Page 1
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Bronkopneumonia
2.1.1 Definisi
Bronkopneumonia bisa disebut juga pneumonia lobularis
merupakan suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang
biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya,
yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh macam-
macam tanda gejala seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus yang terjadi pada bronkopneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme, ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu
dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering terjadi infeksi sekunder
terhadap beberapa keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh, terkadang
bisa sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan
orang dewasa (Bradley et.al., 2011).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
terkadang melibatkan bronkus atau bronkiolus berupa distribusi berbentuk
bercak (patchy distribution). Bronkopneumonia merupakan jenis penyakit
peradangan akut pada paru-paru yang biasanya disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan juga sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-
infeksi yang menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011).
Page 2
8
2.1.2 Etiologi dan predisposisi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia
diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
virulensi organisme patogen.Orang yang normal dan sehat mempunyai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan siliayang
menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, protozoa,mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
2. Virus : Legionella pneumonia
3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam
paru-paru
5. Terjadi karena kongesti paru yang lama
(Nurarif & Kusuma, 2015)
2.1.3 Klasifikas
Pembagian bronkopneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang
memuaskan, pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi.
Ada beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian
bronkopneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan
memberikan terapi yang lebih relevan.
Page 3
9
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru yaitu Pneumonia lobaris, Pneumonia
interstitiali, Bronkopneumonia
b. Berdasarkan asal infeksi yaitu pneumonia yang didapat dari
masyarakat (community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia
yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab pneumonia bakteri, pneumonia
virus, pneumonia mikoplasma, pneumonia jamur.
d. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu pneumonia tipikal,
pneumoniaatipikal.
e. Berdasarkan lama penyakit yaitu pneumonia akut dan
pneumoniapersisten.
(Bradley et.al, 2011)
2.1.4 Patofisiologi
Bakteri atau virus masuk ke dalam tubuh, akan menyebabkan
gangguan atau peradangan pada terminal jalan nafas dan alveoli. Proses
tersebut akan menyebabkan infiltrate yang biasanya mengenai pada
multiple lous, terjadi desktruksi sel dengan menanggalkan fungsi alveolar
dan jalan nafas. Pada kondisi akut maupun kronik seperti AIDS, cystic
fibrosis, aspirasi benda asing dan kongenital yang dapat meningkatkan
resiko bronkopneumonia (Ngastiyah, 2014).
Kuman penyebab bronkopneumonia masuk kedalam jaringan paru-
paru melalui saluran pernafasan atas ke bronchioles, kemudian kuman
masuk kedalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga
terjadi peradangan pada dinding bronchus atau bronkhiolus dan alveolus
Page 4
10
sekitarnya. Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paruyang
menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus (Nabiel, 2014).
Page 5
11
2.1.5 Pathway
Jamur, virus, babakteri, protozoa
Masukan kedalam saluran pernafasan
Kuman terbawa didalam saluran cerna
Kuman brlebihan didalam bronkus
Proses peradangan
Infeksi saluran pernafasan bawah
Edema antara kapiler dan alveoli
Infeksi saluran pencernaan
Peningkatan flora normal pada usus
Peningkatan peristaltik usus
Iritan PMN
Eritrosit pecah
Akumulasi mukus di bronkus
Mukus bronkus meningkat
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
malabsorbsi
Diare
Pergeseran dinding paru
Penurunan kompliance paru
Bau mulut tidak sedap
Resiko ketidakseimbang
an elektrolit Anoreksia
Suplai O2 menurun
Intake kurang
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Hiperventilasi Hipoksia
Dispnea Metabolisme anaerob
meningkat
Retraksi dinding dada/pernafasan
cuping
Akumulasi asam
Ketidakefektifan pola nafas
Fatiqu
Intoleransi aktifitas
Gambar 2.1 Pathway (Nurarif & Kusuma, 2015)
Page 6
12
2.1.6 Manifestasi klinis
Broncopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran
pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita
bronchopneumonia mengalami tanda dan geraja yang khas seperti
menggigil, demam, nyeri dada, pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesoris dan bisa timbul
sianosis.Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar
ketika terjadi konsolidasi/pengisian rongga udara oleh eksudat (Nurarif
&Kusuma. 2015).
Pemeriksaan kardio faskuler akan didapatkan takikardi, sedangkan
pada pemeriksaan neurologis anak mengeluh nyeri kepala, kesulitan tidur,
gelisah, terdapat iritabilitas dan kemungkinan disertai kejang. Gejala lain
yang sering timbul yaitu terdapat penurunan nafsu makan yang nyeri
lambung, kelelahan, dan sianosis. Sedangkan tanda yang sering muncul
yaitu adanya peningkatan suhu tubuh yang mendadak (Ngastiyah, 2014).
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi adalah empyema, otitis media akut.
Mungkin juga komplikasi lain yang dekat seperti atelectalis, emfisema,
atau komplikasi jauh seperti meningitis. Komplikasi tidak akan terjadi jika
diberikan antibiotic secara tepat (Ngastiyah, 2014).
