Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang
dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi
gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang
tidak lagi memproduksi laktase sejak masa penyapihan, pada manusia, laktase terus diproduksi
sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa
sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal
sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.
Bisa dikatakan hampir setiap orang pernah mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak
dari masa bayi hingga dewasa dan usia lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu atau produk
susu. Saat usia bayi sampai usia balita adalah saat dimana konsumsi susu biasanya sangat
diperlukan karena nilai gizi yang dikandung susu.
Namun pemberian susu formula kepada bayi hanya dilakukan bila susu formula memang
benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi keadaan dimana bayi tidak bisa mendapatkan ASI
karena berbagai sebab dan pertimbangan. Air Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan terbaik
untuk bayi karena selain memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung
komponen yang sangat spesifik, dan telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan
perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan tubuh) yang merupakan
perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Menurut WHO, 98% wanita mempunyai kemampuan
fisiologis untuk menyusui, jadi hanya 2% saja yang tidak dapat menyusui dengan alasan
kemampuan fisiologis.
Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50mg laktosa
perliter). Maka pada bayi dan balita diare akibat intoleransi laktosa mendapat perhatian khusus
karena menjadi penyebab yang cukup sering.
1
Page 2
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
I. IDENTITAS PASIEN
Seorang anak bernama Z berusia 7 bulan, berjenis kelamin perempuan, beragama islam
dengan berat badan 6,7 kg yang beralamat Desa Cangkoak, masuk ke rawat inap RSUD
Arjawinangun tanggal 15 Februari 2012.
Orang tua pasien yaitu ayahnya bernama “Tn E” yang berwiraswasta dengan pendidikan
terakhir yaitu SMA. Sedang ibu pasien bernama “Ny. N” yang hanya seorang ibu rumah tangga
dengan pendidikan terakhir yaitu SD.
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari Ibu pasien tanggal 18 Februari 2012
Pasien datang dengan keluhan mencret. Keluhan disertai dengan demam, perut kembung,
sering buang angin dan muntah.
Riwayat penyakit sekarang pasien datang ke rumah sakit diantar oleh orang tuanya dengan
keluhan mencret sejak 2 hari SMRS, sebanyak 10 kali/hari, dengan konsistensi cair disertai
ampas, tidak ada lendir dan darah. Ibu pasien mengatakan perut pasien kembung, selain itu
pasien sering buang angin. Ibu pasien mengatakan sehari sebelum masuk rumah sakit pasien
demam tetapi tidak kejang, dan muntah sebanyak dua kali. Asupan makanan dan minuman baik.
BAK tidak ada keluhan.
Riwayat penyakit dahulu, pasien menyangkal adanya keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat pribadi yaitu terbagi menjadi riwayat kehamilan sang ibu, ibu control rutin ke
bidan selama kehamilan dan 2x suntik TT. Pada persalinan, ibu mengalami persalinan normal
pervaginam dengan usia kehamilan 39 minggu . Bayi lahir dengan jenis kelamin perempuan,
2
Page 3
berat badan lahir 3000 gram, panjang 47 cm, menangis kuat, gerak aktif dan tidak mengalami
sesak serta kebiruan setelah lahir.
Riwayat makanan sang anak diberikan ASI dan susu formula hingga sekarang.
Riwayat imunisasi menurut pengakuan ibu pasien. Pasien diimunisasi BCG pada usia 0
bulan, imunisasi DPT diberikan pada usia 2,4,6 bulan, imunisasi polio dilakukan pada usia
0,2,4,6 bulan, imunisasi hepatitis B diberikan pada usia 0,1 bulan.
Social ekonomi dan lingkungan pasien berasal dari lingkungan keluarga ekonomi kebawah.
Perkembangan (sejak lahir sampai sekarang) ibu tidak ingat jelas, ibu mengatakan mulai
bisa tengkurap mulai usia 4 bulan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum ( Tanggal 16 Februari 2012 )
Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan compos mentis, tanda
vital pasien seperti nadi 140 x/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 37,30C, dan
pernapasan 40x/menit.
Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan 6,7 kg dan panjang badan 65 cm,
badan terlihat kurus, tidak tampak edema. Berdasarkan kurva CDC BB/U: 6,7 / 7,6 x 100%
= 88,1%, TB/U : 65 / 67 x 100% = 97%, BB/TB: 6,7/7,2 x 100% = 93%. Kesimpulan status
gizi pasien ini adalah gizi baik.
B.Pemeriksaan Khusus
Kulit pasien berwarna sawo matang, memiliki turgor kulit baik, tidak tampak ikterus,
dan tidak ada petechiae. Bentuk kepala normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut, UUB
tidak cekung. Mata bentuk normal, palpebra superior dan inferior tidak cekung, kedudukan
bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih,
pupil bulat isokor, refleks cahaya positif. Telinga bentuk normal, simetris kanan dan kiri,
dan tidak tampak serumen. Bentuk hidung simetris, deviasi septum tidak ada, sekret tidak
ada. Mulut bentuk tidak ada kelainan, bibir merah tidak kering, sianosis tidak ada, tidak ada
tremor, faring tidak hiperemis. Leher tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba
membesar, trakea di tengah.
