PROPOSAL TESIS A. Judul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Chemoentrepreunership (CEP) Pada Mata Kuliah Kimia Bahan Makanan Mahasiswa Tadris (Pendidikan) Kimia IAIN Walisongo B. Bidang Penelitian Bidang Ilmu Pendidikan Kimia C. Latar Belakang Penelitian Salah satu fungsi penyelengggaraan pendidikan tinggi adalah mencetak tenaga-tenaga profesional di berbagai bidang keahlian. Perguruan tinggi membuka dan mengembangkan berbagi program studi, baik yang bersentuhan dengan dunia sains, ekonomi sosial budaya, tenaga kependidikan dan lain sebagainya. Pandangan masyarakat secara umum menyatakan bahwa pendidikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada, ini berarti bahwa tujuan akhir dari penggunaan jasa pendidikan adalah teraihnya lapangan pekerjaan yang diharapkan. Mereka menganggap bahwa lulus dari perguruan tinggi adalah modal utama untuk meraih kesuksesan di masa depan. Oleh karena itu masyarakat berupaya memasuki bidang studi yang dipandang marketable dan memiliki prospek yang lebih baik untuk pengembangan karir setelah selesai studi. Pandangan diatas sangat rasional tetapi bila dikaitkan dengan tingkat pengganguran di Indonesia, ternyata menunjukan gejala yang tidak selaras. Data yang didapat dari Depnakertrans (2007) menunjukkan angka pengangguran terbuka berdasarkan tingkat pendidikan; Sekolah Dasar (SD) 3,419,614 atau sekitar 33 persen, Sekolah Menengah pertama mencapai 2,643,062 atau 25 persen, Sekolah menengah atas (SMA) 3,450,053 atau 36 persen, Diploma/akademi sebesar 330,316 atau sekitar 3 persen, sedangkan yang berlatar belakang sarjana 409,890 atau sebesar 4 persen. Angka pengangguran untuk perguruan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROPOSAL TESIS
A. Judul
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Chemoentrepreunership (CEP) Pada
Mata Kuliah Kimia Bahan Makanan Mahasiswa Tadris (Pendidikan) Kimia IAIN
Walisongo
B. Bidang Penelitian
Bidang Ilmu Pendidikan Kimia
C. Latar Belakang Penelitian
Salah satu fungsi penyelengggaraan pendidikan tinggi adalah mencetak tenaga-tenaga
profesional di berbagai bidang keahlian. Perguruan tinggi membuka dan mengembangkan
berbagi program studi, baik yang bersentuhan dengan dunia sains, ekonomi sosial budaya,
tenaga kependidikan dan lain sebagainya. Pandangan masyarakat secara umum menyatakan
bahwa pendidikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan
kesempatan kerja yang ada, ini berarti bahwa tujuan akhir dari penggunaan jasa pendidikan
adalah teraihnya lapangan pekerjaan yang diharapkan. Mereka menganggap bahwa lulus
dari perguruan tinggi adalah modal utama untuk meraih kesuksesan di masa depan. Oleh
karena itu masyarakat berupaya memasuki bidang studi yang dipandang marketable dan
memiliki prospek yang lebih baik untuk pengembangan karir setelah selesai studi.
Pandangan diatas sangat rasional tetapi bila dikaitkan dengan tingkat pengganguran di
Indonesia, ternyata menunjukan gejala yang tidak selaras. Data yang didapat dari
Depnakertrans (2007) menunjukkan angka pengangguran terbuka berdasarkan tingkat
pendidikan; Sekolah Dasar (SD) 3,419,614 atau sekitar 33 persen, Sekolah Menengah
pertama mencapai 2,643,062 atau 25 persen, Sekolah menengah atas (SMA) 3,450,053 atau
36 persen, Diploma/akademi sebesar 330,316 atau sekitar 3 persen, sedangkan yang berlatar
belakang sarjana 409,890 atau sebesar 4 persen. Angka pengangguran untuk perguruan
1
tinggi menduduki angka terkecil tetapi hal ini sangatlah mengkhawatirkan, karena
mngakibatkan terjadi pengangguran terdidik atau pengangguran intelektual. Menurut Agus
Suwignyo (2007) fenomena tersebut terjadi karena pendidikan kita lebih banyak
menyiapkan siswa didiknya untuk bekerja di bidang industri dan kecenderungan masyarakat
kita yang mendambakan bekerja sebagai pegawai negeri. Padahal lapangan pekerjaan untuk
sektor industri makin sempit dan daya tampung pegawai negeri juga kecil. Pendidikan
belum mampu menyiapkan anak didiknya untuk kreatif dan inovatif menciptakan lapangan
kerja.
