RADIKULOPATI I. Pendahuluan Radikulopati adalah suatu keadaan
yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat
proses patologik yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal. II. Etiologi Ada beberapa
hal yang menyebabkan terjadinya radikulopati, diantaranya yaitu
proses kompresif, proses inflammatory, proses degeneratif sesuai
dengan struktur dan lokasi terjadinya proses. a. Proses kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan
radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus (HNP) atau
herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang,
spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic
dislokasi, kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis
tuberkulosa, cervical spondilosis b. Proses inflammatori
Kelainan-kelainan inflamatori sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah seperti : Gullain-Barre Syndrome dan Herpes Zoster b. Proses
degeneratif Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus
1
III. Tipe-tipe radikulopati a. Radikulopati lumbar Radikulopati
lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal. Ia juga sering
disebut sciatica. Gejala yang terjadi dapat disebabkan oleh
beberapa sebab seperti bulging diskus (disk bulges), spinal
stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan
(low back pain) b. Radikulopati cervical Radikulopati cervical
umunya dikenal dengan pinched nerve atau saraf terjepit merupakan
kompresi [ada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher.
Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh
spondilosis cervical. c. Radikulopati torakal Radikulopati torakal
merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok
sebanyak lumbal atau cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks
lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal. Namun, kasus yang
sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster. Pengetahuan anatomi, pemeriksaan fisik diagnostik
dan pengetahuan berbagai penyebab untuk radikulopati sangat
diperlukan sehingga diagnosa dapat ditegakkan secara dini dan dapat
diberikan terapi yang sesuai. Terdapat 5 ruas tulang vertebra
lumbalis dan diantaranya dihubungkan dengan discus
intervertebralis. Vertebra lumbalis ini menerima beban paling besar
dari tulang belakang sehingga strukturnya sangat padat.
2
Tiap vertebra lumbalis terdiri dari korpus dan arkus neuralis.
Korpus vertebra lumbal paling besar dibandingkan korpus vertebra
torakal dan cervikal. Arkus neuralis terdiri dari 2 pedikel,
prosesus tranversus, faset artikularis (prosesus artikularis)
superior dan inferior, lamina arkus vertebra dan prosesus spinosus.
Tiap vertebra dihubungkan dengan diskus intervertebralis, beberapa
ligament spinalis dan prosesus artikularis/faset artikularis/sendi
faset. Diskus intervertebralis berfungsi sebagai shock absorbers
dan bila terjadi rupture ke dalam kanalis spinalis dapat menekan
radiks-radiks saraf. Pada vertebra lumbalis yang lebih atas,
hubungan antara prosesus artikularis arahnya vertical, faset
inferior menghadap ke lateral dan faset superior menghadap ke
medial. Akibat susunan anatomi yang dem,ikian menyebabkan
terbatasnya rotasi ke aksial yang memungkinkan fleksi atau
ekstensi. Pada dua vertebra lumbalis yang paling bawah, hubungan
antara faset artikularis tersebut lebih horizontal sehingga
mobilitas rotasi aksialnya lebih besar atau luas. Hal ini
menjelaskan sering terjadinya herniasi diskus pada lumbal 4 dan
5.
3
Gambar 1. Koluman Vertebra
Gambar 2. Radiks Saraf
Gambar 3. Diskus Intervertebralis potongan aksial
4
Gambar 4 : Distribusi Dermatomal Pada Bagian Atas Tubuh
5
Gambar 5 : Distribusi Dermatomal Pada Bagian Bawah Tubuh IV.
Patofisiologi Proses kompresif pada lumbal spinalis Pergerakan
antara vertebra L4/L5 dan L5/S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Verterbra lumbalis memiliki beban yang besar
uttuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, 6ucleus6
dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus,
proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa
remaja dengan degenerasi nucleus pulposus yang diikuti protusi atau
ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah
protusi ke posterior, medial atau ke lateral yang menyebabkan
tarikan malah robekan 6ucleus fibrosus. Protusi diskus
posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radik. Bila
proses ini berlansung secara progresif dapat terbentuk osteofit.
Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian
terjadi penebalan dari ligamentum flavun. Pada pasien dengan
kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra
lumlais sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan
membentuk trefoil axial shape.
6
Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses penuaan.
Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan
dengan trauma yang lalu. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering
mengenai laki-laki pekerja usia tua. Kelainan pada diskus vertebra
lumbalis hanya merupakan salah satu penyebab gangguan dari vertebra
lumbalis. Sendi faset (facet joint), nucleus dan otot juga dapat
mengalami perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada
diskus. Hernia Nucleus Pulposus Hernia nucleus pulposus atau
herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed atau protruded
disc. Keadaan ini diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain
dan nyeri tungkai berulang. Kebanyakan terjadi di antara vertebra
L5-S1. Frekuensi yang kurang terdapat di antara vertebra L4-L5,
L3-L4, L2-L3 dan L1-L2. Jarang terdapat pada vertebra torakal, dan
sering pada vertebra C5-C6 dan C6-C7. Penyebab biasanya terjadi
trauma fleksi, tapi pada beberapa penderita dapat berupa tanpa
trauma. Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi discus
intervertebral bertambah, sesuai dengan meningkatnya umur, dapat
mengenai daerah cervikal dan lumbal pada penderita yang sama.
Herniasi nucleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu
mengalami perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi
tonjolan kalsifikasi. Kebanyakan kasus berumur antara 20-64 tahun
dan tersering pada umur 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun
frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki dua kali lipat kemungkinan
untuk menderita HNP berbanding wanita. Nukleus pulposus yang
menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya pada sis
dorsolateral satu sisi atau sisi lainnya (kadang-kadang pada bagian
dorsomedial) menyebabkan penekanan pada radiks atau
radiks-radiks.
7
Gambar 6. Diskus Herniasi Tumor medulla spinalis Tumor di daerah
lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda equine.
Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari
sel-sel ependim yang terdapat pada konus medularis dan filum
terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya sebagian kecil berasal
dari konus, sebagian besar berasal dari filum terminale yang
kemudian mengenai radiks saraf. Schwannoma; merupakan tumor primer
intraspinal yang sering ditemukan. Merupakan ekstrameduler
intradural tumor yang terdiri dari sel-sel schwann, dan dapat
muncul dari saraf spinal pada setiap level. Tersering muncul dari
radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri radikuler.
Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosa diketahui dengan benar.
Neoplasma Tulang Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari
tulang ataupun sekunder hasil metastase dari tempat lain seperti
buah dada, paru-paru, prostate, tiroid, ginjal, lambung dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma
yang menyerang dan merusak tulang terutama sekali pada orang
tua,lakilaki berusia lebih dari 40 tahun. Dapat menyebabkan kolaps
vertebra dengan keluhan pertama yaitu nyeri punggung.
