10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari aggregat (butiran) mineral- mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan- bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partkel padat tersebut. Tanah merupakan material yang selalu berkaitan dengan konstruksi dan mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perencanaan seluruh konstruksi Karena itu, dalam perencanaan suatu konstruksi harus dilakukan penyelidikan terhadap karakteristik dan kekuatan tanah terutama sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kekuatan dukungan tanah dalam menahan beban konstruksi yang ada di atasnya atau disebut juga dengan daya dukung. Menurut Terzaghi, “tanah terdiri dari butiran-butiran hasil pelapukan massa batuan massive, dimana ukuran tiap butirnya dapat sebesar kerikil, pasir, lanau, lempung dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan organik”.Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1 .Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan Gambar 2.1. Universitas Sumatera Utara
40
Embed
repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 68469 › Chapter II.pdf... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanahretak-retak atau pecah ketika digulung,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari aggregat (butiran) mineral-
mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dari bahan-
bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan
gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partkel padat tersebut.
Tanah merupakan material yang selalu berkaitan dengan konstruksi dan
mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perencanaan seluruh konstruksi Karena itu,
dalam perencanaan suatu konstruksi harus dilakukan penyelidikan terhadap karakteristik
dan kekuatan tanah terutama sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kekuatan dukungan
tanah dalam menahan beban konstruksi yang ada di atasnya atau disebut juga dengan
daya dukung.
Menurut Terzaghi, “tanah terdiri dari butiran-butiran hasil pelapukan massa
batuan massive, dimana ukuran tiap butirnya dapat sebesar kerikil, pasir, lanau, lempung
dan kontak antar butir tidak tersementasi termasuk bahan organik”.Tanah terdiri dari 3
(tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara. Ketiga fase elemen tersebut
dapat dilihat dalam Gambar 2.1 .Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu
bagian padat atau butiran dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam
bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
11
(a) ( b)
Gambar 2.1 Diagram Fase Tanah; (a) Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli; (b) Tiga Fase Elemen Tanah (Lambe dan Whitman, 1969)
Dari gambar tersebut diperoleh persamaan hubungan antara volume -
berat dari tanah berikut:
V = V𝑆𝑆 + VV (2.1)
V =V𝑆𝑆 + VM +Va (2.2)
Dimana :
V𝑆𝑆 : Volumebutiranpadat (cm3)
VV :Volumepori (cm3)
VM: Volume air didalampori (cm3)
Va: Volume udara didalampori (cm3)
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari
contoh tanah dapat dinyatakan dengan:
W = W𝑆𝑆 + WM (2.3)
Dimana: W𝑆𝑆 : Berat butiran padat (gr)
Ww :Beratair (gr)
Universitas Sumatera Utara
12
Jika tanah dalam keadaan kering maka tanah tersebut terdiri dari dua fase
yaitu partikel padat dan pori-pori udara. Tanah yang jenuh seluruhnya juga terdiri
dari dua fase yaitu partikel padat dan air pori. Sedangkan tanah dalam keadaan
jenuh sebagian maka terdiri dari tiga fase yaitu partikel padat, pori-pori udara dan
air pori (Fadilla, 2014).
2.1.2 Sifat-sifat FisikTanah
2.1.2.1 Kadar Air (Moisture WaterContent)
Kadar Air atau Water Content (w) adalah persentase perbandingan berat air
(Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah, atau :
w(%) = Mw
M𝑠𝑠 x100 (2.4)
Dimana:
W Ww
= kadar air
= berat air
(%)
(gr)
Ws = berat butiran (gr)
2.1.2.2Porositas(Porosity)
Porositas atau Porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan
antara volume rongga (Vr) dengan volume total (V) dalam tanah, atau :
n = Vr
V x 100 (2.5)
Dimana:
n :porositas
Vr : volume rongga(cm3)
V : volumetotal (cm3)
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.2.3 Angka Pori (VoidRatio)
Angka Pori atau Void Ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume rongga (Vr) dengan volume butiran (Vs) dalam tanah, atau:
= V𝑆𝑆
V𝑉𝑉 (2.6)
Dimana:
𝑒𝑒 : angkapori
Vr : volume rongga(cm3)
Vs : volume butiran(cm3)
2.1.2.4 Derajat Kejenuhan (Degree ofSaturation)
Derajat Kejenuhan atau Degree of Saturation (S) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume air (Vw) dengan volume total rongga pori tanah (Vr).
Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka 𝑆𝑆 = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (𝑆𝑆)
dapat dinyatakan dalam persamaan:
𝑆𝑆 (%) = Vw
Vr x100 (2.7)
Dimana:
𝑆𝑆 : derajatkejenuhan
Vw : beratvolumeair (cm3)
Vr : volume total rongga pori tanah (cm3)
Universitas Sumatera Utara
14
Derajat kejenuhan dari kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering 0
Tanah agak lembab > 0 - 0,25
Tanah lembab 0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75
Tanah basah 0,76 - 0,99
Tanah jenuh 1
2.1.2.5 Berat Volume (UnitWeight)
Berat Volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume.
