-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017
499
Pengaruh Fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap Perairan Sumatera
Barat
The Effect of El-Nino and La-Nina Phenomenon towards
The Waters Bodies of West Sumatera
Isna Uswatun Khasanah*), Ahmad Ridho Sastra
1Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Padang, Padang
*)E-mail: [email protected]
ABSTRAK - Fenomena El-Nino dan La-Nina yang selanjutnya disebut
ENSO sangat berdampak bagi cuaca dan iklim di Indonesia, salah
satunya pada Perairan Sumatera Barat. Penelitian ini mengkaji
tentang pengaruh ENSO terhadap perairan Sumatera Barat. Data yang
digunakan dalam melihat pengaruh tersebut menggunakan data
permukaan laut yang disebut Sea Level Anomaly (SLA) dari multi
Satelit Altimetri meliputi satelit Topex/Poseidon, Jason-1, dan
Jason-2 dan data Indeks Nino3.4 dari tahun 1996 s.d 2015. Untuk
melihat hubungan antara data SLA dan Indeks Nino3.4 digunakan
metode analisis korelasi. Pengaruh ENSO dapat dilihat dari hasil
uji korelasi, dimana nilai korelasi dari nilai SLA dan Indeks
Nino3.4 dalam periode 20 tahun adalah -0,32. Hal tersebut
menunjukan ada pengaruh ENSO terhadap perubahan muka air laut di
Perairan Sumatera Barat. Nilai rata-rata permukaan laut di perairan
Sumatera Barat sebelum terjadi El-Nino sekitar 1,59 m, saat
terjadinya El-Nino berkisar 1,52 m, dan setelah terjadinya El-Nino
memiliki nilai rata-rata sebesar 1,63 m. Hal tersebut menunjukan
bahwa pada saat El-Nino kondisi Perairan Sumatera Barat turun.
Kondisi Perairan Sumatera Barat sebelum fenomena La-Nina memiliki
nilai rata-rata sebesar 1,57 m, pada saat terjadinya LaNina
rata-rata nilai SLA sebesar 1,65 m, dan setelah terjadinya La-Nina
rata-rata nilai permukaan laut perairan Sumatera Barat sebesar 1,61
m. Hal tersebut menunjukan bahwa pada saat La-Nina, Perairan
Sumatera Barat mengalami kenaikan.
Kata kunci: El-Nino, La-Nina, Multi Satelit Altimetri, Perairan
Sumatera Barat
ABSTRACT - The phenomenon of EL-Nino and La-Nina (ENSO) affect
Indonesia’s weather and climatic condition, one of which, above the
West Sumatera region. This research aims to explains the Influence
of ENSO on West Sumatera waters region. The data used in this study
were Topex/Poseidon, Jason-1, Jason-2 and Nino Index 3.4.
Correlation analysis was performed to see the correlation between
SLA and Nino Index 3.4. The results gives correlation coefficient
of -0,32. This translates as there is an influence of ENSO towards
the changes of the see surface around West Sumatera waters. The
average water level of West Sumatera waters before El-Nino was
about 1,59 m. During El-Nino event, it was decreased to 1,52 m, and
after El-Nino it was increased to 1,63 m. The condition around West
Sumatera waters before La-Nina was about 1,57 m. When La-Nina
occurred, its SLA score was about 1,65 m, and after La-Nina, it was
about 1,61 m. This means that, when La-Nina occured, there were an
increased on West Sumatera water level.
Keywords: Multi Satellite altimetry, El-Nino, La-Nina, Waters
Bodies of West Sumatera
1. PENDAHULUAN
El-Nino dan La-Nina merupakan fenomena cuaca global yang
berlangsung di wilayah ekuator samudera pasifik dan pada umumnya
dikaitkan dengan adanya anomali iklim dunia. El-Nino dan La-Nina
sering disebut dengan ENSO (El-Nino Southern Oscillation). El-Nino
Southern Oscillation (ENSO) merupakan fenomena cuaca yang terjadi
setiap 3 sampai 7 tahun dengan intensitas bervariasi (Irawan,
2006). Berdasarkan beberapa kali kejadian, seringkali peristiwa
El-Nino diikuti oleh La-Nina. Seiring dengan semakin intensifnya
proses pemanasan global, intensitas terjadinya fenomena ENSO
semakin meningkat (Timmermann dkk., 1999 dalam Bapennas, 2010).