8
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat
berupakan osteoblastik tumor, metastase dari buah dada. Osteolitik
tumor dapat berasal dari buah dada, apru-paru, ginjaldan tiroid,
menebabkan destruksi tulang dengan akibat wedge shape atau kolaps
pada vertebra yang terkena. Satu atau beberapa radix akan ikut
terlibat. Spondilolisis dan Spondilolitesis Spondilolisis adalah
proses degeneratif pada kolumna vertebra dan berhubungan dengan
jaringan lunak. Ia adalah garis litik yang menyilang pars
interartikularis yaitu daerah antara prosesus artikularis superior
dan inferior. Hal ini ditandai dengan defek structural dari spina
meliputi lamina atau neural arch dari vertebra. Bagian yang paling
sering dipengaruhi adalah spina lumbal. Defek ini terjadi pada
bagian lamina di antara superior dan inferior articular facets yang
disebut pars interartikularis. Tekanan mekanis dapat menyebabkan
vertebra yang bersangkutan dapat bergeser mengakibatkan forward
displacement dari defisiensi vertebra yang disebut
spondylolisthesis. Faktor keturunan memainkan peranan penting, dan
diduga disebabkan fraktur karena stress berulang. Akibat dari
torsional dan rotasional stress, mikrofraktur dapat terjadi pada
tempat yang dipengaruhi dan bahkan menyebabkan disolusi pada pars
interartikularis. Yang paling sering mengalami spondilolisis dan
spondilisthesis adalah vertebra L5. Spondylolithesis dibagi menjadi
empat kelompok berdasarkan persentase terjadinya slip atau
tergelincir. Derajat pergeseran secara klinis dihitung dari
hubungan vertebra bagian superior terhadap vertebra bagian
inferior. Pergeseran sampai 25% merupakan derajat I, 25-50% derajat
II, 50-75% derajat III, lebih dari 75% derajat IV. Terdapat lima
tipe spondilolithesis, yaitu : Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV :
Kongenital spondilolithesis : Isthmik spondilolithesis :
Degeneratif spondilolithesis : Traumatik spondilolithesis
9
Tipe V
: Patologik spondilolithesis
Kongenital spondilolithesis atau displastik spondilolisthesis
merupakan proses sekunder dari defek kongental pada sacral superior
atau inferior faset L5 atau keduanya dengan pergeseran yang
bertahap pada vertebra L5. Pada tipe isthmik spondilolithesis lesi
terdapat pada isthmus atau pars interartikularis. Degeneratif
spondilolisthesis timbul karena proses degenerasi pada sendi faset
lumbal, sering pada usia tua. Traumatik spondilolithesis
berhubungan dengan fraktur elemen posterior (pedikel, lamina atau
faset). Patologik spondilolithesis timbul karena kelemahan struktur
tulang, sekunder dari proses penyakit tumor atau penyakit tulang
lain.
Gambar 7. Pergeseran pada spondilolithesis
Gambar 8. Spondilolithesis Grade I
Stenosis spinal 10
Pada stenosis spinal, canalis spinal mungkin secara congenital
sempit atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi faset,
atau ligament longitudinal posterior yang tebal atau mengeras
entrapping satu nervus yang mengandung beberapa radix. Penyempitan
kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
congenital, lamina dan faset yang tebal, kurva scoliosis dan
lordotik. Kebanyakan kasus idiopatik meskipun banyak kondisi yang
berhubungan dengan lumbar kanal stenosis dan sering terjadi pada
usia pertengahan dan usia tua.Lumbar kanal stenosis dan sering
terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
Gambar 9 : Stenosis Kanalis Gambar 10 : Spinal stenosis
Traumatik dislokasi Pada traumatic yang menimbulkan dislokasi dari
facet joint vertebra akan menimbulkan nyeri punggung yang hebat.
Keadaan ini akan meyebabkan penyempitan foramen intervertebal,
sehingga radix dan jaringna yang berdekatan mengalami iritasi den
kompresi di dalam kanalnya dengan gejal-gejala radikuler. Kompresif
fraktur Defisit neurology pada kompresif fraktur, bil;a terjadi
penekanan pada radix atau penyempitan pada foramen intervertebral
yang dapat mengenai satu atau lebih radix. 11
Skoliosis Umumnya pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan
lengkungan torakolumbal. Nyeri disebabkan oleh proses degeneratif
pada facet joint lengkungan itu sendir. Proses kompresif pada
thorakal dan lumbal spinalis
Spondilitis tuberkulosa Spondilitis tuberkulosa sering terjadi
pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra yang sering terinfeksi
adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering
terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa
nyeri radikuler yang dikenal sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai dengan setelah terjadi
fase hematogen atau reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus
vertebra melalui jalur arteri dan penyebaran berlansung secara
sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam korpus
vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam
korpus, arteri ini berakhir sebagai end artery tanpa anastomoses
sehingga perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai pada
daerah paradiskal. Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu
anyaman vena epidural dan peridural. Vena dari korpus vertebra
mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena dari korpus ke
luar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomose dengan
vena dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena
pelvis. Aliran retrograde yang dapat terjadi akibat perubahan
tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil menyebar
dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran
vena tersebut. Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang
telah terbentuk dan menyebar sepanjang ligamentum longitudinal
anterior dan posterior ke korpus vertebra yang berdekatan. Infeksi
pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi
sehingga pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat
trauma, sedangkan pada bentuk paradiskus akan menimbulkan kompresi,
iskemi dan nekrosi diskus. Pada
12
bentuk anterior terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior
sehingga korpus vertebra menjadi bentuk baji dan pasien
diperhatikan adanya gibbus formation apabila proses ini telah
berjalan lama. Gangguan neurologist yang terjadi pada fase awal
adalah akibat penekanan oleh pus, perkejuan atau jaringan granulasi
dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang muncul. Nyeri dapat
dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar
sesuai saraf yang terkena. Proses kompresif pada cervikal
Cervical Spondylosis Dengan berlanjutnya umur, perubahan
degeneratif pada tulang punggung, terdiri dari dehidrasi dan kolaps
nucleus pulposus dan penonjolan annulus fibrosus ke segala jurusan.