Komplikasi bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Atelectalis, adalah pengembangan paru yang tidak sempurna
atau kolaps paru akibat kurangnya mobilisasi refleks batuk
hilang apabila penumpukan secret akibat berkurangnya daya
Page 7
13
kembang pau-paru terus terjadi dan penumpukan secret ini
menyebabkan obstruksi bronkus instrinsic.
b. Empisema, adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah
dalam rongga pleura terdapat di suatu tempat atau seluruh
rongga pleura.
c. Abses paru, adalah penumpukan pus (nanah) dalam paru yang
meradang.
d. Infeksi sitemik.
e. Endocarditis, adalah peradangan pada katup endokardial.
f. Meningitis, adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak
(Wijayaningsih, 2013)
2.1.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak penderita
bronkopneumonia adalah :
1. Menjaga kelancaran pernafasan.
2. Kebutuhan istirahat pasien.
Pasien sering hiperpireksia maka pasienperlu cukup istirahat,
semua kebutuhan pasien harus ditempat tidur.
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan.
Pasien dengan penyakit bronkopneumonia hampir selalu
mengalami kekurangan makanan atau nutrisi. Suhu tubuh yang
tinggi selama beberapa hari dan kekurangan cairan dapat
menyebabkan dehidrasi, untuk mencegah dehidrasi dan
Page 8
14
kekurangan kalori di pasang infuse dengan cairan glikosa 5% dan
NaCl 0,9%.
4. Mengontrol suhu tubuh.
5. Pengobatan.
Pengobatan diberikan berdasatkan etiologi dan uji resisten. Tetapi
kareana hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya
maka biasanya diberikan penisilin ditambahkan dengan
cloramfenikol dan antibiotic yang mempunyai spectrum luas
seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan sampai demam sembuh 4-
5 hari. Karena sebagian besar pasien jatuh kedalam asidosis
metabolic akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan
koreksi dengan hasil sesuai analisis gas darah arteri (Nurarif,
2016).
b. Pentalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan pengobatan :
1. Oksigen 2 lpm.
2. IVFD (Intra Vena Fluid Drip)
a. Jenis cairan adalah 2A-K CL (1-2 mek/kgBB/24 jam atau KCL
6 mek/500 ml). Kebutuhan cairan adalah :
Tabel 2.1 kebutuhan cairan
KgBB Kebutuhan (ml/kgBB/hari)
3-10
11-14
Lebih dari 15
105
85
65
Page 9
15
Apabila ada kenaikan suhu tubuh, maka setiap kenaikan
suhu 1 °C kebutuhan cairan di tambah 12%, tetesan dibagi rata
dalam 12 jam.
b. Pengobatan
1. Antibiotika
Prokain 50.000 U/kgBB/hari IM, dan Kloramfhenikol
75mg/kgBB/hari dalam 4 dosis, IM/IV, atau Ampicilin 100
mg//kgBB/hari dibagi 4 dosis IV dan Gentamicin
mg/kgBB/hari, IM dalam 2 dosis per hari.
2. Kartikosteroid
Pemberian kortison asetat 15 mg/kgBB/hari secara IM,
diberika bila ekspirasi memanjang atau lender banyak
sekali. Di berikan dalam 3 kali pemberian (Nabiel., 2014).
2.1.9 Pemeriksaan penunjang
Sebagai penegak diagnosa keperawatan dapat digunakan cara pemeriksaan
yaitu : (NANDA, 2015)
1. Pemeriksaan laboratoriun
a. Pemeriksaan dara
b. Pemeriksaan seputum
c. Analisa gas darah
d. Kultur darah
e. Sempel darah, seputum, dan urine
2. Pemeriksaan radiologi
a. Rontgenogram thoraks
Page 10
16
b. Laringoskopi bronkoskop
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
2.2.1 Definisi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan suatu keaadaan
dimana individu mengalami ancaman yang nyata atau potensial
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif
(Carpenito & Moyet, 2013).Pengertian lain juga menyebutkan bahwa
bersihan jalan napas tidak efektif merupakan ketidakmampuan
membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten (PPNI, 2016). Ketidakefektifan Pembersihan Jalan
Napas adalah obstruksi jalan napas secara anatomis atau psikologis pada
jalan napas mengganggu ventilasi normal (Taylor, Cynthia M. Ralph,
2010).
2.2.2 Penyebab ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), penyebab dari
bersihan jalan napas tidak efektif antara lain :
1. Spasme jalan napas
2. Hipersekresi jalan napas
3. Disfungsi neuromuscular
4. Benda asing dalam jalan napas
5. Adanya jalan napas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hyperplasia dinding jalan napas
8. Proses infeksi dan respon alergi
Page 11
17
Orang dengan keadaan yang normal atau sehat mempunyai
mekanisme pertahanan tubuh seperti refleks glotis dan batuk,adanya
lapisan mukus, silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan
sekresi humoral setempat. Peradangan tersebut dijabarkan (Padila, 2013)
sebagai berikut:
a. Bakteri
Bakteri gram positif seperti steptococcus pneumonia, S.
Aerous, dan steptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti klebsiella pneumonia, haemophilus influenza, dan P.
