Page 1
ANALISIS PENATAUSAHAAN DAN PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
SEKTOR PERTAMBANGAN UNTUK PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
TAHUN PAJAK 2013
Disusun oleh:
Deddy Arief Setiawan
ABSTRAK
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pertambangan Mineral dan Batubara semakin
meningkat dari tahun ke tahun dan menjadi penyumbang terbesar keseluruhan penerimaan PBB pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penatausahaan dan perhitungan PBB
Pertambangan Mineral dan Batubara mulai dilakukan di tahun 2013. Tahun sebelumnya PBB
Pertambangan Mineral dan Batubara terdiri atas tiga objek PBB, yaitu objek PBB Sektor
Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C; objek PBB Sektor
Pertambangan Non Migas Galian C; dan objek PBB sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan
Kontrak Karya atau Kontrak Kerjasama. Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
terkait dengan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak
nomor PER-32/PJ/2012, Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-132/PJ/2013, dan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-64/PJ/2012. Dokumentasi penatausahaan PBB
Pertambangan Mineral dan Batubara meliputi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Lampiran
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP), dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Penatausahaan tersebut dijalankan sesuai prosedur yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak. Perhitungan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara meliputi penetapan PBB Pertambangan
Mineral dan Batubara pada Areal Onshore, Areal Offshore, dan Tubuh Bumi. Penetapan tersebut
sesuai dengan pengumpulan data masukan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) PBB Pertambangan Mineral dan Batubara meliputi Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) Bumi dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bangunan yang telah dibuatkan Bagan SPPT untuk
Areal Onshore, SPPT untuk Areal Offshore, dan SPPT untuk Tubuh Bumi. Agar perhitungan PBB
Pertambangan Mineral dan Batubara tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda, Direktorat
Jenderal Pajak harus membuat buku panduan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku
Kata Kunci: PBB Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2012 (http://www.depkeu.go.id/Ind/), penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) cenderung
meningkat dalam periode tahun 2006 s.d. 2010, yaitu pada tahun tahun 2006 sebesar Rp. 20,9 triliun
menjadi Rp. 28,6 triliun pada tahun 2010. Penyumbang penerimaan PBB terbesar dalam lima tahun
terakhir adalah PBB pertambangan, PBB perkotaan, dan PBB pedesaan. PBB pertambangan merupakan
penyumbang terbesar dengan kontribusi rata-rata sebesar 65,8 persen dan nilainya cenderung meningkat.
Data selengkapnya mengenai perkembangan PBB tahun 2006 s.d. 2011 dapat dilihat dibawah ini.
Page 2
Page 2
Perkembangan Pajak Bumi Dan Bangunan, 2006-2011*)
(triliun rupiah)
Berdasarkan data dan informasi mengenai pertumbuhan penerimaan PBB Pertambangan
tersebut, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan penataan PBB
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi pada tahun 2012 dan berlanjut tahun 2013,
sedangkan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara baru dilakukan tahun 2013. Penatausahaan dan
perhitungan PBB Pertambangan baik PBB Pertambangan Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi, dan
PBB Pertambangan Mineral dan Batubara memiliki perbedaan dengan tahun-tahun sebelumnya dan sulit
dilaksanakan, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis penatausahaan dan perhitungan objek PBB
Pertambangan. Namun, ruang lingkupnya penelitian ini hanya meliputi PBB Pertambangan Mineral dan
Batubara. Metode penelitian menggunakan analisis deskriptif dengan metode kasus (Kuncoro, 2003).
Metode kasus lebih sering digunakan untuk menemukan ide-ide baru mengenai hubungan antarvariabel,
yang kemudian diuji lebih mendalam dalam penelitian eksploratif. Ide tersebut bersumber dari
pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan dan peraturan tersebut sebagai metode
pengumpulan data.
DASAR HUKUM PBB PERTAMBAGAN MINERAL DAN BATUBARA
Sebelum tahun 2013 PBB Pertambangan Mineral dan Batubara terbagi menjadi tiga objek PBB,
yaitu:
a. Objek PBB Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan
Galian C;
b. Objek PBB Sektor Pertambangan Non Migas Galian C; dan
c. Objek PBB sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan Kontrak Karya atau Kontrak
Kerjasama.
Rincian Objek PBB Pertambangan Mineral dan Batubara yang terdiri atas tiga objek PBB tersebut diatas
dapat dilihat dibawah ini.
Page 3
Page 3
Rincian Objek PBB Pertambangan Mineral dan Batubara
Objek PBB Sektor Pertambangan Non Migas Galian C (http://www.ortax.org/ortax/)
berdasarkan Pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, diatur
bahwa bahan Galian Golongan C sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: Asbes; Batu Tulis;
Batu Setengah Permata; Batu Kapur; Batu Apung; Batu Permata; Bentonit; Dolomit; Feldspar; Garam
Batu (Halite); Grafit; Granit/Andesit; Gips; Kalsit; Kaolin; Leusit; Magnesit; Mika; Marmer; Nitrat;
Opsidien; Oker; Pasir Dan Kerikil; Pasir Kuarsa; Perlit; Phospat; Talk; Tanah Serap (Fullers Earth);
Tanah Diatome; Tanah Liat; Tawas (Alum); Tras; Yarosif; Zeolit; Basal; Trakkit. Ketentuntan tersebut
selaras dengan Pasal 57 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tetang Pajak Daerah dan
Retribusai Daerah, diatur bahwa Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah kegiatan
pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang meliputi: asbes; batu tulis; batu setengah permata;
batu kapur; batu apung; batu permata; bentonit; dolomit; feldspar; garam batu (halite); grafit;
granit/andesit; gips; kalsit; kaolin; leusit; magnesit; mika; marmer; nitrat; opsidien; oker; pasir dan
kerikil; pasir kuarsa; perlit; phospat; talk; tanah serap (fullers earth); tanah diatome; tanah liat; tawas
(alum); tras; yarosif; zeolit; basal; trakkit; dan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sejarah ketentuan peraturan perpajakan objek PBB Pertambangan Mineral dan Batubara yang
meliputi ketiga objek PBB tersebut diatas menjadi bagian yang terpenting untuk dijelaskan sebelum
memberikan ulasan landasan teori berdasarkan dasar hukum objek PBB Pertambangan Mineral dan
Batubara. Sejarah tersebut dapat dilihat dibawah ini.
Objek PBB Pertambangan Non
Minyak dan Gas selain
Pertambangan Energi Panas
Bumi dan Galian C
Objek PBB Pertambangan
Non Minyak dan Gas
Galian C
Objek PBB Pertambangan
Perjanjian Pengusahaan
Pertambangan Batubara
Objek PBB Pertambangan Mineral dan
Batubara
Page 4
Page 4
Sejarah Ketentuan Peraturan Perpajakan
Objek PBB Pertambangan Mineral dan Batubara
Dasar hukum pemajakan Objek Pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara tahun 2013
sebagai bahan pertimbangan meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3569);
c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);
Objek PBB Pertambangan
Non Minyak dan Gas
selain Pertambangan
Energi Panas Bumi dan
Galian C
Objek PBB Pertambangan
Non Minyak dan Gas
Galian C
Objek PBB Pertambangan
Perjanjian Pengusahaan
Pertambangan Batubara
Objek PBB Pertambangan Mineral dan
Batubara
1. KEP-16/PJ/1998
2. SE-26/PJ.6/1999 jo. SE- 47/PJ.6/1999
3. SE-48/PJ/2011
1. KEP-16/PJ/1998
2. SE-27/PJ.6/1999
KEP-16/PJ/1998
1. PER-32/PJ/2012
2. KEP-132/PJ/2013
3. SE-64/PJ/2012
Tahun Pajak
2013
Page 5
Page 5
d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5049);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5110);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai
Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;
h. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral dan Batubara;
i. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral
dan Batubara
KAJIAN TEORI
Objek Pajak, Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Objek pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara adalah bumi dan/atau bangunan yang
berada di dalam kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Bumi pada Objek pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara terdiri dari:
a. Permukaan bumi, meliputi:
1) tanah dan/atau perairan pedalaman (onshore), terdiri dari Areal Produktif, Areal Belum
Produktif yang meliputi Areal Cadangan Produksi dan Areal Belum Dimanfaatkan, Areal
Tidak Produktif, Areal Emplasemen, dan Areal Pengaman;
2) perairan lepas pantai (offshore).
Permukaan bumi tersebut digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan/atau operasi produksi.
Kegiatan eksplorasi merupakan tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh
informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan
sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan
lingkungan hidup. Kemudian, kegiatan operasi produksi merupakan tahapan kegiatan usaha
pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk
pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil
studi kelayakan.
Pengertian areal permukaan bumi pada onshore meliputi areal produktif adalah areal yang
dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan yang sedang dilakukan pengambilan galian tambang;
areal cadangan produksi adalah areal yang dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan, tetapi
belum dilakukan pengambilan galian tambang; areal belum dimanfaatkan adalah areal yang
belum dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan atau areal yang sedang dilakukan kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi dan/atau studi kelayakan; areal tidak produktif adalah areal yang
sama sekali tidak dapat diusahakan untuk kegiatan penambangan, atau areal yang telah selesai
diusahakan; areal emplasemen adalah areal yang di atasnya dimanfaatkan untuk bangunan
dan/atau pekarangan serta fasilitas penunjangnya; dan areal pengaman adalah areal yang
dimanfaatkan sebagai pendukung dan pengaman kegiatan usaha pertambangan.
Page 6
Page 6
b. Tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi, berupa Tubuh Bumi Eksplorasi atau Tubuh
Bumi Operasi Produksi, yaitu Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang memiliki potensi
hasil produksi galian tambang berupa sumber daya mineral atau batubara; dan Tubuh Bumi
Operasi Produksi adalah tubuh bumi yang telah menghasilkan hasil produksi galian tambang
berupa mineral atau batubara.
Bangunan pada objek pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara tersebut
meliputi:
a. wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis; dan
b. wilayah di luar wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis yang merupakan
satu kesatuan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Wilayah pertambangan adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak
terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
Wilayah izin pertambangan adalah wilayah pertambangan yang diberikan kepada pemegang izin
pertambangan untuk kegiatan usaha pertambangan yang meliputi Wilayah Izin Usaha Pertambangan
(WIUP), Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), atau Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR). Wilayah Izin Usaha Pertambangan adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha
Pertambangan. Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus adalah wilayah yang diberikan kepada
pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus. Wilayah Pertambangan Rakyat adalah bagian dari wilayah
pertambangan tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. Wilayah pertambangan sejenis
adalah wilayah pertambangan yang telah diberikan kepada pemegang kontrak karya atau perjanjian
karya pengusahaan pertambangan batubara yang masih berlaku.
Subjek pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki,
menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, atas objek pajak PBB Pertambangan Mineral
dan Batubara. Subjek pajak tersebut yang dikenakan kewajiban membayar PBB Pertambangan Mineral
dan Batubara menjadi Wajib Pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pengenaan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara
1. Pendaftaran dan Pendataan
Sarana pendataan objek pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara adalah pengisian Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) dengan
jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri peta. Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Mineral dan
Batubara adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek
pajak sektor pertambangan untuk pertambangan mineral dan batubara ke Direktorat Jenderal Pajak.
Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Mineral dan Batubara adalah formulir yang digunakan
oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak sektor pertambangan untuk
pertambangan mineral dan batubara.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara digunakan untuk
jenis sub sektor onshore, offshore, dan tubuh bumi, serta harus ditandatangani oleh subjek pajak atau
Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau Wajib Pajak, harus dilampiri
dengan surat kuasa khusus.
Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara terdiri
dari:
a. LSPOP untuk objek pajak permukaan bumi, meliputi:
Page 7
Page 7
1. LSPOP untuk onshore (kode L01-41) yang rincian objek pajak Bumi adalah sebagai
berikut:
a). Areal Objek Pajak Onshore
1). Areal Produktif
2). Areal Belum Produktif
(a). Areal Cadangan Produksi
(b). Areal Belum Dimanfaatkan
3). Areal Tidak Produktif
4). Areal Emplasemen
5). Areal Pengaman
b). Areal Objek Pajak di luar wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan
sejenis
c). Areal Lainnya
Areal Objek Pajak Onshore merupakan areal onshore di dalam wilayah izin
pertambangan yang merupakan objek pajak PBB Mineral dan Batubara. Areal Objek
Pajak di luar wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis merupakan
areal onshore di luar wilayah izin pertambangan/wilayah pertambangan sejenis yang
merupakan objek pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara. Areal Lainnya
merupakan areal onshore dalam wilayah izin pertambangan yang dikuasai oleh pihak
ketiga dan dikenakan PBB sektor lainnya, atau objek pajak yang tidak dikenakan PBB
sesuai Pasal 3 ayat (1) Undang-undang PBB.
2. LSPOP untuk offshore (kode L01-42) yang rincian objek pajak Bumi adalah sebagai
berikut:
a). Areal Objek Pajak Offshore
b). Areal Objek Pajak di luar wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan
sejenis
c). Areal Lainnya
Areal Objek Pajak Offshore merupakan areal Offshore atau laut di dalam wilayah izin
pertambangan yang merupakan objek pajak PBB Mineral dan Batubara. Areal Objek
Pajak di luar wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis merupakan
areal Offshore atau laut di luar wilayah izin pertambangan/wilayah pertambangan sejenis
yang merupakan objek pajak PBB Pertambangan Mineral dan Batubara. Areal Lainnya
merupakan areal Offshore dalam wilayah izin pertambangan yang dikuasai oleh pihak
ketiga dan dikenakan PBB sektor lainnya, atau objek pajak yang tidak dikenakan PBB
sesuai Pasal 3 ayat (1) Undang-undang PBB.
b. LSPOP untuk objek pajak bangunan meliputi:
1. LSPOP untuk bangunan umum (kode L02-41) yang rincian objek pajak Bangunan adalah
sebagai berikut:
a). Perumahan
b). Perkantoran
c). Pabrik
d). Toko/Apotik/Ruko
e). RS/Klinik
f). Olahraga/Rekreasi
g). Hotel/Resto/Wisma
h). Bengkel/Gudang
i). Gedung Pertemuan
j). Bangunan Pabrik
Page 8
Page 8
k). Apartemen/Kondominium
l). Pompa Bensin (Kanopi)
m). Tangki Minyak
n). Gedung Sekolah
o). Lain-lain
2. LSPOP untuk bangunan khusus (kode L02-42) yang rincian objek pajak Bangunan
adalah sebagai berikut:
a). Jalan yang diperkeras di lokasi penambangan dan/atau dalam komplek
b). Dermaga/Pelabuhan Khusus
c). Landasan pesawat terbang
d). Cerobong
e). Conveyor
f). Pipa
g). Silo
h). Tangki
i). Kilang
j). Lain-lain
c. LSPOP untuk objek pajak tubuh bumi meliputi:
1. LSPOP untuk tubuh bumi eksplorasi (kode L03-41) yang rincian objek pajak Tubuh
Bumi adalah luas total wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis
dengan tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi:
a). Eksplorasi yang terdiri atas penyelidikan umum, eksplorasi, perpanjangan
eksplorasi, dan studi kelayakan.
b). Operasi Produksi yang terdiri atas konstruksi dan penambangan.
