Top Banner
DIABETES MELITUS TIPE 2 Yoseph Adi Kristian – NIM 102008015 Mahasiswa semester 5 FK UKRIDA angkatan 2008 [email protected] / +62 81390 357 073 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (Soegondo et. al, 2006). Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi perhatian yang serius selain dari segi epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the great imitator. Hal ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh secara anatomis maupun fungsional (Lawrence, 2005). Komplikasi kronik dari penyakit DM menyebabkan kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal, genito urinari, dermatologi, infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo skeletal (Harrison 2007, h. 2161; Smith L 2002, h. 30). 1
39

62461630-Skenario-DM-2

Apr 16, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 62461630-Skenario-DM-2

DIABETES MELITUS TIPE 2

Yoseph Adi Kristian – NIM 102008015

Mahasiswa semester 5 FK UKRIDA angkatan 2008

[email protected] / +62 81390 357 073

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami

peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi kenaikan jumlah

penderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000

menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik,

diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133

juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar

7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan

8,1 juta di daerah rural (Soegondo et. al, 2006).

Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi perhatian yang serius selain dari segi

epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the great imitator. Hal ini disebabkan

penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh secara anatomis

maupun fungsional (Lawrence, 2005). Komplikasi kronik dari penyakit DM menyebabkan

kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal, genito urinari, dermatologi,

infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo skeletal (Harrison 2007, h. 2161; Smith L

2002, h. 30).

1

Page 2: 62461630-Skenario-DM-2

Pada era globalisasi saat ini umumnya masih banyak gaya hidup masyarakat yang masih

belum memahami tentang pentingnya kesehatan. Mereka pada umumnya mengkonsumsi

segala jenis makanan, seperti : makanan tinggi lemak dan kolesterol tanpa diimbangi dengan

olahraga atau aktifitas fisik untuk membakar lemak dan gaya hidup yang salah, seperti :

kebiasaan merokok dan minum - minuman keras ataupun mengkonsumsi narkoba yang

kesemuanya itu dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Diantara masalah

kesehatan tersebut akan mengakibatkan timbulnya penyakit Reumatik, Diabetes Mellitus,

Jantung, Ginjal dan sebagainya.

Dari berbagai penyakit diatas diantaranya adalah Diabetes Mellitus. Diabetes Mellitus adalah

sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia (Smeltzer C, Suzanne, 2001). Diabetes Mellitus mempunyai dua tipe yang

pertama Diabetes Mellitus tipe I (IDDM) yaitu diabetes mellitus yang tergantung insulin dan

yang kedua Diabetes mellitus tipe II (NIDDM) yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung

insulin. Diabetes mellitus tipe I biasanya terjadi pada usia kurang dari 30 tahun dengan

persentase 5% - 10% dari seluruh penderita diabetes mellitus. Sedangkan pada kasus diabetes

mellitus tipe II sering ditemukan pada usia lebih dari 30 tahun dengan persentase 90% - 95%

seluruh penderita diabetes mellitus, obesitas 80% dan non obesitas 20% (Smeltzer C.

Suzanne, 2001).

Menurut riset, penderita diabetes mellitus di Indonesia mencapai 12 juta jiwa atau 5% dari

seluruh penduduk. Sekitar 30% dari penderita mengalami kebutaan akibat komplikasi

retinopati dan 10% harus menjalani amputasi. Untuk resiko kematiannya 4 – 5 kali lebih

tinggi dari pada non diabetes dengan sebab akibat 50% jantung koroner dan 30% akibat gagal

ginjal.

Penyakit diabetes mellitus memerlukan penatalaksanaan medis dan keperawatan untuk

mencegah komplikasi akut seperti ketoasidosis dan sindrom koma hiperglikemik

hiperosmolar non ketotik yang dapat menyebabkan kematian dan juga dapat menimbulkan

komplikasi jangka panjang, seperti penyakit makrovaskuler, penyakit mikrovaskuler dan

penyakit oftamologi lainnya.

2

Page 3: 62461630-Skenario-DM-2

Penyakit diabetes mellitus perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik oleh perawat.

Secara kuratif dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah, melakukan perawatan

luka dan mengatur diet makanan yang harus dimakan sehingga tidak terjadi peningkatan

kadar gula darah. Selain itu perawat juga berperan secara preventif yaitu dengan cara

memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes mellitus untuk meningkatkan

pemahaman klien dan mencegah terjadinya komplikasi.

1.2 Epidemiologi

Secara epidemiologic diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulainya

terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan

mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi dini. Penelitian lain menyatakan

bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 meningkat 5 – 10 kali lipat karena

terjadi perubahan perilaku rural – tradisional menjadi urban1.

Factor risiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah : bertambahnya usia,

lebih banyak dan lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, dan berkurangnya aktivitas

jasmani.semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa factor genetic yang berhubungan

dengan terjadinya DM tipe 2.

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan

diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6 kecuali di dua tempat yaitu di

Pekajangan, suatu desa dekat Semarang, 2,3% dan di Manado 6%.

Suatu penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi

DM tipe 2 sebesar 14.7%, suatu angka yang sangat mengejutkan. Demikian juga di Makasar

prevalensi diabetes terakhir tahun 2005 mencapai 12.5%

Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan terutama

disebabkan oleh karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian

dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang

akan dating kekerapan DM di Indonesia akan meningkat drastis.

Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO seperti tampak pada tabel 1,

Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes

sebanyak 12.4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995.

