ABSES OTAK
PENDAHULUAN
Infeksi fokal purulen pada susunan saraf pusat potensial
menyebabkan kerusakan dan deficit neurologik. Perkembangan untuk
pencegahan kematian dan sekuele bukan bergantung pada adanya
antibiotika terbaru tapi lebih kepada kecepatan dan ketepatan
diagnosis maupun terapi.
Infeksi fokal yang terjadi di otak adalah suatu komplikasi dari
suatu penyakit primer yang sebelumnya sudah ada. Sepsis fokal
mungkin disebabkan oleh trauma penekanan, perluasan focus infeksi
sepanjang jaringan dari parakranial ke paraspinal, atau penyebaran
hematogen dari tempat yang jauh. Terapi dari infeksi primer harus
juga mencakup terapi untuk infeksi susunan saraf.
Infeksi dapat berlokasi di setiap bagian dari otak, korda
spinalis, dan selaput otak. Abses otak dapat bervariasi dalam
ukuran, dari beberapa millimeter sampai struktur berkapsul yang
besar berisi materi purulen. Subdural empiema berada pada rongga
subdural, tapi pus-nya cenderung berlokulasi. Abses subdural
berkapsul bisa ditemukan pada permukaan medial dan lateral dari
hemisfer cerebri atau di dasar otak. Abses epidural biasanya kecil,
sering berisi masssa granulomatosa.
Defisit neurologik dari fokal infeksi mungkin disebabkan oleh
efek dari massa abses, edema otak, stasis vena, oklusi arteri, dan
kompresi saraf cranial maupun spinal. Pada setengah dari anak-anak
yang pernah menderita abses otak, didapati adanya sekuele
neurologik seperti epilepsy, hemiparesis, hidrosefalus, atau
kelainan kognitif. Abses otak pada neonatus biasanya berkaitan
dengan area infark dan nekrosis yang luas sehingga dapat ditemui
morbiditas neurologik pada tiga perempat neonatus. Dua pertiga
neonatus mengalami retardasi mental dan setengahnya menjadi
epilepsy.DEFINISI
Abses otak adalah suatu infeksi supurasi di intracranial.
Penyebab abses otak yaitu penyebaran dari infeksi yang terdapat di
sinus paranasal, telinga tengah, dan tulang mastoid. Abses otak
dapat juga disebabkan oleh penyebaran infeksi secara hematogen,
misalnya pada infeksi paru, gigi, atau kulit. Penyebaran hematogen
atau abses metastasis pada seorang anak yang sianosis oleh karena
anomaly jantung atau malformasi arteri-vena pulmonalis. Penyebab
yang jarang diantaranya adalah abses otak yang terjadi akibat
adanya trauma kepala, meningitis atau pembedahan. Pada neonatus,
abses otak timbul sebagai komplikasi dari meningitis purulenta
dengan kausa Proteus atau Citrobacter.
Stadium awal dari abses otak adalah adanya radang otak setempat,
ditandai oleh area oedem berisi eksudat radang dengan pusat
nekrosis. Selanjutnya, terbentuk kapsul dari jaringan radang yang
mengalami penebalan granulasi oleh serat kolagen dari fibroblast
yang berproliferasi. Jaringan otak tersebut semakin lama akan
semakin membengkak. Dikarenakan resiko dari massa yang dengan cepat
membengkak dan timbulnya herniasi, abses otak harus didiagnosa dan
diterapi segera dengan antibiotic dan drainase untuk menghindari
morbiditas dan mortalitas yang signifikan.
Perluasan infeksi ke otak dari infeksi sinus paranasal, tulang
mastoid atau telinga dilaporkan sebagai penyebab utama terjadinya
abses otak. Angka kejadian abses otak melalui infeksi pada saluran
telinga berkurang seiring diperkenalkannya antibiotika. Saat ini
abses metastasis lebih sering ditemukan pada usia anak. Abses
metastasis biasanya berasal dari jantung atau paru, tetapi
osteomielitis, infeksi ginjal, dan abses kulit bisa menjadi sumber
infeksi.