Aeruginosa.
b. Virus
Virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Dalam hal ini cytomegalovirus dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia oleh virus (Wijayaningsih, 2013) juga
menambahkan jenis virus lain seperti: Respiratory Syntical
Virus, Virus Influenza, dan Virus Sitomegalik.
c. Jamur
Infeksi oleh jamur disebabkan oleh histoplasmosis yang
menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora
dan biasanya terdapat pada kotoran burung, tanah dan kompos
(Wijayaningsih, 2013) menyebutkan contohnya yaitu:
Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices
Dermatides, Aspergilus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma
Pneumonia, dan benda asing.
Page 12
18
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carini pneumonia
(CPC). Biasanya menjangkit pasien dengan imunosupresi,
(Wijayaningsih, 2013) menyebutkan contohnya yaitu:
Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices
Dermatides, Aspergilus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma
Pneumonia, dan benda asing.
2.2.3 Manifestasi klinis ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), gejala dan tanda pada
masalah bersihan jalan napas tidak efektif antara lain :
a. Batuk tidak efektif
b. Tidak mampu batuk
c. Sputum berlebih
d. Mengi atau wheezing, dan/ ronki kering
e. Mekonium dijalan napas (neonates)
2.2.4 Komplikasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Menurut Bararah & Jauhar (2013), ada beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada bersihan jalan napas tidak efektif jika tidak ditangani
diantaranya yaitu :
a. Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi oksigen arteri (SaO2) di bawah
normal (normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%). Pada neonatus,
PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%. Pada dewasa, anak, dan bayi,
Page 13
19
PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini disebabkan oleh
gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada pada
tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan
melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan,
meningkatkanstroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan
peningkatan nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di antaranya sesak
napas, frekuensi napas dapat mencapai 35 kali per menit, nadi cepat
dan dangkal serta sianosis.
b. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi
oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada
tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi
berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia yaitu.
1. Menurunnya hemoglobin
2. Berkurangnya konsentrasi oksigen
3. Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen
4. Menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam darah seperti pada
pneumonia
5. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok
6. Kerusakan atau gangguan ventilasi
Tanda-tanda hipoksia di antaranya kelelahan, kecemasan,
menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan
Page 14
20
cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari tabuh (clubbing
finger).
c. Gagal napas
Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara
adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbondioksida dan
oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan karbondioksida
dan penurunan oksigen dalam darah secara signifikan. Gagal napas
disebabkan oleh gangguan system saraf pusat yangmengontrol
pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat, gangguan
metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.
d. Perubahan pola nafas
Frekuensi pernapasan normal pada anak berbeda pada masing - masing
usia. Frekuensi pernapasan normal pada anak dapat dilihat pada tabel
Tabel 2.2
Frekuensi Pernapasan Rata - Rata
Normal Anak Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi
Bayi baru lahir
Bayi (6 bulan)
Todler (2 tahun)
Anak – anak
35-40 x/menit
30-50 x/menit
25-32 x/menit
20-30 x/menit
(Sumber : Bararah & Jauhar, 2013)
Pada keadaan normal frekuensi pernapasan anak sesuai dengan
tabel diatas, dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari
Page 15
21
ekspirasi yang disebut eupneu. Perubahan pola napas adalah suatu
keadaan dimana frekuensi pernapasan tidak berada pada rentang
normal. Perubahan pola napas dapat berupa hal - hal sebagai berikut :
1. Dispneu, yaitu kesulitan bernapas
2. Apneu, yaitu tidak bernapas atau berhenti bernapas
3. Takipneu, pernapasan yang lebih cepat dari normal
4. Bradipneu, pernapasan lebih lambat dari normal
5. Kussmaul, pernapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi
sama, sehinggapernapasan menjadi lambat dan dalam.
6. Cheyney-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam
kemudian berangsur - angsur dangkal dan diikuti periode apneu
yang berulang secara teratur.
7. Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apneu
dengan periode yang tidak teratur.
2.2.5 Proses terjadinya
Obstuksi pada saluran nafas adalah suatu keadaan dimana terdapat
pernafasan yang tidak normal dikarenkan tidak mampunya untuk
melakukan batuk yang efektif, biasanya sering diakibatkan oleh mucus
yang mengental dan berlebihan disebabkan karena terjadinya infeksi,
imobilisasi serta statis sekresi yang kurang efektif. Jika terjadi secara terus
menerus bia menyebabkan sumbatan yang dapat menyebabkan udara akan
terperangkap pada bagian distal pada saluran pernafasan. Sehingga
timbullah suara abnormal pada fase ekspirasi yang panjang.
Page 16
22
2.2.6 Batasan karakteristik ketidakefektifan bersihan jalan nafas
a. Dispnea (nafas terengah-engah, pernafasan yang sukar/ berat)
b. Suara napas tambahan (crackle: terpatah-patah, ronki: suara ngorok,
dan mengi: bersiul)
c. Perubahan irama dan frekuensi pernapasan (bradipnea, takipnea,
hiperpnea, pernafasan cheyne stokes, dyspnea; frekuensi pernafasan
dalam batas normal yaitu 30-40 x/menit)
d. Sianosis (kebiruan pada kulit karena gangguan pernafasan disebabkan
jumlah hemoglobin deoksigenisasi yang berlebihan didalam pembuluh
darah kulit)
e. Kesulitan untuk berbicara
f. Penurunan suara napas (suara nafas melemah/ menghilang)
g. Sputum berlebihan (batuk dan meludah tidak efektif, batuk tertahan,
suara nafas tambahan)
h. Batuk tidak efektif atau tidak ada
i. Ortopnea (gangguan pernafasan yang membuat pasien harus
mengambil posisi tegak atau duduk agar pernafasannya normal
kembali)
j. Gelisah
k. Mata terbelalak (mata terbuka lebar sehingga mata terlihat besar)
(Widyatamma, 2010).