Keberhasilan pembelajaran dalam pendidikan dipengaruhi banyak faktor. Pengajar,
peserta didik dan kegiatan pembelajaran adalah tiga faktor yang memiliki peran penting.
Pengajar sebagai subyek pembelajaran memiliki tugas dan tanggung jawab atas inisiatif dan
pengarah pembelajaran. Peserta didik sebagai obyek, dituntut kesediaan dan kesiapannya
untuk terlibat langsung secara aktif. Pembelajaran akan berlangsung dinamis jika terjadi
keterpaduan harmonis dan bersifat komplementer antara aktifitas pengajar dan peserta didik.
Keberhasilan tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan pada diri peserta didik sesuai
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Sangatlah wajar jika suatu proses transformasi pembelajaran berhasil baik jika input
transformasi berupa anak didik yang berkualitas. Permasalahannya adalah tidak semua
proses transformasi “beruntung” memiliki input yang berkualitas sehingga proses
transformasi yang berkualitaslah yang akhirnya harus diupayakan dapat memberikan output
berkualitas meski bagaimanapun keadaan inputnya. Begitu besarnya pengaruh kegiatan
pembelajaran sebagai proses transformasi belajar peserta didik, maka diperlukan proses
pembelajaran yang baik dengan memperhatikan strategi, pendekatan dan metode
pembelajaran yang sesuai dalam pelaksanaannya.
2
Pendidikan Kimia pada Program Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA)
jurusan Tadris IAIN Walisongo mengemban tugas untuk menghasilkan lulusan sarjana
pendidikan kimia yang bekualitas. Keberadaan program pendidikan kimia yang relatif baru
tentu saja merupakan kendala tersendiri dalam memperoleh mahasiswa dengan jumlah besar
dan berkualitas tinggi. Berdasarkan data kemahasiswaan Fakultas Tarbiyah tahun ajaran
2007/2008 angkatan pertama telah memasuki semester X dan belum pernah meluluskan,
total mahasiswa Pendidikan Kimia sejumlah 88 orang terdiri; 69 orang atau 77,2 % dari
Madrasah Aliyah, 16 atau 18,18% orang dari Sekolah Menengah Atas dan 3 orang atau 3,41
% dari Sekolah Menengah Kejuruan. Sedangkan jurusan asal dari mahasiswa adalah 79 dari
IPA, 9 orang dari IPS.(Tim Evaluasi Diri Tadris Kimia, 2008) Data tersebut setidaknya
memberikan gambaran tentang kondisi mahasiswa Pendidikan Kimia Jurusan Tadris
berbeda dibandingkan dengan perguruan tinggi lain di Semarang.
Berdasarkan penelitian awal mahasiswa pendidikan kimia mata kuliah Kimia Bahan
Makanan semester genap tahun 2007/2008 terdapat 55,5% mahasiswa yang memiliki nilai
kategori B meskipun demikian dalam pelaksanaan di lapangan (PPL) banyak mahasiswa
yang kesulitan dalam mengajarnya, hal ini disebabkan tidak semua sekolah yang ditempati
memiliki laboratorium yang memenuhi syarat pembelajaran. Hal ini menjadi kendala
tersendiri bagi pengajar untuk bisa meningkatkan kreativitas dan minat entreprenurship
mahasiswa sehingga bisa menggunakan fasilitas yang ada, untuk terlaksananya
pembelajaran disekolah.
Kondisi laboratorium kimia Tadris Kimia yang belum memadai (hanya terdiri atas
laboratorium untuk kimia dasar) merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pengajar untuk
memanfaatkan sebaik mungkin sarana yang ada melalui pengembangan pembelajaran yang
3
bertujuan meningkatkan orientasi kecakapan mahasiswa (life skill oriented) Pendidikan
Kimia.