3
Page 4
Pada pemeriksaan thorax, didapatkan inspeksi bentuk dada normal, simetris keadaan
stasis dan dinamis. Pada palpasi tidak ditemukan kelainan. Pada perkusi terdengar sonor
pada kedua lapang paru. Sedangkan pada auskultasi suara napas terdengar bronkovesikuler
tanpa ronki maupun wheezing. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan inspeksi tidak tampak
pulsasi ictus cordis. Pada palpasi teraba pulsasi ictus cordis. Pada perkusi terdengar redup,
sedangkan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I - II reguler, tidak ada murmur dan
gallop.
Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan inspeksi simetris datar. Pada palpasi teraba
supel, tidak ada nyeri tekan. Pada perkusi terdengar hipertimpani diseluruh lapang abdomen.
Pada auskultasi terdengar bising usus dalam frekuensi normal, terdengar pula pulsasi aorta
abdominalis
Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien perempuan.
Sedangkan pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada edema maupun
sianosis.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 15 Februari 2012 didapatkan kadar
Leukosit 11.800 μl, Limfosit 2000 μl, Monosit 2700 μl, Granulosit 7100 μl, Hamoglobin 11,9
g/dl, Hematokrit 38,7 %, MCV 72,9 hμm3 , MCH 22,4 pg, MCHC 30,7 g/dl, Trombosit 673
103/μl. KGDS 95 mg/dl.
Pada pemeriksaan urin rutin tanggal 17 Februari 2012 didapatkan warna kuning keruh; pH
6,5; berat jenis 1,015; nitrit (-); protein (-); glukosa (-); keton (-); bilirubin (-); urobilinogen (-).
Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan leukosit (+0-1), eritrosit (-), epitel (-), tidak ada
kristal dan silinder.
Pada pemeriksaan feses rutin pada tanggal 17 februari 2012 didapatkan warna kehijauan,
konsistensi lembek, lendir (-), darah (-), pus (-), amuba (-), telur cacing (-), leukosit (-), eritrosit
(-).
4
Page 5
V. RESUME
Pasien perempuan berusia 7 bulan datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan diare
sejak 2 hari SMRS. Diare dirasakan sebanyak 10 kali dalam sehari, dengan konsistensi cair
disertai ampas, tidak ada lendir dan darah. Ibu pasien mengatakan perut pasien kembung, selain
itu pasien sering buang angin. Ibu pasien mengatakan sehari sebelum masuk rumah sakit pasien
demam tetapi tidak kejang, dan muntah sebanyak dua kali. Asupan makanan dan minuman baik.
Riwayat penyakit dahulu pasien menyangkal adanya keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang dan compos mentis,
tanda vital pasien seperti tekanan nadi 140 x/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 37,30C, dan
pernapasan 40x/menit.
Pada pemeriksaan thorax dan jantung tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan abdomen,
didapatkan perkusi hipertimpani. Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 15 Februari
2012 didapatkan kadar Leukosit 11.800 μl, Limfosit 2000 μl, Monosit 2700 μl, Granulosit 7100
μl, Hamoglobin 11,9 g/dl, Hematokrit 38,7 %, MCV 72,9 hμm, MCH 22,4 pg, MCHC 30,7
g/dl, Trombosit 673 103/μl. KGDS 95 mg/dl
Pada pemeriksaan urin lengkap tanggal 17 Februari 2012 didapatkan warna kuning
keruh,PH 6,5 berat jenis 1,015, nitrit (-). Protein (-), glukosa (-), keton (-), bilirubin (-),
urobilinogen (-). Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan leukosit (+0-1), eritrosit (-), epitel
(-), tidak ada kristal dan silinder.
Pada pemeriksaan feses rutin pada tanggal 17 februari 2012 didapatkan warna kehijauan,
konsistensi lembek, lendir (-), darah (-), pus (-), amuba (-), telur cacing (-), leukosit (-), eritrosit
(-).
VI. DIAGNOSIS KERJA
Diare akut tanpa dehidrasi e.c intoleransi laktosa
VII. DIAGNOSIS BANDING
Diare akut tanpa dehidrasi e.c rotavirus
5
Page 6
VIII. RENCANA PENGELOLAAN
A. Rencana Pemeriksaan
Rencana usulan pemeriksaan lanjutan adalah dilakukan biakan feses lengkap dan urin
lengkap.
B. Rencana terapi dan Diit
Terapi yang diberikan adalah IVFD RL 24 tpm mikro, Zinc 1x1 tab, prebiotik 1x1
sachet. Diet makanan yang diberikan adalah ASI/PASI dan TKTP bubur saring rendah
laktosa, 750 kkal/hari.
IX. PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini pada quo ad vitam adalah ad bonam, quo ad fungtionam adalah
ad bonam, dan prognosis quo ad sanationam adalah ad bonam.
6
Page 7
FOLLOW UP
Tanggal 16/02/2012
Pada hari pertama tanggal 16 februari 2012 pasien masih BAB cair (+) 4x, ampas (+),
lendir (-), darah (-) ; muntah (+) 2x dan demam (+). Keadaan pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, vital sign seperti suhu 37,60c, nadi 122 x/menit, RR 24 x/menit.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, UUB tidak cekung, mata cekung -/-, konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II
regular, tidak ada murmur dan gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing.
Abdomen datar, supel, kembung, BU (+), turgor baik. Perianal rush (+). Ekstermitas akral
hangat tidak ada sianosis dan edema.
Pemeriksaan darah rutin tanggal 15 Februari 2012 didapatkan hasil hemoglobin 11,9 g/dl,
hematokrit 38,7 vol %, leukosit 11.800/µl, trombosit 673.000/µl.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Diare akut tanpa dehidrasi e.c intoleransi laktosa.
