11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Seni Khat a. Definisi Seni Khat Seni merupakan sebuah ide, gagasan, perasaan, suara hati, gejolak jiwa, yang diwujudkan atau diekspresikan, melalui unsur-unsur tertentu, yang bersifat indah untuk memenuhi kebutuhan manusia, meskipun banyak juga karya seni yang digunakan untuk binatang. 1 Sedangkan Kata Kaligrafi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua suku kata yaitu kalios (calios) yang artinya indah dan graf (graph) yang artinya gambar atau tulisan. Adapun dalam bahasa Inggris dikenal istilah Calligraphy yang bermakna tulisan indah dan seni menulis indah. Kaligrafi dalam bahasa arab disebut Khat yang berarti garis, tulisan indah. 2 Sedangkan khat berasal dari bahasa Arab, yang berarti garis, tulisan indah, dan jamaknya (bentuk plural) adalah khuttuth. Adapun ahli khat Arab disebut khattat. 3 Seni khat biasa kita kenal dengan istilah kaligrafi arab. Sedangkan kata kaligrafi sendiri berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua suku kata yaitu kalios (calios) yang artinya indah dan graf (graph) yang artinya gambar atau tulisan. Adapun dalam bahasa Inggris dikenal istilah Calligraphy yang bermakna tulisan indah dan seni menulis indah. 4 Secara terminologi, terdapat beberapa pengertian yang berbeda dari para pakar kaligrafi, hal 1 “Seni”, 12 Desember, 2012, https://id.m.wikipedia.org/wiki/seni. 2 Rispul, “Kaligrafi Arab Sebagai Karya Seni,” Jurnal Kajian Seni Budaya Islam 1, no. 1, (2012): 12, diakses pada 19 November, 2019, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=http://eprints.uad.ac.id/1486 . 3 Nurul Huda, Melukis Ayat Tuhan (Yogyakarta: Gema Media, 2005), 2. 4 Rispul, “Kaligrafi Arab Sebagai Karya Seni,” Jurnal Kajian Seni Budaya Islam 1, no. 1, (2012): 12, diakses pada 19 November, 2019, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=http://eprints.uad.ac.id/1486 .
27
Embed
A. Kajian Teori 1. Seni Khat a. Khatrepository.iainkudus.ac.id/4107/5/5. BAB II.pdf9 Sirojuddin, Gores Kalam Butir-Butir Pemikiran Sekitar Pengembangan Seni Kaligrafi Islam di Indonesia,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Seni Khat
a. Definisi Seni Khat
Seni merupakan sebuah ide, gagasan,
perasaan, suara hati, gejolak jiwa, yang diwujudkan
atau diekspresikan, melalui unsur-unsur tertentu, yang
bersifat indah untuk memenuhi kebutuhan manusia,
meskipun banyak juga karya seni yang digunakan
untuk binatang.1 Sedangkan Kata Kaligrafi berasal dari
bahasa latin yang terdiri dari dua suku kata yaitu kalios
(calios) yang artinya indah dan graf (graph) yang
artinya gambar atau tulisan. Adapun dalam bahasa
Inggris dikenal istilah Calligraphy yang bermakna
tulisan indah dan seni menulis indah. Kaligrafi dalam
bahasa arab disebut Khat yang berarti garis, tulisan
indah.2 Sedangkan khat berasal dari bahasa Arab, yang
berarti garis, tulisan indah, dan jamaknya (bentuk
plural) adalah khuttuth. Adapun ahli khat Arab disebut
khattat.3 Seni khat biasa kita kenal dengan istilah
kaligrafi arab. Sedangkan kata kaligrafi sendiri berasal
dari bahasa latin yang terdiri dari dua suku kata yaitu
kalios (calios) yang artinya indah dan graf (graph)
yang artinya gambar atau tulisan. Adapun dalam
bahasa Inggris dikenal istilah Calligraphy yang
bermakna tulisan indah dan seni menulis indah.4
Secara terminologi, terdapat beberapa
pengertian yang berbeda dari para pakar kaligrafi, hal
1“Seni”, 12 Desember, 2012, https://id.m.wikipedia.org/wiki/seni. 2Rispul, “Kaligrafi Arab Sebagai Karya Seni,” Jurnal Kajian Seni Budaya
Islam 1, no. 1, (2012): 12, diakses pada 19 November, 2019,
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=http://eprints.uad.ac.id/1486. 3 Nurul Huda, Melukis Ayat Tuhan (Yogyakarta: Gema Media, 2005), 2. 4 Rispul, “Kaligrafi Arab Sebagai Karya Seni,” Jurnal Kajian Seni Budaya
Islam 1, no. 1, (2012): 12, diakses pada 19 November, 2019,
11Sirojuddin A.R., “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia,” 222.