Tujuan suatu pendidikan tinggi adalah menyiapkan peserta didik mengerti dan
terintegrasi dalam dunia kerja setelah pendidikan usai dan pembekalan entrepreneurship
menjadi penting untuk memasuki di dunia kerja (Namuli, 2002). Berdasarkan penelitian
Khoiril Anwar (2008) faktor kesuksesan lulusan perguruan tinggi dipengaruhi banyak hal
diantaranya; mau bekerja keras, percaya diri, mampu bekerja dalam tekanan dan mudah
beradaptasi. Untuk itu perlu dikembangkan pendekatan pembelajaran dalam rangka
meningkatkan kualitas pembelajaran dan menyiapkan mahasiswa pendidikan kimia sebagai
calon pendidik yang memiliki kecakapan dan minat entrepreunuership. Pendekatan
pembelajaran Chemoentrepreunuership (CEP) menuntut potensi peserta didik untuk belajar
secara maksimal sehingga mampu menampilkan kompetensi tertentu. Proses belajar tidak
lagi berorientasi pada banyak materi pelajaran kimianya (subject matter oriented) tetapi
lebih berorientasi kepada kecakapan yang dapat ditampilkan oleh peserta didik (life skill
oriented). Dengan pendekatan pembelajaran yang demikian sejumlah kompetensi dapat
dicapai, proses belajar lebih menarik, peserta didik terfokus perhatiannya dan termotivasi
untuk mengetahui lebih jauh serta hasil belajarnya lebih bermakna (Supartono, 2006).
Pendekatan Chemo-entrepreuneurship (CEP) menekankan pada kegiatan pembelajaran yang
dikaitkan pada obyek nyata, sehingga selain mendidik, pendekatan ini memungkinkan
mahasiswa dapat mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang
bermanfaat dan bernilai ekonomi. (Titi Wahyukaeni,2006). Edmund menyatakan
kemampuan untuk berstrategi kreativitas dan berinovasi serta mengembangkan ketrampilan
dapat meningkatkan kompetensi khusus Agung (1998).
4
D. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan pemikiran diatas maka permasalahan di Prodi Tadris (Pendidikan)
Kimia sebagai berikut:
1. Inovasi dalam pengembangan perangkat pembelajaran pendidikan kimia di Tadris IAIN
Walisongo menjadi sangat penting sebagai upaya peningkatan kualitas Pendidikan
Kimia.
2. Input mahasiswa Jurusan Tadris Program Studi Pendidikan Kimia IAIN Walisongo
memiliki latar belakang variatif sehingga memerlukan proses tranformasi ilmu yang
efektif dan efisien untuk meningkatkan hasil pembelajaran.
3. Pembelajaran mata kuliah Kimia Bahan Makanan yang ada, belum berorientasi chemo-
entreprenuership (CEP).
4. Kegiatan praktikum materi kimia bahan makanan yang selama ini ada belum menuntun
mahasiswa menjadi lebih kreatif serta berminat wirausaha (entrepreneurship) maka
memerlukan pembelajaran yang berbasis CEP.
A. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah
utamanya yaitu bagaimanakah mengembangkan perangkat pembelajaran kimia bahan
makanan mahasiswa Tadris IAIN Walisongo melalui pembelajaran kimia berbasis
Chemoentreprenurship (CEP) ?
Masalah utama tersebut dijabarkan menjadi lima masalah khusus yaitu:
a. Apakah pengembangan perangkat pembelajaran berbasis CEP dalam rangka
mewujudkan peserta didik kreatif sesuai kompetensi dasarnya ?
b. Apakah pengembangan perangkat pembelajaran berbasis CEP dalam rangka
mewujudkan peserta didik berminat wirausaha (entrepreunership) sesuai kompetensi
dasarnya ?
c. Apakah pengembangan pendekatan berbasis CEP membawa pengaruh terhadap hasil
belajar peserta didik pada aspek kognitif?
5
d. Apakah pengembangan pendekatan berbasis CEP membawa pengaruh terhadap hasil
belajar peserta didik pada aspek afektif ?
e. Apakah pengembangan pendekatan berbasis CEP membawa pengaruh terhadap hasil
belajar peserta didik pada aspek psikomotor?
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran kimia
berbasis CEP untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus penelitian ini adalah:
1. Mengembangkam perangkat pembelajaran berbasis CEP untuk mewujudkan peserta
didik kreatif, melalui pembelajaran kimia Bahan Makanan.
