Cardiomyopati merupakan melemahnya kekuatan otot jantung yang
disebabkan oleh perubahan struktur otot jantung yang sering
dikaitkan dengan tidak adekuatnya kekuatan pompa jantung ataupun
abnormalitas fungsi jantung yang lain
BAB I
PENDAHULUAN
Kardiomiopati merupakan melemahnya kekuatan otot jantung yang
disebabkan oleh perubahan struktur otot jantung yang sering
dikaitkan dengan tidak adekuatnya kekuatan pompa jantung ataupun
abnormalitas fungsi jantung yang lain.[3]Kardiomiopati bisa
disebabkan oleh infeksi virus, serangan jantung, alkoholisme,
tekanan darah tinggi berat yang berlangsung lama dan defisiensi
nutrisi terutama selenium, thiamine dan L-carnitine, systemic lupus
erythematosus (SLE), penyakit jantung dan penyakit ginjal stadium
lanjut.[3]
Gambar 1.
Bagian interior jantung yang terdiri dari katup-katup,
ruang-ruang dan pembuluh darah yang saling berhubungan.
Gambar 2.
Struktur eksternal jantung yang meliputi ventrikel, atrium,
pembuluh arteri dan vena. Pembuluh arteri membawa aliran darah yang
menjauhi jantung dan mengandung darah dengan O2 yang tinggi dan CO2
yang relative rendah (pada gambar diperlihatkan dengan warna biru),
sedangkan pembuluh vena yang berwarna merah membawa aliran darah
menuju jantung dan mengandung darah yang tinggi CO2 dan rendah O2
Kardiomiopati terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain:
1. Kardiomiopati dilatasi (Dilated cardiomyopathy).Kardiomiopati
dilatasi ditandai dengan dilatasi ventrikel kiri dan / ventrikel
kanan, penurunan fungsi sistolik (Ejection Fraction /EF ) sehingga
menyebabkan terjadinya CHF (congestive heart failure), aritmia dan
emboli. Secara umum, kelainan otot jantung secara idiopatik
dicirikan dengan pembesaran dan tidak adekuatnya fungsi ventrikel
kiri. Biasanya terjadi pada usia muda. Dilated cardiomyopathy
terjadi dalam beberapa kondisi, antara lain:
Kardiomiopati iskemik / Ischemic cardiomyopathy : disebabkan
oleh serangan jantung yang menyebabkan jaringan parut pada otot
jantung (myocardium) [1] atau infark miokard yang kemudian
mengalami remodeling.[2] Kardiomiopati hipertensif mungkin saja
termasuk dalam golongan ini, namun bisa saja termasuk dalam
golongan kardiomiopati restriktif/ restrictive cardiomyopathy,
tergantung pada dimensi (diameter) ruang jantungnya.[2] Idiopathic
cardiomyopathy : cardiomyopati yang tiak diketahui penyebabnya.
Hypertensive cardiomyopathy : biasa erjadi ada orang yang
memiliki tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama, terutama yang
tidak di terapi selama bertahun-tahun. Infectious cardiomyopathy :
terutama disebabkan oleh HIV, peyakit lyme, penykit chagas,
miokarditis virus, dll.
Alcoholic cardiomyopathy : biasa terjadi setelah 10 tahun secara
terus menerus mengkonsumsi alcohol secara berlebihan. Hal ini dapat
saja menyebabkan timbulnya tanda-tanda khas pada gagal jantung,
seperti fibrilasi atrium (AF) ataupun masalah ritme jantung yang
lain. Toxic cardiomyopathy : biasa terjadi karena penggunaan
alcohol, kokain, beberapa obat kemoterapi yang bisa menyebabkan
timbulnya dilated cardiomyopathy. Peripartum cardiomyopathy :
terjadi pada wanita pada masa kehamilan trisemester terakhir atau
setelah lahirnya janin.
Tachycardia mediated cardiomyopathy : terjad pada orang-orang
yang memilki kelainan denyut jantung yang cepat.[3]
Gambar 3. Beberapa bentuk kardiomiopati dengan defek yang
berbeda pada Dilated cardiomyopathy, Hypertrophic cardiomyopathy
dan Restrictive cardiomyopathy
2. Hypertrophic cardiomyopathy Merupakan kardiomiopati yang
terjadi ketika otot jantung kiri dan otot jantung kanan yang tumbuh
dengan ukuran yang berbeda, yang 70% berhubungan dengan keturunan
dalam keluarga.[3]3 Restrictive cardiomyopathyMerupakan kelainan
jantung sebagai akibat dari ketidakmampuan otot jantung untuk
relaksasi diantara kontraksi jantung. Dimana otot jantung tidak
dapat berelaksasi secara adekuat setiap setelah melakukan kontraksi
(sistol) yang menyebabkan kurangnya volume darah saat pengisisan
jantung.[3]Dalam referat ini, penulis akan menjelaskan lebih dalam
tentang Kardiomiopati hipertropik / Hypertrophic cardiomyopathy
(HCM).BAB IIPEMBAHASAN
I. Kardiomiopati Hipertropik (Hypertrophic
cardiomyopathy/HCM)Hypertrophic cardiomyopathy (HCM) merupakan
kelainan genetik dominan pada otot jantung (myocardium) yang
berhubungan dengan disfungsi kontraktilitas protein pada otot
jantung. Resiko utama dari HCM adalah henti jantung mendadak yang
bisa saja terjadi pada penderita karier yang tidak menunjukkan
gejala klinis (asimtomatis). Karena HCM merupakan penyakit genetik,
maka diagnosa genetik pada pasien-pasien karier perlu dilakukan
untuk menentukan tingkat resiko preklinik sehingga perencanaan
penanganan penyakit segera bisa dilakukan.HCM didapatkan di seluruh
dunia, kejadian kurang lebih sama antara pria dan wanita, tetapi
berbeda pada etnis atau ras tertentu (banyak pada orang Jepang),
paling banyak pada orang muda usia 20-30 tahun, namun bervariasi
dari 6 bulan sampai lebih 60 tahun. Pada populasi umum diperkirakan
prevalensinya 1 : 500.[11]HCM dapat diartikan sebagai suatu kondisi
yang dicirikan dengan pembesaran (hipertropi) dari otot jantung
baik secara idiopatik maupun karena hal lain yang tidak diketahui
sebabnya yang menyebabkan ukuran ventrikel mengecil ataupun normal,
fungsi dinamis ventrikel yang meningkat dan menjadi tidak normalnya
fungsi diastolik [1]. Hal hal yang tidak diketahui sebabnya
tersebut bisa saja disebabkan oleh hipertensi ataupun penyakit
katup aorta lain, walaupun keberadaan dan penyebaran hipertropi
otot jantung tidak berhubungan/relevan dengan keadaan ini. Sehingga
dapat dikatakan bahwa hipertensi ringan sampai berat atau penyakit
katup aorta ringan hingga berat tidak selalu menjadi penyebab dari
hipertropik asimetrik otot jantung dengan hiperdinamik fungsi
ventrikulerHCM pada dasarnya adalah penebalan dari otot jantung
yang menyebabkan makin besarnya ukuran jantung. Hal ini dapat
mengganggu fungsi normal jantung, karena makin tebalnya otot
jantung menyebabkan: Terbatasnya aliran keluar (outflow) dari
vantrikel jantung
Berkurangnya kemampuan jantung untuk berelaksasi sehingga jumlah
pengisian darah pada fase relaksasi akan berkurang.