17
Pelajaran kaligrafi diberikan mengiringi pelajaran
Al-Qur’an, fikih, tauhid, tasawuf, dan lain-lain.
Tulisan yang diajarakan awalnya sangat
sederhana dan belum bernilai estetis, namun
masih mempertimbangkan gaya-gaya Kufi,
Naskhi dan Farisi.12
Sejak tahun 1970-2000-an, pesantren juga
memunculkan para khattat yang sering
mengkhususkan diri pada penulisan mushaf, buku
agama, serta dekorasi masjid dengan
mengkombinasi gaya-gaya Tsuluts, Naskhi,
Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah.
Penggagaspada masa ini diantaranyayakni H.
Azhari Noor (dekorator pertama Masjid Agung
Al-Azhar Jakarta) dari Padang, H. Amir Hamzah
Zaman dari Madura, serta H. Basyiroen Hasan
dari Jakarta.
Tradisi menghias kaligrafi pada bangunan
masjid ini termasuk dalam masa modern, karena
dari data sejarah perkembangan masjid kuno di
Indonesia, jarang atau tidak ada karya kaligrafi
Islam di masjid kuno hingga abad ke-16 yang asli
dibuat pada zamannya, kecuali hanya penggunaan
huruf Jawi seperti di Masjid Mantingan, Jepara
dan Masjid Sendangduwur Paciran, Jawa Timur.13
3) Angkatan Pelukis dan Pendobrak (1970-1980an
M)
Pada masa ini masyarakat semakin sadar
akan arti pentingnya seni kaligrafi, muncullah
suatu gerakan untuk “lebih menyadarkan” para
khattat/kaligrafer dan seniman, khususnya
kalangan muda, untuk lebih meningkatkan
apresiasi dan teknik mengolah kaligrafi
diberbagai media yang tak terbatas. Gerakan ini
muncul pada tahun 1970-an seiring kemunculan
para pelukis yang mempopulerkan apa yang
kemudian disebut “lukisan kaligrafi” atau
12Sirojuddin A.R., “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia,” 223. 13Sirojuddin A.R., “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia,” 225.
18
“kaligrafi lukis”, untuk membedakannya dari
“kaligrafi murni” atau “kaligrafi tradisional” yang
telah dikenal selama ini.14
Pembawa gerakan ini adalah para
seniman kampus seni rupa yang dipelopori oleh
Prof. Drs. H. Ahmad Sadali (ITB Bandung asal
Garut), diiringi kemudian oleh Prof. Drs. A.D.
Pirous (ITB Bnadung asal Aceh), Prof Dr. H.
Amri Yahya (ASRI Yogyakarta asal Palembang),
dan Amang Rahman (AKSERA Surabaya asal
Madura).
Popularitas angkatan dan “mazhab
kaligrafi lukis” ini mulai muncul dalam Pameran
Lukisan Kaligrafi Islam Nasional ketika MTQ
Nasional ke-11 di Semarang (1979) dan pameran
pada Muktamar Pertama Media Massa Islam se-
Dunia di Balai Sidang Jakarta (1980) yang
kemudian diikuti oleh pameran-pameran lainnya.
Cara mengerjakan “lukisan” kaligrafi
yang mementingkan latar belakang pewarnaan
yang diperoleh dari kepekaan rasa, bersifat
spontan serta bebas sehingga sering mengabaikan
grammar kaligrafi tradisional ini segera saja
diikuti secara luas oleh kaula muda di Tanah Air.
Pelukis kaligrafi generasi kedua yang muncul
kemudian diantaranya adalah Syaiful Adnan,
Hatta hambali, dan Abay D. Subarna, kemudian
disusul oleh Firdaus Alamhudi, Hendra Buana,
Yetmon Amier, Said Akram, Agoes Noegroho,
Abdul Aziz Ahmad, dan lain-lain.