Terapi yang diberikan adalah IVFD RL 24 tpm makro, zink 1 x 1 tablet, prebiotik 1 x 1
sachet. Rencana pemeriksaan feses lengkap dan urin lengkap.
Tanggal 17/2/2012
Pada tanggal 17 februari 2012 pasien masih BAB cair (+) 3x, ampas (+), lendir (-), darah
(-) ; muntah (-) dan demam (-). Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, vital sign seperti suhu 360c, nadi 120 x/menit, RR 20 x/menit.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, UUB tidak cekung, mata cekung -/-, konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II
regular, tidak ada murmur dan gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing.
Abdomen datar, supel, kembung, BU(+), turgor baik. Perianal rush (+). Ekstermitas akral
hangat tidak ada sianosis dan edema.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Diare akut tanpa dehidrasi e.c intoleransi laktosa.
Pada pemeriksaan urin lengkap tanggal 17 Februari 2012 didapatkan warna kuning
keruh,PH 6,5 berat jenis 1,015, nitrit (-). Protein (-), glukosa (-), keton (-), bilirubin (-),
urobilinogen (-). Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan leukosit (+0-1), eritrosit (-),
epitel (-), tidak ada kristal dan silinder.
7
Page 8
Pada pemeriksaan feses rutin pada tanggal 17 februari 2012 didapatkan warna kehijauan,
konsistensi lembek, lender (-), darah (-), pus (-), amuba (-), telur cacing (-), leukosit (-),
eritrosit (-).
Terapi yang diberikan adalah IVFD RL 24 tpm makro, zink 1 x 1 tablet, prebiotik 1 x 1
sachet.
Tanggal 18/2/2012
Pada tanggal 18 februari 2012 pasien masih BAB cair (+) 2x, ampas (+), lendir (-), darah
(-) ; muntah (-) dan demam (-). Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, vital sign seperti suhu 36,60c, nadi 124 x/menit, RR 24 x/menit.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, UUB tidak cekung, mata cekung -/-, konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II
regular, tidak ada murmur dan gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing.
Abdomen datar, supel, kembung, BU (+), turgor baik. Perianal rush (+) berkurang merahnya.
Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan edema.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Diare akut tanpa dehidrasi e.c intoleransi laktosa.
Terapi yang diberikan adalah IVFD RL 24 tpm makro, zink 1 x 1 tablet, prebiotik 1 x 1
sachet. Pemberian susu rendah laktosa dan TKTP bubur saring rendah laktosa.
Tanggal 19/2/2012
Pada tanggal 19 februari 2012 pasien masih BAB cair (+) 1x, ampas (+), lendir (-), darah
(-) ; muntah (-) dan demam (-). Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, vital sign seperti suhu 36,30c, nadi 126 x/menit, RR 20 x/menit.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, UUB tidak cekung, mata cekung -/-, konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II
regular, tidak ada murmur dan gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing.
Abdomen datar, supel, kembung, BU (+), turgor baik. Perianal rush (+) berkurang merahnya.
Ekstermitas akral hangat tidak ada sianosis dan edema.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Diare akut tanpa dehidrasi e.c intoleransi laktosa.
Terapi yang diberikan adalah IVFD RL 24 tpm makro, zink 1 x 1 tablet, perbiotik 1 x 1
sachet. Pemberian susu rendah laktosa dan TKTP bubur saring rendah laktosa.
8
Page 9
Tanggal 20/2/2012
Pada tanggal 20 februari 2012 pasien masih BAB cair (-), ampas (-), lendir (-), darah (-) ;
muntah (-) dan demam (-). Keadaan pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis,
vital sign seperti suhu 36,10c, nadi 122 x/menit, RR 24 x/menit.
Pemeriksaan fisik kepala normocephale, UUB tidak cekung, mata cekung -/-, konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik -/-, tidak ada pembesaran KGB. Pada pemeriksaan jantung BJ I-II
regular, tidak ada murmur dan gallop, pulmo vesikuler +/+ , tidak ada rhonki dan wheezing.
Abdomen datar, supel, BU (+), turgor baik. Perianal rush (-). Ekstermitas akral hangat tidak
ada sianosis dan edema.
Diagnose kerja pada pasien ini adalah Diare akut tanpa dehidrasi e.c intoleransi laktosa.
Terapi yang diberikan adalah IVFD RL 24 tpm makro, zink 1 x 1 tablet, prebiotik 1 x 1
sachet. Pemberian susu rendah laktosa dan TKTP bubur saring rendah laktosa.
9
Page 10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang
dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi
gula sederhana dengan bantuan enzim laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang
tidak lagi memproduksi laktase sejak masa menyusui, pada manusia, laktase terus diproduksi
sepanjang hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa
sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal
sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase1.
DEFINISI
Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan tubuh menguraikan laktosa yang terdapat di
dalam susu karena tidak cukupnya enzim laktase1.
EPIDEMIOLOGI
Sekitar 70% dari penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa. Dari semuanya itu,
penduduk di Eropa memiliki tingkat kejadian paling rendah, sedangkan di Asia serta Afrika
memiliki tingkat kejadian toleransi laktosa yang paling tinggi2. Di Amerika terdapat lebih dari 50
juta orang menderita intoleransi laktosa3.
Jenis kelamin tidak memiliki peran dalam kasus intoleransi laktosa4.