Anulus menjadi kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada
pinggir korpus vertebral seperti osteofit, dengan penyempitan
rongga intervertebral. Dapat mengenai satu atau beberapa radixc,
unilateral atau bilateral namun keluhannya tidak sehebat herniasi
diskus.
Gambar 11 : Spondilosis Cervikal
13
Hernia Nukleus Pulposus Mekanisme yang pada herniasi diskus di
cervikal sama seperti pada bagian lumbal. Namun insidensnya 15 kali
kurang berbanding HNP di lumbal. Nyeri yang terasa menjalar
sepanjang lengan yang dinamakan brakialgia akibat lesi iritatif di
radiks posterior C4 sampai T1. Proses inflamasi
Gullaine-Barre Syndrome Disebut juga sebagai acute inflammatory
demyelinating polyradiculopathy.. Kelainan neurologik kemungkinan
besar disebabkan oleh reaksi humoral dan cellmediated yang
diarahkan ke myelin saraf perifer. Influks makrofag didahului
dengan infiltrasi oleh limfosit yang berperan di dalam proses
destruksi. Akhirnya cirri infiltrasi sel radang dan demyelinasi
segmental dan bebrapa derajat dari degenerasi wallerian. Infiltrasi
kadang-kadang menyebar melalui saraf kanalis, radix anterior dan
posterior, ganglion radix posterior,dan sepanjang keseluruhan saraf
perifer. Infiltrasi dari sel-sel radang juga dijumpai dalam
kelenjar limfe, hati, limfa, jantung dan organ-organ lainnya, ini
menunjukkan suatu penyakit sistemik. Manifestasi penyakit berupa
hasil suatu reaksi imunologik. Biasanya penyakit ini didahului oleh
infeksi virus exanthema, dan penyakitpenyakit virus lainnya. Herpes
Zoster Herpes Zoster juga dikenal sebagai Acute Inflammatory
demyelinating Polyradiculopathy disebabkan oleh varicella virus.
Dapat terjadi di semua tempat, semua musim, emua umur pada kedua
jenis kelamin. Penyakit ini mempunyai pola dan bentk yang tetap.
Infiltrasi menyebar melalui saraf kranialis, radix anterior dan
posterior, ganglion radix posterior, dan sepanjang keseluruhan
saraf perifer. Manifestasi penyakit ini merupakan hasil suatu
reaksi imunologik yang biasanya didahului dengan infeksi virus
exanthema dan penyakit-penyakit virus lainnya terutama pada keadaan
imunosupresif.
14
Penyakit Degeneratif Pasien-pasien yang menderita diabetes
mellitus merupakan predisposisi dari
Penyakit Diabetes Mellitus berbagai macam gangguan saraf perifer
berupa peripheral neuropathy yang cenderung progresif dan
irreversible. Terutama polineuropati distal sensoris simetris.
