Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menerima begitu saja dunia sekitar kita beserta perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya tanpa mempertanyakan misalnya, apa itu air, apa itu bensin, mengapa bensin bisa terbakar sedangkan air tidak? Apakah arti terbakar?Mengapa besi dapat berkarat sedangkan emas tidak?Apa itu karet dan bagaimana membuat karet tiruan? Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah sebagian dari masalah yang dibahas dalam dalam ilmu kimia.Oleh karena itu, ilmu kimia dapat di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang materi, seperti hakekat, susunan, sifat-sifat, perubahan serta energi yang menyertai perubahannya. Suatu atom bergabung dengan atom lainnya melalui ikatan kimia sehingga dapat membentuk senyawa, baik senyawa kovalen maupun senyawa ion. Senyawa ion terbentuk melalui ikatan ion, yaitu ikatan yang terjadi antara ion positif (atom yang melepaskan electron) dan ion negative (atom yang menangkap electron). Akibatnya, senyawa ion yang terbentuk bersifat polar. Dalam setiap senyawa, atom-atom terjalin secara terpadu oleh suatu bentuk ikatan antaratom yang deiebut ikatan kimia. Seorang ahli kimia dari Amerika serikat, yaitu Gilbert Newton Lewis ( 1875- 1946) dan Albrecht Kosel dari Jerman ( 1853- 1972) menerangkan tentang konsep ikatan kimia. Pada umumnya atom tidak berada dalam keadaan bebas tetapi menyatu dengan atom lain membentuk senyawa. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa atom yang bergabung lebih stabil daripada 1
20

258028609 makalah-kovalen-kereen

Jan 21, 2017

Download

Education

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 258028609 makalah-kovalen-kereen

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menerima begitu saja dunia sekitar kita

beserta perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya tanpa mempertanyakan misalnya, apa

itu air, apa itu bensin, mengapa bensin bisa terbakar sedangkan air tidak? Apakah arti

terbakar?Mengapa besi dapat berkarat sedangkan emas tidak?Apa itu karet dan bagaimana

membuat karet tiruan?

Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah sebagian dari masalah yang dibahas dalam dalam

ilmu kimia.Oleh karena itu, ilmu kimia dapat di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari

segala sesuatu tentang materi, seperti hakekat, susunan, sifat-sifat, perubahan serta energi

yang menyertai perubahannya.

Suatu atom bergabung dengan atom lainnya melalui ikatan kimia sehingga dapat

membentuk senyawa, baik senyawa kovalen maupun senyawa ion. Senyawa ion terbentuk

melalui ikatan ion, yaitu ikatan yang terjadi antara ion positif (atom yang melepaskan

electron) dan ion negative (atom yang menangkap electron). Akibatnya, senyawa ion yang

terbentuk bersifat polar.

Dalam setiap senyawa, atom-atom terjalin secara terpadu oleh suatu bentuk ikatan

antaratom yang deiebut ikatan kimia. Seorang ahli kimia dari Amerika serikat, yaitu Gilbert

Newton Lewis ( 1875- 1946) dan Albrecht Kosel dari Jerman ( 1853- 1972) menerangkan

tentang konsep ikatan kimia.

Pada umumnya atom tidak berada dalam keadaan bebas tetapi menyatu dengan atom

lain membentuk senyawa. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa atom yang bergabung lebih

stabil daripada yang menyendiri. Penggabungan itu disebut ikatan kimia dan terjadi bila ada

daya tarik satu sama lain sehingga mengeluarkan energi paling kurang 42 kJ per mol atom.

Berdasarkan teori atom modern, para ahli menyelediki cara terbentuknya ikatan kimia. Daya

tarik kedua atom terjadi karena adanya elektron pada kulit terluar. Elektron pada kulit ini

mempunyai kecenderungan menyamai konfigurasi elektron gas mulia, dengan cara menerima

atau memberikan elektron pada atom lain.