γ = M V
(2.8)
Dimana:
𝛾𝛾 : berat volume basah(gr/cm3)
W : berat butiran tanah(gr)
V : volume total tanah(cm3)
2.1.2.6 Berat Volume Kering (Dry UnitWeight)
Berat Volume Kering (𝛾𝛾d) adalah perbandingan antara berat butiran tanah
(Ws) dengan volume total tanah (V). Berat Volume tanah (𝛾𝛾b) dapat dinyatakan
dalam persamaan :
𝛾𝛾d= M𝑠𝑠
V
(2.9)
Dimana:
𝛾𝛾d : berat volume kering (gr/cm3)
Universitas Sumatera Utara
15
Ws : berat butiran tanah (gr)
V : volume total tanah (cm3)
2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat (Soil VolumeWeight)
Berat Volume butiran padat (𝛾𝛾s) adalah perbandingan antara berat butiran
tanah (Ws) dengan volume butiran tanah padat (Vs). Berat Volume butiran padat
(𝛾𝛾s) dapat dinyatakan dalam persamaan :
𝛾𝛾s= (2.10) M𝑠𝑠
V𝑠𝑠
Dimana:
𝛾𝛾s : berat volume padat(gr/cm3)
Ws : berat butiran tanah (gr)
Vs : volume total padat(cm3)
2.1.2.8 Berat Spesifik (SpecificGravity)
Berat Spesifik tanah atau Specific Gravity (Gs) didefinisikan sebagai
perbandingan antara berat volume butiran tanah (𝛾𝛾s) dengan berat volume air (𝛾𝛾w)
dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat Spesifik tanah (𝐺𝐺s) dapat
dinyatakan dalam persamaan:
𝐺𝐺s= (2.11)
Dimana:
𝐺𝐺s : berat spesifiktanah
𝛾𝛾s : berat volume padat(gr/cm3)
𝛾𝛾w : beratvolumeair (gr/cm3)
𝛾𝛾𝑠𝑠
𝛾𝛾w
Universitas Sumatera Utara
16
Tabel 2.2 Berat Spesifik Tanah (Hardiyatmo, 2002)
Macam Tanah Berat Spesifik
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68
Lempung organik 2,58 - 2,65
Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
2.1.2.9 Batas-batas Atterberg (AtterbergLimit)
Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah
menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg mengusulkan ada
lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada
kadar air, yaitu Batas Cair (Liquid Limit), Batas Plastis (Plastic Limit), Batas
Susut (Shrinkage Limit), Batas Lengket (Sticky Limit) dan Batas Kohesi
(Cohesion Limit). Tetapi pada umumnya Batas Lengket dan Batas Kohesi tidak
digunakan (Bowles, 1991).Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar
2.2.
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg (Das, 1991)
Universitas Sumatera Utara
17
2.1.2.9.1 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas Cair (Liquid Limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara
keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas
Cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan meletakkan
tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut dibelah
oleh grooving tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan
sampai mangkuk menyentuh dasar, dilakukan juga perhitungan ketukan
sampaitanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji Batas Cair
berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan Grooving Tool (Hardiyatmo, 1992)
2.1.2.9.2 Batas Plastis (PlasticLimit)
Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah
dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk
mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung
tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan
Universitas Sumatera Utara
18
menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami
retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah
Batas Plastis.
2.1.2.9.3 Batas Susut (ShrinkageLimit)
Batas Susut (Shrinkage Limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan
antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana
pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume
tanahnya. Dapat dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami
penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terusmenerus.
Percobaan Batas Susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm
dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi
dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume
ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas Susut dapat dinyatakan
dalam persamaan :
𝑆𝑆𝐿𝐿 = { (m1−m2) m2 − (r1−r2)w
m2 } x100% (2.12)
dengan :
m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)
m2 = berat tanahkeringoven (gr)
r1 = volume tanah basahdalamcawan
(𝑐𝑐m3)
r2=volumetanahkeringoven (𝑐𝑐m3)
𝛾𝛾w = berat jenis air
Universitas Sumatera Utara
19
2.1.2.9.4 Indeks Plastisitas (PlasticityIndex)
Indeks Plastisitas adalah selisih Batas Cair dan Batas Plastis. Indeks
Plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis.
Indeks Plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika
tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut
disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air
daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.13 dapat digunakan
untuk menghitung besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah.Tabel 2.3
menunjukkan batasan nilai Indeks Plastisitas dari jenis-jenis tanah.
𝐼𝐼= −𝑃𝑃𝐿𝐿 (2.13)
Dimana :
LL = batas cair
PL = batas plastis
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah (Hardiyatmo, 2002)
PI Sifat Macam Tanah Kohesi
0 Non-Plastis Pasir Non – Kohesif
<7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian
7-17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif
>17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
Universitas Sumatera Utara
20
2.1.1.9.5 Indeks Kecairan (LiquidityIndex)
Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat
didefinisikan oleh Indeks Cair (Liquidity Index). Indeks Cair merupakan
perbandingan antara selisih kadar air asli dengan batas plastis terhadap Indeks
Plastisitanya. Berikut persamaannya:
𝐿𝐿𝐼𝐼 = 𝐼𝐼𝐿𝐿=M𝑁𝑁−𝑃𝑃𝐿𝐿 𝐿𝐿𝐿𝐿−𝑃𝑃𝐿𝐿
(2.14)
Dimana :
LI =Liquidity Index (%)
WN = kadar air asli (%)
Gambar 2.4 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL
(Bowles, 1991)
Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka Indeks Cair akan sama dengan 1.
Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Cair akan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan
tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL >WN >PL. Nilai Indeks Cair
akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN >LL akan
mempunyai LI > 1.
Universitas Sumatera Utara
21
2.1.2.10 KlasifikasiTanah
Sistem Klasifikasi Tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda - beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok
- kelompok dan subkelompok–subkelompok berdasarkan pemakaiannya
(Das,1991).
Sistem klasisfikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh
dari analisa saringan dan plastisitasnya. Tujuan dari pengklasifikasian