Page 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala hidayah dan rahmat Allah
SWT lah kami dapat menyelesaikan Makalah “Lika-liku kehidupan pedagang kali
lima” ini dengan baik dan tepat waktu. kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kami mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Allah SWT yang telah memudahkan dan melancarkan menyelesaikan makalah
dan observasi ini, serta banyak berterimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu, membimbing dan memberi dukungan kepada kami dalam
melaksanakan observasi dan makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini kami telah berusaha sebaik mungkin, tapi
kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk
kekurangannya kami mohon maaf, oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan. kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi yang membaca dan generasi baru yang nantinya akan
melaksanakan observasi dan pembuatan makalah ini.
Bekasi, 25 April 2015
Penyusun
1
Page 2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................1
Daftar Isi............................................................................................2
BAB I Pendahuluan..............................................................3
1.1 Latar Belakang......................................................3
1.2 Tujuan...................................................................4
1.3 Rumusan masalah.................................................4
1.4 Tujuan Penelitian..................................................4
BAB II Pembahasan...............................................................6
2.1 Pengertian..............................................................6
2.2 Dampak Positif adanya pkl....................................7
2.3 Dampak Negatif adanya pkl..................................7
2.4 Perlindungan pkl....................................................8
2.5 Metode Penelitian..................................................8
2.6 Observasi...............................................................8
2.7 Wawancara............................................................8
BAB III Kesimpulan................................................................13
Lampiran.....................................................................14
BAB IV Daftar Pustaka..........................................................19
2
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tentunya kita semua sudah tidak asing lagi dengan istilah “Pedagang kaki
lima” atau PKL. Seringkali kita jumpai masalah-masalah yang terkait dengan
pedagang kakilima (PKL) di perkotaan Indonesia. Mereka berjualan di trotoar
jalan, di taman-taman kota, di jembatan penyebrangan, bahkan di badan jalan.
Pemerintah kota berulangkali menertibkan mereka yang ditengarai menjadi
penyebab kemacetan lalu lintas ataupun merusak keindahan kota Fenomena PKL
di perkotaan bisa kita katakana menambah kesemrawutan kota, umunya mereka
tidak tertib dan jorok.
Dan ini memang sebuah wujud “tidak nyambungnya” antara perencanaan
tata kota dengan transformasi masyarakat ini tapi pada kenyataanya sewaktu
krismon (krisis moneter) dua belas tahun lalu yang melumpuhkan seluruh aspek
perekonomian Indonesia kecuali sektor micro ini yang mampu survive,
keberadaan PKL di ibukota dan kota-kota lainnya di negeri ini tetap masih belum
mendapat tempat yang selayaknya. Banyak kejadian mereka malah dikejar dan
diburu seperti kriminal.
Sebuah mimpi jika berharap pemerintah dapat memfasilitasi dan memberi
lahan khusus agar lingkungan kelihatannya menjadi cantik untuk para PKL
memperdagangkan dagangannya di emperan gedung, trotoar, dan lahan-lahan
kosong agar tiap bulan tidak ada yang mengambil “pajak liar.”
Jika aparat tidak melakukan pengutipan, maka kaki tangannya ( preman)
yang bergerak. Di sudut-sudut kota yang telah diinvasi lebih lama oleh PKL.
Fenomena Urban inilah yang menarik minat kami untuk menyelami lebih dalam,
sehingga tersusunlah makalah ini.
3
Page 4
1.2Tujuan
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Character Building
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan rekan Mahasiswa
Mengkaji Keberadaan pedagang kaki lima
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana kehidupan para pedagang kaki lima.
Apa penyebab para pedagang kaki lima berdagang di pinggir jalan dan di
tempat yang di larang berjualan.
Bagaimana bentuk kepedulian kita terhadap para pedagang kaki lima.
1.4 Tujuan Penelitian
Kami memepunyai tujuan dalam membuat makalah ini sebagai berikut :
Ingin mengetahui tentang kehidupan para pedagang kaki lima.
Ingin mengetahui kenapa pedagang kaki lima seperti itu.
4
Page 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disingkat dengan kata PKL adalah
istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu
sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki
tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya
adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki).
Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi
pedagang kaki lima, namun saat ini istilah PKL memmiliki arti yang lebih luas,
Pedagang Kaki Lima digunakan pula untuk menyebut pedagang di jalanan pada
umumnya.
Tapi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S
Poerwadarminta, istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai
penghubung rumah dengan rumah, arti yang kedua adalah lantai (tangga) di muka
pintu atau di tepi jalan.
Arti yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan
bangunan rumah toko, dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar
perencana kota bahwa bagian depan (serambi) dari toko lebarnya harus sekitar
lima kaki dan diwajibkan dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat
melintas.
Namun ruang selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai
jalur lintas bagi pejalan kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat
jualan barang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang kaki lima
dimasyarakatkan.
Penganggur-penganggur secara cepat dan dalam jumlah yang besar.
Kondisi ini memaksa mereka untuk menentukan pindah ke Ibu kota demi
mendapat kehidupan yang lebih baik. sehingga umumnya para perantau dari
daerah ini memilih profesi sebagai pedagang (kaki lima) Dibeberapa tempat,
pedagang kaki lima dipermasalahkan karena keberadaan PKL sepertinya telah
5
Page 6
menjadi biang keladi kesemrawutan kota dan kemacetan lalu lintas. Hal ini dapat
kita dengar dan saksikan dari berita- berita baik di televisi maupun di surat kabar-
surat kabar dimana masyarakat maupun pemerintah kota setempat merasa tidak
nyaman dengan adanya PKL. Tetapi selain itu PKL sebenarnya memiliki
pengaruh yang besar bagi pertumbuhan ekonomi kota. Dengan demikian,
sebenarnya keberadaan PKL ini sesuatu yang menguntungkan atau merugikan ?
Mari kita urai satu persatu
2.2. Dampak Positif dari Hadirnya PKL
Pada umumnya barang-barang atau makanan yang diusahakan PKL
memiliki harga yang tidak tinggi, tersedia di banyak tempat, serta barang yang
beragam, dan uniknya keberadaan PKL bias menjadi potensi pariwisata yang
cukup menjanjikan.
Sehingga PKL banyak menjamur di sudut-sudut kota, karena memang
sesungguhnya pembeli utama adalah kalangan menengah kebawah yang memiliki
daya beli rendah, dampak positif terlihat pula dari segi sosial dan ekonomi karena
keberadaan PKL menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi kota karena sektor
informal memiliki karakteristik efisien dan ekonomis.
Hal tersebut, menurut Sethurahman selaku koordinator penelitian sektor
informal yang dilakukan ILO di delapan negara berkembang, karena kemampuan
menciptakan surplus bagi investasi dan dapat membantu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Hal ini dikarenakan usaha-usaha sektor informal bersifat subsisten dan
modal yang digunakan kebanyakan berasal dari usaha sendiri. Modal ini sama
sekali tidak menghabiskan sumber daya ekonomi yang besar.
6
Page 7
2.3 Dampak Negatif dari Hadirnya PKL
Penurunan kualitas ruang kota ditunjukan oleh semakin tidak
terkendalinya perkembangan PKL sehingga seolah-olah semua lahan kosong yang
strategis maupun tempat-tempat yang strategis merupakan hak para PKL. PKL
mengambil ruang dimana-mana, tidak hanya ruang kosong atau terabaikan tetapi
juga juga pada ruang yang jelas peruntukkannya secara formal.
PKL secara illegal berjualan hampir di seluruh jalur pedestrian,ruang
terbuka, jalur hijau dan ruang kota lainnya. Alasannya karena aksesibilitasnya
yang tinggi sehingga berpotensi besar untuk mendatangkan konsumen juga.
