2 MODUL PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK 1. Pengujian Logam Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Adapun proses pengujiannya dikelompokkan ke dalam tiga kelompok metode pengujian, yaitu : 1. Destructive Test (DT), yaitu proses pengujian logam yang dapat menimbulkan kerusakan logam yang diuji. 2. Non Destructive Test (NDT), yaitu proses pengujian logam yang tidak dapat menimbulkan kerusakan logam atau benda yang diuji. 3. Metallography, yaitu proses pemeriksaan logam tentang komposisi kimianya, unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, dan bentuk strukturnya. Penjelasan mengenai pengujian logam akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab-subbab berikutnya. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai ketiga metode pengujian logam [6]. Uji Kekerasan (Hardness Test) Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut [6]. Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun
39
Embed
2.Pembahasan Material Teknik - Gunadarma Universitydoddi_y.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/27227/2.pdf · Vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
2
MODUL PRAKTIKUM
MATERIAL TEKNIK
1. Pengujian Logam
Proses pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk
diketahui sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk
struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Adapun proses
pengujiannya dikelompokkan ke dalam tiga kelompok metode pengujian, yaitu :
1. Destructive Test (DT), yaitu proses pengujian logam yang dapat menimbulkan
kerusakan logam yang diuji.
2. Non Destructive Test (NDT), yaitu proses pengujian logam yang tidak dapat
menimbulkan kerusakan logam atau benda yang diuji.
3. Metallography, yaitu proses pemeriksaan logam tentang komposisi kimianya,
unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, dan bentuk strukturnya.
Penjelasan mengenai pengujian logam akan dijelaskan lebih lanjut pada
subbab-subbab berikutnya. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai ketiga
metode pengujian logam [6].
Uji Kekerasan (Hardness Test)
Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu
bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain,
ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh
pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis
seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang
diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut [6].
Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih
bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan
benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam
keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun
3
demikian, logam yang keras biasanya cenderung lebih rapuh dan sebaliknya,
logam lunak cenderung lebih ulet dan elastis [6].
Dasar-Dasar Pengujian Kekerasan
Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan
logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan untuk melihat
apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat kekerasan logam berdasarkan pada
standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian kekerasan pun diatur
dan diakui oleh standar industri di dunia sebagai satuan yang baku. Satuan yang
baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan, yaitu penekanan,
goresan, dan dinamik [6]. Tabel 2.1 Logam Ferro Dan Pemakaiannya
Nama Komposisi Sifat Pemakaian Baja lunak (Mild Steel)
Campuran ferro dan karbon (0,1%-0,3%)
Ulet dan dapat ditempa dingin
Pipa, mur, baut, dan sekrup
Baja karbon sedang (medium carbon steel)
Campuran ferro dan karbon (0,4%-0,6%)
Lebih ulet Poros, rel baja, dan peron
Baja karbon tinggi (high carbon steel)
Campuran ferro dan karbon (0,7%-1,5%)
Dapat ditempa dan disepuh
Perlengkapan mesin perkakas, kikir, gergaji, pahat, tap, penitik, dan stempel
Baja kecepatan tinggi (high speed steel)
Baja karbon tinggi ditambah dengan nikel/krom/kobalt/tungsten/vanadium
Getas, dapat disepuh keras, dimudakan, dan tahan terhadap suhu tinggi
Alat potong yang digunakan ialah pahat bubut, pisau fris, mata bor, dan perlengkapan mesin perkakas
Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh
industri permesinan. Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat
dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan dengan
metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan yang menggunakan cara ini terdiri
dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode Rockwell, Brinell, dan
Vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing, serta perbedaan dalam menentukan angka kekerasannya. Metode
Brinell dan Vickers misalnya, memiliki prinsip dasar yang sama dalam
4
menentukan angka kekerasannya, yaitu menitikberatkan pada perhitungan
kekuatan bahan terhadap setiap daya luas penampang bidang yang menerima
pembebanan tersebut. Sedangkan metode Rockwell menitikberatkan pada
pengukuran kedalaman hasil penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk
berkasnya (indentasi) pada benda uji [6].
Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuannya juga berbeda.
Karena itu, tiap-tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing sesuai dengan
proses penekannya, yang mendapat pengakuan standar internasional. Perbedaan
satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka hasil pengujiannya. Berikut ini
merupakan uraian terperinci mengenai masing-masing metode pengujian.
