LAPORAN PRESENTASI KASUS “SUBARACHNOID BLOK PADA OPERASI HERNIA INGUINALIS LATERALIS (HIL) SINISTRA” A. KASUS PASIEN 1. IDENTITAS PASIEN: - Nama pasien : Bp. S - Umur : 54 tahun - Jenis kelamin : Laki-laki - Alamat : Kebon Agung, Bandongan - Pekerjaan : PNS - Agama : Islam - Tanggal masuk bangsal : 12 Juni 2010 - Tanggal operasi : 14 Juni 2010 2. ANAMNESIS: - Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada selangkangan kiri yang terasa nyeri. - Keluhan Tambahan : kadang nafas terasa seseg pada pagi hari. - Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada selangkangan kiri sebesar telur ayam. Benjolan tersebut muncul 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRESENTASI KASUS
“SUBARACHNOID BLOK PADA OPERASI HERNIA INGUINALIS
LATERALIS (HIL) SINISTRA”
A. KASUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN:
- Nama pasien : Bp. S
- Umur : 54 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Alamat : Kebon Agung, Bandongan
- Pekerjaan : PNS
- Agama : Islam
- Tanggal masuk bangsal : 12 Juni 2010
- Tanggal operasi : 14 Juni 2010
2. ANAMNESIS:
- Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada selangkangan kiri yang terasa nyeri.
- Keluhan Tambahan : kadang nafas terasa seseg pada pagi hari.
- Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada selangkangan kiri sebesar telur ayam.
Benjolan tersebut muncul sejak 2 tahun yang lalu dan hilang timbul. Benjolan
terasa nyeri. Bila pagi hari nafas kadang terasa sesak. Pasien mempunyai riwayat
sakit hipertensi.
- Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Pasien menyatakan belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya.
- Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :
Pasien menyatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
yang sama. Terdapat riwayat penyakit kronik dalam keluarga yaitu hipertensi.
1
3. PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan fisik saat masuk bangsal (12 Juni 2010)
- Keadaan Umum : baik
- GCS : Compos Mentis
- Vital Sign : Tekanan Darah : 155/100 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 36,3 C
Berat Badan : 74 kg
b. Pemeriksaan pre-operatif (13 Juni 2010)
- Pemeriksaan Laboratorium Darah
WBC 5,53 103/ul (Normal)
RBC 4,72 106/ul (Normal)
HGB 14,0 gr/dl (Normal)
HCT 43,4 % (Normal)
MCV 91,9 fL (Normal)
MCH 29,7 pg (Normal)
MCHC 32.3 g/dl (Normal)
PLT 260 103/ul (Normal)
RDW-CV 12,5 % (Normal)
RDW-SD 41,0 fL (Normal)
2
- Pemeriksaan Kimia Darah
Gula Darah Sewaktu 91,6 mg/dl (75-150) normal
Ureum 40,8 mg/dl (10-50) normal
Creatinin 1,35 mg/dl (0.6-1.2) rendah
Protein total 8,3 mg/dl (6,5-8,3) normal
Albumin 4,57 mg/dl (3,5-5) normal
Globulin 3,75 mg/dl (2,3-3,5) tinggi
SGOT 18,5 mg/dl (<38) normal
SGPT 22,4 mg/dl (<42) normal
- Pemeriksaan Elektrolit
Natrium 147 mEq/L (135-155) normal
Kalium 4 mEq/L (3,5-5,5) normal
Klorida 111 mEq/L (95-108) tinggi
- Persiapan Operasi di Ruang B:
Vital Sign : Tekanan Darah : 170/100 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 36 C
Respiration Rate : 20 kali/menit
BB : 70 kg
4. LAPORAN ANASTESIA
- Nama penderita : Bp. S
- Jenis kelamin : laki-laki
- Umur : 54 tahun
- Bangsal : B
- Dokter Anestesi : dr. BA, Sp.An
- Dokter operator : dr. I, Sp.B
- Diagnosis preoperatif : HIL (Hernia Inguinalis Lateralis) Sinistra
morfin dapat mengubah reaksi yang timbul di korteks serebri pada waktu persepsi
nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus, 3.morfin memudahkan tidur dan
pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau
menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid.
Lebih hebat nyerinya makin besar dosis yang diperlukan. Morfin sering diperlukan
untuk nyeri yang menyertai Infark miokard, Neoplasma, Kolik renal atau kolik
empedu, Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, Perikarditis
akut, pleuritis dan pneumotorak spontan, Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar,
fraktur dan nyeri pasca bedah.