Teknik baru ini cukup menarik dan diikuti
oleh para khattatbahkan kalangan yang “sekedar
senang” terhadap kaligrafi karena memungkinkan
dikerjakan dalam teknik yang bermacam-macam
seperti teknik batik dan tekstil, teknik grafis,
teknik bulu, teknik kulit, teknik ukir kayu, dan
bermacam-macam teknik pengerjaan logam,
selain tampilan aneka bentuk ekspresi tiga
14Sirojuddin A.R., “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia,” 225
19
dimensional yang menawarkan citra kaligrafi
dalam seni rupa Islam modern.15
4) Angkatan Kader MTQ
Perkembangan kaligrafi semakin
bergemuruh sejak dijadikan salah satu cabang
yang diperlombakan dalam Musabaqoh Tilawatil
Quran (MTQ) dari tingkat daerah hingga tingkat
nasional. Cabang yang diberi nama Musabaqoh
KhatAl-Qur’an (MKQ) ini selain menarik
peminat, juga menghasilkan bibit-bibit kader
penulis dan pelukis kaligrafi dari sekolah,
pesantren, dan perguruan tinggi. Dari sejumlah
peserta MKQ yang menyebar diberbagai daerah,
muncul para ahli bidang penulisan Naskah,
Hiasan Mushaf, Dekorasi dan Kaligrfi
Kontemporer yang dikompetisikan.
MKQ berpengaruh luas dan menjadi
proyek percontohan lomba-lomba kaligrafi di
berbagai instansi dan pada peringatan hari-hari
besar Islam. Kemunculan lomba-lomba kaligrafi
pada MTQ Nasional, MTQ Mahasiswa, MTQ
PTPN, MTQ KORPRI, MTQ PGRI, MTQ
TelkomGroup, POSPENAS (Pekan Olahraga dan
Seni Pondok Pesantren Nasional), PIONIR
(Pekan Ilmiah, Olahraga, Seni, dan Riset),
AKSIOMA (Ajang Keterampilan Seni dan
Olahraga Madrasah), PIONIR (Pekan Ilmiah,
Olah Raga, Seni, dan Riset) untuk kalangan
mahasiswa yang menambah kesemarakan lomba
kaligrafi di setiap waktu dan tempat di Indonesia,
dan PENTAS (Pekan Keterampilan Siswa) yang
memicu minat di berbagai kalangan dan
mendorong produksi karya di galeri-galeri dan
pasar-pasar seni.16
15Sirojuddin A.R., “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia,” 225-
226. 16Sirojuddin A.R., “Peta Perkembangan Kaligrafi Islam di Indonesia,” 227.
20
d. Macam-macam Gaya Kaligrafi Arab
Dalam sejarah perkembangan kaligrafi telah
terdapat lebih dari 400 gaya, jenis, atau aliran kaligrafi
arab yang memiliki ciri serta karakter tersendiri. Akan
tetapi, yang mampu bertahan dengan
penyempurnaannya hanya sekitar belasan aliran.
Adapun yang sering digunakan dalam tulisan sebagai
komunikasi umum hanya 8 jenis khat, yakni Naskhi,
Tsulus, Riq’ah, Ijazah, Diwani, Diwani Jali, Farisi dan
Kufi.17
1) Khat Naskhi
Dinamakan khat Naskhi karena sering
digunakan untuk penyalinan mushaf dan
penulisan naskah-naskah kitab berbahasa Arab,
majalah atau koran. Di samping keluwesan dalam
menulisnya dan mudah dibaca, gaya Naskhi
merupakan khat dasar untuk memasuki jenis lain
yang di dalamnya terdapat banyak penggabungan
huruf yang merupakan kesatuan pembentukan dan
kesatuan latihan pelenturan tangan. Keindahan
aliran ini disebabkan adanya iringan harakat atau
syakal meskipun pembentukannya sederhana.
Selain itu, aliran ini juga dapat digunakan dalam
seni dekorasi ataupun lukisan arab meskipun
kurang cocok karena kesederhanaannya.
2) Khat Tsulust
Tsulust yang bermakna sepertiga, yakni
sepertiga kertas yang sering dipakai di kedutaan
Mesir. Ada yang menyatakan sepertiga tulisan
Umar yang besar atau sepertiga tulisan Thumar
kuno, gaya Tsulust tampak lebih tegas daripada
Naskhi meskipun huruf-hurufnya agak mirip
dengan gaya Naskhi dalam pembentukannya yang
berumpun sejenis. Bentuk dan lekukan huruf-
hurufnya jelas dan gagah. Keindahannya terletak
pada penataan hurufnya yang serasi dan sejajar
dengan disertai harakat dan hiasan-hiasan huruf
sehingga tidak mustahil jika jenis ini memperoleh
17Nurul Huda, Melukis Ayat Tuhan, 7.