Pada anak-anak, factor yang memberi kontribusi terjadinya abses
otak adalah sianosis, yaitu akibat penyakit jantung congenital
maupun shunt arteri-vena pulmonalis. Penelitian menunjukkan abses
otak ditemukan 0,4% pada pasien yang meninggal dengan berbagai
macam kausa, kausa penyakit jantung congenital ditemukan sebanyak
6%. Angka kejadian abses otak pada anak-anak dengan penyakit
jantung sianosis congenital adalah 2-3%.
Pada anak-anak dengan shunt kanan kiri (right to left shunt),
sirkulasi serebral mengalami bakteremia. Pada anak-anak tersebut
juga terdapat encephalomalacia karena hipoksia dan penurunan aliran
darah otak yang disebabkan oleh peningkatan kepekatan darah akibat
polisitemia. Terdapatnya area yang mengalami infark dan bakteremia
adalah predisposisi terbentuknya abses. Terdapat hubungan antara
tingkat keparahan hipoksemia dengan prognosis penyakit pada pasien
ini. Pada anak dengan saturasi oksigen yang rendah akan lebih
sering terbentuk abses otak. Abses otak jarang terjadi pada bayi,
koreksi defek jantung sianosis melalui prosedur pembedahan pada
usia kurang dari 2 tahun mengeliminasi terbentuknya abses otak.
Banyak laporan yang menunjukkan, masih terdapatnya angka
kematian yang tinggi dengan terapi yang ada sekarang ini, yaitu
sekitar 30 45%. Angka kematian pada pasien yang dioperasi kurang
lebih 20 40%. Akan tetapi, penelitian di Newcastle pada 90 pasien
yang dioperasi antara tahun 1964-1978, menunjukkkan angka kematian
yang semakin menurun. Penurunan angka kematian yang dramatis ini
terjadi setelah munculnya era antibiotic dan didukung oleh
diagnosis yang cepat ditegakkan, tindakan bedah yang segera
dilakukan dan pengenalan bakteri yang akurat, terutama bakteri gram
negative.PATOFISIOLOGI
Organisme piogenik mencapai otak dengan melalui tiga jalur.
Jalur pertama adalah melalui aliran darah baik pada infeksi jauh,
konsekuensi adanya sepsis atau malformasi kardiopulmonal seperti
penyakit jantung sianosis congenital dengan shunt kanan-kiri (right
to left shunt). Jalur kedua adalah penyebaran infeksi karena adanya
proses penyakit yang dekat dengan otak yaitu infeksi telinga
tengah, sinus paranasal, dan juga mastoid. Jalur ketiga dikarenakan
adanya luka dalam.
Stadium awal terjadinya abses adalah adanya peradangan pada otak
(cerebritis). Peradangan ini biasanya berlokasi pada substansia
grissea dan alba. Terbentuk area edem dengan peningkatan
vaskularisasi, perlunakan jaringan otak, sering disertai perdarahan
kecil. Pusat dari abses mulai berisi cairan, rongga abses
terbentuk. Awalnya, dinding abses tidak berbatas jelas. Dinding
abses lama kelamaan menebal. Penebalan ini adalah suatu pembentukan
kapsul abses yang berasal dari jaringan radang granulasi.
Penebalannya dipengaruhi oleh serabut kolagen dari proliferasi
fibroblast. Selanjutnya jaringan otak akan terisi leukosit
polimorfonuklear dan sel plasma. Limfosit akan memenuhi area
perifer abses dan area abses dibatasi oleh leukosit. Stadium A :
Early cerebritis
Pembentukan abses dimulai dengan area radang pada otak yang
mengelilingi focus infeksi. Terdapat kumpulan sel radang dan
permeabilitas pembuluh darah sekitar meningkat yang menyebabkan
edema local. Area radang ini hanya sedikit dibatasi dari jaringan
otak sekitar. Pemeriksaan CT Scan menunjukkan ada area dengan batas
tidak jelas berdensitas rendah, yang dapat atau tidak dapat
menunjukkan kontras nodular. Pada operasi, jarum aspirasi tidak
akan mengalami tahanan yang berarti, eksisi mudah dilakukan,
kemungkinan jaringan otak nekrosis.Stadium B : late cerebritis
Terdapat proliferasi progresif dari sel mesenkim pembuluh darah,
astrosit reaktif, dan fibroblast yang akan membentuk zona perifer
dari jaringan granulasi dimana terdapat matriks retikulin. Edema
perifokal meningkat, begitupula total cairan otak. Injeksi kontras
penting untuk dilakukan, CT Scan menunjukkan area luas berdensitas
rendah. Setelah dilakukan injeksi kontras, akan terlihat gambaran
seperti cincin yang khas, cincin terlihat tebal dan difus. Pada
scanning yang dilakukan 30-60 menit setelah injeksi kontras,
kontras mengisi seluruh area radang. Area ini tidak bisa dipalpasi
pada aspirasi, yang terdiri dari materi nekrotik dan edema otak
tapi jarang berisi pus.