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk
larutan diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau
mengurangi nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa
1-2 mg intravena dan dapat diulang sesuai yamg diperlukan.
Farmakodinamik
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot
polos. Efek morfin pada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan
stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi,
hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual
muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).
Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka.
Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek
analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang
timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati
sawar plasenta dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal.
Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.
Narfoz sebagai antiemetic
Pada pasien ini diberikan Narfoz 8mg yang isinya adalah Ondansentron sebagai
obat sisipan untuk mencegah emesis.
Farmakodinamik
Ondansetron adalah antagonis reseptor 5HT3 yang poten dan selektif. Narfoz
bekerja sebagai selektif antagonis reseptor serotonin yang ketiga (5HT3). Narfoz
bekerja secara selektif menghambat ikatan antara serotonin (5HT) dengan reseptor
serotonin yang ketiga (5HT3) agar tidak berikatan, sehingga tidak menghasilkan
rangsang mual muntah efektif baik pada Sistem Saraf Pusat (SSP) maupun pada
Sistem Saraf Perifer/ Tepi (SST). Narfoz akan menghambat reseptor 5HT3 yang
terdapat pada CTZ (Chemoreseptor Trigger Zone). Narfoz bekerja di SSP sehingga
sangat efektif untuk mengatasi mual muntah akibat kemo/radioterapi, post operasi,
gangguan meurologis, iritasi dan gangguan saluran cerna; gangguan fungsi ginjal
(seperti pasien hemodialisa), detoksifikasi opiat dan hyperemesis gravidarum. Narfoz
juga bekerja di SST dengan menghambat reseptor 5HT3 di aferen vagal saluran cerna
sehingga akan menghambat impuls ke pusat muntah. Dengan kemampuan Narfoz
untuk bekerja di SST maka Narfoz juga daapat digunakan untuk mengatasi mual
muntah yang terjadi karena adanya gangguan pada saluran cerna.
Farmakokinetik
Konsentrasi puncak dalam plasma dicapai setelah 1,5 jam pemberian
Ondansetron per oral. Bioavailabilitas absolut Ondansetron per oral mencapai 60%.
Disposisi Ondansetron setelah pemberian per oral ataupun secara intravena sama
dengan waktu paruh eliminasi terminal yang mencapai 3 jam, meskipun dapat
diperpanjang sampai 5 jam pada penderita usia lanjut. Obat ini secara ekstensif
dimetabolisme dan metabolitnya diekskresikan ke dalam feses dan urin. Ikatan
protein plasma mencapai 70-76%.
Sedacum 0,1% 1 mg sebagai sedasi
Pada pasien diberikan sedacum 1mg, yang berisi midazolam. Midazolam merupakan
benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.
Farmakodinamik
Dalam sistem saraf pusat, dapat menimbulkan amnesia, antikejang, hipnotik,
relaksasi otot dan mepunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran
darah otak dan laju metabolisme. Efek Kardiovaskuler menyebabkan vasodilatasi
sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put. Tidak mempengaruhi
frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi pada dosis yang
besar atau apabila dikombinasi dengan opioid. Pada sistem respiratori dapat
mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal, depresi pusat nafas
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi
mental. Efek terhadap saraf otot dapat menimbulkan penurunan tonus otot rangka
yang bekerja di tingkat supraspinal dan spinal, sehingga sering digunakan pada
pasien yang menderita kekakuan otot rangka.
Farmakokinetik
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul setelah 4 – 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.
Orasic 2ml sebagai analgesik
Pada pasien ini diberikan obat sisipan Orasic yang berisi Tramadol Hcl 50mg.
Tramadol HCl adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol
mengikat secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga
menghentikan sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri.
Farmakodinamik
Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen nyeri yang
keduanya bekerja secara sinergis yaitu: agonis opioid yang lemah dan penghambat
pengambilan kembali monoamin neurotransmitter. Tramadol mempunyai efek
merugikan yang paling lazim dalam penggunaan pada waktu yang singkat dan
biasanya hanya pada awal penggunaannya saja yaitu pusing, mual, sedasi, mulut
kering, berkeringat dengan insidensi berkisar antara 2,5 sampai 6.5%. Tidak
dilaporkan adanya depresi pernafasan yang secara klinis relevan setelah dosis obat
yang direkomendasikan. Depresi pernafasan telah ditunjukkan hanya pada beberapa
pasien yang diberikan tramadol sebagai kombinasi dengan anestesi, sehingga
membutuhkan naloxone pada sedikit pasien. Pada pemberian tramadol pada nyeri
waktu proses kelahiran, tramadol intravena tidak menyebabkan depresi pernafasan
pada neonatus.