Pada saat terjadi fenomena El-Nino tahun 1997/1998, Indonesia pada
umumnya mengalami musim kering yang panjang, sedangkan saat terjadi
La-Nina tahun 1999, Indonesia mengalami kenaikan curah hujan yang
tinggi dan kenaikan tinggi muka air laut sebesar 20 s.d 30 cm,
sehingga menyebabkan banjir disebagian besar wilayah Indonesia,
terutama wilayah pesisir (Bapennas, 2010). Salah satu mekanisme
masuknya dampak ENSO ke wilayah Indonesia adalah melalui arus laut
arus lintas Indonesia dalam bentuk perubahan atau variabilitas suhu
di muka dan dalam laut. Pada saat ini sudah banyak model prediksi
ENSO yang dibuat oleh berbagai pusat penelitian dunia tetapi hasil
yang didapat tidak memberikan pengaruh dampak terhadap iklim di
wilayah benua maritim Indonesia. Namun pada dasarnya sejak atmosfer
dan samudera mencapai bentuknya seperti yang sekarang ini, maka
interaksi antara lautan dan atmosfer yang menghasilkan fenomena
El-Nino dan La Nina telah berlangsung secara rutin dengan
rata-rata
-
Pengaruh Fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap Perairan Sumatera
Barat (Khasanah, dkk.)
500
empat tahun hingga lima tahun sekali. Jika ditinjau berdasarkan
gaya fisika yang mendasari proses interaksi antara lautan dan
atmosfer yang menghasilkan fenomena tersebut, maka El-Nino dan
La-Nina merupakan proses alam yang tanpa kaitan dengan pengaruh
ulah manusia (Ilahude dan Nontji, 1996). Di daerah tropis, kedua
fenomena tersebut biasanya menimbulkan pergeseran pola curah hujan
dan perubahan temperatur yang mengakibatkan terjadinya musim
kemarau yang panjang ataupun musim hujan yang berkepanjangan yang
dapat menimbulkan banjir di berbagai tempat (Irawan, 2006). Hal
tersebut akan sangat berpengaruh untuk daerah pantai seperti
Sumatera Barat. Untuk itu perlu dilakukan kajian efek fenomena
El-Nino dan La-Nina terhadap muka air laut di perairan Sumatera
Barat. Untuk melihat seberapa besar pengaruh fenomena ENSO terhadap
perairan Sumatera Barat maka diperlukan data permukaan laut periode
panjang, dalam hal ini dapat diperoleh dari multi satelit
altimetri. Pada penelitian ini menggunakan data multi satelit
altimetri karena satelit altimetri mampu menyediakan data periode
panjang dengan kualitas yang baik (Abidin, 2001). Jenis satelit
altimetri yang digunakan adalah Topex/Poseidon, Jason-1, Jason-2,
karena ketiga satelit ini memiliki misi yang sama. Satelit
Altimetri diaplikasikan untuk penentuan topografi permukaan laut,
penentuan topografi permukaan es, penentuan geoid lautan, penentuan
karakteristik arus, penentuan tinggi dan panjang gelombang laut,
pasut lepas pantai, penentuan kecepatan angin diatas permukaan
laut, dan fenomena El-Nino (Abidin, 2001). Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengidentifiksi perngaruh fenomena global El-Nino
dan La-Nina terhadap perairan Sumatera Barat.
