam laporan keuangan yang sangat
penting bagi pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif
sebagaimana tertuang dalam Statement of Accounting Financial Concepts (SFAC)
Nomor 2 (Effendi, 2013). Laporan keuangan juga sering dijadikan dasar untuk
penilaian kinerja suatu perusahaan sehingga tentunya akan mempengaruhi nilai
perusahaan. Adanya perbedaan kepentingan atau pemisahan peran antara
pemegang saham (principal) dengan pengelola/manajemen perusahaan (agent)
6
merupakan pemicu dari masalah-masalah keagenan yang ditimbulkan oleh
earnings management (Herawaty, 2009).
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan. Perspektif
agency theory merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate
governance. Agency theory adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan
pemilik (principal). Agar hubungan kontraktual ini dapat berjalan dengan lancar,
pemilik akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer.
Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan manajer dan
pemilik dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari agency
theory. Namun untuk menciptakan kontrak yang tepat merupakan hal yang sulit
diwujudkan. Oleh karena itu, investor diwajibkan untuk memberi hak
pengendalian residual kepada manajer (residual control right) yakni hak untuk
membuat keputusan dalam kondisi-kondisi tertentu yang sebelumnya belum
terlihat di kontrak (Jensen dan Meckling, 1976).
Mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan
yang terjadi dari perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik
kepentingan dapat diminimumkan dengan: pertama, memperbesar kepemilikan
saham perusahaan oleh manajemen (Jensen dan Meckling, 1976), sehingga
kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan
kepentingan manajemen; kedua, kepemilikan saham oleh investor institusional,
Ujiyantho (2007) menyatakan bahwa agent dengan kepemilikan yang besar dapat
dimonitor oleh pihak investor institusional, sehingga motivasi manajer untuk
mengatur laba menjadi berkurang; ketiga, melalui peran monitoring dewan
komisaris (board of directors). Dechow et al. (1996) dan Beasley (1996)
7
menemukan hubungan yang signifikan antara peran dewan komisaris dengan
pelaporan keuangan, serta ukuran dan independensi dewan komisaris
mempengaruhi kemampuannya dalam memonitor proses pelaporan keuangan.
Perusahaan manufaktur di Indonesia cenderung memiliki anggota dewan yang
relatif besar yaitu lebih dari 7 orang. Besarnya anggota dewan pada perusahaan
manufaktur di Indonesia akan berindikasi pada rawan terjadinya asimetri
informasi di antara dewan direksi dengan dewan komisaris. Jensen (1993)
menyatakan semakin besar ukuran dewan komisaris menyebabkan semakin
lemahnya pengawasan pada manajemen sehingga semakin banyak tindakan
manajemen laba yang dilakukan. Selain itu, dewan komisaris yang berukuran
besar juga memberikan pengaruh pada tindakan manajemen laba. Ukuran dewan
komisaris yang besar menyebabkan pengendalian terhadap manjemen menjadi
kurang efektif sehingga manajemen memiliki kesempatan yang lebih besar untuk
melakukan pengaturan dan pengelolaan laba (Yermack, 1996). Berdasarkan
pemikiran tersebut, penting untuk memasukkan manajemen laba sebagai variabel
intervening pada penelitian ini dan melihat pengaruh yang dihasilkan dari
digunakannya variabel manajemen laba ini sebagai variabel perantara.
Roychowdhury (2003) menyatakan bahwa manajemen laba dapat dilakukan
dengan cara manipulasi akrual murni (pure acrual) yaitu dengan discretionary
accrual yang tidak memiliki pengaruh terhadap arus kas secara langsung. Pihak
manajemen perusahaan merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap
terjadinya manajemen laba. Manajemen laba akrual dilakukan pada akhir periode
ketika manajer mengetahui laba sebelum direkayasa sehingga dapat mengetahui
berapa besar manipulasi yang diperlukan agar target laba tercapai. Namun,
8
manipulasi akrual dibatasi oleh standar akuntansi dan manipulasi akrual di tahun-
tahun sebelumnya. Selain itu, manipulasi ini dapat terdeteksi oleh auditor,
investor ataupun badan pemerintah sehingga dapat berdampak pada harga saham
bahkan menyebabkan kebangkrutan atau kasus hukum. Cara lain yang sering
dilakukan oleh manajer untuk mengatur laba yaitu dengan memanipulasi aktivitas
riil. Manajemen memanipulasi aktivitas riil untuk menghindari kerugian pada
laporan keuangan tahunan perusahaan (Roychowdhury, 2003).
Penelitian ini menggunakan Discretionary Accruals (DA) sebagai proksi dari
earnings management karena DA merupakan akrual yang dapat diatur oleh
seorang manajer dan akan berakibat dalam pengelolaan laba suatu perusahaan.
Pengukuran DA dilakukan dengan menggunakan model Jones (1991) yang
diperbarui oleh Dechow et al. (1996) dan disebut modified jones model. Contoh
DA adalah penyisihan piutang (allowance for doubtful account) yang merupakan
hasil dari estimasi yang kurang konservatif. Hal ini karena manajemen secara
fleksibel dapat mengendalikan jumlah penyisihan piutang atau karena kebijakan
kredit dan pencatatan saldo piutang pada awal dan akhir periode. Namun, jika
peningkatan piutang disebabkan oleh peningkatan volume bisnis, maka akrual
tersebut merupakan nondiscretionary accruals (Sunarto, 2009). Manajemen laba
dapat dikurangi dengan menggunakan komisaris independen. Selain itu, komisaris
independen juga efektif dalam memonitor manajemen laba jika komisaris
independen pada suatu perusahaan tidak merangkap jabatan pada perusahaan lain
(Andayani, 2010). Keberadaan komite audit juga dapat membantu dalam
mengeliminasi manajemen laba. Diharapkan dengan adanya pengawasan yang
baik dari komite audit dan komisaris independen maka praktik manajemen laba
9
dapat diminimalisasi. Manajemen laba merupakan masalah keagenan yang terjadi
pada dewan komisaris dan dewan direksi yang dapat diminimalisasi dengan