-
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .1
KATA PENGANTAR ...2
PENDAHULUAN .3
1.1 Latar Belakang ..3
1.2 Tujuan ...4
PEMBAHASAN 5
2.1. Pengertian .5
2.2 Sejarah Pedagang Kaki Lima .......6
2.3 Permasalahan yang ditimbulkan PKL ...7
2.4 Dampak Positif dari Hadirnya PKL ..8
2.5 Dampak Negatif dari Hadirnya PKL 9
2.6 Perlindungan PKL .10
2.6.1. Hak-hak PKL ketika dilakukan pembongkaran .10
2.6.2. Perlindungan Hukum .10.KESIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA ..14
1
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat
dan
karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah
ini.
Melalui makalah ini kami ingin berbagi pengalaman dengan
pembaca
lainya mengenai fenomena dalam masyarakat kita tentang Pedagang
Kaki
Lima.
Makalah ini telah tersusun dengan dukungan dari berbagai pihak,
maka
dengan ketulusan, Kami ucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Meutia,sebagai dosen yang selalumemberikan motivasi,
dukungan dan arahan untuk menyeleseikan makalah ini dengan baik
2. Para Pedagang di GOR Bekasi, jalan baru Kranji - Bintara,
yang telah kami wawancara
3. Dan teman-teman satu kelompok yang telah meluangkan waktu
ditengah kesibukan masing-masing untuk menyusun makalah ini.
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini
masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan dan pengalaman
yang
dimiliki penyusun, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan
kritik dan
saran yang membangun.
Dan harapan kami semoga dengan makalah ini dapat memberikan
wawasan baru dan bagi pembaca makalah kami. Amiin.
BAB I
2
-
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangTentunya kita semua sudah tidak asing lagi
dengan istilah Pedagang
kaki lima atau PKL. Seringkali kita jumpai masalah-masalah yang
terkait
dengan pedagang kakilima (PKL) di perkotaan Indonesia. Mereka
berjualan
di trotoar jalan, di taman-taman kota, di jembatan penyebrangan,
bahkan di
badan jalan. Pemerintah kota berulangkali menertibkan mereka
yang
ditengarai menjadi penyebab kemacetan lalu lintas ataupun
merusak
keindahan kota
Fenomena PKL di perkotaan bisa kita katakana menambah
kesemrawutan kota, umunya mereka tidak tertib dan jorok. Dan
ini
memang sebuah wujud tidak nyambungnya antara perencanaan tata
kota
dengan transformasi masyarakat ini
Tapi pada kenyataanya sewaktu krismon (krisis moneter) dua belas
tahun
lalu yang melumpuhkan seluruh aspek perekonomian Indonesia
kecuali
sektor micro ini yang mampu survive, keberadaan PKL di ibukota
dan kota-
kota lainnya di negeri ini tetap masih belum mendapat tempat
yang
selayaknya. Banyak kejadian mereka malah dikejar dan diburu
seperti
kriminal.
Sebuah mimpi jika berharap pemerintah dapat memfasilitasi
dan
memberi lahan khusus agar lingkungan kelihatannya menjadi
cantik, aparat
kelurahan masih memperdagangkan emperan gedung, trotoar, dan
lahan-
lahan kosong dengan harga tinggi dan tiap bulan mengutip pajak
liar.
Jika aparat tidak melakukan pengutipan, maka kaki tangannya (
preman)
yang bergerak. Di sudut-sudut kota yang telah diinvasi lebih
lama oleh PKL.
3
-
Fenomena Urban inilah yang menarik minat kami untuk menyelami
lebih
dalam, sehingga tersusunlah makalah ini
1.2 TujuanA. Memenuhi Tugas Mata Kuliah Character Building
B. Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan rekan Mahasiswa
C. Mengkaji keberadaan Pedagang kaki lima
BAB II
4
-
PEMBAHASAN
2.1. PengertianPedagang Kaki Lima atau yang biasa disingkat
dengan kata PKL adalah
istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan
gerobak.
Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki
pedagangnya ada
lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga
"kaki"
gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu
kaki).
Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang
menjadi
pedagang kaki lima, namun saat ini istilah PKL memmiliki arti
yang lebih
luas, Pedagang Kaki Lima digunakan pula untuk menyebut pedagang
di
jalanan pada umumnya.
Tapi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S
Poerwadarminta, istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap
sebagai
penghubung rumah dengan rumah, arti yang kedua adalah lantai
(tangga) di
muka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih
cenderung
diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di
jaman
silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa
bagian depan
(serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan
diwajibkan
dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun
ruang
selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai
jalur lintas bagi
pejalan kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat
jualan
barang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang
kaki lima
dimasyarakatkan.
5
-
Terlepas yang mana arti yang paling benar, kedua-duanya
adalah
masalah yang dimaksud dan sedang dihadapi kota-kota di Indonesi
ini.
Contoh Pedagang kaki lima:
2.2. Sejarah Pedagang Kaki Lima
Adapun yang menyebutkan bahwa kata kaki lima berasal dari
masa
penjajahan Belanda. Saat itu Kolonial menetapkan bahwa setiap
ruas jalan
raya harus menyediakan sarana untuk pejalan kaki selebar lima
kaki, atau
sekitar satu setengah meter untuk kaum pedestrian.