2. METODE 2.1. Definisi El-Nino dan La-Nina 2.1.1. El-Nino
El-Nino sering disebut dengan fase panas atau Warm Event di
Samudra Pasifik Ekuatorial bagian Tengah dan Timur. El-Nino
diindikasikan dengan beda tekanan atmosfer antara Tahiti dan Darwin
atau yang disebut Osilasi Selatan. Osilasi Selatan merupakan sistem
imbangan tekanan udara yang ditunjukkan oleh tinggi (rendah)
tekanan udara di Indonesia (Pasifik Ekuator Barat) dan Pasifik
Ekuator timur serta kuat/lemahnya Sirkulasi Walker (Hacker dan
Hastenrath, 1985; Prabowo, 2002). El-Nino di tandai dengan Indeks
Osilasi atau Southern Oscillation Index (SOI) negatif, artinya
tekanan atmosfer Tahiti lebih rendah dari pada tekanan diatas
Darwin. Indikator terjadinya El-Nino ditunjukkan oleh nilai indeks
osilasi selatan atau biasa disebut Southern Oscillation Index
(SOI). Apabila terjadi El-Nino maka nilai indeks osilasi selatan
akan berada pada nilai minus dalam jangka waktu minimal 3 bulan dan
sebaliknya untuk La-Nina. Nilai SOI di kawasan Asia Tenggara
berkorelasi kuat dengan curah hujan, karena itu nilai SOI merupakan
indikator yang baik terhadap curah hujan di kawasan tersebut
(Podbury, 1998).
Terjadinya El-Nino ini melalui beberapa proses sebagai berikut:
1. Perairan Pasifik bagian tengah dan timur mengalami pemanasan
suhu.
Awal proses terjadinya El-Nino adalah karena adanya peningkatan
suhu yang berada di perairan pasifik bagian timur dan tengah. Dan
hal ini akan meningkatkan suhu kelembaban pada atmosfer yang berada
di atas perairan tersebut. 2. Pembentukan awan
Setelah terjadinya pemanasan suhu yang berada di perairan
pasifik bagian tengah dan timur, serta menimbulkan kelembaban di
atmosfer yang ada di atasnya, maka peristiwa tersebut mendorong
terjadinya pembentukan awan dan akan meningkatkan curah hujan yang
berada di kawasan tersebut. 3. Terhambatnya pertumbuhan awan
Setelah proses pembentukan awan yang dijelaskan di atas, maka di
bagian barat samudera pasifik akan mengalami tekanan udara yang
meningkat. Hal ini akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan awan
di atas lautan di bagian timur Indonesia. Hal ini akan
mengakibatkan di beberapa wilayah di Indonesia mengalami penurunan
curah hujan yang dikatakan jauh dari normalnya. Gambaran terjadinya
fenomena El-Nino ditunjukkan pada Gambar 1.
-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 tahun 2017
501
Gambar 1. Fenomena El-Nino (www.bom.gov.au)
Masing-masing kejadian El-Nino adalah unik dalam hal kekuatannya
sebagaimana dampaknya pada
pola turunnya hujan maupun panjang durasinya. Berdasar
intensitasnya, El-Nino dikategorikan sebagai berikut:
1. El Nino Lemah (Weak El-Nino), jika penyimpangan suhu muka
laut di Pasifik ekuator +0,5º C s/d +1,0º C dan berlangsung minimal
selama 3 bulan berturut-turut.
2. El Nino sedang (Moderate El-Nino), jika penyimpangan suhu
muka laut di Pasifik ekuator +1,1º C s/d 1,5º C dan berlangsung
minimal selama 3 bulan berturut-turut.
3. El Nino kuat (Strong El-Nino), jika penyimpangan suhu muka
laut di Pasifik ekuator >1,5º C dan berlangsung minimal selama 3
bulan berturut-turut.
2.1.2. La-Nina
Fenomena La-Nina menyebabkan curah hujan di sebagian besar
wilayah Indonesia bertambah, bahkan sangat berpotensi menyebabkan
terjadinya banjir. Peningkatan curah hujan ini sangat tergantung
dari intensitas La-Nina tersebut. Namun karena posisi geografis
Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh
wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena La-Nina. Dampak La-Nina
terhadap kondisi cuaca global antara lain:
1. Angin passat timuran menguat 2. Sirkulasi Monsoon menguat 3.
Akumulasi curah hujan berkurang di wilayah Pasifik bagian timur.
Cuaca di daerah ini cenderung
lebih dingin dan kering. 4. Potensi hujan terdapat di sepanjang
Pasifik Ekuatorial Barat seperti Indonesia, Malaysia dan
Australia
bagian Utara. Cuaca cenderung hangat dan lembab. Gambaran
terjadinya fenomena La-Nina ditunjukkan pada Gambar 2.