Metode Pengujian Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell ini diatur berdasarkan
standar DIN 50103. Adapun standar kekerasan metode pengujian Rockwell
ditunjukkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 2.2 Skala Kekerasan Metode Pengujian Rockwell
Skala Penekan Beban Skala Kekerasan
Warna Angka Awal Utama Jumlah
A Kerucut intan 120º 10 50 60 100 Hitam B Bola baja 1,558
mm (1/16”) 10 90 100 130 Merah
C Kerucut intan 120º 10 140 150 100 Hitam D Kerucut intan 120º 10 90 100 100 Hitam E Bola baja 3,175
mm (1/8”) 10 90 100 130 Merah
F Bola baja 1,558 mm
10 50 60 130 Merah
G Bola baja 1,558 mm
10 140 150 130 Merah
H Bola baja 3,175 mm
10 50 60 130 Merah
K Bola baja 3,175 mm
10 140 150 130 Merah
L Bola baja 6,35 mm (1/4”)
10 50 60 130 Merah
M Bola baja 6,35 mm 10 90 100 130 MerahP Bola baja 6,35 mm 10 140 150 130 MerahR Bola baja 12,7 mm
(1/2”) 10 50 60 130 Merah
S Bola baja 12,7 mm 10 90 100 130 MerahV Bola baja 12,7 mm 10 140 150 130 Merah
5
Tingkatan skala kekerasan menurut metode Rockwell dapat
dikelompokkan menurut jenis indentor yang digunakan pada masing-masing
skala. Dalam metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya
bervariasi, yaitu :
1. Kerucut intan dengan besar sudut 120º dan disebut sebagai Rockwell Cone.
2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball.
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan
memilih ketentuan angka kekerasan maksimum yang boleh digunakan oleh skala
tertentu. Jika pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akuran,
maka kita dapat menentukan skala lain yang dapat menunjukkan angka kekerasan
yang jelas. Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan,
dimana acuan dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui
melalui tabel sebagai berikut :
Tabel 2.3 Skala Kekerasan Dan Pemakaiannya
Skala Pemakaiannya A Untuk carbide cementite, baja tipis, dan baja dengan lapisan keras yang tipis B Untuk paduan tembaga, baja lunak, paduan alumunium, dan besi tempa C Untuk baja, besi tuang keras, besi tempa peritik, titanium, baja dengan lapisan keras
yang dalam, dan bahan-bahan lain yang lebih keras daripada skala B-100 D Untuk baja tipis, baja dengan lapisan keras yang sedang, dan besi tempa peritik E Untuk besi tuang, paduan alumunium, magnesium, dan logam-logam bantalan F Untuk paduan tembaga yang dilunakkan dan pelat lunak yang tipis G Untuk besi tempa, paduan tembaga, nikel-seng, dan tembaga-nikel H Untuk alumunium, seng, dan timbal K Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis L Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis M Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis P Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis R Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis S Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis V Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis
Pembebanan dalam proses pengujian kekerasan metode Rockwell
diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama disebut beban minor dan tahap kedua
(beban utama) disebut beban mayor. Beban minor besarnya maksimal 10 kg
sedangkan beban mayor bergantung pada skala kekerasan yang digunakan [6].
6
Berikut ini merupakan cara pengujian dan penggunaan dengan
menggunakan metode pengujian Rockwell, yaitu :
1. Cara pengujian kekerasan Rockwell
Cara Rockwell ini berdasarkan pada penekanan sebuah indentor
dengan suatu gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu
logam yang diuji kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya
minor, maka yang akan dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan
Rockwell bukanlah hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan,
tetapi justru dalamnya bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode
Rockwell dibandingkan dengan metode pengujian kekerasan lainnya.
Pengujian Rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, yaitu HRA,
HRB, dan HRC. HR itu sendiri merupakan suatu singkatan kekerasan Rockwell
atau Rockwell Hardness Number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf
R saja [4].
2. Cara penggunaan mesin uji kekerasan Rockwell
Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih
dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola
baja atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan
specimen yang akan diuji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel
beban yang akan digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai
kekerasannya, penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur
berupa dial indicator pointer [4].
Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain :
1. Benda uji.
2. Operator.
3. Mesin uji Rockwell.
Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.
2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.
3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.
7
Kekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :
1. Tingkat ketelitian rendah.
2. Tidak stabil apabila terkena goncangan.
3. Penekanan bebannya tidak praktis.
Metode Pengujian Brinell
Cara pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja
yang terbuat dari baja krom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu oleh
suatu gaya tekan secara statis ke dalam permukaan logam yang diuji tanpa
sentakan. Permukaan logam yang diuji harus rata dan bersih. Setelah gaya tekan
ditiadakan dan bola baja dikeluarkan dari bekas lekukan, maka diameter paling
atas dari lekukan tersebut diukur secara teliti, yang kemudian dipakai untuk
menentukan kekerasan logam yang diuji dengan menggunakan rumus (1) :
…………………...(1)
dimana :
P = beban yang diberikan (KP atau Kgf)
D = diameter indentor yang digunakan
d = diameter bekas lekukan
Kekerasan ini disebut kekerasan Brinell, yang biasa disingkat dengan HB
atau BHN (Brinell Hardness Number). Semakin keras logam yang diuji, maka
semakin tinggi nilai HB. Bahan-bahan atau perlengkapan yang digunakan untuk
uji kekerasan Brinell adalah sebagai berikut [4]:
1. Mesin uji kekerasan Brinell.
2. Bola baja untuk Brinell (Brinell
Ball).
3. Mikroskop pengukur.
4. Stopwatch.
5. Mesin gerinda.
6. Ampelas kasar dan halus.
7. Benda uji (test specimen).
Apabila kita memakai bola baja untuk uji Brinell, biasanya yang terbuat
dari baja krom yang telah disepuh atau cermentite carbide. Bola Brinell ini tidak
boleh berdeformasi sama sekali di saat proses penekanan ke permukaan logam uji.
BHN = ( )]dDπD[D
2P22 −−
8
Standar dari bola Brinell yaitu mempunyai Ø 10 mm atau 0,3937 in, dengan
penyimpangan maksimal 0,005 mm atau 0,0002 in. Selain yang telah distandarkan
di atas, terdapat juga bola-bola Brinell dengan diameter lebih kecil (Ø 5 mm, Ø
2,5 mm, Ø 2 mm, Ø 1,25 mm, Ø 1 mm, Ø 0,65 mm) yang juga mempunyai
toleransi-toleransi tersendiri. Misalnya, untuk diameter 1 sampai dengan 3 mm
adalah lebih kurang 0,0035 mm, antara 3 sampai dengan 6 mm adalah 0,004 mm,
dan antara 6 sampai dengan 10 mm adalah 0,005 mm. Penggunaannya bergantung
pada gaya tekan P dan jenis logam yang diuji, maka penguji harus dapat memilih
diameter bola yang paling sesuai [4].
Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji kekerasan
logam dengan metode Brinell, yaitu :
1. Memeriksa dan mempersiapkan specimen sehingga siap untuk diuji.
2. Memeriksa dan mempersiapkan mesin yang akan dipakai untuk menguji.
3. Melakukan pemeriksaan pada pembebanan, diameter bola baja yang
digunakan, dan alat pengukur waktu.
4. Membebaskan beban tekan dan mengeluarkan bola dari lekukan lalu
memasang alat optis untuk melihat bekas yang kemudian mengukur diameter
bekas sebelumnya secara teliti dengan mikrometer pada mikroskop.
Pangukuran diameter ini untuk sebuah lekuk dilakukan dua kali secara
bersilang tegak lurus dan baru dari dua nilai diameter yang diperoleh, diambil
rata-ratanya. Kemudian dimasukkan ke dalam rumus Brinell untuk
memperoleh hasil kekerasan Brinell-nya (HB).
5. Melakukan proses pengujian sebanyak lima kali sehingga diperoleh nilai rata-
rata dari uji kekerasan Brinell tersebut.
6. Yang perlu diperhatikan adalah jarak dari titik pusat lekukan baik dari tepi
specimen maupun dari tepi lekukan lainnya minimal 2 dari 3/2 diameter
lekukannya [4].
Metode Pengujian Vickers
Metode Vickers ini berdasarkan pada penekanan oleh suatu gaya tekan
tertentu oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik dengan sudut
9
puncak 136º ke permukaan logam yang akan diuji kekerasannya, dimana
permukaan logam yang diuji ini harus rata dan bersih [4].
Setelah gaya tekan secara statis ini kemudian ditiadakan dan pyramid
diamond dikeluarkan dari bekas yang terjad, maka diagonal segi empat bekas
teratas diukur secara teliti, yang digunakan sebagai kekerasan logam yang akan
diuji. Permukaan bekas merupakan segi empat karena pyramid merupakan
piramida sama sisi. Nilai kekerasan yang diperoleh disebut sebagai kekerasan
Vickers, yang biasa disingkat dengan Hv atau HVN (Vickers Hardness Number).
Untuk memperoleh nilai kekerasan Vickers, maka hasil penekanan yang diperoleh
dimasukkan ke dalam rumus berikut ini :
………………..(2)
Bahan-bahan atau perlengkapan yang biasa digunakan untuk uji kekerasan Vickers
adalah sebagai berikut :
1. Mesin percobaan kekerasan Vickers. 5. Mesin gerinda.
2. Indentor pyramid diamond. 6. Ampelas kasar dan halus.