BAB 1 PENDAHULUAN Penderita diabetes mellitus di Indonesia yang telah dilaporkan 12,5 juta orang di tahun 2000 akan meningkat menjadi kurang lebih 19,4 juta pada tahun 2010. Penyakit diabetes mellitus jarang tertangani dengan benar karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit tersebut. Penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika tidak tertangani dengan benar seperti penyempitan pembuluh darah kapiler, koma diabetik, pembersihan luka yang tidak tepat dapat memperparah luka pada penderita diabetes mellitus. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksa gula darah ke rumah sakit atau ke puskesmas terutama bagi masyarakat ekonomi ke bawah yang merasa malas dan kekurangan biaya. Diabetes militus bukanlah penyakit yang mudah ditangani, penyakit yang bisa menyerang semua kalangan manusia ini memiliki efek yang mendukung timbulnya penyakit lain yang menyertai. Penyakit atau keadaan merugikan lain yang bisa terjadi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
Penderita diabetes mellitus di Indonesia yang telah dilaporkan 12,5 juta
orang di tahun 2000 akan meningkat menjadi kurang lebih 19,4 juta pada tahun
2010. Penyakit diabetes mellitus jarang tertangani dengan benar karena kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang penyakit tersebut. Penyakit ini dapat
menimbulkan komplikasi yang serius jika tidak tertangani dengan benar seperti
penyempitan pembuluh darah kapiler, koma diabetik, pembersihan luka yang
tidak tepat dapat memperparah luka pada penderita diabetes mellitus. Kurangnya
kesadaran masyarakat untuk memeriksa gula darah ke rumah sakit atau ke
puskesmas terutama bagi masyarakat ekonomi ke bawah yang merasa malas dan
kekurangan biaya. Diabetes militus bukanlah penyakit yang mudah ditangani,
penyakit yang bisa menyerang semua kalangan manusia ini memiliki efek yang
mendukung timbulnya penyakit lain yang menyertai. Penyakit atau keadaan
merugikan lain yang bisa terjadi akibat diabetes militus ini antara lain adalah
selulitis terutama bila diseratai higiene yang jelek.
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan
subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh
getah bening.2 Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.
Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai
bawah.1 Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti
1
tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor),
dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut.1
Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah
studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus
per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan
usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat
kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit
yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada
tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus. Data rumah sakit di Inggris melaporkan
kejadian selulitis sebanyak 69.576 kasus pada tahun 2004-2005, selulitis di
tungkai menduduki peringkat pertama dengan jumlah 58.824 kasus. Data rumah
sakit di Australia melaporkan insidensi selulitis sebanyak 11,5 per 10.000
populasi pada tahun 2001-2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam
periode 5 tahun menderita erysepelas dan selulitis. Banyak penelitian yang
melaporkan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga
dekade kelima, dan lokasi tersering di ekstremitas bawah.
Sepsis merupakan respons sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses
inflamasi. (infeksi dan inflamasi). Sepsis dibagi dalam derajat Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, sepsis dengan
hipotensi, dan syok septik.
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon
sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar dalam
2
darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme atau produk
reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal.
Sepsis, syok sepsis, dan kegagalan multipel organ (MOF) mengenai
hampir 750. 0000 penduduk di Amerika Serikat dan menyebabkan kematian
sebanyak 215.000 orang.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai
dengan rangsangan endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi,
sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi
komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel,
aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke
berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multipel.
Sepsis dan komplikasinya (seperti: renjatan septik, sindrom gagal napas
dan lainnya) memerlukan penanganan yang intensif di ruang perawatan. Saat ini
meskipun berbagai kemajuan telah dicapai dalam diagnosis dan terapi tetapi
angka mortalitas sepsis masih cukup tinggi, diharapkan dengan berkembangnya
pemahaman mengenai patogenesis sepsis akan berakibat pada penanganan yang
lebih baik dari sepsis dan komplikasinya.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi
Gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen
dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. (Price &
Wilson, 2005)
2.1.2 Etiologi
A. Tipe I
Autoimun.
Pemicu: mungkin infeksi virus (mungkin virus coxsackie B4/
gondongan/ virus lain) produksi autoantibody menyerang sel β
pancreas. Manifestasi klinis: sel β rusak 90%.