Pada makalah ini penulis akan memfokuskan cakupan materi terkait terbentuknya

senyawa melalui ikatan kovalen yang akan penulis paparkan dari segi teori ikatan, hukum,

struktur maupun sifat dan parameternya.

1

Page 2: 258028609 makalah-kovalen-kereen

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penyusun merumuskan masalah yang

hendak dibahas dalam makalah ini ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana syarat terbentuknya ikatan kovalen pada suatu senyawa?

2. Bagaimana pembentukan struktur resonansi pada senyawa kovalen?

3. Bagaimana proses pembentukan ikatan kovalen menurut Hukum Fajans?

4. Bagaimana struktur dan sifat senyawa kovalen?

5. Bagaimana pembentukan orbital sigma dan orbital phi pada senyawa kovalen?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:

1. Mengetahui syarat terbentuknya ikatan kovalen pada suatu senyawa

2. Mengetahui pembentukan struktur resonansi pada senyawa kovalen

3. Mengetahui proses pembentukan ikatan kovalen menurut Hukum Fajans

4. Mengetahui struktur dan sifat senyawa kovalen

5. Mengetahui pembentukan orbital sigma dan orbital phi pada senyawa kovalen

D. Metode Penulisan

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis menggunakan metode jelajah (browsing)

internet dan studi pustaka. Metode ini merupakan pengumpulan berbagai sumber data dari

internet dan buku referensi yang relevan,lalu menganalisanya, membandingkan dengan

sumber data lainnya (mencari titik temu dari beberapa konsep yang berbeda) dan akhirnya

menginterpretasikan data tersebut dalam bentuk makalah.

2

Page 3: 258028609 makalah-kovalen-kereen

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Ikatan Kovalen

Gagasan ikatan kovalen dapat ditilik beberapa tahun sebelum 1920 oleh Gilbert N.

Lewis yang pada tahun 1916 menjelaskan pembagian pasangan elektron di antara atom-

atom. Dia memperkenalkan struktur Lewis atau notasi titik elektron atau struktur titik

Lewis yang menggunakan titik-titik di sekitar simbol atom untuk mewakili elektron

valensi terluar atom. Pasangan elektron yang berada di antara atom-atom mewakili ikatan

kovalen. Pasangan berganda mewakili ikatan berganda, seperti ikatan rangkap dua dan

ikatan rangkap tiga. Terdapat pula bentuk alternatif lainnya di mana ikatan diwakili

sebuah garis.

Gambar 1. Konsep awal ikatan kovalen berawal dari gambar molekul metana sejenis

ini. Ikatan kovalen tampak jelas pada struktur Lewis, mengindikasikan

pembagian elektron-elektron di antara atom-atom.

Ketika gagasan pembagian pasangan elektron memberikan gambaran kualitatif yang

efektif akan ikatan kovalen, mekanika kuantum diperlukan untuk mengerti sifat-sifat ikatan

seperti ini dan memprediksikan struktur dan sifat molekul sederhana. Walter Heitler dan Fritz

London sering diberi kredit atas penjelasan mekanika kuantum pertama yang berhasil

menjelaskan ikatan kimia, lebih khususnya ikatan molekul hidrogen pada tahun 1927. Hasil

kerja mereka didasarkan pada model ikatan valensi yang berasumsi bahwa ikatan kimia

terbentuk ketika terdapat tumpang tindih yang baik di antara orbital-orbital atom dari atom-

atom yang terlibat. Orbital-orbital atom ini juga diketahui memiliki hubungan sudut spesifik

satu sama lain, sehingga model ikatan valensi dapat memprediksikan sudut ikatan yang

terlihat pada molekul sederhana dengan sangat baik.

A.1 Orde Ikatan

Derajat ikat atau orde ikat adalah sebuah bilangan yang mengindikasikan jumlah

pasangan elektron yang terbagi di antara atom-atom yang membentuk ikatan kovalen. Istilah

3

Page 4: 258028609 makalah-kovalen-kereen

ini hanya berlaku pada molekul diatomik. Walaupun demikian, ia juga digunakan untuk

mendeskripsikan ikatan dalam senyawa poliatomik.