Akibatnya adalah kaidah-kaidah penataan ruang menjadi mati oleh pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi akibat keberadaan PKL tersebut.
Keberadaan PKL yang tidak terkendali mengakibatkan pejalan kaki
berdesak-desakan, sehingga dapat timbul tindak kriminal (pencopetan)
Mengganggu kegiatan ekonomi pedagang formal karena lokasinya yang
cenderung memotong jalur pengunjung seperti pinggir jalan dan depan toko Dan
sebagian dari barang yang mereka jual tersebut mudah mengalami penurunan
mutu yang berhubungan dengan kepuasan konsumen
2.4 Perlindungan PKL
Hak-hak PKL ketika dilakukan pembongkaran Fenomena pembongkaran
para PKL ini sangat tidak manusiawi. Pemerintah selalu menggunakan kata
penertiban dalam melakukan pembongkaran. Namun sangat disayangkan ternyata
didalam melakukan penertiban sering kali terjadi hal-hal yang ternyata tidak
mencerminkan kata-kata tertib itu sendiri.
Kalau kita menafsirkan kata penertiban itu adalah suatu proses membuat
sesuatu menjadi rapih dan tertib, tanpa menimbulkan kekacauan atau masalah
baru. Pemerintah dalam melakukan penertiban sering kali tidak memperhatikan,
serta selalu saja merusak hak milik para pedagang kaki lima atas barang-barang
7
Page 8
dagangannya, dengan adanya beberapa ketentuan diatas, pemerintah dalam
menyikapi fenomena adanya pedagang kaki lima , harus lebih mengutamakan
penegakan keadilan bagi rakyat kecil. Walaupun didalam Perda K3 (Kebersihan,
Keindahan, dan Ketertiban) terdapat pelarangan Pedagang Kaki Lima untuk
berjualan di trotoar, jalur hijau, jalan, dan badan jalan, serta tempat-tempat yang
bukan peruntukkannya, namun pemerintah harus mampu menjamin perlindungan
dan memenuhi hak-hak ekonomi pedagang kaki lima .
2.5 Metode Penelitian
Dalam hal ini kami pelakukan penelitian tentang kehidupan anak jalanan
dengan cara terjun langsung ke lapangan, atau dengan melakukan observasi, dan
wawancara. Agar kami mendapat pengetahuan yang lebiih dalam membuat
makalah ini.
2.6 Observasi
Observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung kelokasi, agar data-
data yang diharapkan benar-benar obyektif. Artinya data yang kami ambil
berdasarkan fakta dan tidak di buat-buat.
2.7 Wawancara
Kami melakukan wawancara kepada seorang PKL (pedagang kaki lima)
yang berada di sekitar jalan yang berada di masjid At-tin agar mengetahui secara
lebih jelas bagaimana kehidupan para pedagang kaki lima. wawancara ini di
lakukan pada hari Minggu tanggal 24 April 2016 pukul 14:00.
Adapun hasil wawancara yang kami lakukan kepada pedagang kaki lima
adalah sebagai berikut :
Pewawancara : Nama ibu siapa ya?
8
Page 9
Narasumber : Lasmini
Pewawancara : Umur ibu ?
Narasumber : 47 tahun
Pewawancara : Sejak kapan ibu berjualan disini?
Narasumber : Sejak tahun 2004
Pewawancara : Apa suka dukanya kerja disini ya bu?
Narasumber : Cari pangan disini lah ,soalnya nggak gampang gitu
Pewawancara : Disini berapa penghasilannya?
Narasumber : Ya kurang tau ya, kadang-kadang ya banyak kadang-kadang ya
sedikit, ya namanya orang dagang kadang-kadang ya gk dapat sama sekali
penghasilan
Pewawancara : Jualan disini ramai y?
Narasumber : Ya kadang-kadang ramai kadang-kadang juga sepi
Pewawancara : Berapa jarak dari rumah ibu sampai disini tempat ibu berjualan?