Page 17
23
2.2.7 Pemeriksaan diagnostik
1. Latihan nafas
Untuk mengetahui ketidakmampuan penderita untuk melakukan batuk
yang efektif sertajuga untuk tujuan membersihan trakea, laring, serta
pada bronkus dari secret atau kotoran yang terletak pada saluran
pernafasan.
2. Bronkografi
Untuk mengetahui keadaan fisual bronkus sampai pada cabang
bronkus.
3. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada bertujuan untuk membantu mengeluarkan secret pada
penderita dengan gangguan pada pernafasan dengan teknik postural
dreinase, clapping dan vibrasi.
4. Pemberian oksigen
Bertujuan agar kebutuhan oksigen tercukupi pada paru yang melalui
jalan nafas dengan cara menggunakan alat bantu oksigen (Ikawati,
2013).
I. Faktor yang berhubungan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
a. Lingkungan: Merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif.
b. Obstuksi Jalan Napas: Spasme jalan napas, retensi secret, mucus
berlebih,adanya jalan napas buatan, terdapat benda asing di jalan
napas, secret dibronki, dan eksudat di alveoli.
Page 18
24
c. Fisiologis: Disfungsi neuromuscular, hyperplasia dinding bronchial,
PPOK(Penyakit Paru Obstuktif Kronis), infeksi, asma, jalan napas
alergik (trauma)
(Wilkinson, 2016).
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah–masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan
(Dermawan, 2012).
1. Data umum
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, nomor
register, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, pendidikan, tanggal MRS, diagnosa medis (Wahid,
2013).
2. Keluhan utama
Klien dengan bronkopneumonia akan merasakan batuk produktif
disertai demam yang tinggi, anak biasanya sangat gelisah, dispnea,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung
(Ngastiyah, 2014).
Sedangkan keluhan utama yang harus ada menurut Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2016) untuk menentukan anak yang mengalami
masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif antara lain
Page 19
25
yaitu : Batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi
atau wheezing, dan/ ronki kering, mekonium dijalan napas (neonates).
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan bronkopneumonia akan diawali dengan keluahan
demam, batuk, adanya peningkatan frekuensi pernafasan, tidak
mau makan, muntah, atau diare, adanya menggigil, dispnea (Kyle,
2012).
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit bronkopneumonia apakah anak lahir
prematur (prematuritis), malnutrisi, pajanan pasif pada asap rokok,
status sosial ekonomi rendah, apakah bayi pernah menderita
penyakit jantung paru (Brady, 2012).
c. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota yang lain yang pernah sakit atau sedang sakit
(batuk-batuk) yang sama seperti pasien?
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakakukan secara head to toe pada setiap anggota
keluarga baik yang sakit ataupun sehat :
a. Keadaan umum
Meliputi keadaan umum pasien, kesadaran, dan pemeriksaan
tanda-tanda vital yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan
darah.
Page 20
26
b. Kepala, mata, mulut
1. Perhatikan bentuk dan kesimetrisan kepala
2. Palpasi tengkorak adanya nodus atau pembengkakan yang lain
3. Periksa kebersihan kulit kepala, ada tidaknya lesi, perubahan
warna, kehilangan rambut.
4. Bibir mengalami sianosis
5. Frekuensi pernafasan
Takipnea, dyspneaprogresif, pernafasan dangkal, penggunaan
otot bantu pernafasan, pelebaran nafas.
c. Kulit
1. Suhu kulit pada hipertermia kulit pada terbakar panas akan
tetapi setelah hipertermia teratasi kulit anak akan teraba dingin.
2. Turgor kulit menurun
3. Thorax dan paru
Ispeksi : Pernafasan dangkal
Palpasi : Adanya nyeri tekan, peningkatal vokal fremitus
pada daerah tertekan.
Perkusi : Pekak terjadi apabila terisi cairan pada paru,
normal timpani (terisi udara) resonansi
Auskultasi : Suara nafas yang meningkat intensitasnya, suara
bronchial pada daerah yang terkena, ada suara tambahan ronchi
inspiratoir pada sepertiga akhir inspirasi. (Riyadi dan
Sukarmin, 2009)
Page 21
27
2.3.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan fase kedua pada proses
keperawatan. Pada fase diagnose, dilakukan penginterpretasi data
pengkajian dan mengidentifikasi masalah kesehatan, risiko, dan kekuatan
pasien serta merumuskan pernyataan diagnosa (Kozier et al., 2010).
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan dengan mucus
yang berlebihan (Wilkinson, 2016). Secara teori diagnosa keperawatan
yang dapat diangkat pada anak dengan bronkopneumonia : (NANDA,
2015)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus
yang berlebihan.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan.
4. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan fatigue
2.3.3 Rencana asuhan keperawatan
Rencana keperawatan merupakan fase dari proses keperawatan yang
penuh pertimbangan dan sistematis serta mencakup pembuatan keputusan
untuk menyelesaikan masalah (Kozier et al., 2010).
2.3.4 Itervensi keperawatan
Intervensi adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau
stimulus fokal, kontektual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan
Page 22
28
kepada kemampuan klien dalam menggunakan koping secara luas, supaya
stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien (Nursalam, 2015).
Tabel 2.3Intervensi keperawatan
NO Diagnosa keperawatan
(SDKI)
Tujuan / kriteri hasil
(SLKI)
Intervensi (SIKI)
1. D.0001 Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Definisi:
Keadaan dimana
seseorangtidak dapat
membersihkan sputum
atau sumbatan pada
saluran pernafasan
untuk mempertahankan
bersihan jalan nafas
yang paten.
Penyebab:
Fisiologis:
1. Benda asing dalam
jalan pernafasan.
2. Spasme jalan nafas.
3. Tidak berfungsinya
neuromuskuler.
4. Hipersekresi jalan
nafas.
5. Adanya jalan nafas
buatan.
6. Proses infeksi.
7. Sekresi yang
tertahan.
8. Hyperplasia dinding
jalan nafas.
9. Respon alergi.
10. Efek agen
farmakologis (mis.
anastesi).
Situasional:
1. Merokok pasif.
2. Merokok aktif.
3. Terpajan polutan
Kriteria hasil untuk
mengukur
penyelesaian dari
diagnosis setelah
dilauakan asuhan
keperawatan selama
3x24 jam, dihadapan
status pernafasan :
Bersihan jalan nafas
dapat ditingkatkan
dengan kriteris hasil :
1. Batuk efektif
(skala 5;
meningkat)
2. Produksi sputium
(skala 5;
menurun)
3. Mengi (skala 5;
menurun)
4. Wheezing (skala
5; menurun)
5. Dyspnea (skala 5;
menurun)
6. Ortopnea (skala 5;
menurun)
7. Sulit bicara (skala
5; menurun)
8. Sianosis (skala 5
menurun)
9. Gelisah (skala 5;
menurun)
10. Frekuensi nafas
(skala 5;
membaik)
11. Pola nafas (skala
5; embaik)
Fisoterapi dada
Observasi :
1. Identifikasi indikasi
dilakukan fisioterapi
dada (mis:
hipersekresi, sputum,
sputum kental dan
tertahan, tirah baring
lama)
2. Identifikasi kontra
indikasi fisioterapi
dada (mis: ekserbasi
PPOK akut,
pneumonia tanpa
produksi sputum
berlebih, ca paru-
paru)
3. Monitor status
pernapasan
(kecepatan, irama,
suara, kedalaman)
4. Periksa sekmen paru
yang mengandung
sekresi berlebih
5. Monitor jumlah dan
karakter sputum
6. Monitor toleransi
selama dan setelah
prosedur
Terapeutik :
1. Posisikan apasien
sesuai dengan area
paru yang mengalami
penumpukan sputum
2. Gunakan bantal
untuk mengatur
posisi
3. Lakukan perkusi
dengan posisi telapak
tangan di
Page 23
29
Gejala dan tanda
mayor:
Subjektif: tidak
tersedia
Objekti:
1. Tidak mampu
batuk.
2. Batuk tidak efektif.
3. Sputum berlebih.
4. Meconium di jalan
nafas pada
neonatum.
5. Mengi, wheezing
dan/ ronkhi kering.
Gejala dan tanda
minor:
Subjektif:
1. Sulit bicara.
2. Dyspnea.
3. Ortopnea.
Objektif:
1. Bunyi nafas
menurun.
2. Gelisah.
3. Frekuensi nafas
berubah.
4. Sianosis.
5. Pola mafas berubah.
tnangkupkan 3-5
menit
4. Lakukan fibrasi
dengan posisi telapak
tangan rata
bersamaan ekspirasi
melalui mulut
5. Lakukan fisioterapi
dada setidaknya 2
jam setelah makan
6. Hindari perkusi pada
tulang belakang,
ginjal, payudara
wanita, insisi, dan
tulang rusuk patah
7. Lakukan penghisapan
lendir untuk
mengeluarkan sekret
jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi
dada
2. Anjurkan batuk
segera setelah
prosedur selesai
3. Ajarkan inspirasi
perlahan dan dalam
melalui hidung
selama proses
fisioterapi dada
Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018), Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018)
dan Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018).
2.3.5 Kajian intervensi dalam al-qur’an
Sesuai dengan sunah Nabi umat islam diajarkan untuk senantiasa
mensyukuri nikmat kesehatan yang diberikan oleh Allah SWT. Bahwa bisa
dikatakan kesehatan adalah nikmat Allah SWT yang paling besar yang
harus diterima manusia dengan rasa syukur. Bentuk syukur karena nikmat
Allah karena telah diberi nikmat kesehtan yaitu dengan menjaga
kesehatan. Firman Allah dalam Al-Qur’an, Surah Ibrahim [14]:7. Yang
Page 24
30
artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
“sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih”.