-
Pengaruh Fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap Perairan Sumatera
Barat (Khasanah, dkk.)
502
Gambar 2. Fenomena La-Nina (www.bom.gov.au)
Fenomena La-Nina dikelompokkan berdasarkan nilai anomali suhu
muka laut/Sea Surface Temperature (SST) adalah sebagai berikut:
1. La-Nina Lemah, yang ditetapkan jika SST bernilai -1 dan
berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut
2.2. Data
Pada penelitian ini, proses untuk mengidentifikasi pengaruh
fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap perairan Sumatera Barat
dilakukan menggunakan data-data sebagai berikut: 1. Data SSH dari
Multi Satelit Altimetri tahun 1996 s.d 2015 yang diperoleh
Geophysical Data Record
(GDR). Data masing-masing satelit dapat diunduh secara gratis
melalui situs resmi sebagai berikut (Khasanah, 2015):
1) Topex/Poseidon :
ftp://podaac-ftp.jpl.nasa.gov/allData/topex/L2/mgdrb 2) Jason-1 :
ftp://podaac-ftp.jpl.nasa.gov/allData/jason1/L2/gdr_netcdf_c/ 3)
Jason-2 :
ftp://data.nodc.noaa.gov/pub/data.nodc/jason2/gdr/gdr/
2. Data MGG EGM96 digunakan untuk menghitung nilai undulasi
geoid di wilayah penelitian. Nilai undulasi EGM96 digunakan sebagai
referensi data Sea Surface Height (SSH) dari ketiga satelit
altimetry. Nilai SSH yang direferensikan terhadap geoid selanjutnya
disebut dengan Sea Level Anomaly (SLA). Data dapat diunduh melalui
situs
http://earth-info.nga.mil/GandG/wgs84/gravitymod/egm96/binary/binarygeoid.html
3. Data Indeks Nino3.4 tahun 1996 s.d 2015 digunakan untuk
mengidentifikasi terjadinya fenomena global El-Nino dan La-Nina.
Data ini dapat didownload dari situs
www.cpc.ncep.noaa.govdataindicessstoi.indices.
2.3. Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian ini secara umum dapat
dilihat pada diagram dibawah ini:
-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 tahun 2017
503
Pengaruh Fenomena ENSO terhadap perairan
Sumatera Barat
Pengolahan data multi satelit altimetri
Pereferensian data SSH multi satelit altimetri
terhadap EGM96 (SLA)
DataIndeks Nino 3.4
Analisis korelasiAntara SLA dan
data Indeks Nino 3.4
Gambar 3. Diagram fish bone penelitian
2.3.1. Pengolahan Data
Data multi satelit altimetri yang di download adalah data format
Biner. Oleh karena itu, perlu diekstrak dan dikonversi menjadi
format ASCII. Data yang diekstrak adalah data Sea Surface Height
(SSH) atau data ketinggian muka air laut. Software yang digunakan
untuk ekstrak data SSH adalah BRAT v3.1. Proses ekstraksi SSH
dilakukan dengan post-processing untuk menghilangkan kesalahan
geofisik. Persamaan yang digunakan untuk mengekstrak SSH yang
terkoreksi ditunjukkan pada Persamaan (1) (Seeber, 2003). Konsep
perekaman data dari satelit altimetry ditunjukkan pada Gambar
4.
…………………………………………………………..…………………………….…….(1)
dimana,
…………….……(2) dalam hal ini: ρcor : jarak satelit terhadap muka
air laut terkoreksi Δhdry : koreksi troposfer kering Δhwet :
koreksi troposfer basah Δhiono : koreksi ionosfer Δhssb : koreksi
sea-state- bias Δhinv_bar : koreksi inverse barometer Δhocean_tide
: koreksi pasang surut laut Δhearth_tide : koreksi pasang surut
Bumi Δhpole_tide : koreksi pasang surut kutub
-
Pengaruh Fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap Perairan Sumatera
Barat (Khasanah, dkk.)