LSOP ini berisi data galian tambang Batubara terdiri atas jenis batubara dan kualitas dan
harga jual setahun; Mineral Logam terdiri atas bentuk produksi dan hasil produksi; dan
Mineral Bukan Logam atau Batuan terdiri atas bentuk produksi dan hasil produksi.
2. LSPOP untuk tubuh bumi operasi produksi (kode L03-42) yang rincian objek pajak
Tubuh Bumi adalah biaya produksi galian tambang Biaya Pengupasan Lapisan Tanah,
Biaya Pengambilan Hasil Produksi Galian Tambang, Biaya Pengolahan dan/atau
Pemurnian Hasil Produksi Galian Tambang, dan Biaya Pengangkutan Hasil Produksi
Galian Tambang.
Penyampaian SPOP dan LSPOP PBB Pertambangan Mineral dan Batubara berdasarkan jenis sub
sektor meliputi:
a. SPOP jenis sub sektor onshore dilampiri dengan LSPOP untuk onshore dan LSPOP untuk objek
pajak bangunan.
b. SPOP jenis sub sektor offshore dilampiri dengan LSPOP untuk offshore dan LSPOP untuk objek
pajak bangunan.
c. SPOP jenis sub sektor tubuh bumi dilampiri dengan LSPOP untuk objek pajak tubuh bumi
Kantor Pelayanan Pajak Pratama menyampaikan SPOP dan LSPOP kepada subjek pajak atau
Wajib Pajak paling lambat tanggal 31 Januari tahun pajak. Subjek pajak atau Wajib Pajak tersebut harus
menyampaikan SPOP dan LSPOP ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama paling lama 30 (tiga puluh) hari
setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak.
Page 9
Page 9
2. Penilaian
Penilaian objek PBB Pertambangan Mineral dan Batubara dalam rangka penentuan besarnya
nilai bumi per meter persegi dan/atau nilai bangunan per meter persegi adalah sebagai berikut:
a. Nilai bumi per meter persegi:
1). Permukaan Bumi
Nilai bumi per meter persegi untuk permukaan bumi merupakan hasil pembagian antara
total nilai permukaan bumi dengan total luas areal objek pajak yang dikenakan. Total
nilai permukaan bumi merupakan jumlah dari perkalian luas masing- masing areal objek
pajak yang dikenakan dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal objek
pajak dimaksud, tidak termasuk areal produktif.
Tata cara menentukan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal adalah sebagai
berikut:
a). untuk Areal Belum Dimanfaatkan dan Areal Emplasemen, melalui tahapan:
(1). melakukan pengumpulan data pembanding berupa objek sejenis;
(2) melakukan analisis terhadap data pembanding tersebut untuk menentukan
nilai bumi per meter persegi dari masing-masing data pembanding;
(3) menentukan nilai indikasi rata-rata bumi per meter persegi.
Nilai indikasi rata-rata bumi per meter persegi untuk Areal Belum Dimanfaatkan
dan Areal Emplasemen tersebut merupakan nilai bumi per meter persegi untuk
Areal Belum Dimanfaatkan dan Areal Emplasemen.
b) untuk Areal Cadangan Produksi, Areal Tidak Produktif, dan Areal Pengaman,
ditentukan dengan cara melakukan penyesuaian terhadap nilai bumi per meter
persegi untuk Areal Belum Dimanfaatkan.
c) untuk Areal Offshore, menggunakan nilai bumi per meter persegi yang ditetapkan
dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
2). Tubuh Bumi Eksplorasi
Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi menggunakan nilai bumi per
meter persegi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
3). Tubuh Bumi Operasi Produksi
a). Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi operasi produksi merupakan hasil
pembagian antara nilai bumi untuk tubuh bumi operasi produksi dengan luas
wilayah izin pertambangan.
b). Nilai bumi untuk tubuh bumi operasi produksi ditentukan sebesar hasil bersih
produksi galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak dikalikan dengan
Angka Kapitalisasi.
b. Nilai bangunan per meter persegi
1). Nilai bangunan per meter persegi merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan
dengan total luas bangunan.
2). Total nilai bangunan merupakan jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan.
3). Nilai bangunan masing-masing bangunan ditentukan sebesar biaya pembangunan baru
setelah dikurangi penyusutan.
Page 10
Page 10
Tata cara penetapan PBB Mineral dan Batubara menurut ketentuan Kontrak Karya atau
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam
Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, yang masih berlaku.
Penilaian objek PBB Pertambangan Mineral dan Batubara terkait dengan tiga ketentuan yang
berlaku, yaitu:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya Nilai Jual Kena Pajak
untuk Penghitungan Pajak bumi dan Bangunan.