2. Mengembangkan perangkat pembelajaran Kimia bahan makanan berbasis
Chemoentrepreunuership untuk menumbuhkan minat entrepreuneurship mahasiswa.
3. Mengetahui hasil belajar aspek kognitif mahasiswa setelah diimplementasikan
perangkat pembelajaran berbasis CEP.
4. Mengetahui hasil belajar aspek afektif mahasiswa setelah diimplementasikan
pembelajaran berbasis CEP.
5. Mengetahui hasil belajar aspek psikomotor mahasiswa setelah diimplementasikan
pembelajaran berbasis CEP.
A. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat :
1. Lahirnya suatu konsep pengembangan pembelajaran melalui model pembelajaran
aktif, yang mendorong mahasiswa untuk mengoptimalkan aspek kognitif, afektif
6
maupun psikomotor khususnya pada pembelajaran Mata kuliah kimia bahan
makanan.
2. Bagi pengajar, diperoleh suatu metode pembelajaran yang mampu melibatkan
peserta didik secara aktif serta menjadikannya kreatif dan berminat
entrepreneurship.
3. Bagi pengembangan kurikulum, diperolehnya metode pembelajaran berbasis CEP
yang memiliki ketepatan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum berbasis
kompetensi.
4. Bagi lembaga, khususnya Jurusan Tadris Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo memiliki prototype model pembelajaran yang mampu
mengoptimalkan sarana pembelajaran secara optimal.
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Hasil Belajar
a. Belajar
Belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya
sebagai akibat dari pengalaman. Teori Gestald-feld menyatakan belajar
merupakan suatu proses perolehan atau perubahan insights, pandangan-
pandangan, harapan-harapan atau pola-pola pikir. Menurut teori prilaku, belajar
merupakan suatu perubahan prilaku yang dapat diamati, yang terjadi melalui
terkaitnya stimulus-stimulus dan respon-respons menurut prinsip-prinsip
mekanistik ( Dahar, 1989). J. B Watson dalam Djiwandono (2002) menyatakan,
Belajar adalah suatu proses dari konditioning reflect (respon) melalui pergantian
dari suatu stimulus kepada yang lain. Thorndike mengartikan Belajar adalah
proses ‘stamping in’ ( diingat), forming, hubungan antara stimulus dan respon.
7
James O. Whittaker dalam Djamarah (1999) memberikan pengertian belajar
adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman. Dalam buku yang sama dikatakan belajar adalah serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Adanya bermacam pengertian
belajar tersebut disebabkan karena perbedaan dalam mengindentifikasi fakta,
menaksir fakta, menggunakan istilah dan penekanan terhadap aspek tertentu (Ali,
2002).
Lima macam prilaku yang diakibatkan belajar adalah perubahan prilaku
diakibatkan dari stimulus tak terkondisi menjadi terkondisi, belajar kontinuitas,
konsekuensi-konsekuensi prilaku mempengaruhi akan diulang atau tidak,
pengalaman hasil observasi dari kejadian yaang dialami, belajar kognitif yang
terjadi bila kita melihat dan memahami peristiwa di sekitar kita dengan cara
belajar menyelami pengertian (Dahar,1989).
b. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai
seseorang dimana setiap kegiatan belajar menimbulkan perubahan yang khas.
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana proses belajar dan pembelajaran telah berjalan secara efektif. Keefektifan
pembelajaran tampak pada kemampuan siswa menguasai materi belajar. Dari
segi guru, penilaian hasil belajar akan memberikan gambaran mengenai
keefektifan mengajar apakah pendekatan dan media yang digunakan mampu
membantu siswa memahami pembelajaran (Depdikbud,2000).
8
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal
terdiri faktor fisiologis dan psikologis, dan faktor eksternal meliputi faktor
lingkungan dan sekolah (Tim pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1989). Tes
hasil belajar siswa dilakukan setiap guru untuk memberikan informasi sampai
dimana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi
mata pelajaran yang telah diberikan (Simanjuntak dan Pasaribu,1993). Tes hasil
belajar (achievement test) adalah salah satu alat dalam evaluasi. Arikunto (2001)
mengatakan tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif
untuk memperoleh data-data atau alat yang diinginkan tentang seseorang dengan
cara cepat dan tepat. Sedangkan Chabib Thoha (1990) mengartikan tes adalah
Pertanyaan-Pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus
dijalankan, yang mendasarkan harus bagaimana testee menjawab pertanyaan-
pertanyaan atau melakukan perintah–perintah itu, penyelidik mengambil
kesimpulan dengan cara membandingkan degan standar atau testee lainnya. Tes
adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat yang digunakan untuk
mengukur pengetahuaan, intelegensi, kemampuan individu atau kelompok.
2. Pembelajaran Berbasis Chemoentrepreuneurship
Pendidikan merupakan perpaduan aktifitas mengajar dan aktifitas belajar.
Aktifitas mengajar dan belajar adalah inti proses pengajaran. Pengajaran melibatkan
banyak komponen yang saling bergantung mulai perencanaan, pengelolaan, interaksi
pengajaran, pemberdayaan sumber belajar sampai penilaian pengajaran. Pelaksanaan
pembelajaran memerlukan perencanaan pengajaran yang ditulis dalam satuan acara
perkuliahan. Realisasi perencanaan pembelajaran disebut strategi pembelajara yang
9
berupa prosedur atau langkah pengajar dalam melaksanakan rencana tersebut. Sudjana
(1998) mendifinisikan strategi pengajaran sebagai taktik yang digunakan pengajar dalam
melaksanakan proses belajar mengajar agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan
pengajaran secara efektif dan efisien. Kemungkinan-kemungkinan strategi pengajaran
dapat diterapkan sesuai tujuan pengajaran yang saling berkaitan. Benyamin Bloom dalam
Tim MKDK IKIP Semarang (1989) mengklasifikasikan tujuan pengajaran dalam 3 aspek
(trichotom) yaitu aspek kogntif, afektif dan psikomotor.
Glasser menyatakan banyak ragam pola pengajaran yang dikemukakan para ahli
dimana masing-masing memiliki stressing (penekanan) yang berbeda. Rohani, (2004)
merumuskan sebuah pola dasar mengajar tradisional (pola dasar pokok). Pola tersebut
memiliki empat komponen pokok yaitu tujuan pengajaran, pengenalan peserta didik awal,
proses mengajar dan penilaian. Kemp (1977) menyatakan pola mengajar terdiri dari
prosedur sebagai berikut: perumusan tujuan umum, identifikasi ciri-ciri penting
pembelajaran, perumusan tujuan pembelajaran, bahan pelajaran, pre test, pemilihan
aktiftas mengajar, mengkoordinasikan layanan penunjang dan evaluasi. Gelder (1979)
menyatakan komponen pembelajaran meliputi: tujuan pengajaran, materi pelajaran,
kegiatan dosen, kegiatan peserta didik, alat dan metode serta evaluasi.
Model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para pengajar
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Pembelajaran yang
selama ini biasa diterapkan menggunakan metode ekspositori dengan menganut persepsi
lama yang menganggap bahwa dosen sebagai sumber informasi dan fikiran peserta didik
sebagai kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan berupa
10
pengetahuan dari dosennya. Sudah merupakan tugas dosen untuk mengajar dan
menyodori mahasiswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Dosen
menerangkan, mahasiswa mendengarkan, mencatat dan mengerjakan latihan soal.
Pembelajaran semacam ini membuat mahasiswa pasif dan kurang terlibat dalam
pembelajaran yang dapat menimbulkan kejenuhan dan kurangnya pemahaman konsep,
sehingga mahasiswa kurang termotivasi untuk belajar dan mengakibatkan rendahnya
hasil belajar mahasiswa.
Konsep pembelajaran CEP adalah suatu pendekatan pembelajaran kimia yang
kontekstual, yaitu: pendekatan pembelajaran yang dikaitkan dengan obyek nyata
sehingga selain mendidik, pendekatan CEP ini memungkinkan peserta didik dapat
mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai
ekonomi, dan dapat menumbuhkan minat kewirausahaan (Supartono, 2005). Mata
pelajaran Enterpreneur diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan kecakapan
hidup (life skills) yang meliputi enterpreneur personal, sosial, vokasional, dan akademik.
Ciri-ciri karakteristik seorang berminat enterpreneurship, yaitu: Motivasi berprestasi,
Kemandirian, Kreativitas, Pengambilan resiko (sedang), Keuletan, Orientasi masa depan
(Managemen Hidup), Komunikatif dan reflektif, Kepemimpinan, Locus of Control
(Ruang Evaluasi), Perilaku instrumental, Penghargaan terhadap uang. (Geoffrey,1996).
Karakteristik minat entrepreneurship diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut;
1. Motivasi berprestasi
Menurut Petri (1981) motivasi adalah suatu konsep yang digunakan
untuk menjelaskan tindakan pada atau di dalam suatu organisme untuk memulai
(initiate) dan mengarahkan (direct) perilaku. Konsep motivasi juga dipakai untuk
menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas (intensity) perilaku. Perilaku
11
dengan intensitas yang lebih besar dianggap sebagai hasil level motivasi yang
lebih tinggi. Sedangkan menurut Soetanto (1998) motivasi adalah kendali perilaku
(control of behavior), yaitu proses untuk mengaktifkan (activated) dan
mengarahkan (directed) perilaku terhadap beberapa sasaran tertentu. Epstein
(2001) mendefinisikan motivasi sebagai sebuah keadaan internal dari penimbulan
(arousal) yang seringkali mendahului suatu perilaku. Motivasi ini diwujudkan
dengan tindakan untuk mendapatkan apa yang dimaksud dengan kepuasan
terhadap kebutuhan kebutuhan tersebut. Motivasi berprestasi adalah rangkaian
dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan keinginan yang
dilandasi adanya tujuan mencapai prestasi yang baik.(Ahmadi dan Supriyono,
2004).
2. Mandiri
Mandiri adalah membangun daya pikir kita untuk tidak tergantung pada
orang lain atau membiasakan diri kita untuk selalu melakukan hal tanpa campur
tangan orang lain. orang yang mempunyai sifat mandiri menyakini dan sadar
bahwa tidak selamanya kita bergantung sama orang lain dan tidak selalu orang
yang membantu kita itu ada (Geoffrey, 1996).
3. Pengambilan Resiko
Pengertian resiko menurut Siswoyo (2008) sesuatu yang buruk (tidak
diinginkan), baik yang sudah diperhitungkan maupun yang belum diperhitungkan,
yang merupakan suatu akibat dari suatu tindakan atau kegiatan. Resiko
dikelompokkan menjadi 3 yaitu Resiko Tinggi Keberhasilannya sangat kecil
dibandingkan dengan kegagalannya (sering gagal). Resiko Sedang Keberhasilan
12
relatif lebih besar dibandingkan dengan kegagalannya. Resiko rendah keberhasilan
lebih besar dibandingkan dengan kegagalannya (sering berhasil) (Titik dan
Rahman, 2002). Ciri orang yang memiliki minat entrepreuneurship dalam
pengambilan keputusan adalah
1. Pengambilan resiko berkaitan dengan kreatifitas dan inovasi yang merupakan
bagian penting dalam merubah ide menjadi realitas.
2. Pengambilan resiko berkaitan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
3. Pengambilan resiko berkaitan dengan pengetahuan realistik mengenai
kemampuan yang dimiliki. (Siswoyo,2005)
4. Kreativitas
Kreativitas adalah ketrampilan untuk menentukan pertalian baru, melihat
subjek dari perspektif baru dan mebentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau
lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran. (James R Evan, 1994). Pengertian
kreativitas juga dapat dijelaskan melalui berbagai dimensi pribadi (person),
dimensi proes, dimensi produk dan dimensi pendorong (press). Berfikir kreatif
menurut Lawson (1980) dimaknai sebagai suatu proses kreatif yaitu merasakan
adanya kesulitan, masalah, kesenjangan informasi, adanya unsur yang hilang dan
ketidakharmonisan, mendifinisikan masalah secara jelas, membuat dugaan- dugaan
atau merumuskan hipotesis tentang kekurangan-kekurangan, menguji dugaan
tersebut dan kemungkinan perbaikannya, pengujian kembali atau bahkan
mendidfinisikan ulang masalah dan akhirnya mengkomunikasikan hasilnya.