Gambar 2. Orde ikatan kovalen

1. Ikatan kovalen yang paling umum adalah ikatan tunggal dengan hanya satu pasang

elektron yang terbagi di antara dua atom. Ia biasanya terdiri dari satu ikatan sigma. Semua

ikatan yang memiliki lebih dari satu pasang elektron disebut sebagai ikatan

rangkap atau ikatan ganda.

2. Ikatan yang berbagi dua pasangan elektron dinamakan ikatan rangkap dua. Contohnya

pada etilena. Ia biasanya terdiri dari satu ikatan sigma dan satu ikatan pi.

3. Ikatan yang berbagi tiga pasang elektron dinamakan ikatan rangkap tiga. Contohnya

pada hidrogen sianida. Ia biasanya terdiri dari satu ikatan sigma dan dua ikatan pi.

A.2 Teori Saat Ini

Saat ini model ikatan valensi telah digantikan oleh model orbital molekul. Dalam

model ini, setiap atom yang berdekatan akan memiliki orbital-orbital atom yang saling

berinteraksi membentuk orbital molekul yang merupakan jumlah dan perbedaan linear

orbital-orbital atom tersebut. Orbital-orbital molekul ini merupakan gabungan antara orbital

atom semula dan biasanya berada di antara dua pusat atom yang berikatan.

Dengan menggunakan mekanika kuantum, adalah mungkin untuk menghitung struktur

elektronik, arah energi, sudut energi, jarak ikat, momen dipol, dan spektrum elektromagnetik

dari molekul sederhana dengan akurasi yang sangat tinggi. Jarak dan sudut ikat dapat

dihitung seakurat yang diukur. Untuk molekul-molekul kecil, perhitungan tersebut cukup

akurat untuk digunakan dalam menentukan kalor pembentukan termodinamika dan energi

aktivasi kinetika.

B. Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) Pada Ikatan Kovalen

Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menganggap

dalam pembentukan senyawa kompleks melibatkan interaksi elektrostatik maupun interaksi

kovalen. Teori orbirtal molekul menyatakan bahwa pembentukan senyawa kompleks terjadi

interaksi antara orbital-orbital dari atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan membentuk

orbital-orbital molekul. Orbital-orbirtal molekul senyawa kompleks dianggap merupakan

hasil kombinasi linear dari orbital-orbital atom pusat dan orbital-orbital ligan yang perbedaan

tingkat energinya besar dapat diabaikan, sehingga dalam menggambarkan orbital molekul

4

Page 5: 258028609 makalah-kovalen-kereen

senyawa kompleks cukup digambarkan orbital-orbital elektron valensinya. Teori orbital

molekul dapat menjelaskan fakta-fakta tentang sifat magnetik dan warna senyawa kompleks.

Setiap penggabungan orbital atom menjadi orbital molekul akan menghasilkan orbital

bonding (orbital ikatan) dan orbital antibonding (orbital anti ikatan).

B.1 PEMBENTUKAN ORBITAL σ

Pembentukan ikatan melalui orbital σ yang paling sederhana dapat dicontohkan

dalam pembentukan ikatan antar atom hidrogen dalam molekul H2.

Gambar 3. Pembentukan Orbital σ pada molekul H2

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tiap atom H memiliki masing-masing satu

buah elektron pada orbital 1s. kedua orbital atom H tersebut kemudian bergabung

membentuk orbital molekul σ, sehingga terbentuk dua macam orbital, orbital σ yang

merupakan orbital bonding, dan orbital σ* yang merupakan orbital antibonding. Sesuai

dengan aturan Hund, maka mula-mula elektron dari salah satu atom H mengisi orbital

molekul σ yang terbentuk, kemudian elektron dari atom H yang lain juga mengisi orbital σ

tersebut. Dengan terbentuknya orbital molekul yang diisi oleh elektron dari kedua atom H,

maka terbentuklah ikatan antar atom H tersebut menjadi molekul H2. Molekul H2 ini

merupakan molekul yang stabil, karena elektron-elektronnya berada pada orbital molekul σ

yang tingkat energinya lebih rendah dibandingkan tingkat energi orbital atom pembentuknya.

