Top Banner
Page | 0 MAKALAH INDIVIDUAL UJIAN TENGAH SEMESTER DINAMIKA KAWASAN ASIA TENGAH DAN ASIA SELATAN Kemiskinan di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah sebagai Agen Pembangunan di Wilayah Asia Selatan Disusun oleh: Erika 0706291243 Jurusan Hubungan Internasional DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS INDONESIA 2010
14

31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Jul 28, 2015

Download

Documents

Jerry S Hasdi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 0

MAKALAH INDIVIDUAL UJIAN TENGAH SEMESTER

DINAMIKA KAWASAN ASIA TENGAH DAN ASIA SELATAN

Kemiskinan di Asia Selatan

Kegagalan Peran Pemerintah sebagai Agen

Pembangunan di Wilayah Asia Selatan

Disusun oleh:

Erika 0706291243

Jurusan Hubungan Internasional

DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS INDONESIA 2010

Page 2: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan berbagai kemajuan pertumbuhan ekonomi dunia, angka kemiskinan

dunia pun meningkat. Dewasa ini, dunia semakin dihadapkan dengan masalah-masalah yang

terkait dengan ketidakmampuan manusia untuk mencukup kebutuhan sehari-harinya.

Mengenai hal ini, Asisten Sekjen PBB untuk Pembangunan Ekonomi, Jomo Kwame

Sundaram mengatakan bahwa angka kemakmuran global memang meningkat, tetapi potret

kemiskinan dunia semakin buram. Jutaan warga semakin miskin dan distribusi kemakmuran

dunia semakin tidak merata, demikian menurut Sundaram.1 Dari jutaan warga yang

tergolong sebagai warga miskin dunia, sekitar 1/3 penduduk miskin dunia berada di wilayah

Asia Selatan, yaitu sekitar 400 juta orang.2 Jumlah ini merupakan jumlah terbesar jika

dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di wilayah lain. Perbaikan yang cukup baik

dari sisi tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah Asia Selatan ternyata tidak lantas

menurunkan angka kemiskinan di wilayah ini.

Human poverty statistic menyatakan bahwa setiap tahun jumlah masyarakat yang

buta huruf meningkat, lebih dari setengah anak-anak menderita malnutrisi, dan sekitar 1/3

bagian dari kasus kematian ibu dunia terjadi di Asia Selatan.3 Kemiskinan di Asia Selatan

juga ditunjukkan oleh peringkat negara-negara Asia Selatan dalam Indeks Pembangunan yang

dikeluarkan United Nations Development Programme pada tahun 2001, di mana Maldives

menempati peringkat 77 dari 162 negara, Sri Lanka pada peringkat 81, India pada peringkat

115, Pakistan pada peringkat 127, Nepal 129, Bhutan 130, dan Bangladesh menempati

peringkat 132.4 Berbagai data dari UN tersebut membuktikan bahwa masalah kemiskinan

merupakan masalah yang serius bagi wilayah Asia Selatan.

1 Lihat Simon Saragih, “Musuh Kemiskinan Itu adalah Nurani”, Kompas, edisi Minggu, 07 Agustus 2005.

2 Hafiz A. Pasha, “Pro-Poor Policies in South Asia”, dalam Ramesh Thakur dan Oddny Wiggen (eds.), South

Asia in The World: Problem Solving Perspective on Security, Sustainable Development and Good

Governance. (Japan: United Nation University Press, 2004), h. 131. 3 Ibid, h. 132.

4 Ibid.

Page 3: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 2

Kendatipun telah menjadi masalah yang serius, pemerintah negara-negara Asia

Selatan tampak belum begitu tertarik untuk menyelesaikan masalah ini. Pemerintah negara

Asia Selatan tampak lebih sibuk mengatasi masalah-masalah high politics tanpa melihat

kondisi kemiskinan yang sudah sedemikian parah di negaranya. Adapun satu-satunya respon

dari pemerintah negara Asia Selatan sehubungan dengan pengurangan angka kemiskinan

adalah melalui usaha mereka dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Meminjam logika

kaum neoklasik yang mengatakan pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, pemerintah negara Asia Selatan pun tampak sibuk melakukan

berbagai perbenahan dari sisi ekonomi, mulai dari usaha liberalisasi perekonomian, kerja

sama ekonomi regional, sampai pada usaha minimalisasi peran pemerintah dan perbesaran

peran pasar. Namun seperti telah disebutkan sebelumnya, berbagai usaha peningkatan

pertumbuhan ekonomi tidak lantas menurunkan angka kemiskinan di wilayah ini. Berbagai

faktor penyebab kemiskinan turut berperan dalam menciptakan sebuah kemiskinan yang

bersifat struktural di wilayah Asia Selatan. Makalah ini kemudian akan membahas mengenai

berbagai penyebab terciptanya kemiskinan struktural di wilayah Asia Selatan, dengan

pertama-tama menjelaskan mengapa usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak berhasil

mengurangi angka kemiskinan di wilayah Asia Selatan.

1.2. Pertanyaan Permasalahan

Makalah ini akan berusaha menjawab dua pertanyaan: Mengapa usaha

peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak mampu mengurangi angka kemiskinan di

Asia Selatan? Serta Jika bukan karena masalah ekonomi, mengapa kemiskinan di Asia

Selatan terjadi?

1.3. Kerangka Konsep

1.3.1. Konsep Kemiskinan

Kemiskinan merupakan konsep yang sulit didefinisikan. Dalam mendefinisikan

konsep kemiskinan, terdapat berbagai pendapat. Salah satunya adalah pendapat Andre Bayo

Ala, yang mengatakan bahwa kemiskinan itu bersifat multi dimensional; kebutuhan manusia

yang bermacam–macam menjadikan konsep kemiskinan sebagai konsep yang terdiri dari

Page 4: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 3

banyak aspek, antara lain aspek primer (miskin aset, organisasi sosial politik, pengetahuan

dan keterampilan), dan aspek sekunder (miskin jaringan sosial, sumber keuangan dan

informasi)5. Senada dengan Andre Bayo Ala, John Friedman lebih melihat kemiskinan

sebagai adanya ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial

yang meliputi modal yang produktif, sumber keuangan, organisasi sosial dan politik.

Sementara Bank Dunia lebih mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi pendapatan yang

rendah, kekurangan gizi atau keadaan kesehatan yang buruk serta pendidikan yang rendah.

Ada dua macam ukuran kemiskinan yang umum dan dikenal antara lain :

1. Kemiskinan Absolut

Konsep kemiskinan yang dikaitkan dengan pendapatan dan kebutuhan, di mana

kebutuhan tersebut hanya terbatas pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic

need).

2. Kemiskinan Relatif

Pada konsep ini, ukuran kemiskinan dilihat dari besarnya ketimpangan hidup antara

orang yang berpenghasilan tinggi dan orang yang berpenghasilan rendah. Menurut

Kincaid, semakin besar ketimpangan antara tingkat hidup orang kaya dan miskin

mengakibatkan jumlah penduduk yang selalu miskin menjadi semakin besar.6

1.3.2. Konsep Pembangunan

Isu pembangunan sendiri mulai muncul pada dunia internasional sekitar tahun

1700-an, ketika muncul wacana “New world order” yang disebabkan karena adanya gap

antara major power dan negara-negara korban kolonialisme. Seiring perkembangan jaman,

studi pembangunan semakin mendapat tempat dalam studi Hubungan Internasional. Fokus

studi pembangunan sendiri lebih difokuskan pada negara-negara berkembang. Mengenai

definisi pembangunan, sebagian ahli ekonomi mengartikan istilah ini sebagai berikut:

economic development is growth plus change (pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan

ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegiatan

ekonomi7). Konsep perubahan di sini dimengerti sebagai proses menuju kematangan atau

kemajuan yang mencakup:

perubahan sikap hidup,

perubahan kelembagaan, dan

perubahan struktural (produksi , pengeluaran, dan distribusi).

Pelopor studi pembangunan adalah John Maynard Keynes yang terkenal dengan

5 Andre Bayo Ala, Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. (Yogyakarta: Liberty, 1981).

6 J.C. Kincaid. Poverty and Equality in Britain. (Harmondsworth: Penguin, 1975).

7 Sadono Sukirno, Makroekonomi: Teori Pengantar. (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004), h. 415.

Page 5: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 4

pikirannya mengenai ilmu ekonomi makro. Keynes pada dasarnya mengatakan bahwa peran

negara dalam mengatur kegiatan perekonomian adalah krusial karena ada banyak

persoalan-persoalan sosial seperti misalnya masalah pengangguran, kemiskinan dan lain-lain

yang tidak bisa dipecahkan hanya lewat mekanisme pasar. Kehadiran institusi negara,

karenanya, bersifat esensial dalam menyediakan jaminan terselenggaranya perjanjian

kontraktual dalam masa kini dan masa depan8, untuk menciptakan masyarakat yang lebih

baik. Studi pembangunan umumnya mempercayai bahwa ekonomi adalah sebuah perubahan

struktural, bukan hanya masalah pertumbuhan atau akumulasi kapital semata.9 Sehingga

studi pembangunan meyakini bahwa intervensi pemerintah dalam perekonomian negara

miskin merupakan hal yang krusial.10

Diperlukannya intervensi pemerintah dalam perekonomian negara miskin dan

berkembang juga disampaikan oleh Robert Wade yang mengatakan kondisi saving yang

rendah, ketergantungan pada produk ekspor, menurunnya harga produk ekspor dibanding

produk impor, pasar domestik yang kecil, kemampuan masyarakat yang terbatas, sedikitnya

entrepreneurs dan pengangguran yang masif jelas menunjukkan dibutuhkannya peran negara

yang semakin besar dalam perekonomian.11

Dibutuhkannya peran negara yang kuat dan

memiliki strong vision juga disampaikan oleh Huntington dalam literaturnya mengenai

konsep developmental state. Studi pembangunan, karenanya, menolak argumen kaum

neoklasik akan pentingnya pengurangan intervensi negara untuk memajukan perekonomian.

Sebaliknya, studi pembangunan melihat pemerintah sebagai aktor krusial dalam pemajuan

perekonomian negara, serta dalam penciptaan kesejahteraan rakyat.

8 Paul Davidson, Post Keynesian Macroeconomic Theory. (Aldershot: Edward Elgar, 1994), h. 102.

9 Sylvia Maxfield, “International Development”, dalam Walter Carlsnaes, et.al. (eds.), Handbook of

International Relations. (London: Sage Publications, 2002), h. 464. 10

Ibid. 11

Robert Wade, Governing the Market. (Princeton: Princeton University Press, 1990), h. 8.

Page 6: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kemiskinan di Asia Selatan

Telah disebutkan sebelumnya pada bagian Pendahuluan bahwa kawasan Asia

Selatan merupakan kawasan yang memiliki kurang lebih 400 juta masyarakat miskin. Adapun

Asian Development Bank kemudian membagi wilayah Asia Selatan menjadi tiga kelompok

untuk menggambarkan tingkat kesuksesan dalam mengurangi angka kemiskinan selama

tahun 1990-an12

. Kelompok tersebut adalah:

1. Kelompok pertama, mencakup negara-negara yang berhasil mengutangi angka

kemiskinan secara absolut, di samping meningkatnya angka populasi penduduknya.

Kelompok ini hanya dihuni satu negara yaitu India, yang berhasil mengurangi angka

kemiskinan dari yang tadinya 36% menjadi 26% pada periode 1990-an.

2. Kelompok kedua, mencakup negara-negara yang hanya berhasil mengurangi angka

kemiskinan pada masyarakatnya sebanyak maksimal 5%. Negara yang termasuk dalam

kelompok ini adalah Bangladesh (angka kemiskinan berkurang dari 48% menjadi 45%)

dan Sri Lanka (angka kemiskinan berkurang dari 30% menjadi 27%).

3. Kelompok ketiga, mencakup negara-negara Asia Selatan yang tidak berhasil mengurangi

angka kemiskinan, dan bahkan mengalami peningkatan dalam tingkat kemiskinannya.

Contoh negara yang termasuk dalam kelompok ini adalah Pakistan, di mana tingkat

kemiskinan mengalami peningkatan dari 23% menjadi 37%.

2.2. Usaha Pemerintah Negara Asia Selatan untuk Mengurangi Kemiskinan Melalui

Kebijakan-Kebijakan yang Pro Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pada periode 1980-an hingga 1990-an, dunia internasional sedang diwarnai tren

liberalisasi perdagangan, tren di mana setiap negara dianjurkan melalui restrukturisasi

ekonomi dengan menerapkan liberalisasi perdagangan, privatisasi, deregulasi, dan penguatan

peran pasar. Kalangan ekonom neoklasik mengatakan kebijakan liberalisasi yang pro

terhadap pertumbuhan ekonomi ini dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

di mana kemudian pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat mendatangkan berbagai dampak

positif terhadap kesejahteraan rakyat termasuk dalam pengurangan angka kemiskinan.

Menanggapi tren yang sedang berkembang kala itu, pemerintah negara-negara Asia

Selatan pun kemudian mulai menerapkan berbagai kebijakan yang pro-liberalisasi.

Restrukturisasi kebijakan ekonomi pun dilakukan dengan mengurangi intervensi negara

12

Haviz A. Pasha, loc. cit.

Page 7: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 6

sebagai agen pemimpin pembangunan dan mengeluarkan berbagai kebijakan yang

mendukung integrasi perekonomian nasional dengan ekonomi global, melalui kebijakan

privatisasi, deregulasi, liberalisasi sektor finansial, dan konvertibilitas kapital13

. Berikut

adalah contoh kebijakan pro-liberalisasi yang dikeluarkan oleh pemerintah Bangladesh, India,

Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka.

Tabel 1. Kebijakan Impor Bangladesh, India, Nepal, Pakistan dan Sri Lanka14

13

Haviz A. Pasha, op. cit., h. 137-138. 14 A. R. Kemal, et.al., ‘‘A Plan to Strengthen Regional Trade Cooperation in South Asia’’, dalam T. N. Srinivasan

Page 8: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 7

Tabel 2. Kebijakan Ekspor Bangladesh, India, Nepal, Pakistan, Sri Lanka15

Dari kedua tabel di atas, dapat dilihat bahwa Bangladesh, India, Nepal, Pakistan dan

Sri Lanka lebih memberikan kemudahan untuk masuknya produk-produk impor, sambil juga

meng-encourage peningkatan produk ekspor. Sekilas kebijakan-kebijakan ini terlihat baik.

Tetapi sebenarnya, berbagai macam kebijakan liberalisasi perekonomian yang diterapkan

pemerintah negara-negara Asia Selatan tersebut pada akhirnya malah mendatangkan berbagai

(ed.), Trade, Finance and Investment in South Asia. (New Delhi: Social Science Press, 2002), h. 277-278.

15 Ibid, h. 278.

Page 9: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 8

dampak negatif bagi kondisi domestik negara Asia Selatan, yang akan dijelaskan pada subbab

berikut.

2.3. Dampak Buruk Akibat Liberalisasi Perdagangan

2.3.1. Ketidakmampuan Industri Domestik Tiap Negara untuk Bersaing dengan Produk

Impor

Berbagai liberalisasi perdagangan yang dilakukan pemerintah negara Asia Selatan

menyebabkan produk-produk impor dapat dengan mudah memasuki pasar domestik dalam

negara-negara Asia Selatan. Hal ini memang memberikan manfaat positif bagi konsumer,

akan tetapi sayangnya liberalisasi perdagangan yang terjadi tidak disertai dengan peningkatan

daya saing dari industri domestik. Akibatnya, banyak industri domestik terpaksa gulung tikar

karena tidak mampu bersaing dengan produk-produk impor yang masuk. Sebagai contoh di

India, sektor kerajinan tangan dan kesenian yang mempekerjakan banyak tenaga kerja serta

sektor-sektor home industry terpaksa harus gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan

produk asing yang terkadang harganya justru lebih murah16

. Hal yang sama terjadi di

berbagai negara Asia Selatan lainnya. Liberalisasi perdagangan pada akhirnya malah

menghasilkan sebuah kemunduran bagi perkembangan industri domestik.

2.3.2. Monopolisasi Sektor Publik yang Timbul Akibat Privatisasi dan Pengaruhnya

Terhadap Tingkat Pengangguran

Salah satu kebijakan liberalisasi ekonomi adalah privatisasi, atau penyerahan suatu

sektor usaha kepada pihak swasta. Dari segi positif, privatisasi menghasilkan sebuah efisiensi

yang pada akhirnya dapat berdampak pada penurunan harga jual produk di pasaran. Akan

tetapi, privatisasi ternyata juga mampu menimbulkan fenomena quasi-monopolies17

, di mana

monopolisasi yang terjadi dapat membahayakan masyarakat jika monopoli terjadi di sektor

publik seperti misalnya sektor listrik dan air. Privatisasi yang terjadi pada sektor publik akibat

kebijakan yang pro-liberalisme pada akhirnya membatasi akses masyarakat (terutama

masyarakat miskin) pada sektor publik. Masyarakat miskin menjadi tidak dapat memenuhi

kebutuhan sehari-harinya.

Masalah yang juga timbul akibat privatisasi adalah pembatasan lahan kerja yang

terjadi atas alasan efisiensi. Sebagai pihak yang cenderung mencari keuntungan, pihak swasta

memang cenderung melakukan substantial downsizing of labour18

untuk alasan efisiensi. Hal

ini pada akhirnya akan memperbesar jumlah pengangguran di masyarakat, dan semakin

16

Haviz A. Pasha, op. cit., h. 139. 17

Ibid, h. 138. 18

Ibid.

Page 10: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 9

menambah jumlah kemiskinan di negara-negara Asia Selatan.

2.3.3. Pemotongan Dana Investasi untuk Pembangunan Manusia

Selain mengakibatkan masalah ketidakmampuan bersaing bagi industri domestik dan

masalah monopolisasi sektor publik akibat privatisasi yang dijalankan, liberalisasi

perdagangan juga menimbulkan masalah baru, yaitu berkurangnya pemasukan negara dari

sisi tarif impor. Negara-negara Asia Selatan umumnya bergantung pada tarif impor dari sisi

pemasukannya19

, sehingga pemotongan tarif impor tentunya akan mengurangi pemasukan

negara. Berkurangnya pemasukan negara ini tidak diikuti dengan pertambahan pemasukan

negara dari sektor lain, sehingga pemerintah negara Asia Selatan pun terpaksa memotong

dana investasi yang ditujukan untuk pembangunan manusia, seperti misalnya dana

pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Masalah underinvestment in human development20

yang terjadi di negara-negara Asia Selatan pada akhirnya semakin meningkatkan jumlah

kasus kemiskinan di wilayah tersebut.

2.4. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan di Asia Selatan

Pada subbab sebelumnya, telah dijelaskan bahwa kebijakan liberalisasi

perekonomian yang dijalankan pemerintah negara-negara Asia Selatan pada akhirny tidak

berhasil mengurangi angka kemiskinan. Selain disebabkan karena kebijakan yang pro

terhadap liberalisasi perekonomian tersebut, ketidakberhasilan pemerintah Asia Selatan

dalam mengurangi jumlah kemiskinan juga disebabkan karena beberapa faktor berikut:

1. Pemilihan prioritas kebijakan yang kurang tepat

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ternyata kebijakan pemerintah Asia Selatan yang pro

terhadap liberalisasi perekonomian pada akhirnya tidak berhasil menghasilkan

trickle-down effect seperti yang diilustrasikan oleh para ekonom neoklasik. Liberalisasi

perekonomian yang terjadi pada akhirnya malah semakin memperparah kemiskinan yang

ada di wilayah ini. Dalam hal ini, pemerintah Asia Selatan telah gagal dalam mengatur

masalah pembangunan di Asia Selatan. Pemilihan prioritas yang kurang tepat, yaitu lebih

memilih kebijakan yang pro-ekonomi daripada pro-kemiskinan (misalnya lewat

pengadaan industri padat karya, pemberian subsidi pada rakyat miskin, dan lain-lain)

bukan hanya tidak mengurangi angka kemiskinan di Asia Selatan, melainkan malah

memperparah kemiskinan di wilayah tersebut.

2. Kurangnya peraturan dan hukum yang pro terhadap rakyat miskin

Masalah kuasi-monopoli yang timbul akibat privatisasi sektor publik seharusnya dapat

19

Haviz A. Pasha, op. cit., h. 139-140. 20

Ibid.

Page 11: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 10

dicegah melalui pengadaan dan penguatan aturan-aturan hukum yang pro-rakyat miskin.

Berbagai macam peraturan yang ada seringkali malah mendiskreditkan rakyat miskin dan

malah bersifat menguntungkan bagi para pemain bisnis dan pengusaha asing, karena

kesalahan prioritas kebijakan pemerintah Asia Selatan yang pro pada liberalisasi

ekonomi.

3. Masalah transparansi dan akuntabilitas

Masalah transparansi dan akuntabilitas merupakan masalah yang sangat serius dalam

pemerintahan negara-negara Asia Selatan. Prinsip good governance tampaknya masih

belum benar-benar terwujud di wilayah ini. Tidak adanya transparansi dan akuntabilitas

pada akhirnya menyebabkan sentralisasi pada proses pembuatan kebijakan di tangan para

stakeholders21

. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas menyebabkan angka korupsi di

wilayah ini cenderung tinggi. APBN yang seharusnya bisa lebih difokuskan untuk

pengurangan angka kemiskinan pun menjadi sering diselewengkan oleh para birokrat

karena tidak adanya transparansi dan akuntabilitas ini. Untuk mengatasi masalah ini,

peran masyarakat sipil lewat sebuah Non-Governmental Organizations menjadi penting.

Adanya NGO independen yang bertugas mengawasi transparansi dan akuntabilitas

pemerintah dapat memainkan peran yang penting untuk mengartikulasikan kepentingan

rakyat miskin sekaligus untuk memastikan pelayanan-pelayanan bagi rakyat miskin dapat

berjalan dengan tepat sasaran.

4. Kurang representatifnya pemerintah

Dalam pemerintahan negara-negara Asia Selatan, kedudukan para stakeholders mayoritas

dikuasai oleh orang-orang dari partai politik yang berkuasa dan oleh para pengusaha yang

juga terjun dalam dunia politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan kebijakan yang

dihasilkan seringkali tidak representatif dan hanya menguntungkan diri mereka sendiri.

Adanya pemerintahan yang lebih representatif, karenanya, merupakan faktor yang krusial

untuk mengurangi angka kemiskinan di Asia Selatan. Diwakilkannya

kelompok-kelompok minoritas seperti kelompok petani, buruh, perempuan, dan berbagai

kelompok minoritas lain dalam pemerintah merupakan langkah yang penting untuk

mewujudkan formulasi dan implementasi kebijakan yang pro-kemiskinan22

.

2.5. Masalah Kemiskinan di Asia Selatan: Akumulasi Kegagalan Pemerintah dalam

Mengatur Masalah Pembangunan di Asia Selatan

Berdasarkan berbagai penjelasan di subbab-subbab sebelumnya, dapat disimpulkan

bahwa kemiskinan di Asia Selatan terjadi karena kegagalan pemerintah Asia Selatan dalam

21

Haviz A. Pasha, op. cit., h. 142. 22

Ibid.

Page 12: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 11

mengatur masalah pembangunan di negaranya masing-masing. Lemahnya peran pemerintah

dan ketidakadaan strong vision pada diri pemerintah negara-negara Asia Selatan, menurut

penulis, merupakan faktor utama penyebab terjadinya kemiskinan yang bersifat struktural di

Asia Selatan. Menurut teori pembangunan, peran pemerintah merupakan hal yang krusial

untuk memberikan akses sektor-sektor publik pada masyarakat, seperti misalnya sektor

pendidikan, kesehatan, air bersih, pangan, dan sebagainya. Sektor-sektor publik yang sensitif

bagi kehidupan rakyat miskin ini seharusnya tetap dikelola pemerintah, bukan malah

diserahkan pada sektor swasta melalui privatisasi. Di sini penulis melihat, intervensi

pemerintah dalam memastikan terciptanya kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang

penting dan harus ada di perekonomian negara berkembang. Sebaliknya, kawasan Asia

Selatan yang masih merupakan negara berkembang, malah cenderung mengurangi atau

bahkan menghilangkan intervensi pemerintah dalam perekonomiannya. Hal ini dikarenakan

pemerintah negara Asia Selatan masih menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target

kebijakannya, padahal menurut penulis, bagi negara berkembang seperti negara-negara di

wilayah Asia Selatan, pembangunanlah yang seharusnya menjadi target utama kebijakan

pemerintah. Kurangnya fokus pemerintah negara-negara Asia Selatan pada masalah

pembangunan mengakibatkan masalah kemiskinan di Asia Selatan masih belum terselesaikan

hingga kini.

Page 13: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 12

BAB III

KESIMPULAN

Meningkatnya jumlah masyarakat yang buta huruf setiap tahunnya, banyaknya kasus

kematian ibu, serta banyaknya jumlah anak-anak yang menderita malnutrisi setiap tahunnya

adalah bukti bahwa kemiskinan di Asia Selatan merupakan masalah serius yang harus segera

ditangani. Tingginya kasus kemiskinan di kawasan ini, yaitu menimpa setidaknya 400 juta

orang, menarik perhatian dari dunia internasional untuk ikut “memperbaiki” kawasan ini.

Salah satu perbaikan yang ditawarkan untuk mengurangi kasus kemiskinan di Asia Selatan ini

adalah melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, dengan harapan pertumbuhan ekonomi

yang semakin meningkat akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan Asia

Selatan. Berbagai upaya liberalisasi perekonomian pun dilakukan oleh pemerintah Asia

Selatan. Akan tetapi ternyata liberalisasi perekonomian yang diterapkan tidak lantas

mengurangi angka kemiskinan di kawasan ini. Liberalisasi perekonomian yang terjadi malah

semakin memperparah kondisi kemiskinan di Asia Selatan. Hal tersebut dikarenakan,

penyebab utama terjadinya kemiskinan di Asia Selatan bukanlah karena ketidakmampuan

negara-negara Asia Selatan untuk beradaptasi dengan ekonomi global, melainkan karena

terdapat kesalahan prioritas dalam pemerintahan negara-negara Asia Selatan. Prioritas

pemerintah negara-negara Asia Selatan hingga kini masih terfokus pada pengadaan kebijakan

yang pro-ekonomi, padahal kondisi kemiskinan di wilayah tersebut sudah sangat parah.

Pemerintah Asia Selatan juga masih berfokus pada masalah-masalah konflik politik yang

memang marak terjadi di kawasan ini, sehingga masalah kemiskinan dan kesejahteraan rakyat

seakan menjadi prioritas kedua dalam agenda pemerintahannya. Kesalahan prioritas

pemerintah ini lantas diperparah dengan kebobrokan dalam sistem pemerintahan

negara-negara Asia Selatan itu sendiri, yang ditandai dengan absennya unsur transparansi dan

akuntabilitas dalam pemerintahan negara-negara Asia Selatan. Minimnya peran pemerintah

sebagai agen ekonomi yang seharusnya dapat paling berperan dalam mewujudkan

pembangunan di Asia Selatan, pada akhirnya, menyebabkan masalah kemiskinan di Asia

Selatan masih sangat sulit diselesaikan.

Page 14: 31429699 Kemiskinan Di Asia Selatan Kegagalan Peran Pemerintah Sebagai Agen Pembangunan Di Wilayah Asia Selatan

Page | 13

DAFTAR PUSTAKA

Ala, Andre Bayo. 1981. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta:

Liberty.

Davidson, Paul. 1994. Post Keynesian Macroeconomic Theory. Aldershot: Edward Elgar.

Kemal, A. R., et.al. 2002. „„A Plan to Strengthen Regional Trade Cooperation in South Asia‟‟,

dalam Srinivasan, T. N. (ed.), Trade, Finance and Investment in South Asia. New Delhi:

Social Science Press

Kincaid, J. C. 1975. Poverty and Equality in Britain. Harmondsworth: Penguin.

Maxfield, Sylvia. 2002. “International Development”, dalam Carlsnaes, Walter, et.al. (eds.),

Handbook of International Relations. London: Sage Publications

Pasha, Hafiz A. 2004. “Pro-Poor Policies in South Asia”, dalam Thakur, Ramesh dan Oddny

Wiggen (eds.), South Asia in The World: Problem Solving Perspective on Security,

Sustainable Development and Good Governance. Japan: United Nation University Press

Saragih, Simon. 2005. “Musuh Kemiskinan Itu Adalah Nurani”. Kompas, 07 Agustus 2005.

Sukirno, Sadono. 2004. Makroekonomi: Teori Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.

Wade, Robert. 1990. Governing the Market. Princeton: Princeton University Press