Pasal 1, diatur bahwa besarnya Nilai Jual Kena Pajak sebagai dasar penghitungan pajak yang
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994, ditetapkan untuk :
a. obyek pajak dan perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % (empat puluh
persen ) dari Nilai jual Objek Pajak;
b. objek pajak lainnya:
sebesar 40 % ( empat puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Objek
Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah ) atau lebih;
sebesar 20 % (dua puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Pajak
Objeknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai
Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Pasal 2 ayat (1), Klasifikasi NJOP Bumi untuk Objek Pajak Sektor Perkebunan, Objek Pajak
Sektor Perhutanan, dan Objek Pajak Sektor Pertambangan adalah sebagaimana ditetapkan
dalam Lampiran I huruf A Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 2 ayat (2), dalam hal nilai jual Bumi untuk Objek Pajak Sektor Perkebunan, Objek Pajak
Sektor Perhutanan, dan Objek Pajak Sektor Pertambangan lebih besar dari nilai jual tertinggi
Klasifikasi NJOP Bumi yang tercantum dalam Lampiran I huruf A Peraturan Menteri Keuangan
ini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), nilai jual Bumi tersebut ditetapkan sebagai NJOP
Bumi.
Pasal 2 ayat (3), Klasifikasi NJOP Bangunan untuk Objek Pajak Sektor Perkebunan, Objek
Pajak Sektor Perhutanan, dan Objek Pajak Sektor Pertambangan adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran I huruf B Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
Pasal 2 ayat (3), dalam hal nilai jual Bangunan untuk Objek Pajak Sektor Perkebunan, Objek
Pajak Sektor Perhutanan, dan Objek Pajak Sektor Pertambangan lebih besar dari nilai jual
tertinggi Klasifikasi NJOP Bangunan yang tercantum dalam Lampiran I huruf B Peraturan
Menteri Keuangan ini sebagaimana dimaksud pada ayat (3), nilai jual Bangunan tersebut
ditetapkan sebagai NJOP Bangunan.
c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-132/PJ/2013 tentang Nilai Bumi Per Meter
Persegi untuk Areal Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi, dan
Angka Kapitalisasi, untuk Penentuan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi
dan Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun Pajak 2013.
KESATU:
Nilai bumi per meter persegi untuk areal offshore pertambangan minyak bumi, gas bumi dan
panas bumi dan pertambangan mineral dan batubara ditetapkan sebesar Rp.11.204,00 (sebelas
ribu dua ratus empat rupiah).
Page 11
Page 11
KEDUA:
Nilai bumi per meter persegi untuk tubuh bumi eksplorasi pertambangan minyak bumi, gas bumi
dan panas bumi dan pertambangan mineral dan batubara ditetapkan sebesar sebesar Rp140,00
(seratus empat puluh rupiah).
KETIGA:
Angka kapitalisasi untuk :
1. Pertambangan minyak bumi dan gas bumi, serta panas bumi sebesar 10,04 (sepuluh
koma nol empat);
2. Pertambangan mineral sebesar 8,20 (delapan koma dua puluh);
3. Pertambangan batubara sebesar 10,25 (sepuluh koma dua puluh lima).
Penetapan dan Pengadministrasian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Penetapan dan Pengadministrasian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB
Pertambangan Mineral dan Batubara meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Berdasarkan SPOP dan LSPOP, Kantor Pelayanan Pajak Pratama:
1). melakukan penelitian kelengkapan SPOP dan LSPOP;
2). melakukan perekaman SPOP dan LSPOP ke dalam basis data;
3). melakukan perekaman Formulir Data Masukan (FDM).
4). membuat dan menyampaikan usulan konsep Keputusan Menteri Keuangan mengenai
Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan ke
Kanwil DJP paling lambat tanggal 31 Maret tahun pajak;
5). mencetak SPPT dan salinan:
a). SPPT untuk onshore;
b). SPPT untuk offshore; dan/atau
c). SPPT untuk tubuh bumi,
paling lambat tanggal 31 Mei tahun pajak.
6). mengirimkan SPPT kepada ke Wajib Pajak paling lambat tanggal 15 Juni tahun pajak.
b. KPP Pratama membuat Daftar Ketetapan PBB Mineral dan Batubara dan menyampaikan ke
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, paling
lambat tanggal 30 Juni tahun pajak.
c. KPP Pratama melakukan pemberkasan SPOP dan LSPOP, FDM, dan Salinan SPPT per objek
pajak.
PEMBAHASAN PERHITUNGAN PBB PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Pembahasan perhitungan PBB Pertambangan Mineral Dan Batubara meliputi bagan SPPT untuk
Onshore, SPPT untuk Offshore, dan SPPT untuk Tubuh Bumi. Bagan tersebut menjelaskan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan setiap SPPT. Berdasarkan bagan tersebut, studi kasus
perhitungan PBB Pertambangan Mineral Dan Batubara dibuat dan disertai solusi jawabannya. Bagan
setiap SPPT dapat dilihat dibawah ini.
Page 12
Page 12
SPPT untuk onshore
Dasar Pengenaan PBB Mineral dan Batubara adalah NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.
NJOP Bangunan
Hasil perkalian antara total luas bangunan dengan
NJOP bangunan per meter persegi
Hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke
dalam klasifikasi NJOP bangunan.
Nilai Bangunan Per Meter Persegi
Hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan
total luas bangunan.
Total Nilai Bangunan
Jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan
Hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam
klasifikasi NJOP bumi.
Nilai Bumi Per Meter Persegi
Permukaan bumi merupakan hasil pembagian antara
total nilai permukaan bumi dengan total luas areal
objek pajak yang dikenakan.