Neuropati asimetrik juga dapat muncul seperti mononeuritis
multikompleks, sensitive terhadap kompresi atau neuropati karena
jeratan (entrapment) dan radikulopleksopati akut (lumbal
pleksopati). Hal ini disebabkan oleh gangguan metabolic dan
vaskuler. V. Manifestasi Klinis Radikulopati Secara umum,
manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut : 1. Rasa
nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral
dekat vertebra hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti
pola dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan,
batuk, mengedan, atau bersin. 2. Paresthesia yang mengikuti pola
dermatomal. 3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di
permukaan kulit sepanjang distribusi dermatom radiks yang
bersangkutan. 4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang
bersangkutan. 5. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks
yang bersangkutan menurun atau bahkan menghilang. Gejala
radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena
(yaitu pada servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang
bangkit akibat lesi iritatif di radiks posterior tingkat servikal
dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai
dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan
n.iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati setinggi
segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid
daripada segmen servikal maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati
setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada,
abdomen, dan panggul. Manifestasi klinis radikulopati pada daerah
servikal antara lain :
15
Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan
regangan pada lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala,
penderita seringkali mengangkat dan memfleksikan lengannya di
belakang kepala.
Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah
trapezius, berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal,
kelemahan dan atrofi otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan
berkurangnya kemampuan abduksi dan eksorotasi lengan.
Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu,
dan menjalar hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian
radial, jari ke-1 dan bagian lateral jari ke-2. Lesi ini
mengakibatkan paresthesia ibu jari, menurunnya refleks biseps,
disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri pada bahu, area perktoralis
dan medial aksila, posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan
bawah, jari ke-2 dan 3 atau seluruh jari. Lesi ini dapat
mengakibatkan paresthesia jari ke-2,3 juga jari pertama, atrofi dan
kelemahan otot triseps, ekstensor tangan, dan pektoralis.
Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial
lengan bawah. Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik
tangan dan sensasi jari ke-4 dan 5 (seperti pada gangguan
n.ulnaris).
Gambar 12. Penjalaran nyeri pada radikulopati servikal
Manifestasi klinis radikulopati pada daerah lumbal antara lain
:
16
Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka, menjalar ke bokong, paha,
hingga ke betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava
maneuvers (seperti : batuk, bersin, atau mengedan saat
defekasi).
Pada ruptur diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat
bila penderita sedang duduk atau akan berdiri. Ketika duduk,
penderita akan menjaga lututnya dalam keadaan fleksi dan menumpukan
berat badannya pada bokong yang berlawanan. Ketika akan berdiri,
penderita menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan satu
tangan di punggung, menekuk tungkai yang terkena (Minors sign).
Nyeri mereda ketika pasien berbaring. Umumnya penderita merasa
nyaman dengan berbaring telentang disertai fleksi sendi coxae dan
lutut, dan bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis
lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan
memburuk ketika berbaring.
Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme
involunter otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan
mungkin juga terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya
tubuh akan condong menjauhi area yang sakit, dan panggul akan
miring, sehingga sendi coxae akan terangkat. Bisa saja tubuh
penderita akan bungkuk ke depan dan ke arah yang sakit untuk
menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia
sangat berat, penderita akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan
berjalan dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsifleksi kaki
menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri).
Penderita bungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan
semifleksi sendi lutut disebut Neris sign.
Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang
menggantung dan tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus
yang lemah. Hal ini merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang
n.iskiadikus.
17
Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan
sensasi, paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon.
Fasikulasi jarang terjadi.
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya terletak di
posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral. Namun bila
letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada
kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang
air besar.
Gambar 13. Penjalaran nyeri pada radikulopati lumbal Tabel 1.
Common Root Syndromes of Intervertebral Disc Disease Disc space
Root affected Muscles affected L3-4 L4 Quadricep s L4-5 L5
Peroneals, anterior tibial, extensor hallucis longus L5-S1 S1 C4-5
C5 Deltoid, biceps C6-7 C7 Triceps, wrist exrensors C7-T1 C8
Intrinsic hand muscles
Area of pain and sensory loss Reflex affected Straight leg
Anterior thigh, medial shin Knee jerk
Gluteus maximus, gastrocne mius, plantar flexor of toes Great
toe, Lateral dorsum of foot, small foot toe Ankle jerk Aggravate s
root pain
Posterior tibial Many not Aggravate increase s root pain
Shoulder, anterior arm, radial forearm Biceps -
Thumb, middle fingers Triceps -
Index, fourth fifth finger Triceps -
18
raising
pain
Pemeriksaan Fisik Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah
penting untuk melakukan anamnesa terlebih dahulu. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui hubungan dengan trauma atau infeksi dan rekurensi.
Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan penjalarannya,
adanya paresthesia dan gangguan subjektif lainnya, adanya gangguan
motorik (seperti kelemahan dan atrofi otot). Juga perlu diketahui
gejala lainnya seperti gangguan pencernaan dan berkemih, anestesia
rektal/genital. Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting.
Penting untuk memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri
tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan neurologis harus
diperhatikan : Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia).
Perlu dibedakan gangguan saraf perifer atau segmental. Gangguan
motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme
otot). Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk
menyingkirkan adanya neoplasma dan infeksi di luar vertebra. Pada
pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan: 1.
Terbatasnya range of motion leher. 2. Nyeri akan bertambah berat
dengan pergerakan (terutama hiperekstensi). 3. Test Lhermitte Test
ini dilakukan dengan mengadakan penekanan pada kepala dengan posisi
leher tegak lurus atau miring sehingga berkas serabut sensorik di
foramen intervertebrale yang diduga terjepit, secara faktual dapat
dibuktikan.
19
Gambar 14 . Test Lhermitte 4. Test distraksi Test ini dilakukan
ketika pasien sedang merasakan nyeri radikular. Pembuktian terhadap
adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi
penjepitan itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
Gambar 15. Test Distraksi Prosedur diagnosa khusus untuk
pemeriksaan radikulopati lumbal antara lain : 1. Lasegues sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : pasien berbaring, secara pasif
lakukan fleksi sendi coxae, sementara lutut ditahan agar tetap
ekstensi. Fleksi pada sendi coxae dengan lutut ekstensi akan
menyebabkan stretching n.iskiadikus. Dengan tes ini, pada
radikulopati lumbal, sebelum tungkai mencapai kecuraman 70, akan
didapatkan nyeri (terkadang juga disertai dengan baal dan
paresthesia) pada sciatic notch disertai nyeri dan hipersensitif
sepanjang n.iskiadikus. Straight-leg-raising-test : dilakukan
dengan metode seperti Kernigs sign. Bila kedua prosedur tersebut
positif, mengindikasikan terdapat iritasi meningen atau iritasi
radiks lumbosakral. Bonnets phenomenon merupakan modifikasi
Lasegues test, yang mana nyeri akan lebih berat atau lebih cepat
muncul bila tungkai dalam keadaan adduksi dan endorotasi.
20
Prosedur lain yang merupakan modifikasi Lasegues test adalah
Bragards sign (Lasegue disertai dengan dorsofleksi kaki) dan
Sicards sign (Lasegue disertai dengan dorsofleksi jari-1 kaki).
Pada kasus yang ringan, pemeriksaan dengan Lasegue dapat
menunjukkan hasil negatif. Dengan modifikasi ini, stretching
n.iskiadikus di daerah tibial meningkat, sehingga memperberat
nyeri. Gabungan Bragards sign dan Sicards sign disebut Spurlings
sign.
Gambar 16 . Test Lasegue
Gambar 17. Spurlings sign 2. Test Lasegue silang Pada beberapa
pasien radikulopati lumbal, iskialgia pada tungkai yang sakit dapat
diprovokasi dengan mengangkat tungkai yang sehat dalam posisi
lurus.