Berkurangnya kemampuan katub jantung untuk berfungsi dengan
baik.Sehingga kondisi atau sebab apapun yang dapat meningkatkan
kontraksi dan denyut jantung dapat saja memperburuk ketiga keadaan
di atas.[3]
Gambar 4, Perbandingan ketebalan otot ventrikel kiri pada HCM
dengan jantung normalHypertrophic Cardiomyopathy (HCM) dikenal juga
sebagai Idiopathic hypertrophic subaortic stenosis (IHSS),
Asymmetric septal hypertrophy (ASH), atau Hypertrophic obstructive
cardiomyopathy (HOCM). Disebut IHSS jika penebalan otot jantungnya
tidak diketahui sebab pastinya. Penggunaan istilah HCM lebih tepat
karena menggambarkan keadan umum terutama pada pasien dengan
subaortic stenosis atau obstruksi intraventrikular. HCM dapat
diklasifikasikan dengan obstruktif dan non-obstruktif tergantung
ada tidaknya obstruksi dan lokasi obstruksi intraventrikuler. HCM
juga dapat dibagi berdasarkan distribusi luasnya hipertropi menjadi
Asymmetric Septal Hypertrophy (ASH), Disproportionate Upper septal
Thickening (DUST), Apical Asymmetrical Hypertrophy (AAH).Secara
garis besar, HCM dapat dicirikan sebagai berikut :
Dinding ventrikel kiri (miokard) yang menebal, terutama di
daerah septum dan apeks Dilatasi tidak terjadi pada kavum ventrikel
kiri (LV).
Kontraktilitas LV normal atau hiperkontraktil.
Adanya obstruksi teft ventricular outflow track (LVOT) [2]
Gambar 5. Tanda utama pada Kardiomiopati Hipertropik (HCM),
yaitu menyempitnya aliran keluar, bocornya katub mitral dan mekian
tebalnya bagian septum II. PATOFISIOLOGIPenyebab utama dan
patogenesis dari penyakit ini sebagian besar belum diketahui. HCM
tipe asimetrik biasanya diturunkan secara genetik, artinya sebagian
otot jantung lebih tebal dari bagian yang lain. Hal ini mungkin
saja disebabkan oleh adanya kelainan pada gen pengatur pertumbuhan
otot jantung. Respon yang abnormal dari miokardium hingga kadar
katekolamin normal telah digunakan untuk menggambarkan
patofisiologi penyakit ini. Gambaran klinik diantara jenis-jenis
HCM sering dihubungkan dengan penyakit feokromositoma,
neurofibromatosis dan lentigenosis yang dianggap sebagai suatu
kelainan genetik dari jaringan neural crest. Penelitian terakhir
telah menemukan hubungan antara HCM dengan gen-gen rantai berat
myosin jantung pada kromosom-14 yang ditemukan pada beberapa
anggota keluarga menandakan adanya heterogenitas secara genetik.
Adanya perbedaan penyakit gen diantara gen-gen yang telah dikode
dapat memberikan gambaran klinik yang berbeda pada penderita HCM
dalam satu keluarga.Kofigurasi otot jantung normalKonfigurasi
abnormal otot jantung
Gambar 6. Perbedaan susunan serat otot pada jantung normal dan
HCMDari otopsi ditemukan bahwa penebalan masif dari otot jantung
paling banyak ditemukan pada bagian ventrikel daripada bagian
atrium, dan bagian septum interventrikel lebih mengalami hipertropi
secara masif daripada dinding jantung yang lain. Penebalan otot
jantung bagian septum intraventrikuler yang asimetrik dapat saja
menyebabkan gangguan hemodinamik berupa suatu sumbatan/obstruksi
aliran darah. Kondisi ini dinamakan Hypertrophic Obstructive
Cardiomyopathy (HOCM). Jika HOCM berlokasi di daerah midlateral
dinding jantung akan dapat menyebabkan sumbatan
midventrikuler,sedangkan distribusi hipertropik pada infudibulum
ventrikel kanan menyebabkan stenosis subpulmonal. Letak hipertropi
asimetrik dapat mengenai berbagai segmen dari ventrikel kiri,
kecuali bagian posterobasal ventrikel kiri. Pada beberapa pasien,
hipertropi otot jantung terutama berlokasi di bagian apical
ventrikel kiri (disebut sebagai Asymetric Apical Hypertrophy/AAH)
dan pada beberapa pasien yang lain bahkan tidak menunjukkan
gambaran obstruksi pada ventrikel.Serangan patologis biasanya
terjadi pada pasien dengan obstruksi ventrikel kiri termasuk
penebalan pada anterior mitral leaflet dan penebalan karena adanya
plaque septum interventrikular bagian atas. Adanya penebalan pada
anterior mitral leaflet menyebabkan aliran darah akan sering kontak
dengan septum interventrikuler . Plaque endokardial pada septum
dapat saja menyebabkan jet lesion distal pada sumbatan yang ada.