Narasumber : Nggak tau ya berpa meter dibelakang situ tinggal di kontrakan
Pewawancara : Punya berapa anak ya bu?
Narasumber : Saya belum punya anak, tinggal sama suami
Pewawancara : Emang ibu asli dari mana ya bu?
Narasumber : Asli dari jawa , demak
Pewawancara : Kenapa ibu mengambil pekerjaan ini ya bu?
Narasumber : Dulu si kerja , tapi kerja penghasliannya kurang
Pewawancara : Itu emangnya krja apa y bu?
9
Page 10
Narasumber : Biasa petik cabai ,nimbang bawang, tpi enaknya seperti ini,
karena ini bebas, jadi gak ada yang nyuruh gak ada yang apalah gitu. jdi suka kita
gitulo mau ya dagang, gak mau ya nggak.
Pewawancara : Penghasilan ibu setiap minggu berapa ya bu?
Narasumber : Kalo pas ramai ya lebih dari 100 ribu kalo gak ramai ya paling 10
ribu susah
Pewawancara : Kalau suami ibu ?
Narasumber : Sama jualan juga
Pewawancara : Ibu sehari jualan dari jam brp sampai jam brp?
Narasumber : Dari jam setengah 10 pagi sampai jam 10 malam kalau lagi ada
acara gini, kalau tidak ada acara sampai habis isya
Pewawancara : Ibu kalau mau beribadah(solat) dmn y? dagangan nya
ditinggalinkah?
Narasumber : Ibadah di di atas(dalam masjid), dagangannya ya ditinggalin.
Pewawancara : Oh berarti berdagang sambil ibadah ya bu?
Narasumber : Iya
Pewawancara : Ibu pindah kejakarta dari tahun berapa ya?
Narasumber : Dari tahun 95 itu di bekasi, kalau disini dari tahun 2004
Pewawancara : Bekasinya dimana bu
Narasumber : Itu di pekayon, kemang pratama
Pewawancara : Suami asli orang mana ya?
Narasumber : Orang lampung tapi asli orang jawa wonogiri
10
Page 11
Pewawancara : Ibu tinggal di jakarta berdua sama suami atau emang ada saudara
disini bu?
Narasumber : gak hanya sama suami berdua
Pewawancara : Pernah gak si bu ada kendala disini dari dinas terkait?
Narasumber : Enggak ada
Pewawancara : Berarti disini aman ya bu?
Narasumber : Alhamdulillah aman
Pewawancara : Jadi ibu berangkat kerjanya bareng suami?
Narasumber : Enggak, suami malam saya pagi
Pewawancara : Kalau suami berangkat jam berapa?
Narasumber : Dari maghrib sampai pagi
Pewawancara : Memang pagi ramai ya bu disini?
Narasumber : Kalau disini pagi ramai juga ,kan ada orang solat, ada rombongan
dari jawa ,kalimantan ya kadang-kadang
Pewawancara : Saya kira malam udah gak ada gitukan
Narasumber : Nonstop 24 jam disini mah
Pewawancara : Berarti ibu gak pernah libur ya bu?
Narasumber : Kalau senin kan libur, entar berangkatnya sore (ashar) entar udah
isya pulang
Pewawancara : Kalau penghasilannya gak tetap ya bu?
Narasumber : Enggak
11
Page 12
Pewawancara : Itu kalau setiap hari dapat berapa tuh bu?
Narasumber : Kalau setiap hari nya ya sedikit sih dua satu termos. ya kalau
sabtu minggu agak mendingan karena ada nikahan kan bnyak orang. kalau hari
biasa kan untuk orang solat doang, kadang-kadang juga jajan kadang-kadang juga
enggak
Pewawancara : Pernah habis gak dagangan ibu dalam satu hari?
Narasumber : Ya kalau habis ya beli lagi. kalau dagangan gini gak bisa habis-
habis(nyumber). kalau nipis gini udah kewarung lagi beli lagi, jadi selalu ada stok
Pewawancara : Ibu jualan ini modal nya berapa?