21
nilai tertinggi daripada jenis-jenis yang lainnya.
Keluwesannya tidak terikat dengan garis yang
digunakan pada judul-judul naskah, papan nama,
dekorasi, lukisan, desain, dan lain sebagainya.
3) Khat Riq’ah
Dinamakan Riq’ah karena sesuai dengan
gaya penulisannya yang kecil-kecil serta terdapat
sudut siku-siku yang unik dan indah. Khat ini
terkadang disebut juga khat Ruq’ah (sesobek,
secuil) yang merupakan nama lama dari jenis ini.
Khat Riq’ah merupakan salah satu khat yang
kurang cocok jika diberi syakal dan hiasan sebab
lebih digunakan pada penulisan steno atau cepat.
Misalnya untuk catatan sekolah atau wartawan.
Khat jenis ini tidak cocok untuk tulisan kegiatan
resmi maupun hiasan dekorasi. Khat ini juga
kurang luwes jika digunakan dalam lukisan
karena lebih banyak terikat dengan kaidah
penulisannya yang di atas garis meskipun ada
beberapa huruf yang sebagian di bawah garis.
4) Khat Ijazah
Sesuai dengan namanya, khat ini lebih
banyak digunakan untuk Ijazah-Ijazah. Menilik
jenisnya, gaya ini merupakan gabungan dari
Naskhi dan Tsulust. Bentuknya kecil seperti
Naskhi, tetapi huruf-hurufnya luwes seperti
Tsulust, baik dalam syakal maupunn hiasan-
hiasannya. Khat ini tidak banyak digunakan
dalam penulisan untuk bacaan umum.
5) Khat Diwani
Jenis ini sering dipakai untuk tulisan
kantor-kantor, lencana, surat-surat resmi, dan
sebagainya. Namanya yang diambil dari kata
diwan yang berarti kantor sesuai denagn huruf-
hurufnya yang terbentuk lembut gemulai penuh
gaya melingkar, serta tersusun di atas garis seperti
khat Riq’ah. Khat ini lebih sulit daripada jenis-
jenis yang lain, sehingga membutuhkan kelihaian
tangan tersendiri dalam pembentukan dan
penyusunannya.
22
6) Khat Diwani Jali
Jenis ini lebih jelas dari pada dewani
biasa. Perbedaannya, yaitu pemberian syakal,
hiasan, dan titik-titik rata pada lekukan-lekukan
hurufnya, lebih memperindah penyusunan khat
ini. Namun gaya ini jarang digunakan kecuali
dalam dekorasi.
7) Khat Kufi
Kata Kufi dinisbatkan pada asalnya yaitu
Kufah. Kufi merupakan gaya yang sempat berjaya
sekitar abad (8-11H). Dengan pembentukan yang
geometris dan balok bergaris lurus. Kufi lebih
mudah disusun sesuai keinginan dengan
menyatukan pembentukan yang sejajar, kemudian
diolah untuk motif dekoratif sehingga keindahan
Kufi akan terlihat, apalagi jika dibubuhi ornamen-
ornamen. Khat ini cocok dipakai untuk judul
buku, dekorasi, atau lukisan.
8) Khat Farisi
Khat ini sama juga dengan jenis Ta’liq
yang berarti menggantung sesuai dengan gaya-
gayanya yang menggantung. Farisi sendiri terkait
dengan nama daerah asalnya, yaitu Persia (Iran).
Gaya Farisi memiliki kecenderungan kemiringan
huruf ke kanan (yang tidak terjadi pada Khat jenis
lain) dan ditulis tanpa harakat ataupun hiasan.
Keindahannya terletak pada tebal tipisnya lekukan
huruf-hurufnya. Khat ini sampai sekarang masih
tetap dipakai oleh orang-orang Iran, Pakistan,
baik formal maupun non formal. Khat ini juga
cocok dalam berbagai bidang.18
e. Tujuan Seni Khat
1) Tujuan Pengajaran
a) Tulisan adalah alat penyempurna bacaan
b) Pelajar dapat membiasakan diri menulis secara
jelas dan mudah dibaca
18Nurul Huda, Melukis Ayat Tuhan,7-10.