3

Page 4: 62461630-Skenario-DM-2

Tabel 1. Prevalensi DM di berbagai negara1

Urutan Negara 1995 (juta) Urutan Negara 2025 (juta)1 India 19.4 1 India 57.22 China 16.0 2 China 37.63 USA 13.9 3 USA 21.94 Russia 8.9 4 Pakistan 14.55 Jepang 6.3 5 Indonesia 12.46 Brazil 4.9 6 Russia 12.27 Indonesia 4.5 7 Mexico 11.78 Pakistan 4.3 8 Brazil 11.69 Mexico 3.8 9 Mesir 8.810 Ukraina

Semua negara

lain

Jumlah

3.6

49.7

135.3

10 Jepang 8.5

103.6

300

Dari angka – angka diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun

penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang

jauh lebih besar yaitu 86 – 138% yang disebabkan oleh karena:

• Factor demografi

• Gaya hidup ke barat - baratan

• Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi

• Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih panjang

1.3 Rumusan masalah

Masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana batasan dan klasifikasi diabetes mellitus tipe 2 ?

4

Page 5: 62461630-Skenario-DM-2

2. Bagaimana diagnose dini terhadap diabetes mellitus tipe 2 ?

3. Bagaimana upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap diabetes mellitus tipe

2 ?

1.4 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui batasan dan klasifikasi diabetes mellitus tipe 2

2. Mengetahui diagnose dini terhadap diabetes mellitus tipe 2

3. Mengetahui upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap diabetes mellitus tipe

2

1.5 Manfaat

Penulisan ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pembaca tentang upaya

pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 beserta komplikasinya berdasarkan

batasan, klasifikasi, dan diagnose dini diabetes mellitus tipe 2.

5

Page 6: 62461630-Skenario-DM-2

BAB II

ISI

SKENARIO

Tn.A umur 50 th datang dengan keluhan kaki kesemutan terus menerus,kram dan sakit bila

berjalan 50 – 100m. Riwayat pasien juga sering bangun untuk kencing 5x/malam, BAK banyak

bisa kira – kira 1 – 2 gelas aqua, gatal diselakangan sudah 3 bulan lalu. Pasien pernah berobat 3

bulan lalu ke dokter kulit, tidak membaik melainkan bertambah merah dan tetap gatal dan perih.

PF: KU baik, kesadaran: compos mentis, TD 120/80mmHg, nadi 84x/menit, pada pemeriksaan

abdomen: hepar tidak teraba membesar, Lien: tidak teraba membesar. APR: +menurun/

+menurun, KPR:+menurun/+menurun. GDS:210mg/dL. Ureum: 88mg/dL, glukosa urin (+)

I. ANAMNESIS

• KELUHAN UTAMA

Kaki kesemutan terus menerus, kram dan sakit bila berjalan 50 – 100m.

Dapat ditanyakan kepada pasien :

o Berat badan turun

o Lemas – lemas

o 3P (polifagi, polidipsi, poliuri)

• KELUHAN PENYERTA

6

Page 7: 62461630-Skenario-DM-2

Banyak kencing pada malam hari (nokturia), dengan jumlah urin yang

berlebih (poliuria).

• RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU

Gatal diselakangan sejak 3 bulan yang sudah diberobatkan namun tak kunjung

sembuh, melainkan bertambah merah, tetap gatal, dan perih.

II. PEMERIKSAAN FISIK

• INSPEKSI

Evaluasi keadaan umum pasien, menilai tingkat kesadaran pasien, melihat

kemungkinan adanya ulkus/ gangrene diabetikum, retinopati.

• PALPASI

Perabaan hepar dan lien : tidak membesar

• REFLEX FISIOLOGIS

KPR +menurun/+menurun

APR +menurun/+menurun

7

Page 8: 62461630-Skenario-DM-2

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG

• LABORATORIUM

TD : 120/80 mmHg (normal)

Gula darah sewaktu :210 mg/dL (meningkat)

Ureum : 88mg/dL (meningkat)

Hb : 10g/dL (anemis)

Glukosa urin (+)

Nilai rujukan :

o GDS plasma vena : ≤110 mg/dL

o GDP plasma vena : ≤110 mg/dL

o Hb : 12 – 14 g/dL (P), 13 – 16 g/dL (L)

o Ureum : 20 – 40 mg/dL

IV. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

• DIABETES MELLITUS TIPE 1

Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut

diabetes juvenilis;A), terdapat kekurangan insulin absolut sehinga pasien

membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada

sel beta pancreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu

dipicu oleh infeksi virus. Pulau pancreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat

ditemukan autoantibody terhadap jaringan pulau (ICA) dan insulin (IAA).

8

Page 9: 62461630-Skenario-DM-2

ICA pada beberapa kasus dapat dideteksi selama bertahun-tahun sebelum

onset penyakit. Setelah kematian sel beta, ICA akan menghilang kembali.

Sekitar 80% pasien membentuk antibody terhadap glutamate dekarboksilase

yang di ekspresikan di sel beta. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawa

antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi

genetic2.

Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset

diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM)

adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi

darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans

pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun

lebih sering didapat pada anak – anak.

Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan,

bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1

memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai

dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin

umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah

kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi

autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin,

dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat

monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk

tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin,

ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa

mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya

hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya,

juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan

9

Page 10: 62461630-Skenario-DM-2

untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah

ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (bolus) dari insulin yang

dibutuhkan pada saat makan.