504
Gambar 4. Konsep Dasar Satelit Altimetry (Seeber, 2003)
Keterangan gambar: h : Altitude satelit (Tinggi satelit dari
ellipsoid acuan) H : Sea Level Anomaly (SLA) N : Undulasi Geoid Ρ :
Jarak antara ketinggian satelit altimetri dan permukaan air
laut.
Data SSH terkoreksi geofisik kemudian dicek dan dikoreksi dari
data yang masuk daratan dan data kosong. Selanjutnya data SSH
terkoreksi dikurangkan dengan nilai undulasi EGM96 untuk
menghasilkan nilai SLA. Data yang telah terkoreksi kemudian diplot
untuk mengetahui kondisi data. Apabila masih mengandung data
outlier (data yang menyimpang dari kebanyakan data) maka harus
dibuang. Pembuangan data outlier dengan melakukan uji global data
pada setiap data SLA yang telah dikelompokkan sesuai cycle acuan.
Tingkat kepercayaan data yang digunakan adalah 99% atau 3
sigma.
Data Indeks Nino3.4 merupakan data temperatur permukaan laut di
Daerah Pasifik. Data temperatur tersebut menunjukkan peristiwa
El-Nino dan La-Nina atau sering disebut El-Nino Southern Oscilation
(ENSO) yang terjadi. Data Indeks Nino3.4 dipakai mulai dari tahun
1996 s.d 2015. 2.3.2. Analisis Korelasi antara Data SLA Multi
Satelit Altimetri dan Indeks Nino 3.4
Untuk melihat pengaruh dari fenomena El-Nino dan La-Nina
terhadap perairan Sumatera Barat dilakukan dengan uji derajat
hubungan dua data yaitu uji korelasi. Korelasi menyatakan derajat
hubungan antara dua variabel tanpa meperhatikan variabel mana yang
menjadi peubah. Rumus korelasi ditunjukkan pada Persamaan (3)
(Nurgiyantoro dkk., 2009 dan Sudijono, 2012 dalam Putra, 2013).
𝐫𝐱𝐲 = 𝐧 (𝚺𝐱𝐲) (𝚺𝐱).(𝚺𝐲)
𝐧 (𝚺𝐱𝟐) (𝚺𝐱)𝟐 𝐧 (𝚺𝐲𝟐) (𝚺𝐲)𝟐 ………………………………………………………..….(3)
dalam hal ini: r : korelasi variabel x dengan variabel y x :
nilai variabel x (nilai SLA altimetri) y : nilai variabel y (nilai
anomali SST dari Indeks Nino3.4) n : jumlah data Nilai korelasi
berkisar antara -1 < rxy < +1. Jika r = 0, artinya tidak ada
hubungan antara variabel. Jika rxy = -1, maka hubungan antar data
sangat kuat dan bersifat tidak searah. Jika rxy = +1 maka hubungan
antar data sangat kuat dan bersifat searah.
-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 tahun 2017
505
Uji r dilakukan dengan membandingkan nilai koefisien korelasi r
hitung dengan r tabel. Nilai r tabel dapat dilihat pada tabel r.
Kriteria pengujian nilai r hitung adalah:
1. Jika rhitung ≤ r (tabel 5%, df), artinya tidak terdapat
hubungan linier atau tidak terdapat korelasi sederhana antara
variabel yang satu dengan variabel yang lainnya.
2. Jika rhitung > r (tabel 5%, df), artinya terdapat hubungan
linier atau terdapat korelasi antara variabel yang satu dengan
variabel yang lainnya.
