BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam persaingan global yang semakin berat dan dinamis, produktivitas mempunyai peranan sangat penting. Oleh karena itu produktivitas tinggi harus menjadi salah satu target dalam kegiatan industri manufaktur sekarang ini. Peningkatan daya saing produk manufaktur memerlukan inovasi teknologi, efisiensi dan produktivitas yang optimal. Peningkatan daya saing juga menuntut intensitas pekerja operasional dan waktu kerja yang optimal. Gangguan operasional industri manufaktur dapat disebabkan karena cara-cara kerja yang buruk akibat kekurangan keterampilan dan latihan kerja, tidak adanya informasi tentang bahan-bahan yang berbahaya dan mesin-mesin yang beresiko tinggi akan menimbulkan kerugian tidak hanya produksi tetapi juga peningkatan bahaya. Kerugian produksi dan kerugian meteril lainnya akibat dari terjadinya kecelakaan, kecelakaan kerja
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam persaingan global yang semakin berat dan dinamis,
produktivitas mempunyai peranan sangat penting. Oleh karena itu
produktivitas tinggi harus menjadi salah satu target dalam kegiatan
industri manufaktur sekarang ini. Peningkatan daya saing produk
manufaktur memerlukan inovasi teknologi, efisiensi dan produktivitas yang
optimal. Peningkatan daya saing juga menuntut intensitas pekerja
operasional dan waktu kerja yang optimal. Gangguan operasional industri
manufaktur dapat disebabkan karena cara-cara kerja yang buruk akibat
kekurangan keterampilan dan latihan kerja, tidak adanya informasi tentang
bahan-bahan yang berbahaya dan mesin-mesin yang beresiko tinggi akan
menimbulkan kerugian tidak hanya produksi tetapi juga peningkatan
bahaya. Kerugian produksi dan kerugian meteril lainnya akibat dari
terjadinya kecelakaan, kecelakaan kerja tidak akan terjadi jika budaya K3
terus menerus dikembangkan di perusahaan industri. (Suma’mur, 1996).
Budaya K3 ini dapat dikembangkan dari lingkungan kerja yang
aman, nyaman, dan disiplin pekerja yang tinggi. Rasa aman dan
ketentraman akan dapat meningkatkan kegairahan bekerja yang
berdampak langsung terhadap peningkatan mutu kerja, peningkatan
produksi dan produktivitas, sehingga bukan hanya memberi keuntungan
bagi perusahaan tetapi juga bagi bangsa dan negara. (Suma’mur, 1996).
Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang
telah memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap)
tentang sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan
yang berisiko tinggi. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa “Setiap
perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat
proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat
menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran
dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan
sistem manajemen K3.” (Permenaker No.05/MEN/1996 pasal 3).
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah
satu bentuk untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kinerja (performen)
merupakan resultan dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja
dan lingkungan. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka dapat dicapai
suatu derajat peningkatan produktivitas yang optimal. Sebaliknya apabila
terjadi ketidak serasian maka dapat menimbulkan masalah kecelakaan
kerja, kesehatan kerja yang akhirnya akan menurunkan produktivitas
kerja. (Suma’mur, 1996).
Sistem manajemen K3 juga dinyatakan dalam Undang-undang
Tenaga Kerja yang disahkan (UU No. 13/ 2003), yaitu pada pasal 86 dan
pasal 87. Pada pasal 86, undang-undang tersebut menetapkan bahwa
setiap pekerja/ buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
2
atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan atas moral dan
kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama. Pada pasal 87, undang-undang tersebut
menyebutkan bahwa setiap perusahaan harus menerapkan system
manajemen K3, untuk diintegrasikan dalam sistem manajemen umum
perusahaan.
Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di sektor industri
masih belum menunjukkan hasil yang diharapkan, hal ini terindikasi dari
tingkat kecelakaan kerja yang relatif masih tinggi. Tingginya angka
kecelakaan ini umumnya terjadi pada industri skala menengah dan kecil,
sedangkan pada industri besar dan strategis lainnya pelaksanaan
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja umumnya cukup baik dan
angka kecelakaan relatif kecil karena didukung oleh
kemampuansumberdaya manusia dan dana yang tersedia.
Sesuai dengan Pasal 2 Permenaker No.05/MEN/1996, tujuan dan
sasaran penerapan SMK3 adalah menciptakan suatu sistem K3 di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif.
Agar kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja tidak terjadi, maka
perlu dilakukan berbagai upaya pengendalian yang efektif dan efisien
melalui penerapan program K3 yang berkesinambungan. Namun
pengendalian secara teknis tekhnologi pada sumber bahaya itu sendiri
3
yang paling efektif (Siswanto, 1983). Oleh karena itu sudah menjadi
kewajiban perusahaan melaksanakan dan menerapkan peraturan
perundangan nasional maupun internasional tentang Keselamatan dan
kesehatan kerja guna mencapai keselamatan, kesehatan serta
kesejahteraan bagi tenaga kerja dan masyarakat sekitar.
PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
merupakan salah satu perusahaan BUMN bergerak dibidang eksplorasi
dan produksi minyak bumi yang beroperasi di Kalimantan Timur.
PT.Pertamina EP Field Tarakan termasuk perusahaan besar dengan
risiko tinggi, memiliki tenaga kerja diatas 100 orang dan harus
menerapkan SMK3.
Perusahaan menyadari pentingnya penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan guna mendukung segi
operasional serta untuk pemenuhan tuntutan yang tinggi dari para
pelanggan akan standar pengelolaan keselamatan kesehatan kerja dan
lingkungan. Oleh karena itu penulis bermaksud melakukan praktek kerja
lapangan/magang di PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan
Field Tarakan.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan pada latar belakang,
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Gambaran Umum PT.Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan ?
2. Bagaimana Gambaran Penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PT.Pertamina EP
UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan ?
3. Apa saja faktor bahaya dan potensi bahaya di PT.Pertamina EP
UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan serta bagaimana
upaya pengendalian yang terdapat di perusahaan ?
C. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya magang di PT.Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan adalah :
1. Untuk mengetahui Gambaran Umum PT.Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan.
2. Untuk mengetahui Gambaran Penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PT.Pertamina EP
UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan.
3. Untuk mengetahui faktor bahaya dan potensi bahaya di
PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
serta upaya pengendalian yang terdapat di perusahaan.
.
5
4. Manfaat
Dari pelaksanaan kegiatan magang yang telah dilakukan, dapat
memberi manfaat bagi:
1. Bagi Mahasiswa
a. Dapat menambah wawasan mahasiswa dalam ilmu keselamatan
dan kesehatan kerja.
b. Dapat mengetahui penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
di perusahaan.
c. Dapat mengetahui faktor dan potensi bahaya serta upaya
pengendalian yang terdapat di perusahaan.
d. Dapat mengetahui aplikasi ilmu keselamatan dan kesehatan
kerja dengan penerapan yang ada di perusahaan.
2. Bagi Perusahaan
Sebagai pembanding dan masukan terhadap upaya penanganan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, sehingga efisiensi dan efektifitas
perusahaan dapat dipertahankan dan ditingkatkan.
3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Mulawarman
a. Mendapatkan informasi mengenai penerapan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) di PT.Pertamina EP
Field Tarakan.
6
b. Menambah kepustakaan yang bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan peningkatan proses belajar dan mengajar.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja adalah merupakan segala sarana dan upaya
untuk mencegah terjadinya suatu kecelakaan kerja (Silalahi, 1995). Dalam
hal ini keselamatan yang dimaksud bertalian erat dengan mesin, alat kerja
dalam proses landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Tujuan keselamatan kerja adalah melindungi
keselamatan tenaga kerja didalam melaksanakan tugasnya, melindungi
keselamatan setiap orang yang berada di lokasi tempat kerja dan
melindungi keamanan peralatan serta sumber produksi agar selalu dapat
digunakan secara efisien.
Keselamatan kerja diutamakan dalam bekerja untuk menghindari
terjadinya kecelakaan. Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan dapat
diartikan sebagai suatu peristiwa yang tidak diinginkan dan tidak diduga,
yang kejadiannya dapat menyebabkan timbulnya bencana atau kerugian.
Pengertian dari kecelakaan adalah suatu peristiwa yang dapat merusak
suatu rencana yang telah dibuat atau direncanakan sebelumnya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara filosofi adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia
pada umumnya. Secara disiplin ilmu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
diartikan sebagai “ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknologis
8
untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan”.
Secara hukum, Keselamatan dan Kesehatan Kerja diartikan
sebagai “Suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang
lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keaaan yang sehat
dan selamat serta sumbersumber proses produksi dapat dijalankan
secara aman, efisien dan produktif”.
Ditinjau dari segi ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam
usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan skala prioritas,
karena dalam pelaksanaannya, selain dilandasi oleh peraturan
perundang-undangan tetapi juga dilandasi oleh ilmu-ilmu tertentu,
terutama ilmu keteknikan dan ilmu kedokteran.
Adapun tujuan dari keselamatan dan kesehatan karja menurut
Suma’mur 1989 antara lain :
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatakan produksi
serta produktivitas nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.
c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman.
9
B. Faktor Bahaya
Faktor bahaya adalah segala sesuatu yang ada di tempat kerja
yang dapat menimbulkan terjadinya suatu penyakit akibat kerja berupa
Faktor Kimia, Fisik, Biologi dan Fisiologis.
C. Potensi Bahaya
Potensi bahaya adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau
berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan berupa cedera, penyakit,
kematian, kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi operasional
yang telah ditetapkan.
D. Identifikasi Faktor dan Potensi Bahaya
Identifikasi faktor dan potensi bahaya merupakan suatu proses
aktivitas yang dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian
yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja.
E. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang
jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat
menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun
korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang
berkaitan dengan pekerjaan.
10
Berdasarkan selang waktu akibatnya, kecelakaan terbagi menjadi
dua yaitu kecelakaan langsung dan kecelakaan tidak langsung.
Kecelakaan langsung merupakan kecelakaan yang akibatnya langsung
tampak atau terasa. Sedangkan kecelakaan tidak langsung adalah
kecelakaan yang akibatnya baru tampak atau terasa setelah ada selang
waktu dari saat kejadiannya (Suma’mur, 1989).
Berdasarkan dari sisi korbannya, kecelakaan juga terbagi menjadi
dua yaitu kecelakaan dengan korban manusia dan kecelakaan tanpa
korban manusia. Kecelakaan dengan korban manusia juga terbagi lagi
menjadi tiga bagian yaitu kecelakaan diukur berdasarkan besar-kecilnya
kerugian material, kekacauan organisasi kerja, maupun dampak negatif
yang diakibatkannya (Suma’mur, 1989).
Manusia juga merupakan salah satu penyebab kecelakaan kerja
atau tingkah laku tidak aman. Adapun faktor penyebab tingkah laku tidak
aman yaitu faktor kebiasaan, emosi atau psikologi dan kurang terampil.
(Suma’mur, 1989), menyimpulkan bahwa kurang lebih 80 % kecelakaan
kerja disebabkan oleh tingkah laku dan kelalaian manusia yang tidak
aman.
Mesin atau alat produksi juga merupakan penyebab kecelakaan
kerja. Hal ini dapat disebabkan karena bagian-bagian mesin selalu
bergerak dan berputar. Dan pergeseran pada mesin atau alat produksi
dapat menimbulkan suhu yang tinggi sehingga bila kontak bahan yang
mudah terbakar dapat menimbulkan kebakaran. Selain manusia dan
mesin, lingkungan kerja juga dapat mempengaruhi kecelakaan kerja.
11
Hubungan mesin dengan operator atau manusia sangat berpengaruh
sekali karena mesin dapat menimbulkan suatu kecelakaan apabila
seorang operator mengalami keteledoran dalam menjalankan mesin atau
alat produksi.
Sebagaimana telah disinggung, faktor manusia merupakan faktor
utama kecelakaan kerja. Suma’mur ( 1989 ), mengungkapkan bahwa
perubahan manusia setiap waktu menimbulkan atau mengurai kecelakaan
kerja. Akibatnya dan langkah apa yang perlu diambil dalam rangka
pencegahannya. Akibat kecelakaan kerja juga dapat dibagi atas dua
kategori besar yakni kerugian bersifat ekonomis dan kerugian bersifat non
ekonomis. Maksud utama dari analisa adalah untuk memberikan jawaban
mengapa kecelakaan dapat terjadi, sehingga dapat ditentukan bagaimana
agar kecelakaan sejenis tidak terjadi lagi (Suma’mur,1989).
Keselamatan dan kesehatan kerja ( K3 ) sangat dibutuhkan dalam
kegiatan industri, hal-hal yang melatar belakangi yaitu bahwa setiap
aktifitas industri selalu mengandung bahaya dan risiko keselamatan dan
kesehatan kerja, bahaya dan risiko tersebut akan menimbulkan
konsekuensi, apabila K3 tidak dikelola dengan baik, maka akan
menimbulkan kerugian.
Kerugian-kerugian tersebut berupa aset perusahaan dari yang
paling ringan sampai kepada kehancuran, dari sisi pekerja dari cacat /
sakit yang teringan sampai kepada korban jiwa, sedangkan dari segi
lingkungan dari tingkat pencemaran ringan sampai bencana.
12
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu menciptakan kondisi
kerja yang aman dan sehat sehingga mencegah terjadinya luka-luka,
penyakit, dan kecelakaan yang dapat menimbulkan kerugian baik material
maupun non material, mencegah terjadinya penurunan kesehatan atau
gangguan lainnya (cacat, cidera) pada pekerja yang diakibatkan oleh
potensi bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja, serta menciptakan
keserasian antara pekerja dengan pekerjaan maupun lingkungan kerjanya
baik secara fisiologis maupun psikologis untuk meningkatkan kapasitas,
kinerja dan produktivitas kerja. Tujuan akhir dari keselamatan dan
kesehatan kerja yaitu ‘ hidup yang berkualitas ‘ yang berarti sehat fisik,
mental, sosial, spiritual.
Maksud dari ‘ hidup yang berkualitas ‘ yaitu tidak menderita cacat,
tidak menderita sakit, tidak terjadi “kematian prematur”, usia harapan
hidup tinggi, memiliki kapasitas kerja yang tinggi, mampu menikmati masa
pensiun sekurang-kurangnya 10 tahun setelah purna karya.
F. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja disebut
SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan,
prosedur proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan
pencapaian , pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
13
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman
(Permenaker No : PER. 05/MEN/1996).
Secara aspek teknis keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
ilmu pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang disebut SMK3
(Soemaryanto, 2002).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor
PER.05/MEN/1996 disebutkan bahwa: kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) adalah suatu pernyataan tertulis yang dibuat melalui
proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang memuat
keseluruhan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3,
kerangka dan program kerja perusahaan yang bersifat umum dan
operasional. Kebijakan ini ditanda tangani oleh pengusaha dan atau
pengurus. Untuk pembuktian penerapan SMK3 perusahaan dapat
melakukan audit melalui badan audit yang ditunjuk menteri (Pasal 5 ayat 1
PER.05/MEN/1996).
Pedoman Penerapan SMK3 (Lampiran 1 Permenaker
No.05/MEN/1996) meliputi:
a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen
Pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen
terhadap K3 dengan menyediakan sumberdaya yang memadai.
Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen
terhadap K3 yang diwujudkan dalam:
14
1. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan
keputusan perusahaan,
2. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana
sarana lain yang diperlukan di bidang K3,
3. Menetapkan personil yang mempunyai tanggung jawab, wewenang
dan kewajiban yang jelas dalam penanganan K3,
4. Perencanaan K3 yang terkoordinasi,
5. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.
Beberapa hal tentang pembangunan dan pemeliharaan komitmen
antara lain:
1. Adanya kebijakan K3 yang tertulis, bertanggal dan secara jelas
menyatakan tujuan-tujuan K3 dan komitmen perusahaan dalam
memperbaiki kinerja K3,
2. Kebijakan yang ditanda tangani oleh pengusaha dan atau
pengurus,
3. Kebijakan disusun oleh pengusaha dan atau pengurus setelah
melalui proses konsultasi dengan wakil tenaga kerja,
4. Perusahaan mengkomunikasikan kebijakan K3 kepada seluruh
tenaga kerja, tamu, kontraktor, pelanggan dan pemasok dengan
tata cara yang tepat,
5. Apabila diperlukan, kebijakan khusus dibuat untuk masalah K3
yang bersifat khusus,
15
6. Kebijakan K3 dan kebijakan khusus lainnya ditinjau ulang secara
berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut mencerminkan
dengan perubahan yang terjadi dalam peraturan perundangan.
b. Strategi pendokumentasian
Pendokumentasian merupakan unsur utama dari setiap system
manajemen dan harus dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Proses dan prosedur kegiatan perusahaan harus ditentukan
dan didokumentasikan serta diperbaharui apabila diperlukan. Perusahaan
harus dengan jelas menentukan jenis dokumen dan pengendaliannya
yang efektif. Pendokumentasian SMK3 didukung kesadaran tenaga kerja
dalam rangka mencapai tujuan K3 dan evaluasi terhadap sistem kinerja
K3. Bobot dan mutu pendokumentasian ditentukan oleh kompleksitas
kegiatan perusahaan.
Apabila unsur SMK3 terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan secara menyeluruh, maka pendokumentasian SMK3 harus
diintegrasikan dalam keseluruhan dokumen yang ada. Perusahaan harus
mengatur dan memelihara kumpulan ringkasan pendokumentasian untuk:
1. Menyatukan secara sistematis kebijakan tujuan dan sasaran K3,
2. Menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran K3,
3. Mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur,
4. Memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan
menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan,
16
5. Menunjukkan bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk
perusahaan telah diterapkan.
Perencanaan dan rencana strategi K3 meliputi:
1. Petugas yang berkompoten telah mengidentifikasi dan menilai potensi
bahaya dan risiko K3 yang berkaitan dengan operasi,
2. Perencanaan strategi K3 perusahaan telah ditetapkan dan diterapkan
untuk mengendalikan potensi bahaya dan resiko K3 yang telah
terindentifikasi yang berhubungan dengan operasi,
3. Rencana khusus yang berkaitan dengan produk, proses proyek atau
tempat kerja tertentu telah dibuat,
4. Rencana didasarkan pada potensi bahaya dan insiden, serta catatan
K3 sebelumnya,
5. Rencana tersebut menetapkan tujuan K3 perusahaan yang dapat
diukur, menetapkan prioritas dan menyediakan sumber daya.
c. Peninjauan ulang disain dan kontrak
Peninjauan ulang disain dan kontrak meliputi:
1. Prosedur yang terdokumentasi mempertimbangkan identifikasi bahaya
dan penilaian risiko yang dilakukan pada tahap melakukan
perancangan atau perancangan ulang,
2. Prosedur dan instruksi kerja untuk penggunaan produk,
pengoperasian sarana produksi dan proses yang aman disusun
selama tahap perancangan,
17
3. Petugas yang kompoten telah ditentukan untuk melakukan verifikasi
bahwa perancangan memenuhi persyaratan K3 yang ditetapkan,
4. Semua perubahan dan modifikasi perancangan yang mempunyai
implikasi terhadap K3 diidentifikasikan, didokumentasikan, ditinjau
ulang dan disetujui oleh petugas yang berwenang sebelum
pelaksanaan,
5. Prosedur yang terdokumentasi harus mampu mengidentifikasi dan
menilai potensi bahaya K3 tenaga kerja, lingkungan dan masyarakat,
di mana prosedur tersebut digunakan pada saat memasok barang dan
jasa dalam suatu kontrak,
6. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko dilakukan pada tahap tinjauan
ulang kontrak oleh personil yang berkompoten,
7. Kontrak-kontrak ditinjau ulang untuk menjamin bahwa pemasok dapat
memenuhi persyaratan K3 bagi pelanggan,
8. Catatan tinjauan ulang kontrak dipelihara dan didokumentasikan.
d. Pengendalian dokumen
Perusahaan harus menjamin bahwa:
1. Dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan uraian tugas dan
tanggung jawab di perusahaan,
2. Dokumen ditinjau ulang secara berkala dan, jika diperlukan dapat
direvisi,
3. Dokumen sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh
personil yang berwenang,
18
4. Dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap
perlu,
5. Semua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan,
6. Dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami.
e. Pembelian
Spesifikasi pembelian barang dan jasa meliputi:
1. Terdapat prosedur yang terdokumentasi yang dapat menjamin
spesifikasi teknik dan informasi lain yang relevan dengan K3 telah
diperiksa sebelum keputusan untuk membeli,
2. Spesifikasi pembelian untuk setiap sarana produksi, zat kimia atau
jasa harus dilengkapi spesifikasi yang sesuai dengan persyaratan K3
dicantumkan dalam spesifikasi yang sesuai dengan persyaratan
peraturan perundangan dan standar K3 yang berlaku,
3. Konsultasi dengan tenaga kerja yang potensial berpengaruh pada
saat keputusan pembelian dilakukan apabila persyaratan K3
dicantumkan dalam spesifikasi pembelian
4. Kebutuhan pelatihan, pasokan alat pelindung diri dan perubahan
terhadap prosedur kerja perlu dipertimbangkan sebelum pembelian,
serta ditinjau ulang sebelum pembelian dan pemakaian sarana
produksi dan bahan kimia,
5. Barang dan jasa yang telah dibeli diperiksa kesesuaiannya dengan
spesifikasi pembelian,
19
6. Barang dan jasa yang dipasok pelanggan, sebelum digunakan terlebih
dahulu diidentifikasi potensi bahaya dan dinilai resikonya,
7. Produksi yang disediakan oleh pelanggan dapat diidentifikasikan
dengan jelas.
f. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
Keamanan bekerja berdasarkan SMK3:
1. Petugas yang berkompoten telah mengidentifikasikan bahaya yang
potensial dan telah menilai risiko-risiko yang timbul dari suatu proses
kerja,
2. Apabila upaya pengendalian risiko diperlukan maka upaya tersebut
ditetapkan melalui tingkat pengendalian,
3. Terdapat prosedur kerja yang didokumentasikan dan jika diperlukan
diterapkan suatu sistem izin kerja untuk tugas-tugas kerja yang
beresiko tinggi,
4. Prosedur atau petunjuk kerja untuk mengelola secara aman seluruh
risiko yang teridentifikasi didokumentasikan,
5. Kepatuhan dengan peraturan, standar, ketentuan pelaksanaan
diperhatikan pada saat mengembangkan atau melakukan modifikasi
prosedur atau petunjuk kerja,
6. Prosedur kerja dan instruksi kerja dibuat oleh petugas yang
berkompeten dengan masukan dari tenaga kerja yang dipersyaratkan
untuk melakukan tugas dan prosedur disahkan oleh pejabat yang
ditunjuk,
20
7. Alat pelindung diri disediakan bila diperlukan dan digunakan secara
benar serta dipelihara selalu dalam kondisi layak dipakai,
8. Alat pelindung diri yang digunakan dipastikan telah dinyatakan layak
pakai sesuai dengan standar dan atau peraturan perundangan yang
berlaku,
9. Upaya pengendalian risiko ditinjau ulang apabila terjadi perubahan
pada proses kerja,
10. Dilakukan pengawasan untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan
dilaksanakan dengan aman dan mengikuti prosedur dan petunjuk
kerja yang telah ditentukan,
11. Setiap orang diawasi sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dan
tingkat risiko tugas,
12. Pengawas ikut serta dalam identifikasi bahaya dan membuat
pengendalian,
13. Pengawas diikutsertakan dalam pelaporan dan penyelidikan penyakit
akibat kerja dan kecelakaan, dan wajib menyerahkan laporan dan
saran-saran kepada pengurus,
14. Pengawas ikut serta dalam proses konsultasi,Persyaratan tugas
tertentu, termasuk persyaratan kesehatan diidentifikasi dan dipakai
untuk menyeleksi dan penempatan tenaga kerja,
15. Penugasan pekerjaan harus didasarkan pada kemampuan dan tingkat
keterampilan yang dimiliki oleh masing-masing tenaga kerja,
16. Perusahaan melakukan penilaian lingkungan kerja untuk mengetahui
daerah-daerah yang memerlukan pembatasan izin masuk,
21
17. Terdapat pengendalian atas tempat-tempat dengan pembatasan izin
masuk,
18. Fasilitas-fasilitas dan layanan yang tersedia di tempat kerja sesuai
dengan standar dan pedoman teknis,
19. Rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu darurat harus
dipasang sesuai dengan standar dan pedoman teknis,
20. Penjadwalan pemeriksaan dan pemeriksaan sarana produksi serta
peralatan mencakup verifikasi alat-alat pengaman dan persyaratan
yang ditetapkan oleh peraturan perundangan standar dan pedoman
teknis.
g. Standar pemantauan
Standar pemantauan meliputi:
1. Inspeksi tempat kerja dan cara kerja yang dilaksanakan secara
teratur,
2. Inspeksi dilakukan bersama oleh wakil pengurus dan wakil tenaga
kerja yang telah memperoleh pelatihan mengenai identifikasi potensi
bahaya,
3. Inspeksi mencari masukan dari petugas yang melakukan tugas di
tempat yang diperiksa,
4. Daftar periksa chek list tempat kerja telah disusun untuk digunakan
pada saat inspeksi,
5. Laporan inspeksi diajukan kepada pengurus dan P2K3 sesuai dengan
kebutuhan,
22
6. Tindakan korektif dipantau untuk menentukan efektifitasnya,
7. Pemantauan lingkungan tempat kerja dilaksanakan secara teratur dan
hasilnya yang dicatat dipelihara,
8. Pemantauan lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia, biologis,
radiasi dan psikologis,
9. Terdapat sistem yang terdokumentasi mengenai identifikasi, kalibrasi,
pemeliharaan, penyimpanan untuk alat pemeriksaan, ukur dan uji
mengenai kesehatan dan keselamatan,
10. Alat dipelihara dan dikalibrasi oleh petugas yang berkompeten,
11. Sesuai dengan peraturan perundangan, kesehatan tenaga kerja yang
bekerja pada tempat kerja yang mengandung bahaya harus dipantau,
12. Perusahaan telah mengidentifikasi keadaan di mana pemeriksaan
kesehatan perlu dilakukan dan telah melaksanakan sistem untuk
membantu pemeriksaan ini,
13. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh dokter pemeriksa yang
ditunjuk sesuai peraturan perundangan,
14. Perusahaan menyediakan pelayanan kesehatan kerja sesuai
peraturan perundangan,
15. Catatan mengenai pemantauan kesehatan dibuat sesuai dengan
peraturan perundangan
23
h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan
Pelaporan dan perbaikan kekurangan meliputi:
1. Terdapat prosedur proses pelaporan sumber bahaya dan personil
perlu diberitahu mengenai proses pelaporan sumber bahaya terhadap
K3,
2. Terdapat prosedur terdokumentasi yang menjamin bahwa semua
kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilaporkan sebagaimana
ditetapkan oleh peraturan perundangan,
3. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilaporkan sebagaimana
ditetapkan oleh peraturan perundangan,
4. Perusahaan mempunyai prosedur penyelidikan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang dilaporkan,
5. Penyelidikan dan pencegahan kecelakaan kerja dilakukan oleh
petugas atau ahli K3 yang telah dilatih,
6. Laporan penyelidikan berisi saran-saran dan jadwal waktu
pelaksanaan usaha perbaikan,
7. Tanggung jawab diberikan kepada petugas yang ditunjuk untuk
melaksanakan tindakan perbaikan sehubungan dengan laporan
penyelidikan,
8. Tindakan perbaikan didiskusikan dengan tenaga kerja di tempat
terjadinya kecelakaan,
9. Tenaga kerja diberi informasi mengenai prosedur penanganan
masalah K3 dan menerima informasi kemajuan penyelesaiannya.
24
i. Pengelolaan material dan pemindahannya
Pengelolaan material dan pemindahannya meliputi:
1. Terdapat prosedur untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan menilai
risiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual dan
mekanis,
2. Identifikasi dan penilaian dilaksanakan oleh petugas yang
berkompeten,
3. Perusahaan menerapkan dan meninjau ulang cara pengendalian
risiko yang berhubungan dengan penanganan secara manual atau
mekanis,
4. Prosedur untuk penanganan bahan meliputi metode pencegahan
terhadap kerusakan, tumpahan dan kebocoran,
5. Terdapat prosedur untuk menjamin bahwa bahan disimpan dan
dipindahkan dengan cara yang aman sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku,
6. Terdapat prosedur yang menjelaskan persyaratan pengendalian
bahan yang dapat rusak dan kadaluarsa,
7. Terdapat prosedur menjamin bahwa bahan dibuang dengan cara yang
aman sesuai dengan peraturan perundangan,
8. Perusahaan telah mendokumentasikan prosedur mengenai
penyimpanan, penanganan dan pemindahan bahan-bahan berbahaya
yang sesuai dengan persyaratan peraturan perundangan, standar dan
pedoman teknis,
25
9. Lembar data keselamatan bahan yang komprehensif untuk bahan-
bahan berbahaya harus mudah didapat,
10. Terdapat sistem untuk mengidentifikasi dan pemberian bahan-bahan
berbahaya,
11. Rambu peringatan bahaya dipampang sesuai dengan persyaratan
peraturan perundangan dan standar yang berlaku,
12. Terdapat prosedur yang didokumentasikan mengenai penanganan
secara aman bahan-bahan berbahaya,
13. Petugas yang menangani bahan-bahan berbahaya diberi pelatihan
mengenai cara penanganan yang aman,
14. Identifikasi dan penilaian dilaksanakan oleh petugas yang
berkompeten.
j. Pengumpulan dan penggunaan data
Pengumpulan dan penggunaan data meliputi:
1. Perusahaan mempunyai prosedur untuk mengidentifikasi,
mengumpulkan, mengarsipkan, memelihara dan menyimpan catatan
K3,
2. Undang-undang, peraturan, standar dan pedoman teknis yang relevan
dipelihara pada tempat mudah didapat,
3. Terdapat prosedur yang menentukan persyaratan untuk menjaga
kerahasiaan catatan,
4. Catatan mengenai peninjauan ulang dan pemeriksaan dipelihara,
26
5. Catatan kompensasi kecelakaan kerja dan rehabilitasi kesehatan
dipelihara,
6. Data K3 yang terbaru dikumpulkan dan dianalisa,
7. Laporan rutin kinerja K3 dibuat dan disebarluaskan di dalam
perusahaan.
k. Audit SMK3
Audit SMK3 meliputi:
1. Audit SMK3 yang terjadwal dilaksanakan untuk memeriksa
kesesuaian kegiatan perencanaan dan untuk menentukan apakah
kegiatan tersebut efektif,
2. Audit internal SMK3 dilakukan oleh petugas yang berkompeten dan
independen di perusahaan
3. Laporan audit didistribusikan kepada manajemen dan petugas lain
yang berkepentingan,
4. Kekurangan yang ditemukan pada saat audit diprioritaskan dan
dipantau untuk menjamin dilakukannya tindakan perbaikan.
l. Pengembangan keterampilan dan kemanusiaan
Pengembangan keterampilan dan kemanusiaan meliputi:
1. Analisis kebutuhan pelatihan yang mencakup persyaratan K3 telah
dilaksanakan,
2. Rencana pelatihan K3 telah disusun bagi semua tingkatan dalam
perusahaan,
27
3. Pelatihan harus mempertimbangkan perbedaan tingkat kemajuan dan
latar belakang pendidikan,
4. Pelatihan dilakukan oleh orang atau badan yang mempunyai
kemampuan dan pengalaman yang memadai serta diakreditasi
menurut peraturan perundangan yang berlaku,
5. Terdapat fasilitas dan sumber daya memadai untuk pelaksanaan
pelatihan yang efektif,
6. Perusahaan mendokumentasikan dan menyimpan catatan seluruh
pelatihan,
7. Evaluasi dilakukan pada setiap sesi pelatihan untuk menjamin
peningkatan secara berkelanjutan,
8. Program pelatihan ditinjau ulang secara teratur untuk menjamin agar
tetap relevan dan efektif,
9. Anggota manajemen eksekutif dan pengurus berperan serta dalam
pelatihan yang mencakup penjelasan tentang kewajiban hukum dan
prinsip-prinsip serta pelaksanaan K3,
10. Manajer dan supervisor menerima pelatihan yang sesuai dengan
peran dan tanggung jawab mereka,
11. Pelatihan diberikan kepada semua tenaga kerja termasuk tenaga
kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan
tugasnya secara aman,
12. Pelatihan diselenggarakan kepada tenaga kerja termasuk tenaga
kerja baru dan yang dipindahkan agar mereka dapat melaksanakan
tugasnya secara aman,
28
13. Apabila diperlukan diberikan pelatihan penyegaran kepada semua
tenaga kerja,
14. Perusahaan mempunyai program pengenalan untuk semua tenaga
kerja dengan memasukkan materi kebijakan dan prosedur K3,
15. Terdapat prosedur yang menetapkan persyaratan untuk memberikan
teklimat kepada pengunjung dan mitra kerja guna menjamin
keselamatan dan kesehatan,
16. Perusahaan mempunyai sistem untuk menjamin kepatuhan terhadap
peraturan perundangan untuk melaksanakan tugas khusus,
melaksanakan pekerjaan atau mengoperasikan peralatan.
Manfaat penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja bagi perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah :
a. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur
system operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan,
insiden dan kerugian-kerugian lainnya.
b. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3
di perusahaan.
c. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan
bidang K3.
d. Dapat meningkatkan pegetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang
K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.
e. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.
29
Konsep Dasar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) mencakup ketentuan pola tahapan “Plan-Do-Check-Action”
sebagai berikut :
a. Penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin
komitmen terhadap penerapan SMK3.
b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan
SMK3.
c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif
dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung
yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran.
d. Mengukur dan memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja serta melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan.
e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara
berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan
dan kesehatan kerja.
Dengan demikian sektor industri dapat memiliki dua dimensi yang
sesuai dengan kemampuan dan Policy Management nya dalam
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
yaitu :
a. Innovative Management dengan melakukan inovasi manajemen melalui
“Unsafe Condition Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita
dituntut untuk memperkecil atau mengurangi insiden yang diakibatkan
30
oleh kondisi tempat kerja seperti, organisasi, peralatan kerja (mesin-
mesin), lingkungan kerja dan sistem kerja.
b. Traditional System dalam penyelamatan pekerjaan melalui “Unsafe Act
Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk
memperkecil atau mengurangi tingkah laku orang yang tidak aman.
31
BAB III
METODE KEGIATAN MAGANG
A. Tempat
Program magang akan dilaksanakan di PT.Pertamina EP UBEP
Sangasanga & Tarakan Field Tarakan, Health Safety and Environment
Department (HSE Departement), Kecamatan Tarakan Tengah Kota
Tarakan.
B. Waktu
Waktu pelaksanaan program magang akan dilaksanakan selama 1
bulan, tepatnya mulai tanggal 2 Maret 2011 – 2 April 2011. Masuk setiap
hari Senin – Jum’at jam 07.00 – 16.00 WITA.
C. Jadwal Kegiatan dan Pelaksanaan
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Magang
Dalam pelaksanaan magang, mahasiswa mengikuti program-
program keselamatan, kesehatan kerja dan lindungan lingkungan HSE
Departement, disamping itu mahasiswa mencari atau mengumpulkan
32
No KegiatanWaktu
MingguI
Minggu II
Minggu III
Minggu IV
1. Pengenalan lingkungan2. Identifikasi masalah3. Pengumpulan data4. Penyusunan data
data-data melalui kegiatan observasi dan wawancara. Adapun kegiatan
yang diikuti menurut program kerja HSE Departement adalah :
1. Mengikuti Safety Induction yang dilaksanakan oleh HSE
Departement PT.Pertamina EP Field Tarakan.
2. Mengikuti Safety Meeting bulanan yang diadakan oleh
Departement HSE, Humas Keuangan dan Medical, Logistik,
Produksi.
3. Mengikuti inspeksi berkala area SP-1, SP-2, SP-4, SP-Juata dan
inspeksi kendaraan.
4. Mengikuti inspeksi dan pemasangan APAR di Area Mengatal.
5. Mengikuti pemeriksaan berkala pada Fire Pump di Area Tangki
Lingkas.
6. Mengikuti training safety yang diadakan oleh PT.Pertamina EP
Field Tarakan
7. Mengikuti program Lindungan Lingkungan HSE Departement.
8. Membantu kegiatan HSE Departement.
Uraian jadwal kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 1.
33
BAB IV
HASIL KEGIATAN
A. Gambaran Umum PT.Pertamina EP Field Tarakan
PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
merupakan salah satu perusahaan BUMN bergerak dibidang eksplorasi
dan produksi minyak bumi yang beroperasi di Kalimantan Timur. Terhitung
mulai tanggal 15 Oktober 2008, PT.Medco E&P Kalimantan (sesuai
dengan SK Kehakiman No. C-09341 HT.01.04 TH 2004) melakukan Re-
Branding menjadi PT. Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field
Tarakan. Re-Branding ini dilakukan atas permintaan pihak manajemen
PT.Medco Energi Internasional Tbk untuk mendukung pertumbuhan bisnis
di bidang energi dan agar lebih memperkuat nama Medco Energi secara
komersial serta meningkatkan kebersamaan antara unit-unit usaha di
bidang energi.
Sebelum dikelola oleh PT.Pertamina UBEP Sangasanga &
Tarakan, blok Migas Sangasanga & Tarakan dikelola oleh NIIHM
(Nederlandsch-Indische Industrie en Handel Maatschappij) tahun 1897 –
1905, BPM (Batavia Petroleum Maatschappij) tahun 1905 – 1942, Japan
tahun 1942 - 1945, kemudian diambil alih oleh
BPM/SHELL/PERMINA/PERTAMINA tahun 1945 – 1972, TIPCO – Tesoro
tahun 1972 – 1992, PTMN – MEDCO E&P 1992 – 2008, dan akhirnya
dikelola kembali oleh PERTAMINA-EP sejak 15 Oktober 2008 hingga 17
September 2035.
34
1. Visi dan Misi
Visi - Menjadi UBEP yang terbaik dalam mengelola “MIGAS” di
Pertamina EP
Misi - Menjadi Unit Bisnis Hulu Migas yang Inovative, Techno
Ekonomis, Ramah Lingkungan, Sehat, Aman dan Memberikan Nilai
Tambah Bagi Stake Holder.
2. Tata Nilai
1. Sincere (jujur dan bersih), Strong (mandiri dan kompeten),
Sensible (peduli dan berwawasan) - TRIPLE “S”
2. Taat pada perundang-undangan yang berlaku
3. Penerapan Etika Kerja dan Bisnis
4. Bersinergy
3. Jumlah Tenaga Kerja Field Tarakan
Berikut adalah jumlah tenaga kerja yang ada di PT.Pertamina EP
Filed Tarakan.
Gambar 1. Jumlah Tenaga Kerja
35
4. Hasil dan Proses Produksi
PT.Pertamina EP UBEP Sangasanga & Tarakan Field Tarakan
merupakan salah satu perusahaan swasta nasional bergerak di bidang
eksplorasi minyak. Hasil produksi minyak Field Tarakan per 28 Maret
2011 sebesar 925 BOPD.
Fasilitas Produksi yang dimiliki PT.Pertamina EP Field Tarakan