Tabel 2. Diagnosis banding DM tipe 1 dengan DM tipe 2 (2)

Type 1 Diabetes Type 2 DiabetesEtiology Autoimmune Peripheral resistanceFormerly known as

IDDM (juvenile diabetes)

NIDDM or “adult onset” diabetes

Age of onset Younger OlderObesity Rare CommonFamily History/Twin concordance

Rare Common

HLA association

Yes No

Ketosis Yes YesInsulin resistance

No Yes

Endogenous insulin

No Yes

Respond to Oral Agents

No Yes

Metabolic lability

Labile Not labile

• DIABETES MELLITUS TIPE 3

Merupakan diabetes mellitus yang diakibatkan oleh berbagai hal 2 :

a) Defek genetic fungsi sel beta

Glukosa transporter 2, glukokinase, mitokondria

b) Defek genetic kerja insulin

10

Page 11: 62461630-Skenario-DM-2

Insulin gen, reseptor insulin, resisten insulin tipe A,

leprechaunism, sindrom Rabson Medenhall, diabetes

lipoatropik

c) Penyakit eksokrin pancreas

Pancreatitis, neoplasma, fibrosis, calculus, pankreatektomi

d) Endokrinopati

Akromegali, cushing syndrome, hipertiroidisme,

feokromositoma (tumor anak ginjal), somatostatinoma,

aldosteroma.

e) Akibat obat – obatan / zat kimia

Glukokortikoid, hormone tiroid, vacor, pentamidin, asam

nikotinat, diazoxid, agonis beta adrenergic, tiazid, dilantin,

interferon alfa, streptozotocin, alloxan, nitrosamine.

f) Infeksi

Coxsackie virus, rubella congenital, CMV

g) Akibat reaksi imun (jarang)

Antibody, antiinsulin (tubuh memproduksi zat anti terhadap

insulin sehingga glukosa tidak dapat dimasukkan ke dalam sel)

h) Sindrom genetic lain

Sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, Sindrom

Wolfram’s.

11

Page 12: 62461630-Skenario-DM-2

V. DIAGNOSIS KERJA

• DIABETES MELLITUS TIPE 2

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam

menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara

pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk

memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di

laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali

mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga

dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan

angka – angka kriteria diangostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk

pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler 3.

Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostic

DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM, sedangkan

pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak

bergejala, yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostic akan dilakukan

kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk

memastikan diagnosis definitive.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM

sebagai berikut 3 :

1) Usia > 45 tahun

12

Page 13: 62461630-Skenario-DM-2

2) Berat badan lebih: BBR > 110% BB idaman atau IMT >23 kg/m2

3) Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)

4) Riwayat DM dalam garis keturunan

5) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000gr

6) Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau TG ≥ 250 mg/dL

Catatan :

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negative,

pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun, sedangkan bagi mereka

yang berusia >45 tahun tanpa factor risiko, pemeriksaan penyaring dapat

dilakukan tiap 3 tahun.

Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya

(mass screening) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal, rencana tidak

lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan

untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up) adanya

pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat

dianjurkan.

13

Page 14: 62461630-Skenario-DM-2

Gambar 1. Langkah – langkah diagnosis DM dan toleransi glukosa terganggu (3)

Gambar 2. Langkah diagnosis DM dan TGT dari TTGO (3)

14

Page 15: 62461630-Skenario-DM-2

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa

terganggu(TGT) dan glukosa darah puasa terganggu(GDPT), sehingga dapat

ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT

merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3

kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 menjadi

normal. Adanya TGT sering berkaitan dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT

ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

normal. TGT sering berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi dan

dislipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM

dapat ditegakan sedini mungkin dan pencegahan primer dan sekunder dapat segera

diterapkan.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu dan kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi

glukosa oral (TTGO) standar.

Tabel 3. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan

Diagnosis

Kadar glukosa darah

sewaktu (mg/dL)

Plasma vena < 110 110 – 199 ≥ 200Darah kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200

Kadar glukosa darah

puasa (mg/dL)

Plasma vena < 110 110- 125 ≥ 126Darah kapiler < 90 90 – 109 ≥ 110

Langkah-langkah Untuk Menegakan Diagnosis DM dan GTG

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan,

gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

15

Page 16: 62461630-Skenario-DM-2

Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dL sudah cukup

untuk menentukan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥

126 mg/dL juga digunakan untuk patokan penegak diagnosis DM. Untuk kelompok

tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja

abnormal, belum cukup kuat untuk melakukan diagnosis DM. Diperlukan pemastian

lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah

puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain,

atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah

pasca pembebanan ≥200 mg/dl (nilai rujukan pasca TTGO <140 mg/dL) (3).

VI. ETIOLOGI

Etiologi DM tipe 2 bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai

defisisensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama

resistensi insulin (4).

VII. PATOFISIOLOGI

Diabetes mellitus disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat absolute atau

relative, dan diantara beberapa akibatnya menyebabkan peningkatan konsentrasi

glukosa plasma. Penyakit ini diberikan nama demikian karena ekskresi glukosa di

dalam urin. Penyakit ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, tergantung dari

penyebab dan perjalanan penyakitnya. Klasifikasi ini berguna, meskipun sangat

sederhana (5).

Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut

dengan DM tipe dewasa;B) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering

terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetic juga berperan penting. Namun terdapat

16

Page 17: 62461630-Skenario-DM-2

defisiensi insulin relative; pasien tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari

luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target

memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin.

Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi

karena disposisi genetic, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang

terlalu sedikit.

Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energy meningkatkan konsentrasi

asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan

glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi insulin yang

memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi menurun pada

reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang

penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal diabetes tipe II. Penyebab yang

lebih penting adalah adanya disposisi genetic yang menurunkan sensitifitas insulin.

Sering kali, pelepasan insulin selalu tidak pernah normal. Beberapa gen telah di

identifikasi sebagai gen yang menigkatkan terjadinya obesitas dan DM tipe II (5).

Diantara beberapa factor, kelaian genetic pada protein yang memisahkan rangkaian di

mitokondria membatasi penggunaan substrat. Jika terdapat disposisi genetic yang

kuat, diabetes tipe II dapat terjadi pada usia muda (onset maturitas diabetes pada usia

muda (MODY)).

Penurunan sensitifitas insulin terutama mempengaruhi efek insulin pada metabolism

glukosa, sedangkan pengaruhnya pada metabolism lemak dan protein dapat

dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung menyebabkan

hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak.

Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang

pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel.

