EKONOMI KOTA FAKTOR PENYEBAB DAN AKIBAT PENGARUH PASAR MODERN TERHADAP PENURUNAN KONTRIBUSI DAN KINERJA PASAR TRADISIONAL PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Oleh :
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EKONOMI
KOTA
FAKTOR PENYEBAB DAN AKIBAT PENGARUH PASAR MODERN
TERHADAP PENURUNAN KONTRIBUSI
DAN KINERJA PASAR TRADISIONAL
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
Oleh :
Ekonomi Kota Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan suatu kota erat kaitannya dengan perubahan pola pemanfaatan lahan.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan meningkatnya permintaan lahan untuk
melakukan berbagai kegiatan, dimana pengguna lahan akan berusaha memaksimalkan
pemanfaatan lahan yang tercermin dari semakin meningkatnya usaha-usaha pemanfaatan lahan.
Kegiatan-kegiatan yang dianggap kurang menguntungkan dan produktif akan dengan cepat
tersaingi oleh kegiatan yang lebih menguntungkan dan produktif. Salah satu kegiatan yang
produktif adalah kegiatan perdagangan (Tarigan, 2005).
Keberadaan kegiatan perdagangan skala besar seperti pasar modern jenis hypermarket sudah
menjadi bagian yang tidak terlepaskan dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-harinya masyarakat perkotaan cenderung membeli kebutuhan
tersebut dari pada memproduksi sendiri. Dahulu, tempat berbelanja untuk membeli kebutuhan
sehari-hari tersebut umumnya adalah pasar tradisional. Namun sesuai dengan perkembangan
kota dan perekonomian, perdagangan eceran mengalami perkembangan dengan munculnya
perdagangan eceran modern di Indonesia pada tahun 1970-an yaitu munculnya pasar modern
dalam bentuk supermarket (Sulistyowati, 1999). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112
Tahun 2007, ada beberapa jenis pasar modern yang ada di Indonesia saat ini yaitu: minimarket,
supermarket, hypermarket, department store dan perkulakan.
Kehadiran hypermarket di wilayah perkotaan di Indonesia memberikan implikasi negatif
baik dari aspek fisik, lingkungan, transportasi, sosial dan ekonomi (Dirjen Cipta Karya Dep.
Pekerjaan Umum, 2006). Keberadaan hypermarket dan pasar modern jenis lainnya ternyata
mampu menyulut gejolak sosial dari pedagang pasar tradisional akibat menurunnya minat
masyakat untuk berbelanja di pasar tradisional (Lukisari, 2008).
Keberadaan pasar tradisional di perkotaan dari waktu ke waktu semakin terancam dengan
semakin maraknya pembangunan pasar modern. Pangsa pasar dan kinerja usaha pasar tradisional
menurun, sementara pada saat yang sama pasar modern mengalami peningkatan. Penelitian
Ekonomi Kota Page 2
lembaga ACNielsen menemukan fakta, bahwa pada tahun 2004, kontribusi pasar tradisional
sekitar 69,9%, menurun dari tahun sebelumnya yaitu 73,7% (2003), 74,8% (2002), 75,2%
(2001), dan 78,1% (2000). Kondisi sebaliknya terjadi pada supermarket dan hypermarket,
kontribusi mereka kian hari kian besar (bisnisIndonesia.com). Sementara penelitian SMERU
Research Institute (2006) menyimpulkan, bahwa keberadaan supermarket memberikan pengaruh
terhadap penurunan kontribusi dan kinerja pasar tradisional.
Pusat perbelanjaan sejenis hypermarket di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya
banyak yang dibangun pada jalur lalu lintas dalam kategori padat dengan ruas jalan sempit.
Kehadiran pusat perbelanjaan itu menambah kemacetan di jalur yang sudah padat tersebut.
Selain itu, mengoperasikan pusat perbelanjaan juga membutuhkan daya listrik yang sangat besar.
Untuk pusat perbelanjaan seluas 20.000 meter persegi, misalnya, dibutuhkan listrik sekitar
3.000.000 VA atau 3 megawatt. Apabila sebuah rumah tangga membutuhkan 1.350 VA, berarti
daya listrik pusat perbelanjaan dapat digunakan untuk hampir 2.000 rumah tangga (Sudono,
2003).