dengan df merupakan derajat kebebasan, dimana pada penelitian
ini nilai df adalah 239 dan nilai 5% merupakan nilai signifikansi
atau biasa disebut α (level of significant).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh fenomena El-Nino dan La-Nina dapat diketahui dengan
melihat hubungan data Indeks Nino3.4 dengan data permukaan laut
perairan Sumatera Barat. Data Indeks Nino3.4 adalah nilai rata-rata
Sea Surface Temperature (SST) atau suhu permukaan laut (SPL) di
daerah Pasifik Timur. Fenomena El-Nino merupakan peristiwa
meningkatnya suhu air laut di Samudra Pasifik sepanjang katulistiwa
secara drastis dari nilai rata-ratanya dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan fenomena La-Nina adalah fenomena menurunnya suhu air laut
di Samudra Pasifik sepanjang khatulistiwa. Hubungan Fenomena ENSO
terhadap Perairan Sumatera Barat dapat dilihat dari ploting data
pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Hubungan antara Data SLA Perairan Sumatera
Barat dan Indeks Nino 3.4
Berdasarkan Gambar 5, dapat diidentifikasi terjadinya fenomena
El-Nino dan La-Nina berdasarkan
besarnya penyimpangan suhu. Dari tahun 1996 s.d 2015, peristiwa
El-Nino terjadi pada tahun 1997, 2002, 2006, 2009, 2012 dan
peristiwa La-Nina terjadi pada tahun 1999, 2008, 2010. Berikut
disajikan penjelasan yang lebih detail tentang kondisi Perairan
Sumatera Barat pada saat fenomena El-Nino dan La-Nina.
3.1. Kondisi Perairan Sumatera Barat ketika Fenomena El-Nino
Untuk mengetahui kondisi Perairan Sumatera Barat akibat fenomena
El-Nino, maka dilakukan
pengeplotan data SLA (permukaan air laut) sebelum, saat dan
sesudah fenomena El-Nino terjadi. Berikut grafik SLA dan Indeks
Nino3.4 sebelum, saat dan sesudah terjadinya fenomena El-Nino.
-
Pengaruh Fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap Perairan Sumatera
Barat (Khasanah, dkk.)
506
Gambar 6. Kondisi Perairan Sumatera Barat saat El-Nino Tahun
1997
Gambar 7. Kondisi Perairan Sumatera Barat saat El-Nino Tahun
2002
Gambar 8. Kondisi Perairan Sumatera Barat saat El-Nino Tahun
2006
-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 tahun 2017
507
Gambar 9. Kondisi Perairan Sumatera Barat saat El-Nino Tahun
2009
Gambar 10. Kondisi Perairan Sumatera Barat saat El-Nino Tahun
2012
Berdasarkan Gambar 6 sampai dengan Gambar 10, maka dapat
diidentifikasi ketinggian muka air laut
di perairan Sumatera Barat pada waktu sebelum, saat dan sesudah
fenomena El-Nino terjadi yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi Perairan Sumatera Barat ketika Fenomena
El-Nino
Tahun
Rata-rata Nilai Indeks Nino3.4 ketika Fenomena El-Nino (°c)
Rata-rata Nilai SLA ketika Fenomena El-Nino (m)
Sebelum Saat Sesudah Sebelum Saat Sesudah
1997 -0.41 1.79 -1.23 1.48 1.34 1.52
2002 -0.13 1.06 0.12 1.49 1.49 1.52
2006 -0.10 0.74 -0.63 1.58 1.55 1.68
2009 -0.59 1.07 -1.22 1.70 1.66 1.78
2012 -0.69 0.59 -0.13 1.68 1.56 1.65
Rata-rata -0.36 1.05 -0.62 1.59 1.52 1.63
Berdasarkan hasil rekapitulasi pada Tabel 1, kondisi permukaan
laut perairan Sumatera Barat pada saat fenomena El-Nino mengalami
penurunan, yaitu dengan nilai rata-rata permukaan lautnya 1,52 m.
Sedangkan sebelum terjadi fenomena El-Nino, nilai rata-rata
permukaan laut di perairan Sumatera Barat sekitar 1,59 m dan
setelah terjadi fenomena El-Nino, rata-rata permukaan laut perairan
Sumatera Barat sekitar 1,63 m.
3.2. Kondisi Perairan Sumatera Barat ketika Fenomena La-Nina
Untuk mengetahui kondisi Perairan Sumatera Barat akibat fenomena
La-Nina, maka dilakukan pengeplotan data SLA (permukaan air laut)
sebelum, saat dan sesudah fenomena La-Nina terjadi. Berikut grafik
SLA dan Indeks Nino3.4 sebelum, saat dan sesudah terjadinya
fenomena La-Nina.