Bahkan tanpa ada disposisi genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit

lain, seperti pancreatitis dengan kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel

beta. Diabetes mellitus ditingkatkan oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis,

diantaranya, somatotropin (pada akromegali), glukokortikoid (pada penyakit

Cushingatau stress), epinefrin (pada stress), progestogen dan kariomamotropin (pada

kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon. Infeksi yang berat meningkatkan

17

Page 18: 62461630-Skenario-DM-2

pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan di atas sehingga meningkatkan

pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan diatas sehingga meningkatkan

manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes karena

somatostatin yang diekskresikan akan menghambat pelepasan insulin.

VIII. PENATALAKSANAAN

Langkah pertama dalam mengelola DM selalu dimulai dengan pendekatan non

farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan/ terapi nutrisi medic, kegiatan jasmani

dan penurunan berat badan bila didapatkan obesitas.bila dengan langkah-langkah

tersebut sasaran pengendalian diabetes belum tercapai, maka dilanjutkan dengan

penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan

intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-

macam penyebab terjadinya hiperglikemia. Pada kegawatan tertentu (ketoasidosis,

diabetes dengan infeksi, stress), pengelolaam farmakologis dapat langsung diberikan,

umumnya dibutuhkan insulin. Keadaan seperti ini memerlukan perawatan di rumah

sakit.

Terapi gizi medis

Merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat direkomendasikan bagi

penyandang diabetes (diabetisi). Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah

melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan

melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual (6).

Beberapa manfaat telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain :

1) Menurunkan berat badan

2) Menurunkan tekanan darah

3) Menurunkan kadar glukosa darah

4) Memperbaiki profil lipid

18

Page 19: 62461630-Skenario-DM-2

5) Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin

6) Memperbaiki system koagulasi darah

Tujuan terapi gizi medis

Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan

mempertahankan:

Kadar glukosa darah mendekati normal

• Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl

• Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl

• Kadar A1c <7%

Tekanan darah <130/80 mmHg

Profil lipid

• LDL <100 mg/dl

• HDL >40 mg/dl

Berat badan senormal mungkin

Kebutuhan zat gizi

1. Protein

Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang asupan

protein orang dengan diabetes. Menurut konsensus pengelolaan diabetes di Indonesia

kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes adalah 10 – 15% energi. Perlu

penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi

dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa dan 65% hendaknya bernilai biologi

tinggi (6).

19

Page 20: 62461630-Skenario-DM-2

2. Lemak

Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih 10% energi

dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60 – 70% total energi dari

lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan karbohidrat. Distribusi energi dari lemak dan

karbohidrat dapat berbeda-beda setiap individu berdasarkan pengkajian gizi dan

tujuan pengobatan. Anjuran persentase energi dari lemak tergantung dari hasil

pemeriksaan glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan.

Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat memperbaiki kadar glukosa darah,

menurunkan kadar trigliserid, kolesterol total, kolesterol VLDL, dan meningkatkan

HDL. Sedangkan PUFA dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida,

memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang

dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktivitas enzim

lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga

dapat menurunkan kadar LDL(6,7).

3. Karbohidrat dan Pemanis

Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total karbohidrat dari pada

jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal, menilai kembali fruktosa dan

lebih konservatif untuk serat. Buah dan susu sudah terbukti mempunyai respon

glikemik menyerupai roti, nasi dan kentang. Walaupun berbagai tepung-tepungan

mempunyai respon glikemik yang berbeda, prioritas hendaknya lebih pada jumlah

total karbohidrat yang dikonsumsi dari pada sumber karbohidrat. Anjuran konsumsi

karbohidrat untuk orang dengan diabetes di Indonesia adalah 60 – 70% energi(6,7).

5. Sukrosa

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari

perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu dengan

diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa harus

diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak hanya dengan

menambahkannya pada perencanaan makan. Dalam melakukan substitusi ini

20

Page 21: 62461630-Skenario-DM-2

kandungan zat gizi dari makanan-makanan manis yang pekat dan kandungan zat gizi

makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, demikian juga adanya

zat gizi-zat gizi lain pada makanan tersebut seperti lemak yang sering dimakan

bersama sukrosa. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi memberikan lebih banyak

zat gizi dari pada makanan dengan sukrosa sebagai satu-satunya zat gizi(6,7).

6. Pemanis

a. Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa dan

kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat

memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. Namun demikian,

karena pengaruh penggunaan dalam jumlah besar (20% energi) yang potensial

merugikan pada kolesterol dan LDL, Fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan

sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita dislipidemia

hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar, namun tidak

ada alas an untuk menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang mengnadung

fruktosa alami ataupun konsumsi sejumlah sedang makanan yang mengandung

pemanis fruktosa(7).

b. Sorbitol mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols) yang

menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa dan karbohidrat lain.

Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan dapat mempunyai pengaruh laxatif(7).

c. Sakarin, aspartam, acesulfame, sukralosa adalah pemanis non kalori yang dapat

diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM(7).

7. Serat

Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk orang

yang tidak diabetes. Dianjurkan mengkonsumsi 25 – 50 gr serat makanan dari

berbagai sumber bahan makanan(7).

8. Natrium

Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa yaitu tidak

21

Page 22: 62461630-Skenario-DM-2

lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan sampai sedang,

dianjurkan 2400 mg natrium perhari(7).

PRINSIP PERENCANAAN MAKAN ORANG DENGAN DIABETES DI INDONESIA

A. Kebutuhan Kalori.

Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Komposisi

energi adalah

60 – 65% karbohidrat,

15 - 20% protein

20 – 25% lemak.

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang dengan diabetes.

Diantaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang

besarnya 25-30 kalori/kgBB, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu

jenis kelamin, umur, aktivitas, kehamilan/laktasi, demam (tiap kenaikan 1˚C + 13% basal)

adanya komplikasi dan berat badan (7).

Cara lain adalah seperti tabel 3. Sedangkan cara yang lebih gampang lagi adalah dengan

pegangan kasar, yaitu untuk pasien kurus 2100 – 2500 kalori, normal 1700 – 1900 kalori dan

gemuk 1100 - 1500 kalori .