Hypermarket dan pusat perbelanjaan jenis lainnya juga kerap memanfaatkan air tanah
untuk mendukung kelangsungan bisnis dengan jumlah yang sangat besar (OneWord Indonesia,
2008). Untuk itu perlu adanya pengawasan yang ketat agar tidak mengganggu kepentingan
masyarakat sekitar dan keseimbangan lingkungan. Dampak nyata lainnya adalah meningkatnya
jumlah dan luasan hypermarket di kota-kota besar di Indonesia adalah makin hilangnya daerah
resapan air dan ruang terbuka hijau (RTH) (OneWord Indonesia, 2008). Surabaya Pusat
misalnya, perkembangan ekonomi yang pesat khususnya sektor perdagangan dan jasa,
menyebabkan proporsi penggunaan lahan yang diperuntukkan RTH masih kurang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dengan jumlah penduduk mencapai 354.484 jiwa dan luas
wilayah 1.479,18 Ha, luas RTH yang ada hanya 20,77 Ha atau sekitar 0.014% saja dari luas
wilayah Surabaya Pusat keseluruhan. Hal ini berarti penyediaan RTH di Surabaya Pusat sekitar
0,59 m2
untuk setiap penduduk. Padahal, dalam master plan Kota Surabaya tahun 2000,
kebutuhan ideal RTH untuk setiap penduduk per jiwa adalah 10,03 m².
Dampak lain dari keberadaan hypermarket adalah dampak lalulintas yang berkaitan
dengan volume tarikan dan bangkitan lalulintas yang tinggi terutama hypermarket yang berlokasi
di jalur utama perkotaan (Silaban, 2008). Hal ini terjadi karena guna lahan komersial mempunyai
implikasi yang berbeda dari guna lahan yang lain seperti perumahan. Konsekuensinya adalah
Ekonomi Kota Page 3
pola pergerakan dan kebutuhan parkir yang awalnya tidak menjadi masalah, sekarang menjadi
masalah.
Memperhatikan fenomena tersebut di atas, pada akhir tahun 2007 pemerintah melakukan
intervensi kebijakan melalui Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang penataan dan
pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Lokasi pasar modern harus
mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah pada daerah/kota masing-masing. Dalam hal ini
pemerintah pusat menyerahkan kewenangan mengenai kewilayahan kepada pemerintah daerah.
Propinsi Jawa Timur menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 30 Tahun 2008 tentang
perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern di Jawa Timur. Isinya
antara lain mengatur tentang lokasi pendirian pasar modern yang wajib mengacu pada Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota,
termasuk peraturan zonasinya. Dalam peraturan daerah ini masih belum diatur secara detail
aturan zonasi. Dalam hal ini pemerintah Propinsi Jawa Timur memberi kewenangan kepada
pemerintah kabupaten/kota.
Seperti halnya di kota-kota besar lainnya, perkembangan pasar modern di Kota Surabaya
sangat pesat. Tercatat, sampai akhir 2005, pasar modern di Surabaya sudah mencapai 228 buah.
Terdiri dari 43 supermarket, 10 departement store, 27 factory outlet dan 148 minimarket
(Kompas Jatim, 31 Mei 2005). Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota
Surabaya, sampai tahun 2008 telah terdapat dua belas hypermarket yang berkembang di
Surabaya, yaitu group dari Giant (3 gerai), Carrefour (6 gerai), Hypermart (3 gerai), dan
Indogrosir (1 gerai). Berdasarkan skala pelayanannya, maka kondisi hypermarket saat ini sudah
berlebih.
Pesatnya perkembangan hypermarket tampaknya tidak diimbangi dengan upaya
menanggulangi dampak yang ditimbulkan baik dari aspek fisik maupun aspek nonfisik (Sulistya
Rusgianto dalam Kompas, 26 Juni 2006). Hypermarket boleh berdiri di mana saja asalkan
lokasinya di kawasan perdagangan dan jasa berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
(Suhur, dalam Kompas, 26 Juni 2006). Pasar modern memperoleh kemudahan memperoleh ijin
lokasi akibat belum terdapatnya sebuah pengaturan perijinan lokasi dan aturan zonasi yang
mengatur secara lebih spesifik kebutuhan lokasi hypermarket dalam rencana tata ruang (Suhur,
dalam Kompas, 26 Juni 2006). Selain itu distribusi hypermarket tidak merata dan berkumpul
bagian-bagian utama kota. Pola perdagangan hypermarket sudah berkembang menjadi pasar
Ekonomi Kota Page 4
bebas, hypermarket mulai dibangun di kawasan-kawasan strategis. Jika tidak segera diatur
melalui penataan zonasi hypermarket, jelas bisa menjadi dampak baik dari segi fisik, lingkungan,
tata ruang maupun transportasi.
Dampak-dampak diatas muncul akibat dari belum optimalnya upaya pengendalian
kegiatan hypermarket berupa pengaturan zonasi kawasan perdangangan kususnya untuk kegiatan
perdangan hypermarket di Kota Surabaya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
merumuskan arahan zonasi kawasan perdagangan untuk mengatur kegiatan hypermarket di Kota
Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi penurunan produktifitas pasar pasar tradisional?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dari menurunnya produktifitas pasar tradisional
1.3 Tujuan
Pada pembahasan makalah ini mengidentifikasi menurunnya kontribusi dan kinerja pasar
tradisional terhadap pasar modern. Berikut tujuan pembahasan:
1. Mengidentifikasi Faktor Penyebab Menurunnya Produktifitas Pasar tradisional
2. Menggambarkan Dampak Menurunnya Produktifitas Pasar Tradisional
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup terdiri dari ruang lungkup wilayah dan ruang lingkup pembahasan
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup pembahasan karya tulis ini adalah mengambil studi kasus wilayah Surabaya.