Pembentukan orbital molekul ini dapat digunakan untuk menjelaskan ketidakstabilan

dari molekul He2. Perhatikan diagram berikut :

5

orbital σ* (orbital molekul antibonding)

orbital σ (orbital molekul bonding)

HH

H2

orbital σ* (orbital molekul antibonding)

Page 6: 258028609 makalah-kovalen-kereen

Gambar 4. Pembentukan Orbital σ pada molekul He2

Setiap atom Helium memiliki dua elektron pada setiap orbital 1s. saat orbital-orbital

atom 1s dari kedua atom Helium tersebut membentuk orbital molekul, terbentuk 2 macam

orbital molekul pula, orbital σ dan σ*. Elektron-elektron mula-mula mengisi orbital bonding

σ yang tingkat energinya lebih rendah, kemudian mengisi orbital antibonding σ*. Karena baik

orbital bonding maupun orbital antibonding sama-sama terisi elektron, maka keduanya akan

saling meniadakan, sehingga molekul He2 menjadi sangat tidak stabil.

Kedua contoh diatas menunjukkan pembentukan orbital molekul untuk molekul

diatomik yang heterogen, sehingga orbital atom yang digunakan dalam pembentukan orbital

molekul memiliki tingkat energi yang sama. Pada molekul diatomik yang heterogen, atom

yang lebih elektronegatif orbital atomnya memiliki tingkat energi yang lebih rendah.

Perbedaan tingkat energi antar orbital atom dari dua atom berbeda yang saling berikatan

merupakan ukuran dari sifat ionik ikatan yang terbentuk antara kedua atom tersebut.

Sedangkan perbedaan tingkat energi antara orbital bonding molekul yang terbentuk dengan

orbital atom (dari atom yang tingkat energinya lebih rendah) merupakan ukuran sifat kovalen

ikatan yang terbentuk. Untuk lebih jelasnya, perhatikan ilustrasi yang diberikan dalam

diagram berikut :

Gambar 5. Ilustrasi diagram orbital sifat ikatan kovalen

6

orbital σ (orbital molekul bonding)

He He

He2

1s

1sA

B

AB

orbital σ

orbital σ*

a

b

Page 7: 258028609 makalah-kovalen-kereen

Pada diagram tersebut, atom B memiliki tingkat energi yang lebih rendah

dibandingkan orbital atom A. Oleh karena itu, orbital molekul (OM) σ yang terbentuk

memiliki karakteristik yang lebih mirip dengan orbital atom B. Selisih energi antara orbital

atom A dan orbital atom B, dinotasikan dengan a, menunjukkan ukuran sifat ionik ikatan

yang terbentuk antara A dan B. Sedangkan selisih energi antara OM σ dengan orbital atom B,

dinotasikan dengan b, menunjukkan sifat kovalen ikatan AB.

B.2 PEMBENTUKAN ORBITAL π

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, orbital σ dapat terbentuk antar orbital

atom dengan simetri yang sama. Adapun orbital π dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy,

dxz, dan dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam.

Salah satu contoh bagaimana orbital π dapat terbentuk antara orbital atom dari logam dengan

orbital atom yang dimiliki ligan ditunjukkan dalam gambar berikut :

Gambar 6. Kombinasi orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz dari ligan

Dari Gambar (6) di atas dapat dilihat bahwa orbital dxz berada sejajar dengan orbital

py dan pz dari ligan, sehingga kombinasi dari orbital atom logam dan orbital atom ligan

tersebut dapat menghasilkan orbital molekul π.