Kretivitas akan menghasilkan ide-ide penemuan baru. Setiap batasan kreativitas
13
harus mencamtumkan unsur kebaruan. Ide-ide kreatif merupakan hal baru bagi
kita, meskipun hal tersebut mungkin telah ditemukan orang lain ditempat atau
waktu yang lain. Kreativitas merupakan perpaduan unsusr-unsur, diantaranya
pengetahuan, imajinasi dan evaluasi. Proses ini terjadi melalui pengetahuan
kembali dan asosiasi pengetahun serta pengalaman dalam cara yang baru (James R
Evan, 1994).
Proses kreatifitas meliputi beberapa tahap yaitu; persiapan, inkubasi,
iluminasi dan verifiksi. Kretaifitas dalam perwujudannya memerlukan orongan
internal (motivasi instrinsik) yaitu kemampuan kreatif maupun dorongan eksternal
dari lingkunga, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi dan
menekankan kreatifitas dan inovasi (Utami Munandar, 1999). Identifikasi perilaku
pendukung kreatif dapat diukur adanya:
a. Kesadaran dan sensitivitas terhadap problem.
b. Ingatan.
c. Kelancaran.
d. Fleksisbilitas.
e. Keaslian
f. Disiplin dan keteguhan diri.
g. Kemampuan adaptasi.
h. “Permainan” intelektual.
i. Humor.
j. Nonkomformitas.
k. Toleran terhadap ambiguitas.
l. Kepercayaan didri.
14
m. Skeptisisme.
n. Intelegensi
(James. R .Evan, 1994)
Indikator-indikator individu yang kreatif adalah:
1. Memiliki rasa ingin tahu.
2. Sering mengajukan pertanyaan.
3. Memberikan banyak gagasan atau usul dalam suatu masalah.
4. Merasa bebas dalam menyatakan pendapat.
5. Memiliki langkah penyelesaian masalah buatan sendiri.
6. Mencari dan menganalisis data yang diketahui dalam menyelesaikan masalah.
7. Mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang.
8. Memilki rasa humor.
9. Mempunyai imajinasi.
10.Orsinil dalam mengungkapkan gagasan dalam menyelesaikan masalah.
(Supartono, 2006)
Konsep pendekatan CEP adalah suatu pendekatan pembelajaran kimia
yang kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran kimia yang dikaitkan dengan
objek nyata sehingga mendidik dengan pendekatan CEP memungkinkan
mahasiswa mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang
bermanfaat, bernilai ekonomi dan menumbuhkan semangat wirausaha.
Pembelajaran kimia dengan pendekatan CEP akan lebih menyenangkan dan dapat
menumbuhkan semangat dan minat entrepreneurship. Proses pembelajaran CEP
menuntut siswa untuk belajar secara maksimal sehingga mampu menampilkan
kompetensi tertentu. Proses belajar siswa tidak lagi berorientasi materi pelajaran
15
(subject matter oriented), tetapi lebih berorientasi pada kecakapan yang dapat
ditampilkan siswa (life skill oriented). Pendekatan pembelajaran yang demikian,
mengakibatkan sejumlah kompetensi dapat dicapai, proses pembelajaran jadi
lebih menarik, siswa lebih memfokuskan perhatiaannya, termotivasi untuk
mengetahui lebih jauh, serta hasil belajarnya meningkat serta hasil belajarnya
menjadi lebih bermakna. Dampak dari penerapan CEP ini diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar mahasiswa pendidikan kimia pada aspek afektif,
kognitif, psikomotor serta kreativitas. (Supartono, 2006)
3. Mata Kuliah Kimia Bahan Makanan
Perkuliahan ini membahas kandungan dan sifat-sifat bahan pangan: Kandungan
Bahan Makanan, Organoleptik Bahan Makanan, zat aditif, pengolahan dan pengawetan
bahan makanan.