21
Test OConell : dilakukan Lasegue test pada tungkai yang sehat,
nyeri dapat dirasakan pada sisi yang sehat (Fajersztajns sign),
namun dengan derajat yang lebih ringan. Selanjutnya pemeriksaan ini
dilakukan pada tungkai yang sakit. Kemudian dilakukan secara
bersamaan pada kedua kaki. Selanjutnya tungkai yang sehat
direndahkan mendekati tempat tidur; hal ini akan menyebabkan
eksaserbasi nyeri, kadang juga disertai dengan paresthesia.
Beberapa ahli menyatakan pemeriksaan ini patognomonik untuk
herniasi diskus intervertebra. 3. Nerve pressure sign Pemeriksaan
dilakukan dengan : Lasegues test dilakukan hingga penderita
merasakan nyeri, kemudian lutut difleksikan 20, dilanjutkan dengan
fleksi sendi coxae dan penekanan n.tibialis pada fossa poplitea,
hingga penderita mengeluh nyeri. Test ini positif bila terdapat
nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau sepanjang
n.iskiadikus. 4. Test Viets dan Naffziger Meningkatnya tekanan
intrakranial atau intraspinal dapat menimbulkan nyeri radikular
pada pasien dengan space occupying lession yang menekan radiks
saraf. Tekanan dapat meningkat dengan batuk, bersin, mengedan, dan
dengan kompresi vena jugularis. Tekanan harus dilakukan hingga
penderita mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya, dan tes ini
tidak boleh dianggap negatif hingga venous return dihambat selama 2
menit. Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan
sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit
(Naffzigers test). Penderita dapat berbaring atau berdiri. Pada
pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular
pada radiks yang bersangkutan. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati
Radikulopati dapat didiagnosa dari menifestasi klinis yang khas,
seperti rasa nyeri, baal, atau paresthesia yang mengikuti pola
dermatomal. Namun demikian gejalagejala tersebut dapat disebabkan
oleh banyak hal, sehingga untuk menentukan penatalaksanaan
radikulopati, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara
lain : a. Rontgen
22
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya
kelainan struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto
roentgen penderita radikulopati juga dapat ditemukan pada individu
lain yang tidak memiliki keluhan apapun. b. MRI/CT Scan MRI
merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi
kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi
kompresi medula spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan
untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif pada diskus
intervertebra. Dibandingkan dengan CT Scan, MRI memiliki
keunggulan, yaitu adanya potongan sagital, dan dapat memberikan
gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas;
sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk
menyingkirkan diagnosa banding gangguan struktural pada medula
spinalis dan radiks saraf. CT Scan dapat memberikan gambaran
struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan memberikan
gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun
demikian sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi
herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI. c. Myelografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama
elemen osseus vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif
karena melibatkan penetrasi pada ruang subarachnoid. Secara umum
myelogram dilakukan sebagai test preoperatif, seringkali dilakukan
bersama dengan CT Scan. d. Nerve Concuction Study (NCS), dan
Electromyography (EMG) NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan
asal nyeri atau untuk menentukan keterlibatan saraf, apakah dari
radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain itu pemeriksaan
ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun
bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis,
maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan. e.
Laboratorium Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah,
faktor rematoid, fosfatase alkali/asam, kalsium.
23
infeksi.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti
VI. Penatalaksanaan Radikulopati 1. 2. Informasi dan edukasi
Farmakoterapi a. b. diperlukan). 3. Terapi nonfarmakologik a. Akut
: imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan,
posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan
dingin), masase, traksi (tergantung kasus), alat bantu (antara lain
korset, tongkat). b. Kronik : terapi psikologik, modulasi nyeri
(akupunktur, modalitas termal), latihan kondisi otot, rehabilitasi
vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh dan aktivitas. 4.
Invasif nonbedah 5. Bedah Indikasi operasi pada HNP : Skiatika
dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu : nyeri berat
Defisit neurologik memburuk. Sindroma kauda. Terbukti adanya
kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik /
intractable / menetap / progresif. Blok saraf dengan anestetik
lokal. Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk
mengurangi Akut : asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid
(nyeri berat), Kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin),
opioid (kalau sangat injeksi epidural.
pembengkakan edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks
saraf.
Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil. dan
radiologik. 24
25