6
-
Namun setelah Indonesia merdeka, ruas jalan tersebut banyak
dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan, sehingga
masyarakat
menganalnya dengan nama pedagang emperan, namun menurut
sejarahnya
lebih tepat disebut pedagang kaki lima.
2.3. Permasalahan yang ditimbulkan PKL
Pedagang Kaki Lima (PKL) selalu saja menjadi masalah bagi
kota-kota
yang sedang berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang
sudah
mempunyai predikat metropolitan. Kuatnya magnet bisnis kota-kota
besar
ini mampu memindahkan penduduk dari desa berurbanisasi ke kota
dalam
rangka beralih profesi dari petani menjadi pedagang
kecil-kecilan.
Pedagang Kaki Lima ini timbul dari adanya suatu kondisi
pembangunan
perekonomian dan pendidikan yang tidak merata diseluruh Negara
Kesatuan
Republik Indonesia ini. PKL ini juga timbul dari akibat tidak
tersedianya
lapangan pekerjaan bagi rakyat kecil yang tidak memiliki
kemampuan
dalam berproduksi. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya memiliki
tanggung
jawab didalam melaksanakan pembangunan bidang pendidikan,
bidang
perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan, sehingga
menciptakan
penganggur-penganggur secara cepat dan dalam jumlah yang besar.
Kondisi
ini memaksa mereka untuk menentukan pindah ke Ibu kota demi
mendapat
kehidupan yang lebih baik. sehingga umumnya para perantau dari
daaerah
ini memilih profesi sebagai pedagang (kaki lima)
Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena
Keberadaan PKL sepertinya telah menjadi biang keladi
kesemrawutan kota
7
-
dan kemacetan lalu lintas. Hal ini dapat kita dengar dan
saksikan dari berita-
berita baik di televisi maupun di surat kabar-surat kabar dimana
masyarakat
maupun pemerintah kota setempat merasa tidak nyaman dengan
adanya
PKL. Tetapi selain itu PKL sebenarnya memiliki pengaruh yang
besar bagi
pertumbuhan ekonomi kota. Dengan demikian, sebenarnya keberadaan
PKL
ini sesuatu yang menguntungkan atau merugikan ? Mari kita urai
satu
persatu
2.4. Dampak Positif dari Hadirnya PKL
Pada umumnya barang-barang yang diusahakan PKL memiliki
harga
yang tidak tinggi, tersedia di banyak tempat, serta barang yang
beragam,
Dan uniknya keberadaan PKL bias menjadi potensi pariwisata
yang
cukup menjanjikan. Sehingga PKL banyak menjamur di sudut-sudut
kota,
karena memang sesungguhnya pembeli utama adalah kalangan
menengah
kebawah yang memiliki daya beli rendah,
Dampak positif terlihat pula dari segi sosial dan ekonomi
karena
keberadaan PKL menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi kota
karena
sektor informal memiliki karakteristik efisien dan ekonomis. Hal
tersebut,
menurut Sethurahman selaku koordinator penelitian sektor
informal yang
dilakukan ILO di delapan negara berkembang, karena kemampuan
menciptakan surplus bagi investasi dan dapat membantu
meningkatkan
8
-
pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan usaha-usaha sektor
informal
bersifat subsisten dan modal yang digunakan kebanyakan berasal
dari usaha
sendiri. Modal ini sama sekali tidak menghabiskan sumber daya
ekonomi
yang besar.
2.5 Dampak Negatif dari Hadirnya PKL
Penurunan kualitas ruang kota ditunjukan oleh semakin tidak
terkendalinya perkembangan PKL sehingga seolah-olah semua
lahan
kosong yang strategis maupun tempat-tempat yang strategis
merupakan hak
para PKL. PKL mengambil ruang dimana-mana, tidak hanya ruang
kosong
atau terabaikan tetapi juga pada ruang yang jelas peruntukkannya
secara
formal. PKL secara illegal berjualan hampir di seluruh jalur
pedestrian,
ruang terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya
karena
aksesibilitasnya yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk
mendatangkan
konsumen juga. Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang
menjadi
mati oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan
PKL
tersebut.
Keberadaan PKL yang tidak terkendali mengakibatkan pejalan
kaki
berdesak-desakan, sehingga dapat timbul tindak kriminal
(pencopetan)
Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya
yang
cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan
depan toko
9
-
Dan sebagian dari barang yang mereka jual tersebut mudah
mengalami
penurunan mutu yang berhubungan dengan kepuasan konsumen.
2.6 Perlindungan PKL
2.6.1. Hak-hak PKL ketika dilakukan pembongkaran
Fenomena pembongkaran para PKL ini sangat tidak manusiawi.
Pemerintah selalu menggunakan kata penertiban dalam
melakukan
pembongkaran. Namun sangat disayangkan ternyata didalam
melakukan
penertiban sering kali terjadi hal-hal yang ternyata tidak
mencerminkan
kata-kata tertib itu sendiri. Kalau kita menafsirkan kata
penertiban itu adalah
suatu proses membuat sesuatu menjadi rapih dan tertib, tanpa
menimbulkan
kekacauan atau masalah baru.