Arteri coronaria pada pericardial.Disisi lain, hipertropi septum
bisa digambarkan sebagai peculiar catenoid shape yaitu bentuk
konvex ke kiri dari apeks hingga bagian bawah dan konkaf pada
ventrikel kiri di bagian kontralateralnya. Hal inilah yang
menyebabkan septum intraventrikel menjadi adinamik karena adanya
kontraksi yang isometrik dari septum dengan bentuk catenoid
tersebut.Singkatnya secara garis besar, HCM dapat dicirikan dengan
beberapa hal sebagai berikut:
Obstruksi LVOT (left ventrikel outflow track)
Disfungsi diastolic
Regurgitasi mitral
Iskemia miokard
Aritmia. [2]II.A. Fungsi Sistolik
Fungsi sitolik merupakan hal yang penting. Adanya
hiperkontraktilitas merupakan penyebab utama dari gangguan fungsi
sistolik. Jumlah cardiac output bisa saja normal atau sedikit
meningkat, dan fraksi ejeksi/penyemprotan pada sistolik bisa
meningkat. Walaupun secara umum fungsi sistol tidak terganggu,
namun kelainan ventrikel bisa saja terjadi, dimana bagian atas dari
septum interventrikular biasanya mengalami hipodinamik dan
menunjukkan adanya pengurangan ketebalan selama sistol terjadi,
sedangkan bagian dinding bebas yang lain mengalami
hiperdinamik.Obstruksi aliran ventrikel kiri bisa saja beraneka
ragam bentuknya. Saat hal itu terjadi, aliran darah akan mulai
terhambat dan bisa terjadi sesaat setelah ejeksi awal yang tidak
terganggu. Sumbatan tersebut menyebabkan gerakan sistolik anterior
yang tajam (Systolic Anterior Motion /SAM) pada anterior mitral
leaflet yang memperkecil ruang aliran keluar (outflow). Tingkat
obstruksi aliran ventrikel kiri terutama disebabkan oleh berbagai
faktor yang dapat menurunkan preload (beban awal ventrikel), faktor
yang mengurangi afterload (beban akhir) atau faktor yang dapat
meningkatkan kontraktilitas denyut jantung. Hasil rekaman
ekokardiografi menunjukkan bahwa gerakan sistolik yang tajam pada
bagian anterior dari katup mitral merupakan penyebab utama yang
dapat diperberat dengan sumbatan aliran darah yang makin parah.
Beberapa peneliti menunjukkan bahwa gambaran gradient tekanan
intraventrikuler tidak dapat dijadikan indikasi adanya sumbatan
/obstruksi, baik yang terjadi ketika pengosongan ventrikel kiri
berlangsung normal, terpecah-pecah atau bahkan pada saat awal
pengosongan yang terjadi tanpa adanya halangan. Gradient ini
merupakan faktor penyebab berkurangnya luas permukaan ruang
ventrikel. Teknik ekokardiografi dapat menunjukkan adanya perbedaan
antara faktor penyebab obstruksi dan faktor yang menyebabkan
sempitnya ruang ventrikel.
Mitral regurgitasi yang ditunjukkan pada EKG Doppler dapat
terjadi pada 90% pasien dengan obstruksi dan hal ini berhubungan
dengan dinamika sumbatan pada sebagian besar kasus yang ada. Mitral
regurgitasi dapat menjadi lebih parah ketika terjadi obstruksi pada
SAM (gerakan sistolik anterior) yang menetap dan mendominasi.. Dan
faktor-faktor yang dapat menurunkan obstruksi aliran darah
cenderung dapat mengurangi beratnya mitral regurgitasi.Stenosis
infundibular ventrikel kanan yang berat jarang terjadi, dan dapat
terjadi baik secara independen maupun terjadi bersamaan dengan
obstuksi ventrikel kiri. Mekanisme terjadinya obstruksi ventrikel
kanan berbeda dengan obstruksi pada ventrikel kiri, yaitu terjadi
ketika daerah infudibulum terikat dari luar oleh otot jantung.
Kontraksi otot yang berlebihan pada kelainan ini menyebabkan suatu
obstruksi aliran, sedangkan faktor-faktor lain yang timbul sebagai
akibat dari meningkatnya kontraktilitas cenderung untuk memperberat
obstruksi yang ada. Dalam hal ini, katub trikuspid tidak memainkan
peranan yang penting dalam terjadinya obstruksi pada jantung
kanan.II.B. Fungsi Diastolik Distensibilitas (ketegangan) dan
compliance (kelenturan)) akan menurun pada ventrikel yang mengalami
hipertropi, sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan akhir
diastolik sehingga menyebabkan meningkatnya volume . Relasksasi
awal diastolik yang memanjang bersamaan dengan makin kakunya
dinding jantung cenderung akan merubah pola pengisian diastolik.
Sehingga pada pengisian awal, pengisian ulang maupun pengisian
pasif akan terjadi gangguan, sehingga membutuhkan kotraksi atrium
yang lebih kuat untuk meneruskan aliran diastolik hingga ventrikel
kiri mencapai tahap nondistensible (tidak kaku/tegang) yang
relatif. Hal ini sangat tergantung pada kontraksi atrium untuk
mengatur efektifitas aliran. Seperti dengan cara menurunkan curah
jantung (cardiac output) secara tiba-tiba pada saat fibrilasi
atrium. Walaupun abnormalitas compliance dari diastolik mempunyai
akibat hemodinamik yang penting (seperti meningkatnya tekanan
atrium kiri dan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan
kongesti/bendungan dan udem pada paru), namun obstruksi aliran
masuk cenderung jarang terjadi.III. GEJALA DAN TANDA
Sesak saat beraktivitas (dyspnea on effort) dan sesak mendadak
saat tidur malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea) merupakan
gejala yang paling sering timbul dan dapat menunjukkan adanya
tahanan (kongesti) pada paru-paru. Dengan meningkatnya tekanan
vena-vena pulmonalis dan tekanan atrium kiri saat terjadinya
hiperdinamika dan hiperkonraktilitas ventrikel kiri menyebabkan
makin kakunya ventrikel yang mengalami penebalan (hipertropi). Pada
beberapa pasien, terutama pasien dengan volume overload, udem paru
yang ringan bisa saja terjadi.
Sering juga terjadi penurunan kesadaran baik pada tahap awal
maupun yang ringan (ditandai dengan rasa pusing dan sedikit tidak
sadar). Hal ini mungkin saja berhubungan dengan berat-ringannya
aktivitas kerja yang dilakukan,dan walaupun tidak dapat diprediksi,
namun seringnya frekuensi serangan bisa sangat bervariasi.
Mekanisme hal tersebut masih belum diketahui dengan pasti. Namun
mungkin hal ini berhubungan dengan refleks vasodilatasi dan
hipotensi yang disebabkan oleh meregangnya baroreseptor pada
ventrikel kiri. Disisi lain, aritmia merupakan penyebab penting
dalam meningkatnya curah jantung.
Hal lain yang juga sering terjadi adalah angina effort typikal
yang menstimulasi terjadinya penyakit pembuluh arteri jantung
(coronary arterial disease). Nitrogliserin sublingual biasanya
(tapi tidak selalu) gagal dalam menurunkan tingginya tekanan darah.
Ketika pembuluh darah arteri koroner di daerah epikardial berukuran
besar dan paten, iskemia bisa saja terjadi dan menekan
arteri-arteri dalam otot jantung dan meningkatkan tekanan otot
jantung dan masa ototnya, sehingga saat itu kebutuhan akan oksigen
sangat meningkat. Palpitasi bisa saja terjadi pada pasien-pasien
yang sadar namun dengan denyut jantung yang cepat, terutama pada
posisi miring ke kiri (posisi late lateral decubitus/LLD). Aritmia
ventrikel dan atrium merupakan hal utama penyebab fenomena ini.
Takiaritmia lebih sulit untuk diatasi dan biasanya berhubungan
dengan kecilnya curah jantung dan hipotensi. Depolarsasi dini pada
ventrikel dan supraventrikel yang terisolasi atau yang berlangsung
pendek bisa saja terjadi dan bahkan dengan tanpa adanya
gejala.Gejala klinis yang ada tidaklah khas dan sangat bervariasi.
Namun gejala yang bisa dijadikan ukuran adalah seperti adanya
gejala-gejala sebagai akibat dari menebalnya otot ventrikel jantung
(hipertropi ventrikel), sumbatan aliran keluar (outflow) dari
ventrikel kiri dan tahanan/bendungan aliran masuk ke ventrikel
kiri. Secara garis besar HCM dapat menunjukkan berbagai gejala,
diantaranya : Sakit / nyeri dada
Pingsan, terutama saat berolah raga
Rasa sempoyongan (Light-Headedness), terutama setelah aktivitas
atau berolah raga
Pusing
Sensasi merasakan detak jantung (jantung berdebar) Pemendekan
nafas / sesak
Kegagalan Hati ( pada beberapa pasien) Hipertensi Gejala
tambahan yang bisa terjadi adalah: Kelelahan, toleransi aktivitas
yang berkurang
Pemendekan nafas / sesak ketika berbaringBeberapa Pasien bisa
saja tidak mempunyai gejala, dan bahkan mereka tidak menyadari
bahwa mereka mempunyai kondisi sampai seperti itu, dan kelainan itu
biasanya ditemukan secara tidak disengaja saat pasien melakukan
medical check up rutin.
Gejala yang utama dari HCM pada banyak pasien muda adalah
mendadak pingsan (syncope) dan bisa menyebabkan kematian mendadak.
Hal ini disebabkan oleh adanya irama jantung yang sangat abnormal
(aritmia jantung). HCM merupakan penyebab utama kematian dikalangan
atlit muda dengan kenampakan fisik yang sehat yang mengalami mati
mendadak saat mereka melakukan latihan yang berat.
Tanda-tanda yang bisa saja terdeteksi pada penderita HCM
diantaranya adalah:
Denyut jantung S-4 pada palpasi arteri.
Upstroke pada karotis yang terdengar jelas
Denyutan bisferious dengan tekanan denyut yang normal (pada
obstruksi LVOT)
Suara gallop: S-4 sering, S-3 jarang.
Ejection systolic murmur (ESM) disepanjang perbatasan sistolik
kiri.
Apical systolic murmur dengan nada yang tinggi dan lama.
Efek manuver valsava : meningkatnya intensitas murmur selama
fase puncak peregangan (fase II) dan menurunnya intensitas murmur
pada fase istirahat (fase IV).[1]
IV. MANIFESTASI KLINIK
1. Dispnea, ortopnea, PND (paroxysmal nocturnal dispnoe) sebagai
akibat dari kakunya dinding ventrikel, kurang relasksasinya
ventrikel saat diastole dan tekanan yang tinggi saat akhir
diastolic pada ventrikel kiri ( left ventricle end diastolic
pressure / LVEDP).
2. Sinkop, presinkop dan pusing (dizziness).
3. Palpitasi dan meninggal mendadak.
4. Angina pectoris walaupun tidak terdapat adanya aterotrombotik
arteri koronaria. Arteri koronaria tertekan oleh miokard yang
mengalami hipertropi, sehingga kebutuhan O2 melebihi suplai O2 yang
ada.
5. Bising HCM : berupa bising/murmur sistolik, kasar, kresendo,
dekresendo, punktum maximum yang bergeser ke parasternal kiri bawah
dan apeks, dan menjalar ke basis kordis, apeks dan aksila, namun
jarang ke daerah leher.
6. Mitral regurgitasi (MR) kadangkala menyertai dan dibedakan
dengan bising HCM berdasarkan lokasi, dimana MR bersifat
holosistolik, sedangkan bising HCM bersifat kresendo-dekresendo
murmur sistolik.[2]V. PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSADiagnosis HCM
didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, didukung oleh
pemeriksaan foto toraks, elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi,
angiografi radionuklid dan kateterisasi jantung.[4,10]
Keluhan utama pasien dengan KH adalah angina, sesak saat
beraktivitas, palpitasi, kelelahan, gangguan kesadaran, pusing,
pingsan atau hampir pingsan.[4,12] Namun demikian banyak pasien HCM
asimptomatik.(8) Riwayat keluarga dengan sakit serupa sangat
penting dalam anamnesis.
Salah satu manifestasi klinis KH adalah kematian mendadak. 4
Kematian mendadak pada pasien usia muda dengan HCM berdasarkan
populasi pasien di rumah sakit adalah 1% pertahun (laporan
sebelumnya 2-4%).(6,9,12) Kematian mendadak paling sering pada
anak-anak dan dewasa muda 15-35 tahun. Kebanyakan pasien meninggal
saat istirahat atau melakukan aktivitas ringan, sepertiganya selama
atau sesudah aktivitas berat.(6) Faktor risiko kematian mendadak
adalah usia muda, penebalan dinding ventrikel kiri yang hebat,
riwayat keluarga positif dan takikardi ventrikel non-sustained pada
rekaman EKG 24 jam. Penyebab kematian mendadak meliputi takiaritmi
ventrikel, bradiaritmi, takikardi supraventrikel, iskemi miokard,
peningkatan obstruksi jalur keluar ventrikel kiri mendadak,
disfungsi diastolik, hipotensi yang diinduksi oleh latihan,
aktivasi barorefleks ventrikel dengan hipotensi. Tujuh puluh lima
persen (75%) pasien yang selamat sesudah henti jantung dan 50%
pasien dengan sinkop mengalami takikardi ventrikel
sebelumnya.(9)Pada pemeriksaan fisik didapatkan impuls carotid
bisferiens (peningkatan cepat diikuti drop midsistolik) secara
bergantian, diikuti oleh gelombang lebih lambat. Jantung sedikit
membesar. Pada impuls apikal didapatkan systolic thrustyang keras
dan teraba S4 (sistolik atrial yang keras).(4,11) Pada 40% pasien
didapatkan systolic thrill. Tanda utama HCM adalah bising sistolik
yang kasar, terdengar paling baik di tepi sternal kiri bawah dan
apeks (holosistolik dan meniup) yang disebabkan regurgitasi
mitral.(7) Berbagai manuver dapat mengubah intensitas bising
stenosis aorta dan regurgitasi mitral. Manuver yang menurunkan
volume ventrikel kiri seperti manuver Valsava, penggunaan amil
nitrit, berdiri mendadak, akan meningkatkan gradien dinamik
sehingga meningkatkan intensitas bising. Sebaliknya tindakan yang
meningkatkan volume intraventrikel seperti berjongkok, mengangkat
kaki pada posisi berbaring, infus fenilefrin, akan menurunkan
gradien
dinamik, menyebabkan berkurangnya intensitas bising.(11)VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pada pemeriksaan EKG akan ditemukan :
Hipertropi ventrikel kiri yang ditandai dengan QRS yang sangat
tinggi (hipertrofi ventrikel kiri), QRS bifasik dengan voltase
tinggi (hipertrofi septum dan ventrikel kanan yang terlihat di
(V2,V3,V4).(5) atau berubahnya gelombang ST-T pada lead precordial
lateral (V4 V6). Namun tanda hipertopi ventrikel kiri ini bisa saja
tidak terlihat pada pasien yang mengalami penebalan otot jantung
secara masif, sehingga EKG yang normalpun bisa saja terjadi pada
HCM.[1] Inversi gelombang T yang nyata, poor R wave progresif dan
gelombang Q pada sadapan inferior (pseudoinfark). Gelombang Q yang
abnormal dan besar yang menstimulasi infark miokard akan terbentuk
pada depolarisasi septum.[1] Tanda lainnya adalah P-R interval yang
pendek, Wollf-Parkinson-White syndrome, deviasi aksis kiri hemiblok
anterior kiri, dan LBBB / RBBB komplit bisa saja ditemukan.
Depolarisasi dini dari atrium dan ventrikel juga biasa terjadi,
namun terkadang tanda tersebut hanya dapat di deteksi dengan
ambulatory EKG recording. Terjadinya hambatan jantung yang komplit
jarang terjadi.[1] Inversi gel T yang dalam pada sandapan
precordial bisa sebagai tanda adanya HCM apical, namun hal ini
dapat ditemukan pada kardiomiopati jenis lainnya. Hal inilah yang
sering menyulitkan dalam membedakan HCM dengan infark
subendokardiak pada pasien-pasien dengan nyeri dada. Dengan
ambulatory holter monitoring dapat ditemukan takikardi
supraventrikel (46%), kontraksi ventrikel prematur multifokal
(43%), takikardi ventrikel (26%), fibrilasi atrial (10%).(10)2.
Pada foto thorax posisi PA dan lateral biasanya menunjukkan
tanda-tanda normal. Akibat dari pembesaran ventrikel hampir tidak
terlihat karena ukuran kavitas jantung tidak meningkat. Ukuran
atrium kiri juga normal atau sedikit meningkat, namun lain halnya
jika terjadi dekompensasi tahap lanjut. Pada foto toraks tampak
pembesaran jantung ringan sampai sedang, dengan batas ventrikel
kiri membulat.(6,10) Pembuluh darah paru seakan menghilang, namun
udem paru ringan dan tanda hipertensi arteri pulmonalis jarang
terjadi.[1]3. Echocardiografi merupakan metode diagnosa yang
penting dalam mengidentifikasi HCM karena dapat mengevaluasi
ketebalan otot jantung pada bagian septum interventrikuler dan
dinding posterior dari ventrikel kiri serta pergerakannya saat
terjadinya sistol, ukuran saat akhir diastol dan ukuran saat akhir
sistol dari ruang ventrikel kiri. Juga bisa menunjukkan ukuran
aliran keluar dari ventrikel kiri (yaitu ruang diantara lembar
katub anterior dan septum interventrikuler), dan juga bisa
menunjukkan aspek fungsi pergerakan katub aorta dan katub mitral.
Selain itu echokardiografi juga bisa menunjukkan penyebaran dan
ketidak-simetrisan penebalan otot jantung. Adanya dinamisasi
obstruksi aliran keluar (outflow) ventrikel kiri dapat didiagnosa
dengan menganalisa pergerakan katub mitral saat terjadinya sistol.
Pergerakan yang abnormal dari lembar katub mitral bagian anterior
dan lokasi septum interventrikuler menghasilkan obstruksi aliran
keluar pada HOCM. Hal ini kadangkala mulai terjadi setelah
selesainya ejeksi awal dan akan berakhir saat sistol berakhir,
sebelum menutupnya katub aorta.[1]Ekokardiografi Doppler dapat
digunakan untuk mengetahui kecepatan aliran darah dalam rongga
jantung dan pembuluh darah besar. Selain itu juga untuk menilai
beratnya obstruksi jalur keluar ventrikel kiri dan regurgitasi
mitral serta komplians diastoli.(10)Oki dkk (14) dengan
ekokardiogram transesofageal menemukan bahwa 44% pasien dengan HCM
disertai dengan prolaps katub mitral, sedangkan SAM katup mitral
ditemukan pada semua pasien.4. Pemeriksaan dengan angiografi
radionuklid (dengan thallium 201) gated blood pool scanning
menunjukkan fraksi ejeksi ventrikel kiri adalah tinggi (80-90%) dan
gangguan perfusi miokard.(10)5. Katerisasi jantung karena merupakan
tindakan invasif, saat ini sudah jarang dilakukan.Dua gambaran
hemodinamik khas adalah peningkatan tekanan diastolik ventrikel
kiri yang disebabkan oleh penurunan komplians ventrikel kiri dan
gradient tekanan sistolik antara rongga ventrikel kiri dan regio
subaorta.
VII. PENATALAKSANAANPenatalaksanan ditujukan untuk memperbaiki
kualitas hidup dengan cara mengurangi keluhan dan komplikasi,
membatasi gejala dan memperlambat progresifitas penyakit dan
mencegah kematian mendadak.(4)Penatalaksanaan utama adalah dengan
obat-obatan. Pada sebagian kecil pasien mungkin diperlukan tindakan
operatif. Olah raga kompetitif dan aktivitas berat lainnya harus
dilarang.
Empat Obat-obatan yang dipakai meliputi Beta Blocker, penghambat
saluran kalsium, antiaritmi dan obat profilaksis endokarditis
infektif.(10)
Beta Blocker bermanfaat untuk mengurangi denyut jantung,
mengurangi gradien jalur keluar, mengurangi angina dengan penurunan
kebutuhan oksigen miokard, memperbaiki pengisian diastolik
ventrikel kiri, efek antiaritmi, mengurangi beban ventrikel
kiri.(10,11,15). Ringkasnya Beta Blocker dapat memperbaiki semua
keluhan utama seperti nyeri dada, sesak, pusing atau pingsan serta
mencegah kematian mendadak. Obat pilihan adalah propanolol dengan
dosis 160-320 mg/hari, kadang-kadang diperlukan dosis lebih tinggi
(640 mg/hari). Alternatif lain adalah metoprolol dan atenolol.(4)
Penghambat saluran kalsium digunakan pada HCM karena bersifat
inotropik negatif dan kronotropik negatif serta memperbaiki
komplians diastolik (relaksasi dan pengisian ventrikel), mengurangi
iskemia miokard dan mengurangi obstruksi jalur keluar.(10,14)
Golongan penghambat saluran kalsium yang dipakai adalah verapamil 3
x 80 mg sampai 3 x 240 mg per hari. Verapamil dikatakan memperbaiki
keluhan angina lebih baik daripada beta blocker, selain itu
bersifat antiaritmi dan mungkin memperbaiki kelainan metabolisme
kalsium yang diduga sebagai penyebab HCM. Sebagai altenatif dapat
dipakai diltiazem, sedangkan penggunaan nifedipin masih
kontroversial.(10) Perrot dkk (16) melaporkan sebuah kasus kematian
mendadak pada seorang laki-laki usia 62 tahun dengan HCM dan
fibrilasi atrial (AF) yang diterapi dengan verapamil 360 mg/hari.
Pada evaluasi pasien ini didapatkan blok atrioventrikuler (AV)
derajat 3 diikuti asistol. Oleh karena itu perlu diwaspadai
keracunan verapamil yang menyebabkan disosiasi AV derajat 3, blok
AV derajat 1-3 bahkan asistol.
Disopiramid efektif untuk penatalaksanaan aritmi ventrikel dan
supraventrikel, di samping itu juga memiliki efek inotropik negatif
sehingga mengurangi gradien subaortik, diberikandengan dosis 3 x
100-300 mg/hari.(15) Namun demikian disopiramid dapat memperpendek
waktu konduksi nodus atrioventrikuler sehingga meningkatkan
kecepatan ventrikel selama fibrilasi atrial paroksismal. Amiodaron
efektif untuk mengatasi takiaritmi ventrikel dan supraventrikel.
Diduga mekanisme kerjanya adalah melalui efek bradikardi,
memperbaiki fungsi diastolik dan efek inotropik negatif. Amiodaron
hanya digunakan pada pasien HCM yang tidak membaik dengan beta
blocker dan penghambat saluran kalsium, karena berpotensi
memperburuk hemodinamik atau keadaan klinis pada sebagian
pasien.(15) Dosis 600 mg/hari selama 5 hari lalu 400 mg/hari dalam
dosis terbagi dalam 5 hari berikutnya.(4) Untuk pencegahan kematian
mendadak digunakan dosis 100-300 mg/hari.(8) Pemakaian diuretik
pada HCM masih kontroversial karena efek penurunan preload dapat
mengeksaserbasi gradien jalur keluar, namun demikian diuretik
dikombinasi dengan beta blocker atau verapamil dapat mengurangi
kongesti paru pada gagal jantung kongestif sehingga memperbaiki
keluhan sesak.(15) Pada pasien HCM dengan atrial fibrilasi (AF)
karena risiko emboli sistemik dan stroke, memerlukan terapi
antikoagulan. Bila terjadi aritmia ventrikel yang mengancam jiwa,
obat pilihan adalah lidokain.(8) Obat-obat dengan efek inotropik
positif seperti digoksin, epinefrin, dobutamin dan amrinon harus
dihindari.(8,11,15) Tindakan pembedahan untuk HCM pertama kali
dilakukan tahun 1958. Saat ini prosedur yang paling banyak dipakai
adalah miotomi-miektomi septum ventrikel; suatu bagian basal septum
( sekitar 2-5 gram ) direseksi lewat suatu aortotomi atau miotomi
septum yaitu suatu insisi dibuat pada area anatomi yang sama tetapi
jaringan tidak dikeluarkan.(15) Tujuan intervensi bedah adalah
menghilangkan obstruksi dinamik jalur keluar ventrikel kiri dan
menurunkan tekanan sistolik ventrikel kiri. Tujuan akhir adalah
memperbaiki keluhan dan kualitas hidup. Indikasi tindakan bedah
adalah pada pasien dengan gejala yang hebat yang tidak dapat
diatasi dengan terapi medis dan gradien tekanan di ventrikel kiri
sedikitnya 50 mm Hg saat sistol dengan hipertrofi septum yang
hebat.(4,5,11,17) Pada beberapa pasien dilakukan penggantian katup
mitral. Ini dilakukan pada keadaan rerurgitasi mitral berat karena
prolaps katup mitral, obstruksi mid-cavity karena insersi abnormal
muskulus papilaris pada daun katup mitral anterior.(11) Tindakan
lain yang dapat dicoba adalah dual-chamber permanent
pacing.(7,11,18) Tindakan ini memperbaiki keluhan dan menurunkan
gradien jalur keluar, diduga karena mengubah pola kontraksi
ventrikel. Perbaikan gejala biasanya terlihat setelah 6-12 minggu,
tetapi perubahan selanjutnya terlihat sampai satu tahun
berikutnya.(18) Membuat infark pada septum interventrikuler dengan
injeksi etanol ke dalam arteri koronaria septal juga dilaporkan
mengurangi obstruksi.(7,11) Insersi implantable automatic
defibrillator seharusnya dipertimbangkan pada pasien yang selamat
dari henti jantung dan mereka yang memiliki risiko tinggi
takiaritmia ventrikel.(7,11) Dalvi dkk(19) mengusulkan percutaneous
radiofrequency ablation terhadap cabang berkas kiri yang
menyebabkan blok cabang berkas kiri, sehingga akan mengubah pola
kontraksi septum dan pada akhirnya menyebabkan pengurangan
obstruksi jalur keluar ventrikel kiri.KELASNAMA OBATMEKANISMEEFEK
SAMPING
Beta-BlockerPropranololMetoprololAtenololDenyut jantung
&Kontraksi jantung Denyut jantung terlalu lambat, Tekanan darah
terlalu rendah, rasa lelah, mimpi buruk dan impotensi
Calcium BlockerVerapamilNifedipineDiltiazemDenyut jantung ,
Kontraksi jantung , & Relaksasi otot jantungDenyut jantung
terlalu lambat, Tekanan darah terlalu rendah, bengkak, konstipasi
dan kelelahan
Gp I AntiarrythmicDisopyramideKontraksi jantung , mencegah irama
jantung abnormal Mulut kering, retensi urin
Gp III AntiarrythmicAmiodaroneLambatnya denyut jantung, mencegah
irama jantung abnormal Pigmentasi kulit (hindari sinar matahari),
gangguan paru dan abnormalitas tieoid
Tabel obat-obatan yang digunakan dalam kasus HCM beserta
mekanisme dan efek sampingnya.Miektomi septumSebelum ablasi
septumSetelah ablasi septum
VIII. PROGNOSISPada penelitian terakhir angka mortalitas HCM 1%
pertahun.(7) Prognosis sebagian besar ditentukan oleh kecenderungan
terjadinya kematian mendadak (50-70% dari seluruh kematian).(4,11)
Kematian mendadak banyak terjadi pada usia < 30 tahun. Pasien
yang memiliki risiko tinggi kematian mendadak adalah mereka dengan
episode takikardi ventrikel, hipertrofi ventrikel yang hebat,
riwayat sinkop, riwayat keluarga dengan kematian mendadak. Penyebab
kematian lain adalah gagal jantung kongestif, emboli sistemik,
endokarditis infektif, infark miokard masif.(4) Sebagian pasien
keadaannya stabil atau malah membaik dalam jangka waktu 10
tahun.(6) Endokarditis infektif terjadi pada < 10% pasien HCM.