Tabel 3. Kebutuhan kalori orang dengan diabetes (7)

Dewasa Kalori/kgBB idealKerja ringan Kerja sedang Kerja berat

Gemuk 25 30 35

Normal 30 35 40

Kurus 35 40 40 -50

22

Page 23: 62461630-Skenario-DM-2

Penentuan status gizi berdasarkan rumus Broca

Pertama – tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus : berat badan

idaman (BBI kg) = (TB cm – 100) – 10%.

Untuk laki – laki <160cm, wanita <150cm, perhitungan BB idaman tidak dikurangi 10%.

Penentuan status gizi dihitung dari : (BB actual/BB idaman) x 100%

• Berat badan kurang BB <90% BBI

• Berat badan normal BB 90 – 110% BBI

• Berat badan lebih BB 110 – 120% BBI

• Gemuk BB >120% BBI

Untuk kepentingan praktis di lapangan, digunakan rumus Broca.

Penentuan kebutuhan kalori per hari :

1. Kebutuhan basal :

• Laki – laki : BB idaman (kg) X 30 kalori

• Wanita : BB idaman (kg) X 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian :

• Umur diatas 40 th : -5%

• Aktivitas ringan : +10%

(duduk-duduk, nonton tv)

• Aktivitas sedang : +20%

(kerja kantoran, ibu rumah tangga, perawat, dokter)

• Aktivitas berat : +30%

(olahragawan, tukang becak)

• Berat badan gemuk : -20%

• Berat badan lebih : -10%

• Berat badan kurus : + 20%

3. Stress metabolic : + 10 – 30 %

(infeksi, operasi, stroke)

4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori

23

Page 24: 62461630-Skenario-DM-2

5. Kehamilan trimester III dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 prosi besar untuk makan pagi (20%), makan siang

(30%), makan malam (25%) serta 2 – 3 porsi ringan (10 – 15%) di antara makan besar.

Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan

jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara

bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita (6).

Contoh :

Pasien seorang laki – laki usia 48 th, mempunyai tinggi 160 cm dan berat badan 63 kg,

mempunyai pekerjaan sbg penjaga toko.

Perhitungan kebutuhan kalori:

• Berat badan ideal = (TB cm – 100) kg – 10 %

= (160 cm – 100)kg – 10%

= 60kg – 6kg

= 54 kg

• Status gizi = (BB actual / BB ideal) X 100 %

= (63 kg / 54 kg) X 100 %

= 116 % (termasuk berat badan lebih)

• Jumlah kebutuhan kalori per hari :

o Kebutuhan kalori basal = BB ideal X 30 kalori

= 54 X 30 kalori = 1620 kalori

o Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20% = 20% X 1620 kalori =

324 kalori

o Koreksi karena kelebihan berat badan dikurangi 10 % = 10% X 1620 =

162 kalori

Distribusi makanan :

1. Karbohidrat 60 % = 60 % X 1700 kalori = 1020 kalori dari karbohidrat yang

setara dengan 255 gram karbohidrat (1020 kalori : 4 kalori/gram karbohidrat)

2. Protein 20 % = 20% X 1700 kalori = 340 kalori dari protein yang setara dengan

85 gram protein (340 kalori : 4 kalori/gram protein)

24

Page 25: 62461630-Skenario-DM-2

3. Lemak 20 % = 20% X 1700 kalori = 340 kalori dari lemak yang setara dengan

37.7 gram lemak (340 kalori : 9 kalori/gram lemak)

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori

1. Jenis Kelamin.

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, untuk ini dapat dipakai angka 25

kal/kg BB untuk wanita dan angka 30 kal/kg BB untuk pria(7).

2. Umur.

• Pada bayi dan anak-anak kebutuhan kalori adalah jauh lebih tinggi daripada orang

dewasa, dalam tahun pertama bisa mencapai 112 kg/kg BB.

• Umur 1 tahun membutuhkan lebih kurang 1000 kalori dan selanjutnya pada anak - anak

lebih daripada 1 tahun mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap tahunnya.

• Penurunan kebutuhan kalori diatas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade

antara 40 dan 59 tahun, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi 10%, diatas 70

tahun dikurangi 20%.

3. Aktifitas Fisik atau Pekerjaan.

Jenis aktifitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula. Jenis aktifitas

dikelompokan sebagai berikut :

• Keadaan istirahat : kebutuhan kalori basal ditambah 10%.

• Ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah tangga, dan

lain-lain kebutuhan harus ditambah 20% dari kebutuhan basal.

• Sedang : pegawai di insdustri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang,

kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal.

• Berat : petani, militer dalam keadaan latihan, penari, atlit, kebutuhan ditambah 40%.

• Sangat berat : tukang beca, tukang gali, pandai besi, kebutuhan harus ditambah

50% dari basal.

25

Page 26: 62461630-Skenario-DM-2

4. Kehamilan/Laktasi.

Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori/hari dan pada trimester II dan III

350 kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan sebanyak 550 kalori/hari.

5. Adanya komplikasi. Infeksi,

Trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan suhu memerlukan tambahan kalori

sebesar 13% untuk tiap kenaikkan 1 derajat celcius.

6. Berat Badan.

Bila kegemukan/terlalu kurus, dikurangi/ditambah sekitar 20-30% bergantung kepada

tingkat/kekurusannya.

B. Gula.

Gula dan produk-produk lain dari gula dikurangi, kecuali pada keadaan tertentu, misalnya

pasien dengan diet rendah protein dan yang mendapat makanan cair, gula boleh diberikan

untuk mencukupi kebutuhan kalori, dalam jumlah terbatas. Penggunaaan gula sedikit dalam

bumbu diperbolehkan sehingga memungkinkan pasien dapat makan makanan keluarga.

Penggunaaan gula untuk minuman dapat diberikan sesuai petunjuk bila diperlukan(7).