Pembentukan cincin pada tahap ini sering disalahartikan sebagai
perkembangan dinding abses pada pemeriksaan CT Scan, mengacu pada
ketidakpastian diagnosa, dan standar pengobatan abses otak.
Penggunaan rutin pemeriksaan CT Scan setelah beberapa menit
sebelumnya disuntikkan kontras, dapat membantu untuk menentukan
tahap ini.
Stadium C : Early Capsule Formation
Pembentukan kapsul ditandai oleh pembentukan pembuluh darah baru
pada daerah perifer sekitar jaringan yang nekrosis, dan jaringan
retikulin terbentuk sempurna. Kolagen akan menyebar didalam
jaringan tersebut. Kapsul yang membesar dapat terlihat pada
pemeriksaan CT Scan tanpa kontras seperti dikelilingi daerah edem
otak yang densitasnya rendah. Setelah injeksi kontras, terdapat
cincin yang mengecil pada permukaan medial. Pada pemeriksaan tunda
CT Scan, pembesaran kapsul terlihat lebih jelas. Aspirasi akan
mengalami tahanan pada pembentukan kapsul dini ini, dan pus akan
didapat. Pada eksisi akan ditemukan pemisahan tidak komplit antara
kapsul dan otak yang edem.Stadium D : Mature Capsule formation
Abses otak yang sudah matang terdiri dari kapsul kolagen yang
mengelilingi area nekrotik, dengan proliferasi glial pada bagian
luar permukaan kapsul. Pada pemeriksaan CT Scan teridentifikasi
sebagai sebuah cincin samar, bahkan sebelum diinjeksikan kontras.
Setelah diinjeksikan kontras, akan terlihat gambaran cincin yang
lebih jelas. Pada aspirasi, terdapat tahanan kuat yang tiba-tiba
hilang ketika pusat nekrosis ditembus, kemudian akan didapat pus.
Kapsul yang kuat tersebut sudah terpisah dari area otak yang
edem.BAKTERIOLOGI
Kultur dari isi abses dapat mengisolasi berbagai macam
mikroorganisme, termasuk yang terbanyak adalah bakteri, jamur
tertentu dan parasit. Pada suatu kultur abses, kita dapat menemukan
organisme tunggal sebanyak 70% kasus dan banyak organisme pada 30%
kasus. Penting sekali agar seorang peneliti mengumpulkan specimen
dari abses otak dalam suatu wadah atau media transport yang baik,
dan segera diteliti di laboratorium mikrobiologi dengan memberikan
pewarnaan gram, pewarnaan jamur dan penempatan pada media
kultur.
Tipe dari mikroorganisme yang diisolasi tergantung dari sumber
abses otak dan factor imun penderita. Streptokokus, terutama
Streptokokus alfa-hemolitikus, seperti Streptococcus milleri, dan
Stafilokokus merupakan penyebab utama abses otak. Dengan tehnik
kultur yang makin baik, bakteri anaerob telah berhasil diisolasi
dari sekitar 80% kasus abses otak pada anak-anak, terutama pada
anak penderita sinusitis, otitis media, atau infeksi gigi.
Organisme lain, termasuk Haemophilus influenza, pneumococcus, dan
Staphylococcus aureus, mungkin merupakan organisme penyebab abses
otak yang berhubungan dengan sinusitis, otitis media, atau
mastoiditis. Otitis media dan mastoiditis merupakan sumber
terjadinya abses otak yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae,
Proteus sp, Staphylococcus aureus dan species anaerobic seperti
Bacterioides.