Intoleransi laktosa ini sering muncul pada anak usia mulai 2 tahun keatas, karena
produksi enzim laktase diprogram secara genetik untuk menurun pada usia tersebut. Namun
tidak menutup kemungkinan pada usia dibawah 2 tahun dapat menderita intoleransi laktosa
(khususnya bayi-bayi prematur)2,5.
10
Page 11
ETIOLOGI
Sebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari disakarida dan
polisakarida. Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa),
disakarida (laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida
(glikogen, amilum, tepung). Setelah masuk ke dalam usus, disakarida akan diabsorbsi dan masuk
ke dalam mikrovili usus halus dan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase
(laktase, sukrase, dan maltase) yang ada di permukaan mikrovili tersebut.
Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan hidrolisis karbohidrat
pada membran enterosit meskipun tidak ada cedera mukosa2).
Laktosa merupakan sumber energi utama dan hanya terdapat di dalam susu mamalia5.
Laktosa ini akan diuraikan oleh enzim laktase (β-galactosidase) yang terdapat di brush border
mukosa usus halus5, menjadi glukosa dan galaktosa1, yang kemudian akan diserap oleh tubuh di
usus halus. Enzim Laktase ini terdapat di bagian luar pada brush border mukosa usus halus, dan
jumlah yang sedikit5.
Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus,
sehingga proses pemecahan laktosa menjadi glukosa terganggu dan akibatnya terjadi gangguan
penyerapan makanan atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare7,9).
PATOGENESIS
Laktosa yang terdapat didalam susu mamalia, akan diuraikan menjadi glukosa dan
galaktosa oleh enzim laktase2. Namun apabila enzim laktase ini tidak ada, maka laktosa tidak
dapat diuraikan. Penyebab penurunan produksi enzim laktase ini terbagi menjadi 2 bagian besar,
yaitu penurunan laktase primer (primary lactase deficiency) dan penurunan laktase sekunder
(secondary lactase deficiency)2,4,5.
Intoleransi laktosa akibat penurunan produksi laktase primer (primary lactase deficiency)
ini disebabkan oleh faktor genetik karena tubuh akan menurunkan tingkat produksi enzim laktase
11
Page 12
mulai pada usia 2 tahun. Kecepatan proses penurunan produksi ini tergantung dari masing-
masing individu. Berdasarkan hasil studi menunjukkan bahwa penduduk Asia dan Afrika lebih
banyak pada tipe ini. Tipe ini juga sering terdapat pada anak 2 tahun keatas hingga dewasa1,2,4,5.
Intoleransi laktosa akibat penurunan produksi laktase sekunder (secondary lactase
deficiency) disebabkan rusaknya mukosa usus halus karena adanya infeksi akut oleh rotavirus
atau bakteri pada usus halus yang merusak mukosa usus halus sehingga menghambat produksi
enzim laktase. Tipe ini biasanya dijumpai pada anak usia kurang dari 2 tahun1,2,4,5.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya defisiensi laktase adalah penggunaan obat-obatan
neomycin dan kanamycin, celliac disease, malnutrisi, giardiasis, defisiensi imunoglobulin, dll7).
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari intoleransi laktosa, antara lain1,2,3,4,5,6:
Diare (cair, kotoran berbau asam (ph dibawah 4,5), berlendir)
perut kembung
nyeri perut (meteorismus)
daerah sekitar anus kemerahan (pada bayi)
flatulens
Gejala-gejala klinis diatas dapat timbul pada 30 menit hingga 2 jam setelah mengkonsumsi
susu dan produk-produk susu (misalnya mentega, keju). Akibat gejala tersebut, pertumbuhan
anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi dengan rasio tinggi dan berat badan
kurang dari persentil ke-5.
DIAGNOSIS
Metode untuk mendiagnosis intoleransi laktosa dapat dilakukan dengan cara:
Pemeriksaan laboratorium
1. Pengukuran pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 7) maka memperkuat dugaan adanya
intoleransi laktosa.
2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet "Clinitest". Normal tidak terdapat gula dalam
tinja. (+ = 0,5%, + + = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%).
3. Lactose loading (tolerance) test
12
Page 13
Setelah penderita dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgbb. Dilakukan
pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan laktosa dan setiap 1/2jam kemudian hingga
2 jam lamanya. Pemeriksaan ini dianggap positif (intoleransi laktosa) bila didapatkan grafik
yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg% (Jones,
1968).
4. Barium meal lactose
Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa.
Kemudian dilihat kecepatan pasase larutan tersebut. Hasil dianggap positif bila larutan
barium laktosa terlalu cepat dikeluarkan (1 jam) dan berarti pula hanya sedikit yang
diabsorbsi.
5. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase dalam mukosa tersebut. Untuk
diagnosis klinis biopsi usus penting sekali, karena banyak hal dapat diketahui dari
pemeriksaan ini, misalnya gambaran vilus di bawah dissecting microscope. Gambaran
histologis mukosa (mikroskop biasa dan elektron), aktifitas enzimatik (kualitatifdan
kuantitatif). Biopsi usus ternyata tidak berbahaya dan sangat bermanfaat dalam menyelidiki
berbagai keadaan klinis yang disertai malabsorbsi usus.
6. Sugar chromatography dari tinja dan urin.
7. Diet eliminasi, yaitu dengan cara tidak mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung
laktosa (susu dan produk susu) dan lihat apakah ada perbaikan gejala. Apabila timbul gejala
klinis setelah diberikan bahan makanan yang mengandung laktosa, maka dapat dipastikan
penyebabnya adalah intoleransi laktosa1.