Hadis nabi yang diriwayatkan oleh jabir dari nabi SAW bersabda:
setiap penyakit pasti ada obatnya, apabila obat itu digunakan untuk
mengobatinya, maka dapat memperoleh kesembuhan atas izin Allah SWT
(HR. Muslim). Bahkan allah swt tidak akan menurunkan penyakit kecuali
juga menurunkan obatnya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan ole abu
hurairah ra dari nabi saw bersabda: allah swt tidak menurunkan sakit,
kecuali juga menuurunkan obatnya ( HR. Bukhari).
Berdasaekan Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW maka pemberian
fisioterapi pada klien adalah suatu kebutuhan yang mutlak untuk
meningkatkan kemampuan gerak dan fungsinya. Modalitas fisioterapi
dapat mengurangi da mengatasi gangguan terutama yang berkaitan dengan
gerak dan fungsi seperti mengurangi nyeri pada dada dengan
menggunakan terapi latihan yang akan mengurangi spasme otot
pernafasan, membersihkan jalan nafas, membuat nyaman, dan melegakan
saluran pernafasan (Helmi, 2010).
Dan menurut kalangan medis, penyakit radang selaput dada ini bisa
menimbulkan terkumpulnya banyak cairan di antara dua lapisan selaput
paru-paru dan tuberkolosis. Menurut Ibnu Qayyim, penyaki ini memiliki
beberapa gejala, misalnya : demam, batuk, sesak nafas, dan cepatnya
gerakan denyut nadi. Dan untuk menyembuhkan penyakit ini, Rasullalah
Page 25
31
SAW telah mengajari umatnnya melalui sabda beliau : “Berobatlah kalian
dari penyakit radang selaput dada dengan kayu bahar (qusthul bahri) dan
minyak zaitun”. (HR. Ibnu Majah, Ahmad, dan Al-Hakim).
Pengobatan pada pasien dengan gangguan pernafasan seperti batuk
dan sesak nafas sudah terdapat dalam hadist yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin Usman yang
berasal dari kalangan Tabi’ul Atba’ da ditemukan dlam kitab Shahih
Bukhari No. 5255, Shahih Muslim No. 4105, Sunan at-Tirmidzi No. 1964,
Sunan Ibnu Majah No. 3440, dan Musnad Ahmad No. 6989. Sabda Nabi
SAW ini menjelaskan bahwa gejala penyakit dapat diobati dengan
habbatus sauda’, kecuali kematian.
2.3.6 Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan keperawatan adalah realisasi rencana
tindakan untuk mencapai yang telah perawat tetapkan. Kegiatan dalam
pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan,
serta menilai data baru (Budiono dan Pertami, 2015).
Memberikan penjelasan mengenai fisioterapi dada yang dilakukan dengan
postural drainage, postural drainage yaitu satu teknik pengaturan posisi
tubuh untuk membantu pengeluaran sputum sehingga sputum akan
berpindah dari segmen kecil ke segmen besar dengan bantuan gravitasi.
Kemudian clapping/perkusiadalah penepukan dengan tangan di bentuk
seperti mangkuk secara perlahan pada bagian dada dan punggung pasien
secara perlahan dari bawah keatas. Trakhir yaitu vibrasi, vibrasi adalah
Page 26
32
getaran perlahan menggunakan tangan. Setelah dilakukan ketiga tahap
tersebut maka yang dilakukan untuk memaksimalkan tindakan fisioterapi
dada yaitu dilakukan batuk efektif, caranya yaitu mencondongkan pasien
ke depan dari posisi setengah duduk dan batukkan dengan kuat dari dada.
2.3.7 Evaluasi
Evaluasi merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan dan implementasinya. Meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir dari proses keperawatan, tetapi tahap evaluasi
diletakkan pada setiap tahap proses keperawatan. Evaluasi juga diperlukan
pada tahap intervrnsi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut
dapat dicapai secara efektif (Budiono & Pertami, 2016).
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP yaitu :
S : Data subyektif
Data subyektif merupakan keadaan yang didasarkan pada apa yang
dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan oleh pasien.
O : Data obyektif
Data obyektif merupakan perkembangan yang bisa diamati dan diukur
oleh perawat atau tim kesehatan lain.
A : Analisis
Analisis merupakan penelitian dari kedua jenis data (baik subyektif
maupun obyektif) apakah berkembang kearah perbaikan atau
kemunduran.
Page 27
33
P : Perencanaan
Perencanaan merupakan rencana penanganan pasien yang didasarkan
pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan perencanaan
sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi.
Keberhasilanevaluasi (Craven & Hirnle, 2017) :
1. Masalah teratasi atau tujuan tercapai
Jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian atau tujuan teratasi sebagian
Jika pasien menunjukkan perubahan sebagian dari standart dan
kriterian yang telah ditetapkan.
3. Masalah belum teratasi atau tujuan tidak tercapai
Jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama
sekali dan bahkan timbul masalah baru.