Pasien dengan penyakit jantung sianotik bawaan, paling sering
mendapat infeksi Streptococcus sp, yaitu Streptococcus
alfa-haemolyticus dan bakteri gram positif. Abses otak yang
mengikuti meningitis terjadi biasanya pada bayi usia < 1 tahun
dan disebabkan oleh pneumococcus atau bakteri aerobic gram
negative, seperti Citrobacter diversus atau Proteus sp. Pada anak
dengan shunt ventriculoperitoneal, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, dan gram negative adalah penyebab abses
otak yang paling sering. Pasien imunosupresif beresiko menderita
abses otak yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri aerobic dan
anaerobic, jamur, seperti Candida dan Aspergillus sp.,
mikobakteria, dan parasit (termasuk Entamoeba histolytica dan
Toxoplasma gondii).
Spektrum bakteri pada bayi baru lahir dengan abses otak
dibedakan dengan bayi yang lebih tua dan anak-anak. Setengah dari
laporan kasus infeksi pada bayi berusia kurang dari 3 bulan
disebabkan oleh organisme gram negative. Organisme tersebut
diantaranya E. coli, Citrobacter, Proteus, dan Paracolobactrum.
Abses otak yang terjadi pada bayi dapat menjadi ukuran besar karena
expansile skull dan rongga subarachnoid yang luas.
Setelah materi kultur tersedia, materi tersebut perlu diproses
dengan hati-hati. Materi yang berasal dari rongga abses, kapsul dan
jaringan sekitar, idealnya dikultur secepatnya.
Hasil dari kultur aerob dan anaerob, pewarnaan gram dan
histopatologi yang akurat akan sangat membantu untuk memberi terapi
antibiotik yang optimal setelah pembedahan.Hal-hal yang perlu
diteliti.
Penelitian terhadap hal-hal berikut harus dilakukan setelah
didapat materi dari abses otak: 1. Pewarnaan gram untuk semua
spesimen eksudat dan jaringan harus dilakukan untuk menentukan
jenis organisme, apakah gram positif ataukah gram negatif. Hasil
dari penelitian ini akan membantu menentukan terapi antibiotik
inisial2. Kultur aerobik dari materi dan jaringan abses,
dikhususkan terutama untuk mencari streptokokus, Haemophyllus sp,
dan Neisseria sp. Kultur harus diinkubasi setidaknya selama 1
minggu, untuk mengikuti pertumbuhan organisme untuk kemudian di
isolasi. 3. Kultur anaerobic harus dipersiapkan dengan segera,
spesimen, percobaan harus diletakkan dalam wadah kedap udara.4.
Histologi jaringan adalah sangat penting, dengan pewarna gram
ataupun pewarna khusus lain bila dicurigai adanya organisme lain
yang tidak biasa terdapat pada abses otak seperti tuberkulosa,
jamur atau protozoa.5. Kultur Mikobakteria dan jamur perlu
dilakukan sesuai indikasi
Bakteri yang terdapat pada abses otak, ditentukan dari lebih 800
laporan kasus. 1. Campuran kultur bakteri aerob dan anaerob (30 %)
2. Kultur steril
Presentasi dari kultur steril menetap selama 20 tahun terakhir.
Kultur steril berhubungan dengan banyak faktor, termasuk terapi
antibiotik sebelum terapi pembedahan, transportasi spesimen
percobaan yang tidak memadai dan tehnik percobaan yang buruk. 3.
Anaerob
Presentasi dari bakteri anaerob meningkat dari 30 % ke 50 %
kemungkinan dipengaruhi tehnik pemeriksaan yang semakin bagus pada
kultur anaerobik.
Percobaan yang dikhususkan untuk penemuan bakteri anaerob dengan
tehnik yang optimal menghasilkan presentasi yang tinggi bakteri
anaerob sebagai penyebab abses otak ( 80 100 % )
Pada percobaan kasus abses otak akibat infeksi telinga, B
Fragilis ditemukan pada 9-10 kasus. 4. Bakteri yang jarang
dilaporkan terdapat pada abses otak diantaranya Listeria, Moraxella
dan Bacillus sp.
Organisme non-bakteri pada abses otak
Materi dari abses otak tidak selalu terdiri dari spesies
bakteri. Phycomycetes (terutama pada pasien imunosupresif dan
pecandu narkoba), Aspergillus, Nocardia dan Candida sp, organisme
non bakteri tersebut dapat menyebabkan abses otak.
Spesies parasit yang dapat pula menyebabkan abses otak termasuk
Toxoplasma gondii, Taenia Solium, (sistiserkosis) Entamoeba
Histolytica, dan Echinococcus SP.