Farmakokinetik
Setelah pemakaian secara oral seperti dalam bentuk kapsul atau tablet, tramadol
akan muncul di dalam plasma selama 15 sampai 45 menit, mempunyai onset setelah
1 jam yang mencapai konsentrasi plasma pada mean selama 2 jam.
Tramadol mengalami metabolisme hepatik, secara cepat dapat diserap pada traktus
gastrointestinal, 20% mengalami first-pass metabolisme didalam hati dengan hampir
85% dosis oral yang dimetabolisir pada relawan muda yang sehat. Hanya 1 metabolit,
O-demethyl tramadol, yang secara farmakologis aktif. Mean elimination half-life dari
tramadol setelah pemakaian secara oral atau pemakaian secara intravena yakni 5
hingga 6 jam. Hampir 90% dari suatu dosis oral diekskresi melalui ginjal.
Elimination half-life meningkat sekitar 2-kali lipat pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi hepatik atau renal.
Pemberian Loading Cairan Ringer Lactat (RL) dan Hydroxy Ethyl Starch
(HES)
Efek samping anestesi regional khususnya subarachnoid block adalah depresi
sistem saraf simpatis sehingga mempengaruhi tonus pembuluh darah dan
menyebabkan vasodilatasi sehingga akan terjadi hipovolemi relative (kekurangan
cairan akibat melebarknya pembuluh darah sedangkan volume darah relative tetap),
kemudian terjadi hipotensi. Untuk mencegah kejadian tersebut dilakukan pemberian
cairan (pre-loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi
sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi dan loading cairan diteruskan sampai
setelah operasi selesai, dimana kondisi hemodinamik pasien satabil. Selain itu dapat
juga diberikan vasokonstriktor pembuluh darah jika diperlukan, misalnya jika
tekanan darah pasien cenderung menurun terus dan drastis. Pada pasien ini, selain
diberikan Ringer Laktat juga diberikan HES, namun belum memerlukan
vasokonstriktor.
Cairan elektrolit seperti ringer laktat memiliki berat molekul kecil dan tidak
mengandung glukosa dan memiliki kemampuan untuk berpindah dari intravaskuler
menuju interstitial dan intraseluler secara cepat. Dalam waktu setengah jam setelah
pemberian 1 paket cairan elektrolit, maka 2/3 cairan tersebut akan berpindah ke
interstitial. Sehingga cairan yang ada di intravaskuler akan tetap kurang, untuk
mencapai keseimbangan cairan yang berada di intravaskuler diberikan 3 kali volume
yang hilang. Sedangkan koloid adalah cairan yang memiliki kemampuan untuk
menjaga tekanan onkotik di dalam intravaskuler sehingga cairan yang masuk lewat
infuse akan stabil berada di intravaskuler sehingga mempercepat penstabilan cairan
intravaskuler secara lebih cepat. Namun setelah keseimbangan intravaskuler
terkoreksi, harus segera mungkin menyeimbangkan cairan interstitial dan intraseluler
dengan memberikan ringer laktat kembali.
Pasca Anestesia
- Menjaga keseimbangan cairan dengan mengontrol urine yang dihasilkan, tekanan
darah, dan nadi pasien, serta pemberian cairan intravena. Pada pasien ini
diberikan Tutofusin Ops 30 tetes IV. Tutofusin Ops mengandung air, elektrolit
lengkap serta sorbitol sebagai sumber karbohidrat.
- Menjaga posisi pasien dengan meninggikan kepala untuk mencegah naiknya
cairan anestesi menuju thorakal atau cervical. Paisen diedukasi agar selalu
menggunakan bantal.
- Memanajemen nyeri dengan pemberian analgesic dan antiemetic untuk
menurunkan rasa nyeri dan mual. Pada pasien ini diberikan medikasi pasca
anestesi meliputi:
Orasic 3x1 IV untuk satu hari, Piralen 3x1 (sebagai antiemesis) untuk 1 hari,
andesco? 3x1 untuk satu hari, Ketopain 3x3 untuk 1 hari dilanjutkan 2x3 selama 2
hari IV (sebagai analgesic pasca operasi, isinya ketorolac tromethamine).
- Setelah peristaltic stabil, jangan ditunda dalam memberikan rangsangan terhadap
peristaltic (diet) dari konsistensi lunak dahulu misalnya air minum.
C. DAFTAR PUSTAKA
Erickson, KM. (2010). Abdominal Hernias. Diakses pada tanggal 18 Juni 2010 dari