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan spesifik pada pengaruh pasar modern terhadap kinerja dan kontribusi
pasar tradisional.
Ekonomi Kota Page 5
1.5 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini menggunakan dua metode
yaitu :
1. Tinjauan Pustaka
Data yang diperoleh diambil dari reverensi buku yang diperoleh dari perpustakaan, yang
memiliki relevansi dengan pembahasan.
2. Tinjauan Media
Informasi lain yang diperoleh sebagai input dalam penyusunan makalah ini diperoleh dari
internet, media cetak dan media elektronik. Informasi yang diperoleh dalam tinjauan ini
merupakan tambahan dari teori-teori yang menjadi acuan.
1.6 Kerangka Penulisan
Gambar 1 Kerangka Penulisan
PENURUNAN PRODUKTIFITAS DAN
KINERJA PASAR TRADISIONAL
PERKEMBANGAN PASAR
MODERN YANG PESAT
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENURUNAN
PRODUKTIFITAS DAN KINERJA PASAR
TRADISIONAL
DAMPAK PENURUNAN PRODUKTIFITAS
DAN KINERJA PASAR TRADISIONAL
Ekonomi Kota Page 6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pasar Modern dan Pasar Tradisional
Secara umum pengertian pasar (open market) merupakan bentuk tertua dari tempat
berbelanja, mempunyai sederetan kios pada sebuah ruang terbuka atau tertutup. Disekelilingnya
dapat dilalui oleh sirkulasi untuk umum. Tidak ada pemisahan antara pembeli dan barang
dagangan. Menurut kelas mutu pelayanan dapat digolongkan menjadi Pasar Tradisional dan
Pasar Modern, dan menurut sifat pendistribusinya dapat digolongkan menjadi Pasar Eceran dan
Pasar Perkulakan/Grosir. Pasar dalam arti sempit adalah tempat permintaan dan penawaran
bertemu, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar tradisional. Sedangkan dalam arti luas adalah
proses transaksi antara permintaan dan penawaran, dalam hal ini lebih condong ke arah pasar
modern. Permintaan dan Penawaran dapat berupa Barang atau Jasa. Secara umum perbedaan
antara pasar modern dan pasar tradisional dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Perbandingan Antara Pasar Modern dan Pasar Tradisional
Kriteria Pasar Modern Pasar Tradisional
1. Sistem pelayanan Pengunjung melayani dirinya
sendiri (tidak terjadi taransaksi
tawar menawar/harga barang
berlabel)
Terjadi transaksi tawar menawar
antara penjual dan pembeli
secara langsung.
2. Kondisi fisik Bangunan berupa gedung
dengan kondisi lebih modern
(ber-AC,dll)
Terdiri atas banyak kios yang
dimiliki secara personal.
3. Cakupan pelayanan Luas, bisa mencakup satu kota. Lebih sempit, melayani maksimal
satu kecamatan.
4. Barang yang dijual Barang yang dijual beragam
dengan kualitas yang lebih
terjamin.
Barang yang dijual lebih pada
kebutuhan sehari-hari.
Ekonomi Kota Page 7
2.1.1 Pasar Modern
Sinaga (2006) mengatakan bahwa pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan
manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan, sebagai penyedia barang dan jasa
dengan mutu dan pelayanan yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat kelas
menengah ke atas). Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis
ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label
harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya
dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Pasar Modern juga dapat
diartikan sebagai pasar yang dibangun oleh Pemerintah atau koperasi yang dalam
pengelolaannya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan pelayanan kenyamanan
berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label
harga yang pasti. Pasar modern ini hadir dengan berbagai kelebihan yang mampu menarik minat
masyarakat seperti keberagaman komoditas barang yang dijual lebih beragam, kenyamanan dan
keamanan bagi pengunjung yang datang, dan pelayanan konsumen yang memuaskan. Hal lain
yang membedakan yaitu jangkauan pelayanannya yang tidak hanya terbatas pada satu
lingkungan atau permukiman tertentu, tetapi semua masyarakat yang tinggal diseluruh kawasan
perkotaan.
Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran,
daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama.
Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan dan hypermarket, supermarket, dan
minimarket.
Pasar modern antara lain mall, supermarket, departement store, shopping centre,
waralaba, toko mini swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya. Barang yang
dijual disini memiliki variasi jenis yang beragam. Selain menyediakan barang-barang lokal,
pasar modern juga menyediakan barang impor. Barang yang dijual mempunyai kualitas yang
relatif lebih terjamin karena melalui penyeleksian terlebih dahulu secara ketat sehingga barang
yang rijek/tidak memenuhi persyaratan klasifikasi akan ditolak. Secara kuantitas, pasar modern
umumnya mempunyai persediaan barang di gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern