Top Banner
3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Chaetoceros gracilis Chaetoceros sp. merupakan diatom planktonik yang hidup melayang pada perairan pelagis, yaitu wilayah perairan yang terkena sinar matahari. Diatom ini memiliki dinding sel yang terbuat dari silika. Selain itu, Chaetoceros sp. memiliki alat berupa setae yang membantunya menempel pada benda dalam suatu perairan, sehingga dapat bertahan dari arus perairan (Anonim a 2007). Chaetoceros sp. termasuk diatom yang disebut golden-brown algae karena kandungan pigmen kuningnya lebih banyak daripada pigmen hijau. Genus Chaetoceros sp. adalah genus terbesar dari kelas Bacillariophyceae yang hidup diperairan dingin sampai perairan panas. Chaetoceros sp. termasuk plankton neritik yang mempunyai setae dan digunakan untuk membentuk filamen yang membuatnya terus melayang di permukaan air (Lee 1989). Diatom sentrik dan penat sering dijumpai di perairan Indonesia, khususnya di Laut Jawa ditemukan sedikitnya 127 jenis diatom, yang terdiri dari 91 jenis diatom sentrik dan 36 jenis diatom penat. Diatom dapat hidup sebagai individu sel tunggal yang soliter, atau terhubung dengan sel lainnya membentuk koloni seperti rantai, dengan rangkaian antar selnya bervariasi menurut jenis. Dua sel yang berdampingan pada Chaetoceros sp. berhubungan hanya pada salah satu ujungnya (Nontji 2006). Chaetoceros sp. toleran terhadap suhu air yang tinggi. Pada suhu 40 °C, organisme ini masih dapat bertahan hidup akan tetapi tidak berkembang. Chaetoceros sp. akan tumbuh optimal pada kisaran suhu 25 °C sampai 30 °C, dengan toleransi terhadap kisaran salinitas adalah 6 -50 permil. Salinitas optimum untuk pertumbuhannya adalah 17 -25 permil. Chaetoceros sp. berbentuk bulat dengan diameter 4 -6 mikron dan ada yang berbentuk segiempat dengan ukuran 8 -12 x 7-18 mikron. Karotenoid dan diatomin merupakan pigmen yang dominan (Is nansetyo & Kurniastuty 1995). Genus Chaetoceros sp. memiliki beberapa jenis diantaranya Chaetoceros gracilis .
14

3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

Mar 07, 2019

Download

Documents

doanthu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Chaetoceros gracilis

Chaetoceros sp. merupakan diatom planktonik yang hidup melayang pada

perairan pelagis, yaitu wilayah perairan yang terkena sinar matahari. Diatom ini

memiliki dinding sel yang terbuat dari silika. Selain itu, Chaetoceros sp. memiliki

alat berupa setae yang membantunya menempel pada benda dalam suatu perairan,

sehingga dapat bertahan dari arus perairan (Anonim a 2007).

Chaetoceros sp. termasuk diatom yang disebut golden-brown algae karena

kandungan pigmen kuningnya lebih banyak daripada pigmen hijau. Genus

Chaetoceros sp. adalah genus terbesar dari kelas Bacillariophyceae yang hidup

diperairan dingin sampai perairan panas. Chaetoceros sp. termasuk plankton

neritik yang mempunyai setae dan digunakan untuk membentuk filamen yang

membuatnya terus melayang di permukaan air (Lee 1989).

Diatom sentrik dan penat sering dijumpai di perairan Indonesia, khususnya

di Laut Jawa ditemukan sedikitnya 127 jenis diatom, yang terdiri dari 91 jenis

diatom sentrik dan 36 jenis diatom penat. Diatom dapat hidup sebagai individu sel

tunggal yang soliter, atau terhubung dengan sel lainnya membentuk koloni seperti

rantai, dengan rangkaian antar selnya bervariasi menurut jenis. Dua sel yang

berdampingan pada Chaetoceros sp. berhubungan hanya pada salah satu ujungnya

(Nontji 2006).

Chaetoceros sp. toleran terhadap suhu air yang tinggi. Pada suhu 40 °C,

organisme ini masih dapat bertahan hidup akan tetapi tidak berkembang.

Chaetoceros sp. akan tumbuh optimal pada kisaran suhu 25 °C sampai 30 °C,

dengan toleransi terhadap kisaran salinitas adalah 6 -50 permil. Salinitas optimum

untuk pertumbuhannya adalah 17 -25 permil.

Chaetoceros sp. berbentuk bulat dengan diameter 4 -6 mikron dan ada yang

berbentuk segiempat dengan ukuran 8 -12 x 7-18 mikron. Karotenoid dan diatomin

merupakan pigmen yang dominan (Is nansetyo & Kurniastuty 1995). Genus

Chaetoceros sp. memiliki beberapa jenis diantaranya Chaetoceros gracilis.

Page 2: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

4

Chaetoceros gracilis termasuk kedalam mikroalga jenis diatom. Klasifikasi

Chaetoceros gracilis (Bold & Wynne 1985) adalah sebagai berikut :

Phylum : Chrysophyta

Kelas : Bacillariophyceae

Ordo : Centricae

Subordo : Biddulphioideae

Famili : Chaetoceraceae

Genus : Chaetoceros

Spesies : Chaetoceros gracilis

Chaetoceros gracilis merupakan spesies Chaetoceros yang berbentuk sel

tunggal, tidak berantai, dan bercangka ng cembung. Setae mula-mula muncul pada

sudut-sudutnya, membentuk kurva, dan kemudian menjadi paralel berikutnya .

Chaetoceros gracilis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Chaetoceros gracilis (Anonimc 2010)

Chaetoceros gracilis termasuk spesies sentrik dari diatom yang nonmotil,

bercangkang simetris, dan memproduksi hanya satu auksospora. Sitoplasmanya

memiliki sejumlah kecil kromatofora (Schuett 1985 diacu dalam Pribadi 1998).

Laju pertumbuhan mikroalga jenis Chaetoceros gracilis naik pada intensitas

penyinaran 500-10.000 lux (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Page 3: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

5

2.2 Pertumbuhan Mikroalga

Pertumbuhan adalah bertambah besarnya ukuran atau bertambah banyak

jumlah sel. Perkembangan sel dalam kultur mikroalga terdir i atas lima fase, yaitu

fase lag (adaptasi), fase eksponensial (logaritmik), fase penurunan laju

pertumbuhan (deklinasi), fase stasioner, dan fase kematian (Fogg 1975).

Lamanya setiap fase pertumbuhan pada mikroalga, khususnya jenis

Chaetoceros sp. berbeda-beda. Karakteristik pertumbuhan sel alga dalam kultur

dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan :1. Fase lag (adaptasi)2. Fase eksponensial (logaritmik)3. Fase deklinasi4. Fase stasioner5. Fase Kematian

Gambar 2 Karakteristik pertumbuhan sel alga dalam kultur dan volumemedium terbatas (Fogg 1975).

Pertumbuhan Chaetoceros sp. mengalami berbagai fase seperti pertumbuhan

mikroalga pada umumnya. Fase pertama adalah fase lag , yaitu fase adaptasi. Pada

fase ini populasi yang baru mengalami penurunan tingkat metabolisme karena

fase inokulum yang tidak merata dan terjadi proses a daptasi terhadap medium

kultur. Fase kedua adalah fase eksponensial (logaritmik) , yaitu percepatan

pertumbuhan dan perbandingan konsentrasi ko mponen biokimia menjadi konstan.

Fase ini ditandai dengan naiknya laju pertumbuhan. Laju pertumbuhannya

meningkat cepat dan selnya aktif berkembang biak (Fogg 1975).

Fase berikutnya adalah fase deklinasi yang ditandai dengan penurunan laju

pertumbuhan. Hal ini terjadi karena kekurangan nutrisi (Nitrogen dan Phospat),

Page 4: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

6

menurunnya konsentrasi CO 2 atau O2 dan kenaikan pH medium (Richmond 1986

diacu dalam Diharmi 2001).

Fase stasioner merupakan fase akhir dari produksi biomasa yang menjadi

konstan. Laju reproduksi sama dengan laju kematian, penambahan dan

pengurangan jumlah mikroalga relatif seimbang, sehingga kepadatannya tetap.

Pada fase ini konsentrasi maksimum biomasa tercapai, sedangkan konsentrasi

parameter lain menjadi menurun atau meningkat. Fase kematian di tandai dengan

terjadinya penurunan produksi biomasa karena kematian dan sel lisis (Vonshak

1985 diacu dalam Diharmi 2001).

2.3 Reproduksi Mikroalga Jenis Diatom

Reproduksi diatom dapat terjadi secara seksual dan aseksual. Reproduksi

secara aseksual (vegetatif) adalah cara reproduksi yang paling umum. Reproduksi

aseksual terjadi dengan pembelahan sitoplasma dalam frustul dimana epiteka

induk akan menghasilkan hipoteka yang baru, sedangkan hipoteka yang lama akan

menjadi epiteka yang menghasilkan hipoteka yang baru pula pada anakannya dan

begitu seterusnya. Suksesi reproduksi aseksual ini akan menghasilkan ukuran sel

yang semakin kecil. Apabila ukurannya mencapai minimum yang selanjtunya

akan dikompensasi dengan tumbuhnya auksospora berukuran besar yang ak an

membelah dan menghasilkan sel baru yang kembali berukuran besar (Nontji

2006).

2.4 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroalga

Pertumbuhan mikroalga dalam suatu kultur d ipengaruhi oleh beberapa faktor

baik faktor fisik dan faktor kimia, diantaranya kandungan unsur hara, intensitas

cahaya, suhu, pH, dan salinitas.

2.4.1 Unsur hara

Mikroalga membutuhkan berbagai unsur pertumbuhannya, baik unsur hara

makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro ( macro nutrient) diperlukan

mikroalga dalam jumlah besar, diantaranya nitrogen (N), fosf or (P), silikon (Si),

karbon (C), hidrogen (H), kalium (K), magnesium (Mg), dan sulfur (S) (Nontji

2006). Unsur N, P, dan S berfungsi untuk pembentukan protein. Nitrogen yang

Page 5: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

7

dibutuhkan untuk media kultur dapat d iperoleh dari substansi berikut : KNO 3,

NaNO3, NH4Cl, (NH2)2CO (urea), dan lain-lain (BBLL 2002).

Unsur fosfor sangat dibutuhkan dalam p roses protoplasma dan inti sel.

Fosfor merupakan bahan dasar pembentuk asam nukleat, enzim, dan vitamin.

Fosfor juga dibutuhkan untuk pembentukan pospolipida dan nukleoprotien. Fosfor

untuk media kultur dapat diperoleh dari KH2PO4, NaHPO4, Ca3PO4 (TSP).

Unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan sebagai kofaktor

untuk beberapa koenzim. Pembentukan klorofil dan seb agai komponen

esensialnya dipengaruhi oleh unsur besi (Fe), magnesium (Mg), dan nitrogen (N).

Unsur Si dan Ca adalah bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang.

Silika merupakan salah satu unsur nutrien yang sangat penting, khususnya untuk

alga jenis diatom. Dinding sel diatom yang melindungi unit-unit struktural di

dalam sel tersusun atas polimer -polimer silika (Reynolds 1984). Unsur kalsium

juga berperan dalam penyelarasan dan pengaturan aktivitas protoplasma dan

kandungan pH di dalam sel. Vitamin B12 digunakan untuk memacu pertumbuhan

melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo & Kurniastuty 1995).

Unsur hara mikro (micro nutrient) adalah unsur hara yang diperlukan dalam

jumlah sedikit, akan tetapi peranannya sangat penting dalam pertumbuhan kultur

mikroalga. Beberapa unsur hara mikro yang digunakan dalam kultur mikroalga

adalah trace element, besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron

(B), molibdenum (Mo), vanadium (V), dan kobalt (Co) . Mn dan Zn diperlukan

untuk fotosintesis, unsur Mo, Bo, dan Co untuk metabolisme nutrien, serta unsur

Mn, B, Cu untuk fungsi metabolik lainnya (Nontji 2006). Trace element memiliki

peranan dalam kultur mikroalga diantaranya mempengaruhi pertumbuhan,

memiliki pengaruh positif terhadap total pertumbuhan, se rta tidak dapat

digantikan oleh bahan-bahan yang lain (Becker 1994).

2.4.2 Cahaya

Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat dibutu hkan dalam kultur

mikroalga. Cahaya merupakan faktor penting untuk pertumbuhan mikroalga

sebagai sumber energi dalam pros es fotosintesis. Cahaya matahari yang

diperlukan mikroalga dapat digantikan dengan lampu TL atau tungsten (Myers

1962 diacu dalam Fatullah 1999).

Page 6: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

8

Cahaya matahari yang dapat ditangkap oleh klorofil fitoplankton di laut

hanya radiasi dalam spektrum dengan p anjang gelombang antara 400-720 nm,

yang disebut PAR (photosynthetically active radiation ). Energi sinar matahari

untuk proses fotosintesis bergantung kepada panjang gelombang, intensitas, dan

waktu. Pengaruh cahaya terhadap fotosintesa juga dipengaruhi ol eh lananya

penyinaran. Makin tinggi intensitas cahaya, maka pengaruh dari lamanya waktu

penyinaran akan semakin besar (Heddy 1990). Spektrum sinar matahari yang

memberikan hasil fotosintesis tertinggi adalah antara sinar nila dan merah dengan

panjang gelombang 430-760 nm (Dwidjoseputro 1980), sedangkan pada

kebanyakan alga kecepatan fotosintesa yang maksimum terdapat pada daerah

sinar hijau (Heddy 1990). Lebar spektrum cahaya tampak ( visible light) hampir

sama dengan panjang gelombang antara 390 -760 nm (Nontji 2006).

Komposisi spektrum cahaya dapat mempengaruhi perubahan fisiologi dan

biokimia suatu tanaman, dan komposisi mikroalga dapat dimodifikasi dengan

menggunakan sumber cahaya yang berbeda (Dubinsky et al. 1995 diacu dalam

Saavedra & Votolina 2005). Intensitas optimum untuk kultur mikroalga yaitu

kisaran 2000-8000 lux. Laju pertumbuhan Chaetoceros gracilis naik pada

intensitas penyinaran 500-10.000 lux.

2.4.3 Suhu

Suhu berperan dalam menentukan laju pertumbuhan mikroalga dalam hal

proses fotosintesis dan pengaruhnya juga bervariasi terhadap kondisi adaptasi

fisiologis populasi alga (Soeder & Stengel 1994 diacu dalam Fatullah 1999). Suhu

secara langsung mempengaruhi efisiensi fotosintesis yang berlangsung dalam

suatu kultur mikroalga. Kenaikan suhu medium 10 °C dapat mempercepat reaksi

2-3 kali lipat. Akan tetapi, suhu tinggi yang melebihi batas maksimum akan

menyebabkan proses metabolisme sel terganggu. Peningkatan suhu tidak hanya

meningkatkan aktivitas metabolisme, tetapi juga dapat menurunkan CO 2 terlarut.

Oleh karena itu, CO2 concentrating mechanism (CCM) lebih efektif pada suhu

rendah (Beardall et al. 1998).

2.4.4 Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kondisi

kultur mikroalga. Proses fotosintesis mengambil karbondioksida terlarut dari

Page 7: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

9

dalam air, yang menyebabkan penurunan kandungan CO 2 terlarut di air.

Penurunan ini akan meningkatkan pH berkaitan dengan kesetimbangan CO 2

terlarut, bikarbonat, dan ion karbonat dalam air. Peningkatan pH akan mengurangi

CO2 yang dapat digunakan (Beardall et al. 1998). Derajat keasaman optimum

untuk pertumbuhan mikroalga adalah 8 -8,5.

2.5 Bakteri

Bakteri merupakan sel prokariot yang bersifat uniseluler. Se cara umum

bakteri memiliki ukuran antara 0,5 -1,0 x 2,0-5,0 µm. Bakteri ada yang berbentuk

elips, bola, batang (slindris), atau spiral (heliks). Struktur -struktur utama diluar

dinding sel terdiri atas flagelum, pilus, dan kapsul (Pelczar & Chan 2006). Bahan-

bahan sitoplasma tertutup oleh dinding sel yang kaku dan membran se l. Molekul

nutrien dan ion ditransfer dari lingkungan melalui membran (Ray 2004).

Berdasarkan perbedaan komposisi dan struktur dinding selnya, bakteri terdiri atas

bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.

Struktur dinding sel bakteri Gram positif memiliki tebal 15-80 nm dan

berlapis tunggal. Bakteri Gram positif memiliki kandungan li pid yang relatif

rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya

merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri. Bakteri Gram

positif memiliki sifat lebih rentan terhadap penisilin dan lebih resisten terhadap

gangguan fisik (Pelzcar & Chan 2006). Dinding sel bakteri Gram positif terdiri

atas beberapa lapisan yang mengandung mucopeptide dan teichoic acids.

Bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding sel yang tipis 10 -15 nm,

berlapis tiga, dan kandungan lipidnya tinggi (11 -22 %). Peptidoglikan ada di

dalam lapisan kaku sebelah dalam, jumlahnya sedikit, merupakan sekitar 10 %

berat kering. Bakteri Gram negatif kurang rentan terhadap penisilin dan kurang

resisten terhadap gangguan gangguan fisik (Pelczar & Chan 2006).

Sel bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding sel yang kompleks yang

memiliki dua lapisan membran, yaitu membran luar dan membran tengah .

Membran luar terdiri atas lipopolisakarida, lipoprotein, dan fosfolipid. Molekul

fosfolipid tersusun membentuk bilayer dengan bagian hidrofobik (asam lemak)

mengarah kedalam sel dan bagian hidrofilik (gliserol dan fosfat) mengarah keluar.

Page 8: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

10

Membran luar berfungsi sebagai batas trans por dan barrier antara sel dan

lingkungan. Bakteri Gram negatif resisten terhadap terhadap beberapa enzim

(lysozim), molekul hidrofobik , dan antibiotik (penisilin). Hal ini berkaitan dengan

sifat membran luar yang salah satu fungsinya sebagai pelindung sel (Ray 2004).

2.5.1 Bacillus cereus

Genus Bacillus termasuk kedalam kelompok bakteri mesofilik yang tumbuh

optimal pada suhu 30 °C sampai 45 °C. Kelompok Bacillus termasuk kedalam

jenis bakteri Gram positif yang membentuk spora -spora silindris atau elips.

Bacillus terdiri atas beberapa spesies diantaranya Bacillus cereus, Bacillus

anthracis, dan Bacillus mycoides.

Kelompok Bacillus dikelompokkan kedalam grup 1A dan 1B. Bacillus

cereus termasuk golongan 1A dengan ketebalan sel > 0,9 µm yang biasanya

saprofit pada tanah, air, dan dapat diisolasi dari berbagai jenis makanan khususnya

yang berasal dari tanaman, akan tetapi terdapat pula pada daging, ikan, dan

produk susu (Lund et al. 2000). Organisme ini menyebar luas di alam dan

biasanya ditemukan di bahan-bahan makanan khusunya berupa sereal seperti

beras (Greenwood et al. 1995). Bacillus cereus termasuk bakteri yang

menghasilkan spora yang tahan panas dan sebagian besar menghasilkan toksin.

Bacillus cereus dapat tumbuh pada suhu 4 °C sampai 6 °C (Lund et al. 2000).

Bacillus cereus dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Bacillus cereus (Anonimd 2010)

Bacillus cereus menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan keracunan

makanan. Bakteri ini menghasilkan toksin jenis emetik yang menimbulkan gejala

muntah-muntah. Bacillus cereus juga menghasilkan enterotoksin yang labil

terhadap panas dan terbentuk di usus. Enterotoksin ini dapat menyebabkan diare

Page 9: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

11

sama seperti radang usus yang disebabkan oleh bakteri E.coli dan Salmonella spp.

(Greenwood et al. 1995).

Bacillus cereus termasuk jenis bakteri yang bersifat patogen, meskipun

sebagian besar jenis ini non patogen. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi dan

intoksikasi. Jenis toksin yang dihasilkan digolongkan menjadi toksin emetik dan

toksin diargenik. Jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini adalah diare dan

meningitis (Lund et al. 2000). Bakteri ini peka terhadap antibiotik streptomisin,

penisilin G, sedangkan beberapa anti biotik lain lebih resisten.

2.5.2 Vibrio harveyi

Vibrio termasuk jenis bakteri mesofilik yang hidup pada kisaran suhu 15 °C

sampai 40 °C. Vibrio dapat ditemukan baik di perairan air tawar maupun laut.

(Lund et al. 2000). Beberapa spesies bakteri ini memer lukan NaCl untuk

pertumbuhannya. Beberapa jenis bakteri ini bersifat patogen dan dapat

menyebabkan kerusakan pada makanan (Ray 2004). Bakteri Vibrio terdiri atas

beberapa spesies diantaranya Vibrio cholerae, Vibrio mimicus, Vibrio fluvialis,

dan Vibrio harveyi. Vibrio harveyi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Vibrio harveyi (Showalter 1990)

Vibrio harveyi termasuk jenis bakteri patogen dengan virulensinya

menggunakan protein ekstraseluler dan bersifat fermentatif. Selnya berbentuk

batang pendek, bersel tunggal, dengan ukuran panjang 1,4 sampai 5,0 µ m dan

lebar 0,3 sampai 1,3 µm, bersifat motil, dan mempunyai flagella untuk bergerak. .

Bakteri ini termasuk bakteri patogen non obligat, yaitu dapat hidup dan

berkembang biak di dalam inang maupun be bas di luar inang.

Vibrio harveyi termasuk bakteri Gram negatif yang memiliki dinding sel

terdiri atas dua membran. Membran luar terbuat dari lipopolisakarida dan bagian

dalam terbuat dari sitoplasmik. Diantara keduanya terdapat ruang kosong yang

disebut peptidoglikan layer. Vibrio harveyi termasuk anaerob fakultatif .

Page 10: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

12

Bakteri Vibrio harveyi dapat tumbuh baik pada medium dengan kadar garam

0,5% NaCl. Bakteri ini mempunyai enzim lusiferase yang dapat mengkatalisis

reaksi yang memancarkan cahaya dengan menggun akan substrat senyawa aldehid

yang disebut lusiferin. Vibrio harveyi dapat tumbuh dan berpendar pada medium

Thiosulphate-Citrate-Bile-Salt (TCBS) (Greenwood et al. 1995).

2.6 Senyawa Antibakteri

Antimikroba adalah senyawa kimia yang dapat membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Antimikroba sebagai substansi dapat

berupa senyawa kimia sintetik atau produk alami (Brock & Madigan 2003).

Antimikroba untuk kesehatan publik sebagai sanitizer, disinfektan, dan

sterilizer dapat dibedakan berdasarkan e fektivitas zat-zat ini dalam membasmi

mikroorganisme. Bakteriostat mencegah pertumbuhan bakteri dalam lingkungan.

Sanitizer adalah senyawa-senyawa yang dapat membunuh sekian persen

mikroorganisme dalam jangka waktu tertentu. Desinfektan membasmi atau

menginaktifkan semua mikroorganisme, namun tidak dapat menghambat

pertumbuhan sporanya. Sterilizer membasmi semua bakteri, fungi, dan

mikroorganisme lain beserta sporanya (Anonim d 2007).

Berdasarkan aktivitasnya, senyawa antibakteri dapat dibedakan atas senyawa

yang bersifat bakterisida (membunuh bakteri) seperti penisilin, basitrasin,

neomisin, dan senyawa yang bersifat bakteristatik (menghambat pertumbuhan

bakteri) seperti tetrasiklin, kloramfenikol, novobiosin (Pelczar & Chan 2006).

Senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri dipengaruhi

oleh berbagai faktor, antara lain : konsentrasi zat antibakteri, waktu penyimpanan,

suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, umur, konsentrasi, dan keadaan

mikroba (Frazier & Westhoff 1988).

Senyawa antibakteri yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tanaman

diketahui dapat menghambat bakteri patogen maupun perusak pangan. Senyawa

antibakteri yang berasal dari tanaman, sebagian besar merupakan metabolit

sekunder tanaman, terutama golongan fenolik dan terpe n dalam minyak atsiri dan

alkaloid. Sebagian besar metabolit sekunder dihasilkan dari metabolit primer

seperti dari asam-asam amino, asetil ko-A, asam mevalonat, dan metabolit antara

Page 11: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

13

(Herbert 1995). Beberapa senyawa antibakteri alami yang berasal dari tana man

diantaranya adalah fitoaleksin, asam organik, minyak esensial (atsiri), fenolik, dan

beberapa kelompok pigmen atau senyawa sejenis.

Zat yang digunakan sebagai antibakteri harus mempunyai beberapa kriteria

antara lain tidak bersifat racun, ekonomis, tid ak merubah rasa, dan aroma

makanan jika digunakan dalam bahan pangan, tidak mengalami penurunan

aktivitas selama proses dan penyimpanan, tidak menyebabkan galur resisten dan

sebaiknya membunuh dibandingkan menghambat pertumbuhan mikroba (Frazier

& Westhoff 1988).

2.7 Ekstraksi Senyawa Antibakteri

Ekstraksi merupakan metode pemisahan komponen-komponen tertentu

antara dua atau lebih fase cairan (Keulemans & Walraven 1965). Ekstraksi adalah

proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dgn cara p emisahan

satu atau lebih komponen dari bahan tersebut. Faktor -faktor yang berpengaruh

terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang

digunakan. Pemilihan pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya

melarutkan, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif

terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003).

Prinsip ekstraksi adalah zat yang akan diekstrak hanya dapat laru t dalam

pelarut yang digunakan, sedangkan zat lainnya tidak akan larut. Proses

perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan ke pelarut terjadi secara difusi.

Proses difusi merupakan perubahan secara spontan dari fase yang memiliki

konsentrasi lebih tinggi menuju konsentrasi lebih rendah (Danesi 1992). Proses ini

akan terus berlangsung selama komponen bahan padat yang dipisahkan menyebar

diantara kedua fase. Proses difusi akan berakhir jika kedua fase berada dalam

kesetimbangan, yaitu apabila seluruh zat sudah terlarut di dalam zat cair dan

konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam.

Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya

metode enzimatis, metode bead milling, metode sonikasi, dan metode cell bomb.

Metode sonikasi merupakan metode yang menggunakan alat sonikator dengan

bunyi frekuensi tinggi ( 20 – 50 KHz). Prinsip sonikasi yaitu frekuensi tinggi dan

Page 12: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

14

getaran yang dihasilkan akan di transfer ke sampel menimbulkan tekanan tinggi

sehingga sel saling bertubrukan dan akhirnya sel akan terpecah (Anonim 2009).

Metode ekstraksi tergantung polaritas senyawa yang ak an diekstrak. Suatu

senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda -beda pada pelarut yang berbeda.

Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama

kepolarannya. Semakin besar konstanta dielektrik, maka pelarut tersebut semakin

polar. Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya dapat dilihat pada Tabel 1 .

Tabel 1 Pelarut organik dan sifat fisiknya

Jenis Pelarut Titik didih (°C) Titik beku(°C)

Konstantadielektrik

Heksana 68 -94 1,8Dietil eter 35 -116 4,3Kloroform 61 -64 4,8Etil asetat 77 -84 6,0Aseton 56 -95 20,7Etanol 78 -117 24,3Metanol 65 -98 32,6

100 0 80,2Sumber : Nur dan Adijuwana (1989).

2.8 Mekanisme Kerja Senyawa Antibakteri

Mekanisme senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba

berbeda-beda, dibagi menjadi beberapa cara yaitu (Brannen & Davidson 1993):

merusak dinding sel, perubahan permeabilitas sel, penghambatan sintesis protein

dan asam nukleat, dan menghambat enzim-enzim metabolik.

a) Kerusakan dinding sel

Dinding sel bakteri mengandung pep tidoglikan yang terdiri dari turunan gula

yaitu asam N-asetilglukosamin, asam N-asetilmuramat, dan suatu peptida yang

terdiri atas asam amino yaitu L-alanin, D-alanin, D-glutamat, dan lisin (Ray

2004). Bakteri Gram positif memiliki 40 lapisan peptidoglikan yang merupakan

50% dari bahan dinding sel, sedangkan bakteri Gram negatif hanya memiliki satu

sampai dua lapisan peptidoglikan dan merupakan 10% dari bahan dinding sel

(Pelczar & Chan 2006).

Antimikroba menghambat sintesa dinding sel mikroba yaitu mengham bat

pembentukan peptidoglikan yang merupakan kompon en penting dinding sel

mikroba. Kerusakan dinding sel juga disebabkan oleh adanya akumulasi

Page 13: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

15

komponen lipofilik pada dinding atau membran sel, sehingga menyebabkan

perubahan komposisi penyusun dinding sel.

b) Perubahan permeabilitas sel

Membran sitoplasma berperan pada keutuhan sel untuk mempertahankan

bahan-bahan tertentu di dalam sel, serta mengatur aliran keluar masuknya bahan -

bahan lain. Kerusakan membran dapat mengakibatkan peningkatan permeabilitas

dan kebocoran sel dengan keluarnya materi intraseluler (Pelczar & Chan 2006).