Pasien yang dapat bertahan sampai usia lanjut (> 50 tahun)
sering mengalami penipisan dinding ventrikel yang hipertrofi
(karena nekrosis miokard) sehingga terjadi dilatasi dan disfungsi
ventrikel kiri tanpa gradien jalur keluar (5-10%). Pasien dengan
mutasi gen Arg 403 Gln sering mengalami pengurangan masa hidup yang
menyolok. Pasien KH dengan mutasi gen ini , tidak lebih dari 50%
dapat melewati usia 45 tahun.(11)BAB III
KESIMPULAN
1. Kardiomiopati hipertrofik adalah kelainan primer pada miokard
yang tidak diketahui penyebabnya, diturunkan secara dominan
autosomal, ditandai dengan hipertrofi masif ventrikel kiri, septum
interventrikuler (kadang-kadang ventrikel kanan), dengan penurunan
volume sistolik, peningkatan kekuatan kontraksi dan gangguan
relaksasi. 2. Pada populasi umum prevalensi 1 : 500, paling banyak
pada usia 20-30 tahun, pria dan wanita sama kejadiannya dan 30-40%
kasus berhubungan dengan mutasi gen beta cardiac myosin heavy
chain. 3. Keluhan utama pasien dengan HCM adalah nyeri dada, sesak
saat beraktivitas, kelelahan, pusing, hampir pingsan, pingsan,
namun sebagian besar pasien asimptomatik dan manifestasi klinis
pertama dapat berupa kematian mendadak. 4. Diagnosis HCM
berdasarkan gambaran klinis ditunjang oleh pemeriksaan foto toraks,
EKG, ekokardiografi, angiografi radionuklid, kateterisasi jantung.
5. Penatalaksanaan meliputi pemakaian obat-obat seperti beta
blocker (propanolol), penghambat saluran kalsium (verapamil),
antiaritmi (disopiramid, amiodaron), serta intervensi bedah seperti
miotomi-miektomi septum ventrikel, dual chamber permanent pacing.
Angka kematian pasien dengan KH 1% per tahun.DAFTAR PUSTAKA1.
Pravin Shah,MD. Hypertrophic cardiomyopathies. In Crawford MH (ed).
A lange medical book; Current Diagnosis & Treatment in
Cardiology Interntional Edition, New York : Prentice-Hall
International,Inc, 1994: pp 172-782. Wayne J, Braundwald E.
cardiomyopathy and Myocarditis. In Harrison principles of
international Medicine 16 th vol II: pp 1408-133. Maron BJ.
Hypertrophic cardiomyopathy. Zipes DP, Libby P, Bonow RO, Braunwald
E, eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicine. 8th ed. St. Louis, Mo: WB Saunders; 2007. Dikutip dari
http://www.mdconsult.com/about/book/83821525-2/instruct.html?DOCID=1549.4.
Goodwin JF. Cardiomyopathy and myocarditis. In Cheng TO (ed). The
International Textbook of Cardiology. New York : Pergamon Press,
1986: pp 732-51.5. Mason JW. Classification of cardiomyopathy. In
Schlant RC, Alexander RW (eds). Hurst`s. The Heart. 8th ed.Vol II.
New York : Mc Graw Hill Inc., 1994 : pp 1585-90.6. Jota S.
Kardiomiopati. Dalam Noer HMS, Waspadji S, Rachman AM et al (eds).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 1996 : hal. 1072-6.7. Wynne J, Braunwald E. The
cardiomyopathies and myocarditides. In Fauci AS, Braunwald E,
Isselbacher KJ, et al (eds). Harrison`s Principles of Internal
Medicine.14th ed. Vol 1. New York : Mc Graw Hill, 1998 : pp
1328-34.8. Follman D, Sobotka P. Valvular heart diseases. In Hall
JB, Schmidt GA, Wood LDH (eds). Principles of Critical Care. Vol
II. New York : Mc Graw Hill Inc, 1992 : pp 1542-55.9. Maron BJ,
Roberts WC. Hypertrophic cardiomyopathy. In Schlant RC, Alexander
RW (eds). Huest`s. The Heart. 8th ed. Vol II. Mc Graw Hill Inc.,
1994 : pp 1621-33.10. Nishimura RA, Giulani ER, Tajik AJ,
Brandenburg RO. Hypertrophic cardiomyopathy. In Brandenburg RO,
Fuster V, Giuliani ER, Mc Goon DC (eds). Cardiology : Fundamentals
and Practice. Chicago : Year Book Medical Publishers Inc, 1987 : pp
1636-50.11. Spirito P, Seidman CE, McKenna WJ, Maron BJ. The
management of hypertrophic cardiomyopathy. N Engl J Med 1997; 336 :
775-83.12. Watkins H, Rosenzweig A, Hwang DS, et al.
Characteristics and prognostic implications of myosin missense
mutations in familial hypertrophic cardiomyopathy. N Engl J Med
1992; 326 : 1108-14.13. Alday LE, Moreyra E. Secondary hypertrophic
cardiomyopathy in infancy and childhood. Am Heart J 1984; 108:
996-8.14. Oki T, Fukuda N, Iuchi A, et al. Transesophageal
echocardiographic evaluation of mitral regurgitation in
hypertrophic cardiomyopathy and related abnormalities of the mitral
complex. J Am Soc Echocardiogram 1995; 8: 503-1015. Maron BJ, Bonow
RO, Cannon R, Leon MB, Epstein SE. Hypertrophic cardiomyopathy :
interrelation of clinical manifestation, pathophysiology and
therapy. N Engl J Med 1987; 316: 844-52. 16. Perrot B, Danchin N,
Chaise AT. Verapamil : a case of sudden death in a patient with
hypertrophic cardiomyopathy. Br Heart J 1984; 51 : 352-4. 17.
Goodwin JF. Congestive and hypertrophic cardiomyopathies. Lancet
1970; April : 731-9. 18. Fananapazir L, Epstein ND, Curiel RV, et
al. Long term results of dual chamber(DDD) pacing in obstructive
hypertrophic cardiomyopathy. Evidence for progressive symptomatic
and hemodynamic improvement and reduction of left ventricular
hypertrophy. Circulation 1994; 90: 2731-42.19. Dalvi B.
Percutaneous radiofrequency ablation of the left bundle branch : an
alternative modality of treatment for patients with HOCM. Med
Hypothesis 1994; 43: 141-4.PAGE 19