MANIFESTASI KLINIK
Diagnosis dari abses otak sering sulit ditegakkan pada proses
awal penyakit. Bagaimanapun, penting sekali diagnosa tersebut
ditegakkan karena terapi yang cepat dan agresif sangat mempengaruhi
mortalitas dan morbiditas abses otak. Radang otak (cerebritis)
diperkirakan merupakan gejala awal timbulnya abses otak.
Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dapat memberi
petunjuk tentang lokasi dan penyebab abses otak.1. Demam (>380
C)
Demam timbul pada 1/3 kasus. Frekuensi demam yang timbul
relative. Jika demam timbul, merupakan gejala yang menyertai
terdapatnya infeksi. Hal ini membuat demam bernilai diagnostic
rendah. 2. Pemeriksaan Fisik
Bukti terdapatnya trauma kepala, infeksi telinga, infeksi tulang
mastoid, infeksi sinus paranasal atau infeksi paru harus
diwaspadai. Hati-hati terdapatnya penyakit jantung kongenital
dengan Shunt kanan kiri, meningkatkan angka kejadian abses
otak.
Rigiditas nuchal timbul pada 30% pasien 3. Pemeriksaan
Neurologis
Jika pemeriksaan ini hasilnya positif dapat memberi petunjuk
adanya massa. Pada 65-75% pasien menunjukkan adanya kesadaran yang
menurun, dan defisit fokal neurologis dapat diobservasi pada 50%
pasien.
Papiledema ditemukan pada beberapa kasus (30-40%)
Gejala dapat bervariasi pada setiap pasien 1. Gejala adanya
massa timbul pada kebanyakan pasien, dan gejala ini lebih menonjol
dari gejala akan adanya infeksi (demam, menggigil)
Gejala neurologik yang timbul bergantung pada lokasi dari abses.
2. Gejala yang paling sering ditemukan adalah sakit kepala (>80
%), letargi (50%-65%), mual dan muntah (50%) 3. Gejala timbul dalam
waktu yang cepat < 2 bulan pada 53-95% pasien dan < 14 hari
pada 63-75% pasien. 4. Bangkitan kejang timbul pada 25% pasien
dengan abses otak.Berikut ini adalah gejala-gejala yang biasanya
timbul pada abses otak. Tetapi gejala-gejala yang timbul pada
seorang anak dapat berbeda-beda.
Gejala pada bayi dan anak :
Demam
Bulging fontanelle
Letargi
Peka terhadap rangsang
High-pitched cry (tangisan melengking)
Tidak nafsu makan
Muntah proyektil
Bangkitan kejang
Gejala-gejala pada anak yang lebih dewasa : Demam
Sakit kepala
Mual dan muntah
Perubahan perilaku
Gangguan berjalan Spastisitas
Bangkitan kejang
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi penting untuk mengevaluasi pasien yang
dicurigai abses otak. Pada sekitar 70-80 % pasien terdapat kondisi
yang mendukung atau sumber terjadinya abses otak.
Identifikasi dari faktor predisposisi infeksi dapat sangat
membantu dalam melokalisasi abses otak. Sebagai contoh, infeksi
telinga atau sinus paranasal dapat menyebar ke otak dengan cepat,
berlokasi di lobus temporal dan frontal. Metastasis infeksi, dapat
berlokalisasi di setiap sisi dari otak, dan biasanya menimbulkan
abses otak yang multiple. Lokasi paling sering dari metastasis
adalah daerah aliran arteri cerebri media.
Faktor-faktor predisposisi tersebut adalah :
1. Infeksi telinga dan tulang mastoid (20%)
2. Infeksi sinus paranasal (11%)
3. Metastasis (29%)
Bakteremia 5 %
Infeksi paru 13 %
Right to left shunt in congenital heart disease (11%)
4. Trauma kepala termasuk bedah saraf (8%)
5. Meningitis, infeksi gigi, dan infeksi lain.
Endokarditis jarang menyebabkan metastasis makroabses.
PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Pemeriksaan Laboratorium Umumnya Tidak
Spesifik
Leukosit mungkin meningkat (2/3 pasien) dan kurve bergeser ke
kiri, tapi seringkali leukosit normal. Eritrosit meningkat pada 75%
pasien abses otak, tapi eritrosit dapat pula meningkat pada pasien
yang memiliki massa intrakranial (bukan abses otak) jika reaksi
radang atau perdarahan muncul)
B. Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi merupakan kontraindikasi pada pasien yang
dicurigai abses otak.1. Pada 20 % pasien yang menjalani lumbal
pungsi dilaporkan terdapat deteriorasi saraf yang diperkirakan
berhubungan dengan prosedur lumbal pungsi dan mempengaruhi angka
mortalitas dan morbiditas.
Tidak terdapatnya papiledema tidak memastikan tidak akan terjadi
deteriorasi saraf setelah dilakukan lumbal pungsi. 2. Hasil dari
lumbal pungsiHal berikutnya yang mendukung kontraindikasi
dilakukannya lumbal pungsi pada pasien tersangka abses otak adalah
hasil pemeriksaan lumbal pungsi yang tidak spesifik :
Tekanan intrakranial meningkat (75%)
Leukositosis (50%)
Abnormal glucose level (25%)
Protein level meninggi (75%)
Kultur bakteri positif (10%)
Organisme yang diisolasi dari cairan cerebrospinal tidak selalu
sesuai dengan organisme yang berhasil diisolasi dari rongga abses
pada drainase abses. Meningitis ditemukan pada 10% kasus dan hal
ini menunjukkan adanya ruptur abses dan terdapatnya hubungan dengan
ventrikel otak. 3. Pertimbangan khusus dalam melakukan lumbal
pungsi
Dilemma muncul ketika didapatkan pada seorang pasien tanda dan
gejala fokal neurologis dan juga gejala dan tanda meningitis.
Pada kasus ini, diagnosis yang memungkinkan adalah abses otak.
Ruptur abses otak, meningitis dan encephalitis. Massa pada otak
harus segera disingkirkan secepatnya, sehingga lumbal pungsi dapat
dilakukan dengan cepat dan aman.
Bagaimanapun, penundaan pemeriksaan lumbal pungsi pada pasien
meningitis meningkatkan angka merbiditas dan mortalitas.
Untuk itu, bila CT Scan tidak terlaksana dengan segera dan bila
meningitis menjadi persangkaan klinis, lumbal pungsi harus
dilakukan.
C. Menentukan Lokasi Abses
Beberapa test yang dilakukan untuk menginformasikan lokasi abses
menunjukkan keberhasilan, tergantung pada tipe test, lokasi, ukuran
dan jumlah abses serta kondisi pasien.
Beberapa pemeriksaan dibawah ini perlu dipertimbangkan bila
seorang pasien dicurigai menderita abses otak.
Mayoritas (90%) abses otak adalah lesi tunggal lokasi abses
:
Lobus Frontalis (37 %)
Lobus Temporal (27 %)
Lobus Parietal (19 %)
Lobus Occipital (7 %)
Lobus Cerebellar (9 %)
Batang Otak (1 %) 1. CT Scan CT Scan merupakan prosedur
diagnostik pilihan untuk mengevaluasi pasien dengan abses otak,
perbedaan densitas jaringan otak terlihat dengan CT Scan dengan
adanya variasi kapasitas struktur jaringan dalam menyerap foton
X-ray.
Ketepatan CT Scan untuk melokalisasi abses adalah 90-100 %,
spesifitasnya terutama CT Scan dengan kontras menghasilkan
ketepatan yang lebih baik (100%).
a) Penemuan Abses Otak
Karakteristik CT Scan dalam melokalisasi abses adalah dengan
memperkecil daerah absorpsi dan membatasi dengan jelas kapsul
perifer yang mengelilingi densitas oedem.
b) Diagnosis Banding
Lesi Metastasis neoplastik, glioblastoma, granuloma infark,
glioma kistik, dan perubahan post operasi dapat menunjukkan
tampilan yang mirip tapi kapsul dari abses relatif lebih lembut dan
seragam, dan isi dari abses menunjukkan minimal absorpsi kontras
dibanding isi dari massa neoplastik atau infrak.
c) CT Scan Serial
Pemeriksaan ini membantu meng-evaluasi respon terapi pada pasien
abses otak. 2. Technetium Brain Scan
Pemeriksaan ini masih berguna untuk evaluasi abses otak
(86-100%) pasien dengan abses akan menunjukkan gambaran positif.