HLA spesifik : DW3 & DW4 berhubungan dengan interaksi
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous,
tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas,
dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan
dapat menjadi septikemia.
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan
sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia
dan septikemia. Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-
biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan
pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada
pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000)
dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
Gejala dan tanda SelulitisGejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigilDaerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan
genitaliaMakula eritematous : Eritema cerahTepi : Batas tidak tegasPenonjolan : Tidak terlalu menonjolVesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bulaEdema : EdemaHangat : Tidak terlalu hangatFluktuasi : Fluktuasi
32
Tabel: Gejala dan tanda selulitis
Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada
sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada
pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta
penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated
cellulitis. ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat
terutama penyakit yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu
lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu
penting dan efektif.
2.2.9 Pengobatan
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000
IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin
V 500 mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H.
Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-
200 mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa.
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus
penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi
terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-
500 gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10
hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO;
anak-anak 16-20 mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain
33
eritromisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500
mg/hari secara oral selama 7-10 hari.
2.2.10 Komplikasi
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada
selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat.
Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia
stafilokokus beta hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal karena
mengakibatkan trombosis sinus cavernpsum yang septik. Selulitis pada
wajah dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis.
2.3 Sepsis
2.3.1 Definisi
Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya
respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk
mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi
dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.
Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan:
Hyperthermia/hypothermia (>38°C; <35,6°C)
Tachypneu (respiratory rate >20/menit)
Tachycardia (pulse >100/menit)
>10% cell immature
Suspected infection
Biomarker sepsis (CCM 2003) adalah prokalsitonin (PcT); Creactive
Protein (CrP).
34
Derajat Sepsis
1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan .2
gejala sebagai berikut:
a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b) Takipnea (resp >20/menit)
c) Tachycardia (nadi >100/menit)
d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
e) >10% cell imature
2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS
3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, oliguria
bahkan anuria.
4. Sepsis dengan hipotensi : Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90
mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40 mmHg).
5. Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai
hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat
resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan (Guntur, 2008).
Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis
Sindroma sepsis Syok Sepsis
Takipneu, respirasi 20x/m
Takikardi 90x/m
Hipertermi 38 C
Hipotermi 35,6 C
Hipoksemia
Sindroma sepsis ditambah dengan
gejala:
Hipotensi 90 mmHg
Tensi menurun sampai 40 mmHg dari
baseline dalam waktu 1 jam
35
Peningkatan laktat plasma
Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1
jam
Membaik dengan pemberian cairan
danpenyakit shock hipovolemik, infark
miokard dan emboli pulmonal sudah
disingkirkan
(Dikutip dari Glauser, 1991)
2.3.2 Epidemiologi
Dalam kurun waktu 23 tahun yang lalu bakterimia karena infeksi bakteri
gram negatif di AS yaitu antara 100.000-300.000 kasus pertahun, tetapi
sekarang insiden ini meningkat antara 300.000-500.000 kasus pertahun
(Bone 1987, Root 1991). Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon
sistemik pada infeksi yang seirus. Walaupun insiden shock sepsis ini tak
diketahui namun dalam beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi Hal ini
disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis
antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholisme, leukemia, limfoma,
keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisi parenteral dan
sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. Di AS syok sepsis
adalah penyebab kematian yang sering di ruang ICU.
2.3.3 Etiologi
Infeksi dapat disebabkan oleh virus, bakteri, fungi atau riketsia. Respon
sistemik dapat disebabkan oleh mikroorganisme penyebab yang beredar
dalam darah atau hanya disebabkan produk toksik dari mikroorganisme
atau produk reaksi radang yang berasal dari infeksi lokal.
36
Umumnya disebabkan kuman gram negatif. Insidensnya meningkat, antara
lain karena pemberian antibiotik yang berlebihan, meningkatnya
penggunaan obat sitotoksik dan imunosupresif, meningkatnya frekuensi
penggunaan alat-alat invasive seperti kateter intravaskuler, meningkatnya
jumlah penyakit rentan infeksi yang dapat hidup lama, serta meningkatnya
infeksi yang disebabkan organisme yang resisten terhadap antibiotik.
2.3.4 Patofisiologi
Baik bakteri gram positif maupun gram negatif dapat menimbulkan sepsis.
Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS).
Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide
binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting
dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan
diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron
sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan
LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS
menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB
(NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor
transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel.
Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel
melalui toll like receptor-2 (TLR2) (Widodo, 2004).
Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa
Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor
sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme:
37
eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang
menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II
dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian
akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin
proinflamasi yang berlebih (Calandra, 2003).
Peran S itokin pada S epsis
Mediator inflamasi merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap
infeksi dan invasi mikroorganisme. Pada sepsis terjadi pelepasan dan
aktivasi mediator inflamasi yang berlebih, yang mencakup sitokin yang
bekerja lokal maupun sistemik, aktivasi netrofil, monosit, makrofag, sel
endotel, trombosit dan sel lainnya, aktivasi kaskade protein plasma seperti
komplemen, pelepasan proteinase dan mediator lipid, oksigen dan nitrogen
radikal. Selain mediator proinflamasi, dilepaskan juga mediator
antiinflamasi seperti sitokin antiinflamasi, reseptor sitokin terlarut, protein
fase akut, inhibitor proteinase dan berbagai hormon (Widodo, 2004).
Pada sepsis berbagai sitokin ikut berperan dalam proses inflamasi, yang
terpenting adalah TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8, IL-12 sebagai sitokin
proinflamasi dan IL-10 sebagai antiinflamasi. Pengaruh TNF-α dan IL-1
pada endotel menyebabkan permeabilitas endotel meningkat, ekspresi TF,
penurunan regulasi trombomodulin sehingga meningkatkan efek
prokoagulan, ekspresi molekul adhesi (ICAM-1, ELAM, V-CAM1,
PDGF, hematopoetic growth factor, uPA, PAI-1, PGE2 dan PGI2,
pembentukan NO, endothelin-1.1 TNF-α, IL-1, IL-6, IL-8 yang merupakan
38
mediator primer akan merangsang pelepasan mediator sekunder seperti
Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis: a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94
Darmono, Status Glikemi dan Komplikasi Vaskuler Diabetes Mellitus dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 57 – 68
Diabetic Foot Care. Last Up Date : 2000. Available from file : A:Diabetic Foot Care-Diabetes.htm
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008
Dobb G. Multiple organ failure, words mean what I say they mean, in intensive care word, 1991 8(4):157-159
Glauser et al. Septic Shock: pathogenesis. Lancet 1991, 338: 732-736
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.
Hinshaw et al. The Effect of high dose glucorticoid therapy on mortality in patients with clinical signs of systemic sepsis. The NEJM, 1987 317:659-665
McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower extremity cellulitis: a population based stud in Olmsted county, Minnesota. 82(7):817-21
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales,Cardiff, UK. 1708
Pemayun T G D, Gambaran Makro dan Mikroangiopati Diabetik di Poliklinik Endokrin, dalam Naskah lengkap Kongres Nasional V Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan Pertemuan Ilmiah Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2002 ; 87 – 97.
Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
Parillo et al. Septic shock in humans. Annals of internal medicine, 1991,113: 227242 Petersdorf RG. An Approach to infectious disease, in Principles of internal medicine. 12th ed. New York: McGraw Hill, 1991: 757-764
Perkeni. 2011. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2.
Preventive Foot Care in People with Diabetes in American Diabetes Association. Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes Care, Volume 25, Suplemen 1, January 2003; page 78 - 79.
Root, Jacobs. Septicemia and septic shock, in principles o finternal medicine. 12th ed. New York: McGraw Hill, 1991:502-507
Schon LC, Easley ME, Weinfeld SB. Charcot neuroarthropathy of the foot and ankle. Clin Orthop. 1998;349:116–31
Scope Management of type 2 diabetes : prevention and management of Foot problems. Diabetes Care, Volume 25, June 2002;S 1085 - 1094. available at http://www.nice.org.uk/nicemedia/pdf/footcare_scope.pdf
Soegondo S, Diabetes Melitus. Klasifikasi dan diagnosis baru dan penatalaksanaan di Indonesia, sub bagian endokrin, bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-UI/RSCM, Jakarta.
Sprung et al. The effect of high dose corticosteroid in pateint white septic shock. The NEJM, 1984 311:1137-1143