8. Hydrogen breath test, merupakan pengujian kadar hidrogen dalam napas. Laktosa yang tidak
terurai oleh laktase akan mengalami fermentasi oleh bakteri sehingga menghasilkan gas
hidrogen didalam saluran cerna. Tes ini dilakukan dengan mempuasakan pasien, lalu
mengukur kadar hidrogen udara dari napasnya, kemudian memasukkan laktosa 2g/kgBB trus
diukur kadar hidrogennya setelah 2-3 jam pemberian. Peningkatan kadar hidrogen udara
dalam napas diatas 20ppm dapat dipastikan pasien menderita intoleransi laktosa1,2,3,4,5,6.
PENATALAKSANAAN
13
Page 14
Penatalaksanaan pada penderita intoleransi laktosa yaitu dengan diet bebas laktosa1,2,3,4,5,6.
Pasien diedukasi untuk tidak mengkonsumsi segala bahan makanan yang mengandung laktosa
(misalnya susu mamalia dan turunannya seperti keju), pada anak dapat mengkonsumsi susu yang
rendah laktosa1,2,4, juga harus mencari bahan makanan pengganti yang bebas laktosa namun
mengandung gizi yang terdapat dalam susu mamalia, misalnya susu kedelai1.
Misalnya, diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose
milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang
biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan Al 110 (0%).
Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1
bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia)
diberikan susu bebas laktosa9.
Respon klinis terhadap pemberian diet bebas laktosa merupakan suatu alternatif untuk
pemeriksaan tinja atau uji diagnostik spesifik. Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan
penyembuhan cepat diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa membedakan
intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap protein, gastroenteritis akut tidak memicu
sensitivitas susu. Cukup beralasan bila susu sapi diganti dengan susu formula susu kedelai jika
dicurigai intoleransi laktosa karena formula susu kedelai mengandung tepung rantai pendek atau
sukrosa sebagai sumber gulanya. Orang tua harus dibimbing agar tidak memberikan tambahan
cairan bening atau larutan elektrolit encer berlebihan untuk menghindari hiponatremia atau
pengurasan kalori pasca infeksi, yang bisa menyebabkan diarenya berkepanjangan. Diare yang
menetap walaupun laktosa dalam diet sudah dikurangi memberi kesan diagnosis bukan defisiensi
laktosa8.
PENANGANAN INTOLERANSI LAKTOSA
Banyak orang yang mengalami intoleransi laktosa mengatasinya dengan pembatasan
konsumsi laktosa, seperti hanya minum segelas susu. Bagi mereka yang mengalami intoleransi
laktosa, beberapa anjuran berikut ini mungkin dapat membantu:
Baca label pangan dengan seksama
Bagi penderita intoleransi laktosa agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan,
penting untuk membaca label pangan dengan seksama pada bagian daftar bahan pangan
14
Page 15
(ingredent). Produk pangan perlu dihindari/dibatasi jumlah yang dikonsumsi, jika mengandung
bahan-bahan seperti berikut ini misalnya padatan susu, padatan susu bebas lemak, whey, gula
susu.
1. Mengkonsumsi produk susu fermentasi seperti keju matang (mature atau ripened cheeses),
mentega atau yoghurt, karena umumnya jenis makanan ini ditoleransi lebih baik dibanding
susu
2. Minum susu yang mengandung banyak lemak susu, karena lemak dapat memperlambat
transportasi susu dalam saluran perncernaan sehingga dapat menyediakan waktu yang cukup
untuk enzim lactase memecah gula susu.
3. Hindari mengkonsumi susu rendah atau bebas lemak oleh karena susu lebih cepat
ditransportasi dalam usus besar dan cenderung menimbulkan gejala pada penderita
intoleransi laktosa. Disamping itu, beberapa produk susu rendah lemak juga mengandung
serbuk susu skim yang mengandung laktosa dalam dosis tinggi.
4. Jangan menghindari semua produk susu oleh karena nilai gizi susu pada dasarnya sangat
dibutuhkan tubuh.
5. Mengkonsumsi susu dengan laktosa yang telah diuraikan (susu bebas laktosa).
6. Minum susu dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Banyak penderita intoleransi laktosa
dapat meminum 240 ml susu per hari, tetapi perlu untuk mengamati/ seberapa besar tingkatan
toleransi tubuh sendiri terhadap laktosa. Banyak penderita toleran terhadap sejumlah laktosa
yang terdapat dalam setengah cangkir susu full cream, tiga perempat cangkir es krim, tiga
perempat cangkir yoghurt, tiga perempat cangkir keju mentah (unripened cheeses).
7. Konsumsi produk susu yang diolah dengan proses pemanasan (seperti susu bubuk), karena
pada pemanasan, laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa, sehingga produk
seperti ini akan ditoleransi lebih baik ,
8. Konsumsi produk kedelai karena produk kedelai bebas laktosa dan merupakan sumber
kalsium yang bagus dan baik untuk menggantikan susu dan produk susu lainnya.
Makanan yang mengandung hidden lactose
Bagi yang memiliki intoleransi laktosa, sebaiknya juga menghindari makanan-makanan
yang mengandung laktosa tersembunyi (hidden lactose) antara lain biskuit dan kue (yang
15
Page 16
mengandung susu atau padatan susu), sereal olahan, saus keju, sop krim, puding, coklat susu,
pancakes dan pikelets, scrambled eggs, roti dan margarine (mengandung susu).
PROGNOSIS
Pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik, sedangkan pada kelainan yang
didapat (sekunder) prognosis baik.
DIARE AKUT PADA ANAK
Pendahuluan
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di
negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei kesehatan Rumah Tangga diare
menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia10.
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi
seluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta
kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan maldiges dan malabsorpsi11. Bila tidak
mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik11.
16
Page 17
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/menanggulangi dehidrasi
serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intolerasi,
mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta
mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan
efekstif harus dilakukan secara rasional. Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif
dalam mengkoreksi dehidrasi. Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan
oleh karena tingginya frekuensi diare, muntah yang tak terkontrol dan terganggunya masukan
oral oleh karena infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik
telah banyak diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit12.
Definisi
Diare akut menurut Cohen13 adalah keluarnya buang air besar sekali atau lebih yang
berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari. Menurut Noerasid14 diare akut
ialah diare yang terjadi secara mendakak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat. Sedangkan
American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan karakteristik peningkatan
frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual,
muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari15.
Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta
kasus kematian sebagai akibatnya16. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar
3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5 episode per anak
per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan8. Hasil survei oleh Depkes. diperoleh angka
kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding
survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab
utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4%
dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 29. Diare pada anak
merupakan penyakit yang mahal yang berhubungan secara langsung atau tidak terdapat
pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus ditaksir lebih dari 6,3 juta
poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di Amerika Serikat.
17
Page 18
Klasifikasi
Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi lagi atas
infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis, obat-obatan dan lain-
lain. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan non infeksi karena alergi,
radiasi19.
Etiologi
Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh gastroenteritis,
keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Etiologi diare pada 25 tahun yang
lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari 80% penyebabnya
diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi16.
Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%) sedangkan virus
lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus, Minirotavirus.
Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus,
Compylobacter jejuni, Clostridium defficile,Clostridium perfringens, E coli, Pleisiomonas,
Shigelloides, Salmonella spp, staphylococus aureus, vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica,
Sedangkan penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis,
Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski,
Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercorlis, dan trichuris trichiura.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk melalui
makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus
halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi
mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul
diare.13,16
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh
virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa
usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke
18
Page 19
dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri. 14,16
Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak di bawah 3
tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan, hanya tiga agen infektif yang
secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat pada anak penderita diare. Agen ini
adalah Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan penyebab
diare akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis dan iklim sedang.
Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti susu, produk susu,
makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak sesuai kondisi usus dapat pula
disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama
antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus
sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas. Di
samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu sendiri juga memegang peranan penting. Diare
juga berhubungan dengan penyakit lain misalnya malaria, schistosomiasis, campak atau pada
infeksi sistemik lainnya misalnya, pneumonia, radang tenggorokan, dan otitis media.13,16
Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus. Diare osmotik terjadi karena terdapatnya
bahan yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus akan difermentasi oleh bakteri usus sehingga
tekanan osmotik di lumen usus meningkat yang akan menarik cairan. Diare sekretorik terjadi
karena toxin dari bakteri akan menstimulasi c AMP dan cGMP yang akan menstimulasi sekresi
cairan dan elektrolit. Sedangkan diare karena gangguan motilitas usus terjadi akibat adanya
gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi, post vagotomi, post reseksi
usus serta hipertiroid.16
Manifestasi kinis
19
Page 20
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan
asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit
air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang dari
5%, dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan dehidrasi berat bila
penurunan lebih dari 10%.16,24
Derajat Dehidrasi
Gejala &
Tanda
Keadaan
UmumMata
Mulut/
LidahRasa Haus Kulit
%
turun
BB
Estimasi
def. cairan
Tanpa
DehidrasiBaik, Sadar Normal Basah
Minum
Normal, Tidak
Haus
Dicubit
kembali
cepat
< 5 50 %
Dehidrasi
Ringan –
Sedang
Gelisah Rewel Cekung KeringTampak
Kehausan
Kembali
lambat5 – 10 50–100 %
Dehidrasi
Berat
Letargik,
Kesadaran
Menurun
Sangat
cekung dan
kering
Sangat
kering
Sulit, tidak
bisa minum
Kembali
sangat
lambat
>10 >100 %
Sumber : Sandhu 200125
Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu : dehidrasi
hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema ( 130m – 150 mEg/L ) dan dehidrasi
hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi adalah tipe iso – natremia
(80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya 15 % adalah diare hipernatremia
dan 5% adalah diare hiponatremia.
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis metabolik
dengan anion gap yang normal ( 8-16 mEg/L), biasanya disertai hiperkloremia. Selain penurunan
bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH darah kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang
pusat pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan
eksresi CO2 melalui paru ( pernapasan Kussmaul ) Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi
pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya produksi asam sehingga
20
Page 21
menyebabkan turunnya nafsu makan bayi. Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal
serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan
berlanjutnya keadaan asidosis.26
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa , sehingga pada keadaan
asidosis metebolik dapat terjadi hipokalemia. Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan
perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia.
Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot anggota
badan dan otot pernapasan. Dapat terjadi arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan
pernapasan. Disfungsi otot harus menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG
mnunjukkan gelombang T yang mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada
ginjal kekurangan K+ mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan
sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.16
Penatalaksanaan
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif
diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang sebagai
persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku
emas.27
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara oral
dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik,
walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang
banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak dapat
minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya
rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun
sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan
sirkulasi15. Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP
merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar
antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 40-
60mEq/L 11 Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian
makanannya sesuai umur15.
a. Dehidrasi Ringan – Sedang
21
Page 22
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena
sebanyak : 75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat
minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-
2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan
sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah.26
Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu21 :
1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )
9. Anti diare tidak diperlukan
b. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak
dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan
Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral.
Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 21,24,26 :
Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita
akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu
22
Page 23
yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala
kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah
sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila
memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada
dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum
tetap dapat dilanjutkan.27
Pemilihan jenis cairan
Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa syok,
sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta memperbaiki renjatan
hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk
mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak
mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis cairan parenteral yang
saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi
adalah Ka-EN 3B.16 Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 – 268 mmol/1 dengan
Na berkisar 50 – 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi pada diare anak dengan kolera atau tanpa
kolera.10
Mengobati kausa Diare
Tidak ada bukti klinis dari anti diare dan anti motilitis dari beberapa uji klinis.18 Obat anti
diare hanya simtomatis bukan spesifik untuk mengobati kausa, tidak memperbaiki kehilangan air
dan elektrolit serta menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Antibiotik yang tidak
diserap usus seperti streptomisin, neomisin, hidroksikuinolon dan sulfonamid dapat memperberat
yang resisten dan menyebabkan malabsorpsi. Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting).21
Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya kholera shigella,
karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi
berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
23
Page 24
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis
gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang
jelas atau segala sepsi. Anti motilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat menimbulkan
paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth, gangguan absorpsi dan sirkulasi.28
Mencegah / Menanggulangi Gangguan Gizi
Amatlah penting untuk tetap memberikan nutrisi yang cukup selama diare, terutama pada
anak dengan gizi yang kurang. Minuman dan makanan jangan dihentikan lebih dari 24 jam,
karena pulihnya mukosa usus tergantung dari nutrisi yang cukup.Bila tidak makalah ini akan
merupakan faktor yang memudahkan terjadinya diare kronik Pemberian kembali makanan atau
minuman (refeeding) secara cepat sangatlah penting bagi anak dengan gizi kurang yang
mengalami diare akut dan hal ini akan mencegah berkurangnya berat badan lebih lanjut dan
mempercepat kesembuhan. Air susu ibu dan susu formula serta makanan pada umumnya harus
dilanjutkan pemberiannya selama diare penelitian yang dilakukan oleh Lama more RA dkk
menunjukkan bahwa suplemen nukleotida pada susu formula secara signifikan mengurangi lama
dan beratnya diare pada anak oleh karena nucleotide adalah bahan yang sangat diperlukan untuk
replikasi sel termasuk sel epitel usus dan sel imunokompeten. Pada anak lebih besar makanan
yang direkomendasikan meliputi tajin (beras, kentang, mie, dan pisang) dan gandum ( beras,
gandum, dan cereal). Makanan yang harus dihindarkan adalah makanan dengan kandungan
tinggi, gula sederhana yang dapat memperburuk diare seperti minuman kaleng dan sari buah
apel. Juga makanan tinggi lemak yang sulit ditoleransi karena karena menyebabkan lambatnya
pengosongan lambung.30
Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa diberikan pada penderita yang
menunjukkan gejala klinik dan laboratorium intoleransi laktosa. Intoleransi laktosa berspektrum
dari yang ringan sampai yang berat dan kebanyakan adalah tipe yang ringan sehingga cukup
memberikan formula susu biasanya diminum dengan pengenceran oleh karena intoleransi laktosa
ringan bersifat sementara dan dalam waktu 2 – 3 hari akan sembuh terutama pada anak gizi yang
baik. Namun bila terdapat intoleransi laktosa yang berat dan berkepanjangan tetap diperlukan
susu formula bebas laktosa untuk waktu yang lebih lama. Untuk intoleransi laktosa ringan dan
sedang sebaiknya diberikan formula susu rendah laktosa. Sabagaimana halnya intoleransi
laktosa, maka intoleransi lemak pada diare akut sifatnya sementara dan biasanya tidak terlalu
24
Page 25
berat sehingga tidak memerlukan formula khusus. Pada situasi yang memerlukan banyak energi
seperti pada fase penyembuhan diare, diet rendah lemak justru dapat memperburuk keadaan
malnutrisi dan dapat menimbulkan diare kronik.
BAB IV
PEMBAHASAN
Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan tubuh menguraikan laktosa yang terdapat di dalam
susu karena tidak cukupnya enzim laktase. Gejala klinis dari intoleransi laktosa, antara lain ;
Diare (cair, kotoran berbau asam (ph dibawah 4,5), berlendir) ; perut kembung; nyeri perut
(meteorismus); daerah sekitar anus kemerahan (pada bayi); flatulens.
Gejala-gejala klinis diatas dapat timbul pada 30 menit hingga 2 jam setelah mengkonsumsi susu
dan produk-produk susu
Pada pasien didapatkan BAB cair (+) 4x, ampas (+), lendir (-), darah (-) ; muntah (+) 2x dan
demam (+). UUB tidak cekung, mata cekung -/-. Abdomen kembung, BU (+), turgor baik.
Perianal rush (+).
Pengukuran pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 7) maka memperkuat dugaan adanya intoleransi
laktosa. Pada pemeriksaan feses rutin didapatkan warna kehijauan, konsistensi lembek, lender
(-), darah (-), pus (-), amuba (-), telur cacing (-), leukosit (-), eritrosit (-).
25
Page 26
KESIMPULAN
1. Penyebab utama diare akut adalah infeksi Rotavirus yang bersifat self limiting sehingga tidak
memerlukan pengobatan dengan antibiotika. Pemakaian antibitika hanya untuk kasus-kasus
yang diindikasikan.Masalah utama diare akut pada anak berkaitan dengan risiko terjadinya
dehidrasi. Upaya rehidrasi menggunakan cairan rehidrasi oral merupakan satu-satunya
pendekatan terapi yang paling dianjurkan. Penggantian cairan dan elektrolit merupakan
elemen yang penting dalam terapi diare akut.
2. Laktosa adalah gula susu yang dipecah oleh enzim laktase, suatu enzim pencernaan yang
terdapat dalam usus halus.
3. Intoleransi laktosa adalah berkurangnya kemampuan untuk mencerna laktosa, yang
disebabkan oleh kekurangan enzim laktase.
4. Gejala-gejala intoleransi laktosa meliputi antara lain: perut kembung (banyak gas), flatus,
sakit perut dan diare.
5. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa, dapat
dilakukan berbagai hal seperti membaca label pangan dengan seksama, pembatasan jumlah
susu yang dikonsumsi dan pemilihan produk-produk susu.
26
Page 27
DAFTAR PUSTAKA
1. Egayanti, Yusra. Kenali Intoleransi Laktosa Lebih Lanjut dalam InfoPOM vol. 9. No. 1.
Januari 2008, hal.1-3.
2. Heyman, Melvin. Lactose Intolerance in Infants, Children, and Adolescents. Pediatrics
vol.118, no.3, September 2006, hal.1279-86.
3. Rusynyk, Alexander dan Christoper Still. Lactose Intolerance. JAOA vol.101, no.4, hal. S10-
2.
4. Guandalini, Stefano. Pediatric Lactose Intolerance.
http://emedicine.medscape.com/article/930971. terakhir diakses 24 November 2011.
5. Baas, Atan. Intoleransi Laktosa.dalam Majalah Kedokteran Nusantara volume 39. No 4.
Desember 2006, hal.424-9.
6. Arifin, Zainal. Intoleransi Terhadap Air Susu Sapi. Berkala Ilmu Kedokteran vol.28, No.2,
Juni 1996, hal.99-103.
7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985, Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1, Bagian Ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
8. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak Volume 2, edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
27
Page 28
9. http://healthlink.mcw.edu/article/935164966.html
10. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat dalam
kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli 2003 hal 29
11. Barkin RM Fluid and Electrolyte Problems. Problem Oriented Pediatric Diagnosis Little
Brown and Company 1990;20 – 23.
12. Booth IW, CuttingWAM. Current Concept in The Managemnt of Acute in Children
Postgraad Doct Asia 1984 : Dec : 268 – 274
13. Coken MB Evaluation of the child with acute diarrhea dalam:Rudolp AM,Hofman JIE,Ed
Rudolp?s pediatrics: edisi ke 20 USA 1994 : prstice Hall international,inc hal 1034-36
14. Norasid H,Surratmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare ) akut dalam: Gastroenterologi
anak praktis, Ed Suharyono, Aswitha B,EM Halimun : edisi ke2 Jakarta 1994: Balai penerbit
FK-UI hal 51-76
15. American Academy of Pediatrics Propesional commite on Quality improvement
subcommitte o Acute Gastroenteritis Pratice parameter : the management of acute
gastroeneritis in young children Pediatrics 1996:97:424-35
16. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak diagnosa dan
penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2002 : Salemba Medika hal 73-103
17. Barnes GL,Uren E, stevens KB dan Bishop RS Etiologi of acute Gastroenteritis in
Hospitalized Children in Melbourne, Australia,from April 1980 to March 1993 Journal of
clinical microbiology, Jan 1998,p,133-138
18. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002
19. Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment in
gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2003 :McGraw Hill,hal 131-49
20. American Academy of Pediatrics Commite on Nutrition.Use of oral fluid therapy and post-
treatment feeding following enteritis in children in a developed country. Pediatrics
1985;75;358-61
21. Hegar B, Kadim M. Tatalaksana diare akut pada anak dalam Majalah kesehatan Kedokteran
indonsia Vol 1 No 06,2003
22. Smith-Walker JA.Masalah Pediati di Bidang Gastroenterologi Tropis dalam Problem
Gastroenterologi Daerah Tropis Ed GC Cook,edisi ke 1 jakarta 2003; EGC 113-41
28
Page 29
23. Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran cerna.dalam Sari
pediatric Vol 2,No. 4 maret 2001
24. Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen disre pada bayi dan anak.
Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/
25. Sandhu BK. Pratical guideline for the management of gastroenteritis in children J Ped
Gastroenterol Nutr 2001;33:S36-9
26. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare akut dalam
kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003
27. Armon K. Stephenson T, Macfaul R, Eccleston P, Warneke U. An evidence and consensus
based guideline for acute diarrhea management Arch Dis Child 2001;85:132-42.
28. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan makalah
Kongres Nasional II BKGAI juli 2003.
29. CDC Recommendation and report The Management of Acute Diarrhea in Children Oral
Rehydration, Maintenance,and Nutritional Therapy 1992.
30. Suharyono.Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan ilmu Kesehatan
Anak ke XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1994.
31. Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare Bermaslah. Depkes RI 1999 ; 31
29