-
Pengaruh Fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap Perairan Sumatera
Barat (Khasanah, dkk.)
508
Gambar 11. Kondisi Perairan Sumatera Barat saat La-Nina Tahun
1999
Gambar 12. Kondisi Perairan Sumatera Barat saat La-Nina Tahun
2008
Gambar 13. Kondisi Perairan Sumatera Barat saat La-Nina Tahun
2010 dan Awal 2011
Kondisi perairan Sumatera Barat ketika terjadi fenomena La-Nina
yang diidentifikasi dari Gambar 11
sampai dengan Gambar 13 ditampilkan pada Tabel 2. Berdasarkan
hasil rekapitulasi pada Tabel 2, kondisi permukaan laut perairan
Sumatera Barat pada saat
fenomena La-Nina mengalami kenaikan, yaitu dengan nilai
rata-rata permukaan lautnya 1,65 m. Sedangkan sebelum terjadi
fenomena La-Nina, nilai rata-rata permukaan laut di perairan
Sumatera Barat sekitar 1,57 m dan setelah terjadi fenomena La-Nina,
rata-rata permukaan laut perairan Sumatera Barat sekitar 1,61
m.
-
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 tahun 2017
509
Tabel 2. Kondisi Perairan Sumatera Barat ketika Fenomena
La-Nina
Tahun
Rata-rata Nilai Indeks Nino3.4 ketika Fenomena La-Nina (°c)
Rata-rata Nilai SLA ketika Fenomena La-Nina (m)
Sebelum Saat Sesudah Sebelum Saat Sesudah
1999 1.50 -1.07 -0.15 1.38 1.52 1.52
2008 -0.01 -1.25 0.11 1.67 1.70 1.69
2011 0.84 -1.10 0.24 1.65 1.72 1.63
Rata-rata 0.77 -1.15 0.06 1.57 1.65 1.61
3.3. Analisis Pengaruh Fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap
Perairan Sumatera Barat
Untuk melihat besarnya pengaruh fenomena El-Nino dan La-Nina
terhadap kondisi permukaan laut perairan Sumatera Barat dilakukan
analisis korelasi antara data SLA yang mewakili kondisi perairan
Sumatera Barat dan data Indeks Nino 3.4 yang mewakili fenomena
El-Nino dan La-Nina. Nilai korelasi antara data SLA multi satelit
altimetri dan data Indeks Nino3.4 selama 20 tahun adalah -0,32.
Nilai korelasi negatif, menunjukkan hubungan yang dibentuk antar
kedua data adalah berkebalikan, artinya semakin tinggi nilai Indeks
Nino3.4 maka semakin rendah nilai SLA.
Untuk menguji tingkat hubungan antara kedua data maka dilakukan
uji korelasi (uji r) yaitu dengan membandingkan nilai r hitung dan
r tabel (hasil bacaan tabel). Hipotesis yang dibuat dalam pengujian
ini adalah:
a) H0: korelasi = 0, artinya tidak terdapat hubungan antara
variabel 1 dan variable 2. b) Ha: korelasi ≠ 0, artinya terdapat
hubungan antara variabel 1 dan variabel 2.
Nilai r hitung adalah 0,32 sedangkan nilai bacaan r tabel pada
tingkat kepercayaan 95% untuk derajat kebebasan 239 adalah 0,13.
Berdasarkan nilai tersebut, nilai r hitung lebih besar dari pada r
tabel. Berdasarkan kriteria pengujian nilai r hitung dan r tabel
(seperti yang dijelaskan pada metode), hal tersebut berarti H0
ditolak dan Ha diterima, artinya korelasi tidak sama dengan nol.
Korelasi tidak sama dengan nol artinya kedua data saling
berhubungan. Berarti dapat dikatakan bahwa fenomena ENSO
mempengaruhi kondisi perairan Sumatera Barat. Pengaruh tersebut
dapat terlihat ketika fenomena El-Nino terjadi maka kondisi
perairan Sumatera Barat mengalami penurunan dan saat terjadi
fenomena La-Nina, kondisi perairan Sumatera Barat mengalami
kenaikan. Hasil penelitian ini bersesuaian dengan penelitian Riyadi
(2015) dimana dalam penelitiannya menyebutkan bahwa awal terjadinya
El-Nino ditandai dengan variasi muka laut yang mulai menurun
sedangkan awal terjadinya La-Nina ditandai dengan variasi muka laut
yang mulai naik.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut: 1. Kondisi perairan Sumatera Barat pada saat
terjadi fenomena El-Nino mengalami penurunan. Rata-rata
nilai SLA saat fenomena El-Nino adalah 1,52 m, sebelum
terjadinya El-Nino rata-rata nilai permukaan laut Sumatera Barat
1,59 m, dan setelah El-Nino adalah 1,63 m.
2. Kondisi perairan Sumatera Barat pada saat terjadi fenomena
La-Nina megalami mengalami kenaikan. Rata-rata nilai SLA saat
fenomena La-Nina adalah 1,65 m, sebelum terjadinya La-Nina
rata-rata nilai permukaan laut Sumatera Barat 1,57 m, dan setelah
La-Nina adalah 1,61 m.
3. Pengaruh ENSO terhadap Perairan Sumatera Barat dapat dilihat
dari nilai korelasi antara 2 data. Nilai korelasi yang didapat
berdasarkan data multi satelit altimetri dan indeks nino3.4 selama
20 tahun yaitu -0,32. Hal ini menunjukkan hubungan yang dibentuk
antar kedua data adalah berkebalikan, artinya semakin tinggi nilai
Indeks Nino3.4 (variabel 2), maka semakin rendah nilai SLA
(variabel 1), begitu pula sebaliknya terhadap La-Nina.
-
Pengaruh Fenomena El-Nino dan La-Nina terhadap Perairan Sumatera
Barat (Khasanah, dkk.)
510
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM ITP, pengurus
Jurusan Teknik Geodesi, FTSP-ITP, web penyedia data satelit
altimetri JPL ESA / CNES and AVISO dan rekan-rekan yang membantu
dalam pengumpulan data yaitu Julanda Novita Yenni, ST dan Agung
Rahmayati, ST.
6. DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H. Z. (2001). Geodesi Satelit. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Bapennas. (2010). Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap –
ICCSR Basis Saintifik: Analisis dan Proyeksi Kenaikan Muka Air Laut
dan Cuaca Ekstrim. Indonesia.
Hacker, E.C. dan S. Hastenrath. (1985). Mechanisms of Java
Rainfall Anomalies. Monthly Weather Review. 114. 745 – 757.
Irawan, B. (2006). Fenomena Anomali Iklim El-Nina dan La-Nina:
Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya Terhadap Produksi
Pangan, Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 24, Bogor.
Ilahude, A. G. (1996). Kajian Arlindo di Indonesia, Orasi Ilmiah
Pengukuhan APU Bidang Oseanografi Kimia, LIPI-Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi, Jakarta.
Khasanah, I.U. (2015). Variasi Permukaan Laut Perairan Pulau
Jawa Berdasarkan Data Satelit Altimetry dan Pasang Surut, Tesis,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Podbury. , Sheales T.C, Hussain.I , Fisher. B.S. (1998). Use Of
El Nino Climate Forecasts In Australia. Amer. J.Agr.
Econ.80(5).
Prabowo, M. dan Nicholls, N. (2002). Kapan Hujan Turun? Dampak
Osilasi Selatan di Indonesia. Brisbane: Publishing Services.
Putra, I.W.K.E. (2013). Evaluasi Hasil Post-Processing Data
satelit Altimetri Envisat sebagai Data Prediksi ancaman Peningkatan
Muka Air Laut untuk Pemetaan Genangan Wilayah Pesisir, Tesis,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Riyadi. (2015). Pengamatan Pasang Surut Air Laut di Pelabuhan
Bitung Sebagai Prediksi Awal Terjadinya El-Nino dan La-Nina,
Stasiun Geofisika, Manado.
Seeber, G. (2003). “Satellite Geodesy, 2nd Edition”, Walter de
Gruyter, German
http://www.bom.gov.au