Total Nilai Bumi Untuk Permukaan bumi
Jumlah dari perkalian luas masing-masing areal objek
pajak yang dikenakan dengan nilai bumi per meter
persegi masing-masing areal objek pajak dimaksud,
tidak termasuk areal produktif.
NJOP Bangunan Per Meter Persegi
NJOP Bumi
Permukaan bumi merupakan hasil perkalian antara
total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan
NJOP bumi per meter persegi.
NJOP Bumi Per Meter Persegi
Page 13
Page 13
SPPT untuk Offshore
Dasar Pengenaan PBB Mineral dan Batubara adalah NJOP Bumi dan NJOP Bangunan.
Hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke
dalam klasifikasi NJOP bangunan.
Nilai Bangunan Per Meter Persegi
Hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan
total luas bangunan.
Total Nilai Bangunan
Jumlah nilai bangunan masing-masing bangunan
NJOP Bangunan Per Meter Persegi NJOP Bangunan
Hasil perkalian antara total luas bangunan dengan
NJOP bangunan per meter persegi
Hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam
klasifikasi NJOP bumi.
Nilai Bumi Per Meter Persegi
Permukaan bumi merupakan hasil pembagian antara
total nilai permukaan bumi dengan total luas areal
objek pajak yang dikenakan.
Total Nilai Bumi Untuk Permukaan bumi
Areal Offshore ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak
NJOP Bumi
Permukaan bumi merupakan hasil perkalian antara
total luas areal objek pajak yang dikenakan dengan
NJOP bumi per meter persegi.
NJOP Bumi Per Meter Persegi
Page 14
Page 14
SPPT untuk Tubuh Bumi
Dasar Pengenaan PBB Mineral dan Batubara adalah NJOP Bumi.
Hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam
klasifikasi NJOP bumi.
Nilai Bumi Per Meter Persegi
Tubuh bumi eksplorasi ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak
Tubuh Bumi Eksplorasi
Hasil perkalian antara luas wilayah izin pertambangan
dengan NJOP bumi per meter persegi.
NJOP Bumi Per Meter Persegi
NJOP Bumi
Hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam
klasifikasi NJOP bumi.
Nilai Bumi Per Meter Persegi
Tubuh bumi operasi produksi merupakan hasil
pembagian antara nilai bumi untuk tubuh bumi
operasi produksi dengan luas wilayah izin
pertambangan.
Nilai Bumi Untuk Tubuh Bumi Operasi Produksi
Hasil bersih produksi galian tambang dalam satu
tahun sebelum tahun pajak dikalikan dengan Angka
Kapitalisasi.
NJOP Bumi Per Meter Persegi Tubuh Bumi Operasi
ProduksiHasil perkalian antara luas wilayah izin pertambangan
dengan NJOP bumi per meter persegi.
Hasil bersih produksi galian tambang ditentukan
sebesar pendapatan kotor dikurangi dengan biaya
produksi galian tambang atas objek dimaksud.
Angka Kapitalisasi ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
Page 15
Page 15
Studi kasus perhitungan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara
Perusahaan ABC merupakan pengusaha pertambangan mineral bukan logam atau golongan C. Data
penguasaaan dan pemanfaatan bumi dan bangunan Tahun Pajak 2013 pada areal onshore_nya adalah
sebagai berikut:
A. Bumi
1. Areal Produktif = 50 Ha, Nilai Bumi Rp. 1.500,00/M2
2. Areal Belum Produktif
a). Areal Cadangan Produksi = 100 Ha, Nilai Bumi Rp. 1.200,00/M2
b). Areal Belum Dimanfaatkan = 50 Ha, Nilai Bumi Rp. 800,00/M2
3. Areal Tidak Produktif = 10 Ha, Nilai Bumi Rp. 500,00/M2
4. Areal Emplasemen
a). Pabrik = 5.000 M2, Nilai Bumi Rp. 10.000,00/M
2
b). Gudang = 1.000 M2, Nilai Bumi Rp. 10.000,00/M
2
c). Kantor = 500 M2, Nilai Bumi Rp. 10.000,00/M
2
d). Perumahan = 3.000 M2, Nilai Bumi Rp. 10.000,00/M
2
5. Areal Pengaman = 5 Ha, Nilai Bumi Rp. 500,00/M2
6. Areal Objek Pajak Diluar Wilayah Izin = 0 M2, Nilai Bumi Rp. 0,00/M
2
Pertambangan/Wilayah Pertambangan
Sejenis
7. Areal Lainnya = 0 M2, Nilai Bumi Rp. 0,00/M
2
B. Bangunan
1. Pabrik = 3.000 M2, Nilai Bangunan Rp. 450.000,00/M
2
2. Gudang = 900 M2, Nilai Bangunan Rp. 150.000,00/M
2
3. Kantor = 200 M2, Nilai Bangunan Rp. 500.000,00/M
2
4. Perumahan = 2.000 M2, Nilai Bangunan Rp. 200.000,00/M
2
C. Tubuh Bumi untuk Eksplorasi = 215 Ha, Nilai Bumi Rp. 1.500,00/M2
D. Lama Penambangan 30 Tahun
E. Hasil bersih produksi galian tambang Tahun Pajak 2012 sebesar Rp. 500.000.000,00.
F. 1 Ha = 10.000 M2
Page 16
Page 16
A. Rekapitulasi Data Bumi Areal untuk Onshore
No.
1.
2.
a.
b.
3.
4.
a.
b.
c.
d.
5.
6.
7.
8.
9.
Luas (M2)
Areal Objek Pajak Diluar Wilayah Izin
Pertambangan/Wilayah Pertambangan
Sejenis
Areal Lainnya
500.000
1.000.000
500.000
100.000
5.000
1.000
Areal Emplasemen
Pabrik
Gudang
Kantor
Perumahan
Areal Pengaman
Peruntukan Areal
Areal Produktif
Areal Belum Produktif
Areal Cadangan Produksi
Areal Belum Dimanfaatkan
Areal Tidak Produktif
1.200
800
500
500
3.000
50.000
-
-
30.000.000
25.000.000
-
-
Nilai Bumi Per M2 Nilai Bumi (Rp)
-
1.200.000.000
400.000.000
50.000.000
-
50.000.000
10.000.000
5.000.000
10.000
10.000
10.000
10.000
500
-
1.659.500 - 1.770.000.000 Jumlah ( 2.a. + 2.b. + 3 + 4 + 5 + 6 + 7)
1.067 Nilai Bumi Per M2
Keterangan:
Nilai Bumi per meter persegi sebesar Rp. 1.067,00/M2 merupakan pembagian antara total nilai
permukaan bumi sebesar Rp. 1.770.000.000,00 dengan total luas areal objek pajak yang dikenakan
sebesar 1.659.500 M2
tidak termasuk areal produktif.
B. Rekapitulasi Data Bangunan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3.000 450.000 1.350.000.000
900 150.000 135.000.000 Gudang
Pabrik
Peruntukan Bangunan Luas (M2) Nilai Bangunan Per M
2 Nilai Bangunan (Rp)
6.100 - 1.985.000.000 Jumlah ( 1 + 2 + 3 + 4 )
200 500.000 100.000.000
2.000 200.000 400.000.000
Kantor
Perumahan
325.410 Nilai Bangunan Per M2
Keterangan:
Nilai Bangunan per meter persegi sebesar Rp. 325.410,00/M2 merupakan pembagian antara total nilai
bangunan sebesar Rp. 1.985.000.000,00 dengan total luas bangunan sebesar 6.100 M2.
Page 17
Page 17
C. Rekapitulasi Data Tubuh Bumi Eksplorasi
No.
1.
Objek Luas (M2) Nilai Bumi Per M
2
Tubuh Bumi Eksplorasi 2.150.000 140
Nilai Tubuh Bumi (Rp)
301.000.000
Keterangan:
Nilai Tubuh Bumi Eksplorasi per meter persegi sebesar Rp. 140,00/M2 merupakan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-132/PJ/2013.
D. Rekapitulasi Data Tubuh Bumi Operasi Produksi
No.
1.
Hasil Bersih Produksi Galian Tambang Angka Kapitalisasi
500.000.000 8,20
Nilai Tubuh Bumi (Rp)
4.100.000.000
Keterangan:
Angka Kapitalisasi pertambangan mineral sebesar 8,20 merupakan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor KEP-132/PJ/2013.
E. PBB Terutang untuk Areal Onshore dan Tubuh Bumi
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
301.000.000
1.100
310.000
Luas NJOP
1.659.500 1.825.450.000
Kelas Klasifikasi
NJOP
Kelas A.183
Kelas B.086
Kelas A.200140
1.990
Objek Pajak
Bumi
Bangunan
Tubuh Bumi Eksplorasi
Tubuh Bumi Operasi Produksi 2.150.000 4.100.000.000
Nilai
Bumi/Bangunan
Per M2
1.067
325.410
140
1.907
Kelas
Bumi/Bangunan
Per M2
6.100 1.891.000.000
2.150.000
Kelas A.176
8.117.450.000
10.000.000
8.107.450.000
40%
3.242.980.000
Jumlah = 1 s.d. 4
Rumus = 5 - 6
Rumus = 7 x 8
Rumus = 9 x 10
0,50%
16.214.900
NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak
NJOPTKP
NJOPKP
Persentase NJKP
NJKP
Tarif PBB
PBB Terutang
Keterangan:
Nilai Tubuh Bumi Operasi Produksi sebesar Rp. 1.907/M2 merupakan pembagian antara Nilai Tubuh
Bumi Operasi Produksi sebesar Rp. 4.100.000.000,00 dengan Luas Wilayah Izin Pertambangan.
Page 18
Page 18
KESIMPULAN
Kesimpulan pembahasan penatausahaan dan perhitungan PBB Pertambangan Mineral dan
Batubara terdiri atas:
a. Penatausahaan merupakan suatu kegiatan yang meliputi prosedur pendataan Subjek Pajak
dan/atau Objek Pajak PBB Pertambangan Mineral; dan prosedur penerbitan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak tentang Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Areal Offshore, Nilai Bumi Per
Meter Persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi, dan Angka Kapitalisasi PBB Pertambangan
Mineral dan Batubara. Untuk tahun 2013, Wajib Pajak menggunakan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-132/PJ/2013 tentang Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Areal
Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi, dan Angka Kapitalisasi,
untuk Penentuan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi dan
Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun Pajak 2013.
b. Perhitungan merupakan suatu pengumpulan data masukan pertambangan mineral dan batubara
areal onshore/offshore dan penetapan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara pada Areal
Onshore, Areal Offshore, dan Tubuh Bumi. Data masukan yang terkait dengan PBB
Pertambangan Mineral dan Batubara dapat dirinci sebagai berikut:
1). Areal Objek Pajak Onshore meliputi Areal Produktif, Areal Belum Produktif (Areal
Cadangan Produksi dan Areal Belum Dimanfaatkan), Areal Tidak Produktif, Areal
Emplasemen, dan Areal Pengaman;
2). Areal Objek Pajak Offshore;
3). Bangunan umum meliputi perumahan, perkantoran, pabrik, toko/apotik/ruko, rs/klinik,
olahraga/rekreasi, hotel/resto/wisma, bengkel/gudang, gedung pertemuan, bangunan
pabrik, apartemen/kondominium, pompa bensin (kanopi), tangki minyak, gedung
sekolah, lain-lain;
4). Bangunan khusus meliputi jalan yang diperkeras di lokasi penambangan dan/atau dalam
komplek, dermaga/pelabuhan khusus, landasan pesawat terbang, cerobong, conveyor,
pipa, silo, tangki, kilang, lain-lain;
5). Tubuh bumi eksplorasi; dan
6). Tubuh bumi operasi produksi.
Pehitungan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara tahun pajak 2013 sangat berbeda dengan
perhitungan PBB Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C,
serta PBB Sektor Pertambangan Non Migas Galian C. Hal tersebut terlihat dalam beberapa buku
perpajakan yang mengulas perhitungan PBB Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi
Panas Bumi dan Galian C, serta PBB Sektor Pertambangan Non Migas Galian C seperti Buku 8
(Delapan) Tahun Pembahasan Soal Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) PBB, BPHTB dan Bea
Meterai 2002 – 2009 (Murtopo, 2010); Buku Cara Menghitung PBB, BPHTB, dan Bea Meteral
(Supriyanto, 2010); dan Perpajakan – Pendekatan Sertifikasi A-B-C, Buku I (Purno Murtopo,
Sjafardamsah, Tugiman Binsarjono, 2011).
Pehitungan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara tahun pajak 2013 didasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang meliputi Peraturan Direktur Jenderal Pajak
nomor PER-32/PJ/2012, Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-132/PJ/2013, dan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak nomor SE-64/PJ/2012. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PBB Pertambangan
Mineral dan Batubara meliputi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Bangunan yang telah dibuatkan Bagan SPPT untuk Areal Onshore, SPPT untuk Areal Offshore, dan
SPPT untuk Tubuh Bumi.
Page 19
Page 19
SARAN
Saran yang terkait dengan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara adalah Direktorat Jenderal
Pajak segera membuat buku panduan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku agar tidak menimbulkan suatu penafsiran yang
berbeda-beda agar pemungutan PBB Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi pasti dan adil.
Kemudian bersamaan dengan itu, Direktorat Jenderal Pajak melakukan penyuluhan atau sosialisasi PBB
Pertambangan Mineral dan Batubara kepada fiskus sebagai petugas pajak dan Wajib Pajak sebagai
masyarakat pembayar pajak.
Page 20
Page 20
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Kuncoro, Mudrajad. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Murtopo, Purno. (2010). Buku 8 (Delapan) Tahun Pembahasan Soal Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak
(USKP) PBB, BPHTB dan Bea Meterai 2002 – 2009. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Purno Murtopo, Sjafardamsah, Tugiman Binsarjono. (2011). Perpajakan – Pendekatan Sertifikasi A-B-
C, Buku I. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Rusjidi, Muhammad. (2005). PBB, BPHTB, dan Bea Meterai. Jakarta. PT INDEKS.
Supriyanto, Heru. (2010). Buku Cara Menghitung PBB, BPHTB, dan Bea Meteral. Jakarta: PT
INDEKS.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3569).
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4959).
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5049).
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5110).
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111).
Page 21
Page 21
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual
Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral dan Batubara.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Penetapan Wilayah Usaha Pertambangan dan Sistem Informasi Wilayah Pertambangan Mineral
dan Batubara.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-32/PJ/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-132/PJ/2013 tentang Nilai Bumi Per Meter Persegi
untuk Areal Offshore, Nilai Bumi Per Meter Persegi untuk Tubuh Bumi Eksplorasi, dan Angka
Kapitalisasi, untuk Penentuan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Sektor
Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi dan
Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun Pajak 2013.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-64/PJ/2012 tentang Tata Cara Penatausahaan Pajak
Bumi Dan Bangunan Sektor Pertambangan Untuk Pertambangan Mineral Dan Batubara.
Website:
Http://www.pajak.go.id.
Http://www.ortax.org.
Http://www.klikpajak.com.
http://www.depkeu.go.id.