23
c) Kecepatan menulis dengan tetap menjaga
keindahan
2) Tujuan Pendidikan
a) Membentuk kemahiran tangan
b) Melatih kebersihan
c) Membiasakan berkompetisi secara cenar dan
telaten
d) Kehati-hatian dalam menulis akan
membiasakan pelajar bersabar, tabah, hati-hati
dan waspada
e) Mendidik kemahiran meniru
f) Menanamkan kreativitas pelajar untuk
bergerak, bekerja dan menggunakan
tangannya secara aktif dan dinamis
3) Tujuan Estetis
a) Berbeda dengan tulisan lainnya, tulisan Arab
memiliki aneka unsur hias dan iluminasi yang
datang dari dirinya.
b) Plastisitas huruf dan kekayaan ragam aksesoris
dan iliminasinya menumbuhkan rasa estetika
yang dalam
c) Rasa estetika ini memantul pada kepribadian
dan kehidupan sehingga menciptakan harmoni
dan ketelatenan
4) Tujuan Praktis
a) Setiap orang menginginkan tulisannya jelas
dan bagus agar orang lain mudah membacanya
b) Kejelasan dan keindahan tulisan memudahkan
guru dan pengamat seni untuk memberikan
penilaian dan akurasi
c) Tulisan pelajar kerap dianggap cermin
kemajuan dan kesuksesan
5) Tujuan Ekonomis
Tulisan indah atau kaligrafi dalam fungsi
individual berperan sebagai sarana komunikasi,
wahana ekspresi yang penuh nilai estetis
dansumber usaha. Sedangkan kaligrafi dalam
fungsi sosial dapat digunakan untuk menulis buku-
buku pelajaran, mushaf Al-Qur’an, majalah, koran,
dan sarana-sarana informasi tekstual dan visual.
24
Adapun tujuan ekonomis seni kaligrafi antara lain:
19
a) Sebagian seniman muslim menjadikan tulisan
indah atau kaligrafi sebagai sumber usaha
setelah berjuang untuk menguasainya. Seorang
penyair mengatakan:
تعلّم قوام الخطّ ياذا التّأدّب # فما الخطّ إلّا زينة المتأدّبفإن كنت ذا مال فخطّك زينة # وإن كنت محتاجا فأفضل
مكسبArtinya : “Pelajarilah trik-trik kaligrafi,
wahai orang yang berpendidikan,
karena kaligrafi itu tiada lain
daripada hiasan bagi kaum terpelajar.
Sekiranya engkau punya harta, maka
kaligrafimu adalah aksesoris.
Namun, jika engkau butuh, maka
kaligrafi adalah sebaik-baik sumber
usaha.”20
Ibnu Al-Muqaffa mengatakan:
الخط للأميرجمال، وللغنى كمال وللفقيرمال
Artinya : “Kaligrafi bagi sang pangeran adalah
keindahan, bagi hartawan adalah
kesempurnaan, dan bagi si fakir
adalah uang.”21
Ali bin Abi Thalib ra juga menegaskan:
الرّزق مفاتيحعليك بحسن الخطّ فإنهّ من
19Didin Sirojuddin AR, Kisah-Kisah Kaligrafi: Ajang Menulis dan Melukis
untuk Membangun Kreativitas (Jakarta: IIQ Pres, 2020), 335. 20 Didin Sirojuddin, Nashoihul Khottotin, (Sukabumi: Lemka, 2009), 12 21 Didin Sirojuddin, Nashoihul Khottotin, 12
25
Artinya : “Hendaknya engkau memperelok
tulisan, karena dia termasuk kunci-
kunci rezeki.” 22
Usaha tersebut harus dimulai dari
pelajaran yang paling dasar mulai dari
mempelajari kaidah huruf, menyusun menjadi
komposisi dan lukisan yang indah serta trik-
trik lain termasuk manajemen pemasarannya
sehingga kaligrafi benar-benar menjadi
sumber usaha yang menguntungkan secara
ekonomis.
b) Kalangan pengusaha menjadikan tulisan indah
atau kaligrafi sebagai ladang usaha melalui
produksi yang menghasilkan nilai ekonomis.
Disini kegiatan ekonomi kaligrafi mencakup
tiga kegiatan pokok, yaitu produksi, distribusi
dan konsumsi. i. Kegiatan produksi yaitu setiap tindakan
yang menambah faedah atau kegunaan suatu benda agar lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan produksi bertujuan untuk menciptakan barang dan jasa sebagai pemenuhan kebutuhan konsumen seperti lukisan kaligrafi, souvenir, dekorasi masjid, penulisan kitab, dan penulisan mushaf raksasa atau prabot yang berhubungan dengan kaligrafi seperti kertas, kanvas, kuas, pena, dan cat. Faktor-faktor produksi yang mendukung proses produksi antara lain: modal produksi berupa peralatan, tenaga kerja (para kaligrafer), dan keahlian (skill).