Lokalisasi dengan pemeriksaan ini cukup akurat.
a. Akumulasi radionuklid karena Sawar Darah Otak Tertembus
Doughnut sign kumpulan radioaktif disekeliling pusat
avaskular.
b. Kedua tanda yang disebutkan diatas dapat pula ditemui pada
tumor yang nekrosis, infark dengan edema dan nekrosis
3. Cerebral Angiogram
Pemeriksaan ini mampu melokalisasi abses pada sekitar 80%
pasien. Nilai keakuratan diagnosa hanya sekitar 50%-60%.
Pada pemeriksaan ini ditemukan kapsul mengelilingi massa
avaskuler.
Angiogram dapat memberi hasil negatif pada pasien dengan abses
kecil yang multiple, cerebritis, atau abses yang tumbuh.
4. Elektro Ensefalogram (EEG)
EEG abnormal pada 75% pasien dengan abses otak, tapi kemampuan
melokalisasi abses hanya 50%.
5. Foto Polos Cranium
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada pasien dengan gejala fokal
neurologis untuk menemukan adanya pineal shift, gas, fraktur atau
penyakit tulang.
Kurang dari 50% pasien dengan abses otak akan menunjukkan
abnormalitas pada foto cranium. 6. Lain-lain
Pemeriksaan lain yaitu vertriculograms dan pneumoencephalogram,
tetapi jarang digunakan.
TERAPI
Terapi pada abses otak terdiri dari dua hal penting yaitu
pemberian antibiotic secara intravena dan eksisi abses. Pada pasien
yang keadaannya tidak stabil yang disebabkan oleh peningkatan
tekanan intracranial harus diintubasi, oksigenasi, dan diberi
mannitol. Pasien ini harus segera menjalani prosedur pembedahan
untuk drainase/eksisi abses. Penggunaan steroid merupakan
kontraindikasi, kecuali hanya digunakan untuk perawatan edem otak
dan hanya digunakan untuk waktu yang tidak lama.
Aspirasi ataupun eksisi pada abses otak merupakan terapi
definitif. Eksisi abses dapat mengurangi angka resiko terjadinya
rekurensi dan mengurangi durasi pemberian antibiotika, dari 4
minggu menjadi cukup 2,5 minggu. Akan tetapi eksisi abses dapat
meninggalkan sekuele neurologik lebih sering (70%), dibandingkan
dengan pasien yang hanya diaspirasi/drainase (50%).
Idealnya obat antimikroba yang dipilih untuk pemberian terapi
adalah antimikroba yang sesuai dengan hasil kultur abses dan tes
sensitifitas. Namun , sebelum hasil kultur abses tersebut diketahui
dapat diberikan terapi empiric berupa antibiotic dengan dosis
optimal (sama dengan pengobatan meningitis). Terapi antibiotic ini
diberikan dalam waktu 4 minggu. Organisme penyebab terbentuknya
abses otak terdiri dari berbagai macam, sehingga sebaiknya terapi
antibiotic adalah dengan memakai antibiotic generasi ke-3 dari
sefalosporin, contohnya ceftazidime dan cefotaxime. Apabila kultur
membuktikan terdapatnya organisme Staphylococcus maka dapat
diberikan nafcillin. Vancomycin dipertimbangkan pada keadaan
sebagai berikut adanya abses sekunder yang terjadi pada pasien
dengan ventriculoperitoneal shunt dan resisten terhadap meticillin.
Apabila sumber infeksi tidak diketahui atau bila dicurigai
organisme pada infeksi primer adalah golongan anaerob diberikan
antibiotic metronidazole atau chloramphenicol. Pada penderita
immunosupresif, terapi abses otak adalah dengan menggunakan
antibiotic spectrum luas seperti amfoterisin B pada pewarnaan
jamur.Terapi antibiotik dilakukan selama 4 8 minggu dan difollow-up
melalui pemeriksaan CT Scan. Sebagian kecil pasien, berhasil
dirawat dengan hanya pemberian antibiotik. Khususnya, pasien yang
tidak bisa dioperasi, abses multipel atau abses kecil.