Pemerintah dalam melakukan penertiban sering kali tidak
memperhatikan, serta selalu saja merusak hak milik para pedagang
kaki
lima atas barang-barang dagangannya
10
-
2.6.2. Perlindungan Hukum*) Pasal 27 ayat (2) UUD 45 : Tiap-tiap
warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
*) Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil :
Pemerintah
menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindunga, dengan
menetapkan
peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk :
a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian
lokasi di
pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra industri, lokasi pertanian
rakyat, lokasi
pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi pedagang kaki
lima , serta
lokasi lainnya.
e. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.
Dengan adanya beberapa ketentuan diatas, pemerintah dalam
menyikapi
fenomena adanya pedagang kaki lima , harus lebih
mengutamakan
penegakan keadilan bagi rakyat kecil.
Walaupun didalam Perda K3 (Kebersihan, Keindahan, dan
Ketertiban)
terdapat pelarangan Pedagang Kaki Lima untuk berjualan di
trotoar, jalur
hijau, jalan, dan badan jalan, serta tempat-tempat yang
bukan
peruntukkannya, namun pemerintah harus mampu menjamin
perlindungan
dan memenuhi hak-hak ekonomi pedagang kaki lima .
11
-
BAB III
KESIMPULAN
Pedagang kaki lima (PKL) dikategorikan sebagai sektor
informal
perkotaan yang belum terwadahi dalam rencana kota yang resmi,
sehingga
tidaklah mengherankan apabila para PKL di kota manapun selalu
menjadi
sasaran utama pemerintah kota untuk ditertibkan. Namun, faktanya
berbagai
bentuk kebijakan dalam rangka menertibkan PKL yang telah
dilakukan oleh
pemerintah kota tidak efektif baik dalam mengendalikan PKL
maupun
dalam meningkatkan kualitas ruang kota. Harus diakui memang pada
saat
ini adanya penertiban-penertiban yang dilakukan terhadap PKL
cenderung
menimbulkan permasalahan baru seperti pemindahan lokasi usaha
PKL
yang justru akan membawa dampak yang dikhawatirkan
menurunnya
tingkat pendapatan PKL tersebut bila dibandingkan dengan di
lokasi asal
karena lokasinya menjauh dari konsumen
Dengan demikian, dapat dikatakan adanya persoalan PKL ini
menjadi
beban berat yang harus ditanggung pemerintah kota dalam penataan
kota.
Padahal, bila ditinjau lebih jauh PKL mempunyai kekuatan atau
potensi
yang besar dalam penggerak roda perekonomian kota sehingga
janganlah
dipandang sebelah mata bahwa PKL adalah biang kesemrawutan kota
dan
harus dilenyapkan dari lingkungan kota, dan perlu dicermati pula
bahwa
kemacetan tersebut tidak semata karena adanya PKL.
Ternyata keberadaan mereka sebenarnya sangat membantu bagi
orang
yang kelas menengah kebawah, dan harus dipikirkan bersama
bagaimana
dengan potensi yang dimilikinya tersebut dapat diberdayakan
sebagai suatu
elemen pendukung aktivitas perekonomian kota
12
-
Pembinaan PKL tampaknya cukup menjanjikan tapi menurut kami
hal
tersebut akan sangat sulit untuk dilakukan karena jumlah PKL
yang sangat
banyak dan menyebar. Sudah saatnya pemerintah daerah melakukan
sebuah
terobosan baru yang bersifat win-win solution. Di satu sisi kota
bisa terlihat
lebih cantik dan di sisi lain PKL bisa mendapat untung lebih
banyak.
Apakah mungkin? Kenapa tidak asalkan ada kemauan yang kuat dari
pihak-
pihak yang terkait
13
-
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Foerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarata : Balai
Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_Kaki_Lima
http://hmibecak.wordpress.com/2007/08/01/melihat-fenomena-pedagang-
kaki-lima-melalui-aspek-hukum/
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0305/28/jatim/336650.html/http://veronicakumurus.Blogspot.Com/2006/08/pedagang-kaki-lima-pkl-
danpotensialnya.html/
http://www.thejakartapost.com/news/2008/11/08/street-vendors-also-
deserve-urban-space.html
14
2.6 Perlindungan PKL2.6.1. Hak-hak PKL ketika dilakukan
pembongkaranFenomena pembongkaran para PKL ini sangat tidak
manusiawi. Pemerintah selalu menggunakan kata penertiban dalam
melakukan pembongkaran. Namun sangat disayangkan ternyata didalam
melakukan penertiban sering kali terjadi hal-hal yang ternyata
tidak mencerminkan kata-kata tertib itu sendiri. Kalau kita
menafsirkan kata penertiban itu adalah suatu proses membuat sesuatu
menjadi rapih dan tertib, tanpa menimbulkan kekacauan atau masalah
baru.Pemerintah dalam melakukan penertiban sering kali tidak
memperhatikan, serta selalu saja merusak hak milik para pedagang
kaki lima atas barang-barang dagangannya