ii. Kegiatan distribusi yakni pekerjaan atau kegiatan menyalurkan barang dari produsen kepada konsumen (untuk dijadikan pemuas kebutuhan mereka) apabila karya tulis atau lukis kaligrafi
telah diproduksi. Kegiatan distribusi dapat dikerjakan secara langsung atau tidak langsung, akan tetapi memerlukan kerjasama dengan jasa ekspedisi pengiriman barang.
iii. Kegiatan konsumsi yaitu pemakaian
barang hasil produksi atau barang-barang
yang langsung memenuhi kebutuhan
hidup kita. Dalam kegiatan sehari-hari,
konsumsi sering dikaitkan dengan makan
dan minuman. Sedangkan dalam
pengertian ekonomi, konsumsi adalah
suatu kegiatan yang bertujuan
mengurangi atau menghabiskan guna atau
manfaat suatu barang. Karya kaligrafi
tentu tidak ternilai dengan benda-benda
yang dimaksud, namun dapat dikaitkan
dengan kegiatan ekonomi sebab diterima
oleh konsumen yang dapat menggunakan
atau mengkonsumsinya sebagai pemuas
kebutuhan apresiasi mereka.
Mengapresiasi adalah cara pemuas
dahaga batiniah yang sama dengan makan
dan minum sebagai cara pemuas dari
dahaga lahirian, yaitu rasa lapar dan
haus.23
2. Ekonomi Kreatif
a. Definisi Ekonomi Kreatif
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu,
perusahaan, dan masyarakat selalu dihadapi dengan
persoalan yang bersifat ekonomi, yaitu membuat
keputusan tentang cara yang terbaik untuk melakukan
kegiatan perekonomian. Dimana kegiatan
perekonomian dapat dimaknai sebagai kegiatan
seseorang, perusahaan atau masyarakat untuk
memproduksi dan menggunakan barang atau jasa
tersebut. Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang
23Didin Sirojuddin AR, Kisah-Kisah Kaligrafi: Ajang Menulis dan Melukis
untuk Membangun Kreativitas, 336-338.
27
mempelajari perilaku manusia dalam memenuhi
kebutuhannya yang relatif tidak terbatas dengan
menggunakan sumber daya yang terbatas dan masing-
masing sumber daya mempunyai alternatif
penggunaan (opportunity cost).24
Adapun ekonomi kreatif yaitu penciptaan nilai
tambah yang berbasis ide yang lahir dari kreatifitas
sumber daya manusia (pekerja kreatif) serta berbasis
ilmu pengetahuan, termasuk berupa warisan budaya
dan teknologi. Pada hakikatnya ekonomi kreatif
merupakan suatu ekonomi yang mengutamakan
kreativitas berpikir dalam menciptakan suatu hal yang
baru dan berbeda yang mempunyai nilai dan bersifat
komersil.25
b. Perlunya Mengembangkan Ekonomi Kreatif
Menjadi pekerja kreatif tidak cukup hanya memiliki
bakat, pandai menggambar, menari, menyanyi dan
menulis cerita, tetapi juga harus memiliki kemampuan
mengorgansasikan ide-ide multi disipliner dan
kemampuan dalam memecahkan masalah dengan cara-
cara diluar kebiasaan. Menurut Kemendag, industri
kreatif perlu dikembangkan karena sektor ini memiliki
kontribusi ekonomi yang signifikan bagi
perekonomian Indonesia, dapat menciptakan iklim
bisnis yang positif, meperkuat citra dan identitas
bangsa Indonesia, mendukung pemanfaatan sumber
daya yang terbarukan, pusat penciptaan inovasi dan
pembentukan kreativitas serta memiliki dampak sosial
yang positif.26
24Karebet Gunawan, Ekonomi Mikro, (Kudus: Nora Media Enterprise,
2010), 2-3. 25Ririn Noviyanti, “Peran Ekonomi Kreatif Terhadap Pengembangan Jiwa
Entrepreneurship Di Lingkungan Pesantren,” Jurnal Penelitian Ilmiah Intaj 1, no.
77-79 (2017): 80, diakses pada 10 Juni, 2020, http://ejournal.alqolam.ac.id/index.php/intaj/article.
26Rosmawaty Sidauruk, “Peningkatan Peran Pemerintah Daerah Dalam
Rangka Pengembangan Ekonomi Kreatif di Provinsi Jawa Barat,” Jurnal Bina