Terapi yang terdiri dari pemberian antibiotik, drainase abses
yang dikontrol dengan pemeriksaan CT Scan dan MRI, angka mortalitas
pada anak-anak dapat ditekan 10 15%. Angka mortalitas meningkat
pada pasien < 2 tahun, koma, abses yang besar dan multipel,
lambat pungsi dan ruptur abses ventrikel.
Pada sebagian pasien anak yang menderita abses otak akan
meninggalkan sequele neurologik seperti epilepsi, hemiparesis,
hydrocefalus atau gangguan kognitif. Abses otak pada neonatus pada
umumnya berhubungan dengan area infarle yang multipel, neonatus
mengalami morbiditas neurologik. 2/3 mengalami retardasi mental,
dan -nya epilepsi.
DRUGDOSAGE*COMMENTS
Cefotaxime
Ceftazidime
Cefriaxone
Chloramphenicol
Metronidazole
Mannitol
Nafcillin
Vancomycin
200 mg/kg/24 h IV,
Divided q6h
150 mg/kg/24 h IV,
Divided q8h
100 mg/kg/24 h IV,
Divided q12h
75-100 mg/kg/24 h IV,
Divided q6h
Loading dose: 15 mg/kg once, then 30 mg/kg/24 h
IV, divided q6h
250 mg/kg/dose IV push
250 mg/kg/24 h IV,
Divided q6h
60 mg/kg/24 h IV,
Divided q6h
Max: 12 g/24 hMax: 6 g/24 h
Max: 4 g/24 h
Max: 4 g/24 h
Monitor serum peak and trough concentrations and CBC
Max: 4 g/24 h
Repeat q5min as needed up to max 2 g/kg for increased ICP
Monitor serum osmolarity
Max: 10 g/24 h
Max: 2 g/24 h
Monitor serum peak and trough concentrations, renal
Function, hearing
Pembedahan dilaksanakan bila terdapat peningkatan tekanan
intrakranial yang menetap atau progresif, bila massa abses tidak
mengecil setelah pemberian antimikroba, atau bila massa abses
terdiri dari gas (diproduksi oleh beberapa type bakteri).
Pembedahan juga dilakukan bila terdapat tanda-tanda terjadinya
ruptur abses pada ventrikel.
Pembedahan adalah dengan membuka dan drainase abses. Kemudian
dilakukan kultur cairan abses sehingga dapat diberikan terapi
spesifik sesuai organisme penyebab infeksi. Prosedur bedah
tergantung pada ukuran dan kedalaman rongga abses. Keseluruhan
massa abses dapat diangkat bila terletak dekat permukaan dan
berkapsul. Procedure Advantages Disadvantages
Total excision of abscess cavity and capsule Removes all of
abscess in single procedure; best done in mature abscess that has
been pretreated with antibioticsOften necessitates excision of
brain tissue with cavity and capsule; not easily done in a vital or
non silent brain area; may possibly increase risk of postoperative
seizures
Aspiration of abscess cavity and piecemeal excision of capsule
Good procedure for abscess with poorly developed capsule; avoids
radical excision of surrounding vital brain tissue Whole capsule
may not be excised, potentially in crease risk of postoperative
tissue
Single aspiration Simple procedure ; involves decreased risk to
an already compromised patient; good in vital areas of brain
tissue; quickly relives pressure from an expanding mass May not all
purulent material form abscess cavity, excision may be necessary
ultimately (two procedures); adequate bacteriology may mot be
obtained from one aspiration
Multiple aspiration May be used in patient who cannot tolerate
compromised patient May cause thin wall of abscess to collapse and
loculate; may increase risk of contamination of overlying brain
tissue
Aspiration followed be excision May allow improvement in status
of compromised patient Course may be prolonged
Fractional catheter drainage with or without later exaction*
Simple procedure does not endanger surrounding brain tissue; allows
for gradual shrinkage of abscess cavity Nosocomial contamination of
the drainage catheter may occur, with subsequent contamination of
the abscess cavity with resistant organisms
Total tube drainage with or with out subsequent excision Simple
pressure-relieving procedure Requires indwelling tube, with risk of
colonization of to be and abscess cavity; may cause collapse of
cavity too quickly
Source; from H.A.M, Van Alpen and J.J.R. Dreissen, Brain abscess
and subdural empyema. Factors influencing mortality and result of
vairos surgical technique. J.Neurol Neurosurg. Psyhiatry 39:481,
1976
PAGE 19