Selain dari penggabungan orbital dxz dari logam dengan orbital py dan pz, orbital molekul π

juga dapat terbentuk dari penggabungan antara orbital pz dari logam dengan orbital pz dari

ligan. Ilustrasi kedua orbital atom tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

7

Page 8: 258028609 makalah-kovalen-kereen

Gambar 7. Posisi orbital atom pz dari logam dan orbital pz ligan berada dalam posisi yang

sejajar, sehingga juga dapat bergabung dan menghasilkan orbital molekul π.

Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan, sehingga

meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai pembentukan ikatan π juga

dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret Spektrokimia.

C. Resonansi

Resonansi adalah delokalisasi elektron pada molekul atau ion poliatomik tertentu

dimana ikatannya tidak dapat dituliskan dalam satu struktur Lewis. Kebanyakan ikatan dapat

dideskripsikan dengan menggunakan lebih dari satu struktur Lewis yang benar (misalnya

pada ozon, O3). Dalam diagram lewis (LDS: Lewis dot structure) O3, atom pusat akan

memiliki ikatan tunggal dengan satu atom dan ikatan rangkap dua dengan satu atom lainnya.

Diagram LDS tidak dapat memberitahukan kita atom mana yang berikatan rangkap; atom

pertama dan kedua yang berikatan dengan atom pusat memiliki probabilitas yang sama untuk

memiliki ikatan rangkap. Dua struktur yang memungkinkan ini disebut sebagai struktur

resonansi. Pada kenyataannya, struktur ozon adalah hibrid resonansi antara dua struktur

resonansi yang memungkinkan. Daripada satu ikatan tunggal dan satu ikatan rangkap dua,

sebenarnya terdapat dua ikatan 1,5 dengan kira-kira tiga elektron pada setiap atom.

Kasus resonansi yang khusus terlihat pada atom-atom yang membentuk cincin

aromatik (contohnya benzena). Cincin aromatik terdiri dari atom-atom yang tersusun menjadi

lingkaran (dihubungkan dengan ikatan kovalen) dan menurut LDS akan memiliki ikatan

tunggal dan rangkap dua yang saling bergantian. Dalam kenyataannya, elektron-elektron

cenderung secara merata berada di seluruh ruang cincin. Pembagian elektron pada struktur

aromatik seringkali diwakili dengan cincin di dalam lingkaran atom. Resonansi dalam kimia

diberi simbol garis dengan dua arah panah (↔).

8

Page 9: 258028609 makalah-kovalen-kereen

Gambar 8. Struktur resonansi ozon

Pada ozon, terdapat perpindahan elektron antar inti yang dijelaskan dengan anak panah.

Gambar 9. Perpindahan elektron antar inti

C.1 Sifat umum resonansi

Molekul atau ion yang dapat beresonansi mempunyai sifat-sifat berikut:

1. Dapat dituliskan dalam beberapa struktur Lewis yang disebut dengan struktur

resonan. Tetapi tidak satupun struktur tersebut melambangkan bentuk asli molekul

yang bersangkutan.

2. Di antara struktur yang saling beresonansi bukanlah isomer. Perbedaan antar struktur

hanyalah pada posisi elektron, bukan posisi inti.

3. Masing-masing struktur Lewis harus mempunyai jumlah elektron valensi dan elektron

tak berpasangan. yang sama.

4. Ikatan yang mempunyai orde ikatan yang berbeda pada masing-masing struktur tidak

mempunyai panjang ikatan yang khas.

5. Struktur yang sebenarnya mempunyai energi yang lebih rendah dibandingkan energi

masing-masing struktur resonan

D. Polarisasi menurut Aturan Fajans

Pada umumnya, senyawa yang terbentuk akibat penggabungan antar  logam dengan

nonlogam memiliki sifat senyawa ionik. Akan tetapi, tidak semua senyawa dari

penggabungan ini bersifat ionik. Senyawa ini dapat lebih mengarah ke sifat kovalen ketika

elektron terluar dari anion ditarik kuat oleh kation, sehingga rapatan anion akan mengalami

distorsi/penyimpangan terhadap kation. Distorsi ini dapat dilihat dari rapatan elektron yang

mulanya digambarkan seperti bola akan menjadi lonjong (elektron terluar dari anion ditarik

kuat oleh kation).

9

Page 10: 258028609 makalah-kovalen-kereen

Akibat dari distorsi ini maka senyawa yang mulanya bersifat ionik akan berubah

menjadi kovalen dan akan terjadi polarisasi. Semakin besar sifat polarisasinya maka semakin

besar pula derajat ikatan kovalensinya. Menurut Kasimir Fajans, ahli kimia, terdapat

beberapa aturan perihal polarisasi tersebut, antara lain :

1. Suatu kation akan lebih mudah mengalami polarisasi ketika ukuran kation tersebut kecil

dengan muatan positif yang besar.

Mn2O7 memiliki muatan positif lebih besar dibandingkan dengan muatan positif pada

MnO sehingga Mn2O7 lebih bersifat kovalen polar daripada bersifat ionik.

2. Suatu anion akan lebih mudah mengalami polarisasi ketika ukuran dan muatan negatif

yang dimiliki anion tersebut besar.

AlI3 memiliki muatan negatif yang sama namun dengan ukuran anion yang lebih besar jika

dibandingkan dengan AlF3sehingga AlI3 lebih mengarah untuk membentuk ikatan kovalen

yang polar dibandingkan dengan AlF3 yang tidak bersifat polar.

3. Kation yang tidak memiliki konfigurasi gas mulia lebih mudah mengalami polarisasi.

Kation K+ pada senyawa KCl memiliki konfigurasi gas mulia yaitu [Ar] sedangkan kation

Ag+ pada AgCl tidak memiliki konfigurasi gas mulia yaitu [Kr]4d10, sehingga kation

Ag+ lebih mudah mengalami polarisasi daripada kation K+.

Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat ionik dari sifat kovalen

suatu spesies yaitu dengan membandingkan titik lelehnya; senyawa ionik (dan juga jaringan

senyawa kovalen) cenderung mempunyai titik leleh tinggi, dan senyawa kovalen sederhana

mempunyai titk leleh rendah. Sebagai contoh, senyawa AlF3 dan AlI3, masing-masing

mempunyai titik leleh yang sangat berbeda yaitu secara berurutan 1290 dan 1900C. Ion

fluorida mempunyai jari-jari ionik 117 pm, jauh lebih kecil daripada jari-jari ionik iodida,

206. Data jari-jari ini menghasilkan ukuran volume anion iodida sebesar kira-kira 5 ½

atau 2063/1173 kali volume ion fluorida. Tingginya titik leleh aluminium fluorida

menyarankan bahwa senyawa ini lebih bersifat ionik, dan ini berarti bahwa ion fluorida

karena kecilnya ukuran tidak atau sukar terpolarisasi oleh ion Al3+, sehingga senyawa yang

10

Gambar

Page 11: 258028609 makalah-kovalen-kereen

terbentuk, yaitu AlI3, lebih bersifat kovalen dengan titik leleh yang jauh lebih rendah.

Bandingkan dengan titik leleh senyawa KI (6850C), demikian pula KF (8570C).

Karena jari-jari ionik dengan sendirinya bergantung pada muatan ionnya, maka

besarnya muatan kation yang sering merupakan petunjuk yang baik untuk menentukan

derajat kovalensi spesies (sederhana) yang bersangkutan. Kation dengan muatan +1 dan +2,

biasanya mendominasi sifat ionik, sedangkan kation dengan muatan +3 membentuk senyawa

ionik hanya dengan anion yang sangat sukar terpolarisasi seperti ion fluorida. Kation dengan

muatan teoritik +4 atau yang lebih tinggi sesungguhnya tidak dikenal sebagai ion, dan

senyawanya sering diperhitungkan sebagai senyawa yang didominasi oleh sifat kovalen.