C. Standard Diet Diabetes Mellitus.

Untuk perencanaan pola makan sehari, pasien diberi petunjuk berapa kebutuhan bahan

makanan setiap kali makan dalam sehari dalam bentuk Penukar (P). Berdasarkan pola makan

pasien tersebut dan daftar bahan makanan penukar, dapat disuusn menu makanan sehari-

hari(7).

D. Daftar Makanan Penukar.

Daftar bahan makanan penukar adalah suatu daftar nama bahan makanan dengan ukuran

tertentu dan dikelompokkan berdasarkan kandungan kalori, protein, lemak dan karbohidrat(7).

Setiap kelompok bahan makanan dianggap mempunyai nilai gizi yang kurang lebih sama .

26

Page 27: 62461630-Skenario-DM-2

Dikelompokkan menjadi 7 kelompok bahan makanan yaitu :

• Golongan 1 : bahan makanan sumber karbohidrat.

• Golongan 2 : bahan makanan sumber protein hewani.

• Golongan 3 : bahan makanan sumber protein nabati.

• Golongan 4 : sayuran.

• Golongan 5 : buah-buahan.

• Golongan 6 : Susu.

• Golongan 7 : Minyak

Latihan jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,

sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training). Sedapat

mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur), disesuaikan

dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah

berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20 menit dan

olahraga berat misalnya joging(6).

Terapi Farmakologis

Insulin

Termasuk peptide golongan IGFs ( Insuline like Growth Factor ) IGF-1 dan IGF-2

Mekanisme kerjanya :

Merubah glukosa menjadi glikogen (glikogenesis)

Mencegah perubahan glikogen (hati) menjadi glukosa (glikogenolisis)

Hambatan perubahan protein dan lemak menjadi glukosa (glukoneogenesis)

27

Page 28: 62461630-Skenario-DM-2

Farmakokinetik :

Absorpsi parenteral : subkutan daerah abdominal (paling baik puasa)

Distribusi ke seluruh jaringan tubuh

Waktu paruh : 6 – 8 menit

Ekskresi melalui ginjal

Preparat :

Insulin kerja cepat : semilente dan regular insulin (RI)

Insulin kerja sedang : intermediate lente, isophane, monotard

Insulin kerja lama : protamin zinc insulin (PZI), ultralente

Insulin campuran : mixtard, humulin 30/70

Continous pump, pencil injection, dll

Obat Anti Hiperglikemik Oral / Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

1. GOLONGAN INSULIN SENSITIZISER

Biguanid. Saat ini golongan biguanid yang sering dipakai adalah metformin.

Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi didalam usus dan hati, tidak

dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan oleh ginjal. Karena cepatnya proses tersebut

maka metformin biasanya diberikan 2 – 3x/hari kecuali dalam bentuk extended release.

Pengobatan dengan dosis maksimal akan dapat menurunkan A1C sebesar 1-2%. Efek

samping yang terjadi adalah asidosis laktat, dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak

28

Page 29: 62461630-Skenario-DM-2

diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin > 1,3 mg/dl pada perempuan

dan >1,5mg/dl pada laki-laki) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta harus

diberikan dengan hati-hati pada orang lanjut usia(8).

Mekanisme kerja.

Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada

tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati.

Metformin meningkatkan pemakain glukosa oleh usus sehingga menurunkan glukosa darah

dan juga diduga menghambat absorbsi glukosa diusus sesudah asupan makanan.

Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah

2 jam dan akan diekskresi lewat urin secara utuh dengan waktu paruh 2-5 jam.

Penelitian terakhir melaporkan bahwa efek metformin diatas diduga terjadi melalui

peningkatan glukosa oleh jaringan perifer yang dipengaruhi AMP acticated protein kinase

(AMPK), yang merupakan regulator selular utama bagi metabolisme lipid dan glukosa.

Aktifasi AMPK pada hepatosit akan mengurangi aktifitas acetil co-A karboksilase (ACC)

dengan induksi oksidasi asam lemak dan menekan ekspresi enzim lipogenik.

Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan hipoglikemik

sehingga tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada

pemakaian kombinasi dengan sulfonylurea, hipoglikemi dapat terjadi akibat pengaruh

sulfonylureanya. Pada pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan glukosa darah

sampai 20% dan konsentrasi insulin plasma pada keadaan basal juga turun. Metformin tidak

menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada pemakaian sulfonylurea.

Kombinasi anatara metformin dan sulfonylurea saat ini merupakan kombinasi yang rasional

karena mempunyai cara kerja yang sinergis sehingga kombinasi ini dapat menurunkan

glukosa darah lebih banyak dari pengobatan tunggal masing-masing, baik pada dosis

maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis rendah. Kombinasi dengan dosis

maksimal dapat menurunkan glukosa darah yang lebih banyak.

29

Page 30: 62461630-Skenario-DM-2

Pemakaian kombinasi dengan sulfonylurea sudah dianjurkan sejak awal pengelolaan

diabetes, berdasarkan penelitian UKPDS(United Kingdom Prospective Diabetes Study) dan

hanya 50% pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tunggal

metformin atau sulfonylurea sampai dosis maksimal.

Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan

glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfonylurea lebih baik

daripada insulin dengan metformin. Peneliti lain ada yang mendapatkan kombinasi insulin

dengan metformin lebih baik daripada dengan insulin saja(8).

Efek samping gastrointestinal tidak jarang didapatkan pada pemakaian awal metformin dan

ini dapat dikurangi dengan memberikan obat dimulai dengan dosis rendah dan diberikan

bersamaan dengan makanan.

Disamping berpengaruh pada glukosa darah, metformin juga berpengaruh pada komponen

lain resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan darah dan juga plasminogen activator inhibitor

(PAI-1).

Penggunaan dalam klinik. Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai

kombinasi dengan SU, repaglinid, nateglinid, penghambat alfa glikosidase dan glitazone.

Penelitian klinik memberikan hasil yang bermakna dalam penurunan glukosa darah puasa

(60-70 mg/dl) dan A1C(1-2%) dibandingkan dengan placebo pada pasien yang tidak dapat

terkendali dengan diet. Efektifitas metformin menurunkan glukosa darah pada orang gemuk

sebanding dengan kekuatan SU. Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin,

mencegah penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai

monoterapi pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan

resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila denan monoterapi tidak berhasil

maka dilakukan kombinasi dengan SU atau obat antidiabetik lain.

Glitazone.

Golongan Thiazoliadinediones atau glitazon adalah golongan obat yang juga mempunyai

efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Obat ini bisa diberikan secara

oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak berhubungan dengan obat oral lainnya.

30

Page 31: 62461630-Skenario-DM-2

Monoterapi dengan glitazone dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingga 59-

80 mg/dl dan A1C 1,4-2,6% dibandingkan dengan placebo.

Rosiglitazone dan pioglitazone dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi

dengan metformin dan sekretagok insulin(8).

2. GOLONGAN SEKRETAGOK INSULIN

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh

sel beta pancreas. Golongan ini meliputi sulfonylurea dan glinid(8).

Sulfonylurea (generasi I) telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak tahun 1950an.

Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai,

terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. SU

sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau

mempertahankan sekresi insulin. Mempunyai sejarah penggunaan yang panjang dan sedikit

efek samping (termasuk hipoglikemia) dan relative murah. Berbagai macam obat golongan

ini umumnya mempunyai sifat farmakologis yang serupa, demikian juga efek klinis dan

mekanisme kerjanya.

Glinid (generasi II). Sekretagok insulin yabg baru, bukan merupakan SU dan merupakan

glinid. Kerjanya juga melalui reseptor SU (SUR) dan mempunyai struktur mirip dengan SU

tetapi tidak mempunyai efek sepertinya. Repaglinid dan nateglinid kedua-duanya diabsorbsi

dengan cepat setelah pmeberian secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolism dalam

hati sehingga diberikan 2-3 kali sehari. Reaglinid dapat menurunkan kadar glukosa darah

puasa walaupun mempunyai masa paruh yang singkat karena menempel pada kompleks SUR

sehingga dapat menurunkan ekuivalen A1C pada SU.

Sedang Nateglinid mempunyai masa tinggal leih singkat dan tidak menurunkan glukosa

darah puasa. Sehingga keduanya merupakan sekretagok yang khusus menurunkan gluklosa

postprandial dengan efek hipoglikemik yang minimal. Karena sedikit mempunyai efek

terhadap glukosa darah puasa maka kekuatannya untuk menurunkan A1C tidak begitu kuat(8).

31

Page 32: 62461630-Skenario-DM-2

3. PENGHAMBAT ALFA GLIKOSIDASE

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase didalam saluran

cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan

hiperglikemia posprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan

hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah Acarbose dengan efek samping flatulence dan

diare(8).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih OHO:

1) Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikan secara

bertahap.

2) Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping dari obat

tersebut.

3) Bila memberikannya bersama obat lain, harus dipikirkan interaksi yang mungkin

terjadi

4) Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah menggunakan

obat oral golongan lain, bila gagal baru beralih kepada insulin.

5) Usahakanlah agar obat terjangkau oleh pasien.

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi-komplikasi Diabetes Melitus antara lain(9):

a. Komplikasi Akut merupakan keadaan gawat darurat yang terjadi pada perjalanan

penyakit Diabetes Melitus. Menurut Subekti (2004), komplikasi akut dapat dibedakan

menjadi 2 yaitu:

32

Page 33: 62461630-Skenario-DM-2

(1). Hipoglikemia

Suatu keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan gukosa darah.

Gejala ini dapat ringan berupa koma dengan kejang.

(2). Ketoasidosis Diabetik

Merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit Diabetes

Melitus.

(3). Hiperosmolar non ketotik

Gejala poliuri, polidipsi, letargi. Insulin masih cukup untuk mengatur lipolisis.

Terjadi gangguan metabolisme karbohidrat dan protein. Tidak terjadi peningkatan

produksi benda keton. Terjadi hiperglikemi, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.

Kadar bikarbonat plasma dan pH darah dalam batas normal.

b. Komplikasi Kronik merupakan komplikasi yang terjadi dalam waktu yang lama.

Menurut Waspadji (2004), komplikasi kronik dibagi menjadi :

(1). Mikroangiopati

a. Ginjal

Mengalami kegagalan ginjal karena fungsi ginjal makin menurun ditandai sembab

muka, tekanan darah tinggi dan pucat.

b. Retina mata

Mengalami kebutaan atau pengurangan penglihatan karena terjadi kelainan yang

timbul pada retina akibat proses retinopati diabetic menyebabkan lensa, saraf, otot,

selaput pembuluh darah mata dapat terganggu fungsinya.

(2). Makroangiopati

a. Jantung koroner atau penyakit jantung arteriosklerotik karena otot jantung kurang

mendapatkan darah dari pembuluh darah jantung.

33

Page 34: 62461630-Skenario-DM-2

b. Pembuluh darah tepi. Terjadi penyempitan hingga penutupan pembuluh darah

sehingga peredaran darah didalam tungkai dan kaki menjadi inadekuat menyebabkan

kematian jaringan tungkai dan kaki.

c. Gejala cerebrovascular diseas. Risiko stroke pada penderita DM meningkat 8x lipat

dibanding orang sehat.

X. PROGNOSIS

Prognosis pada penderita diabetes tipe 2 bervariasi. Namun pada pasien diatas

prognosisnya dapat baik apabila pasien bisa memodifikasi (meminimalkan) risiko

timbulnya komplikasi dengan baik.

Serangan jantung , stroke, dan kerusakan saraf dapat terjadi. Beberapa orang dengan

diabetes mellitus tipe 2 menjadi tergantung pada hemodialisa akibat kompilkasi gagal

ginjal.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko komplikasi (2) :

• Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula),

perbanyak konsumsi serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak,

tomat, semangka, dainjurkan pisang ambon namun dalam jumlah terbatas)

• Gunakan minyak tak jenuh / PUFA (minyak jagung)

• Hindari konsumsi alcohol dan olahraga yang berlebihan

• Pertahankan berat badan ideal

• Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid

• Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori

prediabetes)

34

Page 35: 62461630-Skenario-DM-2

XI. PREVENTIF

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap yaitu (1) :

Pencegahan primer: semua aktifitas ditujukan untuk mencegah timbulnya

hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi

umum. (cegah agar tidak sampai menjadi DM)

Pencegahan sekunder: menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan

tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien

diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian

dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada

komplikasi masih reversible. (cegah kompilkasi)

Pencegahan tersier: semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi yang

sudah ada. Usaha ini meliputi:

- Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan

organ (jangan sampai timbul chronic kidney disease)

- Mencegah kecacatan tubuh

Strategi pencegahan

Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi yang

efisien dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti juga pada

pencegahan penyakit menular, ada 2 macam strategi untuk dijalankan, antara lain (1):

1. Pendekatan populasi/masyarakat

Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang

dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup berisiko.

Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga untuk

mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target

populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja oleh profesi

35

Page 36: 62461630-Skenario-DM-2

tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta

(LSM, pemuka masyarakat dan agama)

2. Pendekatan individu berisiko tinggi

Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang

berisiko untuk menderita penyakit diabetes pada suatu saat kelak. Pada golongan

ini termasuk individu yang: berumur >40th, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga

DM, riwayat melahirkan >4kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dislipidemia.

Penyuluh diabetes

Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien diabetes dan meningkatnya

komplikasi terutama PJK, tadi sudah diuraikan upaya pencegahan, baik

primer,sekunder dan tersier adalah yang paling baik. Karena upaya itu sangat berat,

adalah tidak mungkin dilakukan hanya oleh dokter ahli diabetes atau endokrinologis.

Oleh karena itu diperlukan tenaga trampil yang berperan sebagai perpanjangan tangan

dokter ahli endokrinologis itu. Diluar negeri tenaga itu sudah lama ada disebut

diabetes educator yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi atau pekerja social dan

lain-lain yang berminat. Di Indonesia atau tepatnya di Jakarta oleh Pusat Diabetes dan

Lipid FKUI/RSCM melalui SIDL-nya sejak tahun 1993 telah diselenggarakan kursus

penyuluh diabetes yang sampai saat ini berlangsung secara teratur. Kursus itu ternyata

mendapat sambutan luar biasa dari rumah sakit seluruh Indonesia, bahkan di beberapa

kota misalnya di Bandung, Surabaya, Bali, Makassar, Manado dll. Mereka sudah

melaksanakan sendiri kursus itu. Untuk sementara kursus itu hanya dibatasi untuk

dokter, perawat dan ahli gizi yang merupakan satu kesatuan kerja di rumah sakit

masing-masing(1).

36

Page 37: 62461630-Skenario-DM-2

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami

peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi

perhatian yang serius selain dari segi epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the

great imitator. Hal ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara

menyeluruh secara anatomis maupun fungsional (Lawrence, 2005). Diabetes Mellitus adalah

sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau

hiperglikemia (Smeltzer C, Suzanne, 2001). Patogenesis diabetes mellitus memlibatkan factor –

factor genetic, biomolekuler, imunologi, dan lingkungan. Penyakit diabetes mellitus memerlukan

penatalaksanaan medis dan keperawatan untuk mencegah komplikasi akut seperti ketoasidosis

dan sindrom koma hiperglikemik hiperosmolar non ketotik yang dapat menyebabkan kematian

dan juga dapat menimbulkan komplikasi jangka panjang, seperti penyakit makrovaskuler,

penyakit mikrovaskuler dan penyakit oftamologi lainnya.

Penyakit diabetes mellitus perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik oleh perawat.

Secara kuratif dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah, melakukan perawatan luka

dan mengatur diet makanan yang harus dimakan sehingga tidak terjadi peningkatan kadar gula

darah. Selain itu perawat juga berperan secara preventif yaitu dengan cara memberikan

pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes mellitus untuk meningkatkan pemahaman klien

37

Page 38: 62461630-Skenario-DM-2

dan mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi DM akut dan kronik frekuensinya masih

sangat tinggi di Indonesia, karena kesadaran/ kepatuhan penderita masih rendah, tenaga medis

yang belum memadai dalam pencegahan primer, sekunder, dan tersier, dan fasilitas RS belum

memadai dan merata.

Daftar pustaka

1. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid

III, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

2. http://www.intelihealth.com/IH/ihtIH/c/9339/9510.html diunduh 27 November 2010

12:57 WIB

3. Gustaviani, Reno. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid III, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

4. http://www.medicinenet.com/diabetes_mellitus/article.htm diunduh 28 November 2010

21:00 WIB

5. Silabernagi, Stefan. Florian Lang. Penyebab Diabetes Melitus. Teks & Atlas Berwarna

Patofisiologi. 2002. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

6. Yunir, Em. Suharko Soebardi. Terapi Non Farmakologis pada Diabetes Melitus. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

7. http://usupress.usu.ac.id/files/Penyakit-Penyakit%20yang%20Memengaruhi

%20Kehamilan%20dan%20Persalinan%20Edisi%20Kedua_Normal_bab%201.pdf

diunduh 28 November 2010 21:00 WIB

8. Soegondo, Sidartawan. Farmakoterapi pada Pengendalian Glkemia Diabetes Melitus

tipe 2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

38

Page 39: 62461630-Skenario-DM-2

9. http://indodiabetes.com/ diunduh November 2010 12:57 WIB

39