Narasumber : Nah modal si gak bisa di hitung. karna apa, keluar masuk keluar
masuk kalau habis beli lagi jadi modal nya gak bisa dihitung/gak nentu
Pewawancara : Itu cukup gak bu buat keseharian ibu?
Narasumber : Alhamdulillah cukup. ALLAH kan ngasih rejeki sama tapi kita
gak berusaha gak dapat rejeki gitu aja, ya cukup lah
Pewawancara : Kontrakan perbulannya berapa ya bu?
Narasumber : Saya nyari yang agak kecilan 300 ribu
Pewawancara : Mungkin ibu ada motivasi buat anak-anak muda, buat
kedepannya gimana?
Narasumber : Ya harus sukses, jangan seperti pak presiden inilah, pak presiden
ini bikin masyarakat pada resah pada stress. harus yang kau lah muda harus tegas
yang berwibawa, bisa untuk bimbingan orang-orang inilah masyarakat yang kecil-
kecil gitu
12
Page 13
BAB IIIKESIMPULAN
Pedagang kaki lima (PKL) dikategorikan sebagai sektor informal
perkotaan yang belum terwadahi dalam rencana kota yang resmi, sehingga
tidaklah mengherankan apabila para PKL di kota manapun selalu menjadi sasaran
utama pemerintah kota untuk ditertibkan.
Namun, faktanya berbagai bentuk kebijakan dalam rangka menertibkan
PKL yang telah dilakukan oleh pemerintah kota tidak efektif baik dalam
mengendalikan PKL maupun dalam meningkatkan kualitas ruang kota.
Harus diakui memang pada saat ini adanya penertiban-penertiban yang
dilakukan terhadap PKL cenderung menimbulkan permasalahan baru seperti
pemindahan lokasi usaha PKL yang justru akan membawa dampak yang
dikhawatirkan menurunnya tingkat pendapatan PKL tersebut bila dibandingkan
dengan di lokasi asal karena lokasinya menjauh dari konsumen dengan demikian,
dapat dikatakan adanya persoalan PKL ini menjadi beban berat yang harus
ditanggung pemerintah kota dalam penataan kota.
Padahal, bila ditinjau lebih jauh PKL mempunyai kekuatan atau potensi
yang besar dalam penggerak roda perekonomian kota sehingga janganlah
dipandang sebelah mata bahwa PKL adalah biang kesemrawutan kota dan harus
dilenyapkan dari lingkungan kota, dan perlu dicermati pula bahwa kemacetan
tersebut tidak semata karena adanya PKL.
Ternyata keberadaan mereka sebenarnya sangat membantu bagi orang
yang kelas menengah kebawah, dan harus dipikirkan bersama bagaimana dengan
potensi yang dimilikinya tersebut dapat diberdayakan sebagai suatu elemen
pendukung aktivitas perekonomian kota Pembinaan PKL tampaknya cukup
menjanjikan tapi menurut kami hal tersebut akan sangat sulit untuk dilakukan
karena jumlah PKL yang sangat banyak dan menyebar.
Sudah saatnya pemerintah daerah melakukan sebuah terobosan baru yang
bersifat win-win solution. Di satu sisi kota bisa terlihat lebih cantik dan di sisi lain
PKL bisa mendapat untung lebih banyak. Apakah mungkin? Kenapa tidak asalkan
ada kemauan yang kuat dari pihak- pihak yang terkait.
13
Page 19
BAB IVDAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_Kaki_Lima
http://hmibecak.wordpress.com/2007/08/01/melihat-fenomena-pedagang-
kaki-lima-melalui-aspek-hukum/
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0305/28/jatim/336650.html/
http://veronicakumurus.Blogspot.Com/2006/08/pedagang-kaki-lima-pkl-
danpotensialnya.
http://www.thejakartapost.com/news/2008/11/08/street-vendors-also-deserve-urban-space.html
19