Sebagai contoh, MnO mempunyai titik leleh 17850C tetapi Mn2O, berupa cair pada

temperatur kamar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mn(II) membentuk kisi kristal ionik

dalam MnO, tetapi Mn(VII) membentuk molekul kovalen dalam Mn2O7. Perhitungan rapatan

muatan menghasilkan harga 84 C mm-3 untuk ion Mn2+ dan 1240 C mm-3 untuk ion

Mn7+ (andaikata ion ini ada). Ion ini (Mn7+) sangat tinggi (rapatan) muatan positifnya,

demikian juga ukurannya tentu jauh lebih kecil daripada ukuran ion Mn2+, sehingga

mempunyai daya mempolarisasi yang sangat kuat terhadap anion oksida; akibatnya,

senyawaan yang terbentuk bersifat kovalen sebagaimana ditunjukkan oleh rendahnya titik

leleh.

Aturan Fajans yang ke tiga, berkaitan dengan kationn yang mempunyai konfigurasi

elektronik bukan gas mulia. Sebagai contoh yaitu kation Ag+ (dengan konfigurasi [Ar] 4d10),

demikian juga Cu+, Sn2+, dan Pb2+. Senyawaan perak halida, AgF, AgCl, AgBr, dan AgI,

masing-masing mempunyai titik leleh 435, 455, 430, dan 5580C, yang secara berurutan lebih

rendah kira-kira 3000C dari pada titik leleh kalium halida. Dengan demikian, kation perak

mempunyai daya mempolarisasi yang lebih kuat daripada kation K+, sehingga senyawaan

perak halida lebih bersifat kovalen dari pada senyawaan kalium halida. Petunjuk lain perihal

sifat kovalensi halida perak yaitu kenyataannya bahwa halida perak (kecuali fluorida) sukar

larut dalam air. Proses pelatutan dalam pelerut polar disebabkan adanya interaksi antara

molekul air (polar) dengan muatan ion; menurunnya sifat ionik atau naiknya sifat kovalen

halida perak mengakibatkan melemahnya interaksi tersebut hingga cenderung sukar larut.

Untuk perak fluorida, kecilnya ukuran ion fluorida menyebabkan kurangnya sifat

terpolarisasi oleh kation perak hingga senyawa ini paling bersifsat ionik daripada halida perak

yang lain, dan akibatnya mudah larut dalam air.

11

Page 12: 258028609 makalah-kovalen-kereen

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Dari uraian materi di atas maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menganggap

dalam pembentukan senyawa kompleks melibatkan interaksi elektrostatik maupun

interaksi kovalen.

Pada senyawa kompleks, orbital molekul σ terbentuk sebagai gabungan/kombinasi

dari orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan. Orbital atom logam dapat

bergabung dengan orbital atom ligan jika orbital-orbital atom tersebut memiliki

simetri yang sama.

orbital π dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan

orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam.

Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung keterisian orbital π

yang dimiliki oleh ligan tersebut.

12

Page 13: 258028609 makalah-kovalen-kereen

DAFTAR PUSTAKA

1. Effendy. (2008) Teori VSEPR, Kepolaran, dan Gaya Antarmolekul, p. 159

2. G. L. Miessler and D. A. Tarr “Inorganic Chemistry” 3rd Ed, Pearson/PrentButt holes

suckice Hall publisher. ISBN 0-13-035471-6.

3. House, J. E dan Kathleen A. House. (2010) Descriptive Inorganic Chemistry Second

Edition, p. 64

4. Langmuir, I. (1919). J. Am. Chem. Soc.; 1919; 41; 868-934.

5. March, J. “Advanced Organic Chemistry” 4th Ed. J. Wiley and Sons, 1991: New

York. ISBN 0-471-60180-2.

6. Merriam-Webster  - Collegiate Dictionary (2000).

7. Rayner, Geoff dan Tina Overton (2010). Descriptive Inorganic Chemistry Fifth

Edition, p.96

13