c) Penghambatan sintesis protein dan asam nukleat

Sintesis protein adalah pembentukan rantai polipeptida dari asam -asam

amino melalui ikatan peptida. Senyawa antimikroba mampu mengh ambat sintesis

protein bakteri yaitu bereaksi dengan komponen sel ribosom 50 S yang

menyebabkan terjadinya sintesis protein dan terbentuknya pasangan yang tidak

tepat dan mengganggu pembentukan protein. Senyawa antimikroba juga dapat

menghambat sintesa asam nukleat (DNA dan RNA) dengan cara menghambat

DNA girase yang berfungsi dalam penataan kromosom sel mikroba.

d) Menghambat enzim-enzim metabolik

Komponen antibakteri dapat menghambat enzim yang berperan dalam

metabolisme dan pertumbuhan sel mikroba, sehing ga mampu menghambat

pertumbuhan mikroba. Komponen antibakteri dapat menghambat pertumbuhan

atau membunuh mikroba dengan cara inaktivasi enzim -enzim metaboliknya.

2.9 Fusarium oxysporum

Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, berbentuk hifa atau s el

tunggal, bersifat eukariot, berdinding sel dari kitin atau selulosa, bereproduksi

seksual dan aseksual. Tubuh fungi terdiri atas benang -benang yang disebut hifa,

yang saling berhubungan menjalin semacam jala yaitu miselium. Miselium dapat

dibedakan atas miselium vegetatif yang menyerap nutrien dari lingkungan dan

miselium fertil untuk reproduksi (Gandjar et al. 1999).

Kurva pertumbuhan fungi terdiri atas (1) fase lag, fase penyesuaian sel-sel

dengan lingkungan, pembentukan enzim -enzim untuk mengurai substrat; (2) fase

akselerasi, yaitu sel-sel mulai membelah ; (3) fase eksponensial merupak an fase

perbanyakan jumlah sel; (4) fase deselerasi yaitu fase saat sel -sel kurang aktif

Page 14: 3 2 TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · rendah yaitu 1-4 %, peptidoglikannya berlapis tunggal, komponen utamanya merupakan lebih dari 50 % berat kering pada beberapa sel bakteri.

16

membelah. (5) fase stasioner pada saat jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel

mati relatif seimbang. (6) fase kematian yaitu jumlah sel yang mati atau yang

tidak berkembang lebih banyak dibandingkan sel yang masih hidup (Gandjar et al.

2006). Fusarium merupakan salah satu anggota famili Tuberculariaceae ordo

Moniliales yang berpotensi menghasilkan mikotoksin pada bahan pakan maupun

pangan. Fusarium bersifat saprofit namun ada juga yang bersifat parasit

(Makfoeld 1993).

Fusarium oxysporum merupakan salah satu jenis fungi yang menyebabkan

penyakit layu pada tanaman. Fungi ini mengguna kan enzim selulase untuk

menembus jaringan vaskular tumbuhan dan menyebabkan geja la layu pada

tumbuhan (Zabel & Morrell 1992 diacu dalam Gandjar et al. 2006 ).

Koloni Fusarium oxysporum pada medium Potato Dextrose Agar (PDA)

mencapai diameter 3,5 - 5,0 cm. Miselia aerial tampak jarang atau banyak seperti

kapas, kemudian menjadi seperti beludru, berwarna putih atau salem dan biasanya

agak keunguan yang tampak lebih kuat dekat permukaan medium. Konidiofor

dapat bercabang atau tidak dan membawa monofialid (Gan djar et al. 1999).

Bagian tubuh Fusarium oxysporum terdiri atas mikrokonidia, makrokonidia,

dan khlamidospora. Mikrokonidia tidak bersepta dan ada yang memiliki septa

hingga 2, terbentuk lateral pada fialid sederhana atau terdapat pada konidiofor

bercabang pendek, jumlahnya banyak sekali terdiri dari aneka bentuk dan ukuran,

berbentuk ovoid-elips sampai silindris, lurus atau sedikit membengkok dan

berukuran (5,0-12,0) x (2,2-3,5) µm. Makrokonidia bercabang atau dalam

sporodokhia, bersepta 3-5, berbentuk fusiform, sedikit membengkok, meruncing

pada kedua ujungnya dengan sel kaki berbentuk pediselata. Khlamidospora

terdapat dalam hifa atau dalam konidia, berwarna hialin, berdinding halus atau

agak kasar, berbentuk semibulat dengan diameter 5,0 -15 µm, terletak terminal

atau interkalar, dan berpasangan atau tunggal (Gandjar et al. 1999).