2.3.8 Hasil analisis jurnal
Dari beberapa intervensi yang telah disebutkan pada tabel intervensi
keperawatan maka, peneliti mengambil salah satu intervensi non
farmakologi yaitu pemberian terapi berupa fisioterapi dada. Yang
dimaksud fisiterapi dada adalah tindakan yang tergolong non farmakologi
yang dapat digunakan untuk seseorang yang menderita penyakit kronik
maupun akut, teknik yang digunakan untuk fisioterapi dada yaitu teknik
perkusi, postural drainase dan vibrasi. Fisioterapi dada sangat efektif
digunakan untuk mengeluarkan sekret yang menghambat dalam jalannya
Page 28
34
pernafasan dan bertujuan untuk memperlancar ventilasi pada penderita
dengan fungsi paru yang abnormal (Ariasti dkk, 2017).
JURNAL 1
Judul jurnal Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan
Jalan Nafas Pada Anak Usia 1-5 Tahun Yang
Mengalami Gangguan Bersihan Jalan Nafas Di
Puskesmas MOCH .Ramdhan Bandung.
Penulis Maidartanti
Asal jurnal https://ejournal.bsi.ac.id
Vol/No/Page/Tahun II/1/47-56/2014
Tujuan mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap
bersihan jalan nafas pada anak usia 1-5 tahun
yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas
di Puskesmas Moch. Ramdhan Bandung.
Metode Penelitian ini menggunakan metodeQuasi
Eksperiment dengan jenis One Group Pretest-
Posttes design, pemilihan responden pada
penelitian ini adalah Purposive Sampling
dengan sampel sebanyak 17 orang.
Hasil Data yang diperoleh dianalisa dengan
menggunakan univariat dan bivariat, hasil uji
statistik menunjukan terdapat perbedaan
bermakna rerata frekwensi bersihan jalan nafas
sebelum dan sesudah fisioterapi yaitu nilai P-
Page 29
35
value 0000. Sedangkan untuk uji beda bersihan
nafas sebelum dan sesudah fisioterapi
didapatkan hasil P-value 0.225. fisioterapi
dada dapat diusulkan sebagai tindakan rutin di
Puskesmas dalam terapi supportif bagi anak
yang mengalami gangguan bersihan jalan
nafas.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
maka dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan frekwensi nafas sebelum
dan sesudah dilakukan fisioterapi dada pada
anak yang mengalami bersihan jalan nafas.
JURNAL 2
Judul Penerapan Fisioterapi Dada Untuk
Mengeluarkan Dahak Pada Anak Yang
Mengalami Jalan Napas Tidak Efektif.
Penulis Putri Cahya Mutiara Mas Hanafi, Andi
Arniyanti.
Asal jurnal https://ojs.yapenas21maros.ac.id ›
Vol/No/Page/Tahun 1/1/44-50/2020
Tujuan Untuk mengetahui pengaruh dari penerapan
fisioterapi dada untuk mengeluarkan dahak
pada anak yang mengalami jalan napas tidak
Page 30
36
efektif. Untuk mengetahui ketidakefektifan
jalan napas pada pasien yang mengalami ISPA
sebelum dan sesudah diberikan terapi clapping
dan vibration yang dilakukan dua kali dalam
seminggu di ruang rawat inap RSUD Labuang
Baji Makassar, dengan jumlah responden yang
digunakan sebanyak 16 pasien
Metode Melalui pencarian hasil publikasi ilmiah pada
rentang tahun 2014-2020, menggunakan
database pubmed, dan google scholar dengan
melakukan review terhadap 4 artikel yang
memiliki full text dari abstrak, tujuan, metode
dan hasil penelitian paling susuai dengan tujuan
literatur.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh
fisioterapi dada terhadap pengeluaran sputum
pada anak dengan penyakit gangguan
pernapasan (p = 0,000), ada perbedaan
pengeluaran sputum sebelum dan sesudah
intervensi dengan perbedaan rata-rata 0,73,
dengan nilai lower -1,04107, dan upper yaitu -
0,41347, artinya pengeluaran sputum sebelum
fisioterapi dada lebih kecil dibandingkan
sesudah fisioterapi dada.
Page 31
37
Kesimpulan Berdasarkan artikel yang di review pada
penelitian sebelumnya fisioterapi dada terbukti
efektif karena setelah dilakukan tindakan
fisioterapi dada, pasien mampu mengeluarkan
dahak dan frekuensi napas dalam rentang
normal.
JURNAL 3 :
Judul Penerapan Teknik Fisioterapi Pada Terhadap
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada
Anak Dengan Penyakit Sistem Pernafasan.
Penulis Nova Ari Pangesti, Riski Setyaningrum.
Asal Jurnal http://ojs.stikesmukla.ac.id/index.php/motor/
article/download/63/133/
Vol/No/Page/Tahun 15/2/55-60/2020
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
pengaruh fisioterapi dada terhadap
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada
anak dengan penyakit di sistem pernafasan.
Metode Desain penelitian yang dipakai pada
penelitian ini adalah literatur review, yaitu
mengumpulkan dan menganalisis artikel-
artikel penelitian mengenai tindakan
fisioterapi dada.
Page 32
38
Hasil Penelitian menunjukan Setelah dilakukan
tindakan fisioterapi dada, bersihan jalan
nafas anak efektif dengan kriteria frekuensi
pernafasan dalam batas normal, mampu
mengeluarkan sputum, tidak ada suara nafas
tambahan, dan batuk berkurang.Fisioterapi
dada pada anak pneumonia akan efektif jika
dilakukan selama 2x dalam sehari secara
berkala. Teknik fisioterapi dada secara
signifikan dapat digunakan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas.
Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dari 5 jurnal yang
telah dilakukan review menunjukkan teknik
fisioterapi dada dapat digunakan sebagai
terapi non farmakologi untuk mengatasi
masalah keperawatan bersihan jalan nafas
pada pasien anak dengan penyakit sistem
pernafasan.
JURNAL 4 :
Judul Penerapan Fisioterapi Dada Terhadap
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien
Bronkitis Usia Pra Sekolah.
Page 33
39
Penulis Hidayah Widias Ningrum, Yuli Widyastuti, Anik
Enikmawati.
Asal jurnal http://repository.itspku.ac.id/id/eprint/75
Tahun 2019
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menyusun resume
asuhan keperawatan dan mengidentifikasi manfaat
fisioterapi dada untuk meningkatkan efektifitas
bersihan jalan nafas pada asuhan keperawatan anak
dengan bronkitis.
Metode Jenis metode penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
case study research.
Hasil Setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada
sebanyak 2 kali sehari selama 3 hari bersihan jalan
nafas pada kedua pasien efektif dengan kriteria
hasil frekuensi pernafasan dalam batas normal,
irama pernafasan dalam batas normal, mampu
mengeluarkan sputum, tidak ada suara nafas
tambahan, batuk berkurang.
Kesimpulan Fisioterapi dada efektif bermanfaat meningkatkan
bersihan jalan nafas pada asuhan keperawatan anak
dengan kasus bronkitis.
Page 34
40
JURNAL 5 :
Judul Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada Dan Pursed
Lips Breathing (Tiupan Lidah) Terhadap Bersihan
Jalan Nafas Pada Anak Balita Dengan Pneumonia.
Peneliti Titin Hidayatin
Asal jurnal https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt
=0%2C5&q=pengarub+pemberian+fisioterapi+
dada+dan+lips+breathing&oq=pengarub+pemb
erian+fisioterapi+dada+dan+lips+b#d=gs_qabs
&u=%23p%3DVNPgKqVo-3IJ
Vol/No/Page/Tahun 11/01/15/2019
Tujuan Diketahuinya pengaruh pemberian fisioterapi dada
dan pursed lips breathing terhadap bersihan jalan
napas pada anak balita dengan pneumonia di RSUD
Kabupaten Indramayu.
Metode Penelitian ini menggunakan menggunakan quasy
experimental dengan rancangan non randomized
without control group pretestposttest dengan
jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 30
responden yang dibagi dalam 3 kelompok
intervensi. Teknik pengambilan data adalah
concecutive sampling.Analisa data yang digunakan
adalah Cochran Post Hoc Mc Name.
Page 35
41
Hasil Hasil penelitian menunjukkan untuk kelompok
fisioterapi dada dan pursed lips breathing
menunjukkan ada pengaruh yang signifikan
terhadap bersihan jalan napas dengan nilai P value
0,000, sedangkan untuk kelompok pursed lips
breathing tidak ada pengaruh terhadap bersihan
jalan napas dengan nilai P value 0, 112. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan landasan dalam
memberikan asuhan keperawatan mandiri pada
anak balita yang mengalami pneumonia dengan
bersihan jalan nafas.
Kesimpulan Ada perbedaan antara bersihan jalan napas sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi fisioterapi dada
pada anak balita dengan pneumonia dengan p Value
0,000. Dan ada perbedaan antara bersihan jalan
napas sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
fisioterapi dada dan pursed lips breathing(tiupan
lidah) pada anak balita dengan pneumonia dengan p
Value ,000.
Page 36
42
2.4 Hubungan antar konsep
Keterangan :
: Diteliti : Berhubungan
.................... : Tidak diteliti : Berpengaruh
Gambar 2.2 : Kerangka teori pada Pemberian fisioterapi dada dalam mengatasi
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien bronkopneumonia anak
Etiologi penyakit
bronkopneumonia
disebabkan oleh
beberapafaktor diantaranya
adalah :
1. Bakteri :
Streptococcus,
Staphylococcus, H.
Influenzae,
Klebsiella.
2. Virus : Legionella
pneumonia
3. Jamur : Aspergillus
spesies, Candida
albicans
4. Aspirasi makanan,
sekresi orofaringeal
atau isi lambung ke
dalam paru-paru
5. Terjadi karena
kongesti paru yang
lama
Asuhan keperawatan :
1. Pengkajian
2. Diagnosa
keperawatan
3. Rencana
tindakan
4. Implementasi
5. Evaluasi
Penderita
bronkopneumoni
a
Pada pasien anak bronkopneumonia
dengan masalah
ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Tanda dan gejala pada
bronkopneumonia sering ditandai
dengan :
1. Batuk
2. akumulasi sekret atau
penumpukan sekret
3. kesulitan bernapas seperti
napas cepat
4. tarikan dinding dada