1. Materi Kimia Bahan Makanan
a. Zat aditif dalam Makanan
Secara ilmiah, zat aditif makanan di definisikan sebagai bahan yang
ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan
mutu, zat aditif makanan diantaranya pewarna, penyedap, pengawet, pemantap,
antioksidan, pengemulsi, pengumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal
(Yandri,2006). Istilah zat aditif sendiri mulai familiar di tengah masyarakat Indonesia
setelah merebak kasus penggunaan formalin pada beberapa produk olahan pangan,
tahu, ikan dan daging yang terjadi pada beberapa bulan belakangan. Formalin sendiri
16
digunakan sebagai zat pengawet agar produk olahan tersebut tidak lekas
busuk/terjauh dari mikroorganisme. Penyalahgunaan formalin ini membuka kacamata
masyarakat untuk bersifat proaktif dalam memilah-milah mana zat aditif yang dapat
dikonsumsi dan mana yang berbahaya. Secara umum, zat aditif makanan dapat dibagi
menjadi dua yaitu : (a) aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja
dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain
sebagainya. Dan kedua, (b) aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam
makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan (De man,
1997). Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari sumber alamiah
seperti lesitin, asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang
mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia,
maupun sifat metabolismenya seperti karoten, asam askorbat, dan lain-lain.
Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat,
lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering
terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen yang dapat merangsang terjadinya
kanker pada hewan dan manusia (Anton,1990). Zat aditif makanan telah
dimanfaatkan dalam berbagai proses pengolahan makanan, berikut adalah beberapa
contoh zat aditif:
Tabel.1. contoh zat aditif.
Zat aditif Contoh Keterangan
Pewarna
Daun pandan (hijau), kunyit (kuning), buah coklat (coklat), wortel (orange)
De Man, J. 1997. Kimia Makanan, Bandung: Penerbit ITB.
40
Depnakertrans, 2008. Pengangguran di Indonesia tahun 2007, di unduh dari www. Nakertrans. go .id. tanggal 28 Febuari 2009 jam 20.00
Direktorat Survei dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2006. Pemanfaatan Zat Aditif Secara Tepat. Lampung: Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM).
Djamarah, SB dan Zaib, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri, 1999. Psikologi Belajar. Jakarta. Rineka Cipta.
Djiwandono, Siti wuryani,2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Grasindo
Epstein, G. 2001. Paper presented at educational workshop off psychology, diunduh 10 Oktober 2008, Http://www.psychology.nottingham.ac.uk/grb/papers/ht97-flexitext
Gelder, Leon Van.1979. Didactical Analisys. Groningen, Netherland: Wolters Noordhoff.
Geoffrey g. Meredith. 1996. Kewirausahaan teori dan praktek. Jakarta: PT Pustaka binamanpressindo.
Irianto, Agus. 2004. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Prenada Media Group
James. R. Evans. 1994. Berfikir Kreatif dalam Pengambilan Keputusan dan Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Kemp, Jerrold, E. 1977. Instructional design; Aplan for unit and course development. Belmot: California Fearon Pitman Publisher, Inc.
Khoiril Anwar, 2008. Pengangguran Intelektual; Kesenjangan antara pendidikan tinggi dan Dunia Usaha. Nadwa;Jurnal Pendidikan Islam, ISSN 1979-1739, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Krestini, E.H. 2005. Penerapan Metode Eksperimen Pada Pembelajaran Sistem Respirasi Manusia Sebagai Upaya Mencapai Hasil Belajar Siswa. Tugas Akhir Program Akta Mengajar Universitas Langlangbuana. Bandung: Tidak diterbitkan
Supartono. 2005. Chemo-Entreprenuership (CEP) Sebagai Pendekatan Pembelajaran Kimia Yang Inovatif dan Kreatif, Semarang: Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam.
Supartono. 2006. Peningkatan Kreatifitas Peserta Didik Melalui Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Chemoentrepreunuership (CEP). Usulan Reaserch Grant_Program Hibah A2 Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
Tim Evaluasi diri Tadris Kimia. 2008. Borang Kimia. Semarang: IAIN Walisongo.
Tim Pengembangan MKDK. 1989. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarag Press.
Titi dan Rahman,2008 Menumbuhkan Sikap Entrepreneurship di Kalangan Mahasiswa, Buletin kimia Edu. Bandung: UPI
Titi Wahyukaeni. 2006. Pembelajaran Dengan Pendekatan “CHEMOENTREPRENEURSHIP” Sebagai Strategi Peningkatan Kemampuan Mata Kuliah Kimia Organik I, Semarang: Proseding :Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, 2006
Utami Munandar, 1999, Kreativitas dan Keberbakatan - Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka.
Yandri A. S. 2006. Zat Aditif. Makalah Seminar Kimia Expo X 2006. Jurusan Kimia FMIPA Lampung: Universitas Lampung